EKSISTENSI BUDAYA SEBAMBANGAN (KAWIN LARI) DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG CUGAH KECAMATAN BARADATU KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2012

(1)

EKSISTENSI BUDAYA SEBAMBANGAN (KAWIN LARI) DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU LAMPUNG PEPADUN

DI KAMPUNG CUGAH KECAMATAN BARADATU KABUPATEN WAY KANAN

TAHUN 2012

Oleh

Hafidudin

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

EKSISTENSI BUDAYA SEBAMBANGAN (KAWIN LARI) DALAM MASYARAKAT ADAT SUKU LAMPUNG PEPADUN

DI KAMPUNG CUGAH KECAMATAN BARADATU KABUPATEN WAY KANAN

TAHUN 2012

Oleh HAFIDUDIN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai eksistensi budaya

sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan tahun 2012. Titik tekan kajian dalam penelitian ini yaitu memperhatikan dinamika budaya

sebambangan, masih bertahannya budaya sebambangan, perubahan budaya

sebambangan, serta eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Objek penelitian yaitu

eksistensi budaya sebambangan (kawin lari) masyarakat Lampung Pepadun.

Subjek penelitian: pelaku sebambangan, pemuka adat Lampung Pepadun, dan kepala keluarga pelaku sebambangan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, kepustakaan, dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif yang menjadi dasar dalam pembuatan laporan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya sebambangan yang dilaksanakan oleh masyarakat Lampung Pepadun terutama dikarenakan oleh ketidaksetujuan orang tua untuk menikahkan anak-anaknya. Kebudayaan ini telah mengalami perubahan-perubahan, diantaranya tidak dilaksanakannya lagi sebambangan

dengan cara ditekop. Budaya sebambangan saat ini masih menjadi adat istiadat masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kebudayaan ... 9

2. Masyarakat Adat Suku Lampung Pepadun ... 10

3. Perkawinan Sebambangan ... 12

3.1 Tengepik ... 14

3.2 Ngantak Pengundur Senjata/Ngantak Salah ... 14

3.3 Cakak Ngumung ... 15

3.4 Anjau Mengiyan ... 15

3.5 Sujud ... 15

3.6 Peradu Rasan, Cuwak Mengan ... 15

4. Globalisasi dan Modernisasi ... 16

5. Eksistensi ... 18

B. Kerangka Pikir ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 21

B. Obyek Penelitian ... 22

1. Informan Penelitian ... 22

2. Bentuk Penelitian ... 24

C. Variabel Penelitian dan Definisi Konsep ... 24

1. Variabel Penelitian ... 24

2. Definisi Konsep ... 25

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Teknik Pengumpulan Data Primer ... 27


(7)

1.2 Wawancara ... 28

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 28

2.1 Studi Kepustakaan ... 29

2.2 Studi Dokumentasi ... 29

E. Teknik Analisis Data ... 29

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Geografis Daerah Penelitian ... 30

1. Letak Astronomis dan Letak Administratif ... 30

2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 33

2.1 Keadaan Topografis ... 33

2.2 Keadaan Tanah ... 33

2.3 Keadaan Iklim ... 33

3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 36

4. Luas Wilayah ... 37

B. Keadaan Penduduk ... 37

1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 38

2. Persebaran Penduduk ... 40

3. Kepadatan Penduduk ... 43

4. Komposisi Penduduk ... 43

4.1 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 44

4.2 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 45

4.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencarian ... 47

4.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa ... 47

4.5 Komposisi Penduduk Yang Masih Melaksanakan Sebambangan ... 48

C. Deskripsi dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 49

1. Sebambangan ... 49

2. Identitas Informan ... 50

2.1 Usia Informan ... 52

2.2 Tingkat Pendidikan Informan ... 52

2.3 Jenis Pekerjaan Informan... 53

D. Pelaksanaan Sebambangan ... 54

1. Budaya Sebambangan ... 59

2. Perkembangan Budaya Sebambangan ... 65

3. Eksistensi Budaya Sebambangan ... 70

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(8)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa sosial penting yang harus dilakukan oleh setiap orang. Selain itu bagi individu yang terlibat perkawinan merupakan pengukuhan perpindahan status bujangan dan perawan menjadi orang yang berkeluarga dengan segala hak dan kewajibannya. Bahkan di Indonesia, perkawinan merupakan syarat bagi seseorang untuk diterima dan diperlakukan sebagai anggota penuh dari kelompok sosial yang bersangkutan. (Ali Imron, 2005:1)

Di Indonesia terdapat berbagai jenis tata cara dalam melaksanakan perkawinan, baik itu perkawinan yang diatur oleh para orang tua maupun yang dilakukan atas keinginan sendiri atau tanpa sepengetahuan orang tua kedua belah pihak. Prosesi perkawinan adat Lampung khususnya di Provinsi Lampung pada umumnya berbentuk upacara perkawinan adat yang dalam pelaksanaannya bermacam-macam dan bertingkat-tingkat pada pelaksanaannya yang pada zaman dahulu disesuaikan pada tingkat kepunyimbangan. Kepunyimbangan merupakan kepemimpinan adat yang diperoleh secara turun temurun (Ali Imron, 2005:100). Tetapi saat ini telah berubah tergantung pada keinginan dan kemampuan keluarga yang akan menyelenggarakannya dengan meminta persetujuan kepunyimbangan


(9)

Proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Lampung, khususnya masyarakat adat suku LampungPepadun terdapat dua cara yaitu:

1) Perkawinan yang diatur oleh para orang tua, dimana pihak laki-laki membayar mas kawin kepada pihak wanita melalui proses lamaran atau

intar padang.

2) Cara lain untuk sampai pada ikatan perkawinan adalah dengan cara kawin lari atau sebambangan. (Wawancara, Sutan Kanca Marga, tanggal 15 Mei 2012)

Berdasarkan pendapat tersebut maka masyarakat adat “Lampung Pepadun” yang akan melaksanakan perkawinan, jika tidak bisa memenuhi persyaratan untuk melaksanan prosesi intar padang, maka akan memilih cara “sebambangan” yang dinilai lebih mudah untuk menuju ke perkawinan.

Sebambangan adalah adat Lampung yang mengatur peminangan seseorang

bujang dan gadis melalui sistem pelarian gadis oleh bujang ke rumah kepala adat untuk meminta persetujuan dari orang tua si gadis. Selanjutnya melalui musyawarah adat antara kepala adat dengan kedua orang tua bujang dan gadis, untuk mendapatkan kesepakatan dan persetujuan antara kedua orang tua tersebut. Dalam pelaksanaannya wanita dibawa oleh pihak laki-laki yang dibantu oleh beberapa orang yang berasal dari kerabat atau keluarga dekat dari pihak laki-laki menuju rumah orang tua atau kerabat dekat pihak laki-laki, supaya mendapatkan perlindungan dan persetujuan dari orang tua kedua belah pihak.


(10)

Faktor umum yang menyebabkan terjadinya sebambangan adalah apabila orang tua seorang gadis tidak menyetujui hubungan kasih anaknya dengan seorang

bujang. Tidak setujunya orang tua si gadis, biasanya disebabkan berbagai faktor. Misalnya perbedaan dalam status adat, ekonomi, sosial atau juga dikarenakan perbedaan garis keturunan (anak sulung dan anak bungsu). (Wawancara, Sutan Kanca Marga, tanggal 15 Mei 2012)

Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya pelaksanaan sebambangan adalah pihak bujang tidak dapat memenuhi mahar (serah) yang yang diminta oleh keluarga pihak gadis. Pada zaman dahulu, pelaksanaan sebambangan memiliki berbagai resiko, antara lain jika pasangan yang melakukannya tertangkap oleh pihak keluarga gadis sebelum sampai di tempat bujang, maka gadis tersebut akan dibawa kembali ke rumah orangtuanya. Kemungkinan hal terburuk yang terjadi, yaitu bujang yang membawa lari gadis tersebut akan dibunuh oleh keluarga dari pihak gadis. Tetapi dalam perkembangan zaman/waktu ada kemungkinan terjadinya hal terburuk itu mulai pudar dan hilang, serta dapat diselesaikan dengan musyawarah antara kedua belah pihak. (Wawancara, Sutan Kanca Marga tanggal 15 Mei 2012)

Jika dilihat dari perkembangan zaman, maka suatu sistem perkawinan yang terjadi di masyarakat Lampung pada masa sekarang, umumnya sebambangan dapat dikatakan tidak relevan dengan kondisi masyarakat yang telah ada saat ini. Hal ini disebabkan oleh perkembangan masyarakat adat Lampung sendiri, sebagai akibat

globalisasi yang terus mengikis nilai-nilai budaya lokal, sehingga mulai jarang ditemui pada masyarakat adat yang masih melaksanakan budaya sebambangan


(11)

sebagai upaya dalam perkawinan bujang dan gadis sebagai adat yang dulu ada di daerah setempat. Selain itu masyarakat saat ini, umumnya lebih memilih cara yang disetujui oleh orang tua kedua belah pihak atau yang dalam masyarakat adat

Lampung Pepadun disebut dengan intar padang daripada sebambangan.

Pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan, antara bujang dan gadis yang hendak melakukan perkawinan melalui sebambangan. Umumnya pelaku sebambangan

itu sendiri paling dominan dilakukan bujang pada usia di atas 20 tahun, sedangkan

gadis pada usia di bawah 20 tahun. Pekerjaan rata-rata yaitu petani dan buruh pabrik dengan tingkat pendidikan antara SD dan SLTP.

Berdasarkan latar belakang di atas, dimaksudkan untuk mengadakan penelitian guna mengetahui lebih jauh mengenai eksistensi budaya sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1) Mengapa masyarakat adat Lampung Pepadun masih melaksanakan budaya

sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan?

2) Bagaimanakah perkembangan budaya sebambangan pada masyarakat adat

Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan?


(12)

3) Bagaimanakah eksistensi budaya sebambangan pada masyarakat adat

Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mendapatkan informasi pelaksanaan budaya sebambangan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

2) Untuk mendapatkan informasi perkembangan budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

3) Untuk mengkaji eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

D. Manfaat Penelitian

1) Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2) Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah terutama geografi budaya terhadap fenomena kebudayaan dalam kehidupan masyarakat.

3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan wawasan, ilmu pengetahuan, dan menambah informasi tentang sebambangan (kawin lari) yang terjadi pada masyarakat Lampung.


(13)

4) Dapat dijadikan sebagai suplemen bahan ajar dalam ilmu pengetahuan sosial, khususnya pada pembahasan kebudayaan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1) Objek penelitian: eksistensi budaya sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun.

2) Subjek penelitian: pelaku sebambangan, kepala keluarga pelaku

sebambangan, tokoh masyarakat, dan masyarakat Lampung Pepadun yang melaksanakan sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

3) Tempat penelitian: Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

4) Waktu penelitian: Tahun 2012. 5) Bidang ilmu: Geografi budaya.

Menurut Ekblaw dan Mulkerne, Geografi budaya yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita amati. (http://hero digeo. blogspot.com/2010/11/geo-geografi-budaya.html)

Geografi budaya merupakan bagian dari geografi manusia yang objek kajiannya keruangan manusia. Aspek-aspek yang dikaji dalam cabang ini termasuk aktivitas atau perilaku manusia yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas sosial dan aktivitas budayanya.


(14)

Eksistensi pelaksanaan sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku

Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan harus tetap dipertahankan untuk mendukung kelestarian kebudayaan Lampung itu sendiri. Dalam penelitian ini, geografi budaya berhubungan dengan aktivitas kebudayaan khususnya sebambangan (kawin lari) yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

Sebagai dasar pemikiran dalam penelitian maka akan dikemukakan landasan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan penelitian ini, menurut Nursid Sumaatmadja (2001:11) geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dalam konteks keruangan.

Menurut Bintarto (1977:10) geografi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu geografi fisik dan geografi sosial. Geografi fisik yaitu cabang geografi yang mempelajari gejala fisik permukaan bumi yang meliputi tanah, air, udara dengan segala prosesnya. Geografi fisik terbagi menjadi beberapa cabang yaitu Geologi, Geomorfologi, Oseanografi, dan lain-lain. Sedangkan geografi sosial adalah cabang geografi yang bidang studinya yaitu aspek keruangan gejala dipermukaan bumi, yang mengambil manusia sebagai objek pokok. Geografi sosial terbagi menjadi beberapa cabang yaitu Geografi penduduk, geografi ekonomi, geografi industri, geografi budaya dan lain-lain.

Geografi budaya yaitu ilmu yang mempelajari aspek material (man features) dari budaya yang memberikan corak khas kepada suatu region, terutama pada kenampakan lanscapenya yang berisikan kekhasan hal sosial ekonomi seperti ideologi, adat, hukum, perdagangan, dan sebagainya. Geografi budaya menelaah


(16)

aneka bentuk karya manusia dipermukaan bumi sebagai hasil perilakunya (cipta, rasa, karsa) atas dasar kemampuan mengadaptasi lingkungan alam, manusia dan sosial disekitarnya (kewilayahan). Brian berpendapat bahwa perbedaan antar wilayah yang satu dengan yang lainnya itu berupa perbedaan cultural landscapenya yaitu tentang budayanya. Geografi budaya juga mengkaji tentang berbagai faktor geografis yang ikut menentukan terbentuknya kebudayaan disuatu

daerah dan keanekaragaman kebudayaan disuatu daerah.

(http://hadilandak.wordpress.com/konsep-geografi/geografi-budaya/)

Geografi budaya adalah subbidang dalam ilmu geografi manusia yang mempelajari studi tentang produk budaya dan norma-norma dan variasi mereka menemukan dan hubungan dengan ruang dan tempat. Selain itu geografi manusia menggambarkan dan menganalisis cara bahasa, agama, ekonomi, pemerintah, aktivitas budaya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_budaya)

1. Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya juga merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Berikut beberapa pengertian budaya oleh para ahli:

1) Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai


(17)

2) Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

3) Edward Burnett Tylor menyatakan kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

4) Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

5) A. L. Kroeber menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan, serta perilaku yang ditimbulkan.

Dari berbagai definisi kebudayaan yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat yang mengandung nilai-nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain dan menjadi ciri khas suatu masyarakat.

2. Masyarakat Adat Suku Lampung Pepadun

Masyarakat Lampung merupakan salah satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung Selatan sebelah Barat Pulau Sumatera, memiliki filsafah atau pandangan hidup yang dijiwai oleh piil pesenggiri. Piil pesenggiri yaitu


(18)

pandangan hidup orang Lampung yang diwarisi dari leluhurnya, piil pesenggiri

merupakan sifat perilaku dan pandangan hidup yang harus dipertahankan sebagai harga diri. Komponen yang harus dipertahankan dan yang merupakan perilaku itu sebagai berikut: (1) Pesenggiri, yaitu sikap tidak kenal menyerah dan kerja keras. (2) Juluk buadek, yaitu memiliki nama panggilan dan sebutan-sebutan kehormatan kebangsawanan. (3) Nemui nyimah, Yaitu selalu bersikap ramah tamah terhadap sesama. (4) Nengah nyepur, yaitu selalu berkeinginan untuk terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. (5) Sakai sambayan, yaitu sikap tolong-menolong atau gotong-royong, seperti membantu orang lain menanam padi, membangun jalan, masjid, dan sarana umum lainnya. (Ali Imron, 2005:99-100)

Masyarakat Lampung terbagi atas dua masyarakat adat, yaitu masyarakat adat

Lampung Pesisir atau Saibatin yang menggunakan dialek A (Api) dan masyarakat adat Lampung Pepadun yang berdialek O (Nyow) meskipun terdapat juga masyarakat adat Lampung Pepadun yang menggunakan dialek A (Api).

Pada umumnya masyarakat adat Lampung pesisir atau saibatin bermukim di daerah sepanjang Teluk Betung, Teluk Semangka, Krui, Belalu, Liwa, Pesisir Raja Basa, Melinting, Dan Kalianda. Sedangkan masyarakat adat Lampung Pepadun bermukim di daerah-daerah pedalaman seperti Abung, Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang, Serta Pubiyan. (Hilman Hadikusuma, 1989:100)

Menurut Rizani Puspawidjaja (2006:24-29), masyarakat Lampung pepadun terbagi menjadi enam bagian yaitu sebagai berikut:

1) Masyarakat adat Abung Sewo Mego (Abung Sembilan Marga), terdiri dari Buai Nunyai, Buai Uyi, Buai Nuban, Buai Subing, Buai Beliuk, Buai Selagai, Buai Kunang, Buai Anak Tuha, dan Buai Nyerupa.

2) Masyarakat adat Mego Pak Tulang Bawang, terdiri dari Buai Tegoman, Buai Bolan, Suai Umpu, dan Buai Aji.


(19)

3) Masyarakat adat Sungkai Bunga Mayang, terdiri dari Buai Perja, Indor Gajah, Harayak, Selembesi, Liwa, Semenguk dan Bintang.

4) Masyarakat adat Pubiyan Telu Suku, terdiri dari Buai Nuak, Pemuka Putih, Pemuka Menang, Pemuka Sinema, Halom Bawak Kuning, Buai Kediangan, Manik, Gunung Nyurang Kapal, dan Selagai.

5) Masyarakat Adat Buai Lima Way Kanan, terdiri dari Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, dan Buai Barasakti.

6) Masyarakat adat Melinting yang tersebar di kecamatan Labuhan Maringgai, kecamatan Gunung Pelindung, dan kecamatan Melinting.

Dalam penelitian ini difokuskan kepada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Cugah Marga Buai Baradatu Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

3. Perkawinan Sebambangan

Menurut Hilman Hadikusuma (1989:151) perkawinan sebambangan yaitu apabila

bujang dan gadis belarian untuk kawin. Pada saat pelaksanaannya wanita meninggalkan sepucuk surat yang menerangkan bahwa kepergiannya bersama laki-laki pilihannya atas kehendaknya sendiri dengan tujuan perkawinan.

