ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA FUNGSI JALAN (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF CRIMINAL LAW ENFORCEMENT TO THE VIOLATIONS THAT CAUSING THE DISRUPTED OF ROAD

FUNCTION

(The study of a Judicial District Police Resort City of Bandar Lampung)

By

DANI AJI NUGRAHA

There are some citizens who are using a part of road to do their personal activities. This leads to the disruption of road function and at the end, the purpose of road implementation by the state would not be attain. Infact, in the Regulation number 38, 2004 and number 22, 2009 the sanction has been regulated for whoever that violate it or causing the disrupted of road function. The issues on this research are : (1) How is the criminal law enforcement done by the police department to the people who is violating the road function? And (2) What are the odds that police department face to do some criminal law enforcement to the people who has violated road function?

The researcher are using normative juridist and empirical approachment in this research. Data that used are primary and secondary datas. Data analysis method that used is qualitative analysis method, and taking the conclusion inductively. According to research and discussion, it can be concluded that the action that has been taken by the police department in criminal law enforcement to the road function violation this time are based on police discretion and never refering to the Regulation number 38, 2004 and number 22, 2009. One of the example is like happened at R.E. Martadinata street, East Teluk Betung, Bandar Lampung. The citizens using the half of the road to do their personal activities, although in the license it is only for a quarter. This is an example of road function violation. The police department already give a written warning, but it is not concerned by people who are using a half of the road. When the police department meet that


(2)

Dani Aji Nugraha

people to do some forcible demolition, finally the people do the demolition by themselves.

Suggestions from this research are hopefully the police department will act based on current regulation, because criminal sanctions upon those violations has been regulated in the regulation, so in the future there will be no more violation in road function that arising road function disruptions.


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA

FUNGSI JALAN

(Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

Oleh

DANI AJI NUGRAHA

Ada beberapa masyarakat yang menggunakan bagian jalan untuk penyelenggaraan kegiatan pribadinya. Hal ini tentunya mengakibatkan terganggunya fungsi jalan yang pada akhirnya tujuan penyelenggaraan jalan oleh negara tidak dapat tercapai. Bahkan, di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah diatur sanksi pidana bagi siapapun yang melanggar atau mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana yang dilakukan pihak kepolisian terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan? dan (2) Apa sajakah kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan empiris. Data yang digunakan adalah data primer serta data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpulan secara induktif.

Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa tindakan pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran fungsi jalan selama ini berdasarkan diskresi kepolisian dan tidak pernah berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Seperti yang terjadi di Jalan R.E. Martadinata, Teluk Betung Timur, Bandar Lampung. Warga masyarakat menggunakan setengah bagian jalan untuk kegiatan pribadinya. Namun pada perizinannya, warga tersebut hanya akan menggunakan satu per empat bagian jalan. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran fungsi jalan. Pihak kepolisian telah


(4)

Dani Aji Nugraha

memberikan teguran secara tertulis, namun tidak diindahkan oleh warga masyarakat yang menggunakan setengah bagian jalan. Ketika polisi mendatangi penyelenggaraan acara tersebut untuk melakukan pembongkaran paksa, warga masyarakat tersebut akhirnya melakukan pembongkaran tenda yang menggunakan setengah bagian jalan.

Adapun saran yang diberikan adalah Seyogyanya, pihak kepolisian bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut. Karena, sanksi pidana terhadap poin-poin pelanggaran tersebut telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga kelak tidak terjadi lagi tindakan pelanggaran terhadap fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, pada tanggal 14 Maret 1992, anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Heru Hermanto dan Ibu Siti Syamsinar. Penulis

menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Yos Sudarso pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SDIT Insan Kamil pada tahun 2004, kemudian melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 3 Terbanggi Besar yang diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar yang

diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima masuk Perguruan Tinggi Negeri dan sekaligus terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, melalui jalur SNMPTN.


(9)

MOTO

Barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia maka haruslah dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat haruslah dengan ilmu,

dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya haruslah dengan ilmu

(H.R. Ibnu Asakir)

Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis (Aristoteles)

Sebenarnya Tuhan menurunkan keajaiban dan mukjizat setiap waktu bagi kita yang mau berpikir dan berusaha, yaitu kesempatan

(Penulis)

Lakukanlah jika memang kamu bisa. Karena kamu akan menyesal ketika kamu tidak melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan


(10)

Kupersembahkan Karyaku ini Kepada:

ALLAH SWT

Yang selalu memberikan ku kesabaran, kekuatan dan

pertolongan ketika aku menghadapi masa-masa sulit hingga

akhirnya dapat kulewati dengan baik, serta selalu

memberikan aku nikmat dan anugerah yang tidak terkira.

