IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN MINIMARKET (Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN MINIMARKET (Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89
Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung)
Oleh
SARI RUSYANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG 2013
(2)
i IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN MINIMARKET
(Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket
di Kota Bandar Lampung) Sari Rusyani
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung. Hal ini dilakukan karena perkembangan minimarket saat ini sangat agresif akibatnya persaingan dengan pasar tradisional/ pedagang eceran tidak dapat dihindari dan mengharuskan penjual di pasar tradisional mengalami penurunan omset penjualan. Penelitan ini menggunakan model implementasi Top Down George Edward III, menurutnya untuk mengetahui implementasi dengan baik maka perlu diketahui dari 4 variabel, yaitu Komunikasi, Sumber Daya, Dispotition (sikap pelaksana) dan Struktur Birokrasi. Serta menggunakan konsep lainya yang terkait dengan penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dengan wawancara purposive
sampling, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan
grounded research yang dikembangkan oleh Strauss dan Corbin.
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan, diketahui informasi ditransmisikan melalui dua cara yaitu lisan dan tertulis. Namun Perwali terlihat tidak konsisten karena sejak pertama diterbitkan tahun 2009 telah mengalami tiga kali perubahan.Sumberdaya tim teknis terkait telah memiliki kemampuan yang sesuai untuk mengimplementasikan kebijakan. Sikap pelaksana tim teknis terkait tidak seluruhnya mendukung implementasi kebijakan. Berdasarkan program kerja yang disusun serta mengkoordinasikan dengan tim teknis terkait dapat dikatakan penertiban ini berjalan mengalir begitu saja. Hal ini dipengaruhi oleh perintah BPMP sebagai lembaga yang memiliki wewenang lebih tinggi dalam persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar Lampung. serta Sebagaian besar masyarakat/ konsumen saat ini memilih untuk belanja di minimarket dibanding ke pasar tradisonal/pedagang eceran
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu implementasi Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh BPMP dan tim teknis terkait. Dalam pelaksanaannya, Namun BPMP juga tetap mementingkan aspek investasi. Akibatnya, pelanggaran terhadap perwali akan masih terus terjadi. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari retribusi perizinan minimarket.
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring
kemajuan perekonomian Indonesia. Kemajuan perekonomian Indonesia ikut
mendorong perkembangan pasar modern dan bisnis ritel Indonesia. Tumbuhnya
masyarakat kelas menengah di tanah air mendorong meningkatnya minat investasi
dan gairah belanja di ritel modern. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)
membuat perkiraan pertumbuhan bisnis ritel modern di tanah air tahun 2012
mencapai 15 %. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertambahan gerai baru
yang diproyeksikan mencapai 2500 gerai, yang terdiri atas 2000 gerai minimarket
dan 500 gerai supermarket besar. 1
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh perusahaan konsultan
manajemen global AT Kearney dalam laporan Global Ritail Development Index
(GRDI), Indonesia pada tahun 2011 berada di urutan ketiga setelah India dan
China sebagai negwara yang memiliki pertumbuhan bisnis ritel terbaik di kawasan
Asia. Laporan ini menilai kondisi industri ritel di 30 negara berkembang di dunia
1
(10)
2
dan dibuatkan peringkat berdasarkan faktor risiko usaha, pupulasi penduduk, dan
kekayaan dikaitkan dengan kondisi industri ritel terkini.
Ritel modern atau pasar modern selain memberikan alternatif belanja
menarik juga menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga bersaing
bahkan terkadang lebih murah dibandingkan pasar tradisional/ pedagang eceran.
Pasar modern memiliki sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang
secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departemen store,
hypermarket ataupun grosir.2 Pada pasar modern, penjual dan pembeli tidak
bertransaksi secara langsung melainkan pembeli dapat melihat pada label harga
yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanan
dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang yang
dijual bervariasi, mulai dari bahan makanan sampai barang yang dapat bertahan
lama. Konsep pasar modern jelas banyak berbeda dengan pasar tradisional yang
secara langsung dan biasanya ada proses tawar menawar serta tempat belanja yang
kurang nyaman.
Minimarket merupakan salah satu bentuk dari pasar modern.3 Minimarket
adalah sarana/tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan
sehari-hari secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir dengan cara
swalayan. Lahirnya minimarket di Indonesia diperkirakan pada tahun 1988 yang
dipelopori oleh perusahaan Indofood Group, kemudian disusul oleh perusahaan
lainya seperti Hero Supermarket, Alfamart dan lain sebagainya. Dalam hitungan
2
Ibid,
3
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
(11)
3
tahun minimarket telah banyak berkembang termasuk ke daerah seiring dengan
perubahan pola belanja masyarakat.
Perkembangan pasar modern khususnya minimarket saat ini sangat
agresif. Minimarket tidak hanya berada di kota besar, melainkan telah memasuki
wilayah pedesaan bahkan wilayah pemukiman rakyat. Persaingan antara pasar
tradisional dan pasar modern pun tidak dapat dihindari. Pelayanan dan kualitas
barang di minimarket relatif lebih baik serta harga promosi yang ditawarkan
relatif lebih murah. Selain itu minimarket juga mempromosikan harga barang
dengan cukup menarik misalnya dengan spanduk atau baliho. Akibatnya
persaingan ketat antara pasar tradisional/ pedagang eceran dan pasar modern tidak
dapat dihindari. Hal ini mengharuskan penjual di pasar tradisional mangalami
penurunan omset penjualan, jumlah pelanggan dan persentase keuntungan dan
pada akhirnya bagi pedagang kecil yang tidak dapat mempertahankan usahanya
tersebut maka akan mengalami „gulung tikar‟.
Selain faktor semakin meningkatnya pertumbuhan minimarket dan sistem
promosi yang menarik yang dilakukan oleh pasar modern, kondisi pasar tradisioal
di Kota Bandar Lampung juga sangat memprihatinkan. Di Bandar Lampung
kondisi pasar tradisional mengalami pertumbuhan yang stagnan. Dalam artian
belum ada perkembangan yang signifikan jika dibandingkan dengan pasar
modern. Sebagai contoh kondisi pasar Smep yang terletak di jantung ibu kota
Bandar Lampung kondisinya sangat tidak layak. Kondisi pasar terlihat kumuh,
bau dan becek terlebih lagi jika musim hujan air akan merembes sampai dasat
(12)
4
memanfaatkan badan jalan untuk lokasi mereka berdagang juga menyebabkan
ketidaknyamanan calon pembeli bahkan masyarakat yang melintasi area pasar
tersebut. Serta ditambah lagi dengan berbagai sarana yang rusak dan sampah yang
bertebaran. (gambar terlampir)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan
Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung, minimarket yang ada di Kota Bandar
Lampung pada tahun 2011 sebanyak 150 unit yang tersebar di seluruh kecamatan
yang ada di Kota Bandar Lampung (Data terlampir). Semakin banyaknya jumlah
minimarket yang berdiri di Kota Bandar Lampung tidak dapat dipungkiri
membawa permasalahan bagi pasar tradisional khusunya pedagang kecil yang
berada di sekitar lokasi minimarket. Perkembangan pasar modern dikhawatirkan
dapat mematikan usaha kecil dan menengah (UKM), untuk itu keberadaan pasar
modern ini perlu ditata dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) sehingga perekonomian daerah dapat berjalan dengan baik dan estetika
ruang kota dapat terwujud.
Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) mendesak pemerintah
untuk dibuatkan kuota yang membatasi jumlah minimarket di suatu wilayah,
terkait dengan semakin menjamurnya toko modern skala kecil tersebut. 4 Dengan
kuota ini diharapkan akan dapat mengatasi omset pedagang tradisional yang terus
tergerus seiring dengan maraknya pertumbuhan minimarket.
44
Anonymous, desak pembatasan kuota minimarket. Diakses Pada World Wide Web at http://www.asparindo.com/berita-utama/read/3/asparindo-desak-pembatasan-kuota-minimarket/ tanggal 26 Oktober 2012Pukul 10:02
(13)
5
Untuk itu pemerintah membuat sejumlah regulasi dengan tujuan untuk
membangun setiap unsur pelaku pembangunan agar mampu mengembangkan diri
menjadi lebih kompetitif. Keadaan yang seperti itu akan terjadi apabila didorong
oleh kebijakan publik yang diimplementasikan dengan baik agar dapat mendorong
setiap masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan melepaskan diri dari
ketergantungan pemerintah. Untuk itu, pemerintah Kota Bandar Lampung
berupaya mengatasi perkembangan usaha minimarket yang kian merugikan
pedagang eceran di Kota Bandar Lampung dengan mengeluarkan kebijakan yang
dalam hal ini disebut dengan Peraturan Walikota
Melalui proses yang cukup panjang, pemerintah Kota Bandar Lampung
bersama Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung
telah menyusun pedoman pendirian minimarket. Pedoman tersebut ditetapkan
sebagai produk hukum melalui Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 17
Tahun 2009 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar
Lampung. Dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang diatur baik dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan
dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern maupun
peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Pelaksanaan kebijakan tersebut masih belum terealisasi dengan baik.