Sebenarnya dalam masyarakat Lampung, sebambangan merupakan pelanggaran adat yang menyimpang. Akan tetapi setelah terjadi sebambangan yang didasari oleh keinginan bersama oleh bujang dan gadis untuk menuju perkawinan maka hal ini dapat diselesaikan dengan cara adat agar terhindar dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang lebih buruk baik dari segi agama, adat, serta dalam kehidupan bermasyarakat.

Perkawinan sebambangan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:

1) Syarat-syarat pembayaran, pembiayaan dan upacara perkawinan yang diminta pihak wanita tidak dapat dipenuhi oleh pihak laki-laki.


(20)

2) Wanita tersebut belum diizinkan orang tuanya untuk menikah, akan tetapi dikarenakan keinginnnya wanita tersebut bertindak sendiri.

3) Orang tua atau kerabat dekat pihak wanita tidak menerima lamaran yang diajukan pihak laki-laki.

4) Wanita telah bertunangan dengan laki-laki lain yang tidak disukainya.

5) Laki-laki dan wanita tersebut telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum agama dan hukum adat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebambangan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses berlangsungnya perkawinan dan menghindari prosedur yang bersifat protokuler dalam acara lamaran dan pertunangan serta dilakukan karena tidak adanya persetujuan hubungan dari kedua orang tua pihak gadis ataupun

bujang.

Hilman Hadikusuma (1989:151), menjelaskan bahwa apabila bujang dan gadis belarian untuk kawin, maka perbuatan mereka itu disebut “sebambangan”. Sebambangan jika dilihat dari pihak gadis dapat dibedakan menjadi:

1) Apabila gadisyang pergi atas kehendaknya sendiri disebut “nakat”.

2) Apabila si gadis diambil pihak bujang dengan jalan paksa (ditarik, dan sebagainya) bukan atas kehendaknya sendiri, maka perbuatan itu disebut

ditekep”.

Perbuatan sebambangan ini merupakan pelanggaran adat muda-mudi, tetapi dapat diselesaikan secara damai oleh tua-tua adat kedua belah pihak. Tata cara adat belarian sampai dengan penyelesaiannya dapat dijelaskan berikut ini:


(21)

3.1 Tengepik

Tengepik berarti peninggalan yaitu benda, sebagai tanda kepergian gadis yang melakukan sebambangan, berupa sepucuk surat dan sejumlah uang yang ditinggalkan ketika ia berangkat dari rumahnya menuju rumah bujang yang dicintainya. Uang tengepik bernilai 20 rial (Rp. 20.000,- - Rp. 200.000,-). Menurut adat, gadis itu harus berangkat dari rumahnya sendiri, bukan dari rumah orang lain ataupun tempat-tempat lainnya seperti ladang.

Sesampainya si gadis di tempat bujang, maka orang tua dari keluarga bujang

harus segera melaporkan kepada punyimbangnya. Kemudian punyimbang segera mengadakan musyawarah untuk menunjuk utusan yang akan menyampaikan kesalahan dan permohonan maaf kepada pihak gadis, yang disebut dengan

ngantak pengundur senjata/ ngantak salah”.

3.2 Ngantak Pengundur Senjata/Ngantak Salah

Ngantak pengundur senjata/ngantak salah adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak kerabat bujang yang melarikan gadis, dengan cara mengirim utusan yang membawa keris adat dan menyampaikannya kepada kepala adat pihak gadis.

Ngantak salah ini harus dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam atau selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah gadis berada ditangan kerabat bujang.

Setelah ngantak salah diterima oleh kepala adat pihak gadis, maka segera diberitahukan kepada keluarga gadis bahwa anak mereka sudah ada ditangan kepala adat pihak bujang. Biasanya setelah ngantak salah disampaikan, pihak

bujang segera mengirimkan bahan makanan kepada pihak gadis berupa rempah-rempah, sayuran, dan sebagainya untuk makanan sehari-hari


(22)

3.3 Cakak Ngumung

Jika pihak gadis telah bersedia menerima pihak bujang, maka pihak bujang

mengirim utusan tua-tua adatnya untuk cakak ngumung, guna menyatakan permintaan maaf dan memohon penyelesaian agar sebambangan itu dapat diselesaikan dengan baik ke arah perkawinan.

3.4 Anjau Mengiyan

Anjau mengiyan (kunjungan menantu pria) dilakukan setelah pelaksanaan cakak ngumung, dimana calon mempelai pria diantarkan oleh beberapa anggota keluarganya untuk memperkenalkan diri kepada keluarga orang tua gadis.

3.5 Sujud

Sujud (sungkem), dilakukan dengan cara calon mempelai pria (mengiyan) diantar oleh kerabatnya untuk diperkenalkan dan bersujud (sungkem) pada semua tua-tua adat pihak gadis dalam suatu acara tertentu ditempat gadis.

3.6 Peradu Rasan, Cuwak Mengan

Setelah acara anjau mengiyan dan sujud dilakukan oleh pihak bujang, maka sampailah pada acara peradu rasan (mengakhiri pekerjaan) yaitu dengan melaksanakan akad nikah dan juga nyuwak mengan (mengundang makan), dimana pada satu hari yang telah ditentukan dilaksanakan akad nikah kedua mempelai, dan pihak pria mengundang semua kerabat pihak wanita dan para undangan untuk makan bersama sebagai tanda bahwa acara perkawinan itu berlangsung dengan baik, rukun, dan damai. Pada hari dilaksanakannya akad nikah, biasanya pihak wanita menyampaikan sesan (barang bawaan) mempelai wanita yang nilainya seimbang atau lebih dari nilai biaya adat dan biaya lainnya


(23)

yang telah dikeluarkan oleh pihak bujang. Dalam penyelesaian adat perkawinan setelah terjadinya sebambangan, dipihak pria berlaku acara-acara adat seperti

tindih sila, tukor pujuk/posok, pemberian gelar dan sebagainya. Sedangkan pada pihak gadis dilakukan pemberian gelar pada saat acara sujud.

4. Globalisasi dan Modernisasi

Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi. Menurut Achmad Suparman globalisasi

merupakan suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. (http://muda.kompasi ana.com/2012/02/19/pengaruh-globalisasi-terhadap-remaja/)

Sedangkan menurut Lodge, globalisasi merupakan suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. (http://infosos.wordpress.com/ kelas-xii-ips/modernisasi-dan-globalisasi/)

Berdasarkan pendapat di atas, globalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana masyarakat diseluruh bagian dunia bisa saling menjangkau satu dengan yang lainnya atau saling terhubungkan dalam segala bidang aspek kehidupan mereka, baik dalam aspek budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan, yang dapat dijadikan sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.


(24)

Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur. Wilbert E. Moore yang menyebutkan modernisasi

adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara barat yang stabil. Sementara menurut J.W. Schrool, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. (http://infosos.wordpress.com/kelas-xiiips/moderni sasi-dan-globalisasi/)

Menurut Koentjaraningrat (1984:422) modernisasi dapat diartikan secara khusus, yaitu proses penyesuaian nilai budaya dari suatu bangsa supaya mentalitas bangsa tersebut dapat bertahan secara wajar ditengah-tengah tekanan dari berbagai masalah hidup didunia pada masa kini.

Istilah modern dan modernisasi memang sering dipakai dalam masyarakat, terutama sekarang ini, akan tetapi biasanya tanpa disertai dengan suatu pembatasan yang jelas. Istilah modern berasal dari kata adverbia, dalam bahasa

latin dan berarti “just now”, sedangkan dalam bahasa inggris kata “modern” dihadapkan pada kata “ancient”. Secara historis istilah modern dengan abad pertengahan di eropa dan zaman yang mengikutinya yaitu zaman renaisance, yang kemudian berkembang lebih lanjut ke zaman reformasi, aufklarung dan terus melalui abad ke-19 hingga sekarang. Dilihat dari sudut sejarah peradaban eropa,


(25)

maka dunia modern itu tidak dapat dijabarkan dari satu unsur saja, melainkan berakar dari berbagai prinsip, konsepsi, dan peristiwa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa modernisasi adalah perubahan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat secara menyeluruh yang menyangkut segala aspek kehidupan masyarakat itu sendiri yang mencakup aspek budaya, ekonomi, politik, teknologi, lingkungan, dan sebagainya.

5. Eksistensi

Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari ex berarti keluar dan sitere

yaitu membuat berdiri. Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada. Dalam konsep

eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta.

Menurut Zainal Abidin, Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilah eksistensi analog dengan „kata kerja‟ bukan „kata benda‟.

Sedangkan Kierkegaard menekankan bahwa, eksistensi manusia berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barang siapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak hidup bereksistensi dalam arti sebenarnya. (http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/22/eksistensi-manusia-4440 68.html)


(26)

Dengan demikian eksistensi adalah suatu hal yang dipilih dalam arti kebebasan.

Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan, yang harus dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.

