ANALISIS PROSES PERUMUSAN DAN PENETAPAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG ( Peraturan daerah kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011)

(1)

THE ANALYSIS OF DRAFTING AND PROVISION PROCESSES OF MUNICIPAL SPACE MANAGEMENT POLICY

IN BANDAR LAMPUNG

(Bandar Lampung Regional Regulation Number 10 in 2011) By

SEPTRI CAHYA ARIFA

The objective of this research was to find out the drafting process of Bandar Lampung Regional Regulation Number 10 in 2011 about Municipal Space Planning in Bandar Lampung and factors influencing selection and adoption (provision) of Bandar Lampung Regional Regulation Number 10 in 2011. This was a descriptive research with qualitative method. Data were collected with interviews and documentations.

The results showed that (1) Arranging process of Local Regiolation runs into 10th Neighborhoods Local Regulation in 2011 to reform the city to be higher based on Local Reguation. However after the researcher analyzed that there are many problems such as , a zone that is not suitable in 10th Local Regulation in 2011 ; (2) policies contained in Regional Regulation Number 10 in 2011 were updates from Law Number 26 in 2007 and Regional Regulation Number 26 in 2008 because the latter was no longer possible to use.

The researcher recommends that process of drafting regional regulation should be more effective not to be too time consuming to build public understanding about a policy issuing plan about municipal space management in Bandar Lampung in the Regional Regulation Number 10 in 2011. Public socialization of the new policy should be more improved because public do not know much about regional space management planning and public do not understand what they will get from that space management planning.

Keywords : Policy formulation , Policy Determination , law draft/regional regulation draft


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PROSES PERUMUSAN DAN PENETAPAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG

( Peraturan daerah kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011) Oleh

SEPTRI CAHYA ARIFA

.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagai mana proses perumusan peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dan apa saja yang menjadi Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan atau tahap adopsi (penetapan) peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung .Metode yang digunakan adalah tipe penelitian deskripstif dengan pendekatan Kualitatif . Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi .

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Proses penyusunan perda ini berjalan berdasarkan Perda RTRW No 10 Tahun 2011 untuk menata kota sesuai acuan perda yang lebih tinggi akan tetapi setelah di analisis masih terdapat permasalahan seperti penataan zona yang tidak sesuai dengan zona yang di tata dalam perda RTRW No 10 Tahun 2011 (2) Kebijakan RTRW dalam Perda No. 10 Tahun 2011 merupakan pembaharuan dari Undang – undang No 26 Tahun 2007 dan Perda N0 26 Tahun 2008 karna perda ini sudah tidak memungkinkan karna RTRW Kota Bandar Lampung dinilai Masih Tumpang Tindih .

Peneliti merekomendasikan bahwa : sebaiknya dalam proses Rancancangan Perda hingga penetapan dalam Pembahasan nya sedikit lebih efektif jangan terlalu lama untuk membangun pemahaman publik terhadap rencana munculnya suatu kebijakan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Dalam Perda No. 10 Tahun 2011. Sebaiknya di tingkatkan lagi sosialisasi kepada Masyarakat karna masyarakat tidak begitu memahami apa itu tata ruang wilayah dan apa yang mereka dapatkan dari adanya perencanaan tata ruang .


(3)

(4)

ANALISIS PROSES PERUMUSAN DAN PENETAPAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA BANDAR LAMPUNG

(Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011)

(Skripsi)

Oleh : Septri Cahya Arifa

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Pikir ... 39 2. Susunan Strukutur Organisasi Kota Bandar Lampung ... 54 3. Struktur Organisasi DPRD Kota Bandar Lampung ... 57


(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

PERNYATAAN HALAMAN JUDUL RIWAYAT HIDUP MOTTO

PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Publik ... 10

B. Formulasi Kebijakan Publik ... 14

1. Model-Model Formulasi Kebijakan ... . 18

2. Formulasi Kebijakan Model Inkremental ... 21

C. Penetapan (Adopsi) Kebijakan ... 23

D. Aktor-Aktor Perumusan dan Penetapan Kebijakan Publik... 29

E. Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai Kebijakan Publik ... 32


(7)

B. Fokus Penelitian ... 42

C. Lokasi Penelitian ... 43

D. Jenis dan Sumber Data ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Teknik Analisis Data ... 49

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 51

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kota Bandar Lampung ... 53

1. Letak Geografis ... 53

2. Susunan Organisasi Kota Bandar Lampung ... 54

3. Susunan Organisasi DPRD Kota Bandar Lampung ... 57

B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung ... 69

C. Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bandar Lampung ... 72

D. Badan Hukum Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 74

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap Proses Perumusan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung………. 76

1. Isu Kebijakan ... 79

2. Tim Pengurus Kebijakan ... 81

3. Proses Publik ... 83

B. Tahap Proses Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung………. 85

1. Keputusan Eksekutif ... 86

2. Proses Legislasi ... 88

C. Tahap Penyusunan Perda ... 101

E. Faktor faktor Pemilihan Alternatif Kebijakan ... 105

E. Analisis Data... 107 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ...109

B. Saran ...113

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah Informan ... 48 Tabel 2. Nama Kecamatan , Ibu Kota , Jumlah Kelurahan , dan Luas

Wilayah kota Bandar Lampung per-Kecamatan (km2) ... 69 Tabel 3. Tahap Penyusunan Perda ... 104


(9)

Alhamdulilahirobbil’alamin ,segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan jidul “ANALISIS PERUMUSAN DAN PENETAPAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA

BANDAR LAMPUNG (Dalam Perda No. 10 Tahun 2011) “ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Administrasi Negara ( S.AN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki keterbatasan , ketidaksempurnaan, dan berbagai kekurangan , sehingga masih sangat membutuhkan keritik, saran , dan perbaikan dari berbagai pihak. Selama proses penyelesaian skripsi ini, peulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih , Terutama untuk keluarga penulis , Ayah , ibu , dan kakak – kakak ku . Terima Kasih atas semua doa dan dulungan nya yang selalu mengingatkan penulis bahwa tiada yang tidak mungkin dicapai asalkan kita mempunyai mimpi dan selalu berusaha untuk mewujudkan mimpi tersebut

BandarLampung, 27 November 2014

Septri Cahya Arifa 0856041044


(10)

(11)

(12)

(13)

MOTO

Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubah nasib mu sendiri

(Qs. Ar_9 : 11)

Pahlawan bukanlah orang yang berani menetakan pedangnya ke pundak lawan , tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang

yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah (Nabi Muhammad Saw )

Tiada sebuah keberhasilan selain terus berusaha dan meninggikan kesabaran


(14)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati sebagai hambanya tida kata lain selain ucap syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat dan ridhonya dalam menjalani kehidupan ini,Terima kasih untuk segalanya, semoga saya senantiasa

menjadi hambamu yang selalu bersyukur...

Kupersembahkan Karya sederhana ini untuk semua orang yang ku kasihi dan mengasihiku :

Kedua orang tua ku tersayang Ayahku tercinta Erie Cahri Lukman Ibuku Tercinta Rosmala Herli Yanti Rahim

Selalu menjadi sumber inspirasi di dalam kehidupanku selalu mendoakan dan mendukung segaka aktifitasku hingga sekarang semua curahan kasih sayang yang kalian berikan tidak akan mampu

aku gantikan dengan apapun

Kakakku Yeli Erika .S.pd ,Drs. Mursalin Thohir , Suphilawan Zam-zamy. S.sos, Wheni Guslia Refti, SST,M.Kes

Ponakan ku tercinta Alfath sayiddan , Abidzar Lian dan Muhamad Rasya Virendra

Kehadiran kalian menyempurnakan hidupku semoga kebahagian selalu bersama kita

Keluarga Besarku, sahabat, Himagara, Almamater dan seluruh dosen pengajar TERIMA KASIH UNTUK SEGALANYA


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Septri Cahya Arifa , penulis dilahirkan di Kalianda Lampung Selatan, pada tanggal 21 September 1990, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Erie cahri lukman dan Ibu Rosmala Herli Yanti Rahim. S.pd . Penulis merasa sangat beruntung dan bersyukur karena dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang harmonis.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) darmawanita yang diselesaikan pada tahun 1995, lalu lanjut ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Pasuruan Lampung Selatan lulus pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Penengahan Lampung selatan lulus pada tahun 2005, dan dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negri 1 Kalianda Lampung Selatan yang diselesaikan pada tahun 2008.

