Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)Pada Kecambah (Tauge)

(1)

EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)

UNTUK KECAMBAH (TAUGE)

SKRIPSI

AHMAD SYAH PUTRA

050307034/BDP-P.TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EVALUASI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek)

UNTUK KECAMBAH (TAUGE)

SKRIPSI

AHMAD SYAH PUTRA 050307034/BDP-P.TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Evaluasi Varietas Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) Pada Kecambah (Tauge)

Nama : Ahmad Syah Putra

Nim : 050307034

Departemen : Budidaya Tanaman Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh,

Komisi pembimbing

(Ir. Hot Setiado, MS.) (Ir. Eva Sartini Bayu, MP.) Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing NIP : 19591217 198601 1 001 NIP: 19610506 199303 2 001

Mengetahui :

(Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc. Ph.D) Ketua Departemen Budidaya Pertanian

NIP : 19640620 198903 2 001


(4)

ABSTRACT

The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level. The objective of the research was to identify the growth and the production of the best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block Design was used with three replications.

The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length, the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after planted.


(5)

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong, bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100 kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti


(6)

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Syah Putra, dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1984 di Tanjung Balai yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari ayahanda Saleh Umar dan ibunda Syarifah Banun.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah tahun 1997 penulis tamat dari SD Negeri 1 Tanjung Balai, tahun 2000 penulis tamat dari MTs Negeri Tanjung Balai, tahun 2003 penulis tamat dari MA Negeri Tanjung Balai.

Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan tahun 2005 melalui jalur SPMB, pada jurusan Budidaya Pertanian dengan Program Studi Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADITA) sebagai anggota, BKM Al Mukhlisin sebagai anggota Departemen Kesejahteraan Ummat 2007 – 2008.

Pengalaman dibidang kemasyarakatan, penulis peroleh saat mengkuti praktek kerja lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada Bulan Juli sampai Agustus 2009.


(7)

KATA PENAGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Swt. Atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Judul skripsi ini adalah “Evaluasi Beberapa Varietas Kacang HIjau (Vigna radiate (L.) Wilczek) Untuk Kecambah (Tauge)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, yaitu Bpk. Ir. Hot Setiado, MS dan Ibu Eva Sartini Bayu, MP yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak Persian judul, pelaksanaan sampai penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan do’a fsn terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orangtua saya Ayahanda Saleh Umar dan Ibunda Syarifah Banun yang memberikan cinta dan kasih sayangnya, kakanda Nurhani, SE dan Vida Mardiana, AMd.Keb., adinda M. Tri Irfan dan anggota keluarga lainnya yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dirgantara Training Center, Wahyu Saputri, S.Pd.I, Elli Asnawati, S.Man., peteman-teman yang tergabung dalam Kost 30, kawan-kawan BDP ‘05.

Penulisan menyadari bahwa skripsi ini masih dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca untuk membangun kesempurnaan skripsi ini.


(8)

Akhirnya semoga apa yang telah tertuang dapam skripsi ini dapat memberikan menjadi manfaat bagi penulis, pembaca, semua pihak yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2011


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan tinggi tanaman 8 – 10 mst ... 26

2. Rataan umur berbunga ... 27

3. Rataan jumlah cabang primer ... 28

4. Rataan jumlah cabang sekunder ... 29

5. Rataan umur panen ... 29

6. Rataan jumlah polong per tanamn ... 30

7. Rataan panjang polong ... 31

8. Rataan jumlah biji per polong ... 31

9. Rataan bobot biji per tanaman ... 32

10. Rataan bobot 100 biji ... 33

11. Rataan panjang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 34

12. Rataan panjang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 34

13. Rataan panjang diameter kecambah segar sebelum tanam ... 35

14. Rataan panjang diameter kecambah segar sesudah tanam ... 35

15. Rataan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 36

16. Rataan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 36

17. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada tanaman ... 38


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bagan kegiatan penelitian ... 50

2. Bagan plot penelitian ... 51

3. Bagan lahan penelitian ... 52

4. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sampeong ... 53

5. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas gelatik ... 54

6. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pakit ... 55

7. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas pekutut ... 56

8. Deskripsi tanaman kacang hijau varietas sriti ... 57

9. Data pengamatan tinggi tanaman 5 mst... 58

10.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 5 mst ... 58

11.Data pengamatan tinggi tanaman 6 mst... 58

12.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 6 mst ... 58

13.Data pengamatan tinggi tanaman 7 mst... 59

14.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 7 mst ... 59

15.Data pengamatan tinggi tanaman 8 mst... 59

16.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 8 mst ... 59

17.Data pengamatan tinggi tanaman 9 mst... 60

18.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 9 mst ... 60

19.Data pengamatan tinggi tanaman 10 mst ... 60

20.Analisis Sidik ragam tinggi tanaman 10 mst ... 60

21.Data pengamatan umur berbunga... 61


(12)

23.Data pengamatan jumlah cabang primer ... 61

24.Analisis Sidik ragam jumlah cabang primer ... 61

25.Data pengamatan jumlah cabang sekunder... 62

26.Analisis Sidik ragam jumlah cabang sekunder ... 62

27.Data pengamatan umur panen ... 62

28.Analisis Sidik ragam umur panen ... 62

29.Data pengamatan jumlah polong per tanaman ... 63

30.Analisis Sidik ragam jumlah polong per tanaman ... 63

31.Data pengamatan panjang polong ... 63

32.Analisis Sidik ragam panjang polong ... 63

33.Data pengamatan jumlah biji per polong ... 64

34.Analisis Sidik ragam jumlah biji per polong ... 64

35.Data pengamatan bobot biji per tanaman ... 64

36.Analisis Sidik ragam bobot biji per tanaman ... 64

37.Data pengamatan bobot 100 biji ... 65

38.Analisis Sidik ragam bobot 100 biji ... 65

39.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sebelum tanam ... 65

40.Analisis sidik ragam panajang radikula kecambah segar sebelum tanam .. 65

41.Data pengamatan panajang radikula kecambah segar sesudah tanam ... 66

42.Analisis Sidik ragam panajang radikula kecambah segar sesudah tanam .. 66

43.Data pengamatan diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66

44.Analisis Sidik ragam diameter kecambah segar sebelum tanam ... 66

45.Data pengamatan diameter kecambah segar sesudah tanam ... 67


(13)

47.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67

48.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sebelum tanam ... 67

49.Data pengamatan bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68

50.Analisis Sidik ragam bobot 100 kecambah segar sesudah tanam ... 68

51.Nilai duga heritabilitas ... 68

52.Rangkuman hasil rataan pengujian varietas kacang hijau ... 69

53.Foto Lahan Penelitian ... 70

54.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Sampeong ... 71

55.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Gelatik ... 71

56.Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Parkit ... 72

57.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Perkutut... 72

58.Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Sriti ... 73

59.Foto Kecambah V1 (Sampeong), V2 (Gelatik), V3 (Parkit), V4 (Perkutut), V5 (Sriti) ... 74


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR ISI ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Peelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 9

Iklim ... 9

Tanah ... 10

Varietas ... 10

Biji ... 13

Perkecambahan ... 14

Heritabilitas ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Percobaan ... 18

PELAKSANAAN PERCOBAAN Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau ... 21

Persiapan Lahan ... 21

Persiapan Benih ... 21

Penanaman ... 21


(15)