Sebelumnya terdapat sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Ariani (2010),
(14)
6
penelitianya berusaha mendeskripsikan Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun
2009 dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran
yang dilakukan oleh minimarket di Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
Kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa terdapat delapan pelanggaran yang
dilakukan oleh minimarket baik minimarket nasional maupun lokal terhadap
Peraturan Walikota Bandar lampung Nomor 17 Tahun 2009 tentang Persyaratan
dan Penataan Minimarket. Pertama kelengkapan surat perizinan dari pemerintah
daerah misalnya Surat Izin Tanda Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Pasar Modern
(SIUPM), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Kedua, melanggar Garis
Sempadan Bangunan. Ketiga, posisi minimarket berada di persimpangan jalan.
Keempat, minimarket yang tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Kelima,
minimarket yang memberikan pelayanan selama 24 jam. Keenam, minimarket
yang melanggar jarak antar minimarket lain. Ketujuh, minimarket yang melanggar
jarak lokasi dengan pasar tradisional. Kedelapan, minimarket yang berada di
kawasan pemukiman penduduk.
Sehubungan dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di
Kota Bandar Lampung dan semakin meningkatnya jumlah minimarket dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandar Lampung maka pemerintah
sebagai mediator membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut,
melalui Bagian Hukum disampaikan perubahan Peraturan Walikota Bandar
Lampung Nomor 17 Tahun 2009 menjadi Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun
2011.Terdapat 3(tiga) poin perubahan dalam peraturan tersebut, yaitu pertama
(15)
7
lokasi pendirian minimarket. Serta jarak minimarket dengan pasar tradisional.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Kota Bandar Lampung, pada tahun 2011 hanya ada dua minimarket yang disetujui
untuk didirikan. Kedua minimarket ini telah melengkapi semua persyaratan yang
telah ditentukan dalam perwali.
Kemudian pada awal tahun 2012 Peraturan Walikota Bandar Lampung
Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota
Bandar Lampung tersebut direvisi kembali menjadi Peraturan Walikota Bandar
Lampung Nomor 11 Tahun 2012 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di
Kota Bandar Lampung. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
perkembangan Kota Bandar Lampung yang mengarah sebagai Kota Metropolitan
dengan berbagai aktivitas kegiatan baik siang maupun malam hari. Oleh karena
itu sangat diperlukan perubahan terkait peraturan tentang persyaratan dan
penataan minimarket di Kota Bandar Lampung. Melalui peraturan ini, pemerintah
bersama badan terkait memberikan izin mengenai waktu pelayanan dan
penyelenggaraan usaha minimarket untuk buka selama 24 jam bagi minimarket
yang berada di lokasi tertentu.
Melalui perubahan konsep peraturan mengenai persyaratan dan penataan
minimarket diharapkan akan dapat menjadi titik tengah antara pedagang
eceran/pasar tradisional dan pasar modern, sehingga tidak menguntungkan dan
merugikan salah satu pihak. Serta tujuan akhir pemerataan dan kesejahteraan
seluruh masyarakat akan tercapai. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(16)
8
pro dan kontra dalam pemerintah daerah, pengusaha atau masyarakat.
Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Namun kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tidak sepenuhnya
dapat dijalankan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa
minimarket di Kota Bandar Lampung yang masih beroperasi meski dengan jelas
melanggar kebijakan perwali yang berlaku. Misalnya, saat ini masih sering
ditemui minimarket yang berada tidak jauh dari pasar tradisional/pedagang eceran
atau kurang dari 250 meter. Kemudian beberapa minimarket menggunakan waktu
buka tidak sesuai dengan aturan yang ada di Perwali, yakni kurang dari pukul
09.00 WIB. Serta beberapa minimarket berlokasi di daerah pemukiman padat
penduduk. Beberapa contoh pelanggaran diatas telah diatur dalam Perwali Nomor
89 Tahun 2011 dalam BAB II yaitu tentang Persyaratan Pembangunan
Minimarket. Pada bagian kesatu mengenai persyaratan lokasi pasal 2 poin I
disebutkan bahwa “Lokasi usaha minimarket berjarak minimal radius (dua ratus lima puluh) meter dari pasar Tradisional dan berjarak radius 250 (dua ratus lima
/puluh) meter dari warung/ pedagang eceran yang berlokasi pada jalan kolektor”.
Kemudian di bagian kedua tentang Persyaratan perizinan pasal 3 disebutkan
bahwa “ waktu pelayanan penyelenggaraan usaha dimulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB”.
Oleh karena itu, maka perlu dipertanyakan mengenai persyaratan perizinan
(17)
9
Persyaratan dan Penataan Minimarket. Perizinan merupakan aspek regulasi dan
legalitas dari berbagai bidang kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh pejabat
pemerintah melalui prosedur tertentu. Masalah Perizinan menyangkut dua sisi
kepentingan yaitu, kepentingan pemerintah daerah untuk melakukan regulasi
terhadap kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat agar sesuai dengan
perencanaan, kondisi dan kebutuhan pemerintah daerah, di sisi lain adalah
kepentingan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum dalam
melakukan usaha dan kegiatan yang mempunyai efek di bidang sosial, ekonomi,
politik dan sebagainya.
1
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukanan di atas, maka perlu dikaji
mengenai Implementasi Peraturan Walikota Nomor 89 tahun 2011 tentang
Persyaratan dan Penataan Minimarket Kota Bandar Lampung. Hal ini karena
Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2012 masih dalam tahap sosialisasi, oleh
karena itu belum dapat diteliti sejauh mana implementasi peraturan tersebut.
Berdasarkan beberapa kabupaten dan kota yang ada di Provinsi
Lampung, peneliti tertarik untuk melakukan studi di Kota Bandar Lampung. Hal
ini karena, minimarket lebih banyak berkembang di Kota Bandar Lampung dari
pada Kabupaten atau Kota lain.5( Data terlampir). Penelitian ini penting karena
melihat kondisi pasar tradisional/pedagang eceran yang tampak
termarginalisasikan dengan adanya pasar modern khususnya minimarket,
meskipun pemerintah telah membuat regulasi mengenai hal tersebut, sehingga
5
(18)
10
dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat melihat permasalahan dan
memberikan solusi yang tepat mengenai pasar modern dan pasar tradisional.
Berdasarkan berbagai masalah yang melatar belakangi hal ini, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Minimarket” (Studi Implementasi Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung).
(19)
11 1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uaraian di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah,
“Bagaimana Implementasi Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan Penataan Minim arket yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Bandar Lampung”?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah, untuk menganalisis
pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2011 tentang Persyaratan dan
(20)
12 1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitain ini adalah
1. Akademis
Memperkaya Khazanah keilmuan Ilmu Pemerintahan dan menambah
wawasan bagi penulis dan para pembaca pada umumnya mengenai
implementasi kebijakan tentang persyaratan dan penataan minimarket di
Kota Bandar lampung
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
kepada instansi pemerintah dalam hal ini pembuat kebijakan yaitu
walikota dan implementor yang terkait yaitu Badan Penanaman Modal
dan Perizinan khususnya bidang Pengawasan dan Penanaman
3. Masyarakat
a. Pengusaha dan pedagang eceran
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengusaha
minimarket terkait persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar
Lampung. Serta dapat menemukan titik tengah terkait masalah
ketimpangan pendapatan antara minimarket dan pedagang eceran dengan
harapan dapat meningkatkan eksistensi pedagang eceran.
b. Masyarakat/ konsumen
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada masyarakat
umum mengenai implementasi Peraturan Walikota tentang Persyaratan
(21)
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebijakan
Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan dalam mencapai tujuan atau sasaran. Secara etimologis, menurut Dunn
menjelaskan bahwa istilah kebijakan (policy) berasal dari bahsa Yunani,
Sanksekerta dan Latin. Dalam bahasa Yunani dan kebijakan disebut dengan polis
yang berarti “ negara-kota” dan sansakerta disebut dengan pur yang berarti “kota” serta dalam bahasa Latin disebut dengan politia yang berarti negara.1
Beberapa ilmuwan menjelaskan berbagai macam mengenai kebijakan
diantaranya, Carl Friedrich dalam Indiahono menyatakan bahwa 2
“kebijakan merupakan suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang di usulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. “
1
Dunn, 2000 :51-52
2
(22)
14
Ia juga mengatakan bahwa didalam kebijakan terdapat suatu hal pokok
yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objective) atau kehendak (purpose).
