PERBEDAAN LAJU PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) BERDASARKAN JENIS KELAMIN DALAM USAHA PEMBESARAN KEPITING SOKA

(1)

ABSTRAK

PERBEDAAN LAJU PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) BERDASARKAN JENIS KELAMIN DALAM USAHA PEMBESARAN

KEPITING SOKA

Oleh

AYU WIDHYASTUTI

Kepiting bakau (Scylla serrata) adalah salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dikembangkan, karena selain mempunyai rasa yang enak, kepiting juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk kepiting ini cukup besar, sehingga memberi peluang bagi pengembangan komoditas ini secara lebih serius dan komersial. Salah satu cara peningkatan nilai produksi dari kepiting bakau adalah menjadikan biota tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak (kepiting soka). Kerang adalah salah satu makanan alami kepiting bakau yang memiliki protein yang tinggi, sehingga pakan kerang dapat digunakan dalam usaha budidaya kepiting soka.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan laju pertumbuhan kepiting bakau antara jantan dan betina dalam pembesaran kepiting soka yang dipelihara pada lahan bekas tambak. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2010 sampai Januari 2011 di lahan bekas tambak desa Sidodadi kecamatan Padang Cermin Pesawaran dan Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu RAL dengan 6 kali ulangan, dan sub sampel sebagai ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah individu jantan dan betina yaitu dengan membandingkan laju pertumbuhan kepiting jantan dan betina yang dipelihara dalam keranjang soliter. Parameter yang diukur pada penelitian ini yaitu panjang karapas, lebar karapas, berat tubuh, kelulusan hidup, waktumoltingkepiting bakau dan kualitas air. Pengukuran laju pertumbuhan kepiting bakau berupa pertambahan berat tubuh, panjang dan lebar karapas dihitung dengan cara data akhir penelitian (setelahmolting) dikurangi dengan data awal penelitian (saat penebaran). Data yang diperoleh akan di analisis dengan uji T pada = 0,05.


(2)

Hasil penelitian menunjukkan laju pertumbuhan kepiting bakau dilihat dari pertambahan berat, panjang dan lebar karapas kepiting bakau antara jantan dan betina tidak berbeda nyata, sedangkan waktumoltingantara kepiting jantan dan betina berbeda nyata. Hal ini karena, kepiting betina yang dipelihara dengan berat tubuh 100-200 gram merupakan kepiting betina dewasa yang siap kawin, sehingga energi pakan digunakan untuk proses ganti kulit (molting). Sementara itu, pada kepiting jantan energi pakan digunakan untuk memperbesar capit, panjang dan lebar karapas sehingga kepiting jantan lebih lama untuk melakukanmolting. Kelulusan hidup kepiting bakau yang diperoleh yaitu 100% dan parameter kualitas air yang diukur pada lahan bekas tambak masih cukup baik untuk mendukung laju pertumbuhan kepiting bakau.


(3)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan yaitu :

1) Laju pertumbuhan kepiting betina dilihat dari pertambahan berat, panjang dan lebar karapas tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kepiting jantan.

2) Kepiting bakau betina dengan pakan kerang cocok untuk dijadikan usaha kepiting lunak (soka) karena waktu molting yang relatif singkat, sehingga dapat meminimalisir waktu dan biaya produksi.

3) Korelasi antara pertambahan berat tubuh dan lebar karapas kepiting bakau memiliki nilai koefisien korelasi rendah yaitu 0,39.


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di hutan bakau (mangrove) adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai pengekspor kepiting yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara produsen kepiting lainnya (Kanna, 2002).

Kepiting bakau sangat disenangi masyarakat karena selain rasa dagingnya yang enak, terutama kepiting soka (bercangkang lunak) dan kepiting yang sedang bertelur, juga kandungan gizinya yang tinggi (Kordi, 2000). Daging kepiting mengandung protein 65,72%, lemak 0,83%, abu 7,5% dan kadar air 9,9%. Oleh karena itu kepiting memiliki nilai ekonomis relatif tinggi (Setyadiet al, 2009).