B. Kerangka Pikir

Masyarakat adat suku Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan merupakan orang-orang yang masih menjunjung tinggi adat istiadat atau kebiasaan yang turun-temurun. Saat ini masyarakat di Kampung Cugah pada umumnya telah mengenyam pendidikan yang cukup layak hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya minat masyarakat setempat dalam menempuh pendidikan. Kemudian dalam hal pergaulan masyarakat setempat juga terbuka untuk menerima masyarakat dari luar kampung baik masyarakat dengan suku yang sama ataupun dengan suku yang berbeda. Selain itu juga banyak warga Kampung Cugah yang pergi bekerja ke luar daerah dan bergaul dengan berbagai jenis masyarakat yang membawa masing-masing kebudayaannya.

Kedua hal yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat menimbulkan kemungkinan untuk berkembangnya pola pikir masyarakat Kampung Cugah dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya tentang kebudayaan. Dengan semakin tingginya pendidikan dan semakin berkembangnya pergaulan masyarakat setempat, maka seharusnya budaya sebambangan telah ditinggalkan dan masyarakat akan lebih memilih cara yang telah mendapatkan restu dari kedua belah pihak yang oleh masyarakat adat Lampung pepadun di sebut dengan intar padang.


(27)

Akan tetapi pada kenyataannya eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan tetap terjaga, dimana setiap tahunnya selalu ada yang melakukan sebambangan.


(28)

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:160) metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. merupa-kan metode penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya.

Menurut Lofland dalam Moleong (2005:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data utama ini dapat diperoleh melalui wawancara atau pengamatan langsung di lapangan, yang kemudian dapat dicatat melalui catatan tertulis ataupun melalui perekam suara atau dengan pengambilan foto. Pengambilan data utama melalui pengamatan dan wawancara merupakan penggabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

Pada dasarnya kegiatan tersebut sering dilakukan oleh semua orang namun pada penelitian kualitatif kegiatan tersebut dilakukan secara sadar, terarah dan memiliki tujuan memperoleh informasi yang dibutuhkan melalui informan karena memang direncanakan dalam penelitian. Pemahaman tentang informan sangat penting


(29)

dalam penelitian budaya. Hal ini dikarenakan peneliti budaya akan berhadapan langsung dengan seseorang yang dijadikan informan. Informan merupakan orang yang mengetahui dan memahami tentang objek yang diteliti.

Berdasarkan pendapat Suwardi Endraswara, (2006:119) bahwa dalam penelitian budaya penting sekali memilih informan kunci, yaitu seseorang yang memiliki informasi relatif lengkap terhadap budaya yang diteliti. Sedangkan menurut Moleong (2005:90), informan adalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang latar penelitian dan bersedia untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

B. Obyek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah eksistensi budaya sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

1. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Menurut Hendarsono dalam Suyanto (2005:171-172), informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu:

1) Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.


(30)

2) Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

3) Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas, maka informan ditentukan dengan teknik purposive

yaitu penentuan informan tidak didasarkan pedoman atau berdasarkan perwakilan populasi, namun berdasarkan kedalaman informasi yang dibutuhkan, yaitu dengan menemukan informan kunci yang kemudian akan dilanjutkan pada informan

lainya dengan tujuan mengembangkan dan mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Yang dijadikan sebagai informan pada penelitian ini adalah yang telah mewakili dan disesuaikan dengan perananannya dalam menjaga eksistensi budaya sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan. Maka dalam penelitian ini digunakan informan

yang terdiri dari:

1) Informan kunci, berjumlah 2 (dua) orang yaitu pemuka adat Kampung Cugah 2) Informan utama, berjumlah 4 (empat) orang, yaitu:

a. 2 (dua) kepala keluarga pelaku sebambangan

b. 2 (dua) pelaku sebambangan

3) Informan tambahan, berjumlah 2 (dua) orang yaitu masyarakat Kampung Cugah.


(31)

2. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya. (H.B Sutopo, 2002:111)

Penelitian kualitatif menyajikan data yang dikumpulkan terutama dalam bentuk kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau frekuensi. Jadi, penelitian kualitatif adalah penelitian yang memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti secara sistematis. Dengan demikian metode ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat. Dimana penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta-fakta-fakta sebagaimana adanya, dan mencoba menganalisis untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Konsep 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek penelitian. Sering pula variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam penelitian peristiwa/gejala yang akan diteliti (Sumadi Suryabrata, 2000:72). Sedangkan


(32)

menurut Suharsimi Arikunto (2006:19) bahwa variabel adalah subjek atau objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian variabel tunggal yang dipusatkan pada

eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

2. Definisi Konsep

Adapun indikator dalam penelitian ini adalah eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan, yakni mengenai:

2.1 Masih dilaksanakannya budaya sebambangan oleh masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Harsijo (1999:96), mengemukakan apabila yang dimaksud dengan kebudayaan itu adalah segala yang diciptakan, segala yang dikarsakan, dan segala yang dirasakan oleh manusia. Maka segalanya itu harus merupakan hasil dari pelajaran, dan bukan dari hasil ketururnan biologis.

Masih dilaksanakannya budaya sebambangan memiliki arti bahwa, masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan masih memilih cara tersebutdibandingkan dengan cara lainnya yaitu intar padang yang sesungguhnya lebih disukai dalam pelaksanaan proses perkawinan.

2.2 Perkembangan budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Pada hakikatnya perkembangan, khususnya perkembangan pada suatu kebudayaan merupakan suatu keharusan. Proses ini merupakan hasil dari


(33)

pembelajaran dari masa lalu yang bertujuan untuk memperbaiki individu atau kelompok kearah yang lebih sempurna dan berlangsung secara terus menerus.

Menurut E. B. Harlock, perkembangan merupakan serangkaian perubahan

progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman yang terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitataif dan kuantatif. Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan pada diri individu. Sedangkan Kasiram menyatakan bahwa, perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya. (http://muda.kompasiana.com/ 2013/05/19/perkembangan/)

Bruner dalam Koentjaraningrat (1990:104), menyatakan bahwa adat-istiadat tradisional umumnya bukan menjadi kendur tetapi menjadi ketat. Selanjutnya, Titik Tri Wulantutik dan Trianto (2008:66), mengemukakan bahwa manusia sebagai warga masyarakat manapun tidak dapat mengisolasi diri dari perubahan yang terjadi. Dalam kondisi ini manusia dihadapkan pada dua pilihan dilematis, yaitu bergabung atau bertarung, bersanding atau bertanding, yang kemudian melahirkan atau mengalirkan dinamika.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan yaitu merupakan perubahan individu atau kelompok kearah yang lebih sempurna yang merupakan


(34)

penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya, terjadi dari proses terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus.

Perkembangan budaya sebambangan, yang dimaksud disini yaitu bagaimanakah perkembangan budaya sebambangan yang ada pada masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

2.3 Eksistensi budaya sebambangan di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Menurut Zainal Abidin, Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. (http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/22/eksistensi-manusia-4440 68.html)

Eksistensi budaya sebambangan memiliki arti yaitu apakah budaya sebambangan

yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan masih dilaksanakan dan dalam proses pelaksanaan perkawinan tersebut mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi dan keterangan-keterangan yang diperlukan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer


(35)

1.1 Observasi atau Pengamatan

Observasi lapangan adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi langsung pada objek penelitian. Untuk mendapatkan data geografi yang aktual dan langsung, kita harus melakukan observasi lapangan (Nursid Sumaatmadja, 2001:105). Teknik pengamatan ini digunakan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan serta berbagai hal tentang eksistensi budaya sebambangan

(kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan.

1.2 Wawancara

Wawancara yaitu pertemuan yang langsung direncanakan antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan/menerima informasi tertentu. Menurut Moleong (2005:148) wawancara adalah kegiatan percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan yang diwawancarai. Wawancara dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau sejumlah pihak yang terkait dan berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:


(36)

2.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

2.2 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian yaitu penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif ini adalah analisis terhadap informasi yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta-fakta, data yang diperoleh di lapangan.

Teknik analisis data kualitatif digunakan dengan cara menyajikan hasil wawancara dan melakukan analisis serta menarik kesimpulan terhadap informasi yang ditemukan di lapangan sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian akan ditarik kesimpulan.


(37)

V.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang eksistensi budaya

sebambangan (kawin lari) dalam masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa:

1. Budaya sebambangan pada masyarakat adat suku Lampung Pepadun di Kampung Cugah terlaksana karena telah menjadi kebiasaan turun-temurun dan menjadi adat istidat masyarakat setempat, adanya ketidaksetujuan orang tua untuk menikahkan anaknya, serta dorongan ketidakmampuan ekonomi untuk menikahkan anak secara intar padang.

2. Budaya sebambangan telah mengalami perubahan, diantaranya tidak dilaksanakannya lagi sebambangan dengan cara ditekop (memaksa gadis

untuk sebambangan). Perubahan juga terjadi pada prosesi upacara-upacara adat yang telah disatukan, dengan tujuan untuk lebih menghemat waktu, biaya dan tenaga yang harus dilakukan selama pelaksanaan sebambangan

berlangsung.