Sementara itu Jones mendefinisikan kebijakan yaitu :
“Perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada
didalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum. Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis. Ini akan dibicarakan secara khusus dalam bagian lain, dalam hubungan dengan sifat
dari kebijakan”3
Menurut Abidin kebijakan secara umum dibedakan menjadi 3 (tiga)
tingkatan :
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang
bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi
yang bersangkutan
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah
tentang pelaksanaan suatu undang-undang
3. Kebijakan teknis, yaitu kebijakan operasional yang berada dibawah
kebijakan pelaksanaan4
Berdasarkan penjelasan beberapa definisi terkait kebijakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan upaya atau tindakan untuk
mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya dan tindakan
tersebut bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.
3
Abidin, 2004: 25
4
(23)
15
Menurut Aderson dan Winarno konsep kebijakan memiliki beberapa
implikasi, yakni :5
1. Titik perhatian dalam kebijakan publik berorientasi pada maksud
atau tujuan dan bukan pada prilaku yang serampangan. Kebijakan
publik secara luas dalam sistem politik modern bukan suatu yang
terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh aktor yang terlibat
dalam sistem politik.
2. Kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan-keputusan tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya
keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suau hal
tetapi juga keputusan –keputusan besrta pelaksananya
3. Kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah
dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau
mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang di
inginkan pemerintah
4. Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau
negatif. Secara positif, kebijakan mungkin mencakup bentuk
tindakan pemerintah yang jelas untuk mempengaruhi suatu
masalah tertentu. Secara negatif, mungkin kebijakan mencakup
suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, tatapi tidak untuk
5
(24)
16
mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai
suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah
5. Kebijakan publik memiliki paksaan yang secara potensial sah
dilakukan. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut
ketaatan yang luas dari masyarakat. Sifat yang tarakhir inilah yang
membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainya.
Secara umum kebijakan merupakan aturan tertulis yang merupakan
keputusan formal organisasi yang bersifat mengikat anggota yang terkait dengan
organisasi tersebut, yang dapat mengatur perilaku dengan tujuan menciptakan
tatanilai baru dalam masyarakat. Berbeda dengan hukum dan peraturan,
kebijakan hanya menjadi sebuah pedoman tindakan dan tidak memaksa seperti
hukum. Meskipun kebijakan mengatur apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan namun kebijakan hanya bersifat adaptif dan intepretatif. Kebijakan
pada umumnya bersifat problem solving serta diharapkan bersifat umum tetapi
tanpa menghilangkan ciri lokal suatu organisasi atau lembaga, dengan kata lain
kebijakan harus memberi peluang di interpretasikan sesuai dengan kondisi yang
ada.
2.2 Kebijakan Publik
Dalam ruang lingkup pemerintahan kebijakan sering dikaitkan dengan
kebijakan publik. Berdasarkan berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa
kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy,
(25)
17
berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan
masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.6 Demikian
pula berkaitan dengan kata kebijakan Ndraha mengatakan bahwa kata kebijakan
berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik
dalam batas-batas kompetensi aktor dan lembaga yang bersangkutan dan secara
formal mengikat.
Oleh karena itu kebijakan publik ini dapat diartikan sebagai suatu hukum.
Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk
diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan
dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Kemudian ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik, misalnya
menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk
Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang
harus ditaati.
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks,
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Tahap – tahap kebijakan publik dapat digambarkan sebagai berikut, 7
6
Nugroho, 2011:387
7
(26)
18 Sumber: Winarno (2012: 36)
Gambar 1:Tahap-tahap Kebijakan Publik
Berdasarkan gambar tesebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut,
1. Tahap Penyususan Agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih
dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya,
beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan.
Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali,
sementara masalah lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan atau ada
pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang
lama.
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi kebijakan
(27)
19
2. Tahap Formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan
untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan
masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan
(policy alternatives/policy options) yang ada. Didalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing altrnatif juga bersaing untuk
dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan
masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik
3. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dan mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Tahap Implementasi Kebijakan
Keputusan program kebijakan yang telah disepakati sebagai
alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oeh badan-badan adminimstrasi maupun agen-agen
pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil
(28)
20
sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini
berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi
kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (Implementors), namun
beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
5. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat
untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan
masalah yang dihadapai masyarakat, oleh karena itu ditentukanlah
ukuran-ukuran yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan
publik telah meraih dampak yang diinginkan.
Di Indonesia, kebijakan publik digolongkan kedalam tingkatan yang
berbeda atau disebut dengan hierarki yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturaan perundang-undangan
pasal 7 sebagai berikut,
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
(29)
21
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 UU 12/2011
yaitu:
“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.”
Peraturan daerah yang juga tercantum pada ayat (1) huruf e meliputi
peraturan daerah provinsi yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi bersama Gubernur, Peraturan Daerah kabupaten/ kota dibuat oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota bersama bupati/ walikota, Peraturan
Desa/ peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau bersama
dengan kepala desa.
Salah satu jenis peraturan daerah adalah peraturan walikota. Peraturan
walikota disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 sebagai berikut,
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”
Peraturan walikota merupakan peraturan yang ditetapkan oleh walikota.
(30)
22
Peraturan Daerah Kota dan Peraturan Walikota berkedudukan di bawah
Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
1
Kebijakan publik selalu berkaitan dengan dinamika kondisi ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Misalnya dalam kaitanya dengan kondisi ekonomi,
pemerintah daerah kota Bandar Lampung mengeluarkan kebijakan mengenai
pasar. Sebab pasar merupakan suatu pranata ekonomi yang berpengaruh terhadap
kesejahteraan (welfare) masyarakat. Oleh karena itu pasar tidak dapat lepas dari
pantauan pemerintah.
2.3 Implementasi kebijakan publik
Implementasi kebijakan publik merupakan tahap yang krusial dalam
proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi dilakukan setelah
suatu kebijakan ditetapkan. Secara umum implementasi memiliki makna
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk
meraih tujuan- tujuan kebijakan atau program-program.8 Implementasi pada sisi
lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai
suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).9
Misalnya, implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses atau
serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan
yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi juga dapat
8
Lester dan Stewart,Op.Cit., hlm. 104 dalam Winarno 2012 : 147
9
(31)
23
diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
direncanakan mendapat dukungan. Seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu
program. Dampak implementasi memiliki makna bahwa terdapat perubahan yang
dapat diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkan dengan program,
undang-undang publik dan keputusan yudisial.
Ripley dan Franklin mendefinisikan implementasi merupakan apa yang
terjadi setelah undang-undang ditetapkan dengan memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan
oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh
berbagai aktor, kususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat
program berjalan. 10 Menurutnya implementasi mencakup beberapa kegiatan
1. Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh undang-undang dengan
tanggung jawab menjalankan program harus mendapatkan
sumber-sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar,
2. Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar
menjadi arahan-arahan konkret, regulasi, serta rencana-rencana desain
program
3. Badan-badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan-kegiatan
mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk
mengatasi beban kerja.
10
(32)
24
Secara umum menurut Grindle tugas implementasi adalah membentuk
suatu kaitan (lingkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan, dapat
direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu,
tugas implementasi mencakup terbentuknya “a policy delivery system”, dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada
tujuan yang diinginkan. Dengan demikian kebijakan publik merupakan,
pernyataan-pernyataan secara luas mengenai tujuan, sasaran dan sarana. Atau
merupakan program-program tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam kebijakan.
Selanjutnya Van Meter dan Van Horn mengatakan implementasi kebijakan
merupakan tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijkan sebelumnya. 11Tahap
implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saran –saran ditetapkan atau di identifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan.