Bukan hanya dagingnya mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat dimanfaatkan. Berbagai industri memanfaatkan kulit tersebut sebagai bahan baku obat, pangan, kosmetik, karena kulit kepiting ini merupakan sumber chitin, chitosan dan karatenoid. Bahan-bahan tersebut mempunyai


(5)

peranan sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan serta sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar (Cybernews, 2007)

Budidaya kepiting bakau yang merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat petani tambak, belum banyak mendapat perhatian. Padahal permintaan masyarakat terhadap komoditi ini meningkat setiap tahunnya (Kasry, 1996). Kebutuhan konsumen akan kepiting bakau selama ini sebagian besar masih dipenuhi dari hasil penangkapan di alam yang sifatnya fluktuatif. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen akan kepiting terutama di pasaran internasional, membawa implikasi terhadap upaya untuk memproduksi kepiting bakau melalui budidaya secara intensif (Karim, 2007).

Salah satu cara peningkatan nilai produksi kepiting bakau adalah menjadikan spesies tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak (kepiting soka). Kepiting soka adalah kepiting bakau fase ganti kulit (molting). Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu mempunyai cangkang yang lunak (soft carapace) sehingga dapat

dikonsumsi secara utuh ( Nurdin dan Armando, 2010 ). Berkaitan dengan potensi nilai ekonomis yang menjanjikan dari kepiting bakau tersebut, maka perlu diperhatikan kecepatan pertumbuhan dari kepiting bakau jenis Scylla serrata.


(6)

Kecepatan pertumbuhan berkaitan erat dengan kecepatan ganti kulit karena setiap fase pertumbuhan diikuti dengan pergantian kulit. Laju pertumbuhan kepiting dapat dipengaruhi oleh jenis pakan dan kualitas air tambak pembesaran. Setiap pertambahan berat akan didahului dengan pergantian kulit yang disebutmolting(Susanto, 2006). Salah satu jenis pakan yang dapat mempercepat terjadinya pergantian kulit (molting) adalah kerang. Kerang merupakan makanan alami yang sering ditemui di perairan, oleh karena itu cocok untuk dijadikan pakan alami budidaya kepiting bakau (Kanna, 2002).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan laju pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) antara jantan dan betina dalam pembesaran kepiting soka yang dipelihara secara soliter pada lahan bekas tambak.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan laju pertumbuhan kepiting bakau berdasarkan jenis kelamin dengan pemberian pakan kerang. Khusus dalam budidaya kepiting soka, pakan alami kerang dapat mempercepatmolting, sehingga akan


(7)

D. Kerangka Pemikiran

Sebagai negara kepulauan Indonesia dengan luas panjang pantai ± 81.000 km, maka konsumsi berbagai jenis makanan yang berasal dari laut

bukanlah hal baru bagi bangsa ini. Demikian halnya dengan kepiting bakau yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomis dan bergizi tinggi, di samping udang, lobster dan berbagai jenis biota laut yang lain.

Permintaan masyarakat terhadap komoditi ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat, namun sebagian besar produksi kepiting bakau masih diperoleh dari hasil tangkapan di alam. Pemenuhan permintaan konsumen dengan cara tersebut tidak dapat dibenarkan, karena dapat mengganggu kelestarian populasinya dan kerusakan habitatnya.

Tingginya pemanfaatan sumber daya alam, akan lebih bijaksana jika diimbangi dengan usaha budidaya. Benih-benih tangkapan dari alam dapat dibesarkan melalui budidaya, sehingga memberi kesempatan bagi induk untuk mempertahankan keturunannya. Di beberapa daerah di Indonesia usaha budidaya kepiting sudah mulai dirintis oleh sebagian nelayan dan petani diantaranya usaha penggemukan, pembesaran kepiting, kepiting bertelur, dan kepiting soka (lunak).

