NYADRAN DALAM PANDANGAN KELUARGA MUDA(20-39 TAHUN) DI DESA MARGOREJO KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 2014

(1)

Kata kunci :nyadran,Pandangan, Keluarga Muda, Lampung,

ABSTRAK

NYADRAN DALAM PANDANGAN KELUARGA MUDA(20-39 TAHUN) DI DESA MARGOREJO KECAMATAN JATI AGUNG

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 2014

Oleh Eka Fajarwati

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tradisi nyadran dalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung, dengan titik tekan kajian pada analisis pengertian, tujuan dan fungsi tradisi nyadranpada masyarakat tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode mixed metodh (metode campuran). Populasi penelitian ini sebanyak 127 KK diambil sampel 50% (63 KK). Pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dengan tabel persentase, sebagai dasar interpresi dan deskripsi dalam membuat laporan penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Sejumlah 58,73 % atau sebanyak 37 kepala keluarga memiliki pandangan mengerti tetapi kurang memahami mengenai pengertian tardisi nyadran. (2) Sejumlah 52,38% atau sebanyak 33 kepala keluarga muda memiliki pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap tujuan tradisi nyadran.(3) Sejumlah 49,20% atau 31 kepala keluarga memiliki pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap fungsi tradisi nyadran.(4) Faktor penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tradisi nyadranadalah tingkat pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga berpikir lebih rasional dan karena tidak pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga lebih banyak yang bekerja di luar desa, kurangnya pengenalan dari ahli-ahli kebudayaan atau kurangnya peranan sesepuh desa, perangkat desa dan juga orang tua, dan tidak adanya perangsang bagi aktivitas-aktivitas dalam pengenalan tradisi nyadran.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada tanggal 16 Februari 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Tukiman dan Ibu Lasinah. Pendidikan formal yang telah diselesaikan adalah : 1. Sekolah Dasar di SD Negeri 4 Pujodadi pada tahun 2002

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Pringsewu pada tahun 2005 3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pringsewu pada tahun 2008 4. Perguruan Tinggi di Perguruan Tinggi Teknokrat Lampung pada tahun 2011. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, S1 Pendidikan Geografi melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2012 melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan Geografi di Bali, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di tahun yang sama penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bersinergi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Juli sampai September 2012.


(7)

MOTO

Ket ika sat u pint u t er t ut up, pint u lain t er buka; nam un t er kadang kit a m elihat dan m enyesali pint u t er t ut up t er sebut t er lalu lam a

hingga kit a t idak m elihat pint u lain yang t elah t er buka. - Ale x a n d e r Gr a h a m Be ll


(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirahmaanirrahiim.

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada :

Ibu (Lasinah) dan Ayahandaku (Tukiman)

yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, selalu mendukung dan menyemangatiku, serta tak pernah lelah menengadahkan tangan dalam tiap

sujudnya untuk mendoakan keberhasilanku. Semoga karya kecilku ini dapat membuat kalian bangga

Adik-adikku tercinta Edwin Mauludi dan Ema Rohmaini yang selalu mendoakan dan mendukungku.

Para Pendidikku

Sahabat-sahabatku yang selalu bersama dengan senang hati dan tulus memberikan semangat bersama-sama memotivasi.


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi.

Skripsi yang berjudul “nyadran dalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 ” adalahsyarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(10)

4. Bapak Drs. Budiyono, M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan masukan-masukan, dan motivasi kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Drs. Hi. Sudarmi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Pembimbing Akademik yang telah dengan sabar membimbing, memberikan saran, dan motivasi kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Dr. Hj. Trisnaningsih M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan-masukanya demi terselesaikannya skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Geografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Sukardi selaku tokoh adat yang telah meluangkan waktu dan

memberikan informasi mengenai tradisinyadran.