Untuk mengimplementasi kebijakan publik ada dua pilihan langkah,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui
formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik.12 Secara umum
dapat digambarkan sebagai berikut,
11
Van Meter, and van Horn, Op.Cit., hlm 447 dalam Ibid :149
12
(33)
25 Sumber : Nugroho, Public policy.
Gambar 2 : Implementasi Publik
Implementasi kebijakan publik dapat dimulai dengan membuat sebuah
program yang akan dikaji. Program kemudian akan dilaksanakan sesuai dengan
petunjuk dan ketentuan pelaksanaannya. Program pemerintah dikatakan berhasil
jika dilaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang
dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain tata cara atau prosedur
pelaksanaan, pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan
program dinilai berhasil manakala programnya membawa dampak seperti yang
diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi
boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya. Dengan
kata lain, implementasi kebijakan dapat dianggap berhasil ketika telah nampak
konsistensi antara proses yang dilalui dengan hasil yang dicapai Kebijakan Publik
Kebijakan publik
penjelas Program
Proyek
Kegiatan
(34)
26
Implementasi kebijakan publik adalah hal yang paling berat, karena dalam
implementasi sering menemui masalah yang tidak ditemui pada konsep.
Implementasi kebijakan selain berkaitan dengan peraturan teknis tentang
implementasi kebijakan tersebut juga berkaitan dengan sumber daya manusia dan
fasilitas yang akan digunakan untuk mengimplementasi kebijakan tersebut.
Edwards III (1984: 1) mengatakan bahwa keputusan pembuat kebijakan akan
berhasil dilaksanakan jika ada implementasi yang efektif. Implementasi kebijakan
merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari
suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output
atau outcomes bagi masyarakat. 13
Oleh karena itu, Implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai suatu cara
agar kebijakan yang sudah ditetapkan dapat mencapai tujuanya. Tujuan kebijakan
adalah melakukan intervensi sedangkan implementasi adalah tindakan intervensi
itu sendiri. Implementasi melibatkan usaha dari pembuat kebijakan untuk
mempengaruhi pelaksana kebijakan untuk memberikan pelayanan atau mengatur
perilaku target group.
Implementasi merupakan proses penting dalam proses kebijakan, dan tidak
terpisahkan dalam formulasi kebijakan. Formulasi kebijakan merupakan suatu
rencana yang akan sia-sia jika rencana tersebut tidak diimplementasikan. Dalam
praktiknya, proses implementasi seringkali terjadi dengan sangat rumit dan
kompleks. Dalam hal ini benturan antar aktor baik administrator, petugas
13
(35)
27
lapangan maupun sasaran seringkali terjadi. Selama implementasi berlangsung
sering terjadi beragam interpretasi atas tujuan, target maupun strateginya. Di
dalam praktiknya, implementasi kebijakan tidak selamanya menemui keberhasilan
melainkan juga sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
kajian yaitu studi implementasi kebijakan yang bertujuan untuk menilai
keberhasilan sebuah kebijakan.
2.4 Model Implementasi kebijakan Top Down/George C. Edward III
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi kebijakan
Top Down. Secara garis besar, model Top Down menitikberatkan pada sebuah
situasi dimana para pembuat kebijakan mampu mengontrol situasi dan dana yang
terbatas.
Salah satu model implementasi kebijakan dalam model Top Down yaitu model
implementasi yang dikemukaan oleh George C. Edward III. Edward melihat
implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat
faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhinya. Beliau menegaskan bahwa
studi implementasi harus dapat menjawab dua pertanyaan, yaitu apa yang menjadi
prasyarat implementasi kebijakan dan apa yang menjadi faktor utama keberhasilan
sebuah implementasi. Menurutnya terdapat empat variabel yang menentukan
pelaksanaan kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, sikap implementor dan
(36)
28 Sumber : Widodo, 2011:107
Gambar 3 : Model George C Edward III
Dari gambar tersebut diatas dapat dijelaskan berikut ini,
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai
tujuan kebijakan publik. Komunikasi merupakan sarana untuk
menyeberluaskan informasi, baik dari atas kebawah maupun dari bawah
keatas. Implementasi yang efektif adalah ketika mereka para pembuat
keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan, untuk itu
sangat diperlukan komunikasi yang baik.
Terdapat tiga komponen untuk mengukur keberhasilan komunikasi, yaitu
a. Transmisi,
Faktor utama dalam komunikasi kebijakan adalah transmisi.
Dalam hal ini komunikasi harus disalurkan dengan baik agar
menghasilkan suatu implementasi yang baik. Namun dalam
pelaksanaanya, transmisi tidak selalu berjalan dengan baik. Seringkali
kebijakan tersebut diabaikan atau kesalahpahaman Komunikasi
Struktur Birokrasi
Sumber Daya
Implementasi Disposisi
(37)
29
Terdapat beberapa hambatan yang muncul dalam mentransmisikan
perintah-perintah implementasi.
1. Pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan perintah
yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi
karena para pelaksana menggunakan keleluasaan yng tidak
dapat mereka elakkan dalam melaksanakan
keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum.
2. Informasi melewati berlapis-lapis birokrasi. Seperti kita
ketahui birokrasi memiliki struktrur yang hierarkis. Kondisi ini
sangat mempengaruhi tingkat keefektivitas komunikasi
kebijakan yang dijalankan. Penggunaan sarana komunikasi
yang tidak langsung dan tidak adanya saluran-saluran
komunikasi yang ditentukan mungkin juga mendistorsikan
perintah pelaksana.
3. Penangkapan komunikasi-komunikasi mungkin dihambat oleh
persepsi yang selektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk
mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.
Terkadang para pelaksana mengabaikan perintah yang sudah
jelas.
b. Kejelasan, dalam hal ini informasi mengenai keputusan harus
diterima dengan jelas dan tidak membingungkan oleh para
pelaksana. Seringkali instruksi-instruksi yang diteruskan kepada
(38)
30
program dilaksanakan. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang
disampaikanberkenaan dengan implementasi kebijakan akan
mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin
bertentangan dengan pesan awal. Edward mengidentifikasikan
enam faktor yang mendorong ketidakjelasan implementasi
kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan
publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok
masyarakat, kurangnya konsesus mengenai tujuan-tujuan
kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru,
menghindari pertanggungjawaban kewajiban, dan sifat
pembentukan kebijakan pengadilan.14
c. Konsistensi, untuk melasanakan implementasi yang efektif maka
perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus
konsisten atau tudak berubah-ubah. Perintah-perintah implementasi
yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil
tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan
mengimplementasikan kebijakan. Jika hal ini terjadi, maka
implementasi kebijakan berlangsung tidak efektif.
2. Sumber daya
Perintah-perintah implementasi selain harus dijalankan dengan
cermat, jelas dan konsisten juga diperlukan sumber daya agar
14
(39)
31
implementasi berjalan dengan efektif. Dengan demikian dumber daya
juga memperngaruhi keefektivan implementasi kebijakan. Sumber daya
yang dimaksud disini yaitu,
a. Staf, dalam melaksanakan kebijakan staf dituntut untuk memiliki
kemampuan yang memadai, kebijakan akan berhasil apabila staf
mampu melaksanakan kebijakan tersebut begitupun sebaliknya
kebijakan tersebut akan gagal apabila staf tidak mampu
melaksanakan kebijakan. Ada satu hal yang perlu diktahui bahwa
jumlah staf tidak selalu memiliki efek positif bagi implementasi
kebijakan. Hal ini disebabkan karena kurangnya kecakapan yang
dimiliki oleh para pegawai pemerintah ataupun staf, namun disisi
lain kurangnya staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik
menyangkut implementasi kebijakan yang efektif.
b. Informasi, dalam hal ini informasi terbagi menjadi dua yaitu
pertama mengenai pelaksanaan kebijakan. Pelaksana kebijakan
perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka
melakukannya. Dengan demikian, para pelaksana kebijakan harus
diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan. Kedua mengenai
ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan
pemerintah. Pelaksana harus mengetahui apakah orang lain yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan menaati undang-undang atau
(40)
32
Informasi mengenai program-program adalah penting
terutama bagi kebijakan-kebijakan baru atau kebijakan-kebijakan
yang melibatkan persoalan-persoalan teknis. Kurangnya
pengetahuan tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan
memiliki beberapa konsekuensi secara langsung,
1. Beberapa tangung jawab secara sungguh-sunggu tidak akan
dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi tepat pada
waktunya
2. Ketidakefesienan.
Selain birokrasi pemerintah, implementasi kebijakan juga
berkaitan dengan idividu-individu dalam sektor swasta. Namun
seringkali warganegara diluar struktur birokrasi sering tidak
memprakarsai tindakan atau memberikan informasi mengenai
ketidaktaatan hukum.
c. Wewenang, kewenangan merupakan hak otoritas yang dimiliki
para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
secara politik. Pada umumnya wewenang harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Wewenang akan berbeda-beda dari
satu program ke program lain serta memiliki banyak bentuk yang
berbeda misalnya, hak untuk mengeluarkan surat panggilan untu
datang kepengadilan, mengeluarkan perintah pada pejabat lain,
menarik dan mnyediakan dana dari suatu program dan lain
(41)
33
pejabat dan karena itu mereka membutuhkan kerjasama dengan
pelaksana-pelaksana lain agar implementasi lebih efektif.
d. Fasilitas, dalam hal ini sarana dan prasarana sangat diperlukan
demi keberhasilan suatu kebijakan. Seorang pelaksana yang baik
selain memiliki straf yang memadai, memahami apa yang harus
dilakukan dan memiliki wewenang untuk melakukan tugasnya juga
sebaiknya memiliki fasilitas seperti bangunan kantor untuk
melakukan koordinasi serta perlengkapan dan perbekalan lainya
yang mendukung proses implementasi tersebut.
