Aspek resiko produk gadai emas pada pegadaian Syariah cabang Cinere

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

ANITA RISTQI P NIM : 207046100525

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

ANITA RISTQI P NIM : 207046100525

Dibawah Bimbingan

Prof.DR.H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 195505051982031012

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Juni 2011


(5)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan karunia yang tidak terhingga sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: ASPEK RISIKO PRODUK GADAI EMAS

PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE, sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Perbankan Syariah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam senantiasa Penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan mendoakan hingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekaligus juga dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, yang telah meluangkan waktunya terutama membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

ii

3. Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag sebagai Dosen Penasihat Akademik yang telah membimbing dan memberikan banyak informasi dalam membuat proposal skripsi ini.

4. Para Dosen yang telah mengajarkan ilmunya kepada Penulis dari Semester awal hingga akhir, para staff perpustakaan yang telah membantu Penulis dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam skripsi ini.

5. Ka Vida dan Ka Syafi’i yang sangat membantu mempermudah proses akademik mahasiswa NR dan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Tri Windawati, selaku Kepala Kantor Pegadaian Syariah Cabang Cinere dan para staff, atas segala bantuannya kepada penulis dalam proses penyelesaian penelitian di Pegadaian Syariah Cabang Cinere.

7. Rasa Ta’zim dan terima kasih yang mendalam kepada Ayahanda A. Zaini, S.Ag dan Ibunda Iis Rohayati yang telah mendukung baik moril maupun materiil dan seorang yang teristimewa Yuliyanto yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi serta adik-adiku tersayang Imam Sabaruddin dan Rizky Taufikku Rahman yang telah memberikan doa dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Nelisa, Silvia, Septie, Reny, Intan dan Ema yang senantiasa mengubah kepenatan menjadi kebahagian serta canda tawanya.


(7)

iii

9. Teman-teman PS B kalianlah yang membuat hari-hari dikampus menjadi lebih indah dan berwarna. Mudah-mudahan kita masih dapat bertemu dalam lingkup yang lebih luas.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Namun, Penulis berharap dengan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan pembaca pada umumnya.

Jazakumullah Khairan Katsira Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 06 Juni 2011


(8)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Objek Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Kajian Pustaka ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Risiko dan Sebab Timbul-Nya Risiko ... 14

B. Gadai Syariah ... 18

BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE A. Sejarah Singkat... 32

B. Tujuan, Visi dan Misi... 33

C. Struktur Organisasi ... 35


(9)

v

Syariah... 40 B. Kemungkinan Risiko apa saja yang terjadi Pada Produk Gadai

Emas... 46 C. Langkah-langkah Meminimalisasikan Risiko Produk Gadai Emas..49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 56 B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu, islam memberikan panduan yang dinamis terhadap semua aspek kehidupan termasuk sektor bisnis dan transaksi keuangan. Hal ini terlihat dengan menggunakan prinsip syariah, karena diharapkan dengan menggunakan prinsip syariah islam dapat memberikan maslahat bagi umat manusia dan salah satu kelebihan dari lembaga keuangan syariah adalah tidak boleh meminta kelebihan dari pokok pinjaman, karena hal yang demikian itu termasuk riba. Sebagaimana kita ketahui bahwa riba di dalam islam itu sangatlah diharamkan.1

Perusahaan pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan dan kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman. Sementara ini usaha pegadaian secara resmi masih dilakukan pemerintah.

Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang- piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang)

1


(11)

tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah SAW, dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong.2

Pegadaian merupakan salah satu alternatif pendanaan yang sangat efektif karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit atau yang dapat menyulitkan nasabah untuk memperoleh dana pinjaman, cukup dengan membawa barang jaminan yang bernilai ekonomis mayarakat sudah bisa mendapatkan dana untuk kebutuhannya, baik secara produktif maupun konsumtif. Di samping itu proses pencairan dana terbilang cepat dan mudah.

Sekarang ini selain terdapat pegadaian konvensional telah beroperasi pula pegadaian syariah yang memang didirikan pula Perum Pegadaian. Perkembangan konsep syariah ini merupakan upaya pegadaian untuk menghindari rente atau riba. Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syraiah. Di samping itu, juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.

Implementasi operasional pegadaian syariah hampir mirip dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian

2


(12)

syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak, nasabah dapat memperoleh dana yang diperlukan dalam waktu yang relatif cepat.3

Secara umum, operasional gadai emas syariah mirip dengan jasa konvensional, yaitu menggadaikan barang untuk memperoleh jaminan uang dalam jumlah tertentu. Untuk jasa ini dalam gadai konvensional dikenakan beban bunga, layaknya sistem keuangan yang diterapkan perbankan. Sementara dalam gadai emas syariah, nasabah tidak dikenakan bunga tetap yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan serta penaksiran barang yang digadaikan. Perbedaan utama antara biaya gadai emas syariah dan bunga pegadaian konvensional adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya gadai emas syariah hanya sekali dan ditetapkan dimuka.4

Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia, dan bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan sambutan positif. Dalam gadai syariah, yang terpenting adalah dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan diharapkan masyarakat dan menjauhkan diri dari praktik-paraktik riba, qimar (spekulasi),

3

Hendra, dkk, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997), Jilid I, h.18.

4 Sofiniyah, ed,

Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), h.14.


(13)

maupun gharar (ketidaktransfaranan) yang berakibat terjadinya ketidakadilan dan kedzaliman pada masyarakat dan nasabah.5

Biasanya masyarakat ramai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya meminjam uang pada lembaga pegadaian adalah pada saat paceklik, pada hari raya dan saat memasuki tahun ajaran baru. Karena mereka beranggapan pinjam kebank susahnya minta ampun. Prosesnya lama berbeli-belit, sudah begitu belum tentu ada bank yang ingin memberika kredit, akhirnya masyarakat berbondong-bondong lari ke pegadaian yang selama ini dimonopoli oleh Perum Pegadaian konvensional, nasabah bisa menggadaikan berbagai macam barang mulai dari emas, barang elektronik, sampai kain.

Dipegadaian prosedurnya tidak berbelit-belit orang tinggal membawa barang lalu dilihat dan ditaksir maka selama 15 menit sejak barang emas dan berlian diserahkan orang sudah bisa menerima uang. Atas dasar inilah maka Perum Pegadaian konvensional dicintai nasabahnya. Apalagi iklannya yang berbunyi “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” barang kali hal inilah yang menyebabkan mayarakat suka, tapi dengan ini kita jangan putus asa, sebab sekarang ada alternatif bagi masyarakat yang menyadari sistem pegadaian yang bersistemkan bunga itu malah menyusahkan masyarakat yang membutuhkan pinjaman uang karena bunganya cukup tinggi, disinilah hadir gadai emas syariah yang diluncurkan pegadaian syariah yang bekerjasama dengan pihak Bank Muamalat Indonesia membuka unit layanan gadai syariah pada bulan Januari

5 Sasli Rais,

Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: UI-Press, 2005), h.5.


(14)

2003 lalu di Jakarta, ternyata dengan hadirnya gadai emas syariah di pegadaian syariah masyarakat menyambut angat positif apalagi masyarakat sekarang banyak yang mengetahui bahwa bunga bank sama dengan riba dan hukumnya haram.

Seperti kita ketahui, emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia. Emas juga mempunyai manfaat emosional untuk dinikmati keindahannya. Sudah ada kesepakatan budaya secara global bahwa emas adalah logam mulia dengan nilai estetis yang tinggi. Nilai keindahannya berpadu dengan harganya yang menarik sehingga jadillah emas sebagai sarana untuk mengekspresi diri, emas telah menjadi simbol status di berbagai sub-kultur di Indonesia.6

Dalam proses untuk mencapai tujuan, setiap organisasi perusahaan selalu dihadapkan pada hambatan dan kendala, baik kendala teknis maupun operasional. Hambatan atau kendala tersebut merupakan sebuah konsekuensi logis yang akan dihadapi sebuah organisasi ataupun perusahaan dalam mencapai tujuan. Semua hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan kita kenal sebagai risiko. Setiap usaha bisnis atau pendirian perusahaan, haruslah mengukur potensi risikonya terlebih dahulu. Dalam menghadapi risiko tersebut, banyak cara dilakukan perusahaan. Apa pun upaya yang dilakukan perusahaan dalam menghadapi risiko, suatu pemahaman tentang bagaimana risiko terjadi, bagaimana mengukur, memantau dan mengendalikannya adalah suatu proses manajemen yang perlu dilakukan perusahaan. Perusahaan yang melakukan proses

6


(15)

manajemen risiko akan semakin sadar dan siap menghadapi kemungkinan terjadinya risiko yang potensial terjadi.7

Berdasarkan pemaparan tersebut, sudah sepantasnya sebuah organisasi ataupun perusahaan menyadari bahwa pengelolaan risiko merupakan sesuatu yang penting bagi organisasi sehingga perlu memiliki suatu sistem manajerial yang mampu meminimalisir bahkan menghilangkan segala kemungkinan risiko yang dihadapi dalam kegiatan usahanya. Tidak terkecuali Pegadaian Syariah yang merupakan sebuah lembaga keuangan umat yang memiliki proses yang baik, juga harus memiliki sebuah sistem manajemen pengawasan risiko dengan segala tindakan preventif yang akan mampu mencegah bahkan menghilangkan risiko kerugian financial dari kegiatan usaha perusahaannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan ini layak untuk diangkat dan dikaji melalui penelitian dengan topik aspek risiko, dan menuangkan ke dalam bentuk skripsi dengan judul “ASPEK RISIKO PRODUK GADAI EMAS PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE”.