Pada Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan politik , Universitas Lampung .


(16)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil‟alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung (Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.10 Tahun 2011 )”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. ALLAH SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menciptakan siang dan malam yang selalu mengiringi hidup penulis, dan Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan inspirasi dalam kehidupan penulis.

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.


(17)

serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan proses akademik .

5. Bapak Dr. Bambang Utoyo.S . M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran, bimbingan, pengarahan, saran serta masukan dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Fery Triatmojo .S.A.N , M.P.A selaku dosen pembimbing pembantu yang telah meluangkan waktu ,memberikan keritik , saran , bimbingan , pengarahan dan nasehat , serta masukan dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripai ini.

7. Ibu Dr.Novita Tresiana, S.Sos. M.Si selaku dosen pembahas yang telah memberikan waktu , fikiran , kritik, saran ,dan masukan yang baik serta memberikan perhatiannya kepada penulis

8. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNILA, Bu Yayuk, Bu Meli, Bu Novita, Pak Noverman, Bu Devi, Pak Bambang, Bu Dewi, Pak Simon, Pak Syamsul,Pak Nana, Pak Fery,Pak Eko dan Bu Dian.. Terima kasih atas segala ilmu yang telah bapak ibu berikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah penulis peroleh selama perjalanan di kampus dapat menjadi bekal yang berharga untuk kehidupan penulis ke depannya.

9. Orang tuaku tercinta, anakmu ini mencoba memberikan yang terbaik untukmu. Betapa diri ini ingin melihat kalian bangga padaku. Betapa tak ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku. Terimakasih atas dukungan moril maupun materil untukku selama ini.kepada penulis. Ayah ku yang kubanggakan Erie Cahri Lukman , Ayah yang selalu menjadi sumber


(18)

inspirasiku, makasih ya yah buat Doa dan kesabaran ayah menanti gelar sarjana ini, Bundo ku tersayang Rosmala Herli Yanti Rahim.S.pd, sosok wanita hebat yang senantiasa berdoa bagi kesuksesan disetiap langkah anak-anaknya, yang selalu tiada henti mencurahkan kasih dan sayangnya kepada keluarga. Makasih ya bu buat doa dan keikhlasannya selama ini. Terima kasih ya Allah karena telah memberikan kedua orang tua yang hebat dan sangat luar biasa dalam hidupku. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan limpahan rahmat bagi kedua orang tua yang sangat kusayangi. Amiiin.

Kakak – kakak ku tersayang Yeli Erika . S.pd ,Drs. Mursalin Thohir , Suphilawan Zam- zami .S.Sos , Wheni Guslia Refti , SST,M.kes. Makasih kesabaran nya membimbing dan menyemangati setiap langkah pencapaian ini , semoga kita tetep menjadi kebanggaan ayah sama ibu .

Buat jagoan kesayangan bicik Abang Alfath Sayiddan , a‟a Abidzar Lian dan Adek Muhammad Rasya Virendra . makasih sayang kehadiran kalian adalah kebahagian yang sangat berharga.

Haria Family pak Anthony akib dan bicik suci ningsih. S.Pd makasih perlindungan nya, kasih sayang nya, kesabaran nya dan bimbingan nya , kak leza, bang bima , refi , yusha dan panca makasih bantuan nya dek , canda tawa n suka duka selama ini.

10. Keluarga besar ku tersayang (kakek-nenek,om-tante,sepupu-sepupu) sepupu ku adin langgir maksih din buat pembuka pemikiran awal skripsi aku , sepupu ku sinta si nona gaul makasih sapaan semangat nya , om udin n om iwan


(19)

11. Pihak-pihak informan yang bersedia meluangkan waktunya dan memberikan data kepada penulis serta seluruh pihak informan yang telah memberikan izin penelitian serta memberikan informasi, masukan, dan kerjasamanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

12. Untuk sahabat-sahabat ku shandy edo ,cici Regina, kiki, dan Fanny yang selalu menemani dan membantu penulis selama menjalani dunia perkuliahan , terimakasih atas kebaikan , dan kebersamaan kita selama ini

13. Untuk teman –teman my Anding ( jaya ) , kak mala , uda ari , gun , bang dino , adi jamet , dhea , Cece coro , bunga, wera , devi butet , shabet , bujang haris, buat bunk wartawan kota yang baik hati, tetangga idola boni Ricardo , teman KKN deby , yuyun , donny , adit wera , papi fidin , dan restri koplak rindu kebersamaann nya .

14. Untuk semua teman Ilmu Administrasi Negara angkatan 2008. Wawak ardian yg siap siaga , seva , rosta, beny, tiara , retno ,topik, desma, rahma , rima , ibu yani ,cupik , nurul ,intan, susi kumis, sari , kartika , joko, gilang , topan dan teman – teman yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terimakasih atas segala bentuk kebahagiaan dan bantuan yang kalian berikan selama ini. Keep contact guys!

15. Untuk Master Senior bang Brow alias panji, bang ijul , bang angga , boncu , enal ,kak vico , mba mely n mba fitry. Untuk Junior – junior ku „09‟ Fitry uni , deril , egnes , ria jab , icha , nina , arum dan semua nya makasih kuliah bersama nya dan jarkoman- jarkoman nya, khusus buat Maritha n tammy


(20)

makasih banget loh udah menemani dan membantu banyak banget , buat satu menejemen bimbingan Triyadi alias woro , licha icha, bunga mayang , hanny mutiara, maacih buat erisa dan tyo , pandu koboi junior , penyelamat desmon, astria ,nona , karina , nuzul dan sary unyil ,satria ,dita ,uyung , rizal back , makasih bantuan nya, vike , nyunyu , rio ciby , umi si penyapa hay jubs , yogi dan dimas hatim serta kantin pojok mba sry dan semuanya yang telah membantu. Terima kasih karena telah menjadi keluarga dan menjalin kebersamaan di Jurusan Ilmu Administrasi Negara UNILA.

16. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penelitan dan yang telah menemani penulis selama kuliah di UNILA yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih semuanya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 27 November 2014 Penulis

Septri Cahya Arifa NPM. 0856041044


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang mengandung pengertian sebagai “wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya”. Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap. Sedangkan aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan ruang untuk beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan ruang semakin tinggi.

Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan. Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ruang kehidupan


(22)

2

yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan.

Dalam pengelolaan tata ruang, perencanaan adalah proses yang berlanjut, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa. Perencanaan dalam sebuah kota bertujuan memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi kota yang ideal (good city). perencanaan kota, perancangan kota dan pemprograman kota prasarana kota yang saling ketergantungan dan keterpaduan .hal ini di karnakan pada suatu proses penataan ruang kota tidak mungkin jika salah satu aspek lebih di pentingkan ketimbang aspek lainnya. Ketidak selarasan ini lah yang menjadi salah satu penyebab kegagalan perencanaan, perancangan, atau pemprograman prasarana suatu kawasan atau kota.

Sebaliknya melalui keterpaduan dari ketiga aspek tersebut beserta aspek – aspek penunjang lainya yang terkait, baik dari segi proses, produk maupun manfaat yang akan di hasilkan. Oleh karna itu, sehubungan dengan hal tersebut di atas maka di pandang perlu untuk memahami lebih jauh prinsip – prinsip serta pengertian – pengertian mengenai keserasian dari aspek perencanaan, perancangan dan pemprogramaan prasarana kota yang kandungan maupun penerapannya di sesuaikan dengan kebutuhan daerah kota. Berlakunya Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, yang diikuti Peraturan Pemerintah Nomor 26


(23)

Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), menuntut seluruh daerah untuk merevisi dan menyesuaikan produk peraturan perundangan yang terkait dengan penataan ruang di masing-masing daerah agar sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut. Dimana semua Peraturan Daerah Provinsi tentang RTRW Provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 diberlakukan.

Sedangkan semua Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang RTRW Kabupaten/Kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 diberlakukan . Undang-undang ini diharapkan dapat mengatur bagaimana pelaksanaan pembangunan yang terarah sehingga pembangunan yang berkesinambungan tersebut dapat tercapai sehingga tanah-tanah yang ada dapat dipergunakan sebagaimana fungsinya. Disebutkan didalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 yang mengatur penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang nasional, penataan wilayah propinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten kota. Artinya, bukan hanya wilayah nasional, akan tetapi setiap propinsi dan kabupaten/kota memiliki rencana tata ruangnya masing-masing.