9. Bapak Budiyono selaku kepala desa Margorejo dan Bapak M. Sodikun selaku sekertaris desa beserta staf jajarannya yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan memberikan pelayanan administrasi.

10. Kedua orang tua, dan adik-adikku tersayang yang senantiasa selalu mendukung dan menunggu keberhasilanku.

11. Teman-teman seperjuanganku di Geografi 2009, khususnya untuk sahabat-sahabat ku tersayang Dian, Tari, Nova, Ririh, Fitri, Heni, Winda, dan Riska yang selalu menyemangati dan menjadi motivasiku.

12. Kakak-kakak tingkatku angkatan 2007 dan 2008 Program Studi Pendidikan Geografi yang telah banyak memberikan arahan demi terselesaikannya skripsi ini.


(11)

13. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, Amin.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Pendekatan Geografi ... 12

2. Geografi Budaya ... 14

3. Persepsi/ Pandangan ... 15

4. Tradisi ... 18

5. Masyarakat Jawa ... 19

6. Nyadran ... 20

6.1 Pengertian Nyadran... 20

6.2 Tujuan Nyadran ... 21

6.3 Fungsi Nyadran ... 21

6.4 Pelaksanaan Nyadran ... 22

7. Faktor Penyebab Perubahan Budaya ... 24

8. Penduduk Usia Muda ... 28

B. Penelitian Yang Relevan ... 28

C. Kerangka Pikir ... 30

III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 32


(13)

xiii

1. Populasi... 32

2. Sampel... 33

3. Teknik Pengambilan Sampel... 34

C. Variabel Penelitian... 34

D. Definisi Operasional Variabel ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data... 40

1. Teknik Observasi ... 40

2. Teknik Wawancara ... 40

3. Teknik Dokumentasi ... 41

F. Teknik Analisa Data... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah dan Keadaan Geografis Daerah Penelitian ... 43

1. Sejarah ... 43

2. Keadaan Geografis... 45

a. Letak Astronomis... 45

b. Letak Administrasi... 46

3. Kondisi Sosial Demografi ... 49

a. Kepadatan Penduduk... 49

b. Komposisi Penduduk Menurut Usia... 51

c. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... 52

d. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 54

B. Sejarah Pelaksanaan Tradisi Nyadran ... 55

C. Pelaksanaan Tradisi Nyadran di Desa Margorejo... . 56

D. Deskripsi dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

1. Identitas Responden... 58

2. Usia Responden ... 58

3.Tingkat Pendidikan Responden ... 59

4. Pandangan Keluarga Muda Tentang Pengertian Tradisi Nyadran... 61

5. Pandangan Keluarga Muda Tentang Tujuan Tradisi Nyadran... 62

6. Pandangan Keluarga Muda Tentang Fungsi Tradisi Nyadran... 64

7. Faktor Penyebab Keluarga Muda Tidak Melaksanakan Trasisi Nyadran ... 68

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penggunaan Lahan di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan ... 46 2. Persebaran Penduduk pada Masing-masing Dusun di Desa Margorejo

Tahun 2013 ... 50 3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur (Usia) di Desa

Margorejo Tahun 2013 ... 51 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa

Margorejo Tahun 2013 ... 53 5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Margorejo

Tahun 2013 ... 54 6. Jumlah Responden berdasarkan Kelompok Umur di Desa Margorejo

Tahun 2013 ... 59 7. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 59 8. Distribusi Frekuensi Dari Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun)

Tentang Pengertian TradisiNyadranDi Desa Margorejo ... 61 9. Distribusi Frekuensi Dari Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun)

Tentang Tujuan TradisiNyadranDi Desa Margorejo ... 63 10. Distribusi Frekuensi Dari Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun)


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar Peta Administrasi Desa Margorejo Kecamatan

Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan ... 48 2. Gambar ibu-ibu sedang memasak menyiapkan hidangan dalam

pelaksanaan tradisinyadrandi kediaman Bapak Supardi

pada tanggal 29 Juni 2013 pukul 8: 53 WIB ... 66 3. Gambar bapak-bapak sedang mengobrol dalam

pelaksanaan tradisinyadrandi Musholah pada tanggal 29 Juni 2013 pukul 8: 53 WIB ... 67 4. Gambar bapak-bapak menikmati hidangan dalam

pelaksanaan tradisinyadrandi Musholah pada tanggal 29 Juni 2013 pukul 8: 53 WIB ... 68


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor dalam Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 88-89).