B. Pembahasan Dan Perumusan Masalah

Agar dalam memahami skripsi ini tidak terjadi suatu penyimpangan, serta menjaga supaya pembahasan skripsi ini tidak meluas, maka penulis skripsi ini hanya difokuskan pada pembahasan mengenai aspek risiko produk gadai emas di Pegadaian Syariah Cabang Cinere.

7 Muhammad Muslich,

Manajemen Risiko Operasional: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h.3.


(16)

Untuk mempermudah penulisan skripsi, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur dan mekanisme produk gadai emas?

2. Kemungkinan risiko apa saja yang terjadi pada produk gadai emas? 3. Langkah-langkah meminimalisasikan risiko produk gadai emas?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan adanya perumusan masalah diatas, tentunya ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini diantaranya sebagai berikut: a. Untuk mengetahui prosedur dan mekanisme produk gadai emas.

b. Untuk mengetahui kemungkinan risiko yang terjadi pada produk gadai emas.

c. Untuk mengetahui langkah-langkah dan solusi apa saja yang akan dilakukan oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere terhadap risiko-risiko yang dihadapi.

2. Manfaat Penelitian

Terkait dengan permusan masalah diatas, maka penelitian ini tentunya bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Penulis : menambah ilmu pengetahuan tentang penerapan risiko pada produk gadai emas.


(17)

b. Perusahaan: dengan adanya penelitian ini, maka dapat menjadi kajian awal untuk memetakan prospek pegadaian syariah terkait dalam penerapan risiko seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan sektor ekonomi di negara ini.

c. Fakultas : penelitian ini akan menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi bagi staf pengajar, mahasiswa dan lain sebagainya.

D. Objek Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di Pegadaian Syariah Cabang Cinere.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan

Pada penelelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum yang dilakuakan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:


(18)

penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum maupun sejarah hukum.8 b. Penelitian Lapangan

Suatu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang di pilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagai terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan juga untuk penyusunan laporan ilmiah.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian langsung yang dilakukan dengan cara survey pada Pegadaian Syariah. Pada penelitian ini digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan analitis (Analitical Approach), dan pendekatan perbandingan (Comparative Approach) yakni dengan melakukan pengkajian, menganalisa dan membandingkan peraturan atau hukum yang berhubungan dengan sentral penelitian.9

3. Jenis Data dan Sumber Data a. Sumber data primer

8

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 2003), Cet. Ke-VII, h. 14.

9

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing, 2002, Cet. Ke-III, h. 300.


(19)

Merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), dalam hal ini data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Pegadaian Syariah.

b. Sumber data sekunder

Adalah data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau perorangan alam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi (pihak lain yang mengumpulkan data dan mengolahnya), dalam hal ini data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, majalah, internet, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung kelapangan dengan mendatangi nara sumber yakni pada Pegadaian Syariah, hal ini guna mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi pada lokasi penelitian berkaitan dengan penerepan risiko.

b. Wawancara

Penulis mengadakan wawancara dengan para fungsionaris Pegadaian Syariah yang dianggap berkompeten dan representatif dengan masalah untuk memperoleh informasi mengenai risiko produk gadai emas pada Pegadaian Syariah.


(20)

Dilakukan denga cara mengumpulkan dan mempelajari data-data yang ada, yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini melalui buku-buku, artikel, brosur, majalah, surat kabar, internet dan media lainnya yang berhubungan pokok pembahasan.

5. Teknik Analisa Data

Adapun dalam mengolah data penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh dari lapangan mengenai penerapan risiko produk gadai emas pada Pegadaian Syariah.

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

F. Kajian Pustaka (Review Terdahulu)

Berdasarkan telah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang menjadi masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat penting.

Adapun kajian pustaka dalam penelitian ini dengan melihat beberapa penelitian skripsi:


(21)

1. Faridatun Sa’adah, Strategi Pemasaran Produk Gadai Syariah dalam Upaya Menarik Minat Masyarakat Nasabah pada Pegadaian Syariah Cabang Dewi

Sartika. Jurusan Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H/2008 M.

2. Een Kurniati, Manajemen Risiko Pada Produk hasanah Card (Studi Kasus pada PT. BNI Syariah. Jurusan Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1431 H. 2010 M.

Skripsi ini lebih menekankan kepada penerapan manajemen risiko pada produk hasanah card di Bank BNI Syariah denagn menjelaskan persamaan dan perbedaan operasional antara pembiayaan pada hasanah card dan pembiayaan murabahah

3. Atep Misbahudin, Strategi Pemasaran Produk Gadai Emas (Rahn) pada

BPRS PNM Al-Ma’soem Dalam Meningkatkan Pendapatan Bank. Jurusan

Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H. 2008 M.

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi sebelumnya adalah skripsi terdahulu membahas dengan lebih menekankan kepada teknis organisasi bisnis dan pertumbuhan peningkatkan pendapatan bank dalam pemasaran produk gadai emas, dengan menggunakan teknik strategi yang akan dijalankan. Sedangkan dalam skripsi ini menekankan tentang apa dan bagaimana penerapan risiko produk gadai emas serta apa saja risiko pada Pegadaian Syariah.


(22)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama diawali dengan pendahuluan, yang menjadi alasan diangkatnya kajian ini. Dalam bab ini penulis memaparkan secara singkat tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek penelitian, Metode Penelitian, Kajian Pustaka serta Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

Bab kedua berisi penjelasan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, tujuannya sebagai landasan untuk pembahasan dan pemecahan masalah. Uraian bab dua ini yang terdiri dari: Pengertian Risiko dan Sebab Timbul Risiko, Gadai Syariah

BAB III GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI

Bab ketiga berisi gambaran umum tentang perusahaan yang diteliti, dalam hal ini Pegadaian Syariah. Bab ini menguraikan tentang profil perusahaan seperti Sejarah Singkat, Tujuan, Visi dan Misi, Stuktur Organisasi dan Produk Pegadaian Syariah.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab empat merupkan inti persoalan yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu Prosedur dan Mekanisme Produk Gadai Emas, Kemungkinan


(23)

risiko yang terjadi pada Produk Gadai Emas dan Langkah-langkah Meminimalisasikan Risiko Produk Gadai Emas.

BAB V PENUTUP

Bab kelima merupakan akhir atau penutup dari penulisan skripsi ini, yang merupakan jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang termuat dalam rumusan masalah. Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan (intisari) dari pembahasan penelitian dan disertai dengan beberapa saran yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas untuk memperoleh solusi atas permasalahan tersebut.


(24)

14

A. Pengertian Risiko dan Sebab Timbul-Nya Risiko 1. Pengertian Risiko

Istilah risiko sudah bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang umumya secara intuitif sudah dipahami apa yang dimaksudkan1. Menurut para ahli beberapa definisi tentang risiko, diantaranya:

a. Risiko menurut Abbas Salim adalah ketidaktentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loss).2

b. Menurut Herrman Darmawi, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadi akibat buruk(kerugian) yang tak diinginkan, atau tidak terduga.3

Definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diinginkan. Dengan demikian risiko mempunyai karakteristik:

a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.

b. Merupakan ketidakpastian bila terjadi akan menimbulkan kerugian.

1

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), h. 2.

2 A. Abbas Salim,

Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed. 2. h. 4.