Pemeliharaan ... 22

Penyiraman... 22

Penyulaman ... 22

Pembumbungan ... 22

Penyiangan ... 22

Penjaranagn ... 22

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22

Pemanenan ... 23

Parameter Pengamatan ... 23

Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Umum Berbunga (hst) ... 23

Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 23

Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 23

Umur Panen (hst) ... 24

Jumlah Polong per Tanaman (polong) ... 24

Panjang Polong (cm) ... 24

Jumlah Biji per Polong ... 24

Bobot Biji per Tanaman (g) ... 24

Bobot 100 biji ... 24

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah (Tauge) ... 24

Bahan dan Alat Pengujian ... 24

Pelaksnaan Pengujian ... 25

Parameter Pengamatan ... 25

Panjang radikula kecambah (cm) ... 25

Diameter Kecambah (cm) ... 25

Bobot 100 Kecambah Segar (cm) ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Tinggi Tanaman (cm) ... 26

Umur berbunga (hst) ... 27

Jumlah cabang primer (cabang) ... 28

Jumlah cabang sekunder (cabang) ... 28

Umur panen (hst)... 29

Jumlah polong per tanaman (polong) ... 30

Panjang polong (cm) ... 30

Jumlah biji per polong (biji) ... 31

Bobot biji per tanaman (g) ... 32

Bobot 100 biji (g) ... 32

Panjang Radikula Kecambah (cm) ... 33

Diameter Kecambah (cm) ... 35

Bobot 100 Kecambah Segar (g) ... 36

Heritabilitas ... 37


(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 47 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(17)

ABSTRACT

The research was conducted on the experimental garden of the Faculty of Agriculture, North Sumatera University with altitude 25 metres form the sea level. The objective of the research was to identify the growth and the production of the best mungbean sprout (Vigna radiata (L.) Wilczek) The Randomized Block Design was used with three replications.

The results showed that the Sampeong variety signifantly affected the plant height at 8 – 10 weeks, the number of primary branches, the number of secondary branches, the time of flowering, the time of harvested, the pods length, the number of seed per pod, the weight of 100 seed. Whereas the Sriti variety showed the best in the radicle lengthbefore planted and the radical length after planted, the weight of 100 fresh sprouts, and the weight of 100 fresh sprout after planted.


(18)

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakults Pertanian USU dengan ketinggian 25 meter tiatas permukaan laut. Peenelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah tauge) yang berkualitas tinggi.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwavarietas berbeda nyata terhadapa parameter : tinggi tanaman 8 – 10 mst, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, umur berbunga, umur panen, panjang polong, jumlah biji per polong, bobot 100 biji,. Varietas yang terbaik adalah varietas Sampeong. Sedangkan untuk panjang radikula kecambah segar sebelum tanam, panjang radikula kecambah segar sesudah tanam, bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, dan boot 100 kecambah segar sesudah tanam diperoleh varietas terbaik yaitu Sriti


(19)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup, juga digunakan untuk pengobatan (Atman, 2007).

Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional. Sebaran daerah produksi kacang hijau di Indonesia adalah: NAD, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Total kontribusi daerah tersebut adalah 90% terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70% berasal dari lahan sawah. Tantangan pengembangan kacang hijau di lahan kering adalah peningkatan produktivitas dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut. Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah tersebut. Keterbatasan modal, garapan lahan kering yang relatif luas, anggapan petani terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor biofisik dan sosial ekonomi yang menghambat pengembangan kacang hijau di lahan kering (Kasno, 2007).

Tanaman kacang hijau masih kurang mendapat perhatian petani, meskipun hasil tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga yang baik.


(20)

Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain, kacang hijau memiliki kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti: lebih tahan kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur 55 – 60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya yang mudah. Dengan demikian kacang hijau mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih rendahnya produksi yang dicapai petani. Rendahnya hasil disebabkan oleh budidaya yang kurang baik (tanpa pemupukan dan penyiangan), persediaan air tidak cukup, adanya serangan penyakit terutama seperti bercak daun Cercospora, karat daun, embun tepung, kudis (scab) dan virus (Rukmana, 1997).

Kecambah kacang hijau (tauge) merupakan sayuran tradisional yang terkenal diseluruh dunia. Nama itu jadi bersih sejak pelarangan pestisida dalam proses produksinya. Untuk itu, sumber vitamin yang baik perlu dipikirkan, khususnya kaya akan vitamin C. Enam puluh jam proses perkecambahan meningkatkan kadar vitamin C hingga 132 mg/100 g, sebuah pertimbangan keuntungan yang nyata. Perkecambahan itu juga meningkatkan kadar niasin dan riboflavin secara signifikan. Jika tauge diproduksi berbasis komersial, diperlukan suatu varietas baik yang memiliki sifat diinginkan seperti hasil yang tinggi, dapat beradaptasi pada kondisi iklim yang berbeda dan toleran terhadap hama-penyakit selain untuk produksi tauge yang baik. Kacang hijau kualitas tinggi untuk kecambah, harus sedikit akar, berdiameter besar dan renyah. Permasalahan utama yang terjadi secara komesial adalah: akar yang panjang dan hipokotil yang


(21)

ramping, sulit berkecambah, perakaran pendek dan besar tauge dikatakan hal yang paling sulit untuk dicapai (Heettiarachchi, 1985).

Dalam perdagangan kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam mutu, yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk pembuatan tauge. Di Indonesia, tauge sangat populer karena proses pembuatannya sangat sederhana (Astawan, 2004).

Varietas unggul merupakan komponen teknologi produksi yang murah, mudah diadopsi petani serta aman terhadap lingkungan. Tersedianya varietas yang memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit embun tepung, memegang peranan penting dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu tersedianya varietas tersebut memiliki dampak positif terhadap efisiensi usaha tani dan aman terhadap lingkungan (Anwari, et al, 2006).

Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan pada kecambah (tauge), mereka mengutamakan pada penemuan cara untuk meningkatkan kualitas tauge. Juga banyak usaha telah dilakukan pada analisa kualitas nutrisinya. Hanya literatur yang terbatas menyediakan berbagai komponen produksi tauge. Ada hubungan terbalik antara hari dan indeks panen dari awal pembungaan sampai awal pematangan polong pada kacang hijau. Ini menjadi tahap dalam kelebihan dari strategi yang diperlukan dari kerapatan kanopi dalam kondisi agronomi yang berbeda, hasil, dalam produksi kering berikutnya, sebagian lagi pada batang dan daun tanpa peningkatan produksi (Heettiarachchi, 1985).

Dalam sebuah studi pada berbagai karakter populasi kacang hijau kelompok kematangan yang berbeda menunjukkan dalam kelompok yang paling


(22)

cepat matang dengan jumlah polong/tanaman, tinggi tanaman dan biji/polong menjadi komponen produksi utama dimana dalam kelompok kematangan terakhir jumlah polong/tanaman, ruas/tanaman, cabang sekunder, cabang primer, biji/ polong, tinggi tanaman dan hari berbunga. Selebihnya, mereka pernah meneliti suatu hubungan negatif diantara berat dan hasil 100 galur. Jumlah polong /tanaman sebagai komponen hasil utama (Heettiarachchi, 1985).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) dalam produksi kecambah (tauge) yang berkualitas tinggi.

Hipotesa Penelitian

1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) yang diuji.

2. Ada pengaruh perbedaan varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) terhadap produksi kecambah (tauge).

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan


(23)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman kacang hijau adalah: Kingdom: Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class: Magnoliopsida Ordo: Fabales

Family: Fabaceae

Genus: Vigna

Species: Vigna radiata (L.) Wilczek

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang_hijau, 2010).

Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil akar (nodul, nodula). Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen (N) sehingga menyuburkan tanah (Rukmana, 1997).