Kebudayaan yang Indonesia miliki beranekaragam dan masing-masing daerah memiliki karakteristik yang membedakan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Adanya perbedaan karakteristik alam antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya mengakibatkan timbulnya kebudayaan yang berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Kebudayaan ini timbul sebagai akibat dari pola adaptasi masyarakat terhadap alam, dengan adanya kebudayaan maka timbulah sebuah adat kebiasaan atau aturan yang mengatur kehidupan masyarakat dengan alamnya. Adat kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Salah satu adat kebiasaan atau tradisi yang masing dilakukan sampai sekarang yaitu tradisi nyadran. Tradisi nyadran menurut Yanu Endar


(17)

2

Prasetyo (2010: 2) nyadran atau sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang jawa setiap menjelang puasa Ramadhan, yang dilakukan di bulan Sya’ban

(kalender Hijriyah) atau Ruwah(kalender Jawa) untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.

Dengan demikian kebudayaan yang dimiliki oleh suku pendatang yang tinggal di wilayah Lampung dapat dikatakan berbeda dengan kebudayaan yang ada di daerah asalnya, selain dikarenakan proses adaptasi dengan kondisi alam, interaksi antar penduduk juga mengakibatkan terjadinya percampuran budaya. Pencampuran budaya ini salah satunya adalah tradisi nyadran, di dalam tradisi nyadran mengalami perubahan tata cara dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Interaksi ini akan menimbulkan difusi maupun akulturasi kebudayaan yang akan menimbulkan perubahan perilaku keluarga muda terhadap keikutsertaan keluarga muda dalam pelaksanaan nyadran. Hal ini dapat terlihat dalam keikutsertaan keluarga muda dalam pelaksanaan tradisi nyadran, dimana keluarga muda tidak ikut serta dalam pelaksanaan tradisi nyadran hanya keluarga tua saja yang berperan aktif dalam pelaksanaan tradisinyadran.

Proses percampuran budaya ini dapat mengakibatkan timbulnya budaya baru yang berakibat hilangnya kebudayaan asli atau timbulnya budaya baru namun tidak meninggalkan budaya aslinya. Proses ini masuk ke dalam kajian geografi budaya, dimana dalam geografi budaya menelaah aneka bentuk karya manusia di permukaan bumi sebagai hasil perilakunya atas dasar kemampuan mengadaptasi lingkungan alam, manusia dan sosial di sekitarnya (kewilayahan).


(18)

3

Objek kajian Geografi Budaya adalah keruangan manusia yang mempelajari studi tentang budaya, norma-norma dan aspek-aspek yang dikaji adalah kependudukan, aktivitas atau perilaku manusia yang meliputi aktivitas sosial dan aktivitas budayanya. Setiap suku mempunyai tradisi atau adat kebiasaan yang masih mereka lakukan turun temurun dari para leluhurnya. Salah satu suku yang masih mempertahankan tradisi adalah suku Jawa. Adat tradisi yang diwariskan secara turun temurun merupakan salah satu ciri etika dan menata aturan hidup guna menjadi pedoman dalam melangsungkan kehidupan di masyarakat atau daerah yang ditinggali.