3


(25)

Dalam sumber yang berbeda, dijelaskan bahwa resiko adalah bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah institusi atau sebuah untuk mencapai tujuannya.4 Bank Indonesia mendefinisikan resiko sebagai “potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian bank”. Ringkasannya, resiko dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari tingkat kemungkinan sebuah peristiwa yang terjadi disertai konsekuensi (dampak) dari peristiwa tersebut pada bank. Setiap kegiatan mengandung potensi sebuah peristiwa terjadi atau tidak terjadi, dengan konsekuensi/dampak yang memberi peluang untung atau mengancam sebuah kesuksesan.5

Risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Risiko dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya. Sebaliknya risiko yang dikelola dengan baik akan memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar.6

Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan, sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan

4

Robert Tampubolon, Risk Management Qualitative Approach Applied to Comercial Bank,

(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004), h. 19.

5 Ibid., h. 20-21.

6 Ferry N. Idroes Sugiarto,

Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), Cet. 1, h. 7.


(26)

munculnya hasil negatif serta berakaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Kejadian risiko merupakan kejadian yang memunculkan peluang kerugian atau peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan. Sementara itu, kerugian risiko memiliki arti kerugian yang diakibatkan kjadian risiko baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian itu sendiri dapat berupa kerugian finansial maupun non finansial.7

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa risiko adalah ketidakpastian terhadap suatu peristiwa/kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah institusi dalam suatu periode tertentu, dan adanya juga risiko dapat memberikan suatu peluang terjadinya keuntungan atau kerugian pada seseorang/institusi tersebut.

2. Sebab Timbul Risiko

Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko (risk event) didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Risk event secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyebab terjadinya suatu risiko.

Peristiwa atau sebab-sebab timbulnya risiko dapat berasal dari kejadian internal ataupun eksternal. Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan

7


(27)

sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan lain-lain. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi.8

Sebaliknya kejadian eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi bank yang bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis ekonomi regional, krisis ekonomi local, hingga dampak sistematik yang ditimbulkan oleh masalah pada lembaga keuangan atau bank lain.9

Menurut Soeisno Djojosoedarso risiko timbul disebabkan oleh beberapa fakor, di antaranya: Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty), ketidakpastian alam (uncertainty of nature), dan ketidakpastian manusia (human uncertanty).10

Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty) yang dimaksud disini adalah kejadian-kejadian yang timbul dari kondisi dan perilaku pelaku ekonomi. Ketidakpastian ini dapat berupa perubahan sikap, perubahan selera, perubahan harga dan perubahan teknologi.

Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh alam yang merupakan kejadian yang bersumber dari luar

8

Ferry N. Idroes Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), Cet. 1, h. 8.

9 Ibid., 9.

10 Soeisno Djojosoedarso,

Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), h. 3.


(28)

yang sulit diprediksi dan tidak mungkin dapat dihindari, seperti badai, banjir, gempa dan lain-lain. Sedangkan ketidakpastian manusia (human uncertainty) yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri seperti peperangan, pencurian, penggelapan dan sebagainya.

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa risiko timbul karena adanya ketidakpastian atas suatu kondisi/keadaan. Kondisi yang tidak psti tersebut mengakibatkan keragu-raguan terhadap seseorang dalam meramalkan kemungkinan terhadap hasil yang akan terjadi di masa datang.

Semua kondisi di atas tidak dapat diprediksi seberapa jauh pengaruhnya terhadap sebuah lembaga keuangan. Untuk itu setiap lembaga keuangan harus siap menghadapi segala risiko yang mungkin terjadi dalam setiap kegiatan usahanya baik kerugian secara materi maupun non mataeri.

B. Gadai Syariah

1. Pengertian Gadai Syariah

Dalam fiqhi islam lembaga gadai dikenal dengan “rahn”, yaitu perjanjian menahan sesuatu barang. Barang atau bukti harta tetap milik peminjam yang ditahan merupakan jaminan atau sebagai tanggungan hutang sehingga barang jaminan menjadi hak yang diperoleh kreditur yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan hutang.

Rahn adalah menahan salah satu harta milik seseorang (peminjam) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan


(29)

tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.11

Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Secara bahasa, rahn berarti tetap dan lestari, seperti juga dinamai al-habsu, artinya penahanan. Umpamanya kita mengatakan: ni’matun rahimah, artinya nikmat yang tetap lestari.12

Allah berfirman:

ä

.

¤

§

ø

t

Ρ

$

y

ϑ

Î

/

ô

M

t

6

|

¡

x

.

î

π

o

Ψ‹

Ï

δ

u

∩⊂∇∪

Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Mudatstsir 74:38)

Sebagaimana kita ketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk

11 Muhammad,

Lembaga Ekonomi Syariah, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 64.

12 Muhammad Firdaus NH.dkk, Cara

Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 90.


(30)

menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya yang mana harus didahulukan.13

Secara etimologi, kata al-rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Akad

al-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan atau agunan. Ada beberapa definisi al-rahn yang dikemukakan para ulama fiqh. Ulama Malikiyah mendefinisikannya dengan: Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.

Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: Menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefinisikan ar-rahn dengan:

Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.

Definisi ini mengandung pengertian bahwa barang yang boleh dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanya yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama Malikiyah. Barang jaminan itu boleh dijual apabila dalam waktu yang disepakati kedua belah pihak, utang tidak dilunasi. Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya terkait

13


(31)

dengan barang jaminan, apabila orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya.14

Dari begitu banyaknya definisi-definisi tentang rahn penulis dapat menyimpulkan bahwa rahn adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai ekonomis untuk diberikan kepada seseorang atau badan usaha sebagai jaminan utang. Dan jika sudah jatuh tempo orang yang berutang tidak melakukan kewajibannya maka barang tersebut dilelang sesuai dengan syariah.

2. Dasar Hukum Gadai Syariah

Pada dasarnya, gadai adalah salah satu yang diperbolehkan dalam islam. Adapun dalil-dalil yang menjadi landasan diperbolehkannya gadai adalah:15

a. Al-Qur’an

Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum pelaksanaan ar-rahn terdapat paa surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:

*

β

Î

)

u

ρ

ó

Ο

ç

ä

.

4

n

?

t

ã

9



x

y

ö

Ν

s

9

u

ρ

(

ß

É

f

s

?

$

Y

6

Ï

?%

x

.

Ö

≈

y

δ

Ì



s

ù

×

π

|

Êθ

ç

7

ø

)

¨

Β

(

÷

β

Î

*

s

ù

z

Ï

Β

r

&

Ν

ä

3

à

Ò

÷

è

t

/

$

V

Ò

÷

è

t

/

Ïj

Š

x

σ

ã

ù

=

s

ù

Ï

%

©

!

$

#

z

Ï

ϑ

è

?

ø

τ

$

#

ç

µ

t

F

u

Ζ≈

t

Β

r

&

14 A.H Azharudin Lathief,

Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), h. 154.

15 Muhammad Syafei Antonio,

Bank Syariah dan Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet. 1, h. 128.


(32)

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. (QS. Al-Baqarah: 283)

Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan.

b. Hadits

ﺔﺸﺋﺎﻋ ﻦﻋ

،

ﱃﺇ ﺎﻣﺎﻌﻃ ﻱﺩﻮﻬﻳ ﻦﻣ ﻯﺮﺘﺷﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﱯﻨﻟﺍ ﻥﺃ

ﻞﺟﺃ

،

ﻪﻋﺭﺩ ﻪﻨﻫﺭﻭ

) .

ﻪﺟﺎﻣ ﻦﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ

(

١٦

Artinya: “Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR. Ibn Majah).

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa agama islam tidak membeda-medakan antara orang muslim dan orang non muslim dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non-muslim.17

c. Ijma Ulama

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan dalam islam berdsarkan al-Qur’an dan Hadits. Dalam Al-Qur’an mereka sepakat menyatakan bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan

16 Ibnu Majah,

Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Daar Al-Fikr, 1995), Juz. 2, h. 18.

17


(33)

ataupun tidak, asalkan barang jaminan itu bisa langsung dikuasai (al-qabdh) secara hukum oleh pemberi piutang. Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai (al-qabdh) adalah surat jaminan tanah itu. Ar-rahn dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.18

d. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan dengan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut:19

1) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn, dengan ketentuan umum sebagai berikut:

a) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

b) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan

18 AH. Azharuddin Latif,

Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005) h. 154-155.

19


(34)

pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

c) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

d) Besar administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

e) Penjualan marhun, yaitu:

1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya.

2) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

3) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta penjualan.

4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas, dengan ketentuan sebagai berikut:


(35)

b) Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahn)

c) Ongkos penyimpanan besarnya didasarkan kepada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

d) Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad ijarah.

e) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 09/DSN-MUI/III/2000, tentang Pembiayaan Ijarah

f) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/III/2000, tentang Wakalah.

g) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 43/DSN-MUI/III/2004, tentang Ganti Rugi.

3. Rukun dan Syarat Gadai Syariah

a. Rukun Gadai Syariah

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian syariah, pegadaian syariah harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain20:

1) Ar-Rahn (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memilki barang yang digadaikan.

2) Al-Murtahin (yang menerima gadai)

20 Heri Sudarsono,

Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), Cet. 1. h. 160.


(36)

Orang, bank atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

3) Al-Marhun/rahn (barang yang digadaikan)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

4) Al-Marhun Bih (Utang)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya taksiran marhun.

5) Sighat, Ijab dan Qabul

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

b. Syarat-Syarat Ar-Rahn, antara lain:21

1) Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah orang yang telah baligh dan berakal.

2) Syarat shigat (lafal). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu ar-rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, karena akad ar-rahn sama dengan akad jual beli.

21


(37)

3) Syarat al-marhum bih (hutang) adalah: (1) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada orang tempat berutang. (2) utang itu boleh dilunasi dengan agunan itu. (3) utang itu jelas dan tertentu.

4) Syarat al-marhun (barang yag dijadikan agunan), menurut para pakar fiqh, adalah: (1) barang jaminan (agunan) itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, (2) barang jaminan itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan, karenanya khamar tidak boleh dijadikan barang jaminan, disebabkan khamar tidak bernilai harta dan tidak bermanfaat dalam Islam, (3) barang jaminan itu jelas dan tertentu, (4) agunan itu milik sah orang yang berutang, (5) barang jaminan itu terkait dengan hak orang lain, (6) barang jaminan itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat, dan (7) barang jaminan itu boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya.

Disamping syarat-syarat diatas, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ar-rahn itu baru dianggap sempurna apabila barang yang dirahn-kan itu secara hukum sudah berada di tangan pemberi utang, dan uang yang dibutuhkan telah di terima peminjaman uang. Apabila barang jaminan itu berupa benda tidak bergerak, seperti rumah dan tanah, maka tidak harus rumah dan tanah itu yang diberikan, tetapi cukup surat jaminan tanah atau surat-surat rumah itu yang dipegang oleh pemberi utang.


(38)

a. Hak Murtahin (Penerima Gadai)22:

1) Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih ) dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

2) Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.

3) Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).

Adapun kewajiban penerima gadai ( murtahin):

1) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barag gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.

2) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.

3) Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.

b. Hak pemberi gadai (rahin)23

1) Pemberi gadai (rahin) berhak mendapatkan pengembalian harta benda yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjaman utangnya.

22 Buchari Alma,

Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 34.

23


(39)

2) Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan dan atau hilangnya harta benda yang digadaikan, bila hal itu disebabkan oleh kelalaian penerima gadai.

3) Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan harta benda gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.

4) Pemberi gadai berhak meminta kembali harta benda gadai bila penerima gadai diketahui menyalahgunakan harta benda gadainya.

Berdasarkan hak-hak pemberi gadai di atas maka muncul kewajiban yang harus dipenuhinya, yaitu:

1) Pemberi gadai berkewajiban melunasi pinjaman yang teah diterimanya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai.

2) Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan harta benda gadainya, bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi uang pinjamannya.

5. Mekanisme pemberian pinjaman, sistem cicilan dan perpanjangan utang.

a. Mekanisme pemberian pinjaman24

Mekanisme penyaluran pinjaman pada pelaksanaan sistem gadai syariah mempunyai prinsip bahwa nasabah hanya dibebani oleh biaya administrasi dan jasa simpan harta benda jaminan. Selain itu, untuk mendapatkan pinjaman, barang yang dimiliki harus terlebih dahulu

24


(40)

ditaksir oleh petugas penaksir. Tujuanya adalah menghitung besarnya jumlah pinjaman yang dapat dipinjamkan oleh tempat melakukan permohonan gadai. Berdasarkan jumlah pinjaman itu, akan ditentukan golongan pinjaman dan berapa tingkat biaya administrasi yang harus dipegang. Setelah perhitungan itu selesai maka peminjam dapat menerima pembayaran uang pinjaman tanpa potongan apapun, kecuali premi asurasi (tetapi tergantung tempat permohonan gadai).

Demikian pula, bila ingin melunasi pinjaman. Pelunasan tidak harus menunggu jatuh tempo. Artinya, bila jangka waktu pinjaman itu 4 (empat) bulan maka nasabah dapat melunasi walaupun periode pinjaman belum berakhir. Mekanisme pelaksanaan pegadaian syariah merupakan implementasi dari beberapa konsep yang telah ditetapkan oleh beberapa ulama tentang pegadaian.

b. Sistem Cicilan dan perpanjangan utang

Pada dasarnya orang yang menggadaikan (rahin) hartanya dikantor pegadaian untuk mendapatkan pinjaman uang dapat melunasi pinjamannya kapan saja, tanpa harus menunggu jatuh tempo. Namun, pemberi gadai (rahin) dapat memberi memilih cara pelunasan sekaligus ataupun mencicil utangnya.

Selain itu, perlu diungkapkan bhwa ketentuan jumlah pinjaman didasari oleh kualitas dan kuantitas barang yang digadaikan. Harta benda


(41)

yang akan digadaikan ditakir berdasarkan pertimbangan jenis harta, nilai harta dan lain-lain.25

c. Proses pelelangan barang gadai (marhun)

Pihak pegadaian akan melakukan pelelanagan jika rahin tidak dapat melunasi sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam akad. Pelelangan dilakukan oleh pihak pegadaian setelah sebelumnya diberitahukan kepada rahin paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal penjualan. Pelelangan dimaksud mempunyai ketentuan sebagai berikut:26 1) Ditetapkan harga emas oleh pegadaian pada saat pelelangan dengan

margin 2% untuk pembeli.

2) Harga penawaran yang dilakukan oleh banyak orang tidak boleh dilakukan karena dapat merugikan bagi rahn. Karena itu, pegadaian melakukan pelelengan terbatas.

3) Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya pinjaman 4(empat) bulan dan sisanya dikembalikan kepada rahn.

4) Sisa kelebihan yang tidak diambil selama setahun, akan diserahkan oleh pihak pegadaian kepada baitul mal.

25Zainuddin Ali, Ibid., h. 49. 26


(42)

32

A. Sejarah Pegadaian Syariah Cabang Cinere

Terbentuknya gadai syariah pada perum (perusahaan umum) pegadaian merupakan proses panjang selama kurang lebih lima tahun, dari tahun 1998 sampai akhirnya terbentuk pada awal tahun 2003.

Awalnya pada tahun 1998 dengan perkembangan bank syariah yang cukup baik dan kemunculan lembaga perekonomian lainnya yang berdasarkan syariah. Bagian penelitian dan pengembangan perum pegadaian mengadakan penelitian tentang gadai syariah dan kemungkinan dibukannya pegadaian syariah dengan melakukan studi banding ke malaysia1, yang selanjutnya diadakan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Hanya saja dalam proses selanjutnya, hasil studi banding yang didapatkan hanya ditumpuk dan dibiarkan, karena terhambat oleh permasalahan internal perusahaan.2

Hingga saat ini, perum pegadaian syariah telah memiliki banyak kantor wilayah seluruh Indonesia yang membawahi beberapa kantor cabang syariah. Di Jakarta khususnya, pegadaian syariah yang ada di Jakarta telah memiliki empat kantor cabang yang tersebar diseluruh wilayah jabotabek, seperti Cabang Dewi

1 Pegadaian Syariah, Company Profile, http://www.pegadaianonlime.com diakses pada

tanggal 12 Mei 2011

2


(43)

Sartika, Cabang Margonda Depok, Cabang Cinere, Cabang Pondok Aren3. Selain itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap layanan gadai syariah, maka pada tahun 2004 kantor wilayah perum pegadaian telah membuka kantor cabang baru yang berlokasi diwilayah Jakarta Selatan, yaitu kantor cabang Cinere yang berlokasi di Jl. Karang Tengah No. 25D Lebak Bulus, kantor cabang ini didirikan tepatnya pada tanggal 10 November 2004.