3. Budaya sebambangan masih ada, dan tetap dilaksanakan oleh masyarakat setempat, serta tetap terjaga keberadaan/eksistensinya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan sebambangan itu sendiri yang telah menjadi adat istiadat kampung setempat, keberadaan pemuka adat (puyimbang tiyuh), dan juga tingkat


(38)

ekonomi masyarakat setempat yang masih tergolong masyarakat kelas menengah ke bawah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Sebambangan harus tetap dipertahankan kelestarian dan hakikatnya yaitu untuk menjembatani kesepakatan-kesepakatan keluarga guna mencapai perkawinan, serta mendukung pelestarian budaya oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan sebambangan merupakan salah satu dari keberanekaragaman kebudayaan di Indonesia yang perlu dipertahankan dan dilestarikan oleh pewaris kebudayaan tersebut yaitu masyarakat adat Lampung Pepadun guna menunjang kekayaan kebudayaan nasional.

2. Masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Cugah sebaiknya mengurangi jumlah sebambangan dan kedua calon pasangan (bujang dan gadis) mengikuti cara intar padang yang lebih disukai serta mendapatkan restu kedua orang tua.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Panduan Belajar Antropologi Untuk Kelas 3 SMU. Yudhistira. Jakarta

Anthony Giddens. 2003. Masyarakat Post-Tradisional. Ircisod. Yogyakarta A. P. Mangkunegara. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Remaja

Rosda. Bandung

Ali Imron. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Budiyono. 2003. Dasar-Dasar Geografi Sosial. Bahan Ajar. FKIP Unila. Bandar Lampung

George Ritzer. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

H B Sutopo. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung Harsijo. 1999. Pengantar Antropologi. Putra Abardin. Bandung

Herman Warsito. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Hilman Hadikusuma. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung

Ida Bagus Mantra. 2003. Pengantar Studi Demografi. Nur Cahya. Yogyakarta

Iskandarsyah. 2005. Sejarah Hukum Adat Lampung Pepadun Way Kanan. Universitas Lampung. Bandar Lampung

J Moleong Lexi. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.

K. Wardiyatmoko. 1995. Pengantar Geografi SMA Kelas II. Erlangga. Jakarta Koentjaraningrat. 1984. Antropologi Sosial. Dian Rakyat. Jakarta.


(40)

Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Masri Singarimbun. 2008. Metode Penelitian Survey. PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Mohammad Kasiram. 1983. Ilmu Jiwa Perkembangan. Usaha Nasional. Surabaya Monografi Kampung Cugah Tahun 2012

Monografi Kecamatan Baradatu Tahun 2012

Nursid Sumaatmadja. 2001. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Alumni. Bandung.

N. Daldjoeni. 1992. Pengantar Geografi. Alumni. Bandung

R. Bintarto dan S. Hadisumarno. 1977. Metode Analisa Geografi. PP3ES. Jakarta Rizani Puspawidjaja. 2006. Hukum Adat Dalam Tebaran. Universitas Lampung.

Bandar Lampung

Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Subarjo. 2003. Meteorologi dan Klimatologi (Buku Ajar). FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sudarmi. 2005. Geografi Regional Indonesia (Buku Ajar). FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta. Bandung. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta. Rineka Citra

Sumadi Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers. Jakarta.

Sumiyati. 2011. Tinjauan Geografis Pola Pemukiman Penduduk di Kampung Sindang Agung Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Lampung Utara Tahun 2011 (Skripsi). Unila. Bandar Lampung.

Suyanto, Bagong, dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta


(41)

Titik Triwulan Tutik, dan Trianto. 2008. Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial Budaya. Lintas Pustaka. Jakarta

Way Kanan Dalam Angka Tahun 2007

http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/22/eksistensi-manusia-4440 68.html. Di- unduh pada tanggal 21 Juni 2012

http://hadilandak.wordpress.com/konsep-geografi/geografi-budaya/. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2012

http://herodigeo.blogspot.com/2010/11/geo-geografi-budaya.html. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_budaya. Diunduh pada tanggal 26 April 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/ pengertian_ekonomi. Diunduh pada tanggal 20 April 2013

http://idhoidhoy.blogspot.com/2011/10/pertumbuhan-penduduk-dan-faktor-yang. Html. Diunduh pada tanggal 20 April 2013

http://indonesia2000.blogspot.com/2012/03/budaya-lampung.html. Diunduh pada tanggal 7 Oktober 2012

http://infosos. wordpress.com/kelas-xii-ips/modernisasi-dan-globalisasi/. Diunduh pada tanggal 17 Januari 2013

http://muda. kompasiana.com/2012/02/19/pengaruh-globalisasi-terhadap-remaja/. Diunduh pada tanggal 17 Januari 2013

http://muda.kompasiana.com/2013/05/19/perkembangan/. Diunduh pada tanggal 19 Mei 2013

http://pakarinfo.blogspot.com/2010/06/istilah-kawin-sebambangan-dalam.html. Diunduh pada tanggal 26 April 2012

http://thedarkancokullujaba.blogspot.com/2012/09/pengertian-ekonomi.html. Diunduh pada tanggal 17 Januari 2013


(42)

(43)

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 27 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Pelaku sebambangan

Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Sebambangan sina adat istiadat jelma Lampung pepadun sai kak wat jak zaman ninik puyang. Sebambangan dacok terjadi amun wat meranai rik muli sai kak ngerasa cocok untuk kahwin, tapi hulun tuha jama keluarga kerua belah pihak makna salah satuna kurang setuju, sehingga pasangan sina memilih ngelakukon sebambangan. Delom pelaksanaanna, si muli ninggalkon surat di nuwa hulun tuhana sai isina kilu mahaf jama penjelasan bahwa kak ninggalkon nuwa haga haguk pok keluarga meranai, jama munih kak ninggalkon duit sai kak di kilu muli jama meranai mari ngelaksanakon sebambangan. Amun dienah jak faktor ekonomi dacok dicawakon sebambangan terjadi bak ulah pihak meranai mak sanggup memenuhi duit kiluan sai dikehagakon pihak muli jama keluargana. Sebambangan dacok terjadi bak ulah pengaruh lingkungan sosial pok pelaku sebambangan tinggal serani-rani sai merupakon masyarakat adat Lampung Pepadun, sebagian balak delom perkawinan secara sebambangan, jadi mempengaruhi meranai rik muli di Tiyuh Cugah lebih memilih ngelaksanakon sebambangan jak intar padang. Ganta sa sebambangan delom pelaksanaanna kak ngalami perubahan, sa dacok dienah delom upacara adat. Misalna acara adat ngejuk pandai anak muli bakbai, ganta sa kak dibarongkon jama sujud padahal seharusna dilaksanakon sayan, sa dilakukon bak ulah alasan mari ngehemat waktu jama biaya. amun dienah jak perkembangan di masyarakat, sebambangan mak akan lebon jak masyarakat adat Lampung Pepadun khususna di Tiyuh Cugah alasanna bak ulah sebambangan kak jadi tradisi jama adat istiadat, jama munih pasti wat kemungkinan hulun tuha rik keluarga mak ngenjui restu jama anakna bak ulah nayah alasan tiyan.

Terjemahan Hasil Wawancara

Sebambangan merupakan adat istiadat masyarakat Lampung pepadun yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Sebambangan dapat terjadi jika ada bujang dan gadis yang sudah merasa cocok untuk melaksanakan perkawinan, akan tetapi orang tua dan keluarga kedua belah pihak atau salah satu pihak kurang setuju, sehingga pasangan tersebut memilih untuk melaksanakan sebambangan. Dalam pelaksanaannya, si gadis meninggalkan sepucuk surat dirumah orangtuanya yang berisikan permohonan maaf dan penjelasan bahwa telah meninggalkan rumah menuju kediaman keluarga pihak bujang, dan juga telah meninggalkan sejumlah uang untuk melaksanakan sebambangan. Jika dilihat dari faktor ekonomi dapat dikatakan sebambangan terjadi karena pihak bujang tidak mampu memenuhi permintaan mahar (serah) yang ditetapkan oleh pihak gadis dan keluarganya.

Sebambangan dapat terjadi karena pengaruh lingkungan sosial tempat pelaku

sebambangan tinggal sehari-hari yang merupakan masyarakat adat Lampung Pepadun, sebagian besar dalam melaksanakan perkawinan melalui prosesi sebambangan daripada

intar padang. Saat ini sebambangan dalam pelaksanaannya sudah mengalami beberapa perubahan, hal ini dapat terlihat dalam prosesi tata upacara adat. Misalnya acara adat

ngejuk pandai anak muli bakbai, digabung pelaksanaannya bersama acara sujud yang seharusnya dilaksanakan tersendiri, hal ini dilakukan dengan alasan untuk menghemat waktu dan biaya. Jika dilihat dari perkembangan di masyarakat, sebambangan tidak akan hilang dari masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya di Kampung Cugah dengan adanya alasan sebambangan sudah menjadi tradisi dan adat istiadat, dan juga selalu ada kemungkinan orangtua serta keluarga tidak memberi restu kepada anaknya dengan berbagai alasan mereka.