3. Disposition/Sikap pelaksana dan kecenderungan pelaksana
Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa ketersediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Edward III
mengatakan bahwa “kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah satu factor yang mempunyai konsekuensi penting bagi
implementasi kebijakan yang efektif”.15
Apabila pelaksana bersikap baik
atau adanya dukungan terhadap suatu kebijakan tertentu, kemungkinan
besar mereka melaksanakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat
keputusan. Begitu juga berlaku sebaliknya apabila terjadi hal yang
Beerlawanan. Bentuk penolakan menurutnya bermacam-macam, seperti
yang dikemukakan Edward III tentang “zona ketidakacuhan”. Dalam hal
ini para pelaksana kebijakan melalui keleluasaanya menghambat
15
(42)
34
implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda dan lain
sebagainya. D
4. Struktur birokrasi
Struktur birokrasi dalam pelaksanakan kebijakan juga mempunyai
pengaruh penting. Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling
sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi
baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk
kesepakatan kolektif dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial
dalam kehidupan modern. Struktur birokrasi yang dimaksud dalam hal ini
tidak hanya struktur pemeritah tetapi juga struktur organisasi swasta yang
lain.
1
Dalam hal ini terdapat dua aspek yang mempengaruhi struktur
birokrasi. Pertama yaitu mekanisme dan kedua struktur birokrasi itu
sendiri. Mekanisme berkaitan dengan Standar Operating Prosedures
(SOP). SOP merupakan pedoman bagi setiap implementator dalam
bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak menyimpang dari tujuan
dan sasaran kebijakan.
Kedua struktur birokrasi, keberhasilan pelaksanaan kebijakan
dapat dimungkinkan terhambat oleh struktur birokrasi yang terlalu panjang
dan berbelit-belit serta prosedural yang tidak efesien serta terfragmentasi
atau pembagian tanggung jawab ke unit kerja yang ada. Keberhasilan
(43)
35
faktor-faktor diluar birokrasi seperti faktor sosiologis, budaya atau kultur
masyarakat. Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau
organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi
yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung
keberhasilan implementasi.
Berdasarkan beberapa model yang ada dalam model implementasi Top
Down, penulis dalam hal ini tertarik untuk menggunakan model implementasi
George C Edward. Hal ini dengan alasan bahwa model ini dapat mengemukakan
secara jelas mengenai situasi kondisi dalam pembuat kebijakan terkait prasyarat
dan faktor penentu keberhasilan suatu implementasi.
2.5 Pasar
2.5.1 Pengertian Pasar
Pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pembeli dan
penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Transaksi
merupakan kesepakatan jual beli. Transaksi tersebut dilakukan dengan
menggunakan alat pembayaran yang sah yaitu uang atau dengan
pertukaran barang yang memliki nilai setara. Kegiatan ini merupakan
kegiatan perekonomian yang ditemui di seluruh masyarakat.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun
2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, pusat
(44)
36
dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan
maupun sebutan lainya.16 Sedangkan menurut Geertz (Listiani, 2008)
pasar merupakan suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup masyarakat.
Sudut pandang Geertz tentang pasar adalah pertama sebagai arus barang
dan jasa menurut pola tertentu. Kedua, sebagai rangkaian mekanisme
ekonomi untuk memelihara dan mengatur barang dan jasa. Ketiga, sebagai
sitem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme tertanam.17 Secara umum
pasar di definisikan sebagai tempat bertemunya penawaran dan permintaan
yang kemudian terwujud dalam aktivitas jual beli.
Menurut William J. Stanton (1993:92) pasar dapat didefinisikan
sebagai berikut :18
“ Pasar adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja dan kemauan untuk
membelanjakannya”.
Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga unsur penting dalam pasar
yaitu, orang dengan segala keinginanya, daya beli dan kamauan untuk
membelanjakan uang. Pasar dapat dibedakan menjadi beberapa kategori,
yaitu menurut jenisnya, pasar menurut lokasi, menurut jenis barangnya,
menurut cara transaksinya, menurut hari, menurut luas jangkauan dan
menurut wujudnya.
16
http://hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf
17
http://www.visikata.com/budaya-kompetisi-pustakawan-di-era-ekonomii-kreatif/
18
(45)
37
1. Pasar menurut jenisnya
a. Pasar Konsumsi
Dalam pasar konsumsi, sekelompok pembeli yang
membeli barang-barang untuk dikonsumsi. misalnya beras,
sayur dan lain sebagainya.
b. Pasar faktor produksi
Pasar faktor produksi merupakan pasar yang menjual
barang untuk keperluan produksi. Misalnya mesin untuk
memproduksi dan lain sebagainya
2. Pasar menurut lokasi
Pasar menurut lokasi merupakan pasar yang memiliki nama sesuai
dengan lokasinya. Misalnya, pasar kebayoran yang berlokasi di kebayoran
dan lain-lain
3. Pasar menurut jenis barangnya
Pasar yang hanya menjual satu jenis barang tertentu, misal pasar
sayur, pasar hewan dan lain sebagainya
4. Pasar menurut cara transaksinya
a. Pasar Tradisional.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan
dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
(46)
38
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar-menawar.
Bangunan pasar biasanya terdiri dari kios, gerai atau los yang disediakan
oleh pengelola pasar. Sebagian besar menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan
makan, keperluan rumah tangga, pakaian, barang elektronik, jasa dan lain
sebagainya. Pada umumnya pasar tradisional berada di dekat kawasan perumahan,
hal ini bertujuan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.
b. Pasar Modern.
Dalam pasar modern barang yang diperjual belikan
memiliki harga pas dan dengan layanan sendiri. Seperti
supermarket, minimarket dan lain sebagainya
5. Pasar menurut hari
Pasar ini memiliki nama sesuai dengan hari pasar itu buka.
Misalnya pasar minggu dan lain sebagainya
6. Pasar Menurut luas jangkauan
a. Pasar daerah
Kegiatan dalam pasar daerah membeli dan menjual
produk dalam daerah itu dihasilkan. Serta dapat pula
dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan
(47)
39
b. Pasar lokal
Kegiatan dalam pasar lokal seperti membeli dan menjual
produk dalam satu kota tempat produk itu dihasilkan. Serta
dapat pula dikatakan pasar lokal melayani permintaan dan
penawaran dalam satu kota.
c. Pasar Nasional
Kegiatan dalam pasar nasional yaitu membeli dan
menjual produk dalam suatu negara tempat produk itu
dihasilkan. Serta dapat pula dikatakan pasar nasional
melayani permintaan dan penjualan dari dalam negeri
d. Pasar Internasional
Kegiatan pasar internasional yaitu membeli dan
menjual produk dari beberapa negara. Serta dapat dikatakan
pula bahwa luas jangkauanya diseluruh dunia
7. Pasar menurut wujud
a. Pasar Konkret
Pasar konkret merupakan pasar yang lokasi dan
barangnya dapat diliahat oleh kasat mata. Misalnya terdapat
di toko atau los-los pasar. Selain itu konsumen dan
produsenya dapat dengan mudah dibedakan.
b. Pasar Abstrak
Pasar Abstrak merupakan pasar yang lokasinya
tidak dapat dilihat oleh kasat mata. Konsumen dan
(48)
40
melalui internet, telepon dan lain-lain. Barang yang akan
dibeli pada umumnya pembeli memperoleh informasi
melalui iklan, brosur dan lain-lain.
2.5.2 Fungsi dan Peranan Pasar
Secara umum, fungsi pasar yang utama adalah
mempertemukan penawaran dan permintaan (produsen dan
konsumen) dalam rangka pembentukan harga serta menambah
kegunaan barang. Sedangkan fungsi ekonomis dari pasar menurut
Bilas meliputi:
1. Pasar memiliki fungsi menentukan harga. Pasar berperan
mewujudkan kesepakatan harga barang yang
diperdagangkan antara penjual dengan pembeli melalui
permintaan dan penawaran. Dalam hal ekonomi, harga
merupakan alat pengukur nilai.