Dalam mendirikan kantor cabang pegadaian syariah Cinere Jakarta Selatan ini, maka pegadaian syariah bekerja sama dengan BMI pada awalnya. Yang diantaranya berawal dari BMI tersebut, maka berdirilah Pegadaian Syariah Cabang Cinere yang berlokasi di Jl. Karang Tengah No. 25D Lebak Bulus Jakarta Selatan. Namun pada tahun 2007 kerjasama tersebut beralih kepada Bank Syariah Mandiri (BSM).4

B. Tujuan, Visi dan Misi

Sesuai dengan PP 103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi dengan logam mulia, dan lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengembangkan misi untuk:

3 “Brosur Pegadaian Syariah” 2008.

4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Asropi, Penaksir Muda Pegadaian Syariah Cabang


(44)

1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah.

2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya.5

3. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat, praktis dan menentramkan.6

Visi Pegadaian Syariah Cabang Cinere tahun 2013 menjadi “champion” dalam pembiayaan mikro dan kecil berbasis gadai dan fiducia bagi masyarakat menengah kebawah.

Sedangkan misi dari Pegadaian Syariah:

1. Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik melalui penyaluran pinjaman skala mikro, kecil dan menengah atas dasar hukum gadai dan fiducia.

2. Memberikan manfaat kepada pemangku kepentingan dan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten.

3. Melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya.

5 http://wordpress.com sekilas-tentang-pegadaian-syariah, diakses pada tanggal 12 April

2011.

6


(45)

C. Struktur Organisasi

Pegadaian Syariah Cabang Cinere yang terletak di Jl. Karang Tengah No. 25D Lebak Bulus Jakarta Selatan, kantor cabang ini didirikan tepatnya pada tanggal 10 November 2004. Adapun struktur organisasi kantor Pegadaian Syariah Cabang Cinere sebagai berikut:

1. Manager Cabang, bertugas mengelola operasional cabang yaitu menyalurkan uang pinjaman (Qard) secara hukum gadai yang didasarkan pada penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Islam. Disamping itu, pimpinan cabang juga melaksanakan usaha-usaha lain yang telah ditentukan oleh manajemen serta mewakili kepentingan perusahaan dalam hubungan dengan pihak lain.

2. Penaksir, bertugas menaksir Marhun (Barang Jaminan) untuk menentukan mutu dan nilai barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka mewujudkan penetapan penaksiran dan uang pinjaman yang wajar serta citra baik perusahaan.

3. Kasir, bertugas melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran serta pembuktian sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan operasional kantor cabang.

4. Pemegang Gudang, bertugas melakukan pemeriksaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pengeluaran serta pembukuan marhun. Selain barang kantor sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka ketertiban dan keamanan serta keutuhan marhun.


(46)

5. Penyimpan Marhun, bertugas mengelola gudang marhun emas dengan

menerima, menjaga, menyimpan, merawat, mengeluarkan dan

mengadministrasikan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka mengamankan serta menjaga keutuhan barang milik rahin (pegadai).

6. Keamanan, bertugas mengamankan harta perusahaan dan rahin dalam lingkungan kantor dan sekitarnya.

7. Staf, bertugas memelihara kebersihan, keindahan, kenyamanan gedung kerja, mengirim dan mengambil surat/dokumen untuk menjaga kelancaran tugas administrasi dan tugas operasioanal kantor cabang.7

D. Produk-Produk Pegadaian Syariah Cabang Cinere 1. Gadai Syariah (Ar-Rahn)

Produk gadai syariah adalah skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan dana dengan sistem gadai sesuai syariah dengan barang jaminan berupa emas, perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor.8

2. Mulia (Murabahah Logam Mulia Untuk Investasi Abadi)

Logam Mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi juga merupakan jenis investasi yang nilainya stabil, likuid dan aman secara riil.

7 Perum Pegadaian,

Pedoman Operasional Gadai Syariah,h.1.E.1

8


(47)

Mulia (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi) adalah penjualan logam mulia oleh Pegadaian kepada masyarakat secara tunai, dan agunan dengan jangka waktu fleksibel.9

Akad Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi adalah persetujuan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara Pegadaian dan Nasabah atas sejumlah pembelian Logam Mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang disepakati.10

3. Pembiayaan ARRUM

ARRUM adalah skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha Mikro dan Kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan sistem pengembalian secara anggsuran dan menggunakan jaminan BPKB motor/mobil.11

4. Jasa Taksiran

Adalah suatu layanan kepada masyarakat yang peduli akan harga atau nilai benda miliknya. Dengan biaya yang relative ringan, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya setelah lebih dahulu diperiksa dan taksiran oleh juru taksiran berpengalaman.

Kepastian nilai atau kualitas suatu barang. Misalnya kualitas emas atau batu permata, data memberikan rasa aman lebih pasti bahwa barang tersebut

9 Pegadaian Syariah,

Brosur MULIA Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi, Jakarta:2009.

10 Pegadaian Syariah,

Manual Operasional Gadai Syariah, Jakarta: 2009.

11


(48)

benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi. Kebimbangan anda tidak akan berlarut-larut dan kepentingan anda akan terlindungi.

5. Jasa Titipan

Dalam dunia perbankan, layanan ini dikenal sebagai safe deposit box. Harta dan surat di jaga keamanannya agar tidak sampai hilang, rusak atau di salahgunakan orang lain. Tetapi ternyata tidak selamanya barang dan surat berharga iu aman di tangan sendiri.

Jika anada mendapatkan kesulitan “mengamankan”nya di rumah sendiri, karena akan dinas ke luar kota/negeri, menunaikan ibadah haji, berlibur, sekolah di luar negeri, dll. Percayakan saja penyimpanannya kepada kami. Jangka waktu penitipan dua minggu sampai dengan satu tahun dan dapat di perpanjang. Kami akan menjaga dan melindunginya dengan penuh perhatian.

6. Krista

Salah satu bentuk fasilitas pinjaman yang dapat diperoleh para Usaha Rumah Tangga adalah Krista.

Membantu mengembangkan Usaha Rumah Tangga, serta

menyesejahterakan masyarakat suatu misi yang diemban Pegadaian sebai BUMN. Pegadaian selalu berusaha membantu perkembangan usaha produktif, Usaha Rumah Tangga melalui pemberian berbagai fasilitas kredit yang cepat, mudah dan murah.


(49)

7. Kucica

Kucica adalah suatu produk pengiriman uang dalam dan luar negeri yang bekerjasama dengan Westren Union.12

12


(50)

40

A. Prosedur Dan Mekanisme Gadai Emas di Pegadaian Syariah.

Mekanisme gadai syariah (rahn) atau pinjaman gadai emas di pegadaian syariah cabang cinere adalh berasal dari modal sendiri dan didasarkan pada tiga akad. Diantaranya yaitu, (1) Qordh, yaitu pinjaman tanpa kelebihan dari pinjaman tersebut. (2) Rahn, yaitu menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. (3) Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.1

Berdasarkan Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 mengenai hukum gadai syariah dan fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, maka dimulailah beroperasi sistem Gadai Syariah di Indonesia. Baik lembaga keuangan bank maupun non bank termasuk di dalamnya adalah pegadaian syariah cabang cinere.

Gadai Emas Syariah di pegadaian syariah Cabang Cinere sudah mulai beroperasi pada tanggal 10 September 2004. Gadai Emas Syariah adalah penggadaian atau penyerahan hak penguasaan secara fisik atas harta/barang (berupa emas) dari nasabah (ar-rahin) kepada murtahin atas pinjaman (al-marhun

1Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Asropi, Penaksir Muda Pegadaian Syariah Cabang


(51)

bih) yang diberikan kepada nasabah/peminjaman tersebut. Dalam melaksanakan produk gadai emas ini, Pegadaian Syariah Cabnag Cinere harus memperhatikan unsur-unsur kepercayaan, kesepakatan, dan jangka waktu pinjaman.2

Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi Pegadaian Syariah yang dalam hal ini menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas, dengan terlebih dahulu mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk menjadi nasabah Pegadaian Syariah Cabang Cinere guna mendapatkan pinjaman. Berikut prosedur pemberian pinjaman Pegadaian Syariah:3

1. Syarat-syarat permohonan pinjaman:

a. Foto copy KTP atau identitas resmi lainnya seperti (SIM, Paspor) yang masih berlaku,

b. Marhun yang memenuhi persyaratan

c. Surat kuasa pemilik barang, jika dikuasakan dengan disertai materai dan KTP asli pemilik barang

d. Mengisi formulir permintaan pinjaman (FPP) dan menandatanganinya e. Menandatangani akad rahn dan ijarah dalam SBR.

f. Membayar biaya administrasi

g. Menyerahkan agunan berupa barang emas,

2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Tri Windawati, Manager Pegadaian Syariah Cabang Cinere,

Selasa17 Mei 2011.