Jumin (2002) dalam Ojimorinews (2011)

http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/ bahwa pada tanaman legume, pembentukan bintil akar yang efektif disamping di tentukan oleh sifat genotip, juga ditentukan oleh galur Rhizobium yang berperan. Bintil akar diklasifikasikan dalam dua kelompok yaiu kelompok efektif dan kelompok tidak efektif. Sifat tidak berbintil dan berbintil akar sangat berguna untuk mengukur fiksasi nitrogen dan residunya di dalam tanah terutama dalam mengatur sistem pola tanam, agar konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi pertumbuhan dan produksi konsumsi pupuk dapat ditekan, tetapi pertumbuhan dan produksi tetap tinggi. Mikroorganisme yang berperan dalam fiksasi nitrogen


(24)

dalam akar banyak spesies yang telah teridentifikasi pada beberapa pohon tropika adalah Chyanobakteri, tetapi pada sebagian besar spesies yang melaksanakan proses ini adalah organisme seperti Actionomycetes (bakteri berfilamen). Pada polong–polongan yang berperan adalah spesies bakteri dari genus Rhizobium tertentu biasanya efektif hanya pada satu spesies polong–polongan. Rhizobium memperoleh energi karbohidrat ini mula–mula dibentuk di daun selama proses fotosintesis dan kemudian diangkut melalui floem ke bintil akar. Sukrosa merupakan karbohidrat yang paling umum dan banyak diangkut, seperti pada polong–polongan beberapa elektron dan ATP yang diperoleh selama oksidasi dalam bakteroid digunakan untuk mereduksi N2 menjadi NH4+. Faktor – faktor yang mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah jumlah NH4+ didalam tanah yang terbentuk, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi, kelembaban tanah, dan suhu. Jumlah NH4+ di dalam tanah lebih disukai organisme yang mengikat N2 dibanding bentuk – bentuk lain. Ada tiga hal penting dalam proses nitrifikasi yaitu:

 Reaksi ini membutuhkan oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di tanah – tanah yang aerasinya baik,

 Reaksi ini membebaskan H+ yang merupakan penyebab terjadinya pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk NH4,

 Kecepatan perubahan dipengaruhi oleh lingkungan.

(http://www.ojimori.com/2011/06/29/proses-biokimia-dan-fisiologi-fiksasi-nitrogen/, 2011). Kacang hijau merupakan tumbuhan semusim yang tegak, percabangannya bermula dari buku terbawah. Pasangan daun pertama berhadapan dan berupa daun tunggal, daun berikutnya berseling-seling serta beranak daun tiga, anak daunnya


(25)

bundar telur sampai berbentuk delta. Bunganya besar, berdiameter 1 – 2 cm kehijauan sampai kuning cerah, terletak pada tandan ketiak yang tersusun atas 5 – 25 kuntum bunga, panjang tandan bunga 2 – 20 cm. Polongnya menyebar dan menggantung berbentuk silinder, panjangnya mencapai 15 cm, sering lurus berbulu atau tanpa bulu dan berwarna hitam atau coklat soga (towny brown) berisi sampai 20 butir biji yang bundar. Biji berwarna hijau, memiliki warna yang kusam atau berkilap. Perkecambahannya secara epigeal (Somaatmadja, 1993).

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bevariasi antara 30 – 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat dan berbulu, berwarna hijau dan ada yang ungu (Suprapto, 2007).

Daun tanaman kacang hijau termasuk trifoliat (dalam satu tangkai terdapat 3 helai daun), letaknya berselingan dan berbentuk oval berwarna hijau muda sampai hijau tua (Fachruddin, 2000).

Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (hermaprodite), dapat menyerbuk sendiri, berbentuk kupu-kupu dan berwarna kuning. Biasanya berbunga 30 – 70 hari, dan polongnya menjadi tua 60 – 120 hari setelah tanam. Perontokan bunga banyak terjadi, mencapai 90%. Persilangan masih juga terjadi sampai 5%. Bunga biasanya diserbuki pada malam hari, sebelum mekar pagi hari berikutnya. Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6 – 15 cm dan biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam atau coklat. Setiap polong berisi 10 – 15 biji (Somaatmadja, 1993 dan Suprapto, 2007).


(26)

Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0.5 mg – 0.8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g dan berwarna hijau (Rukmana, 1997).

Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan memulai ekspresi dan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemahaman terhadap fitohormon telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami, mencakup hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk, atau

menyeragamkan waktu berbunga tanaman buah musiman


(27)

Syarat Tumbuh Iklim

Faktor iklim seperti curah hujan, suhu, radiasi surya, dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman kacang-kacangan membutuhkan air yang cukup selama pertumbuhannya (kondisi tanah yang lembab). Kondisi air yang berlebihan (tergenang) tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. Apabila air irigasi tidak tersedia, maka curah hujan 100 – 200 mm /bulan dinilai cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2003).

Kacang hijau dapat ditanam di daerah iklim hangat dan di daerah subtropik. Sebagian besar genotipnya memperlihatkan tanggapan terhadap hari pendek. Kacang hijau adalah tanaman musim hangat dan tumbuh dibawah suhu rata-rata yang berkisar 20 – 40 oC dengan suhu optimumnya 20 – 30 oC (Somaatmadja, 1993).

Pertumbuhan yang optimum yang tercapai pada suhu 20 – 25 oC. Suhu 12 – 20 oC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 oC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pada banyak jenis tanaman, khususnya pada jenis tanaman semusim suhu memainkan peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan perkembangan bunga (Barden, Halfacre and Parish, 1987).


(28)

Tanah

Jenis tanah yang dikehendaki tanaman kacang hijau adalah liat berlempung atau tanah lempung yang banyak mengandung bahan organik, seperti tanah podsolik merah kuning (pmk) dan latosol. Kacang hijau dapat tumbuh pada ketinggian < 2000 m dpl, dan tumbuh subur pada tanah liat atau liat berpasir yang cukup kering, dengan pH 5.5 – 7.0 (Rukmana, 1997).

Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian, tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah lempung, misalnya podsolik merah kuning (PMK) dan latosol (Fachruddin, 2000).

Tanah yang mempunyai pH 5.8 paling ideal untuk pertumbuhan kacang hijau, sedangkan tanah yang sangat asam tidak baik karena penyediaan makanan terhambat. Kacang hijau menghendaki tanah dengan kandungan hara fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur hara ini cukup penting untuk meningkatkan produksinya (Suprapto, 2007).

Suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan bahan lainnya yang menyalurkan energi (Buckman dan Brady, 1982).

Pori tanah yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar dan kemampuan akar menyerap air dan unsur hara yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pertumbuhan serta hasil tanaman (Buckman dan Brady, 1982).


(29)

Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah beririgasi, lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak. Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi) mempunyai keuntungan lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah (karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran

pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman, apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman kekeringan. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase tumbuhan. Fase yang peka genangan : fase perkecambahan, fase pembungaan dan pengisian. pada tingkat yang berlebihan menyebabkan genangan pada tanaman (Manik, dkk , 2008).

Varietas

Varietas tanaman yang selanjutnya disebut dengan varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau

lebih tetua yang mempunyai sifat unggul. Dengan demikian biji varietas ini selalu harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman biji varietas


(30)

hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan menghasilkan

tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya segregasi tanaman F2

(Poespodarsono, 1988).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif ungul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).

Hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2002).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan perkembangan suatu karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap perkembangan karakteristik dan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Apabila keragaman penampilan tanaman timbul akibat perbedaan


(31)

sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau kedua-duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, hal ini berarti cara yang diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Allard, 2005).

Biji

Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup species suatu tumbuhan yaitu dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic axis. Didalam biji terdapat embryo serta cadangan makanan yang menunjang embryo muda untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan makanan merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan berhubungan erat dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan keberagaman gen antar varietas dalam species, faktor ekternal yang berorientasi pada lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik budidaya (Ma’rufah, 2008).

Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70 g/1000 biji), tidak mengandung biji keras, kandungan protein tinggi (> 30%),


(32)

bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).

Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).

Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).

Perkecambahan

Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), pengujian awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti: air, suhu, media, cahaya dan terbebas dari hama dan penyakit. Cahaya, suhu, dan kelembaban merupakan tiga faktor utama (Utomo, 2006).

Para ahli fisiologi menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya radikula menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum (Tohari, 1995).


(33)

Proses perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh seperti giberellic acid (GA) yang menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap ketiga merupakan terjadinya penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat merupakan assimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi ke daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari perkecambahan mulai dari proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel pada titik-titik tumbuh. Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio diawali dari ujung-ujung titik tumbuh akar yang diikuti oleh titik tumbuh tunas. Daun yang terbentuk belum dapat berfungsi optimal sebagai organ fotosintesis, pertumbuhan kecambah sangat bergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Utomo, 2006).

Heritabilitas

Untuk dapat menaksir peranan genotip dan lingkungan dapat dihitung melalui keragaman fenotip pada suatu populasi. Keragaman fenotip merupakan jumlah dari keragaman yang disebabkan genotip dan keragaman yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, yang terutama ingin diketahui tentang pengaruh genotip, maka yang perlu dihitung hanya ratio keragaman genotip


(34)

terhadap keragaman fenotip. Ratio ini merupakan konsep heritabilitas. Heritabilitas dapat diartikan proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat menurun. Heritabilitas dapat dinyatakan dengan :

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan lingkungan, sedangkan keragaman dengan 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin mendekati 0 heritabilitasnya makin rendah (Poespodarsono, 1988).

Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).

Ragam fenotip merupakan total ragam biologis yang terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan dan interaksi antara keduanya. Variasi lingkungan ditimbulkan oleh lingkungan, diukur dengan rata-rata tangggapan tetua homozigot dan keturunan F1 terhadap lingkungan tertentu. Variasi genetik timbul dari gen-gen yang sedang segregasi dan interaksinya dengan gen-gen lain, diukur dengan keragaman populasi F2 (Crowder, 1997).

e δ g δ g δ h atau p δ g δ

h 2 2

2 2 2 2 2   


(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian dimulai pada Nopember 2010 sampai Pebruari 2011 di lahan percobaan Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau dengan 5 varietas yaitu: varietas Sampeong, varietas Gelatik, varietas Parkit, varietas Perkutut, dan varietas Sriti sebagai bahan yang diamati, pupuk Urea, TSP, dan KCl sebagai pupuk dasar, kompos sebagai media tanam, air sebagai kebutuhan air tanaman, tanah dan kebutuhan perkecambahan, insektisida sebagai bahan pengendali serangan hama dan penyakit.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat pengolah tanah, handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida, gembor sebagai alat untuk menyiram tanaman, timbangan analitik sebagai alat pengukur bobot kacang hijau dan kecambah (tauge), tali plastik, pacak sampel, jangka sorong untuk mengukur diameter kecambah, dan kain untuk media perkecambahan.


(36)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial. Varietas Kacang Hijau yang diuji dengan 5 varietas (V):

V1 : Varietas Sampeong

V2 : Varietas Gelatik

V3 : Varietas Parkit

V4 : Varietas Perkutut

V5 : Varietas Sriti

Jenis Kebutuhan

Ukuran Plot : 60 x 100 (cm)

Jarak Antar Plot : 25 cm

Jumlah Plot /Blok: 15

Jarak Antar Blok : 50 cm

Jumlah Blok : 3

Jarak Antar Tanaman per Plot : 20 x 20 (cm)

Jumlah Tanaman per Plot : 15

Jumlah Sampel per Plot : 3

Jumlah Sampel Seluruhnya : 45


(37)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier RAK sebagai berikut :

i : 1, 2, 3 j : 1, 2, 3 Dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas ke-j

µ : Nilai tengah αi : Efek blok ke-i

βj : Efek varietas ke-j

εij : Efek galat pada blok ke-i sebagai pengaruh varietas pada taraf ke-j

Jika hasil perhitungan sidik ragam yang diperoleh nyata, maka perhitungan

dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan taraf 5 % (Steel and Torrie, 1995).

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

h2 : heritabilitas σ2

g : varian genotif σ2

p : varian fenotif σ2

e : varian lingkungan

ij j i

ij

  e δ g δ g δ h atau p δ g δ

h 2 2

2 2 2 2 2   


(38)

heritabilitas dinyatakan :

tinggi --- jika nilai h2 > 50 % ; 0.5 – 1 sedang --- jika nilai h2 <= 50 % ; 0.2 – 0.5 rendah --- jika nilai h2 < 20% ; 0 – 0.2 (Stansfield, 2005)


(39)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Persiapan Lahan

Lahan terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan gulma, kemudian dilakukan pengukuran luas lahan 320 cm x 640 cm, plot yang akan dipergunakan yaitu: 60 cm x 100 cm, jarak antar blok 50 cm, serta jarak antar plot 25 cm. Tanah digemburkan dengan menggunakan cangkul.

Persiapan Benih

Benih F1 dipersiapkan dari 5 varietas yang akan ditanam sesuai kebutuhan

sebagai bahan penelitian. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam ± 2 cm dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, dan ditanam 1 benih per lubang tanam.

Aplikasi Pupuk

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran pemupukan kacang hijau 50 kg/ha Urea (0.2 g/tanaman), 100 kg/ha TSP (0.4 g/tanaman), dan 50 kg/ha KCl (0.2 g/tanaman) sebagai pupuk dasar. Pemupukan dilakukan 2 tahap yakni pada saat tanam sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumr 35 hst


(40)

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan, dan dilakukan pada pagi atau sore hari.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman abnormal dan yang mati dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan hingga 2 MST.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara menimbunkan tanah disekitar tanaman sampai batas tajuk tanaman.

Penyiangan

Penyiangan bermanfaat untuk mengurangi persaingan hara antara tanaman budidaya dengan gulma, dilakukan secara manual pada sekitar tanaman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan satu tanaman yang pertumbuhannya paling baik pada tiap lubang tanam.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan Decis 2.5 EC dengan dosis 2 cc/l air, aplikasi disemprot pada bagian tanaman yang terkena serangan dan Dithane M-45 dengan dosis 2 g/l air, aplikasi dengan perendaman benih sebelum tanam dan disemprot pada bagian tanaman yang terkena serangan.


(41)

Pemanenan

Adapun yang menjadi kriteria polong yang dipanen adalah polong yang ditandai dengan warna kulit polong kecoklatan sampai hitam, kulit keras dan kriteria waktu yang dideskripsikan. Pemanenan dilakukan dengan cara manual yaitu tiap polong dipetik dengan tangan.

Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman menggunakan meteran, dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh. Waktu pengukuran dimulai umur tanaman 2 minggu setelah tanam sampai memasuki masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga.

Umur Berbunga (hst)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat tanaman memasuki stadia reproduktif yaitu membukanya bunga pertama kali pada salah satu buku utama.

Jumlah Cabang per Tanaman (cabang)

Jumlah cabang dihitung dengan dua bagian, yaitu :  Jumlah Cabang Primer (cabang)

Jumlah cabang primer dicirikan dengan pertumbuhan dari pangkal batang utama, dihitung dari pangkal batang.

Jumlah Cabang Sekunder (cabang)

Jumlah cabang sekunder dicirikan dengan pertumbuhan cabang dari pangkal cabang primer, dihitung dari awal cabang primer.


(42)

Umur Panen (hst)

Umur panen dihitung pada saat tanaman menunjukkan kriteria panen yang ditandai dengan warna polong yang coklat sampai hitam.