2. Pasar memiliki fungsi konsumsi. Pasar berperan
meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli barang
atau jasa tertentu.
3. Pasar memliki fungsi menyalurkan barang. Pasar berperan
menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Dalam
hal ini produsen dan konsumen saling membutuhkan,
produsen menyediakan barang yang diperlukan oleh
(49)
41
4. Pasar memiliki fungsi penjatahan (rationating). Penjatahan
barang dapat memecahkan persoalan perbedaan tempat
antara produsen dan konsumen satu dengan lainya. Hal ini
karena jumlah produksi yang tersedia dalam masyarakat
untuk jangka waktu tertentu terkadang terbatas jumlahnya,
oleh karena itu harus dibagi sehingga produksi tersebut
dapat merata dan cukup dalam waktu tertentu.
5. Pasar memiliki fungsi menyediakan barang dan jasa untuk
keperluan dimasa yang akan datang. Hal ini karena
beberapa hasil pertanian bersifat musiman sedangkan
permintaan barang berlangsung terus menerus maka pasar
dalam hal ini dapat mengatasi waktu saat panen dengan saat
barang tersebut dibutuhkan sehingga dapat
mempertahankan sistem ekonomi.
6. Pasar memiliki fungsi menyeleksi dan mengkombinasi
barang menurut jumlah dan jenisnya. Biasanya konsumen
menghendaki berbagai macam barang dalam jumlah,
ukuran dan kualitas.19
Pasar memiliki peran diantaranya sebagai berikut
1. Peranan pasar bagi konsumen. Pasar memiliki peran yang
sangat penting bagi konsumen. Hal ini karena pasar dapat
memberikan kemudahan kepada konsumen untuk
19
(50)
42
mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan. Jika pasar
semakin luas maka akan memudahkan konsumen untuk
mencari barang dan jasa yang dibutuhkan dengan ukuran
dan jenis yang beragam.
2. Peran pasar bagi produsen. Pasar juga memiliki peranan
yang sangat penting bagi produsen yaitu membentu
memperlancar penjualan hasil produksi dan dapat pula
digunakan sebagai tempat untuk mempromosikan barang
dan jasa hasil produksi.
3. Peranan pasar bagi pembangunan. Peranan pasar bagi
pembangunan adalah menunjang kelancaran pembangunan
yang sedang berlangsung. Hal ini karena pasar berperan
membantu menyediakan segala macam barang dan jasa
yang dibutuhkan dalam pembangunan. Pasar juga dapat
menambah sumber pendapatan daerah melalui pajak dan
retribusinya. Selain itu pasar juga dapat mengurangi jumlah
penganguran.20
20
(51)
43 2.6 Pasar Modern
Malano mengatakan bahwa pasar modern pada umumnya berada
diwilayah perkotaan. Pasar ini menggunakan pengelolaan manajemen yang
modern yang dicirikan dengan penyedia barang dan jasa disertai pelayanan yang
terstandar. Dalam pasar modern barang yang dijajakan bervariasi bahkan ada juga
yang menjajakan barang impor. Contoh pasar modern antara lain, supermarket,
hypermarket, departemen store, shopping centre, waralaba, minimarket, toko
serba ada dan lain sebagainya. 21
Di pasar ini pembeli melayani dirinya sendiri dengan artian pembeli
dapat mengambil barang yang diinginkan dengan sendiri dan langsung dapat
melihat harga barang pada label yang tercantum pada barang (barcode) yang tidak
melalui mekanisme tawar menawar antara penjual dan pembeli, bangunan pasar
modern dilengkapi dengan pendingin udara (AC/Air conditioner), serta memiliki
tempat yang bersih dan nyaman.
Menurut Royan mengatakan bahwa di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir
pasar modern mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Terutama pada
pertumbuhan jumlah minimarket. Terlebih lagi dengan adanya program yang
diadakan oleh minimarket yang mencanangkan dalam waktu satu bulan harus
membuka 2-3 gerai. Dengan demikian akan sangat mudah menemui minimarket
di segala tempat bahkan sampai ke daerah dan desa-desa. Kondisi yang demikian
21
(52)
44
menjadi tidak heran jika pasar tradisional terutama di perkotaan menjadi
tersudutkan atau mengalami penurunan omset.22
Salah satu keunggulan pasar modern dari pasar tradisional diantaranya adalah
dapat menjalin kerjasama dengan pemasok besar dan biasanya untuk jangka
waktu yang cukup lama, sehingga meningkatkan efesiensi melalui skala ekonomi
yang besar. Selain itu strategi harga dan promosi yang digunakan cukup menarik
konsumen.
2.7 Karakteristik Pasar Modern
Karakteristik Pasar modern menurut Sinaga dibagi menjadi tiga hal yaitu23 ;
1. Lokasi, Fasilitas, Tata Letak, dan Sarana Pelayanan
a. Pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi berkaitan dengan target
pasar yang ingin dicapai. Setiap pasar modern memiliki
target pasar yang berbeda. Misalnya berkaitan dengan
busana Keris Gallery, Metro dan Sogo mengincar
masyarakat kelas menengah ke atas sedangkan Matahari
dan Rimo mengincar masyarakat menengah ke bawah.
b. Selain gedung ,pasar modern memiliki fasilitas pendingin
ruangan atau Air Conditioner (AC). Suasana ruangan yang
sejuk yang di sebabkan oleh AC merupakan hal yang sudah
pasti ditemui dalam pasar modern seperti departemen strore
atau minimarket baik yang berada kota besar maupun di
pedesaan. Selain itu pasar moden memiliki fasilitas
22
Royan, 2011: 19-21
23
(53)
45
pendukung antara lain elevator, lift dan area parkir.
Elevator dan lift sangat membantu konsumen untuk
mempercepat dan mempermudah mobilitas didalam pasar
modern dalam mencari barang-barang yang dibutuhkan.
Selain itu, pasar modern dilengkapi dengan area parkir yang
cukup. Hal ini bertujuan untuk memudahkan konsumen
baik yang telah maupun belum membawa hasil belanjanya
sehingga proses belanja konsumen benar-benar nyaman,
aman dan tanpa hambatan.
c. Tata letak barang dan desain yang menarik. Tata letak
barang dan desain pengaturan barang di pasar modern
seperti departemen store maupun minimarket umumnya
dikelompokan menurut jenis barangnya, misalnya
makanan, minuman, pakaian, peralatan rumah, pakaian dan
lain sebagainya. Dengan adanya tata letak barang tersebut
memudahkan konsumen dalam mendapatkan produk yang
dibutuhkan
d. Pelayanan yang baik. Pelayanan yang diberikan oleh pasar
modern relatif cukup baik. Konsumen dalam berbelanja
selain dilayani oleh pramuniaga juga menggunakan cashier
machine, pass room dan bag. Dengan menggunakan
cashier machine dalam bertansaksi, konsumen tidak
(54)
46
jika dalam suatu pasar modern terdapat lebih dari satu
cashier machine.
Di pasar modern, konsumen juga diberikan keleluasaan
dalam memilih barang, baik model, ukuran, maupun
keutuhan barang tersebut, sehingga konsumen dapat merasa
puas dalam memberi barang karena memilih dengan
sendirinya. Hal yang tidak diinginkan oleh konsumen
seperti kerusakan pada barang atau lainya mengenai barang
yang telah dibeli akan sangat kecil kemungkinannya.