Tradisi atau adat kebiasaan yang dilakukan dimulai dari kebiasaan manusia dari dalam kandungan, melahirkan, sunatan, perkawinan hingga kematian yang semua itu harus dilaksanakan dikehidupannya oleh masyarakat. Suku Jawa atau masyarakat Jawa memiliki sebuah tradisi yang dilakukan untuk menghormati leluhurnya yang telah meninggal dengan cara tersendiri yang membedakan dengan suku lainnya. Sikap hormat tersebut diungkapkan dengan cara mengunjungi makam nenek moyang untuk meminta berkah dan berdoa agar mendapatkan kemudahan dalam menjalani lingkaran hidup.

Menurut Yana MH (2012: 56-61) mengatakan bahwa ada beberapa ritual yang dilakukan menurut adat istiadat orang jawa yang telah meninggal,yaitu: (1) Ngesur Tanah (geblag), (2) Tigang dinten (tiga hari), (3) Pitung dinten (tujuh hari), (4) Sekawan dasa dinten (empat puluh hari), (5) Nyatus (seratus hari), (6) Mendhak pisan (setahun pertama), (7) Mendhak pindho (setahun kedua), (8)Mendhak katelu(nyewu), (9)Kol(kol-kolan), (10)Nyadran. Ada beberapa tradisi adat istiadat masyarakat Jawa yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal dan salah satunya adalah tradisinyadranatau sering disebut


(19)

4

juga sadranan.Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah ditentukan. Biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah atau bulan sebelun bulan Ramadhan. Tradisi ini merupakan penghormatan kepada leluhur dan bisa juga menjadi bentuk syukuran masal. Tradisinyadran merupakan tradisi yang dilakukn oleh etnis Jawa tidak terkecuali oleh etnis Jawa yang di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan maupun suku lainnya. Masyarakat mengadakan tradisinyadran pada umumnya ketika menjelang puasa. Selain disebut dengan tradisi nyadran, ada sebagian masyarakat menyebutnya Ruwahan. Tujuan dari pelaksanaan nyadran sesungguhnya untuk meminta maaf kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya dalam melaksanakan ibadah puasa, hati menjadi bersih, bebas dari dosa. Pelaksanaan tradisinyadrandi desa Margorejo sudah dilaksanakan dari dulu, dari nenek moyang mereka yang berasal dari Gunung Merapi Yogyakarta. Tradisi nyadran ini tetap mereka bawa hingga mereka bertransmigrasi ke Lampung khususnya Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan ini. Tradisi nyadran di Desa Margorejo dilaksanakan sejak tahun 1960, dimana tahun ini merupakan tahun masyarakat Gunung Merapi Yogyakarta bertransmigrasi ke Lampung. Tradisi nyadran ini dilaksanakan setiap menjelang bulan puasa Ramadhan, tepatnya pada bulanRuwahmenurut kalender Jawa.

Tradisi nyadran yang masyarakat Desa Margorejo lakukan telah mengalami perubahan dari pelaksanaan tradisi nyadran yang ada di daerah asal yaitu di daerah Yogyakarta. Pelaksanaan di Yogyakarta dahulu dilaksanakan pada hari


(20)

5

yang telah ditentukan, setiap warga berbondong-bondong menuju makam sambil membawa sesuatu yang berupa ubo rampen dan sesajen. Ubo rampen biasanya berupa kembang yaitu bunga mawar, kenanga, puring, kembang jambe yang dicampur dengan air. Sedangkan sesajen yang berisi nasi tumpeng, lauk pauk, serundeng, ayam ingkung (bekakak). Sampai di makam para warga berkumpul bersama-sama membersihkan makam, dan saling bertukar makanan dan melakukan doa yang dipimpin oleh sesepuh desa. Berbeda dengan pelaksanaan tradisinyadransetelah warga asal Yogyakarta ini yang sekarang menempati Desa Margorejo. Pelaksanaan tradisi nyadran dilaksanakan dengan lebih sederhana yaitu hanya pelaksanaan intinya yaitu membacakan doa untuk leluhur yang telah meninggal dan juga acara makan bersama.

