Latar Belakang Invasi Sultan Agung Mataram terhadap Kadipaten Tuban tahun 1619 M.
                                                                                digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
terjalin  akrab  dengan  kerajaan-kerajaan  Hindu  tetap  terpelihara.  Agama Islam  yang  dianut  oleh  penguasa  Tuban  bersifat  tidak  ortodoks,  bahkan
diketahui  sebagian  bawahan  penguasa  Tuban  tetaplah  kafir.  Tidak  heran Tom  Pires  menyebut  orang  Tuban  dengan  “tidak  ada  penganut  agama
Muhammad yang taat”.
14
Sejak  awal  pemerintahannya,  Tuban  memang  memposisikan  dirinya sebagai wilayah bawahan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara.
15
Salah satu kerajaan  besar  yang  pernah  menguasai  wilayah  Tuban  adalah  kerajaan
Mataram Islam. Ketika  Pangeran  Dalem  adipati  Tuban  ke  XVII  berkuasa,  ia
memindahkan  rumah  kadipaten  ke  kampung  Dagan  kota  Tuban.  Di samping itu, Pangeran Dalem juga membangun  masjid dan benteng di  luar
kota  sebagai  daerah  pertahanan.  Benteng  yang  dibangun  pada  masa pemerintahan Pangeran Dalem tersebut terletak di Gua Akbar dengan posisi
membujur dari timur ke barat. Pengeran Dalem menunjuk Kiai Muhammad Asngari  untuk  bertugas  membangun  benteng  pertahanan  tersebut.  Benteng
tersebut  oleh  Pangeran  Dalem  diberi  nama  benteng  Kumbakarna.
16
Pada saat  itu,  Tuban  berada  di  bawah  kekuasaan  kerajaan  Mataram  Islam  yang
14
M. A. P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di Nusantara antara 1500 dan sekitar 1630 Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016, 156.
15
De  Graaf,  Kerajaan  Islam  Pertama:  Tinjauan  Sejarah  Politik  Abad  XV  dan  XVI,  Terj.  Grafiti Pers dan KITLV Jakarta: Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti, 2001, 148.
16
Tim Penyusun, Tuban Bumi Wali,  49.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
mulai  diakui  kekuasaannya  oleh  adipati-adipati  dari  beberapa  daerah  di Jawa, seperti Cirebon, Sumedang, Madura, dan Tuban, sejak tahun 1601.
17
Kondisi  awal  Tuban  sebagai  pelabuhan  penting  pada  masa  itu disebabkan  oleh  kondisi  geografisnya  yang  memadai.  Teluk  Tuban  dinilai
aman dan baik untuk transportasi laut karena kedalamannya yang ideal bagi perahu-perahu besar yang datang. Di sisi lain, kondisi Tuban sebagai daerah
rawan  karena  merupakan  pintu  gerbang  masuknya  kekuatan-kekuatan  luar yang  hendak  menembus  ke  wilayah  pusat  kekuasaan  di  pedalaman,  juga
dikenal  sebagai  benteng  terdepan  untuk  menghambat  serangan  lawan menjadikan  Tuban  sebagai  salah  satu  incaran  kerajaan-kerajaan  di
Nusantara untuk memperkuat dan melebarkan wilayah kekuasaannya.
18
Mengenai  kelompok-kelompok  sosial  yang  tinggal  di  Tuban  tidak disebutkan  secara  rinci,  namun  sumber  dari  kitab  Ying-Yai  Sheng-Lan
menyebutkan  ada  tiga  kelompok  sosial  yang  tinggal  di  wilayah  ini, diantaranya  adalah  golongan  muslim,  pedagang  Cina,  dan  penduduk
pribumi.
19
Memasuki  abad  ke-16,  kelompok-kelompok  sosial  di  Tuban nampaknya  masih  belum  mengalami  perubahan  yang  berarti.  Jadi  masih
serupa dengan pengelompokkam sosial  yang terjadi sejak akhir abad ke-13 sebagaimana  dicatat  dalam  berita  Cina  tersebut.  Seperti  telah  diketahui
bahwa  kelompok  sosial  yang  paling  tinggi  statusnya  adalah  golongan
17
R. Soeparmo, Catatan Sejarah 700 Tahun Tuban Tuban: Pemerintah Kabupaten Tuban, 1983, 31.
18
Sedyawati, Tuban: Kota Pelabuhan, 8-9.
19
Ibid., 34.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
muslim. Kemudian diikuti oleh orang-orang Cina dan terakhir orang-orang pribumi.
20
Pada  awal  abad  17  setelah  benteng  Kumbakarna  dibangun,  Sultan Mataram saat itu, Sultan Agung Hanyakrakusuma mendengar berita bahwa
bupati  Tuban,  Pangeran  Dalem  berniat  akan  memerdekakan  diri  dari pengaruh Mataram. Bukti dari niat Pangeran Dalem ini dipicu alasan bahwa
banyak  bupati  dari  Jawa  Timut,  diantaranya  Bupati  dari  Surabaya,  Lasem, dan Tuban tidak bersedia mengakui kedaulatan Sultan Agung dari Mataram
karena  dianggap  jahat  sehingga  ketiga  wilayah  ini  bersepakat  untuk bertempur  bersama-sama  untuk  melawan  tentara  kerajaan.
21
Pembangunan benteng  Kumbakarna  ini  diharapkan  mampu  menjadi  pendukung
tercapainya niat tersebut. Namun niat ini segera di ketahui oleh Sultan Agung. Beliau mengirim
seorang  mata-mata  bernama  Kyai  Randu  Watang.  Setibanya  di  Tuban, Randu Watang menanam dua batang pohon randu alas sebagai tanda bahwa
ia telah sampai di Tuban. Setelah diselidiki lebih lanjut, Kiai Randu Watang mengetahui kebenaran berita tersebut kemudian melaporkannya langsung ke
Mataram.
22
Segera setelah laporan Kyai Randu Watang ke Mataram, Sultan Agung  mengerahkan  pasukannya  untuk  menginvasi  Tuban.  Dua  pasukan
dikerahkan  oleh  Sultan  Agung  dengan  memerintahkan  Martalaya  dan  Jaya
20
Ibid., 36.
21
Soeparmo, Catatan Sejarah, 32.
22
Tan Khoen Swie, Serat Babad Thuban Kediri: Penerbit Tan Khoen Swie, 1936, 11.
digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id  digilib.uinsby.ac.id
Suponta  sebagai  pemimpin  invasi  tersebut.
23
Peristiwa  ini  berakhir  dengan takluknya Tuban, yang menjadi salah satu unsur terpenting dari persekutuan
Surabaya untuk menghancurkan Mataram, pada tahun 1619.
24
Dengan  dilatar  belakangi  oleh  fakta  sejarah  di  atas,  maka  peneliti termotivasi  untuk  mendeskripsikan  lebih  lanjut  dan  mendalam  mengenai
peristiwa  penaklukan  Tuban  oleh  kerajaan  Mataram  Islam  pada  1619  dan apa saja dampak yang diperoleh Tuban akibat peristiwa tersebut. Untuk itu,
dalam penelitian yang dilaksanakan secara individu ini, peneliti mengambil judul:
“Invasi  Sultan  Agung  Mataram  terhadap  Kadipaten  Tuban tahun 1619: Berdasarkan Berita Tradisi”.
                