2. Pengadaan, Pendistribusian, Penjualan, Pembayaran dan Sistem
Keamanan Barang
a. Sistem pengadaan barang
Pasar modern pada umumnya menggunakan sebuah
tim yang bertanggung jawab membeli barang untuk
memenuhi kebutuhan seluruh toko yang ada. Tim
pembelian atau yang disebut dengan buying departemen,
menggunakan anggaran pembelian tahunan yang
disesuaikan dengan sistem kontrol bulanan untuk
mendapatkan gambaran mengenai jumlah setiap barang
yang harus dipesan. Tim ini juga bertanggung jawab dalam
menentukan jenis serta jumlah barang yang akan dijual
(55)
47
harga pembelian dengan memasok serta menentukan harga
penjualan.
b. Sistem penjualan
Sistem penjualan pasar modern yaitu dengan
melakukan penjualan langsung kepada konsumen. Barang
yang dijual telah dilengkapi oleh label harga yang pasti,
sehingga tidak terjadi proses tawar menawar seperti yang
terdapat di pasar tradisional. Transaksi yang dilakukan di
pasar modern pada umumnya dilakukan atau dibayar secara
tunai atau menggunakan kartu debit atau kartu kredit.
c. Pendistribusian barang
Untuk pasar modern yang memiliki banyak cabang,
atau jaringan toko yang luas maka pendistribusian barang
menjadi sangat penting. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya penumpukan stok barang di
gudang. Umumnya barang yang telah dibeli terlebih dahulu
di pusatkan di gudang sebelum barang-barang itu di
distribusikan pleh bagian penyalur barang (distribution
departemen). Sebelum barang-barang tersebut disalurkan
ke toko atau cabang lainnya, barang terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan mutu yang dilakukan secara
sentralisasi di gudang. Pemeriksaan dengan cara sentralisasi
ini dimaksudkan agar lebih cepat dan efesien serta barang
(56)
48
d. Sistem pembayaran
Pembayaran yng dilakukan di pasar modern secara
umum dilakukan dengan tunai bahkan saat ini ddapat
dilakukan dengan menggunakan kartu kredit. Selain kartu
kredit yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan, pasar
modern juga sebagian ada yang mengeluarkan atau
menggunakan kartu sebagai merchant atau imbalan dalam
bentuk poin yang dapat ditukar dengan barang di pasar
modern tersebut. Seperti, matahari card, centre point card,
chandra VIP dan lain sebagainya.
e. Sistem keamanan barang
Di pasar modern, pencurian barang merupakan
masalah yang sangat serius. Menurut tingkat rentabilitas
pengelola departemen store, tingkat pencurian paling tinggi
biasanya terjadi pada pakaian wanita, pakaian pria dan
aksesoris. Serta tempat yang rawan pencurian adalah daerah
sekitar pintu masuk, ruang coba pakaian dan ruang
penerimaan serta penyerahan barang. Sistem pencegahan
pencurian barang yang dilakukan oleh konsumen antara lain
dengan memasang cermin cembung, CCTV dan
(57)
49
3. Strategi harga dan sistem promosi
a. Price strategy- price policy
Pada umumnya, harga barang di pasar modern lebih
rendah dibandingkan pasar tradisional. Hal ini karena pasar
modern membeli barang secara terpusat dan dengan jumlah
yang relatif besar. Ini dilakukan karena pasar modern
memiliki jaringan toko yang luas sehingga barang dapat
dengan mudah dipasarkan. Harga disemua gerai juga relatif
sama, strategi ini bertujuan untuk mengurangi biaya
promosi dan administrasi.
b. Sistem promosi
Sistem promosi yang intensif merupakan salah satu
strategi bagi pasar modern untuk dapat menarik konsumen
dalam kondisi persaingan yang semakin ketat. Dalam hal
ini, biasanya pasar modern menggunakan media cetak
maupun elektronik. Promosi melalui media cetak pada
umumnya dilakukan menggunakan koran, majalah dan
pamflet. Sementara media elektronik melalui Televisi,
siaran radio dan internet. Peningkatan jumlah konsumen
yang berbelanja di toko ritel modern, terutama untuk
konsumen yang hidup diperkotaan menunjukan
kecenderungan bahwa konsumen menyukai berbelanja di
(58)
50
dalam berbelanja, menghendaki belanja mudah, nyaman,
praktis dan memiliki pilihan barang yang lengkap.
Berbagai macam keunggulan dari pasar modern yaitu,
1. Pengelolaan manajemen yang baik
2. Kenyamanan berbelanja di pasar modern, bersih dan
ruangan yang sejuk
3. Pemilik pasar modern biasanya bermodal besar,
sehingga mudah untuk melakukan ekspansi usaha
dengan membuka gerai baru
4. Menawarkan harga yang lebih murah
5. Tempat yang lebih luas dan rapih, sehingga
memungkinkan pelanggan bebas memilih produk
yang dijual sehingga akan memicu pembelian yang
tidak direncanakan
2.8 Minimarket
Menurut Royan bahwa minimarket secara kepemilikian dapat dimiliki oleh
perorangan maupun secara kongsi atau kerjasama. Minimarket yang dimiliki oleh
perseorangan memiliki manajeman yang lebih teratur dibanding dengan toko
tradisonal. Minimarket dapat berdiri secara tunggal dengan tidak memiliki cabang
dan berjejaring dengan memiliki caban di berbagai lokasi.24
Sebagian besar minimarket memiliki manajemen yang terstandar sesuai
dengan pemberi izin brand-nya, minimarket ini disebut dengan minimarket
24
(59)
51
franchise atau waralaba. Minimarket waralaba memang dimiliki oleh
perseorangan tetapi secara merk dimiliki oleh orang lain misalnya Alfamart dan
Indomaret. Minimarket ini jumlahnya semakin bertambah sebab sesuai dengan
visi dan misi perusahaan yang akan terus dikembangkan.
Saat ini masyarakat dapat dengan mudah menemukan minimarket baik
minimarket lokal maupun nasional. Berdasarkan peraturan tentang persayaratan
dan penataan minimarket, minimarket didefinisikan sebagai toko serba ada yang
bangunanya sering kali tidak bertingkat. Minimarket biasanya memiliki luas tidak
lebih dari 400 , memiliki penerangan yang cukup dan memiliki ruangan toko
yang sejuk. Selain itu ciri lain dari minimarket yaitu memiliki sumber daya
manusia sebagai pengelola yang tidak banyak, pada umumnya berjumalah 2-3
orang yang bertugas sebagai kasir dan pramuniaga. Hal ini memungkinkan agar
biaya operasional yang dikeluarkan oleh pemilik tidak terlalu tinggi.
Ditinjau dari segi permodalan, minimarket membutuhkan modal relatif lebih
kecil dibandingkan dengan pasar modern lainya, seperti hypermarket dan
supermarket. Untuk menjadi seorang pemilik waralaba, seseorang cukup
menyediakan modal kurang lebih Rp 250 juta diluar gedung yang dimiliki.
Berbeda dengan minimarket perseorangan, yang mungkin modal yang diperlukan
dapat lebih kecil.
Minimarket berkembang di Indonesia diperkirakan pada tahun 1988 yang
dipelopori oleh Indomaret dengan badan hukum PT Indomarco Prismatama, yang
memiliki visi “menjadi jaringan ritel yang unggul” serta memiliki moto “mudah dan hemat”. Sejak saat didirikan, usaha ini mendapatkan tanggapan antusias dari masyarakat. oleh sebab itu pada tahun 2003 Indomart mendapatkan penghargaan
(60)
52 selaku “waralaba unggul tahun 2003”. Pada akhir januari 2012, Indomaret telah mengoperasikan lebih dari 6000 gerai yang tersebar di Jawa, Bali, Madura dan
Sumatera. Dari jumlah tersebut sebanyak 60 % merupakan milik sendir dan 40 %
milik masyarakat.
Selain Indomaret, minimarket lain yang sama mengguritanya adalah Alfamart.
Alfamart didirikan pada tanggal 27 juni 1999 olet PT. Sumber Alfaria Trijaya.
Hingga akhir September 2012, Alfamart tercatat memiliki gerai sebanyak 6.585
unit, yang terdiri dari 4.672 unit milik sendiri dan 1.913 unit waralaba. Di Kota
Bandar Lampung pada tahun 2011 gerai Alfamart berjumlah 51 unit yang tersebar
di seluruh daerah.
2.9 Kerangka Pemikiran
Dewasa ini pola berbelanja konsumen mangalami pegeseran, dari pasar
tradisional ke pasar modern. Hal ini menyebabkan perkembangan pasar modern
sangat pesat dan berbalik dengan pasar tradisional atau pedagang eceran. Selain
memberikan kenyamanan berbelanja, pasar modern dapat menawarkan barang
dengan harga rata-rata lebih rendah dibanding pasar tradisional atau pedagang
eceran. Serta sistem promosi yang cukup menarik menyebabkan konsumen pasar
tradisional atau pedagang eceran beralih ke pasar modern.
Minimarket merupakan salah satu bentuk dari pasar modern yang
perkembanganya cukup agresif. Keberadaanya tidak lagi hanya di kota-kota besar
namun juga telah memasuki pedesaan bahkan pemukiman warga. Kota Bandar
Lampung sebagai kota terbesar di Provinsi Lampung memiliki jumlah Minimarket
(61)
53
kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, mengharuskan
pasar tradisonal atau pedagang eceran mengalami penurunan omset pemasukan.