Kedua Orang Tuaku

Terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan dan

pengorbanan yang selalu diberikan dalam situasi dan kondisi

apapun, aku selalu sayang kalian.

Kakakku satu-satunya

Terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayang yang telah

diberikan kepadaku.


(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:

Analisis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung).

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.


(12)

6. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Budi Rizki Husein, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar, Staf Administrasi maupun karyawan-karyawan di bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya.

9. Bapak AKP. Yarudi, Spd., selaku Wakasatlantas Polresta Bandar Lampung yang telah menjadi responden dan telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

10. Bapak Aipda Gunawan, selaku anggota satlantas di Polresta Bandar Lampung yang telah menjadi responden dan telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

11. Bapak Andi Sa’at, S.H., M.H., selaku Kepala Bagian Umum Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung yang telah menjadi responden dan telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

12. Bapak Afrully, S.Sos., selaku Pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung yang telah menjadi responden dan telah meluangkan waktu untuk memberikan pendapat.

13. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua ku tercinta Bapak Heru Hermanto dan Ibu Siti Syamsinar, dan Kakakku Hersya Septyani, S.Psi., M.Psi. yang senantiasa memberikan motivasi, kasih sayang ,


(13)

dukungan, perhatian, perhatian, dan selalu mendoakan serta mengharapkan keberhasilanku.

14. Sahabat-sahabat seperjuangan di Fakultas Hukum, Indra Saputra, Aryo Budi, Apriyansah Rinaldo, Agung Putranto, Akbar Agam, David Firmansyah, Reza Setiawan, M. Dhimas Arya, Indra Sukma, Doddy Irwansyah, Hady Waskita, Andika Nafi Saputra, Denny Maulana, Fadillah Usman, M. Fikram, Bang Sulis, Bang Ridho, Bang Fajar, Bang Gagan, dll.

15. Teman-teman seperjuangan KKN tim penyelamat Kelurahan Way Tataan, Romadoni, Fani Destria, Tammy Faiza, Alif Armandoni, Lica Chintya, Refki Tahzani, Nurul Husna, Dinasty Hernatiara, Rosani Mutiara, Phartozy Silaen, Tri Naftalia.

16. Sahabat-sahabat kostan The Predator yang selalu mengusahakan untuk ada ketika penulis sedang bersuka atau berduka, Ariken Saidina Ali Lubis, Ivan Kurnia

Reza, Merari Defri Pramathana, Roni Azis Syaifullah, Rizal Syafi’i, M. Satria, Agus Pratama, Mahmud Rianto, Ali Syamsuddin, Sigit Purwa, Devris Dwi, Yunior Prakoso dan Bang Fahmi.

17. Sahabat-sahabat semasa sekolah, Haris Septiawan, Mitra Aji, Dendi Nuryanto, Yonanda Frandacha, M. Rizki, Hidayat,

18. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan

19. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(14)

Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan tetap menanamkan semangat untuk berbuat baik dalam diri kita. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 16 Oktober 2014 Penulis


(15)

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, dan Pengelompokan Jalan ... 20

B. Pengurusan Izin Menggunakan Jalan Selain Untuk Kepentingan Lalu Lintas ... 23

C. Sanksi Pidana ... 25

D. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggar Pengguna Jalan ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber Data dan Jenis Data ... 32

C. Penentuan Narasumber ... 33

D. Pengumpulan Data ... 34

E. Pengolahan Data ... 34


(16)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Karakteristik Narasumber ... 37 B.Perizinan Terhadap Masyarakat yang Akan Menggunakan Jalan

di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung ... 39 C.Aktivitas Pelanggaran yang Mengakibatkan Terganggunya

Fungsi Jalan ... 41 D.Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Fungsi Jalan ... 45 E. Kendala-Kendala yang Dialami Pihak Kepolisian dalam Penegakan

Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan ... 54

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 56 B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara hukum. Pernyataan ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum UUD 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, artinya: “Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”.

Pernyataan di atas membawa konsekuensi, bahwa hukum berperan dalam mengatur dan mengawasi pemerintahan negara dan kehidupan bangsa, dengan tujuan agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, keadilan dan kepastian hukum. Di samping itu, hukum juga sebagai pengatur, pengawas dan penyelesai konflik yang timbul antara manusia sebagai warga negara dan juga antara warga negara dengan penguasa, bahkan antar pemegang kekuasaan.1

1

Tri Andrisman, Buku Ajar Sistem Peradilan Pidana, (Lampung: Universitas Lampung, 2010), hlm. 48


(18)

