IZIN CUTI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA DI PROVINSI LAMPUNG

ABSTRAK
IZIN CUTI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCALONKAN DIRI
SEBAGAI KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN
UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA
DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
ZEVINA ZORAVIANDA
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada era otonomi daerah seharusnya dapat bekerja secara
profesional dalam mewujudkan fungsi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, tetapi
fakta politik menunjukkan bahwa seiring dengan otonomi daerah, terdapat PNS yang
menjadi calon kepala daerah. Sebelum diberlakukannya UUASN, PNS yang menjadi
pejabat politik masih tetap berstatus sebagai PNS dan hanya diwajibkan untuk
mengajukan cuti, tetapi setelah diberlakukannya UUASN, setiap PNS yang
mencalonkan diri sebagai pejabat politik harus mengundurkan diri sebagai PNS.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Pengaturan terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah (2) Implikasi hukum (hak
dan kewajiban) bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan izin cuti di luar
tanggungan Negara
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan
dengan studi pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengaturan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil. Pasal 26 menyatakan bahwa kpada
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
secaraterus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat
diberikan cuti di luar tanggungan Negara. Cuti di luar tanggungan Negara dapat
diberikan - paling lama3 (tiga) tahun. Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dipat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun
apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya. (2) Implikasi
hukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan izin cuti di luar tanggungan
Negara adalah seorang pegawai negeri yang diangkat menjadi pejabat negara
hanya menerima penghasilan sebagai pejabat negara, penghasilannya sebagai
Pegawai Negeri Sipil dihentikan. Sementara kewajibannya adalah PNS setelah
habis menjalankan cuti diluar tanggungan negara wajib melaporkan diri kepada
instansinya induknya untuk ditempatkan kembali apabila ada lowongan, PNS yang
tidak melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti
diluar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.

1


ABSTRACT

PERMISSION LICENSED TOWARD CIVIL SERVANT WHO RAN
AS REGIONAL HEAD IN RELATION WITH ACT OF STATE CIVIL
SERVANT ON LAMPUNG PROVINCE
By
ZEVINA ZORAVIANDA

Civil Servant in the era of regional autonomy should be able to work professionally in
realizing the function as civil servants and public servant, but a political fact shows that
along with regional autonomy, there are civil servants who become candidates for the
head area. Prior to the enactment of Nation Civil Servant Act, civil servants into
political officials are still civil servants, and are only required to file a leave of absence,
but after the enactment Nation Civil Servant Act, every civil servant who ran for
political officials should resign as civil servants.
The problem of this study were: (1) How is the regulation about permission licensed
toward civil servants who ran as Regional Head (2) How is legal implications (rights
and obligations) for Civil Servants are asking permission unpaid leave state.
The approach used is a problem that normative and empirical. The data used are
primary data and secondary data. Data collected by literature study and field study and

further analyzed qualitatively.

The results of this study indicate: (1) Regulation about permission licensed toward civil
servants who ran as Regional Head contained in Government Regulation No. 24 of
1976 on the Civil Service Leave. Article 26 states to Civil Servants who have worked at
least 5 (five) years secaraterus constantly, for personal reasons that are important and
urgent can be given unpaid leave State. State unpaid leave may be granted - most lama3
(three) years. Period of leave beyond the responsibility of the State referred to in
paragraph (2) can extended longer than 1 (one) year if there are important reasons to
extend it. (2) The legal implications for civil servants are asking permission unpaid
leave State is a civil servant who was appointed state officials only receive income as a
state official, his income as a civil servant is stopped. While obligations are civil
servants after it is run off outside the responsibility of the state is obliged to report to the
parent institution to be placed back if there are vacancies, civil servants who do not
report to their parent agencies after expiration of leave beyond the responsibility of
running the country, honorably discharged as a civil servant.
Keywords: Permission Licensed, Civil Servants, Regional Head

IZIN CUTI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCALONKAN DIRI
SEBAGAI KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN

UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA
DI PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh
ZEVINA ZORAVIANDA
NPM. 1012011414

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 15
Oktober 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Hi. Zaiful Cikmat.
M.,M dan Ibu Hj. Nelida.