Jumlah Polong per Tanaman (polong)

Jumlah polong dihitung pada tanaman menghasilkan polong, yaitu saat pemanenan.

Panjang Polong (cm)

Panjang polong diukur dari pangkal sampai ujung polong dengan menggunakan mistar.

Jumlah Biji per Polong (biji)

Panjang polong yang sama digunakan untuk menghitung jumlah biji per polong dari tanaman sampel kemudian dirata-ratakan.

Bobot Biji per Tanaman (g)

Penghitungan bobot biji dilakukan dengan mengumpulkan seluruh biji dari masing-masing tanaman dan ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot 100 biji (g)

Bobot 100 biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji dari tiap varietas pada tanaman sampel.

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Bahan dan Alat Pengujian

Bahan yang digunakan dalam pengujian produksi kecambah adalah :  100 biji tiap varietas dari tanaman sampel sebagai bahan untuk pengujian  Bak plastik yang berlubang dan kertas tisu sebagai wadah perkecambahan dan


(43)

 Air sebagai bahan katalisator Pelaksanaan Pengujian

 Biji dibersihkan untuk membuang sisa-sisa kontaminasi biji dengan sisa polong, agar diperoleh biji murni yang bersih sebagai bahan kecambah (tauge).

 Biji direndam selama 6 jam dalam air dan disimpan dalam lemari tertutup pada suhu ruang untuk proses imbibisi.

 Biji ditiriskan dan ditebarkan diatas bak plastik berlubang yang telah dilapisi dengan kain.

 Biji disiram dengan frekuensi 4 – 5 kali per hari (tergantung cuaca).  Pengukuran parameter dilakukan setelah 80 jam (± 3 hari penyiraman). Parameter Pengamatan

Panjang Radikula Kecambah (cm)

Panjang radikula diukur dari pangkal sampai ujung radikula kecambah. Diameter Kecambah (cm)

Diameter kecambah diukur pada bagian tengah batang kecambah. Bobot 100 Kecambah Segar (g)

Bobot 100 batang kecambah dihitung dengan cara diambil 100 batang dari masing-msing pengujian, yaitu pengujian kecambah dari biji sebelum tanam dan dari biji sesudah tanam, kemudian dilakukan penimbangan.


(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau Tinggi Tanaman

Data hasil pengamatan tinggi tanaman umur 5 – 10 mst serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9 – 20.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 10 mst dan berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman pada umur 8 – 10 mst.

Rataan tinggi tanaman (8 – 10 mst) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) 8 – 10 mst

Varietas Minggu (mst)

8 9 10

V1 (Sampeong) 77.4 a 84.1 a 89.6 a

V2 (Gelatik) 49.0 b 51.0 b 51.6 b

V3 (Parkit) 57.0 b 59.1 b 59.8 b

V4 (Perkutut) 45.3 b 47.8 b 48.6 b

V5 (Sampeong) 59.3 b 62.7 b 64.0 b

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman tertinggi terdapat pada pengujian V1 (89.6) yang berbeda nyata dengan V2, V3, V4, dan V5. Sedangkan antar varietas V2, V3, V4, V5 tidak berbeda nyata.


(45)

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Umur berbunga (hst)

Data hasil pengamatan umur berbunga dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 21 – 22.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga tanaman yang diamati. Rataan umur berbunga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan umur berbunga (hst)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 44.0 45.7 41.3 131.0 43.7 b

V2 (Gelatik) 41.3 41.3 38.3 120.9 40.3 a

V3 (Parkit) 42.7 39.3 36.7 118.7 39.6 a

V4 (Perkutut) 40.7 42.0 39.7 122.4 40.8 ab

V5 (Sampeong) 44.3 42.7 44.3 131.3 43.8 b

Total 213.0 211.0 200.3 624.3 208.1

Rataan 42.6 42.2 40.1 124.9 41.6

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

-20.0 40.0 60.0 80.0 100.0

5 6 7 8 9 10

T in g g i ta n a m a n ( c m )

V1 (Sampeong) V2 (Gelatik) V3 (Parkit) V4 (Perkutut) V5 (Sriti)


(46)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa umur berbunga tercepat terdapat pada V3 (39.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1 dan V5; tetapi tidak berbeda nyata dengan pengujian V2 dan V4.

Jumlah cabang primer (cabang)

Data hasil pengamatan jumlah cabang primer dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 23 – 24.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah cabang primer yang diamati. Rataan jumlah cabang primer dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah cabang primer (cabang)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 4.7 5.3 7.7 17.7 5.9 ab

V2 (Gelatik) 7.3 6.7 8.7 22.7 7.6 a

V3 (Parkit) 5.7 2.7 3.7 12.1 4.0 ab

V4 (Perkutut) 3.7 3.0 3.7 10.4 3.5 c

V5 (Sampeong) 5.7 3.1 3.0 11.8 3.9 bc

Total 27.1 20.8 26.8 74.7 24.9

Rataan 5.4 4.2 5.4 14.9 5.0

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang primer tertinggi terdapat pada V2 (7.6). Pengujian V4 berbeda nyata dengan V1 dan V3.

Jumlah cabang sekunder (cabang)

Data hasil pengamatan jumlah cabang sekunder dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 25 – 26.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah cabang sekunder yang diamati. Rataan jumlah cabang sekunder dapat dilihat pada Tabel 4.


(47)

Tabel 4. Rataan jumlah cabang sekunder (cabang)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 2.7 3.0 4.0 9.7 3.2 a

V2 (Gelatik) 1.7 1.7 1.7 5.1 1.7 bc

V3 (Parkit) 1.7 2.0 2.3 6.0 2.0 ab

V4 (Perkutut) 1.3 1.3 1.3 3.9 1.3 c

V5 (Sriti) 3.0 1.7 2.3 7.0 2.3 ab

Total 10.4 9.7 11.6 31.7 10.6

Rataan 2.1 1.9 2.3 6.3 2.1

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah cabang sekunder tertinggi terdapat pada pengujian V1 (3.2). Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian V2 dan V4.

Umur panen (hst)

Data hasil pengamatan umur panen dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 27 – 28.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur panen yang diamati. Rataan umur panen dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan umur panen (hst)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 74.0 73.0 72.7 219.7 73.2 c

V2 (Gelatik) 63.7 67.0 68.0 198.7 66.2 b

V3 (Parkit) 63.0 63.7 64.0 190.7 63.6 a

V4 (Perkutut) 65.0 66.0 68.0 199.0 66.3 b

V5 (Sriti) 66.0 66.0 65.0 197.0 65.7 ab

Total 331.7 335.7 337.7 1005.1 335.0

Rataan 66.3 67.1 67.5 201.0 67.0

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(48)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa umur panen tercepat terdapat pada V3 (63.6). Pengujian V3 berbeda nyata dengan pengujian V1, V2 dan V4 tetapi tidak berbeda nyata dengan pengujian V5.

Jumlah polong per tanaman (polong)

Data hasil pengamatan jumlah polong per tanaman dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 29 – 30.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap jumlah polong per tanaman yang diamati. Rataan jumlah polong per tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah polong per tanaman (polong)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 49.7 32.7 48.7 131.0 43.7

V2 (Gelatik) 29.3 31.7 23.7 84.7 28.2

V3 (Parkit) 26.0 28.7 48.3 100.0 33.3

V4 (Perkutut) 22.0 34.7 38.7 95.3 31.8

V5 (Sampeong) 28.7 24.0 26.3 79.0 26.3

Total 155.7 151.8 185.7 490.0 163.3

Rataan 31.1 30.4 37.1 98.0 32.9

Panjang polong (cm)

Data hasil pengamatan panjang polong dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 31 – 32.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap panjang polong yang diamati. Rataan panjang polong dapat dilihat pada Tabel 7.