2

Hukum dibentuk sebagai alat kontrol bagi masyarakat agar masyarakat tidak melanggar peraturan atau norma yang berlaku di suatu masyarakat, sehingga tercapainya suatu rasa aman dan nyaman di dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, di dalam Pasal 1 ayat (4) dijelaskan, bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, menurut statusnya, jalan umum dikelompokkan:

a. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota kabupaten/ kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di kota.

e. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/ atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Sedangkan Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Pihak Kepolisian dapat mengenakan sanksi pidana kepada masyarakat yang melanggar


(19)

3

penggunaan fungsi jalan umum, karena jalan umum adalah jalan yang diselenggarakan oleh negara untuk mendukung kepentingan umum. Dan sudah seharusnya penggunaan jalan umum untuk kepentingan pribadi haruslah memiliki izin dari pihak kepolisian agar tidak dikenakan sanksi pidana untuk penggunaan jalan tersebut.

Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan ini terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Dan yang terakhir adalah ruang pengawasan jalan, yang merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.

Bagian jalan tersebut merupakan bagian-bagian yang sangat vital bagi pengguna jalan. Bila bagian jalan tersebut terganggu oleh masyarakat yang menyelenggarakan acara untuk kepentingan pribadinya, tentu fungsi jalan tidak tercapai secara optimal. Hal ini juga akan menimbulkan kekacauan bagi para pengguna jalan yang melintas. Tidak dibenarkan orang atau masyarakat yang melakukan suatu perbuatan yang dapat mengganggu fungsi jalan.


(20)

4

Hal ini sudah sangat jelas diatur pada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang berbunyi :

1. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan;

2. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan;

3. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.

Penyelenggaraan jalan yang dilakukan oleh negara memiliki beberapa tujuan yang tentunya berpihak kepada rakyat, dan memberi kemudahan bagi rakyat untuk melakukan berbagai macam aktivitasnya. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, tujuan dari pengaturan penyelenggaraan jalan adalah: a) Mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan; b) Mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan;

c) Mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanan kepada masyarakat;

d) Mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat;

e) Mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu; dan

f) Mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka.

Berdasarkan penjelasan dari Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Jalan merupakan salah satu fasilitas publik yang sangat vital bagi warga masyarakat. Namun, di samping itu, banyak sekali aktivitas pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan ruang


(21)

5

milik jalan. Pelanggaran-pelanggaran itu di antaranya pelaksanaan atau penyelenggaraan acara resepsi pernikahan, acara khitanan, atau acara-acara perayaan tertentu yang sudah menjadi kebudayaan warga masyarakat Indonesia umumnya, serta pembangunan polisi tidur yang kemudian disebut alat pembatas kecepatan oleh warga masyarakat yang tidak memenuhi standar kualifikasi dari Kementerian Perhubungan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No: km 3 tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Jalan. Selain itu, ada pula masyarakat yang meminta sumbangan untuk masjid yang menggunakan bagian dari jalan yang kemudian berdampak terhadap kelancaran jalan, dan pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan yang dapat menganggu terselenggaranya fungsi jalan.

Dari sekian banyak masyarakat yang menggunakan jalan untuk aktivitasnya tersebut, tidak sedikit yang tidak memiliki izin untuk menggunakan jalan sebagaimana dimaksud di atas. Padahal, untuk hal ini ada peraturan yang mengikatnya, yaitu yang tercantum pada Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).”

Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan yang berbunyi:


(22)

6

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “

Pasal 274 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/ atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Acara Resepsi Pernikahan, pesta khitanan, dengan memasang tenda yang menghalangi sebagian jalan raya, kemudian masyarakat yang meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, serta aktivitas berdagang yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan termasuk sebagai penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas. Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas adalah kegiatan yang menggunakan ruas jalan sebagian atau seluruhnya di luar fungsi utama dari jalan. Penggunaan jalan untuk acara resepsi pernikahan termasuk sebagai penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi. Ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor


(23)

7

10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas yang mengatakan bahwa penggunaan jalan yang bersifat pribadi antara lain untuk pesta perkawinan, kematian atau kegiatan lainnya. Jalan yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi ini adalah jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.

Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, alat pembatas kecepatan ditempatkan pada jalan di lingkungan permukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C, dan pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi. Bentuk Konstruksi alat pembatas kecepatan pun diatur pada Pasal 6 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan yang berbunyi:

1. Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium dan bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 cm.

2. Penampang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kedua sisi miringnya mempunyai kelandaian yang sama maksimum 15%.

3. Lebar mendatar bagian atas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), proporsional dengan bagian menonjol di atas badan jalan dan minimum 15cm. 4. Bentuk dan ukuran alat pembatas kecepatan sebagaimana dalam Lampiran

gambar 1 keputusan ini.