Penulis mengawali pendidikannya di taman kanak kanak (TK) Pertiwi dan tamat
pada tahun 1998, melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Rawa Laut
hingga tamat pada tahun 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
(SLTPN) 23 Tanjung Karang dan tamat pada tahun 2007, kemudian melanjutkan
ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Tanjung Karang dan tamat pada
tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima masuk sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui Seleksi Ujian Mandiri (UM) dan pada tahun 2010
menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (HIMA
HAN) pada tahun 2012 dan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Pesawaran Induk, Kabupaten Pesawaran.

MOTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan,
dan apabila telah selesai (dari suatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
(QS, Alam Nasyrah: 6-7)

“Tidak ada kekayaan yang melebihi akal
dan tidak ada kemelaratan yang melebihi kebodohan.”
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain,
maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri.

(Benyamin Franklin)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan pada ALLAH SWT,
Tuhan Semesta Alam untuk setiap nafas yang ku hirup, detak jantung yang
berdegup dan darah yang mengalir dalam hidupku ini. Karena karunia-Mu dengan
segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini.

Ayahku, Drs. Hi. Zaiful Cikmat. M.,M yang telah merawatku
dan Ibu Hj. Nelida yang telah melahirkan dan memperjuangkan diriku
menghadapi dunia ini dengan tetes keringat
yang tidak dapat digantikan dengan apapun di dunia ini,
kedua kakakku Lyzia Primatika, S.E. dan Zerly Septiana, S.Sos.
yang selalu memberikanku semangat, serta sahabat-sahabatku

terimakasih atas doa dan semangat yang selalu kalian berikan.
Serta
Almamaterku Tercinta

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

2.

Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi
Negara yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

3.

Bapak H.S. Tisnata, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing I yang telah
berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi,
mengarahkan dan mendukung penulis selama penulisan skripsi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4.

Ibu Marlia Eka Putri, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi,
mengarahkan dan mendukung penulis selama penulisan skripsi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5.

Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku dosen pembahas I atas waktu, saran,
masukan dan kritik yang bermanfaat terhadap skripsi ini.


6.

Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku dosen pembahas II atas waktu, saran,
masukan dan kritik yang bermanfaat terhadap skripsi ini.

7.

Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku dosen pengajar di jurusan Hukum
Administrasi Negara yang telah banyak membantu penulis selama menempuh
masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8.

Bapak Moh. Ralib, S.Sos.,M.M selaku Kepala Bidang Pembinaan dan
Pemberhentian Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung
beserta staff atas informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

9.


Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya selama penulis
menempuh masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya
Dosen jurusan Hukum Administrasi Negara yang telah banyak memberikan
ilmu, khususnya ilmu hukum kepada penulis.
11. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung baik di bidang
kemahasiswaan maupun akademik yang telah banyak membantu penulis demi
kelancaran skripsi ini.
12. Rindhy Dwi Rangga, Fany Makki, Dian, Mule, Mustika, Widya, Yunita,
Desta, merupakan sahabat-sahabat yang bisa diandalkan dalam segala bidang
dan aspek perkuliahan, Heryansyah, Faiz Nadiansyah, Mere, Rommy P,
Gendus, Agung Maulido, Fikramulloh Khan, Iben, Abos, Tono, Erdit, Erwin
Andri Y, Andrew Carlos A, Mamanda Ginting, Riza Gazali, Junisa Harahap,
Ghea Eliana, Lirta Amalia, Anha Ispandani, Linda, Itqoh teman-teman
Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2010 terima kasih atas

persahabatan, atas dukungan dan bantuan selama ini yang tidak dapat
terlupakan.