(49)

Tabel 7. Rataan panjang polong (cm)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 7.7 7.8 8.3 23.8 7.9 c

V2 (Gelatik) 8.8 8.4 8.9 26.1 8.7 ab

V3 (Parkit) 8.8 8.4 8.7 25.9 8.6 ab

V4 (Perkutut) 8.7 7.5 9.1 25.3 8.4 b

V5 (Sriti) 9.5 8.7 10.0 28.2 9.4 a

Total 43.5 40.8 45.0 129.3 43.1

Rataan 8.7 8.2 9.0 25.9 8.6

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa varietas yang menghasilkan polong terpanjang terdapat pada pengujian V5 (9.4) yang berbeda nyata dengan V1 dan V4. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan pengujian V3, V4 dan V5.

Jumlah biji per polong (biji)

Data hasil pengamatan jumlah biji per polong dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 33 – 34.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah biji per polong yang diamati. Rataan jumlah biji per polong dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan jumlah biji per polong (biji)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 11.9 12.1 12.2 36.2 12.1 a

V2 (Gelatik) 11.5 10.5 11.0 33.0 11.0 ab

V3 (Parkit) 11.6 12.5 11.0 35.1 11.7 ab

V4 (Perkutut) 8.5 9.4 11.2 29.1 9.7 b

V5 (Sriti) 10.8 10.8 10.9 32.5 10.8 b

Total 54.3 55.3 56.3 165.9 55.3

Rataan 10.9 11.1 11.3 33.2 11.1

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(50)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah biji per polong yang paling banyak terdapat pada V1 (12.1) yang berbeda nyata dengan V4 dan V5 tetapi berbeda tidak nyata dengan V2 dan V3. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan pengujian V3, V4 dan V5.

Bobot biji per tanaman (g)

Data hasil pengamatan bobot biji per tanaman dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 35 – 36.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap bobot biji per tanaman yang diamati. Rataan bobot biji per tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot biji per tanaman (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 16.0 12.7 19.3 48.0 16.0

V2 (Gelatik) 20.2 20.3 16.4 56.9 19.0

V3 (Parkit) 21.4 27.3 42.0 90.7 30.2

V4 (Perkutut) 13.6 19.6 25.1 58.3 19.4

V5 (Sampeong) 18.6 16.1 19.5 54.2 18.1

Total 89.8 96.0 122.3 308.1 102.7

Rataan 18.0 19.2 24.5 61.6 20.5

Bobot 100 biji (g)

Data hasil pengamatan bobot 100 biji dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 37 – 38.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji yang diamati. Rataan bobot 100 biji dapat dilihat pada Tabel 10.


(51)

Tabel 10. Rataan bobot 100 biji (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 2.7 3.2 3.1 9.0 3.0 c

V2 (Gelatik) 6.0 6.1 6.0 18.1 6.0 b

V3 (Parkit) 7.1 7.6 7.9 22.6 7.5 a

V4 (Perkutut) 6.2 5.4 5.8 17.4 5.8 b

V5 (Sriti) 5.7 6.0 5.8 17.5 5.8 b

Total 27.7 28.3 28.6 84.6 28.2

Rataan 5.5 5.7 5.7 16.9 5.6

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa bobot 100 biji tertinggi terdapat pada Pengujian V3 (7.5) yang berbeda nyata dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5. Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian V2, V3, V4 dan V5. Pengujian V2 berbeda tidak nyata dengan pengujian V4 dan V5.

Tahap II. Pengujian Produksi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) Panjang Radikula Kecambah (cm)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 39 – 42.

a. Sebelum tanam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 11.


(52)

Tabel 11. Rataan panjang radikula kecambah sebelum tanam (cm)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 1.2 1.2 1.2 3.6 1.2 b

V2 (Gelatik) 0.9 1.0 1.0 2.9 1.0 a

V3 (Parkit) 1.2 1.2 1.2 3.6 1.2 b

V4 (Perkutut) 1.4 1.5 1.4 4.3 1.4 d

V5 (Sriti) 1.2 1.2 1.4 3.8 1.3 c

Total 5.9 6.1 6.2 18.2 6.1

Rataan 1.2 1.2 1.2 3.6 1.2

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengujian V4 menghasilkan panjang radikula kecambah terpanjang 1.4 cm. Pengujian V4 berbeda nyata dengan pengujian V1, V2, V3 dan V5.

b. Sesudah tanam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap panjang radikula kecambah yang diamati. Rataan panjang radikula kecambah sesudah tanam dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Panjang radikula kecambah sesudah sesudah tanam (cm)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 1.2 1.2 1.2 3.6 1.2 a

V2 (Gelatik) 1.0 1.2 1.2 3.4 1.1 a

V3 (Parkit) 1.2 1.2 1.5 3.9 1.3 ab

V4 (Perkutut) 1.4 1.4 1.4 4.2 1.4 b

V5 (Sriti) 1.2 1.2 1.2 3.6 1.2 a

Total 6.0 6.2 6.5 18.7 6.2

Rataan 1.2 1.2 1.3 3.7 1.2

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pengujian V2 menghasilkan panjang radikula kecambah terpendek 1.1 cm. Pengujian V1 berbeda nyata dengan pengujian V4.


(53)

Diameter Kecambah (cm)

Data hasil pengamatan dan analisis sidik ragam diameter kecambah sebelum dan sesudah tanam dapat dilihat pada Lampiran 43 – 46.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda tidak nyata terhadap diameter kecambah yang diamati.

Tabel. 13. Rataan diameter kecambah sebelum tanam

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15

V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23

V3 (Parkit) 0.20 0.25 0.25 0.7 0.23

V4 (Perkutut) 0.30 0.20 0.30 0.8 0.27

V5 (Sriti) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23

Total 1.1 1.1 1.2 3.4 1.1

Rataan 0.2 0.2 0.2 0.7 0.2

Tabel. 14. Rataan diameter kecambah sesudah tanam

Varietas Pasca Tanam Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 0.15 0.15 0.15 0.5 0.15

V2 (gelatik) 0.20 0.30 0.20 0.7 0.23

V3 (Parkit) 0.20 0.20 0.30 0.7 0.23

V4 (Perkutut) 0.30 0.25 0.25 0.8 0.27

V5 (Sriti) 0.20 0.30 0.30 0.8 0.27

Total 1.1 1.2 1.2 3.5 1.2


(54)

Bobot 100 Kecambah Segar (g)

Data hasil pengamatan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam dan sesudah tanam serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 47 – 50.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 kecambah segar sebelum tanam yang diamati. Rataan bobot 100 kecambah segar sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Bobot 100 kecambah segar biji sebelum tanam (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 49.1 49.1 48.8 147.0 49.0 c c

V2 (Gelatik) 41.1 41.1 41.5 123.7 41.2 e e

V3 (Parkit) 53.7 53.7 53.5 160.9 53.6 a a

V4 (Perkutut) 46.7 46.6 46.6 139.9 46.6 d d

V5 (Sriti) 51.8 51.8 51.7 155.3 51.8 b b

Total 242.4 242.3 242.1 726.8 242.3

Rataan 48.5 48.5 48.4 145.4 48.5

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah segar sebelum tanam yang paling berat terdapat pada pengujian V3 (53.6) yang berbeda nyata dengan pengujian V1, V2, V4 dan V5.