Kepiting soka atau kepiting bercangkang lunak merupakan salah satu produk derivasi (turunan) dari tambak budidaya kepiting. Tujuan usaha


(8)

pembudidayaan ini untuk menghasilkan kepiting yang sedangmoltingatau ganti kulit, karena kepiting soka mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding hasil budidaya kepiting yang lain. Dalam budidaya kepiting soka diperlukan pakan yang sesuai, agar dapat mempercepat laju pertumbuhan melalui proses pergantian kulit kepiting.

Pada masa pertumbuhan kepiting menjadi dewasa, kepiting ini akan mengalami pergantian kulit (molting) antara 17-20 kali tergantung dari kondisi lingkungan dan pakan yang mempengaruhi pertumbuhannya. Setiapmoltingtubuh kepiting akan bertambah besar 1/3 kali ukuran semula, panjang dan lebar karapas meningkat 5-15 mm pada kepiting dewasa. Kepiting betina memiliki abdomen yang lebih besar

dibandingkan kepiting jantan, sehingga frekuensi makan pada kepiting betina ini akan lebih tinggi. Oleh karena itu laju pertumbuhan kepiting betina akan lebih cepat dibandingkan dengan kepiting jantan.

Walaupun kepiting merupakan hewan pemakan segala dan pemakan bangkai, tetapi kepiting lebih cenderung memakan hewan atau daging-dagingan, yang salah satu diantaranya adalah kerang. Kerang merupakan salah satu makanan alami kepiting bakau yang memiliki nilai protein yang tinggi. Oleh karena itu pakan kerang dapat digunakan dalam usaha


(9)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Laju pertumbuhan betina lebih cepat dibandingkan dengan kepiting jantan. 2. Pertumbuhan kepiting bakau ditandai dengan pertambahan berat tubuh, serta

pertambahan panjang dan lebar karapas.


(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di hutan bakau (mangrove) adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai pengekspor kepiting yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara produsen kepiting lainnya (Kanna, 2002).

Kepiting bakau sangat disenangi masyarakat karena selain rasa dagingnya yang enak, terutama kepiting soka (bercangkang lunak) dan kepiting yang sedang bertelur, juga kandungan gizinya yang tinggi (Kordi, 2000). Daging kepiting mengandung protein 65,72%, lemak 0,83%, abu 7,5% dan kadar air 9,9%. Oleh karena itu kepiting memiliki nilai ekonomis relatif tinggi (Setyadiet al, 2009).

Bukan hanya dagingnya mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat dimanfaatkan. Berbagai industri memanfaatkan kulit tersebut sebagai bahan baku obat, pangan, kosmetik, karena kulit kepiting ini merupakan sumber chitin, chitosan dan karatenoid. Bahan-bahan tersebut mempunyai


(2)

peranan sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan serta sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar (Cybernews, 2007)

Budidaya kepiting bakau yang merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat petani tambak, belum banyak mendapat perhatian. Padahal permintaan masyarakat terhadap komoditi ini meningkat setiap tahunnya (Kasry, 1996). Kebutuhan konsumen akan kepiting bakau selama ini sebagian besar masih dipenuhi dari hasil penangkapan di alam yang sifatnya fluktuatif. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen akan kepiting terutama di pasaran internasional, membawa implikasi terhadap upaya untuk memproduksi kepiting bakau melalui budidaya secara intensif (Karim, 2007).

Salah satu cara peningkatan nilai produksi kepiting bakau adalah menjadikan spesies tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak (kepiting soka). Kepiting soka adalah kepiting bakau fase ganti kulit (molting). Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu mempunyai cangkang yang lunak (soft carapace) sehingga dapat

dikonsumsi secara utuh ( Nurdin dan Armando, 2010 ). Berkaitan dengan potensi nilai ekonomis yang menjanjikan dari kepiting bakau tersebut, maka perlu diperhatikan kecepatan pertumbuhan dari kepiting bakau jenis Scylla serrata.