13. Teman-teman keluarga besar Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi
Negara (HIMA HAN), Kamal Achmad, Thomson Purba, Raisya Andayu P,
Olla Meria A, Agus Taufik, Male, Ridho Cornadi, Rinaldy F.I, Moch. Rizky,
Evri Jawa, Paksi Seto, Suhendra Islami, Siti Akmalia, serta teman-teman
yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah
banyak mengajarkan tentang hukum dan berorganisasi.
14. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung angkata 2010 yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaannya.
15. Adik-adik angkatan 2011 dan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, terimakasih atas kebersamaannya.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
dan memberikan dukungan baik itu berupa moril maupun materil kepada
penulis selam menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis ucapkan, semoga ALLAH SWT
selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya dan semoga semua amal kebaikan
dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatka balasan yang lebih
besar dari ALLAH SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,
Penulis

Zevina Zoravianda

Oktober 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah agar meningkatkan mutu sumber
daya manusia PNS yang memiliki motivasi kerja, keterampilan kerja dan
profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta
politik di Indonesia menunjukkan bahwa seiring dengan otonomi daerah, terdapat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi calon kepala daerah, meskipun pada
dasarnya hal ini kurang relevan dengan salah satu tujuan otonomi daerah yaitu
untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan publik dari PNS kepada
masyarakat di daerah otonom.

Pemerintah pada dasarnya telah memberlakukan berbagai peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian untuk mengatur PNS agar dapat mewujudkan
eksistensinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, di antaranya adalah
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UndangUndang Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Bagi Pegawai
Negeri Sipil menjadi Anggota dan atau Pengurus Partai Politik. Pada
kenyataannya, tetap ada PNS yang berupaya untuk mengaktualisasikan dirinya
untuk berpartisipasi dalam ranah politik praktis, seperti dalam Pemilihan Kepala
Daerah.

2

Pemilihan Gubernur Lampung Tahun 2014 didominasi oleh para calon gubernur
yang berlatar belakang birokrat atau pejabat negara yang masih aktif. Dalam
politik praktis terdapat PNS yang mencalonkan diri dan telah menjadi pejabat
politik, di antaranya Berlian Tihang sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Lampung
mencalonkan diri sebagai Gubernur Lampung, Herman HN sebagai Kepala Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Lampung menjadi Walikota Bandar Lampung
Periode 2010-2014. Contoh lain adalah Erwin Arifin, Dosen Fakultas Hukum
Universitas Lampung, pada 2011 – 2012 menjabat sebagai Plt. Bupati Lampung
Timur dan 2012 – sekarang menjabat Bupati Lampung Timur.
Selain itu Kherlani sebelumnya adalah mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Lampung, yang kemudian terpilih menjadi Wakil Walikota Bandar
Lampung periode Tahun 2005-2010, selanjutnya yang bersangkutan mencalonkan
diri sebagai Walikota Bandar Lampung Tahun 2010-2014, tetapi tidak terpilih.
Pada saat ini Kherlani menjabat sebagai Pejabat (Pj) Bupati Pesisir Barat sampai
dilaksanakannya Pemilihan Bupati secara definitif.

Upaya untuk menjaga profesionalisme PNS salah satunya adalah pemberlakukan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri
Sipil menjadi Anggota Partai Politik, yang intinya adalah PNS dilarang menjadi
anggota dan atau pengurus parpol. PNS yang menjadi anggota dan atau pengurus
parpol harus diberhentikan sebagai PNS, yaitu diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS apabila telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pejabat yang
berwenang dan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS apabila tidak
memberitahukan terlebih dahulu kepada pejabat yang berwenang.

3

Uraian di atas menunjukkan bahwa harus ada cara/ketentuan yang diatur dengan
undang-undang yang memungkinkan PNS untuk bisa mencalonkan diri sebagai
kepala daerah, karena hal ini merupakan hak bagi setiap warga negara. Untuk itu
harus ada ketentuan bahwa calon kepala daerah harus paling tidak untuk
sementara dibebastugaskan dari hak dan kewajibannya sebagai seorang PNS
dengan cara melaksanakan cuti di luar tanggungan negara.

PNS yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada saat mendaftar ke
Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib melampirkan surat pernyataan
mengundurkan diri dari jabatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi
Pemilihan Umum No. 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ketentuan mengenai pengunduran diri
dan cuti bagi PNS yang ingin mengajukan diri sebagai calon kepala daerah
berpedoman pada undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah
dan dalam Peraturan KPU No. 9 Tahun 2012.