3


(52)

2. Penetapan uang pinjaman (marhun bih)

a. Ditetapkan berdasarkan prosentase tertentu b. Surat edaran 16/2004-90% dari taksiran 3. Pembagian golongan MarhunBih

Besar plafon marhun bih ditetapkan dalam surat edaran tersendiri. 4. Biaya Administrasi

a. Dibebankan berdasarkan golongan marhun bih b. Dibayar saat akad

c. Ditetapkan dalam surat edaran tersendiri

d. Merupakan biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memperoses marhun bih

Apabila nasabah telah memenuhi prosedur yang telah ditentukan maka selanjutnya pihak pegadaian syariah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi:

1. Petugas Pegadaian memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat calon pemohon pinjaman.

2. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian dan karatese jaminan berupa emas dengan menggunakan tes uji, sumber pengembalian pinjaman, penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan. 3. Jika menurut analisis, pemohon layak maka pihak pegadaian akan


(53)

4. Realisasi pinjaman dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qard) sesuai dengan ketentuan pegadaian.

5. Nasabah dikenakan biaya administasi, biaya sewa dari jumlah pinjaman. 6. Pelunasan dapat dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo.

7. Apabila sampai pada waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektabilitas tidak dilakukan, maka pinjaman (emas) dilelang oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak melakukan masa perpanjangan gadai tersebut.

b. Diupayakan sepengetahuan nasabah dengan menelepon atau melalui pos. Masa pinjaman maksimal 120 hari (4 bulan) dan dapat diperpanjang sesuai dengan akad baru. Jika pada saat jatuh tempo telah tiba dan rahin tidak datang ke pegadaian untuk melunasi pinjaman, maka sesuai kesepakatan akad yang telah diperjanjikan sebelumnya barang gadai akan dilelang oleh murtahin. Namun sebelumnya murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaaan rahin penyebab ia belum melunasi hutangnya melalui telephon.

Jika murtahin telah memberitahukan rahin dan rahin tersebut minta tenggang waktu untuk memperpanjang masa pinjaman maka murtahin harus memberikan waktu dengam membayar kembali biaya sewa penyimpanan barang emas tersebut dengan membuat perjanjian baru yang disepakati oleh kedua belah pihak. Namun jika rahintetap tidak memperpanjang waktu pembayaran dan tidak melunasi pinjaman hingga jatuh tempo maka murtahin akan melelang marhun.


(54)

Pelelangan seminggu sebelum pelaksanaan dan harga lelang ditetapkan diatas harga pasar. Hal ini dilakukan untuk menjaga dari kerugian dari pegadaian. Bila hasil penjualan tersebut lebih tinggi dari jumlah kewajiban nasabah maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah, sedangkan bila hasil penjualan barang emas lebih kecil dari jumlah kewajiban, maka tetap menjadi hutang nasabah kepada pegadaian syariah cabang cinere.

Barang gadai emas selama perjanjian berlangsung statusnya hanya disimpan saja dan tidak dimanfaatkan oleh pihak manapun. Emas tersebut di simpan didalam gudang atau lemari besi dengan menggunakan 2 kunci yang dipegang oleh 2 orang pula yaitu oleh petugas pengelola gudang dan manager cabang. Standar operasional prosedur produk gadai emas ini di pegadaian syariah cabang cinere dijalankan dengan konsep yang berdasarkan atau berlandaskan pedoman dari pegadaian syariah pusat melalui pedoman atau petunjuk mengenai pegadaian syariah.

Contoh Perhitungan Gadai Emas Syariah:

Nasabah membawa barang jaminan 1 keping emas batangan (LM) seberat 25 gram dengan kadar 24 karat (asumsi bila standar nilai taksiran yang berlaku untuk emas 24 karat = Rp. 350.000), maka:

Taksiran : 25 gr x Rp. 350.000

= Rp. 8.750.000 Uang Pinjaman : 91% x Rp. 8.750.000


(55)

Ijaroh/10 Hari : Rp. 8.750.000 x 79 x 10

10.000 10

= Rp. 69.125 Biaya Administrasi ; Rp. 25.000

Jika nasabah menitipkan barangnya selam 26 hari, ijaroh ditetapkan dengan menghitung per 10 hari x tarif, maka besar ijaroh yang harus dibayar adalah Rp. 207.375 (Rp. 69.125 x 3).

Ijaroh yang dibayar hanya selama masa penitipan, dan dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru.

Cara Penaksir Emas

Metode penaksiran ini dilakukan untuk mengetahui kadar karat emas dari hasil ini dapat diterapkan batas maksimum pinjaman yang dapat diperoleh oleh nasabah. Pegadaian syariah cabang cinere ini menggunakan beberapa cara untuk menguji atau menaksir barang jaminan (marhun) dari segi warna dan kerapihan emas dengan menggunakan alat media yang kumplit dan akurat diantaranya sebagai berikut:

1. Uji Fisik

Yaitu untuk jenis emas tertentu seperti perhiasan, logam mulia, dan dinar sertifikasi untuk melihat kondisi barang tersebut apakah layak untuk menjadi barang jamianan atau tidak, masih mulus atau sudah banyak goresan dan lain sebagainya.


(56)

2. Uji Kimia

Dengan cara uji kimia, perhiasan akan dicek terlebih dahulu dengan cairan kimia tertentu untuk mengtahui kadar emasnya dan untuk menentukan emas tersebut asli atau tidak. Emas akan ditetesi cairan tertentu. Apabila emas tersebut asli, maka warnanya akan menyesuaikan dengan warna aslinya. 3. Uji berat jenis

Yaitu dengan mengukur berat basah atau berat kering guna memperoleh berat jenis. Proses pengukuran berat di air dengan cara memasukan emas ke dalam air dan ditimbang dengan alat tertentu, karena air memberikan tekanan di atas maka berat di air akan lebih kecil dari berat di udara.

B. Kemungkinan Risiko apa saja yang terjadi pada Produk Gadai Emas

Setelah mengetahui prosedur dan mekanisme produk gadai emas yang ada di pegadaian syariah, bahwa gadai emas itu diterbitkan karena pegadaian syariah berupaya untuk membantu masyarakat memperoleh uang tunai dengan sistem dan aturan yang mudah dan cepat.

Risiko adalah ketidakpastian terhadap suatu peristiwa/kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah institusi dalam suatu periode tertentu, dan adanya risiko juga dapat memberikan suatu kerugian pada seseorang/institusi tersebut.


(57)

Menurut Ibu Tri Widiyastuti bahwa selama gadai emas sayariah (rahn) ini hadir sebagai salah satu alternatif memperoleh pinjaman selain produk pembiayaan yang ada di pegadaian, maka tidak menutupi adanya kemungkinan risiko yang terjadi pada produk gadai emas itu.

Risiko yang mungkin terjadi adalah :

1. Taksiran Gadai Emas Tinggi. Taksiran yang melebihi kriteria atau batas toleransi dari taksiran wajar, baik semata-mata karena kelalaian atau kekeliruan maupun disengaja oleh penaksir sehingga dapat menimbulkan adanya barang emas palsu.

2. Pencurian. Situasi politik dan kondisi ekonomi yang berubah-ubah dapat pula mengubah tingkah laku nasabah, karyawan, maupun masyarakat, sehingga terpaksa melakukan tindak kriminal berupa aksi pencurian.

3. Gadai fiktif, yaitu pemberian marhun bih dengan marhun yang tidak sesuai ketentuan dengan kriteria:

a. Pemberian pinjaman atas dasar transaksi gadai tanpa penyerahan marhun. b. Menggadaikan kembali barang yang masih menjadi marhun.

c. Penerimaan marhun tanpa atau tidak disertai dengan bukti kepemilikan. 4. Numpang Gadai, yaitu menambah uang pinjaman atau marhun bih pada SBR

milik rahin baik seizin maupun tanpa ijin dari rahin untuk kepentingan pribadi pegawai.