Dewasa ini dengan semakin banyaknya daerah-daerah yang memenuhi persyaratan, baik persyaratan administratif, teknis dan wilayah maka semakin banyak pula daerah-daerah baru yang terbentuk, baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II, Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus ibu kota provinsi Lampung, mempunyai misi untuk memberikan keselarasan aspek


(24)

4

sosial budaya, ekonomi serta lingkungan hidup dan tata ruang wilayah, diukur dari meningkatnya keselarasan dan konsistensi pemanfaatan tata ruang oleh masyarakat untuk peningkatan keselarasan antara manusia dan lingkungan serta meningkatnya kenyamanan wilayah kota untuk bermukim dan bekerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang di Kota Bandar Lampung, hal ini artinya RTRW kota haruslah berdasarkan pada peraturan tersebut. Dengan adanya Peraturan Daerah ini maka Kota Bandar Lampung dapat mengarahkan pembangunan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, seimbang dan berdaya guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional.Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung disusun sebagai alat oprasional pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota Bandar lampung.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung menjadi pedoman untuk acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah ( RPJMD). Acuan dalam pemanfaatan Ruang Wilayah Kota, acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kota. Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota yang dilakukan Pemerintah , Masyarakat dan Swasta .Pedoman untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi , perijinan , pemberian insentif dan dissinsentif serta


(25)

pegenaan sanksi dan peraturan dalam administrasi pertumbuhn dan pedoman , pelestarian lingkungan alami dan Keaneka Ragaman Hayati dari Wilayah kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung memiliki ruang lingkup peraturan yang terdiri dari tujuan , kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung. Salah satu yang menjadi kelemahan Kota Bandar Lampung dalam hal penataan ruang, Idealnya pemerintah harus dapat menyusun rencana dan pelaksanaanya bisa saja diserahkan oleh pihak swasta. Dinas Tata Kota dinilai masih diskriminasi. Ini terbukti masih kita jumpai di beberapa kawasan Kota Bandar Lampung yang seharusnya tak layak untuk dapat izin, namun dalam kenyataanya bangunan tersebut tetap kokoh berdiri.

Untuk mengantisipasi permasalahan ini sangat dibutuhkan produk rencana tata ruang yang berkualitas untuk menciptakan kota Bandar Lampung yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi. Seperti yang kita ketahui bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung telah memiliki rencana tata ruang wilayah berupa peraturan daerah yakni Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030. Dengan adanya Peraturan Daerah ini maka Kota Bandar Lampung dapat mengarahkan pembangunan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, seimbang dan berdaya guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional.

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 adalah mewujudkan Kota Bandar Lampung sebagai kota perdagangan dan jasa yang


(26)

6

aman, nyaman, dan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan alami dan keanekaragaman hayati serta keserasian fungsi pelayanan lokal, regional dan nasional. Penyusunan RTRW Kota dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan dalam lingkup kota dan kaitannya dengan propinsi dan kota/kabupaten sekitarnya, dengan tidak mengesampingkan wawasan perlindungan lingkungan terhadap sumber daya yang dimiliki daerah. RTRW Kota juga harus berlandaskan azas keterpaduan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan kerberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas.

Secara luas persoalan ini mengakibatkan, sejumlah muatan rencana tata ruang yang seharusnya bersifat lintas daerah (cross-jurisdictional), seperti jaringan transportasi dan infrastruktur, menghadapi masalah dalam kesinambungan perencanaan. Ketidaksinkronan ini berpotensi menimbulkan masalah demand-supply mismatch yang refleksinya berupa kemacetan akut, seperti yang terjadi di kawasan Kota Bandar Lampung. Kebijakan Otda secara fundamental telah menggeser kebutuhan pendekatan perencanaan tata ruang yang menitikberatkan pendekatan teknis (engineering approach), terhadap kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan kelembagaan (institutional approach) seperti pada priode sebelumnya.

Dewasa ini, singkronisasi perencanaan tata ruang antar daerah lebih banyak terkait dengan asfek kelembagaan yang berkutat dalam pengembangan aturan main, mekanisme koordinasi dan soal kepatuhan terhadap aturan oleh pihak yang terkait.


(27)

Dilihat dari persoalannya, jelas sekali diperlukan suatu pemahaman untuk mengurai hambatan koordinasi penataan ruang antar daerah dalam persfektif kelembagaan, guna mendukung proses perumusan kebijakan tata ruang pada berbagai tingkatan. Khususnya, menangani kebutuhan pengembangan tata ruang dalam skala lintas administrasi.

Risalah Rapat Paripurna DPRD Kota Bandar Lampung dalam Rangka Peyampaian Raperda RTRW Tahun 2011–2030, dalam pambahasan sidang RTRW terdiri dari 8 ( Delapan ) Pandangan Fraksi – Fraksi mengenai RTRW Kota Bandar Lampung Tahun 2011- 2030 . Menurut pandangan Fraksi Demokrat tentang RTRW harus mampu membagi berbagai zona pembangunan Kota secara arif dan bijaksana sehingga RTRW Kota Bandar Lampung di bagi menjadi 7 (Tujuh) bagian wilayah kota (BWK). Melalui pembagian wilayah kota ini diharapkan terdapat suatu interaksi yang harmonis antar bagian wilayah di Kota Bandar Lampung sehingga dapat mengarahkan pola pemanfaatan ruang yang perpotensi untuk berkembang, serta terciptanya keseimbangan dan kelestarian lingkungan dengan menjaga keseimbangan dan keserasian fungsi serta intensitas penggunaan lahan.

Peraturan Daerah RTRW ini melalui proses Pembahasan berdasarkan Undang- Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Naskah Perda yg di sampaikan oleh Walikota pada rapat Paripurna, Pandangan Umum Fraki – fraksi, jawaban Walikota atas Pandangan Umum Fraksi – Fraksi, pembahasan Perda oleh Pansus sampai akhirnya di Sahkan oleh anggota dewan.


(28)

8

Memperhatikan permasalahan penataan tata ruang wilayah serta adanya kekhawatiran bahwa substansi Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 belumlah sesuai dengan kerangka pembangunan wilayah, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Proses Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung”. Dimana analisis proses sistem adalah analisis yang tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun lebih berfokus pada proses politik dan interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah kebijakan. Proses politik yang terjadi dalam pembuatan kebijakan bisa dilihat dengan dua arah yakni proses interaksi para pemangku kepentingan dan struktur politis negara tempat sebuah kebijakan dibentuk.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah proses perumusan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung ?

2. Apasajakah Faktor - faktor yang mempengaruhi pemilihan atau tahap adopsi (penetapan) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung ?


(29)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses perumusan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung

2. Untuk mengetahui Faktor – faktor dalam menetapkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranyaadalah :

a. Secara teoritis,penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuanbagi penulis dan pembaca tentang proses perumusan dan penetapan kebijakan rencana tata ruang wilayah kotaBandar Lampung.

b. Secara akademis,penelitian ini diharapkan dapat memeperkaya khazanahilmiah dan sebagai bahan referensi maupun pembanding bagi mahasiswayang ingin melakukan penelitian di bidang ilmu kebijakan public dan tata ruang.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian kebijakan publik

Michael E. Porter (1998) mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif dari setiap Negara di tentukan oleh seberapa mampunya Negara tersebut menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing dari setiap actor di dalamnya, khususnya actor ekonomi. Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan pengertiannya dengan policy. Hal tersebutbarangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yangtepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir pada hakekatnya pengertiankebijakan adalah“Semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengancara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah” (Hoogerwerfdalam Sjahrir 1988, 66).

James E. Anderson (1978, 33), memberikan rumusan kebijakansebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansipemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Dari beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang policy (kebijakan)mencakup pertanyaan :what, why, who, where, dan how. Semua


(31)

pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga-lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.

Disamping kesimpulan tentang pengertian kebijakan dimaksud, pada dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan pemerintah serta perilaku negara pada umumnya (Charles O. Jones, 1991: 166). Langkah awal dari perumusan masalah adalah merasakan keberadaan masalah publik yang dibedakan dengan masalah privat.Pendefiisian masalah merupakan tahap penganalisisan dari metamasalah ke masalah subtantif.