Pengaturan mengenai PNS yang menjadi kepala daerah dalam Pasal 11 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yaitu seorang
Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara, dibebaskan untuk
sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa
kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

Selanjutnya ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian menyatakan:

4

(2) Pegawai negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari
jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan
statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu
diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai
menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.

Sesuai dengan uraian tersebut maka setiap PNS yang terpilih sebagai kepala
daerah harus mengajukan proses cuti di luar tanggungan negara, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. PNS yang sedang menjalani Cuti di
Luar Tanggungan Negara memiliki konsekuensi yaitu tidak menerima gaji atau
tunjangan lainya dan masa cuti yang dijalaninya tidak diperhitungkan sebagai
masa kerja PNS tersebut.

Perkembangan selanjutnya terkait pengaturan terhadap PNS yang mencalonkan
diri sebagai kepala daerah adalah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN) pada tanggal 15 Januari
2014. Pasal 119 UUASN menjelaskan pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat
pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil
gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Berdasarkan

uraian

di

atas

maka

dapat

dinyatakan

bahwa

sebelum

diberlakukannya UUASN, PNS yang mencalonkan diri dan menjadi pejabat
politik masih tetap berstatus sebagai PNS dan hanya diwajibkan untuk
mengajukan cuti, tetapi setelah diberlakukannya UUASN, setiap PNS yang
mencalonkan diri sebagai pejabat politik harus mengundurkan diri, sehingga
secara otomatis PNS yang bersangkutan kehilangan segala hak dan kewajibannya

5

sebagai PNS. Salah satu PNS di Provinsi Lampung yang pada tahun 2014
mencalonkan diri sebagai kandidat calon Gubernur adalah Berlian Tihang, namun
yang bersangkutan hanya mengajukan cuti di luar tanggungan negara dan tidak
mengundurkan diri sebagaimana diatur dalam UUASN.

PNS seharusnya tunduk pada Undang-Undang Kepegawaian yang mengharuskan
PNS menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD
1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan. Jika PNS tersebut terpilih sebagai kepala daerah terdapat dualisme
status, yaitu sebagai aparatur negara dan sebagai pejabat Negara. Oleh karena itu
diperlukan pengaturan yang baik dalam rangka mengantisipasi dualisme tersebut,
melalui izin cuti di luar tanggungan Negara.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis melakukan penelitian dan
menuangkan ke dalam skripsi yang berjudul: Izin Cuti Bagi Pegawai Negeri
Sipil yang Mencalonkan Diri Sebagai Kepala Daerah dalam Kaitannya
dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Lampung.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pengaturan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan
diri sebagai Kepala Daerah?
b. Bagaimanakah implikasi hukum (hak dan kewajiban) bagi Pegawai Negeri
Sipil yang mengajukan izin cuti di luar tanggungan Negara?

6

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Administrasi
Negara, dengan kajian mengenai:
a. Pengaturan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan diri sebagai
Kepala Daerah
b. Implikasi hukum (hak dan kewajiban) bagi Pegawai Negeri Sipil yang
mengajukan izin cuti di luar tanggungan Negara
Lokasi penelitian ini adalah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan di atas maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah
b. Untuk mengetahui implikasi hukum (hak dan kewajiban) bagi Pegawai Negeri
Sipil yang mengajukan izin cuti di luar tanggungan negara

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis
Hasil penelitian diharap dapat berguna untuk memperluas cakrawala
pandangan peneliti dan pihak-pihak yang ingin mengetahui secara lebih

7

mendalam mengenai pengaturan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah
b. Secara praktis
Hasil penelitian diharap dapat berguna dalam memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak yang berkepentingan khususnya bagi para peneliti lain
yang akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai cuti PNS. Selain itu
secara praktis penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pegawai Negeri Sipil

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau
diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu perundangundangan dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku 1

Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD
1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan. Kesetiaan dan ketaatan yang penuh tersebut mengandung
pengertian bahwa PNS berada sepenuhnya di bawah pemerintah2

Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia.
Pegawai Negeri di Indonesia terdiri atas:

1

Mohamad, Ismail, Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas PNS sebagai Abdi Negara dan
Abdi Masyarakat, Mandar Maju, Bandung. 2003. hlm.32.
2
Ibid hlm.21

9

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)

Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan
pada APBN, dan bekerja pada kementerian, lembaga non kementerian,
kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di
daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di
Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri
atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.3

Menurut Pasal 1 angka (3) UUASN, PNS adalah

warga negara Indonesia yang

memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi
induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima
pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat
Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.
3

Ibid. hlm.33-34.