Sanksi pidana terhadap pelanggaran fungsi jalan atau penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas ini semestinya dapat memberikan efek takut bagi


(24)

8

masyarakat yang ingin menggunakan jalan untuk kepentingan pribadinya yang dilaksanakan tanpa izin dari pihak kepolisian.

Tetapi yang disayangkan adalah masyarakat yang akan menggunakan jalan untuk kepentingan pribadinya, mengacuhkan atau menyepelekan pengurusan izin yang sebenarnya memiliki sanksi pidana yang diberikan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia. Padahal, sesungguhnya pelanggaran fungsi jalan tersebut cukup mengganggu pengguna jalan yang melintas. Hal ini kerap kali terjadi karena kurangnya perhatian dan juga sosialisasi dari pihak Kepolisian terkait Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang di dalamnya berisi sanksi pidana bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran fungsi jalan seperti untuk penyelenggaraan acara resepsi pernikahan atau khitanan, pembangunan alat pembatas kecepatan, penyelenggaraan aktivitas meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, dan aktivitas berdagang yang dilakukan oleh pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan.

Sanksi pidana terkait pelanggaran penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi ini juga nampaknya tidak berjalan, dan ini yang menimbulkan perasaan tidak takut bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diharapkan mampu untuk membuat takut atau memberikan efek jera bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap fungsi jalan yang dapat


(25)

9

mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan atau juga terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan.

Sanksi pidana bagi pelanggar fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan pelanggar fungsi jalan di dalam ruang milik jalan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yaitu:

1. Sanksi Pidana Penjara 2. Sanksi Denda

Penerapan sanksi pidana tersebut belum banyak diketahui oleh masyarakat umum, sehingga masyarakat bisa seenaknya menggunakan jalan untuk kepentingan pribadinya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul “Analisis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan (Studi Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)”.


(26)

10

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Untuk menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang bertitik tolak dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Bagaimanakah penegakan hukum pidana yang dilakukan pihak kepolisian terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan?

b) Apa sajakah kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan?

2. Ruang Lingkup

Agar penelitian dapat lebih terfokus dan terarah sesuai dengan yang penulis maksud, maka sangat penting dijelaskan terlebih dahulu batasan-batasan atau ruang lingkup penelitian termasuk ke dalam kajian Hukum Pidana. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah berdasarkan adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana yang dilakukan pihak kepolisian terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan.


(27)

11

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:

a. Secara teoritis, untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan memperluas wawasan keilmuan penulis agar dapat dipakai sebagai kajian dalam menentukan langkah kebijakan guna menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas yang dilaksanakan tanpa izin dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

b. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum pidana, khususnya dalam kasus pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.


(28)

12

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian, yaitu: 2

1. Total Enforcment, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantive (substantive law of crime).

Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan-aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Di samping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten)

2. Full Enforcment, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcment dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal.

3. Actual E nforcment, menurut Joseph Goldstein fullenforcment ini dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcment. Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana yang melibatkan berbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan permasyarakatan. Termasuk di dalamnya tentu saja lembaga penasihat hukum.

2

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 19,20,21.


(29)

13

Penegakan hukum adalah sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum haruslah berlandaskan moral. Nilai moral tidak berasal dari luar diri manusia, tapi berakar dalam kemanusiaan seseorang.

Soejono Soekanto membuat perincian faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagai berikut:3

1. Faktor hukumnya sendiri, misalnya undang-undang.

Praktek penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu, suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka

3

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 8


(30)

14

penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat, dan diaktualisasikan.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai keadilan dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

5. Faktor kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakkannya. Apabila peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan


(31)

15

kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Unsur-unsur yang terkait dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Asas penegakan hukum yang cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan, hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan masyarakat. Sejalan dengan itu pula masih banyak anggota masyarakat yang masih sering melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, contohnya yaitu mempengaruhi aparatur hukum secara negatif dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku pada proses penegakan hukum yang bersangkutan , yang ditujukan kepada diri pribadi, keluarga, atau anak/ kelompoknya.4

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti.5

4

Soejono Soekanto, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 1

5


(32)

16

Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang digunakan dalam digunakan dalam penulisan skripsi.

a) Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel, tercantum dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

b) Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, tercantum dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. c) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, tercantum dalam Pasal 5 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

d) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian, tercantum dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

e) Kepolisian Resort (Polres) adalah lembaga kepolisian tingkat kabupaten/ kota. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Resort (Kapolres). Di kota-kota besar, lembaga kepolisian ini bernama Kepolisian Kota Besar (Poltabes). Baik Polres maupun Poltabes bertugas mengayomi masyarakat,


(33)

17

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam menjalankan tugasnnya, kepolisian tidak boleh membeda-bedakan warga masyarakat sehingga harus bersikap dan bertindak adil.

f) Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, tercantum dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

g) Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu adalah tindakan petugas kepolisian dalam hal mengatur lalu lintas di jalan dengan menggunakan gerakan tangan, isyarat bunyi, isyarat cahaya dan alat bantu lainnya dalam keadaan tertentu, tercantum dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

h) Keadaan tertentu adalah suatu keadaan sistem lalu lintas yang tidak berfungsi untuk kelancaran lalu lintas yang disebabkan adanya perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional, tidak berfungsinya alat pemberi isyarat lalu lintas, pengguna jalan yang diprioritaskan, pekerjaan jalan, bencana alam, kecelakaan lalu lintas dan/ atau penyebab lainnya, tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.


(34)

18

i) Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas, tercantum dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

j) Pelanggaran adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang berpengaruh secara langsung kepada orang lain.

k) Sanksi Pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.6

l) Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana diserta ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.7

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

6

Muladi dan Barda Nawawie Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 2005). hlm.155-156.

7


(35)

19

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian jalan dan pelanggaran fungsi jalan serta peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal ini Polresta Bandar Lampung, dalam penanggulangan

penggunaan fungsi jalan tanpa izin dari pihak kepolisian untuk mengadakan acara resepsi pernikahan yang menggunakan sebagian atau seluruh jalan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai penegakan hukum yang dilakukan oleh Polresta Bandar Lampung terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menggunakan sebagian atau seluruh fungsi jalan untuk menyelenggarakan acara resepsi pernikahan dan upaya penanggulangannya, serta pembahasan mengenai faktor penyebab seseorang melakukan pelanggaran fungsi jalan untuk acara resepsi pernikahan tanpa izin.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup dan memuat kesimpulan secara rinci dari hal penelitian dan pembahasan serta memuat saran penulis dengan permasalahan yang dikaji.


(36)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

2. Bagian Jalan

a. Ruang Manfaat Jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.

b. Ruang Milik Jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.

c. Ruang Pengawasan Jalan merupakan ruang tertentu di luar tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.


(37)

21

Pengaturan penyelenggaraan jalan bertujuan untuk:

a) Mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan b) Mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan

c) Mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanan kepada masyarakat

d) Mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat

e) Mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu

f) Mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka

3. Pengelompokan Jalan

Sesuai peruntukannya, jalan dibagi menjadi dua, yaitu jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pengelompokan jalan umum menurut statusnya adalah:

a. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota kabupaten/ kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.


(38)

22

d. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/ atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengelompokkan jalan sesuai kelasnya adalah: a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan

bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu llima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu)


(39)

23

milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

B.Pengurusan Izin Menggunakan Jalan Selain Untuk Kepentingan Selain Lalu Lintas

Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas, Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas adalah kegiatan yang menggunakan ruas jalan sebagian atau seluruhnya di luar fungsi utama dari jalan. Penggunaan jalan untuk acara resepsi pernikahan termasuk sebagai penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi. Ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas yang mengatakan bahwa penggunaan jalan yang bersifat pribadi antara lain untuk pesta perkawinan, kematian atau kegiatan lainnya. Jalan yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi ini adalah jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa. Izin penggunaan jalan ini akan diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Jika penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi tersebut mengakibatkan penutupan jalan, maka penggunaan jalan dapat


(40)

24

diizinkan apabila ada jalan yang memiliki kelas jalan yang sekurang-kurangnya sama dengan jalan yang ditutup. Pengalihan arus lalu lintas ke jalan tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara. Apabila penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas sampai mengakibatkan penutupan jalan, kepolisian akan menempatkan petugas yang berwenang pada ruas jalan dimaksud untuk menjaga keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas, izin penggunaan tersebut akan diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Cara memperoleh izin penggunaan jalan tersebut adalah dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada :

a. Kapolda setempat yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Direktur Lalu Lintas, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi;

b. Kapolres/ Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan jalan Kabupaten/ Kota;

c. Kapolsek/ Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan jalan desa.

Permohonan tersebut diajukan paling lambat tiga (3) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan.


(41)

25

C. Sanksi Pidana

1. Pengertian Sanksi Pidana

Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Hukum pidana menetukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.1 Sanksi pidana merupakan salah satu cara untuk menanggulangi tindak pidana. Pendekatan mengenai peranan pidana dalam menghadapi kejahatan menurut Anttila telah berlangsung beratus-ratus tahun. Penggunaan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan merupakan cara yang paling tua, setua dengan peradaban manusia itu sendiri, bahkan ada yang menyebutkan sebagai “older philosophy of crime control”.

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :2

1. Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu.

1

J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1: Hukum Pidana Material Bagian Umum, (Bandung : Binacipta, 1987), hlm. 17.