Tabel 16. Bobot 100 kecambah segar sesudah tanam (g)

Varietas Blok Total Rataan

I II III

V1 (Sampeong) 45.3 45.2 45.3 135.8 45.3 b

V2 (Gelatik) 42.9 42.9 42.9 128.7 42.9 c

V3 (Parkit) 34.2 34.1 34.1 102.4 34.1 d

V4 (Perkutut) 29.9 29.8 29.8 89.5 29.8 e

V5 (Sriti) 66.6 66.6 66.6 199.8 66.6 a

Total 218.9 218.6 218.7 656.2 218.7

Rataan 43.8 43.7 43.7 131.2 43.7

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(55)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa bobot 100 kecambah sesudah tanam segar yang paling berat terdapat pada pengujian V5 (66.6) yang berbeda nyata dengan V1, V2, V3 dan V4.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan kriteria heritabilitas yang didapatkan dari tanaman yang ditanam diperoleh 5 (lima) komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sedang dan 11 (sebelas) komponen hasil yang mempunyai heritabilitas tinggi.

Tabel 17. Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil pada tanaman

Paremeter δ2g δ2p h2 Ket.

Tinggi Tanaman (10 mst) 191.45 275.85 0.69 tinggi

Umur Berbunga 3.04 5.50 0.55 tinggi

Jumlah Cabang Primer 2.46 3.94 0.63 tinggi

Jumlah Cabang Sekunder 0.47 0.67 0.70 tinggi

Umur Panen 12.81 14.46 0.89 tinggi

Jumlah Polong per Tanaman 23.81 90.99 0.26 sedang

Panjang Polong 0.24 0.35 0.69 tinggi

Jumlah Biji per Polong 0.60 1.24 0.49 sedang

Bobot Biji per Tanaman 24.81 55.28 0.45 sedang

Bobot 100 Biji 2.7 2.8 1.0 tinggi

Sebelum Tanam

Panjang Radikula Kecambah 0.03 0.03 0.8 tinggi

Diameter kecambah 0.0011 0.004 0.31 sedang

Bobot 100 Kecambah Segar 23.4 23.4 1.0 tinggi

Sesudah Tanam

Panjang Radikula Kecambah 0.01 0.02 0.5 tinggi

Diameter kecambah 0.002 0.004 0.39 sedang


(56)

Pembahasan

Pengamatan terhadap tinggi tanaman pada umur 5 – 7 mst pengujian varietas menunjukkan perbedaan tidak nyata (Lampiran 9 – 14). Pada pengamatan umur 8 – 10 mst (Lampiran 15 – 20) menunjukkan perbedaan yang nyata dan diperoleh tanaman yang paling tinggi pada pengujian V1 (Sampeong; 89.6 cm). Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 4) ternyata varietas ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi, diduga hal ini disebabkan oleh perbedaan genetik, yang menyebabkan perbedaan penampilan fenotip tanaman dengan penampilan ciri dan sifat yang khusus yang berbeda antara satu sama lain dengan pengaruh lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darliah, dkk (2001) bahwa pada suatu daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan dan salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhannya.

Berdasarkan data pengamatan umur berbunga dan hasil analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 21 – 22) yang paling cepat berbunga terdapat pada pengujian V3 (Parkit; 39.6 hst). Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 6) ternyata varietas ini menunjukkan umur berbunga yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan pengaruh faktor berbunga tanaman, yang dipengaruhi oleh jenis tanah dan cuaca, curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman untuk menyerap unsur hara. Pertumbuhan sistem perakaran yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman yang baik dan akan mempengaruhi fase generatif yang baik pula. Tanaman kacang


(57)

hijau umumnya dibudidayakan pada akhir musim hujan, pada penelitian ini penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Akibatnya keadaan cuaca ini lebih memacu pertumbuhan vegetatif. Dengan perkataan lain umur berbunga lebih lambat. Keseragaman tanaman dapat terlihat pada fase vegetatif tanaman. Kebanyakan tanaman tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Buckman dan Brady (1982) berpendapat bahwa pori tanah yang besar akan meningkatkan perkembangan akar dan dan kemampuan akar menyerap air serta unsur hara yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini juga didukung pernyataan Nyakpa (1988) bahwa, suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan bahan lainnya yang menyalurkan energi.

Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam pada jumlah cabang primer dan cabang sekunder (Lampiran 23 – 26) diperoleh hasil bahwa pengujian varietas menunjukkan perbedaan yang nyata. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi terdapat pada pengujian V2 (Gelatik) sebesar 7.6 cabang primer yang menunjukkan jumlah cabang yang paling banyak dan rataan terendah terdapat pada pengujian V4 (Perkutut) sebesar 3.5 cabang yang menunjukkan jumlah cabang primer yang paling sedikit. Pembentukan cabang tanaman merupakan bagian dari pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksogen yaitu rangsangan dari lingkungan dan praktek


(58)

budidaya, dan secara faktor endogen berupa rangsangan genetis yang menandakan varietas tanaman dan hormon yang saling terintegrasi. Dalam literatur Mangoendidjojo (2003) varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Berdasrkan data pengamatan dan analisis sidik ragam (lampiran 25 – 26) menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan diperoleh varietas yang memiliki jumlah cabang sekunder terbanyak terdapat pada V1 (Sampeong; 3.2 cabang). Jumlah cabang sekunder yang terbentuk merupakan pertumbuhan vegetatif yang diawali dari pertumbuhan cabang primer. Hal ini sesuai dengan literatur yang termuat dalam http://plantshormon.blogspot.com (2008) bahwa pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

Berdasarkan data pengamatan umur panen dan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 27 – 28) menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan diperoleh tanaman yang menunjukkan umur panen paling cepat panen pada


(59)

pengujian V3 (Parkit; 63.6 hst). Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 6) ternyata varietas ini menunjukkan umur panen yang lebih lama. Panen merupakan proses kelanjutan dari penyerbukan setelah pembungaan, maka umur panen dipengaruhi faktor yang mempengaruhi penyerbukan, dimana kelembaban (jumlah air) dibutuhkan lebih sedikit baik udara maupun pada tanah. Manik, dkk (2008) mengemukakan besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase tumbuhan. Fase yang peka genangan : fase perkecambahan, fase pembungaan dan pengisian. pada tingkat yang berlebihan menyebabkan genangan pada tanaman.

Pengamatan dan analisis sidik ragam pada jumlah polong per tanaman menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda tidak nyata (Lampiran 29 – 30). Bila dilihat dari parameter tinggi tanaman, V1 merupakan tanaman yang paling tinggi yang memungkinkan terbentuknya banyak ruas dimana tempat terbentuknya polong. Nasir (2002) yang menyatakan hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi. Menurut Arsyad (2003) faktor iklim seperti curah hujan, suhu, radiasi surya, dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman kacang-kacangan membutuhkan air yang cukup selama pertumbuhannya (kondisi tanah yang lembab). Kondisi air yang berlebihan (tergenang) tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. Apabila air irigasi tidak tersedia, maka curah hujan 100 – 200 mm /bulan dinilai cukup bagi pertumbuhan tanaman.


(60)

Dari data pengamatan dan analisis sidik ragam pada panjang polong menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 31 – 32) bahwa polong yang paling panjang terdapat pada pengujian V5 (Sampeong; 9.4 polong). Hal ini berkaitan dengan proses meristematis bagaian tanaman, dimana aktifitas tersebut merupakan aktifitas yang bersumber dari hormon yang terbentuk pada tanaman. Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan.

Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan

(http://plantshormon.blogspot.com/, 2008). Jumin (2002) dalam Ojimorinews (2011) mengemukakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi proses fiksasi nitrogen adalah jumlah NH4+ yang terbentuk didalam tanah, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi, kelembaban tanah, dan suhu. Jumlah NH4+ di dalam tanah lebih disukai organisme yang mengikat N2 dibanding bentuk – bentuk lain. Ada tiga hal penting dalam proses nitrifikasi yaitu:

 Reaksi ini membutuhkan oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di tanah – tanah yang aerasinya baik

 Reaksi ini membebaskan H+ yang merupakan penyebab terjadinya pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk NH4

 Kecepatan perubahan dipengaruhi oleh lingkungan.