10

Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan
birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu:
a. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur
organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang
terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan
struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala
Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah
adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala
bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
b. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam
struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh
organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru,
dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer,
statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor. 4

Setiap PNS memiliki hak memperoleh kenaikan pangkat, yakni penghargaan yang
diberikan atas prestasi kerja dan pengabdiannya. Ada beberapa jenis kenaikan
pangkat, diantaranya kenaikan pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan
(misalnya karena menduduki jabatan fungsional dan struktural tertentu,
menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan
baru yang bermanfaat bagi negara), kenaikan pangkat anumerta, dan kenaikan
pangkat pengabdian. PNS yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya
bisa mendapatkan penghargaan yang disebut Satyalencana Karya Satya.
4

Sedarmayanti. Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintahan. Grasindo. Jakarta. 2005
hlm.15-16.

11

2. Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:
a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya
b. Memperoleh cuti
c. Memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas dan kewajibannya
d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkan tidak
dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga
e. Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai yang tewas
f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
g. Memperoleh kenaikan pangkat
h. Menjadi peserta TASPEN dan ASKES

Kewajiban yang harus ditaati setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Pasal 4
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:
1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan
Pemerintah.

12

2) Mengutamakan kepcntingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri
sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan
Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain
3) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri Sipil
4) Mengangkat

dan

mentaati

sumpah/janji

Pegawai

Negeri

Sipil

dan

sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5) Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya
6) Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang
langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum
7) Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tangung jawab
8) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
Negara
9) Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan
kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil
10) Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang
keamanan, keuangan dan materiil.
11) Mentaati ketentuan jam kerja
12) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik
13) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaikbaiknya

13

14) Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut
bidang tugasnya masing-masing.
15) Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya
16) Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya
17) Menjadi dan memberikan contoh serta teladan baik terhadap bawahannya
18) Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja
19) Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
kariernya
20) Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan
21) Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan berlaku sopan santun terhadap
masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan
22) Hormat

menghormati

antara

sesama

warganegara

yang

memeluk

agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan
23) Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik bagi masyarakat
24) Mentaati segala peraturan perundang-undangan peraturan kedinasan yang
berlaku
25) Mentaati perintah kedinasan dari atasan berwenang
26) Memperhatikan dan menyelesaikan dengan baiknya setiap laporan yang
diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Hak PNS menurut Pasal 21 UUASN adalah memperoleh:
a) gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b) cuti;
c) jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d) perlindungan; dan pengembangan kompetensi.

14

Kewajiban PNS menurut Pasal 23 UUASN adalah:
a) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
yang sah
b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c) Melaksanakan kebijakan

yang dirumuskan

pejabat pemerintah yang

berwenang;
d) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
e) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
f) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan

rahasia

jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

B. Kepala Daerah Sebagai Pejabat Politik

Ketentuan mengenai kepala daerah terdapat dalam Pasal 24 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004:
(1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala
daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut
Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut
walikota.

15

(3) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu
orang wakil kepala daerah.
(4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi
disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk
kota disebut wakil walikota.
(5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di
daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan di atas maka diketahui bahwa kepala daerah adalah
pemimpin atau kepala pemerintahan di daerah, baik gubernur sebagai kepala
pemerintahan provinsi, bupati sebagai kepala pemerintahan kabupaten maupun
walikota sebagai kepala pemerintahan kota.