Ketika masalah substantive dapat didefinisikan, maka masalah formal yang lebih rinci dan spesifik dapat dirumuskan. Proses penganalisisan atauperpindahan dari masalah subtantif ke masalah formal melalui penspesifikasian masalah yang secara tipikal meliputi pengembangan representasi model matematis formal dari masalah subtantif.

Banyak sekali pengertian yang telah diungkapkan oleh pakar tentang kebijakan publik yang telah diungkapkan oleh pakar tentangkebijakan publik, namun demikian banyak ilmuwan yang merasakan kesulitan untuk mendapatkan pengertian kebijakan publik yang benar-benar memuaskan. Hal tersebut dikarenakan sifat dari pada kebijakanpublik yang terlalu luas dan tidak spesifik dan operasional.Luasnya makna kebijakan publik sebagaimana disampaikan oleh Charles O. Jones (1991, 3) di dalam mendefinisikan kebijakan publik sebagai


(32)

12

antar hubungan di antara unit pemerintah tertentu dengan lingkungannya. definisi ini sangat luas sekali nuansapengertiannya, bahkan terdapat satu kesan sulit menemukan hakekat daripada kebijakan publik itu sendiri.

Santoso (1998:4-8) memisahkan berbagai pandangan tentang kebijakan publik ke dalam dua kelompok. Pemikiran pertama menyatakan bahwa kebijakan publik sama dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas K. Dye(1978:3) bahwa "Public policy is whatever government chose to do ornot. to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atautidak dilakukan). Meskipun memberikan pengertian kebijakan publik hanyamemandang dari satu sudut saja (yakni pemerintah), namun apa yang diungkapkan oleh Thomas Day telah memberikan nuansa terhadap pengertian kebijakan publik. Barang kali semua memahami bahwa kebijakan semata-mata bukan merupakan keinginan pemerintah, akan tetapi masyarakat pun juga memiliki tuntutan-tuntutan (keinginan), sebab pada prinsipnya kebijakan publik itu adalah mancakup “apa” yangdilakukan, “mengapa” mereka melakukannya, dan “bagaimana” akibatnya(Afan Gaffar, 1991:7).

Dari definisi di atas, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yangdinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintahJames E. Anderson. Implikasi pengertian dari pandangan ini adalah bahwa kebijakan publik :


(33)

1) Lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang kebetulan;

2) Pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait;

3) Bersangkutan dengan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu atau bahkan merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu;

4) Bisa bersifat positif yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan (langkah) pemerintah mengenai masalah tertentu, danbersifat negatip yang berarti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positip didasarkan atau selalu

dilandaskan pada peraturan/undang-undang yang bersifat memaksa (otoratif). (James E. Anderson, 1979:3)

Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Hal inisejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti dalam Afan Gaffar, (1991:190) bahwa kebijakan negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara. Kesimpulan dari pandangan ini adalah: pertama, kebijakan publik sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan, kedua kebijakan publik sebagai keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu.

Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan


(34)

14

dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islamy menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu :

1) Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdanya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah;

2) Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;

3) Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu; 4) Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan

seluruh anggota masyarakat. (M. Irfan Islamy 1997:20)

B. Formulasi (Perumusan) Kebijakan

Menurut nugroho ((2008 : 399), Proses perumusan kebijakan secara umum dapat di gambarkan secara sederhana dalam urutan proses kebijakan yaitu :

1. isu kebijakan, isu kebijakan dapat berupa masalah dan / atau kebutuhan masyarakat atau Negara, yang bersifat mendasar , mempunyai lingkup cakupan ynag besar , dan memerlukan peraturan peemrintah . masalah yang di maksud adalah sudah dan sedang muncul , dan masalah yang berpotensi besar untuk muncul di masa depan . kebutuhan yang berpotensi muncul di masa depan yang bermula dari isu di masyarakat atau muncul sebagai akibat kebijakan sebelumnya

2. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut , perlu di bentuk Tim Perumusan Kebijakan , yang terdiri atas pejabat birokrasi terkait dan ahli kebijakan public ,


(35)

waktu untuk pembentukan tim ini paling lama 7 hari . tim ini kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan / atau langsung merumuskan draf nol melainkan hal – hal yang akan di atur oleh kebijakan dan konsekuensi – konsekuansinya . Namun, idealnya sudah pula disusun dalam bentuk pasal – pasal.

3. Setelah terbentuk , rumusan draff nol kebijakan didiskusikan bersama forum public , dalam jenjang forum publik yang pertama yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaan dengan maslaah terkait , kemudian dilakukan diskusi dengan forum publik yang kedua intansi pemerintah di luar lembaga pemerintahan yang merumuskan kebijakan tersebut , diskusi yang ketiga adalah dengan para pihak yang terkait langsung dengan kebijakan atau yang terkena implak langsung , atau yang di sebut juga benificiaries. Dan yang ke empat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas , dengan menghadirkan tokoh – tokoh masyarakat , termasuk lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu tersebut .

4. hasil diskusi kemudian dijadikan materi penyusunan pasal – pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus , Draff- 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas / intansi terkait , pakar kebijakan ,dan pakar dari permasalahan yang akan diatur. Diskusi FGD dilaksanakan paling banyak 2 kali dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja ( 10 hari )

5. Tim pengurus merumuskan Draf-2 yang merupakan Draf Final dari kebijkan . Proses perumusan maksimal 1 minggu kerja (5 hari).


(36)

16

6. Draf final ini kemudian disahkan oleh pejabat berwenang , atau , untuk kebijakan perundang – undangan , dibawah ke proses legislasi , yang secara perundang – undangan telah di atur dalam Undang – undang .

( Nugroho: 399 )

Perumusan kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan. Maka dari itu apapun yang terjadi di dalam tahap ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya kebijakan yang telah dibuat itu di masa yang akan datang. Sehingga setiap para pembuat kebijakan hendaknya lebih berhati-hati lagi dalam merumuskan kebijakan publik.

Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah kebijakan publik. Untuk membantu melakukan hal ini, para ahli kemudian mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan (policy process) atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles). Sejumlah ahli yang mengembangkan kerangka pemahaman tersebut diantaranya adalah Dye (2005) dan Anderson (2006). Menurut Dye,bagaimana sebuah kebijakan dibuat dapat diketahui dengan mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau proses yang terjadi didalam sistem politik. Terkait hal ini, dalam pandangan, pembuatan kebijakan sebagai sebuah proses akan meliputi sejumlah proses, aktivitas, dan keterlibatan peserta (Dye, 200:31-32).

Ada beberapa kriteria formulasi yang menjadi bahan pertimbangan para perumus kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan. Peneliti menggunakan kriteria


(37)

formulasi kebijakan yang di kemukakan oleh William Dunn (1999) . Hal penting dalam proses kebijakan publik adalah formulasi ( perumusan) kebijakan. Karena (perumusan) permasalahan publik merupakan fundarmen dasar dalam merumuskan kebijakan publik sehingga arahnya menjadi benar , tepat , dan sesuai . perumusan masalah menurut William dunn(1999 : 226) akan sangat membantu para analis kebijakan untuk mengemukakan asumsi – asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebagian – penyebagian masalah publik, memetakan tujuan – tujuan yang memungkinkan , memadukan pandangan -pandangan yang bersebrangan / bertentangan , dan merancang peluang – peluang kebijakan yang baru. Karnanya , menurut Dunn lebih lanjut terdapat fase – fase yang harus dilakukan secara hati – hati dalam merumuskan masalah , sehingga hasil akhir dari kebijakan yang ditetapkan minimal dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi.