(58)

Kriteria Numpang Gadai:

a. Menambah marhun bih pada Surat Gadai Rahn (SBR) rahin yang dipercayakan kepada pegawai yang bersangkutan dengan atau tanpa sepengetahuan rahin.

b. Menahan angsuran Marhun bih seluruhnya atau sebagian atas SBR yang dipercayakan oleh rahin kepada pegawai yang bersangkutan

5. Menahan Tebusan, yaitu suatu perbuatan dengan sengaja dan untuk kepentingan pribadi atau orang lain dengan cara tidak menyetorkan uang pelunasan rahin ke kas serta tidak membukukan pada saat transaksi pelunasan, sedangkan marhun telah diserahkan kepada rahin dengan kriteria mengeluarkan marhun tanpa menyetorkan dan membukukan uang pelunasan pada hari transaksi.

6. Risiko barang jaminan. Barang jaminan emas yang digadaikan oleh nasabah

dan menjadi milik nasabah wajib untuk disimpan dipelihara oleh pegadaian syariah sampai dengan dilakukannya pelunasan oleh nasabah. Risiko ini muncul apabila barang jaminan tersebut rusak atau bahkan hilang sehingga berdampak kepada kepercayaan nasabah dan juga pada pendapatan pegadaian, karena selain harus mengganti barang jaminan tersebut, pegadaian juga akan dihadapkan pada penurunan jumlah nasbah jika kepercyaan nasabah menurun, sehingga dampak terhadap perusahaan cukup signifikan. Bila barang marhun hilang di bawah penguasaan murtahin, maka murtahin tidak wajib


(59)

menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena kelalaian murtahin atau karena disia-siakan, umpamanya murtahin bermain-main api, lalu terbakar barang gadaian itu, atau gudang tak dikunci, lalu barang-barang itu hilang dicuri orang. Pokoknya murtahin diwajibkan memelihara sebagaimana layaknya maka bila tidak demikian, ketika ada cacat atau kerusakan apalagi hilang menjadi tanggung jawab murtahin.

7. Bencana Alam (force majeur). Kemungkinan risiko yang terjadi karena sebab kebakaran merupakan ancaman yang paling besar, mungkin adanya

ketidaksengajaan murtahin dengan bermain-main api yang menyebabkan

barang jaminan emas yang digadaikan menyebabkan hangus terbakar.

C. Langkah-Langkah Meminimalisasikan Risiko Produk Gadai Emas

Risiko adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, termasuk dalam risiko gadai emas. Oleh karena itu, untuk menghindari potensi kerugian di kemudian hari yang lebih besar, risiko pada produk gadai emas ini harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar tidak dapat merugikan pihak pegadaian.

Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pegadaian Syariah Cabang Cinere dalam mengurangi risiko terhadap produk gadai emas dapat dilakukan dengan beberapa langkah, diantaranya yaitu:


(60)

1. Pemantauan

Secara umum pengawasan terhadap proses atau implementasi risiko produk gadai emas dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern yaitu oleh Manager Cabang yang secara priodik melakukan pemeriksaan terhadap divisi atau unit kerja Pegadaian pada produk gadai emas yang digadaikan oleh marhun. Sistem pengawasan ini dilakukan dalam kantor cabang sendiri, yang mekanisme pengawasannya dilaksanakan oleh manajer cabang.

Pemeriksaan dapat dilaksanakan setiap hari kerja oleh Manager Cabang yang dilakukan di meja penaksir terhadap barang jaminan emas yang akan digadaikan yang masuk pada tiap hari itu, dijadikan sebagai sarana pengawasan yang melekat pada penaksir cabang agar tidak terjadi risiko pada produk gadai emas yang digadaikan oleh marhun kepada murtahin.

Hasil dari pemeriksaan tersebut, Manager Cabang akan cepat membuat berita acara jika terjadi risiko pada produk gadai emas. Dari Risiko yang terjadi tersebut kemudian dibahas dalam forum yang akan menjadi bahan evaluasi dan bahan untuk menentukan kebijakan-kebijakan tertentu terkait risiko produk gadai emas yang terjadi. Setelah dilakukan pembahasan atau evaluasi oleh Manager Cabang secara intern terhadap karyawannya, hasil evalusi tersebut dilaporkan kepada Kanwil untuk dilakukan pemeriksaan secara berskala.


(61)

Proses pengawasan risiko terhadap produk gadai emas ini memang masih dilakukan secara terpusat, oleh karena itu Sistem Pengawasan Internal harus dilakukan secara komprehensif.

2. Pembinaan.

Melakukan perbaikan terhadap penerimaan keaslian gadai emas yang akan diterima sebagai agunan. Disini penaksir sangat berperan penting dengan keaslian emas yang akan digadaikan. Oleh karena itu perlu adanya pembinaan khusus yaitu dengan dilaksanakannya Diklat untuk para penaksir agar dapat mengetahui dan lebih teliti lagi dalam menilai karakter nasabah apakah layak atau tidak untuk menggadaikan barang emasnya yang akan dijadikan jaminan dan memenuhi prosedur yang berlaku di pegadaian serta mengetahui ciri-ciri atau keaslian emas dengan menggunakan alat-alat pengujian berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh pegadaian.

3. Pengawasan risiko Internal

Sistem pengawasan berbasis risiko yang dilakukan oleh pegadaian syariah ini, maka risiko-risiko yang terjadi khususnya pada gadai emas ini akan lebih terpantau, sehingga terhindar dari penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan dari pegadaian itu sendiri. Selain itu perlu diperhatikan juga, bahwa tingkat keberhasilan akan tercermin dari indikator tingkat kesehatan yang baik dari pegadaian tersebut. Sistem pengawasan dalam kantor cabang itu sendiri, yang mekanisme pengawasannya dilaksanakan oleh manajer


(62)

cabang atau yang mewakili atau dikuasakan terhadap pelaksanaan pekerjaan aparat cabang.

Jenis pengawasan intern

a. Pemeriksaan taksiran kemudian, yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan setiap hari kerja oleh manajer cabang atau wakilnya yang dilakukan di meja penaksir terhadap barang jaminan emas yang masuk pada hari itu yang tidak ditaksir sendiri oleh manajer cabang atau wakilnya sebagai sarana pengawasan melekat terhadap penaksir cabang dengan tujuan: 1) Sarana pendidikan bagi penaksir

2) Sarana saling memberikan informasi sekaligus pembinaan atas masalah taksiran antara penaksir dengan manajer cabang atau wakilnya.

3) Mengontrol hasil kerja penaksir

b. Pemeriksaan serah terima marhun, yaitu pemeriksaan oleh penyimpanan atau pemegang gudang terhadap marhun yang masuk pada hari itu yang diterima dari penaksir dan dilakukan setiap hari kerja dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat barang yang tertukar atau isinya atau jumlahnya tidak cocok dengan keterangan pada surat gadai rahn emas (SBR) dwilipat.

c. Pemeriksaan 5 % dan penyerahan marhun kepada penjaga gudang d. Pemeriksaan persentase Marhun Bih terhadap taksiran


(63)

e. Menghitung marhun, yaitu mencocokan jumlah barang yang ada di gudang dengan saldo menurut buku gudang.

f. Pemeriksaan isi marhun, yaitu mencocokan fisik marhun dengan keterangan pada Surat Gadai Rahn (SBR) dwilipatnya.

g. Meronda Gudang, yaitu melakukan pemeriksaan secara langsung kedalam gudang tentang kebersihan, kerapihan dan keamanan gudang berserta isinya.

Ada beberapa ketentuan yang dibuat oleh pegadaian syariah yang harus dipatuhi, hal ini terkait dengan upaya pegadaian syariah untuk meminimalkan resiko yang terjadi pada barang jaminan emas nasabah. Beberapa ketentuan tersebut antara lain adalah:

1. Petugas Gudang

Petugas gudang adalah seorang pegawai yang bertanggung jawab atas pengelolaan gudang dan semua marhun di dalamnya. Jumlah petugas gudang adalah sesuai formasi cabang dan ditetapkan pejabat yang berwenang. Selain petugas gudang, dilarang memasuki gudang tanpa seijin Manajer atau Petugas Gudang.

2. Ketentuan umum pelaksanaan serah terima penyimpanan marhun: a. Dilakukan dengan berita acara serah terima jabatan

b. Mencocokan saldo barang dengan saldo buku gudang c. Bila tidak cocok dibuat berita acara


(64)

d. Setelah pergantian penyimpan marhun diketahui ada marhun yang hilang atau tertukar, maka pegawai yang diganti tetap bertanggung jawab

3. Prosedur Serah Terima Penyimpanan Marhun

a. Bila petugas gudang tidak dapat melaksanakan tugas > 7 hari maka pengelolaan gudang harus diserahterimakan

b. Bila masa tugas petugas gudang berakhir harus diserahterimakan di hadapan panitia.