Menurut Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, kepala daerah
mempunyai tugas dan wewenang:
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD;
b. Mengajukan rancangan Perda;
c. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD
untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, yaitu seorang Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat
Negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama
menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

16

Penjelasan Pasal 11 tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat
Negara ialah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Presiden dan Wakil Presiden;
Anggota Badan Permusyawaratan/Perwaki Ian Rakyat;
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung;
Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
Menteri;
Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
h. Gubemur Kepala Daerah;
i. Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya Kepala Daerah;
j. Pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara, dibebaskan untuk
sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara, kecuali
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung. Pegawai Negeri
tersebut secara administratif tetap berada pada

Departemen/Lembaga yang

bersangkutan dan ia dapat naik pangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku tanpa terikat pada formasi. Apabila Pegawai Negeri yang
bersangkutan berhenti sebagai Pejabat Negara, maka ia kembali kepada
Departemen/Lembaga yang bersangkutan.

Menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian Pejabat Negara terdiri atas:
a.
b.
c.
d.

Presiden dan Wakil Presiden;
Ketua, Wakil Ketua, dn Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah
Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;

17

h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/ Wakil Walikota; dan
k. Pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya Pasal 121 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara (UUASN) menyatakan bahwa Pegawai ASN dapat menjadi pejabat
negara.

Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
(UUASN)Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

Presiden dan Wakil Presiden
Ketua, wakil ketua, dan anggota Majeli Permusyawaratan Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah
Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan
kecuali hakim ad hoc;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
Menteri dan jabatan setingkat menteri;
Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
Gubernur dan wakil gubernur;
Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota;
Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang

Berdasarkan uraian pasal-pasal di atas maka dapat dinyatakan bahwa kepala
daerah merupakan pejabat negara atau pejabat politik yang menyelenggarakan
pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
kecuali urusan yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintahan daerah

18

menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari
urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan
urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama antartingkatan dan susunan
pemerintahan atau konkuren.5

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 10 Ayat (1) dan (2) bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan yang menjadi urusan
pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 14 Ayat (1), urusan pemerintah yang menjadi wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
5

Perencanaan dan pengendalian pembangunan
Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
Penyediaan sarana dan prasarana umum
Penanganan bidang kesehatan
Penyelenggaraan pendidikan
Penanggulangan masalah sosial
Pelayanan bidang ketenagakerjaan
Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
Pengendalian lingkungan hidup
Pelayanan pertanahan
Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
Pelayanan administrasi umum pemerintahan
Pelayanan administrasi penanaman modal
Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

Affan Gaffar, Paradigma Baru Otonomi Daerah dan Implikasinya, Citra Aditya Bakti, Jakarta,
2006, hlm. 83.

19

16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.
Asas-asas yang dianut dalam pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintah daerah
meliputi:
a) Asas Desentralisasi
Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan
desentralisasi adalah pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan
daya guna penyelenggaraaan pemerintahan daerah, terutama pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan masyarakat serta melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri6
b) Asas Dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ atau pada instansi
vertikal di wilayah tertentu. Perbedaannya terletak pada titik laju menjauhi
titik pusat. Desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan yang
diberikan kepada pemerintah di bawahnya yang selanjutnya urusan yang
diberikan akan menjadi urusan rumah tangga daerah, jadi bukan pada
perorangan seperti dalam asas dekonsentrasi (Sesuai dengan Pasal 1 Angka 8
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). 7
c) Asas Tugas Perbantuan

6

Rumajar Jefferson, Otonomi Daerah: Sketsa. Gagasan dan Pengalaman, Media Pustaka,
Manado, 2006, hlm. 13.
7
Ibid, hlm. 14.

20

Apabila semua urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan sendiri oleh
pemerintah pusat, maka ditinjau dari segi daya dan hasil guna kurang dapat
dipertanggung jawabkan karena memerlukan tenaga dan biaya yang sangat
besar. Asas tugas perbantuan yaitu penugasan dari pemerintah pusat kepada
Pemerintah Daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi pada pemerintah
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 8

C. Ketentuan, Syarat dan Prosedur Cuti di Luar Tanggungan Negara

1. Ketentuan Cuti di Luar Tanggungan Negara

Beberapa pasal dalam UUASN terkait PNS yang mencalonkan diri sebagai kepala
daerah adalah:

Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014:
(1) PNS diberhentikan sementara, apabila:
a. diangkat menjadi pejabat negara;
b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; atau
c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
(2) Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pasal 89 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

8

Ibid, hlm. 15.