Fase – fase tersebut terdiri atas (dunn, 1999 :226) : problem search ( pencarian masalah) , problem definition(pendefinisian masalah) , problem spesification ( menyefesifikasikan masalah) dan problem sensing ( pengenalan masalah) . untuk itu ,manakala para analis berupaya mengenal masalah yang menjadi masalah yang menjadi noumena dari problem yang dirasakan oleh publik, maka langkah awal dari perumusan masalah adalah merasakan keberadaan masalah publik yang dibedakan dengan maslah privat. Untuk itu pencarian masalah menjadi sangat penting keberadaannya.Pada tahap tersebut tujuan bersifat tunggal melainkan berupaya memanifestasi beberapa masalah yang ada dilapangan akibatnya memang para analis dihadapkan pada metamasalah. (agustino , 2008 : 97)


(38)

18

1.Model –Model Formulasi Kebijakan

Sebelum memahami suatu perumusan kebijakan, kita perlu memahami bahwa tidak ada cara tebaik untuk merumuskan kebijakan dan tidak ada cara tunggal untuk merumuskan kebijakan. Pada dasarnya ada tiga belas macam model perumusan kebijakan menurut Henry (dalam Nugroho, 2011: 512- 538) diantaranya adalah :

1) Model Kelembagaan

Model kelembagaan dalam formulasi kebijakan berarti adalah tugas pembuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Jadi, apapun yang dibuat pemerintah dengan cara apapun adalah kebijakan publik. Pada model ini diandaikan bahwa formulasi kebijakan adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya. Salah satu kelemahan model ini adalah terabaikannya masalah-masalah lingkungan tempat kebijakan diterapkan.

2) Model Proses

Dalam model ini, dijelaskan bahwa bagaiman kebijakan dibuat atau seharusnya dibuat, namun kurang memberikan tekanan pada substansi seperti apa yang harus ada. Jadi, pada model ini menganggap sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu, kebijakan publik merupakan juga proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan yaitu identifikasi permasalahan, menata agenda formulasi kebijakan, perumusan


(39)

kebijakan, legitimasi kebiakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

3) Model Teori Kelompok

Model pengambilan kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Inti gagasannya adalah bahwa interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan aalah yang terbaik. Model teori kelompok sesungguhnya merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan yang di dalam kepentingan berusaha mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.

4) Model Teori Elite

Model teori elite merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan karena kebijakan publik merupakan prespeksi elite politik. Elite secara top down membuat kebijakan publik diimplementasikan oleh administrator publik kepada rakyat banyak atau massa..

5) Model Teori Rasionalisme

Model ini mengatakan bahwa proses formulasi kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorganisasian dan hasil yang dicapai.Dengan kata lain, model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis. Cara-cara formulasi kebijakan publik disusun sebagi berikut:


(40)

20

2. Menemukan pilihan-pilihan

3. Menilai konsekuensi masing-masing pilihan 4. Menilai resio nilai sosial yang dikorbankan 5. Memilih alternative kebijakan yang paling efisien

(Nugroho, 2011:517)

6) Model Inkrementalis

Model ini melihat bahwa kebijakan pubik merupakan variasi ataupun kelanjutn kebijakan di masa lalu.Model ini dapat dikatakan model pragmatis atau praktis. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersedian innformasi, dan kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebiakan secara komperhensif. Sementara itu, pengambil kebijakan dihadapkan ada ketidakpastian yang muncul di sekelilingnya. Pilihannya adalah melanjutkan kebiajakan di masa lalu dengan beberapa modifikasi seperlunya. Pilihan ini biasanya berada di lingkungan masyarakat yang pluralistic, yang membuatnya tidak mungkin membuat kebijakan baru yang dapat memuaskan warga.

7) Model Pengamatan Terpadu (Mixed-Scaning)

Model ini merupakan upaya menggabungkan antara model rasional dan model inkremental. Etzioni (1967) memperkenalkan modele ini sebagai suatu pendekatan formulasi keputusan-keputusan pokok dan incremental, menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, menetapkan proses-proses


(41)

yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankannya setelah keputusan itu tercapai.

8) Model Demokratis

Model ini berintikan bahwa pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin mengelaborasi suara dari stakeholders. Maksudnya adalah dengan model ini dikehendaki agar setiap pemilik hak demokrasi diikut sertakan sebanyak-banyaknya. Model demokratis biasanya dikaitkan dengan implementasi good governance bagi pemerinntahan yang mengamanatkan agar dalam membuat kebijakan, para konstituen dan pemanfaat diakomodasi keberadaanya.

9) Model Sistem

Pada model sistem, formulasi kebijakan publik mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik) dan dalam proses formulasi kebijakan publiknya berada dalam sistem politik dengan mengandalkan masukan atau input yang terdiri atas dua hal yaitu tuntutan dan dukungan.

2. Formulasi Kebijakan Model Inkremental

Menurut Nogroho (2008 – 371) Model inkremental pada dasarnya merupakan model rasional . Dikatanya , para pembuat kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang di isyaratkan oleh para pembuat kebijakan karna mereka tidak memiliki cukup waktu , intelektual , maupun biaya ada kekhawatiran muncul dampak yang belum pernah dibuat


(42)

22

sebelumnya , ada nya hasil – hasildari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan dan menghindari konflik ( Wahab , 21 : 2002)

Nugroho menjelaskan Model ini melihat bahwa kebijakan publik meupakan variasi ataupun kelanjutan kebijakan di masa lalu. Model ini dapat di katakan sebagai model pragmatis / praktis . pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan keterbatsan waktu ketersedian informasi , dan kecakupan dana untuk melakukan evolusi kebijakan secara konfrensif . Sementara itu, pengambil kebijakan dihadapkan pada ketidak pastian yang muncul disekelilingnya . Pilihannya adalah melanjutkan kebijakan di masalalu dengan beberapa modifikasi seperlunya . Pilihan ini biasannya dilakukan oleh pemerintahan yang berada di lingkungan masyarakat yang pluralistik , yang membuatnya tidak mungkin membuat kebijakan baru yang dapat memuaskan warga .

Kebijakan ini dapat dapat di lihat bahwa kebijakan Inkremental adalah suatu usaha mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk memperthankan kinerja yang di capai . Model Inkremental acap kali memadai dalam pembuatan kebijakan namun dalam duni yang berubah dengan cepat , Kemajuan yang terjadi acap kali membuat kebijakan – kebijakan di masalalu cepat sekali menjadi usang . Jadi , dalam tingkat tertentu , kebijakan Inkremental tidak saja terjadi karena keterbatasan sumberdaya, ,elainkan juga karena keberhasilan di masa lalu yang menciptakan rasa puas diri yang berkepanjangan (coplacent).


(43)

Analisis kebijakan yang akan saya pergunakan adalah Analisis Model Inkrementalis. Dimana analisis model Inkrementalis adalah model prakmatis / praktis analisis yang pengambilan kebijakan nya berhadapan dengan keterbatasan waktu , ketersediaan informasi dan kecakupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif.

Masalah yag telah disusun dalam agenda kebijakan didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah ang baik . Formulasi kebijakan publik adalah langkah awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan . Formulasi kebijakan publik adalah bagaimana mengembangkan pilihan – pilihan atau alternatif – alternatif untuk memecahkan masalah atau perumusan pilihan – pilihan kebijakan oleh pemerintah dengan melanjutkan kebijakan dimasalalu dengan beberapa modivikasi seperlunya untuk kebijakan di masa yang akan datang . Para pembuat kebijakan harus berhati – hati dalam melakukan formulasi kebijakan . Hal ini dikarnakan tahap formulasi tersebut akan sangat menentukan apakah suatu kebijakan tersebut akan berhasil atau tidak di masa yang akan datang .

C. Penetapan (adopsi) Kebijakan

Tahap penetapan (adopsi) kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat. (Nuggroho , 2008 :398 ) penetapan kebijakan di lihat dari tahap keputusan Eksekutif dan proses Legislasi ( Draff RUU / RaPerda , pengajuan lembaga Legeslatif , Panitia khusus Lembaga Legeslatif , dan Persetujuan Legeslatif ) .


(44)

24

1. Keputusan Eksekutif

Keputusan Eksekutif adalah Kebijakan yang proses dan jadwalnya telah di tetapkan oleh peraturan pemerintah , yaitu kebijakan anggaran yang ditata dengan mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan dari tingkat desa / kelurahan hingga nasional . Para kebijakan secara teknis memerlukan penyiapan informasi kebijakan yang memkan waktu cukup panjang .dalam pedoman ini , proses penyiapan informasi kebijakan di masukan dalam pra – proses kebijakan , atau sebelum isukebijakan, sehingga lama waktu nya disesuaikan dengan kebutuhan riil , dan tidak diatur dalam pedoman ini. Kebijakan tersebut adalah kebijakan yang berkenaan dengan tata ruang dan tata wilayah yang memerlukan informasi khusus. Dan pada kebijakan tertentu yang bersifat luar biasa , misalnya terjadi konflik mendalam , konflik berjangka panjang , atau kombinasi dari keduannya . pada kondisi terakhir , dapat di kembangkan model yang sesuai dengan kondisi yang terjadi .