Pemerintah daerah Kota Bandar Lampung sebagai pelaku pembangunan
dalam hal ini berupaya untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat,
maka bersama instansi terkait yaitu Badan Penanaman Modal dan Perizinan
(BPMP) Kota Bandar Lampung mengeluarkan kebijakan yang disebut dengan
Peraturan WaliKota (Perwali) tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket.
Melalui Bagian Hukum, perwali pertama kali muncul yaitu Peraturan Walikota
Bandar Lampung Nomor 17 Tahun 2009 kemudian direvisi menjadi Peraturan
Walikota Nomor 89 Tahun 2011 dan direvisi kembali Peraturan WaliKota Nomor
11 Tahun 2012. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai Peraturan
Walikota Nomor 89 Tahun 2011, karena Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun
2012 masih dalam tahap sosialisasi. Oleh karena itu beleum dapat diketahui
sejauh mana implementasi peraturan tersebut. Untuk menganalisis penelitian ini,
peneliti menggunakan model implementasi Top Down dengan model George C.
(62)
54 Gambar 4 : Kerangka Pikir
Keterangan :
= Membuat
dan = Melakukan/ dilakukan dan = Bertujuan
= Proses
=Bekerjasama Walikota
Peraturan Walikota no 89 Th 2011
Mengatur persaingan usaha di Kota Bandar Lampung
- Mulai tumbuh pasar modern - Dikhawatirkan mematikan
pedagang eceran
- Titik tengah pasar
tradisional/Pedagang eceran dan Pasar Modern
- Pemerataan
kesejahteraan masyarakat
- Komunikasi - Sumber daya
- Dispotition
- Struktur
Birokrasi
Implementasi
Tim Teknis terkait
(63)
55 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif
kualitatif, penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.1 Penggunaan metode ini diharapkan dapat memberikan
gambaran yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai realitas dan proses
sosial yang akan diteliti. Serta tidak mengisolasikan individu atau organisasi
kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya bagian dari suatu
keseluruhan.
Studi kebijakan publik pada umumnya dimaksudkan untuk menggali tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah, meliputi mengapa tindakan itu dilakukan,
dengan cara dan mekanisme apa dilakukan, untuk kepentingan siapa, dan
1
(1)
141 kemampuan yang memadai sehingga dengan ini diharapkan kebijakan akan dilaksanakan dengan efektif.
c. Tidak semua tim teknis terkait implementasi penataan minimarket di Kota Bandar Lampung memiliki sikap yang mendorong pelaksanaan kebijakan dengan baik atau sesuai aturan yang terdapat dalam Perwali. BPMP beralasan jika pelaksanaan diterapkan sesuai aturan maka akan mempengaruhi retribusi yang diperoleh. Sedangkan tim teknis lainya bersikap mengikuti apa yang diperintahkan oleh BPMP sebagai lembaga yang memiliki wewenang lebih tinggi.
d. Berdasarkan program kerja yang disusun dalam melaksanakan Perwali serta mengkoordinasikan dengan tim teknis terkait dapat dikatakan bahwa penertiban ini berjalan mengalir begitu saja. Hal ini dipengaruhi oleh perintah BPMP sebagai lembaga yang memiliki wewenang lebih tinggi dalam persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar Lampung. Implementasi Persyaratan dan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh BPMP dan tim teknis terkait. Diantaranya BPMP, Bagian Hukum, Distako, Dinas Perhubungan dan Pengusaha.
e. Sebagaian besar masyarakat/ konsumen saat ini memilih untuk berbelanja di minimarket. Hal ini dengan berbagai macam alasan, misalnya tempat yang nyaman, barang bervariasi, hadiah yang menarik, harga relative lebih murah, menghemat waktu dan lain sebagainya.
(2)
142 1.2Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut,
a. Perwali diharapkan untuk lebih konsisten, namun apabila mendesak untuk dilakukan revisi maka tim terkait dapat mensosialisasikan secara terus menerus agar pengusaha memahami mengenai aturan tersebut. Misalnya dengan memberikan informasi mengenai persyaratan dan penataan minimarket kepada pengusaha minimarket secara berkala atau ketika terjadi perubahan dan dengan memaksimalkan fasilititas yang dimiliki seperti internet dan lain sebagainya.
b. Sumber daya manusia dan fasilitas yang telah dimiliki diharapkan dapat di pertahankan dan lebih ditingkatkan kualitasnya. Misalnya dengan melakukan pelatihan yang dapat mendukung implementasi persyaratan dan penataan minimarket di Kota Bandar Lampung menjadi lebih efektif. c. Perlu dibentuknya tim pengawasan implementasi kebijakan terkait dengan
persyaratan dan penataan minimarket.
d. Diharapkan untuk seluruh tim teknis terkait dapat bekerja sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan, namun tetap melakukan koordinasi dengan baik.
e. Minimarket harus dapat merangkul pedagang kecil misalnya dengan cara memberikan pelatihan manajemen pengelolaan pedagang eceran mulai dari menata barang, mengelola persediaan barang dan uang serta
(3)
143 revitalisasi pasar dengan artian pasar tradisional dikelola secara modern agar lokasi pasar menjadi sehat dan bersih.
(4)
144 DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Abidin, Said Z.2004. Kebijakan Publik. Jakarta :Yayasan Pancur siwah
Adrian Sutedi, SH, MH. 2010. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta :Sinar Grafika
Akib, Haedar. 2010 (Volume 1 No. 1) .Jurnal Administrasi Publik. Makasar:Administrasi Universitas Negeri Makassar
Alwi.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta :Balai Pustaka Bilas, Richard A. 1992. Ekonomi Mikro. Jakarta :Rineka Cipta
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami penelitian kualitatif. Jakarta:Rineke Cipta
Dunn, William N, 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Yokyakarta: Hanindita Graha Widya
Malano, Herman. 2011. Selamatkan Pasar Tradisional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Indiahono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media
Moleong, J Lexy.2007. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng.1988.Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
N.M, Spelt, J.B.J.M. Ten Berge, Philipus.M.Hadjon, 1993. Pengantar Hukum Perizinan, Jakarta :Yuridika,
(5)
145 Purnomo,Sefriyani dan Hariyani. 2013. Sukses Bisnis Ritel Modern. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo
Rosyidi, Suherman. 2011. Pengantar Teori Ekonomi (Pendekatan Kepada Teori Ekonomi makro dan Mikro) .Jakarta: Rajawali press
Royan, Frans. 2011. Menjadi Suplier Hebat di Minimarket, Supermarket, Hypermarket. Semarang : Dahara Prize
Sinaga, Pariaman.2008. Asdep Urusan Penelitian Koperasi. Bahan pada pertemuan nasional tentang Pengembangan Pasar tradisional dan UKM di Puncak, tanggal 12-14 Agustus 2008
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Ndraha, Taliziduhu. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta : Rineka Cipta
Wijaya, mahendra.2007. Perspektif Sosiologi Ekonomi dari Masyarakat Prakapitalis Hingga Kapitalisme Neo-liberal. Surakarta: Lindu Pustaka Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik, Teori dan Proses dan Studi Kasus (edisi
dan revisi terbaru). Yokyakarta: Media Press
Auliana, Eka. 2008. Dampak Perkembangan Retail (Pengecer) modern terhadap Pedagang Kelontong (Studi di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung). Bandar Lampung : Universitas Lampung
Ariani, Isti. 2010. Evaluasi kebijakan Penataan Minimarket di Kota Bandar Lampung (Studi di Kecamatan Kedaton Tahun 2009-2010). Bandar Lampung : Universitas lampung
Majalah Franchise, Lisensi, Bisnis dan peluang usaha. Info Franchise Indonesia. Edisi 3/VIII/Maret 2013
Sumber Dokumen
Daftar sebaran minimarket di Kota Bandar Lampung
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 Tentang Penataandan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
(6)
146 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Persyaratan
dan Penataan Minimarket
Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 89 Tahun 2011 Tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket
Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Persyaratan dan Penataan Minimarket
Sumber Web Site
http://abdiprojo.blogspot.com/2010/04/pengertian-kebijakan-publik.html http://www.asparindo.com/
http://armanadhi.blogspot.com/2012/04/bentuk-fungsi-dan-peran-pasar.html http://www.analisadaily.com/news/read/2012/11/87052/kadin_pembatasan_waral
aba_toko_modern_untungkan_asing/#.UKGaYtm56_1 http://Indomart.com
http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/4/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-haedarakib-165-1-haedara-b.pdf
http://hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf http://lampost.co/berita/pad-bandar-lampung-overtarget