21

Pasal 119 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) menjelaskan pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi
pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,
bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran
diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
Bagian Keempat Tentang Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999:
(1) Pejabat Negara terdiri dari atas:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan;
d. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada
semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besa Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara laninya yang ditentukan oleh Undang- undang
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan
dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa
kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak
perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.
(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai
menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan
organiknya.

22

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Pegawai Negeri
Yang Menjadi Pejabat Negara:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat
dinaikkan pangkatnya tanpa terikat pada formasi apabila telah
memenuhi syarat-syarat untuk itu.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara berhak
atas kenaikan gaji berkala menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 menyatakan:
(1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena,pemberian cuti di luar tanggungan
Negara dengan segera dapat diisi.

2. Syarat dan Prosedur Cuti Di Luar Tanggungan Negara

Syarat Cuti di Luar Tanggungan Negara diatur dalam Pasal 26 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil:
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun secaraterus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang
penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan - paling lama3 (tiga)
tahun.
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dipat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada
alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
Setiap PNS yang mengajukan Cuti Diluar Tanggungan Negara harus memenuhi
beberapa persyaratan di antaranya Surat Pengantar Kepala Dinas, Surat
Permohonan Cuti yang bersangkutan karena alasan mendesak/penting, Foto copy
Kartu Pegawai, Foto copy SK Pertama (CPNS), Foto copy SK Pangkat Terakhir,
Foto copy Surat Nikah. Surat Tugas, Foto copy Kartu Keluarga dan Foto copy
DP3 terakhir.

23

Cuti Diluar Tanggungan Negara dilaksanakan dengan prosedur yaitu memenuhi
semua berkas persyaratan yang ditentukan, membawa surat pengantar dari instansi
yang bersangkitan untuk diajukan kepada Bida Pembinaan Pegawai Badan
Kepegawaian Daerah. Setelah berkas dinyatakan lengkap maka pejabat yang
berwenang mengadakan pertimbangan dan setelah disetujui maka diterbitkan
Surat Cuti kepada PNS yang bersangkutan.

Secara terperinci prosedur Cuti di Luar Tanggungan Negara sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan cuti diluar tanggungan Negara Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
b. Cuti diluar tanggungan Negara bukan hak, oleh sebab itu permintaan cuti
diluar tanggungan Negara dapat dikabulkan atau ditolak oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti, satu dan lain hal tergantung atas pertimbangan
pejabat yang barsangkutan yang didasarkan untuk kepentingan dinas.
c. Cuti diluar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan
pejabat yang berwenang memberikan cuti yang dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
d. Untuk mendapatkan persetujuan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara, maka pejabat yang berwenang memberikan cuti mengajukan
permintaan persetujuan dibuat dalam rangkap 4 (empat) yaitu untuk :
(1) Instansi yang bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Perbendaharaan Negara / Kepala Kas daerah yang
bersangkutan.

24

(3) Deputi Tata Usaha Kepegawaian Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.
(4) Deputi Pembinaan Badan Administrasi Kepegawaian Negara
e. Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti diluar tanggungan Negara
dibebaskan dari jabatannya, dan jabatan yang lowong itu dengan segera dapat
diisi.
f. Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara dan tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
g. Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan cuti diluar tanggungan Negara
untuk paling lama 3 (tiga) tahun tetapi ia ingin memperpanjangnya, maka ia
harus mengajukan permintaan perjanjian cuti diluar tanggungan Negara,
disertai dengan alasan-alasannya.
h. Permintaan perpanjangan cuti diluar tanggungan Negara harus sudah diajukan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum cuti diluar tanggungan Negara itu
berakhir.
i. Permintaan perpanjangan cuti diluar tanggungan Negara dapat dikabulkan dan
dapat pula ditolak, satu dan lain hal tergantung atas pertimbangan pejabat
yang berwenang memberikan cuti diluar tanggungan Negara.
j. Perpanjangan cuti diluar tanggungan Negara diberikan dengan surat keputusan
pejabat yang berwenang memberikan cuti diluar tanggunganNegara, setelah
mendapat persetujuan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
k. Untuk mendapatkan persetujuan perpanjangan cuti diluar tanggungan Negara
yang dimaksud diatas, maka pejabat yang berwenang memberikan cuti