Banyak analis yang mengatakan bahwa saat ini hidup dalam sebuah era yang disebut dengan “ exsecutive – chenter era “ , dimana efektifitas pemerintah – selaku lembaga eksekutif secara substansial tergantung pada kepemimpinan eksekutif , baik dalam pembentukan kebijakan maupun dalam pelaksanaan kebijakan . kekuasaan pemerintah dalam ranah legeslatif jelas tidak dapat dipungkiri dan hal ini diterima sebagai suatu kebutuhan . Pemisahan kepemimpinan di kongres yang dihasilkan dari sistem komite dan kurangnya kepemimpinan partai yang kuat membuat badan Kongres tidak mampu mengembangkan jatidirinya sebagai badan legislasi .selaku pemimpin pemerintah


(45)

untuk mengajukan dan menyajikan usulan – usulan perundang – undangannya bagi kemajuan replubik ke depan .

Struktur pembuatan kebijakan , secara singkat , lebih mudah dipahami di Negara berkembang . karena secara sederhana struktur pembuatan kebijakan di Negara – Negara berkembang hanya terletak pada pundak eksekutif selaku pembuat kebijakan itu sendiri.

( Agustino : 2008 : 31)

2. Proses Legislasi

Proses Legislasi adalah pembuat kebijakan yang mempunyai wewenang yang sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan publik dalam proses legislasi atau proses pengesahan ada beberapa orang yang mempunyai wewenang sah untuk bertindak di kendalikan oleh orang lain , seperti pimpinan partai politik atau kelompok penekan yang termasuk dalam pembuatan kebijakan , secara normatif adalah legislatif , administratur , dan para hakim , masing – masing mempunyai tugas dalam pembuatan kebijakan yang relative berbeda dengan lembaga lainnya.

Sangat penting dalam konteks ini untuk membedakan antara pembuat kebijakan primer dan pembuat kebijakan suplementer / sekunder / pendukung .pembuat kebijakan primer adalah aktor – aktor atau stakeholder yang mempunyai wewenang konstitusional langsung untuk bertindak . melalui pembahasan hingga pengesahan suatu kebijakan di tetapkan .


(46)

26

Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir di DPRD Kota , Raperda akan di kirim oleh pimpinan DPRD Kota kepada Walikota melalui sekertariat Daerah Kota dalam hal ini Bagian Hukum untuk mendapatkan pengesahan . Selanjutnya Pansus membahas dan DPRD kota mengesahkan dengan menadatangani perda tersebut dan untuk pengundangan dilakukan oleh sekertaris Daerah .sedangkan bagian Hukum bertanggung jawab dalam penomoran perda , penggandaan , distribusi dan dokumentasi perda tersebut.

a. DrafRUU / Raperda

Hampir sama dengan proses pembuatan undang – undang , proses pembuatan perda juga muncul melalui 2 jalur , yaitu atas usulan eksekutif (pemda) dan atas usul legislatif (DPRD) .selama kebijakan otonomi bergulir yang ditandai dengan lahir nya UU No. 22 Tahun 1999 tentang memerintahan daerah , instrument hukum dari pemerintah pusat yang di jadikan landasan atau acuan dalam menyusun peraturan tingkat daerah terbatas pada PP No.1 Tahun 2001 tentang pedoman penyusunan produk Hukum Daerah . Dalam prakteknya , karena lazimnya prosedur penyusunan rancangan perda atas usulan DPRD diatur dalam tata tertib DPRD , yang penyusunannya mengacu pada PP No.21 Tahun 2001 ,maka usulan rancangan perda atas usulan DPRD lebih mengacu pada PP No. 1 Tahun 2001 . sedangkan Kemendagri No. 23 Tahun 2001 lebih diperlakukan sebagai pedoman penyusun rancangan perda atas usulan pemda .

Draff RUU / Raperda adalah hasil diskusi publik yang kemudian dijadikan materi penyusunan pasal – pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh Tim Perumus, didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan


(47)

dinas / instansi terkait , pakar kebijakan , dan pakar dari permasalahan yang akan diatur .. tim pengurus merumuskan draf dan draf ini kemudian disahkan oleh pejabat berwenang , atau untuk kebijakan undang – undang , dibawa ke proses legislasi , yang serta perundang – undangan telah di atur dalam Undang – undang . ( Nugroho : 2008 :401)

b. Pengajuan Lembaga Legeslatif

Pengajuan Lembaga legislatif ( DPRD) dengan Raperda usulan DPRD , prosedur Penyusunan Raperda usulan pemda saat ini di atur melalui kepmendagri No.23 Tahun 2001 . pada bagian mengingatnya kepmendagri ini mencantumkan keppres No. 188 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang – undang , namun demikian kepmendagri ini tidak dapat dikatakan bahwa pencantumam keppres No. 188 Tahun 1998 merupakan suatu kekeliruan meskipun dari segi materi kepmendagri ini merupakan dari keppres tersebut. Dilihat dari segi isinya , kepmendagri No. 23 Tahun 2001 pun belum memberikan peluang yang banyak kepada publik untuk berpartisipasi dalam penyusunan Raperda. Apapun dibuat ke dalam bentuk diagram, urutan pembuatan kebijakan daerah berdasarkan kedua peraturan tersebut dapat di bawah ini ;

A. Diagram Usulan DPRD Berdasarkan PP.No.1 Tahun 2001 B. Usulan Pemda Berdasarkan Kepmendagri No.23 Tahun 2001


(48)

28

3. Panitia khusus lembaga legislatif

Panita khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD berdasarkan persetujuan Rapat Paripurna setelah mendengarkan pertimbangan Badan Musyawarah , hasil konsultasi pimpinan DPRD dan / atau memperhatikan rencana kerja tahunan DPRD .jumlah anggota panitia khusus ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota setiap komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program / kegiatan kemampuan anggaran DPRD .

Anggota Panitia Khusus terdiri atas anggota komisi terkait yang di usulkan oleh masing – masing fraksi .pimpinan panitia khusus terdiri atas Ketua , Wakil Ketua , dan Sekretaris panitia khusus yang dipilih dari dan oleh anggota dalam partai panitia khusus yang di pimpin oleh pimpinan DPRD. Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh secretariat DPRD . masa kerja panitia khusus paling lama 1 (satu) kali masa persidangan dan rapat dibentuk kembali untuk 1 (satu) kali penugasannya yang sama . Penggantian anggota panitia khusus dilakukan atas usulan fraksi bersangkutan kepada pimpinan DPRD , ditetapkan dengan keputusan DPRD dan diumumkan dalam Rapat Paripurna.

Panitia khusus mempunyai tugas :

1. Menindak lanjuti pelaksanaan hak – hak DPRD.

2. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah usul prakarsa DPRD beserta penjelasan dan naskah akademik.


(49)

4. Melaksanakan fungsi pengawasan atas kebijakan daerah yang melibatkan lintas komisi dan alat kelengkapan DPRD lain.

5. Melaksanakan tugas pembahasan dan pengkajian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah .

6. Menangani dan membahas aspirasi dan pengaduan masyarakat tertentu. 7. Melaksanakan tugas pembahasan dan pengkajian bidang tertentu dalam

rangka mengejektifkan pencapaian rencana strategis DPRD.

8. Melaksanakan tugas lain berdasarkan peraturan perundang – undangan .

4. Persetujuan Legislatif

Wewenang untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda) , sebagai produk legislasi daerah , baik Provinsi maupun Kota , berada di tangan Gubernur dan Bupati / Walikota ( eksekutif) dengan persetujuan DPRD sebagaimana yang di atur Pasal 25 poin (c) UU Nomor 32 Tahun 2004 . DPRD tidak memiliki kewenangan menetapkan Perda , kendatipun diikutkan dalam pembahasannya serta dimintai persetujuann pengesahannya. Dapat dikatakan persetujuan DPRD untuk mengontrol kekuasan legislatif pemerintahan yang diperankan eksekutif di daerah , bukan dalam konteks manifestasi kekuasaan legislative DPRD, DPRD tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan Perda.