(3)

Kecepatan pertumbuhan berkaitan erat dengan kecepatan ganti kulit karena setiap fase pertumbuhan diikuti dengan pergantian kulit. Laju pertumbuhan kepiting dapat dipengaruhi oleh jenis pakan dan kualitas air tambak pembesaran. Setiap pertambahan berat akan didahului dengan pergantian kulit yang disebutmolting(Susanto, 2006). Salah satu jenis pakan yang dapat mempercepat terjadinya pergantian kulit (molting) adalah kerang. Kerang merupakan makanan alami yang sering ditemui di perairan, oleh karena itu cocok untuk dijadikan pakan alami budidaya kepiting bakau (Kanna, 2002).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan laju pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) antara jantan dan betina dalam pembesaran kepiting soka yang dipelihara secara soliter pada lahan bekas tambak.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan laju pertumbuhan kepiting bakau berdasarkan jenis kelamin dengan pemberian pakan kerang. Khusus dalam budidaya kepiting soka, pakan alami kerang dapat mempercepatmolting, sehingga akan


(4)

D. Kerangka Pemikiran

Sebagai negara kepulauan Indonesia dengan luas panjang pantai ± 81.000 km, maka konsumsi berbagai jenis makanan yang berasal dari laut

bukanlah hal baru bagi bangsa ini. Demikian halnya dengan kepiting bakau yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomis dan bergizi tinggi, di samping udang, lobster dan berbagai jenis biota laut yang lain.

Permintaan masyarakat terhadap komoditi ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat, namun sebagian besar produksi kepiting bakau masih diperoleh dari hasil tangkapan di alam. Pemenuhan permintaan konsumen dengan cara tersebut tidak dapat dibenarkan, karena dapat mengganggu kelestarian populasinya dan kerusakan habitatnya.

Tingginya pemanfaatan sumber daya alam, akan lebih bijaksana jika diimbangi dengan usaha budidaya. Benih-benih tangkapan dari alam dapat dibesarkan melalui budidaya, sehingga memberi kesempatan bagi induk untuk mempertahankan keturunannya. Di beberapa daerah di Indonesia usaha budidaya kepiting sudah mulai dirintis oleh sebagian nelayan dan petani diantaranya usaha penggemukan, pembesaran kepiting, kepiting bertelur, dan kepiting soka (lunak).

Kepiting soka atau kepiting bercangkang lunak merupakan salah satu produk derivasi (turunan) dari tambak budidaya kepiting. Tujuan usaha


(5)

pembudidayaan ini untuk menghasilkan kepiting yang sedangmoltingatau ganti kulit, karena kepiting soka mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding hasil budidaya kepiting yang lain. Dalam budidaya kepiting soka diperlukan pakan yang sesuai, agar dapat mempercepat laju pertumbuhan melalui proses pergantian kulit kepiting.

Pada masa pertumbuhan kepiting menjadi dewasa, kepiting ini akan mengalami pergantian kulit (molting) antara 17-20 kali tergantung dari kondisi lingkungan dan pakan yang mempengaruhi pertumbuhannya. Setiapmoltingtubuh kepiting akan bertambah besar 1/3 kali ukuran semula, panjang dan lebar karapas meningkat 5-15 mm pada kepiting dewasa. Kepiting betina memiliki abdomen yang lebih besar

dibandingkan kepiting jantan, sehingga frekuensi makan pada kepiting betina ini akan lebih tinggi. Oleh karena itu laju pertumbuhan kepiting betina akan lebih cepat dibandingkan dengan kepiting jantan.

Walaupun kepiting merupakan hewan pemakan segala dan pemakan bangkai, tetapi kepiting lebih cenderung memakan hewan atau daging-dagingan, yang salah satu diantaranya adalah kerang. Kerang merupakan salah satu makanan alami kepiting bakau yang memiliki nilai protein yang tinggi. Oleh karena itu pakan kerang dapat digunakan dalam usaha


(6)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Laju pertumbuhan betina lebih cepat dibandingkan dengan kepiting jantan. 2. Pertumbuhan kepiting bakau ditandai dengan pertambahan berat tubuh, serta

pertambahan panjang dan lebar karapas.