2


(42)

26

2. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.

Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahat, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena pemidanaan itu mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban, juga orang lain dalam masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa.

2. Tujuan Pemidanaan

Tujuan pemidanaan menurut Barda Nawawi Arief adalah sebagai berikut : 3

1. Mencegah melakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat

2. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana 3. Memulihkan keseimbangan

4. Mendatangkan rasa damai dalam masyarakat

5. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna, dan

6. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana, serta pedoman pemidanaan dalam Pasal 51 yang dapat dijadikan acuan bagi hakim dalam memberikan pidana. Tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut :

1. Pemidanaan bertujuan:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

3

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 117-118


(43)

27

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

3. Jenis-jenis Sanksi Pidana dalam Hukum Indonesia

Berdasarkan Pasal 10 KUHP ditentukan jenis-jenis pidana sebagai berikut : a. Pidana pokok, yaitu :

1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana tambahan, yaitu :

1. Pencabutan hak-kak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim.

Jenis-jenis pidana yang tercantum pada Pasal 65 RUU KUHP 2012/2013 sebagai berikut :

1. Pidana pokok terdiri atas: a. pidana penjara

b. pidana tutupan c. pidana pengawasan d. pidana denda dan e. pidana kerja sosial.

2. Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat ringannya pidana.


(44)

28

D. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggar Pengguna Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Jalan sebagai bagian prasarana transportasi memiliki peran yang penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan adanya jalan yang diselenggarakan pemerintah, masyarakat dipermudah untuk melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Namun di samping itu, banyak sekali pelanggaran yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Salah satunya adalah penyelenggaraan acara resepsi pernikahan yang menggunakan sebagian atau seluruh fungsi jalan, yang dapat mengganggu terselenggaranya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan. Dari sekian banyak masyarakat yang menggunakan jalan untuk kepentingan pribadinya, tidak sedikit yang tidak memiliki izin untuk menggunakan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas. Padahal, untuk hal ini telah ada peraturan yang mengikatnya, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 yang berbunyi:

(1).Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan.

(2).Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan.

(3).Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.


(45)

29

Adapun sanksi bagi seseorang yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan diatur dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan adalah:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

Kemudian sanksi bagi seseorang yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, diatur dalam Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. rupiah) “

Dan sanksi bagi seseorang yang mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi jalan, diatur dalam Pasal 274 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/ atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)


(46)

30

dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Acara Resepsi Pernikahan, pesta khitanan, aktivitas meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, dan aktivitas perdagangan yang menggunakan bagian jalan, termasuk sebagai penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas, Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas adalah kegiatan yang menggunakan ruas jalan sebagian atau seluruhnya di luar fungsi utama dari jalan.


(47)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul.1

A. Pendekatan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu penelitian yang secara deduktif

dimulai analisa terhadap pasal-pasal dan perundang-undangan yang mengatur permasalahan tentang pelanggaran fungsi jalan yang dilakukan oleh masyarakat..

2. Pendekatan Yuridis Empiris adalah pendekatan dengan penelitian langsung ke lapangan yaitu dengan melihat fakta-fakta tentang penegakkan hukum terhadap penyelenggaraan acara resepsi pernikahan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Tipe penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang segala sesuatu yang diteliti sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan upaya penegakan hukum

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung,, 2004), hlm. 43


(48)

32

terhadap pelanggar fungsi jalan dan juga menjelaskan hambatan-hambatan yang ditemukan dalam upaya penegakan hukum tersebut.

B. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari lapangan atau pihak-pihak yang terlibat langsung dalam memberikan data yang berhubungan dengan penegakan hukum pidana terhadap penyelenggaraan acara resepsi pernikahan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dianggap menunjang dalam penelitian ini, yang terdiri dari:2

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti KUHP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.

2

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Rajawali Pers, Jakarta, 2003), hlm. 33-37


(49)

33

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisis serta memahami bahan hukum primer seperti literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan lain yang berguna untuk memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti kamus

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberikan informasi/keterangan secara jelas atau menjadi sumber informasi. Keterangan atau jawaban tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan atau lisan ketika menjawab wawancara. Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah :

1. Polisi pada Polresta Bandar Lampung : 2 Orang 2. Pegawai Dinas Perhubungan pada Dinas Perhubungan

Kota Bandar Lampung : 2 Orang

Jumlah : 4 Orang

Alasan penulis memilih narasumber tersebut adalah karena polisi pada Polresta Bandar Lampung adalah pihak yang menerima laporan dari masyarakat di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung atas adanya pelanggaran masyarakat yang melakukan penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas yang dilaksanakan tanpa izin dari pihak kepolisian dan Pegawai Dinas Perhubungan yang merupakan perwakilan pemerintah di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.