D. Aktor – Aktor Perumusan dan Penetapan Kebijakan Publik

Menurut Anderson 1979 dalam (Winarno, 2011 :126), aktor perumus di bagi menjadi dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi.


(50)

30

1. Para pemeran tidak resmi adalah agen – agen pemerintah, yakni :

a. Eksekutif, aktor eksekutif yang dimaksud di sini adalah presiden. keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat secara langsung maupun tidak lngsung. Keterlibatan presiden secara langsung dapat kita lihat dengan Kehadirannnya dalam rapat - rapat kabinet. Keterlibatatan presiden secara tidak langsung kita temukan ketika presiden membentuk komisi – komisi pensehat. Jika kebijakan merupakan produk yang dibuat untuk daerah tertentu dan oleh daerah itu sendiri maka aktor aksekutif dipegang oleh kepala daerah.

b. Lembaga Yudikatif , menurut undang – undang dasar lembaga yudikatif memiliki kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakn publik melalui pengujian kembali suatu undang – undang atau perauran. Artinya lembaga yudikatif ini memiliki wewenang untuk mensahkan suatu perundang – undangan.

c. Lembaga Legeslatif, lembaga ini memilki peran yang krusual dalam perumusan kebijakan. Setiap undang – undang menyangkut persoalan – persoalan [ublik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legeslatif ini . Legislatif adalah lembaga yang orang – orangnya merupakan pilihan langsung masyarakat , maka lembaga ini dinharapkan betul – betul menjadi wakil rakyat sehimgga mereka dapat mengakomodir segala kebutuhan atau kepentingan masyarakat.


(51)

Para pemeran tidak resmi , yakni mereka – mereka yang tidak dilibtkan dalam proses perumusan dan tidak memiliki wewenang yang sah untuk membuat keputusan yang mengikat. Adapun yang termasuk aktor tidak resmi, yakni :

a. Kelompok – kelompok kepentingan

Peran Kelompok kepentingan dalam sistem politik Negara berbeda. Bagi Negara demokratis peran kelompok ini sangatr terbuka . Khususnya dalam perumusan kebijak mereka memiliki peran / fungsi artikulasi kepentingan, yaitu mereka berfungsi menyatakan tuntutan – tuntutan dan memberikan alternatif – alternatif tindakan kebijakan.Tindakan yang diberikan mereka ini dapat membantu para perumus kebijakan untuk kembali mempertimbangkan alternative mereka atau merasionalisaikan kembali.

Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan tergantung pada ukuran – ukuran keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber – sumber daya lain, keterpduannya, kecakapan dari orang yang memimpin kelompok tersebut. Selain itu pandangan orang lain terhadap kelompok tersebut. Selain itu pandangan orang lain terhadp kelompok tersebut akan mempengaruhi juga dalam perumusan kebijakan. Artinya jika kelompok tersebut baik di mata mereka, akan timbul kepercayaan orang lain terhadap kelompok tersebut.


(52)

32

b. Partai – partai politik

Partai – partai politik sarat akan kepentingan kelompok tertentu , atau suatu partai akan berusaha untuk membawa alternative partainya untuk menjaga kepercayaan orang – orang yang telah mendukung mereka. Peran politik pada perumusan kebijakan yakni, partai – partai tersebut berusaha untuk mengubah tututan–tuntutan tertentu dari kelompok – kelompok kepentingan menjadi alternatif – alternatif kebijakan.

c. Warga Negara individu

Peran warga Negara individu terlihat pada saat proses pemilihan umum. Peran mereka dalam sistem politik yakni, dengan menggunakan hak suaranya untuk menemukan para legeslatif dan eksekutif. Artinya ketika mereka menentukan pilihan mereka, secara otomatis mereka berharap bahwa yang mereka pilih dapat mewujudkan keingnan mereka . Oleh karena itu menurut Lindblom, keinginan para warga negaranya perlu mendapat perhatian oleh para pembentuk kebijakan. (Winarno, 2011 : 13).

E. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sebagai Kebijakan Publik

Pada pelaksanaan pembangunan nasional, sudah tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya akan dihadapkan dengan tantangan terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang saat inipun telah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan kedepan harus mampu mendorong peningkatan kualitas lingkungan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian maupun dalam proses pemeliharaan. Infrastruktur


(53)

pekerjaan umum harus memenuhi karakteristik keseimbangan dan kesetaraan, berpandangan jangka panjang dan sistemik (Priyanto, 2006:3).

Rencana Tata Ruang Wilayah dapat menjadi fungsi koordinasi dan pengendalian dengan munculnya pemahaman bersama mengenai orientasi dan paradigma pembangunan perkotaan masa depan, dan dalam upaya mengurangi fragmentasi sektoral dan fungsional. Penataan Ruang ditujukan untuk menyerasikan peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang terkait, harmonisasi pembangunan antar wilayah, mengendalikan pemanfaatan ruang yang efektif, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan mewujudkan sistem kelembagaan penataan ruang.

Lebih lanjut, penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pembangunan demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu dalam bentuk memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan wilayah dan kota yang berkelanjutan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia dapat tercapai.Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang (Priyanto, 2006:5).


(54)

34

Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (http://lms.unhas.ac.id/claroline/. Tata Ruang, di akses 13 Juli 2013 23.02 WIB).

Ridwan mengatakan RTRW merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah baik tingkat nasional (RTRWN), provinsi (RTRWP) maupun RTRW kab/kota. Tujuan RTRW merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dan yang terpenting adalah,


(55)

RTRW menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang. Adapun fungsi dari RTRW itu sendiri diantaranya (Hasni, 2010:143): 1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah

3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah

4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta

5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah

6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan

7. Acuan dalam administrasi pertanahan.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan:

1. pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional 2. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional

3. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional 4. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbanganperkembangan

antarwilayah provinsi , serta keserasian antarsektor 5. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi 6. penataan ruang kawasan strategis nasional


(56)

36

RTRW Propinsi disusun berdasarkan perkiraan kecenderungan dan arahan perkembangan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di masa depan sesuai dengan jangka waktu perencanaannya. Sedangkan penyusunan RTRW Kabupaten dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah baik di dalam provinsi maupun dengan provinsi sekitarnya.

Tujuan dari perencanaan tata ruang wilayah provinsi adalah mewujudkan ruang wilayah provinsi yang mengakomodasikan keterkaitan antar kabupaten/kota untuk mewujudkan perekonomian dan lingkungan yang berkesinambungan (Ridwan, 2007: 23). Sedangkan sasaran dari perencanaan tata ruang wilayah kabupaten adalah:

1. Terkendalinya pembangunan di wilayah perkotaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat

2. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya

3. Tersusunnya arahan pengembangan sistem pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan

4. Tersusunnya arahan pengembangan sistem prasarana wilayah propinsi

5. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.

Fungsi dari RTRW kota adalah :

1. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah

2. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota

3. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah kota dan antar kawasan/kabupaten/kota serta keserasian antar sektor


(57)

4. Sebagai salah satu bentuk rumusan kesepakatan antara Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang struktur dan pola ruang wilayah 5. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.

Sesuai denganUU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, RTRW Kabupaten berisi tentang:

1. Tujuan penataan ruang kabupaten, kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten

2. Rencana struktur ruang kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten

3. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten

4. Penetapan kawasan strategis kabupaten

5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, dan

6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk:

1. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;


(58)

38

3. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah;

4. Penetapan kawasan strategis kota;

5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;

6. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. ( Rinaldi mirsa, 2012 ; 70 )


(59)

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah gambaran tentang keterkaitan antar variabel penelitian yang akan dikaji, yang akan dibangun oleh peneliti untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan penelitian berdasarkan hasil tinjauan pustaka.