Berdasarkan data pengamatan dan analisis sidik ragam pada jumlah biji per polong menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 33 – 34) produksi jumlah biji perpolong terbanyak pada pengujian V1 (Sampeong; 12.1).


(61)

Jika dibandingkan dengan deskripsi tanaman (Lampiran 4) ternyata varietas ini menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini merupakan sebagai dari proses pengisian, dimana hasil fotosintesis ditranslokasikan pada tiap cabang hingga mencapai polong telah terbentuk. Seperti yang dikemukakan Nasir (2002) bahwa hasil maksimum akan dapat dicapai apabila suatu kultivar unggul menerima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kondisi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi.

Dari data pengamatan dan analisis sidik ragam pada bobot biji per tanaman menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda tidak nyata (Lampiran 35 – 36). Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengisian biji. Ma’rufah (2008) menyatakan bahwa didalam proses pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor tingkat optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan keberagaman gen antar varietas dalam species, faktor eksternal yang berorientasi pada lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik budidaya.

Dari data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam produksi bobot 100 biji (Lampiran 37 – 38) menunjukkan bahwa pengujian varietas berbeda nyata dan yang paling berat terdapat pada V3 (Parkit; 7.0 g). Hal ini menunjukkan keragaman fenotip yang merupakan interaksi genotip terhadap lingkungan, dimana ekspresi gen juga dipengaruhi keadaan lingkungan tumbuhnya. Kondisi tanah yang tergenang menyebabkan tertutupnya poro-pori tanah yang dapat mengganggu sistem perakaran tanaman dalam menyerap hara dari tanah dan udara tanah dalam proses fotosintesis karena peranan bintil akar dalam fiksasi N udara dari tanah juga terhambat. Sehubungan dengan itu biji yang dihasilkan


(62)

dipengaruhi oleh translokasi fotosintat melalui jaringan floem. Dalam literatur Buckman dan Brady (1982) mengatakan Suplai nitrogen di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan atau peningkatan kesuburan tanah. Peranan N terhadap pertumbuhan tanaman adalah jelas, karena senyawa organik di dalam tanaman pada umumnya mengandung N antara lain asam-asam amino, enzim dan bahan lainnya yang menyalurkan energi.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis secara statistik pada panjang radikula kecambah biji sebelum tanam, diperoleh pengujian varietas berbeda nyata (Lampiran 39 – 40), dimana V2 (Gelatik; 1.0 cm) mememiliki radikula yang paling pendek, sesuai dengan kriteria pasar kecambah (tauge) yang baik adalah yang memiliki radikula yang pendek, karena umumnya tauge dikonsumsi pada bagian batangnya. Sedangkan pada pengujian kecambah sesudah tanam (Lampiran 41 – 42), diperoleh kecambah yang memiliki radikula yang paling pendek juga terdapat pada V2 (Gelatik; 1.1 cm). Hal ini menunjukkan bahwa pengujian kecambah baik sebelum maupun sesudah tanam dipengaruhi oleh genotip biji.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis secara statistik, diameter kecambah sebelum tanam maupun sesudah tanam, pengujian varietas menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (Lampiran 43 – 46). Hal ini diduga ada hubungannya dengan faktor genotip dan lingkungan kecambah. Dalam literature Tohari (1995) para ahli fisiologi menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya radikula menembus kulit benih. Para agronomis menyatakan bahwa perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari


(63)

dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis secara statistik pada bobot 100 kecambah segar sebelum tanam, pengujian verietas berbeda nyata (Lampiran 47 – 48), dimana pada pengujian V3 (Parkit; 53.6 g) menunjukkan bobot yang paling besar, dan bobot 100 kecambah sesudah tanam juga berpengaruh nyata (Lampiran 49 – 50), dimana bobot yang paling besar terdapat pada pengujian V5 (Sriti; 66.6 g). Hal ini sesuai dengan pernyataan Utomo (2006) perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan terbebas dari hama dan penyakit. Cahaya, suhu, dan kelembaban merupakan tiga faktor utama.

Nilai duga heritabilitas (h2) yang telah dievaluasi pada masing-masing paremeter dapat dilihat pada Table 13. Heritabilitas dari suatu karakter berkisar antara 0 – 1. Nilai heritabilitas 0 adalah seluruh variasi terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan sedangkan nilai heritabilitas 1 menunjukkan total variasi dipengaruhi oleh genetik. Karakter yang diamati memiliki kriteria heritabilitas tinggi dan sedang. Stansfield (2005) mengelompokkan kriteria heritabilitas atas tiga, yaitu : heritabilitas tinggi >0.5, heritabilitas sedang 0.2 – 0.5, dan heritabilitas rendah <0.2.

Karakter yang memiliki nilai heritabilitas sedang terdapat pada karakter jumlah polong per tanaman (0.3), Jumlah biji per polong (0.5), bobot biji per tanaman (0.5), diameter kecambah sebelum tanam (0.3), diameter kecambah sesudah tanam (0.4). Karakter ini dipengaruhi perbandingan faktor genotif dan lingkungan. Menurut Crowder (1997) ragam fenotip merupakan total ragam biologis yang terdiri


(1)

Tahap I. Varietas

Tinggi Tanaman (cm) Umur

Berbunga (hr)

Jlh. Cabang (cab.) Umur Panen (hr) Jumlah Polong per Tanaman (polong) Panjang Polong (cm) Jumlah Biji per Polong (biji) Bobot 100 Biji (g)

5 6 7 8 9 10 Primer Sekunder

V1 (Sampeong) 22.2 36.1 50.1 77.4 84.1 89.6 43.7 5.9 3.2 73.2 43.7 7.9 12.1 3.0

V2 (Gelatik) 18.6 27.9 39.9 49.0 51.0 51.6 40.3 7.6 1.7 66.2 28.2 8.7 11.0 6.0

V3 (Parkit) 24.3 40.7 53.6 57.0 59.1 59.8 39.6 4.0 2.0 63.6 34.3 8.6 11.7 7.5

V4 (Perkutut) 19.4 28.5 39.7 45.3 47.8 48.6 40.8 3.5 1.3 66.3 31.8 8.4 9.7 5.8

V5 (Sriti) 19.4 26.8 42.6 59.3 62.7 64.0 43.8 3.9 2.3 65.7 26.3 9.4 10.8 5.8

Tahap II. Varietas Panjang Radikula (cm) Diameter Batang (cm) Bobot 100 Kecambah Segar (gr) Seb. Tan Ses. Tan Seb. Tan Ses. Tan Seb. Tan Ses. Tan

V1 (Sampeong) 1.2 1.2 0.2 0.2 49.0 45.3

V2 (Gelatik) 1.0 1.1 0.2 0.2 41.2 42.9

V3 (Parkit) 1.2 1.3 0.2 0.2 53.6 34.1

V4 (Perkutut) 1.4 1.4 0.3 0.3 46.6 29.8


(2)

Lampiran 51. Foto Lahan Penelitian

69 69


(3)

Lampiran 52. Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Sampeong

Lampiran 53. Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Gelatik


(4)

Lampiran 54. Foto Tanaman, Polong, dan Biji Varietas Parkit

Lampiran 55. Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Perkutut

V 3


(5)

Lampiran 56. Foto Tanaman, Polong dan Biji Varietas Sriti


(6)

Lampiran 57. Foto Kecambah

V1 (Sampeong), V2 (Gelatik), V3 (Parkit), V4 (Perkutut), V5 (Sriti)