(50)

34

D. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:3

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, mencatat dan memahami berbagai literatur yang ada hubungannya dengan materi penelitian, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah serta dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian langsung pada tempat atau objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara bebas, namun terarah kepada data penelitian yang diinginkan. Pihak yang diwawancarai adalah pihak yang memiliki keterlibatan langsung dengan perkara yang sedang dikaji.

E. Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut

1. Identifikasi

Identifikasi data yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan sikap Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menegakkan hukum pidana

3


(51)

35

terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran fungsi jalan di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

2. Editing

Editing data yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan para responden maupun dari kepustakaan, hal ini perlu untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup dan dapat dilakukan

3. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh menurut kelompok yang telah ditentukan secara sistematis sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. 4. Sistematisasi Data

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisi menurut susunan yang benar dan tepat.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.4

Analisis data yang diperoleh dilakukan melalui analisis kualitatif, yang dilakukan dengan cara menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis, sehingga dapat diperoleh

4

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2008, cet. IV) hlm. 244


(52)

36

gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan metode induktif untuk menarik suatu kesimpulan terhadap hal-hal atau peristiwa-peristiwa dari data yang telah dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang bisa digeneralisasikan (ditarik ke arah kesimpulan umum), maka jelas metode induktif ini untuk menilai fakta-fakta empiris yang ditemukan lalu dicocokan dengan teori-teori yang ada.


(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindakan pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melanggar fungsi jalan sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi jalan selama ini adalah berdasarkan diskresi kepolisian. Pihak kepolisian belum pernah melakukan tindakan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ataupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Masyarakat menganggap penggunaan jalan untuk kegiatan pribadi tidak perlu menggunakan izin dari pihak kepolisian sehingga mereka dengan seenaknya saja menutup jalan tersebut. Padahal untuk hal ini sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Begitu pula dengan pembangunan alat pembatas kecepatan. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung belum pernah menindak secara tegas terhadap pembangunan alat pembatas kecepatan ini. Sehingga, masyarakat menganggap pembangunan alat pembatas kecepatan bisa sesuai dengan kehendaknya saja tanpa memperhatikan regulasi yang ada, yang tentunya hal ini menimbulkan kerugian bagi para pengguna jalan.


(54)

57

2. Terdapat beberapa kendala bagi pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan upaya penegakan hukum pidana terhadap pelanggar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan, antara lain karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan fungsi jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, yang berpotensi menyebabkan kemacetan terhadap lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat terjadi karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Bandar Lampung. Selain itu, kendala lainnya adalah tidak tahu nya masyarakat terkait penggunaan izin untuk menggunakan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, dan juga polisi menghindari terjadinya konflik dengan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis mencoba memberi sumbangan pemikiran berupa saran-saran antara lain:

1. Dalam tindakannya, pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung berdasarkan diskresi kepolisian. Pada dasarnya tindakan seperti ini memang baik, karena pihak kepolisian bertujuan untuk memberikan kebijakan terhadap pelaku pelanggaran fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Namun, apabila tindakan yang diambil ke depannya tetap berdasarkan diskresi kepolisian, ditakutkan akan terjadi tindakan pelanggaran fungsi jalan yang makin sewenang-wenang yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan di sekitarnya. Perlu dipertimbangkan bagi pihak kepolisian


(55)

58

untuk bertindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang akan menggunakan jalan untuk kegiatan pribadinya tanpa menggunakan izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.

2. Pihak Kepolisian dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat terhadap

peraturan tentang penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, agar masyarakat tahu hal itu merupakan tindak pelanggaran apabila tidak memiliki izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan tentunya memiliki sanksi pidana. Dan kelak masyarakat Kota Bandar Lampung akan menggunakan izin untuk menyelenggarakan kegiatan pribadinya yang menggunakan jalan. Begitu pula dengan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, yang nampaknya kurang menyosialisasikan aturan pembangunan alat pembatas kecepatan, yang sering meresahkan pengguna jalan. Seharusnya, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung mampu mengedukasi masyarakat Bandar Lampung terkait pembangunan alat pembatas kecepatan, seperti memasang spanduk-spanduk yang berisikan aturan tentang pembangunan alat pembatas kecepatan, dll.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.

Andrisman, Tri. 2010. Buku Ajar Sistem Peradilan Pidana. Lampung. Penerbit Universitas Lampung.

Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya Bakti.

__________. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

J.M. van Bemmelen. 1987. Hukum Pidana 1. Hukum Pidana Material Bagian Umum. Bandung. Binacipta.

Marpaung, Leden. 2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta. Sinar Grafika.

Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo, 1993. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Yogyakarta. PT. Citra Aditya Bakti.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Rieneka Cipta.

Muhammad, Abdul Kadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Alumni.

Purnomo, Bambang. 1998. Pola Dasar Teori Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta. Liberty.

Puspa, Yan Pramadya. 1977. Kamus Hukum. Semarang. Aneka Ilmu.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta. Rajawali Pers.

__________. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.


(57)

__________. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

__________. 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta. Rineka

Cipta.

__________. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.


(1)

36

gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan metode induktif untuk menarik suatu kesimpulan terhadap hal-hal atau peristiwa-peristiwa dari data yang telah dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang bisa digeneralisasikan (ditarik ke arah kesimpulan umum), maka jelas metode induktif ini untuk menilai fakta-fakta empiris yang ditemukan lalu dicocokan dengan teori-teori yang ada.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindakan pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan penegakan hukum pidana terhadap masyarakat yang melanggar fungsi jalan sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi jalan selama ini adalah berdasarkan diskresi kepolisian. Pihak kepolisian belum pernah melakukan tindakan berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ataupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Masyarakat menganggap penggunaan jalan untuk kegiatan pribadi tidak perlu menggunakan izin dari pihak kepolisian sehingga mereka dengan seenaknya saja menutup jalan tersebut. Padahal untuk hal ini sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Begitu pula dengan pembangunan alat pembatas kecepatan. Pihak Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung belum pernah menindak secara tegas terhadap pembangunan alat pembatas kecepatan ini. Sehingga, masyarakat menganggap pembangunan alat pembatas kecepatan bisa sesuai dengan kehendaknya saja tanpa memperhatikan regulasi yang ada, yang tentunya hal ini menimbulkan kerugian bagi para pengguna jalan.


(3)

57

2. Terdapat beberapa kendala bagi pihak kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melakukan upaya penegakan hukum pidana terhadap pelanggar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan, antara lain karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan fungsi jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, yang berpotensi menyebabkan kemacetan terhadap lalu lintas, bahkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat terjadi karena tingginya mobilitas masyarakat di Kota Bandar Lampung. Selain itu, kendala lainnya adalah tidak tahu nya masyarakat terkait penggunaan izin untuk menggunakan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, dan juga polisi menghindari terjadinya konflik dengan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis mencoba memberi sumbangan pemikiran berupa saran-saran antara lain:

1. Dalam tindakannya, pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung berdasarkan diskresi kepolisian. Pada dasarnya tindakan seperti ini memang baik, karena pihak kepolisian bertujuan untuk memberikan kebijakan terhadap pelaku pelanggaran fungsi jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Namun, apabila tindakan yang diambil ke depannya tetap berdasarkan diskresi kepolisian, ditakutkan akan terjadi tindakan pelanggaran fungsi jalan yang makin sewenang-wenang yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan di sekitarnya. Perlu dipertimbangkan bagi pihak kepolisian


(4)

58

untuk bertindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang akan menggunakan jalan untuk kegiatan pribadinya tanpa menggunakan izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.

2. Pihak Kepolisian dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat terhadap peraturan tentang penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas, agar masyarakat tahu hal itu merupakan tindak pelanggaran apabila tidak memiliki izin dari pihak Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan tentunya memiliki sanksi pidana. Dan kelak masyarakat Kota Bandar Lampung akan menggunakan izin untuk menyelenggarakan kegiatan pribadinya yang menggunakan jalan. Begitu pula dengan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, yang nampaknya kurang menyosialisasikan aturan pembangunan alat pembatas kecepatan, yang sering meresahkan pengguna jalan. Seharusnya, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung mampu mengedukasi masyarakat Bandar Lampung terkait pembangunan alat pembatas kecepatan, seperti memasang spanduk-spanduk yang berisikan aturan tentang pembangunan alat pembatas kecepatan, dll.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.

Andrisman, Tri. 2010. Buku Ajar Sistem Peradilan Pidana. Lampung. Penerbit Universitas Lampung.

Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya Bakti.

__________. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

J.M. van Bemmelen. 1987. Hukum Pidana 1. Hukum Pidana Material Bagian Umum. Bandung. Binacipta.

Marpaung, Leden. 2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta. Sinar Grafika.

Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo, 1993. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Yogyakarta. PT. Citra Aditya Bakti.

Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta. Rieneka Cipta.

Muhammad, Abdul Kadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Alumni.

Purnomo, Bambang. 1998. Pola Dasar Teori Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta. Liberty.

Puspa, Yan Pramadya. 1977. Kamus Hukum. Semarang. Aneka Ilmu.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta. Rajawali Pers.

__________. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.


(6)

__________. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

__________. 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.

__________. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.