Gambar 1Kerangka Pikir

Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW )

Proses Politik

Pansus DPRD Fraksi -Fraksi

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Bandar Lampung

Analisis Proses Perumusan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung ini dapat dilihat dari model Formulasi Nuggroho yang dilihat melalui Tahap – tahap dibawah ini :

1. Isu kebijakan

2. Timpengurus kebijakan 3. Pra Kebijakan

4. Proses Publik

dipertimbangkan dalam memilih penetapan (adopsi) kebijakan, yakni: 1. Keputusan Eksekutif 2. Poses Legislasi

- Draff RUU / RaPerda -pengajuan kelembaga Legislatif - Persetujuan Legislatif


(60)

40

Fokus utama dalam penelitian ini adalah perumusan dan penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung. Secara teoritis, Nuggrohomengemukakan model perumusan kebijakan melalui tahapan - tahapan dalam merumuskan kebijakan , yaitu Isu Kebijakan ; tim pengurus kebijakann; Pra Kebijakan ;serta Proses Publik . Dalam penelitian ini, peneliti akan melandaskan fokus penelitian pada Standar dan Sasaran Kebijakan, hal tersebut dan dikaitkan dengan perumusan dan penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah. Asumsinya adalah jika dimensi tersebut dalam kondisi yang baik, maka secara otomatis akan berdampak positif pula terhadap proses perumusan kebijakan tata ruang wilayah.


(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode Deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact-finding) sebagaimana keadaan sebenarnya dilokasi penelitiaan. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong. 2010:6).

Sementara itu Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.


(1)

Kota , Lingkungan Hidup Bapedda dan Tata Kota ) dan legislatif yang menetapkan Peraturan Daerah tersebut . menurut peneliti sudah sesuai dengan hasil Rapat paripurna pembahasan perda karna Badan Legislasi dan pansus telah membahas ,menetapkan dan menyampaikan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011.

c. Proses Publik yang dilakukan oleh Para Pakar kebijakan ( Lembaga Legislatif ) , instansi pemerintah seperti stake holder terkait , serta tokoh masyarakat untuk dengan Satuan Perangkat Kerja Daerah lainnya berjalan dengan baik. Proses Publik yang dilakukan para agen pelaksana tersebut dilakukan kajian naskah akademik setalah di kosultasikan dan dibahas dan ditetapkan kemudian di sosialisasikan kepada masyarakat. .diskusi ini di tujukan untuk membangun pemahaman publik terhadap rencana munculnya suatu kebijakan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Dalam Perda No. 10 Tahun 2011.menurut peneliti sosialisasi yang dilakukan kurang kepada masyarakat karna masih banyak masyarakat yang tidak begitu memahami apa itu tata ruang dan apa yang mereka dapatkan dari adanya perencanaan tata ruang .

2. Analisis Proses Tahap Penetapan (Adopsi) kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dapat dilihat dari melalui Tahakpan sebagai berikut:

a. Keputusan Eksekutif dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dalam perda No. 10 tahun 2011 yaitu adanya keterlibatan Badan Koordinasi Penataan


(2)

111

Ruang (BKPRD) Dan di jelaskan bahwa Ekasekutif hanya menetapkan secara teknis terkait Zona dan Wilayah dalam Tata Kota Bandar Lampung . satuan kerja ( Eksekutif ) memberikan Draff Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung kepada Legislatif dan oleh Legslatif di bahas di Badan Legislasi untuk kemudian di usulkan ke Pimpinan DPRD untuk membentuk Panitia Khusus untuk membahas Perda Rancangan Tata Ruang Kota Bandar Lampung No.10 Tahun 2011 yang merupakan Revisi dari Perda No . 26 Tahun 2007 / 2008 . menurut peneliti hasil kebijakan Eksekutif telah sesuai dengan menteri Pekerjaan umum Nomor 11 Tahun 2009 Bab 1 ayat 12 (dua belas ) tentang pedoman persetujuan Substansi dan Penetapan Peraturan Daerah tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah Provinsi / Kabupaten / Kota beserta rinciannya .

b. proses Legislasi merupakan proses penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang merupakan proses penyusunan dan Rancangan Perda No. 10 tahun 2011.proses ini termasuk menyusun naskah akademik ( kajian mendalam terhadap masalah yang akan dibuat kebujakan) , naskah inisiatif , dan naskah Rancangan Peraturan daerah kemudian melalui proses mendapatkan persetujuan yang merupakan pembahasan di DPRD melalui Rapat Paripurna pembahasan dan penetapan perda yang melibatkan beberapa stake holder seperti Beberapa Pimpinan Partai politik , Organisasi Masyarakat , Organisasi Kepemudaan , Insan Pers ,dan Tokoh Masyarakat yang terlibat dalam Pembahasan dan Penetapan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung No 10 Tahun 2011. Menurut Peneliti adanya pandangan bersama dari setiap Fraksi Parpol , keterlibatan Stake holder , jawaban balasan dan pembahasan hingga penetapan perda sudah sesuai dengan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.


(3)

B. SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan mengenai Analisis Proses Perumusan (Formulasi) dan Penetapan (Adopsi) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung adalah:

1. Proses Perumusan dan Penetapan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung sebaiknya di tingkatkan lagi sesuai dengan Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional , dengan cara melihat Zona wilayah sesusai dengan Fungsi masing – masing Zona tersebut.

A. Isu kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan Revisi dari Undang – undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah .sebaiknya di perhatikan perda – perda yang telah di buat agar tidak ada tumpang tindih RTRW di Kota Bandar Lampung .

b. Tim Pengurus Kebijakan RTRW Kota Bandar Lampung dalam Perda No. 10 Tahun 2011 adalah Perda ini adalah badan legislatif dan badan Eksekutif, sebaiknya dalam proses Rancancangan Perda hingga penetapan dalam Pembahasan nya sedikit lebih efektif jangan terlalu lama.

C. Proses Publik yang dilakukan oleh Para Pakar kebijakan ( Lembaga Legislatif ) , instansi pemerintah seperti stake holder terkait , serta tokoh masyarakat untuk dengan Satuan Perangkat Kerja Daerah . Proses Publik yang dilakukan para agen pelaksana tersebut dilakukan kajian naskah akademik setalah di kosultasikan dan


(4)

113

dibahas dan ditetapkan kemudian di sosialisasikan kepada masyarakat. .diskusi ini di tujukan untuk membangun pemahaman publik terhadap rencana munculnya suatu kebijakan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung Dalam Perda No. 10 Tahun 2011. Sebaiknya di tingkatkan lagi sosialisasi kepada Masyarakat karna masyarakat tidak begitu memahami apa itu tata ruang wilayah dan apa yang mereka dapatkan dari adanya perencanaan tata ruang .

2. sebaiknya Keputusan Eksekutif dan Proses legislasi dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dalam perda No. 10 tahun 2011 lebih meningkatkan fungsi dan tugas hingga lebih memperhatikan pandangan fraksi – fraksi dalam memberikan pandangan mereka tentang Rancangan perda RTRW No.10 Tahun 2011 .


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino ,Leo , 2008 , Dasar – dasar kebijakan publik ,cet.ke -2, alfabeta , Bandung

Anderson, James E. 1979. Public Policy Making. New York: Holt, Rinehart and Winston, 2nd ed.

Branch. C. Melville. 2005. Perencanaan Kota Komprehensif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dunn, William N. 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Mirsa , Rinaldi, 2012 , Elemen Tata Ruang Kota , Graha Ilmu , Yogyakarta .

Nugroho , Rian , 2008, public policy , PT Elex Media Koputindo , Jakarta .

Solichin Abbdul Wahab, 1997, Analisis Kebijakan dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Lexy. J. Moleong .2007.metode penelitian kualitatif.bandung ; PT.Remaja Roasda Karya offiset.

Tresiana, Novita, 2013. Metode Penelitian Kualitatif , Lampung: Lembaga Penelitaian Universitas Lampung

Winarno, Budi , 2011. Kebijakan Publik : Teori , proses , dan studi kasus , Jakarta : Caps.


(6)

dokumen :

Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011 – 2030 Kota Bandar Lampung

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Risalah Pembahasan Rancangan Peraturan Kota Bandar Lampung Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011 – 2030 Kota Bandar Lampung

Tata Tertib Dawan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 02 / DPRD-BL / 2011

Website :

http://lms.unhas.ac.id/claroline/c. ( diakses tanggal 21 februari 2014, pukul 18.30 http://www.tim pengurus perda.com/?pile-heirloom-serp..8.0.0.iNAne2rXRwg (di akses tangga; 14 oktober 2014)

http://www/penataanruang .com/fungsi-dan-manfaat2 .html (di akses september 2014) .

morotai progress. Blogspot.com / legislasi- perda- partisipasif.html?m=1 ( di akses tanggal 16 oktober 2014)