(44)

Basri Sumbai

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 15 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Pemuka adat

Keterangan: Informan kunci

Hasil Wawancara

Sebambangan pagun dilakukon di Tiyuh Cugah, sai ngelakukon sebambangan disebabkon bak ulah pereda gering. Mari sebambangan dacok dilakukon meranai rik muli harus saling setuju ngelakukon sebambangan. Sebambangan sai dilaksanakon jelma tiyuh ganta sa layon gokgoh sai dilakukon ninik puyang jelma adat lampung Pepadun di Tiyuh Cugah. Ho na sebambangan dapok terlaksana walau sai pihak mak haga ngelakukonna, cara gokgoh sija dikenal jelma tiyuh disebut ditekop. Sebambangan dacok dilakukon meranai rik muli bak ulah faktor kemaksetujuan hulun tuha, keadaan ekonomi, tapi status adat mak jadi pertimbangan amun haga ngelakukon sebambangan. Sebambangan mak perlu dilestarikon, tapi bak ulah sebambangan kak wat jak hona jama munih wat macom-macom faktor sai ngedukung terjadina sebambangan, jadi sebambangan sampai kapan juga pasti wat dan dilakukon jama jelma adat Lampung di Tiyuh Cugah.

Terjemahan Hasil Wawancara

Sebambangan masih dilaksanakan di Kampung Cugah. Sebambangan di Kampung Cugah yang melakukan sebambangan di dasari oleh rasa suka sama suka. Agar sebambangan

dapat berlangsung mka bujang dan gadis harus saling menyetujui untuk melaksanakan

sebambangan. Sebambangan yang dilaksanakan oleh masyarakat saat ini bukan seperti yang dahulu dilakukan oleh nenek moyang masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Cugah. Dahulu sebambangan dapat terjadi walaupun salah satu pihak tidak ingin melakukannya, cara seperti ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan

ditekop. Sebambangan dapat dilakukan oleh bujang dan gadis berdasarkan faktor ketidaksetujuan orang tua, keadaan ekonomi, akan tetapi faktor status adat tidak menjadi pertimbangan untuk melaksanakan sebambangan. Sebambangan tidak perlu dilestarikan, akan tetapi karena sebambangan telah ada sejak dahulu dan terdapat berbagai faktor yang mendasari terjadinya sebambangan maka sebambangan sampai kapanpun akan tetap ada dan dilakukan oleh masyarakat adat Lampung di Kampung Cugah.


(45)

Way Besai

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 41 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Masyarakat

Keterangan: Informan tambahan

Hasil Wawancara

71 % atau lebih jak kenengah jelma Lampung Tiyuh Cugah ngelakukon sebambangan. Sebambangan dimulai amun muli kilu duit sai renik balakna mak nentu, ninggalkon duit, ningggalkon surat langsung lapah jama meranai, sekitar ruwa bingi ngantak salah, ruwa bingi luot manjau sabai pelalas ngayot-ayot, jaksan hulun tuha muli rik meranai berunding nentukon kemeda rasan haga teguwai, sekitar lima rani selanjutna ngantakkon alat sujud, ngantakkon jelma sebai, ragah, muli, meranai. Terakhir ngantakkon kebiyan sa jemoh sujud, mulang jak sujud nikah. Telu rani lapah manjau mirul/mehanian. Sebambangan dilakukon atas kehagaan muli meranai sayan, makdok alasan-alasan, tapi harus ninggalkon duit, ninggalkon surat. Amun at, sina sai di susul mehani atau keluargana, sampai muli sina di akuk luot muloh haguk nuwa, layon urung cuma ganti waktu. Waktu ngayot-ayot, hulun tuha muli kilu duit tambuhan jama pihak meranai, andaikata kiluan na sejuta (Rp.1.000.000,-), ram wat pat ratus (Rp.400.000,-), yu antakkon, dapok cukup sejuta (Rp.1.000.000,-) yu sina lebih helau. Kiluan sina pasti balak, tergantung hagana keluarga muli jama munih ngenah tingkat punyimbang tiyuhna. amun waktuna geluk hulun tuha temu hulun tuha atau intar padang. Intina sebambangan sina amun muli rik meranai kak jama-jama gering mak peduli alasan-alasan dacok ngelaksanakon sebambangan, muli kilu duit tengepik jama meranai di juk i meranai maka langsung sebambangan, sai penting dang makdok duit dang makdok surat, dibedak hulun amun makdok sin, sai nawak sina sai haga sepagasan ho. Ram makpandai ngerubah sebambangan, bak ulah adat, sebambangan tetop helau, tetop berlaku damun jelma ram Lampung Way Kanan, mak perlu ngapi-ngapi, bak ulah sina adat. Sebambangan harus tetop dilaksanakon mari ngejaga kelestarian budaya/tradisi jama adat istiadat jelma adat Lampung Pepadun khususna di Tiyuh Cugah.

Terjemahan Hasil Wawancara

71 % atau lebih dari setengah masyarakat adat Lampung Kampung Cugah melakukan

sebambangan. Sebambangan dimulai jika gadis meminta uang (mahar) yang besar kecilnya tidak tentu, meninggalkan uang, meninggalkan surat langsung selarian dengan bujang. Sekitar dua malam selanjutnya ngantak salah, dua malam lagi manjau sabai langsung ngayot-ayot,

saat itu juga orang tua gadis dan bujang bermusyawarah menentukan kapan urusannya akan dilaksanakan, sekitar lima hari selanjutnyamengantarkan alat sujud, mengantarkan orang ibu-ibu, bapak-bapak, gadis, bujang. Terakhir mengantarkan calon suami hari ini besok sujud, pulang dari sujud, nikah. Tiga hari kemudian pergi manjau mirul/mehanian. Sebambangan

dilakukan atas keinginan gadis dan bujang sendiri, tidak ada alasan-alasan, tetapi harus meninggalkan uang, meninggalkan surat. Jika tidak, itu yang disusul saudara laki-laki atau keluarganya si gadis, sampai gadis itu diambil kembali pulang ke rumah, bukan tidak jadi tapi mengganti lain waktu. Waktu ngayot-ayot, orang tua gadis meminta uang tambahan dengan pihak bujang, seandainya permintaannya sejuta (Rp.1.000.000,-), tapi adanya empat ratus ribu (Rp.400.000,-), ya berikan, bisa cukup sejuta (Rp.1.000.0000,-) ya itu lebih bagus. Permintaan itu pasti besar, tergantung keinginannya keluarga gadis dan juga melihat keadaan keluarga bujang dan juga tigkat kepunyimbangannya. Jika melihat waktu lebih cepat intar padang. Intinya sebambangan itu jika gadis dan bujang telah saling menyukai tidak peduli alasan-alasan dapat melaksanakan sebambangan, gadis meminta uang tengepik pada bujang, dan diberikan oleh bujang maka langsung sebambangan, yang penting jangan tanpa uang, tanpa surat, disusul orang jika tidak ada itu, yang seperti itu yang bias sebunuhan itu. Kita tidak bisa merubah sebambangan,karena adat, sebambangan tetap bagus, tetap berlaku jika orang Lampung Way Kanan, tidak perlu melakukan apa-apa, karena itu merupakan adat-istiadat. Sebambangan harus tetap dilaksanakan untuk menjaga kelestarian budaya/tradisi dan adat istiadat masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya di Kampung Cugah.


(46)

Sampurna

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 31 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Kepala keluarga pelaku sebambangan

Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Sebambangan pagun tetop dilaksanakon jelma adat Lampung pepadun di Tiyuh Cugah, bak ulah sina adat istiadat jama tradisi jak zaman ninik puyang. Tapi ganta sa delom pelaksanaanna, sebambangan kak ngalami perubahan terutama delom hal ucara-acara adat mari lebih ngehemat waktu, pekeran, jama tenaga. Sebambangan dacok dilakukon asalkon meranai rik muli kak pereda setuju ngelakukonna. keadaan ekonomi mak jadi pertimbangan delom ngelakukon sebambangan. Delom hal waktu, sebambangan nayah ngebelakon waktu, bak ulah makkung mastikon rani haga ngelangsungkon perkahwinan, sedangkon intar padang lebih cutik waktuna bak ulah kak radu nentukon rani H (perkahwinan) waktu dilakukonna rembuk kerua keluarga. Sebambangan dacok dilakukon asalkon meranai rik muli kak pereda gering jama setuju haga kahwin tanpa ngenah status adat, keadaan ekonomi, kemaksetujuan hulun tuha jama keluarga. Sebambangan harus tetop di jaga kelestarian na, bak ulah budaya asli jelma adat Lampung Pepadun khususna di Tiyuh Cugah sai kak wat jak zaman ninik puyang.