25

mengajukan permintaan persetujuan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
l. Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti diluar tanggungan
Negara wajib melaporkan diri secara tertulis kepada pimpinan instansi
induknya.
m. Pimpinan instansi induk yang telah menerima laporan dari Pegawai Negeri
Sipil yang telah selesai menjalankan cuti diluar tanggungan Negara
berkewajiban :
(1) Menempatkan dan mempekerjakannya kembali apabila ada lowongan.
(2) Apabila

tidak

ada

lowongan,

maka

pimpinan

instansi

induk

melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
untuk kemungkinan disalurkan penempatannya pada instansi lain.
n. Apabila penempatan yang dimaksud diatas tidak mungkin, maka Kepala
Badan Administrasi Kepegawaian Negara memberitahukan kepada instansi
induk. Atas dasar pem beritahuan ini, maka pimpinan instansi induk
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dari jabatannya
karena kelebihan dengan hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
o. Penempatan kembali Pegawai Negeri Sipil yang selesai menjalankan cuti
diluar tanggungan Negara dilakukan dengan surat keputusan pejabat yang
berwenang memberikan cuti, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan
Administrasi Kepegawaian Negara.
p. Penempatan kembali yang dimaksud diatas barulah dapat dilakukan setelah
ada persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk

26

mendapatkan persetujuan tersebut, maka pejabat yang berwenang memberikan
cuti mengajukan permintaan persetujuan kepada Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
q. Khusus bagi cuti diluar tanggungan Negara untuk persalinan keempat dan
seterusnya, berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
(1) Permintaan cuti tersebut tidak dapat ditolak.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti tersebut tidak dibebaskan dari
jabatannya, atau dengan perkataan lain, jabatannya tidak dapat diisi oleh
orang lain.
(3) Cuti tersebut tidak memerlukan persetujuan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.
(4) Lamanya cuti tersebut adalah sama dengan lamanya cuti bersalin.
r. Selama menjalankan cuti tersebut tidak menerima penghasilan dari Negara
dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil. 9

9

www.bkn.go.id.cuti diluar tanggungan negara.Diakses Senin 10 Februari 2014

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris.
a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan
(library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teoriteori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
permasalahan dalam penelitian.
b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus

B. Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan.
Data lapangan adalah yang diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data
kepustakaan adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan. Jenis
data meliputi data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam
penelitian sebagai berikut:

28

1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan wawancara (interview) dengan informan
penelitian, yait

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dari Satu Daerah Ke Daerah Lain Berdasarkan Undang – Undang Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ( Studi Di Pemerintah Kota Sibolga )

6 98 137

IZIN CUTI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA DI PROVINSI LAMPUNG

0 7 47

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP APARATUR SIPIL NEGARA YANG AKAN MENCALONKAN DIRI MENJADI PEJABAT NEGARA

9 28 57

DAMPAK PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PADA PEMERINTAH KOTA SALATIGA.

0 0 6

UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 APARATUR SIPIL NEGARA(ASN)

0 0 105

Cover Prosedur Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dari Satu Daerah Ke Daerah Lain Berdasarkan Undang – Undang Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ( Studi Di Pemerintah Kota Sibolga )

0 0 9

Abstract Prosedur Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dari Satu Daerah Ke Daerah Lain Berdasarkan Undang – Undang Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ( Studi Di Pemerintah Kota Sibolga )

0 0 1

Chapter II Prosedur Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dari Satu Daerah Ke Daerah Lain Berdasarkan Undang – Undang Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ( Studi Di Pemerintah Kota Sibolga )

0 0 55

Appendix Prosedur Mutasi Pegawai Negeri Sipil Dari Satu Daerah Ke Daerah Lain Berdasarkan Undang – Undang Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ( Studi Di Pemerintah Kota Sibolga )

0 0 3

IZIN CUTI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA DI PROVINSI LAMPUNG

0 0 13