4. Sistem Pengaman Kunci

a. Menghindari terjadinya manajer/pegawai membuka penyimpan uang/surat/barang seorang diri

b. Gudang marhun/lemari besi harus memiliki minimal 2 kunci

c. Anak kunci 1 dipegang oleh petugas, anak kunci 2 dipegang manajer/wakil

d. Setiap pintu menuju penyimpanan marhun juga dipasang minimal 2 kunci e. Anak kunci asli pintu besar dipegang manajer

f. Duplikat kunci dibungkus dan disegel disimpan pada tempat yang aman dan terkunci yang hanya diketahui manajer (di Kanwil)

g. Dibuat daftar pemegang dan penyimpan anak kunci

h. Bila mempunyai nomor kombinasi, nomor hanya diketahui oleh manajer/pejabat yang ditunjuk

i. Bila terjadi kerusakan/pergantian kunci diberitahukan kepada pejabat yang ditunjuk.


(65)

5. Tempat menyimpan marhun

a. Marhun emas yang masuk dalam kantong disebut marhun kantong dengan rubik K, disimpan dalam lemari besi

b. Marhun yang tidak dapat disimpan dalam kantong disebut marhun gudang dengan rubik G disimpan dalam gudang.


(66)

56

A. Kesimpulan

1. Prosedur gadai emas syariah (rahn) Cabang Cinere, yaitu:

Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi Pegadaian Syariah Cabang Cinere dengan terlebih dahulu memenuhi persyaratan, yaitu Foto copy KTP atau identitas resmi lainnya seperti (SIM, Paspor) yang masih berlaku, marhun yang memenuhi persyaratan, surat kuasa pemilik barang jika dikuasakan dengan disertai materai dan KTP asli pemilik barang, mengisi formulir permintaan pinjaman (FPP) dan menandatanganinya, menandatangani akad rahn dan ijarah dalam SBR, membayar biaya administrasi, menyerahkan agunan berupa barang emas. Apabila nasabah telah memenuhi syarat yang diperlukan aka selanjutnya pihak pegadaian akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi: a. Petugas Pegadaian memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat

calon pemohon pinjaman.

b. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian dan karatese jaminan berupa emas dengan menggunakan tes uji, sumber pengembalian pinjaman, penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.


(1)

56 A. Kesimpulan

1. Prosedur gadai emas syariah (rahn) Cabang Cinere, yaitu:

Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi Pegadaian Syariah Cabang Cinere dengan terlebih dahulu memenuhi persyaratan, yaitu Foto copy KTP atau identitas resmi lainnya seperti (SIM, Paspor) yang masih berlaku, marhun yang memenuhi persyaratan, surat kuasa pemilik barang jika dikuasakan dengan disertai materai dan KTP asli pemilik barang, mengisi formulir permintaan pinjaman (FPP) dan menandatanganinya, menandatangani akad rahn dan ijarah dalam SBR, membayar biaya administrasi, menyerahkan agunan berupa barang emas. Apabila nasabah telah memenuhi syarat yang diperlukan aka selanjutnya pihak pegadaian akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi: a. Petugas Pegadaian memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat

calon pemohon pinjaman.

b. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian dan karatese jaminan berupa emas dengan menggunakan tes uji, sumber pengembalian pinjaman, penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.


(2)

57

c. Jika menurut analisis, pemohon layak maka pihak pegadaian akan menerbitkan (qard) gadai emas.

d. Realisasi pinjaman dapat dicairkan setelah akad pinjaman (qard) sesuai dengan ketentuan pegadaian.

e. Nasabah dikenakan biaya administasi, biaya sewa dari jumlah pinjaman. f. Pelunasan dapat dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo.

g. Apabila sampai pada waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektabilitas tidak dilakukan, maka pinjaman (emas) dilelang oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere.

2. Risiko produk gadai emas pada pegadaian syariah cabang cinere antara lain: Taksiran Gadai Emas Tinggi. Taksiran yang melebihi kriteria atau batas toleransi dari taksiran wajar, baik semata-mata karena kelalaian atau kekeliruan maupun disengaja oleh penaksir sehingga dapat menimbulkan adanya barang emas palsu.

Pencurian. Situasi politik dan kondisi ekonomi yang berubah-ubah dapat pula mengubah tingkah laku nasabah, karyawan, maupun masyarakat, sehingga terpaksa melakukan tindak kriminal berupa aksi pencurian.

Gadai fiktif, yaitu pemberian marhun bih dengan marhun yang tidak sesuai ketentuan.

Numpang Gadai, yaitu menambah uang pinjaman atau marhun bih pada SBR milik rahin baik seizin maupun tanpa ijin dari rahin untuk kepentingan pribadi pegawai.


(3)

Risiko barang jaminan. Barang jaminan emas yang digadaikan oleh nasabah dan menjadi milik nasabah wajib untuk disimpan dipelihara oleh pegadaian syariah sampai dengan dilakukannya pelunasan oleh nasabah. Risiko ini muncul apabila barang jaminan tersebut rusak atau bahkan hilang sehingga berdampak kepada kepercayaan nasabah dan juga pada pendapatan pegadaian Bencana Alam (force majeur). Kemungkinan risiko yang terjadi karena sebab kebakaran merupakan ancaman yang paling besar, mungkin adanya ketidaksengajaan murtahin dengan bermain-main api yang menyebabkan barang jaminan emas yang digadaikan menyebabkan hangus terbakar.

3. Pegadaian Syariah Cabang Cinere melakukan beberapa langkah untuk meminimalisasikan risiko produk gadai emas dengan cara:

a. Pemantuan b. Pembinaan

c. Pengawasan risiko Internal

B. Saran

1. Hampir semua pegadaian syariah mengalami risiko dalam kegiatan penyaluran pembiayaan dengan jaminan emas termasuk pegadaian syariah cabang cinere. Meskipun ada sistem pengendalian risiko, tetap harus lebih memiliki sistem yang efektif dalam mengelola dan mengendalikan risiko-risiko yang ada termasuk risiko-risiko gadai emas.


(4)

59

2. Meningkatkan kualitas produk gadai emas syariah, baik dari sistem operasional maupun pelayanan. Agar masyarakat terus mendapatkan pelayanan terbaik dari Pegadaian Syariah Cabang Cinere.


(5)

60

Ali Zainudin, Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Alma Buchari, Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta, 2009.

Antonio, M. Syafe’i, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Arifin Zainuddin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alvabet, 2002. Artikel diakses pada tanggal 12 April 2011 dari Http://wordpress.com

Artikel diakses pada tanggal 12 Mei 2011 dari Http://www. Pegadaian.com. Basyaib Fachmi, Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Grasindo, 2002.

Brosur Pegadaian Syariah Cabang Cinere

Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006

Djojosoedarso Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi. Jakarta: Salemba Empat, 2003.

Fathoni Abdurrahmat, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Firdaus Muhammad, dkk, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005.

Hadi, Muhammad Sholikul, Pegadaian Syariah. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003. Haroen Nasroen, Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Hendra, dkk, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan

Kontrol. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997.

Ibrahim Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing, 2002.

Lathief A.H Azharuddin, Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Press, 2005. Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Daar Al-Fikr, 1995, Juz 2.


(6)

61

Muhammad, Lembaga Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Muslich Muhammad, Manajemen Risiko Operasional: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.

Perum Pegadaian. Pedoman Operasional Gadai Syariah, 2009.

Rais Sasli, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian

Kotemporer. Jakarta: UI-Press, 2005.

Salim, A. Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Soekanto Soerjono dan Mahmudji Sri. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: CV. Rajawali, 1986.

Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana, 2009. Sofiniyah, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005. Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2003. Suhendi Hendi, Fiqih Muamalat. Jakarta: PT. Grafindo Persada 2002.

Sugiarto Ferry N Idroes, Manajemen Risiko Perbankan dalam Koteks Kesepakatan

Basel dan Peraturan Bank Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

Tampubolon Robert, Risk Management Qualitative Approach Apllied to Commercial Bank. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Tri Widiyastuti, Manager Pegadian Syariah Cabang Cinere

Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Asropi, Penaksir Muda Pegadaian Syariah Cabang Cinere