Terjemahan Hasil Wawancara

Sebambangan masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Cugah, karena merupakan adat istiadat dan sudah menjadi tradisi mulai dari zaman nenek moyang. Akan tetapi saat ini dalam pelaksanaannya, sebambangan telah mengalami beberapa perubahan terutama dalam hal upacara-upacara adat guna lebih menghemat waktu, pikiran, dan tenaga. Sebambangan dapat dilakukan asalkan bujang dan

gadis telah saling setuju untuk melakukannya. Keadaan ekonomi tidak menjadi pertimbangan dalam melakukan sebambangan. Dalam hal waktu, sebambangan akan lebih menghabiskan banyak waktu, karena belum memastikan hari untuk melangsungkan perkawinan, sedangkan intar padang akan lebih singkat karena telah menentukan dan menyetujui hari H (pelaksanaan) perkawinan saat dilaksanakannya rembuk kedua keluarga. Sebambangan dapat dilakukan asalkan bujang dan gadis telah saling suka dan setuju untuk menikah tanpa mengenal status adat, keadaan ekonomi, maupun ketidaksetujuan orang tua dan keluarga. Sebambangan harus tetap dijaga kelestariannya, karena merupakan budaya asli masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya di Kampung Cugah yang telah ada sejak zaman nenek moyang.


(47)

Budiman

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 62 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Kepala keluarga pelaku sebambangan

Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Sebambangan pagun tetop dilakukon di Tiyuh Cugah. Bak ulah pasangan meranai rik muli kak pereda gering jama mak haga diketahui hulun tuha jadi ngelakukon sebambangan. Sebambangan ngeluahkon biaya sai renik, sedangkon intar padang ngeluahkon biaya sai lebih balak. Sedangkon delom hal waktu sebambangan ngebelakon waktu sai lebih muni. Sebambangan dacok terjadi amun hulun tuha mak setuju sedangkon meranai rik muli kak setuju haga kahwin maka dacok ngelakukon sebambangan. Sebambangan sija merupakon adat sai harus diselesaikon secara musyawarah amun kak dilakukon meranai rik muli. amun pengenahan ku sampai kapanpun sebambangan pasti tetop wat di Tiyuh Cugah. Hal sija terjadi bak ulah macom-macom faktor sai ngedukung keberlangsungan sebambangan salah saina kemaksetujuan hulun tuha.

Terjemahan Hasil wawancara

Sebambangan masih tetap dilakukan di Kampung Cugah. Karena pasangan bujang dan

gadis telah saling suka dan tidak ingin diketahui oleh orang tua maka dilakukan

sebambangan. Sebambangan akan mengeluarkan biaya yang kecil, sedangkan intar padang akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Sedangkan dalam hal waktu

sebambangan akan menghabiskan waktu yang lebih lama. Sebambangan dapat terjadi jika orang tua tidak setuju sedangkan bujang dan gadis telah setuju untuk menikah maka dapat melakukan sebambangan. Sebambangan ini merupakan adat yang harus diselesaikan secara musyawarah jika telah dilakukan oleh pasangan bujang dan gadis. Menurut saya sampai kapanpun budaya sebambangan akan tetap ada di Kampung Cugah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang sangat mendukung keberlangsungan budaya sebambangan


(1)

Nama Gelar Usia Pendidikan Pekerjaan Agama 4 Nurdin Raja

Sampurna

49 SMP Wiraswasta Islam

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 31 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Kepala keluarga pelaku sebambangan Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Sebambangan pagun tetop dilaksanakon jelma adat Lampung pepadun di Tiyuh Cugah, bak ulah sina adat istiadat jama tradisi jak zaman ninik puyang. Tapi ganta sa delom pelaksanaanna, sebambangan kak ngalami perubahan terutama delom hal ucara-acara adat mari lebih ngehemat waktu, pekeran, jama tenaga. Sebambangan dacok dilakukon asalkon meranai rik muli kak pereda setuju ngelakukonna. keadaan ekonomi mak jadi pertimbangan delom ngelakukon sebambangan. Delom hal waktu, sebambangan nayah ngebelakon waktu, bak ulah makkung mastikon rani haga ngelangsungkon perkahwinan, sedangkon intar padang lebih cutik waktuna bak ulah kak radu nentukon rani H (perkahwinan) waktu dilakukonna rembuk kerua keluarga. Sebambangan dacok dilakukon asalkon meranai rik muli kak pereda gering jama setuju haga kahwin tanpa ngenah status adat, keadaan ekonomi, kemaksetujuan hulun tuha jama keluarga. Sebambangan harus tetop di jaga kelestarian na, bak ulah budaya asli jelma adat Lampung Pepadun khususna di Tiyuh Cugah sai kak wat jak zaman ninik puyang.

Terjemahan Hasil Wawancara

Sebambangan masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di

Kampung Cugah, karena merupakan adat istiadat dan sudah menjadi tradisi mulai dari zaman nenek moyang. Akan tetapi saat ini dalam pelaksanaannya, sebambangan telah mengalami beberapa perubahan terutama dalam hal upacara-upacara adat guna lebih menghemat waktu, pikiran, dan tenaga. Sebambangan dapat dilakukan asalkan bujang dan gadis telah saling setuju untuk melakukannya. Keadaan ekonomi tidak menjadi pertimbangan dalam melakukan sebambangan. Dalam hal waktu, sebambangan akan lebih menghabiskan banyak waktu, karena belum memastikan hari untuk melangsungkan perkawinan, sedangkan intar padang akan lebih singkat karena telah menentukan dan menyetujui hari H (pelaksanaan) perkawinan saat dilaksanakannya rembuk kedua keluarga. Sebambangan dapat dilakukan asalkan bujang dan gadis telah saling suka dan setuju untuk menikah tanpa mengenal status adat, keadaan ekonomi, maupun ketidaksetujuan orang tua dan keluarga. Sebambangan harus tetap dijaga kelestariannya, karena merupakan budaya asli masyarakat adat Lampung Pepadun khususnya di Kampung Cugah yang telah ada sejak zaman nenek moyang.


(2)

Nama Gelar Usia Pendidikan Pekerjaan Agama 5 Safar Raja

Budiman

61 SD Wiraswasta Islam

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 62 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Kepala keluarga pelaku sebambangan Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Sebambangan pagun tetop dilakukon di Tiyuh Cugah. Bak ulah pasangan meranai rik muli kak pereda gering jama mak haga diketahui hulun tuha jadi ngelakukon sebambangan. Sebambangan ngeluahkon biaya sai renik, sedangkon intar padang ngeluahkon biaya sai lebih balak. Sedangkon delom hal waktu sebambangan ngebelakon waktu sai lebih muni. Sebambangan dacok terjadi amun hulun tuha mak setuju sedangkon meranai rik muli kak setuju haga kahwin maka dacok ngelakukon sebambangan. Sebambangan sija merupakon adat sai harus diselesaikon secara musyawarah amun kak dilakukon meranai rik muli. amun pengenahan ku sampai kapanpun sebambangan pasti tetop wat di Tiyuh Cugah. Hal sija terjadi bak ulah macom-macom faktor sai ngedukung keberlangsungan sebambangan salah saina kemaksetujuan hulun tuha.

Terjemahan Hasil wawancara

Sebambangan masih tetap dilakukan di Kampung Cugah. Karena pasangan bujang dan

gadis telah saling suka dan tidak ingin diketahui oleh orang tua maka dilakukan

sebambangan. Sebambangan akan mengeluarkan biaya yang kecil, sedangkan intar

padang akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Sedangkan dalam hal waktu sebambangan akan menghabiskan waktu yang lebih lama. Sebambangan dapat terjadi jika orang tua tidak setuju sedangkan bujang dan gadis telah setuju untuk menikah maka dapat melakukan sebambangan. Sebambangan ini merupakan adat yang harus diselesaikan secara musyawarah jika telah dilakukan oleh pasangan bujang dan gadis. Menurut saya sampai kapanpun budaya sebambangan akan tetap ada di Kampung Cugah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang sangat mendukung keberlangsungan budaya sebambangan antara lain ketidaksetujuan orang tua.


(3)

Nama Gelar Usia Pendidikan Pekerjaan Agama 6 Selviana Nyai Rajo 25 D2 Guru Honorer Islam

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 53 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Pelaku sebambangan Keterangan: Informan utama

Hasil Wawancara

Di tiyuh cugah pagun dilaksanakon sebambangan, sebambangan sina disebabkon nayah alasan, sai pertama makdapok restu hulun tuha, sai keruwa makdok ekonomi sai cukup, sai ketelu pengaruh lingkungan. Waktu pelaksanaan sebambangan mak ditentukon, seandaina kiluan muli kak wat kak dacok lapah tergantung jak pihak meranai kemeda kiluna. amun sebambangan jama intar padang, tentu lebih balak biaya amun intar padang. Amun waktuna lebih muni sebambangan, intar padang ho kan kak gokgoh cara pasar, selamaran nawak sina. intar padang ho jak selamaran selesai langsung nentukon rani, jadi muni sebambangan. Saran ku sebambangan sina perlu dilestarikon, intina sina ciri khas jelma Lampung, amun intar padang sai sujud pai ampai takuk sina kan umum gokgoh kebudayaan sai barih.

Terjemahan Hasil wawancara

Di Kampung Cugah tetap dilaksanakan sebambangan, sebambangan itu disebabkan berbagai alasan, yang pertama tidak mendapat restu orang tua, yang kedua tidak ada ekonomi yang cukup, yang ketiga pengaruh lingkungan. Waktu melakukan sebambangan tidak ditentukan, seandainya permintaan gadis sudah ada sudah bisa sebambangan tergantung dari pihak bujang kapan maunya. Jika sebambangan dengan intar padang, tentu lebih besar biaya jika intar padang. Jika waktunya lebih lama sebambangan, intar padang itukan sudah sama seperti cara masyarakat umum, selamaran seperti itu. Intar padang itu jika selamaran selesai maka langsung menentukan hari H, jadi lama

sebambangan. Saran saya sebambangan itu perlu dilestarikan, intinya itu ciri khas orang

Lampung, jika intar padang yang sujud dulu baru diambil itukan umum seperti kebudayaan lain.


(4)

Nama Gelar Usia Pendidikan Pekerjaan Agama 7 Rahmat

Saleh

Raja Indra 22 SMA Wiraswasta Islam Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 13 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Masyarakat

Keterangan: informan tambahan

Hasil Wawancara

Budaya sebambangan pagun dilakukon di Tiyuh Cugah, bak ulah merupakon adat istiadat Lampung Way Kanan, sehingga wajib dilestarikon. Sebambangan disebabkon ulah situasi jama kondisi meranai rik muli sai minim sehingga terjadilah sebambangan. Sebambangan lebih nguntungkon bak ulah lebih cutik ngeluahkon biaya. Intar padang umumna betele-tele bak ulah nayah mekerkon pertimbangan, sedangkon sebambangan lebih geluk bak ulah meranai rik muli kak pereda haga kahwin, sehingga harus geluk diselesaikon mari dacok kahwin. Faktor sosial cukup mempengaruhi sebambangan, keadaan ekonomi, jama suku munih mempengaruhi sebambangan. Garis keturunan mak jadi pengahalang haga ngelakukon sebambangan asalkon meranai rik muli sija kak pereda gering dan cocok haga kahwin. Amun pendapatku, helauna sebambangan sa dikurangi, mak jadi ram lebonkon bak ulah merupakon adat istiadat Lampung. Cukup dikurangi mari ngelebonkon dampak negatif misalna luwah emosi jama perselisihan antar keluarga. Jama catatan tetop ngedepankon musyawarah mufakat guna nyelesaikon segala permasalahan.

Terjemahan Hasil Wawancara

Budaya sebambangan masih dilakukan di Kampung Cugah, karena merupakan adat istiadat Lampung Way Kanan, sehingga wajib dilestarikan. Sebambangan disebabkan oleh situasi dan kondisi bujang dan gadis yang minim sehingga terjadilah sebambangan, salah satu faktor disebabkan karena salah satu dari orang tua tidak setuju sehingga terjadilah

sebambangan. Sebambangan lebih menguntungkan karena lebih sedikit mengeluarkan

biaya. Intar padang umumnya bertele-tele karena banyak memikirkan pertimbangan, sedagkan sebambangan lebih cepat karena bujang dan gadis telah saling mau menikah, sehingga harus diselesaikan untuk segera melakukan perkawinan. Faktor sosial cukup mempengaruhi sebambangan, keadaan ekonomi, dan suku pun mempengaruhi sebambangan. Garis keturunan tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan sebambangan asalkan bujang dan gadis ini telah saling suka dan cocok untuk menikah. Kalo pendapat saya, sebaiknya sebambangan ini dikurangi, tidak bisa kita hilangkan karena merupakan adat istiadat Lampung. Cukup dikurangi untuk menghilangkan dampak negatif antara lain timbulnya emosi dan perselisihan antar keluarga. Serta dengan catatan tetap mengedepankan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan segala permasalahan.


(5)

Nama Gelar Usia Pendidikan Pekerjaan Agama

8 Ahmad Sutan Kanca Marga 53 SMA Tani Islam

Suku: Lampung Pepadun

Alamat: Jln. Lintas Sumatera No. 41 RT 01/01 Kampung Cugah Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan

Status: Pemuka adat

Keterangan: Informan kunci

Hasil Wawancara

Di tiyuh Cugah pagun wat sebambangan. Sebambangan ho terjadi amun muli rik meranai kak pereda setuju haga kahwin, setuju atau mak setuju hulun tuha, tiyan akan tetop ngelakukon sebambangan. Awal na muli ninggalkon surat sai intina nerangkon amun ya kak bakbai sebambangan, ngitai meranai sai tetulis geralna didisan, ninggalkon duit tengepik munih. Setelah ruwa atau telu rani pihak keluarga meranai harus ngantak salah, ngusung macom-macom alat mengan, biyas, gulai, alat nginum, manuk, jama kambing. Setelah sina diterima keluarga si muli, selanjutna pira rani kemudian manjau pesabaian, biasana sekalian ngusung meranai lapah ngayot-ayot, ngenalkon hulun tuha beserta keluarga muli jama calon anak mengiyan tiyan. Setelah sina selesai sina hulun tuha muli rik meranai ngadakon musyawarah tentang kiluan duit tambuhan jama kapan rasan sija haga diselesaikon. Pihak muli sija pasti kilu luot duit tambuhan jama keluarga meranai walaupun maksepenuhna dijuk i meranai rik keluargana. setelah unyin-unyinna selesai jama disepakati di rani sai di tentukon, pihak keluarga meranai dengan ngantak kon meranai dandan adat Lampung sija sujud jama keluarga pihak muli. Biasana amun waktuna cukup dengan catatan pok tiyuh meranai ridik, maka dacok langsung selesai akad rani sina do. Selesai sujud meranai mulang haguk keluargana, sedangkon keluarga pihak muli nyusul mari haga ngahwinkon anakna. Sai terakhir, punyimbang-puyimbang tiyuh harus ngenjuk i adok jama muli rik meranai sai kak kahwin sina, disebut niktik canang, selesailah prosesi sai harus dilalui jak awal sampai akhir. Sebambangan sija makdok faktor sai ngeharuskonna dilakukon, bak ulah sebambangan sina kak jadi kebiasaan jelma adat Lampung pepadun di tiyuh Cugah. Amun dienah jak ekonomi, biasana lebih ekonomis sebambangan, bak ulah amun muli kak dipok meranai, hulun tuha muli makjadi terlalu berkeras lagi. Amun intar padang hulun tuha muli bersikeras jam kiluanna, bak ulah harus dituruti makna mak jadi. Amun waktu gokgoh gawoh tergantung perundingan keruwa belah pihak. Sebambangan sija adat istiadat Lampung sai kak diakui pemerintah, jadi mak akan lebon sampai kapanpun, tagankon gawoh apa adana.

Terjemahan Hasil Wawancara

Di Kampung Cugah masih ada sebambangan. Sebambangan itu terjadi jika gadis dan bujang sudah saling setuju untuk menikah, setuju atau tidaksetuju orang tua, mereka akan tetap melakukan sebambangan. Awalnya gadis meninggalkan surat yang intinya menerangkan jika dia sudah sebambangan, dengan bujang yang namanya tertulis di situ, meninggalkan duit tengepik juga. Setelah dua atau tiga hari pihak

bujang harus ngantak salah, membawa bermacam-macam alat makan, beras, lauk-pauk, alat minum,

ayam, dan kambing. Setelah itu diterima oleh keluarga si gadis, selanjutnya beberapa hari kemudian

manjau pesabaian, biasanya sekalian membawa bujang untuk ngayot-ayot, mengenalkan orang tua

beserta keluarga gadis dengan calon menantu mereka. Setelah itu selesai orang tua gadis dan bujang mengadakan musyarawah tentang permintaan uang tambahan dan kapan urusan ini ingin diselesaikan. Pihak gadis ini pasti meminta kembali uang tambahan dengan keluarga bujang walaupun tidak sepenuhnya diberikan bujang dan keluarganya. Setelah semuanya selesai dan disepakati di hari yang ditentukan, pihak keluarga bujang mengantarkan bujang yang berpakaian adat Lampung sujud dengan keluarga pihak gadis. Biasanya jika waktunya cukup dengan catatan tempat kampung bujang dekat, maka dapat langsung selesai akad nikah hari itu juga. Selesai sujud, bujang pulang kepada keluarganya, sedangkan keluarga pihak gadis menyusul untuk menikahkan anaknya. Yang terakhir, puyimbang-puyimbang tiyuh harus memberikan gelar kepada gadis dan bujang yang sudah menikah itu, hal ini disebut niktik canang. Selesailah prosesi yang harus dilalui dari awal sampai akhir. Sebambangan ini tidak ada faktor yang mengharuskannya dilakukan, karena sebambangan ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Cugah. Jika dilihat dari ekonomi, biasanya lebih ekonomis sebambangan, karena jika gadis sudah berada di tempat bujang, orang tua gadis tidak bisa bersikeras lagi. Jika intar padang orang tua gadis akan bersikeras dengan permintaannya, karena harus dituruti jika tidak maka tidak jadi. Jika waktu sama saja tergantung perundingan kedua belah pihak. Sebambangan ini adat istiadat Lampung yang sudah diakui pemerintah, jadi tidak akan hilang sampai kapanpun, biarkan saja apa adanya.


(6)