Tradisi nyadran ini diadakan di setiap dusun secara bergantian dan dilaksanakan di rumah salah satu aparat dusun di setiap dusun di Desa Margorejo atau dilaksanakan di musholah menurut kesepakatan para warga dusun masing-masing. Dilaksanakan sebelum bulan puasa, di Desa Margorejo dilaksanakan 4 kali dalam 1 bulan yaitu Bulan Ruwah atau bulan sebelum Bulan Ramadhan, pelaksanaan tradisinyadranbiasanya diambil pada hari libur yaitu hari minggu. Acaranya diisi mulai pukul 09.00 WIB, dimulai dengan pembacaan surat yasiin dan tahlil serta pembacaan d’a untu para leluhur selanjutnya sambutan dari aparat dusun yang biasanya merupakan tuan rumah, dilanjutkan sambutan dari kepala desa maupun aparat desa yang mewakili, sambutan biasanya diisi dengan informasi-informasi mengenai informasi tentang perkembangan desa, setelah itu biasanya diisi dengan sosialisasi-sosialisasi dari aparat desa maupun dari berbagai pihak yang akan memberikan penyuluhan baik dibidang pertanian, kesehatan, peternakan dan lain


(21)

6

sebagainya. Selanjutnya acara yang terakhir yaitu makan siang bersama, makanan ini dibawa secara kolektif oleh para warga. Setelah itu sorenya baru di adakan kenduri yang makanannya setiap warga membawanya atau kolektif dari setiap warga. Kenduri ini bertujuan untuk bersedekah atau berbagi kepada penduduk yang lain sebagai ungkapan rasa syukur terhadap rejeki yang diberikan Allah SWT.

Pelaksanaan tradisi nyadran diikuti oleh seluruh kepala keluarga maupun pemuda-pemuda desa. Namun pada kenyataan di lapangan, terdapat banyak keluarga muda tidak melaksanakan adat tradisi nyadran yang dilakukan setiap setahun sekali oleh masyarakat tersebut. Keluarga muda ini tidak ikut melaksanakan tradisi nyadran ini terjadi karena adanya perubahan perilaku dan juga keluarga muda pastinya memiliki pandangan sendiri terhadap pelaksanaan tradisi yang telah turun menurun di laksanakan. Pandangan keluarga muda terhadap pelaksanaan tradisi nyadran merupakan gambaran atau penafsiran keluarga muda terhadap pelaksanaan tradisi nyadran yang selalu dilaksanakan di Desa Margorejo. Pandangan keluarga muda ini meliputi pandangan keluarga muda tentang pengertian tradisi nyadran, tujuan dilaksanakan tradisi nyadran serta pandangan keluarga muda mengenai fungsi atau manfaat tradisi nyadran terhadap kehidupan keluarga muda yang menjadi alasan tidak ikut serta dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Pandangan keluarga terhadap tradisi nyadran muda mengalami perubahan dimana keluarga muda sekarang menganggap tradisi nyadran merupakan tradisi yang kolot dan irasional karena untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga untuk bersosialisasi dengan masyarakat lain tidak hanya dengan pelaksanaan tradisinyadran.


(22)

7

Menurut Yanu Endar Prasetyo (2010: 5) menjelaskan sesunggungnya banyak kearifan atau nilai yang terkandung yang dapat diambil dalam pelaksanaan tradisi nyadran, berkumpulnya seluruh anggota keluarga untuk bersama-sama mengingat kembali jasa para leluhur dan orang tua yang telah meninggal merupakan suatu kebiasaan yang baik. Membersihkan makam leluhur dari rumput dan tanaman yang merusak keindahan makam terkesan remeh dan tidak penting namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari aktivitas tersebut, yaitu ingat kematian dan kuburan merupakan rumah masa depan. Terlepas dari do’a dan permohonan maaf

terhadap arwah leluhur nilai lain yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi nyadran adalah pelaksanaan yang dilakukan dengan suasana penuh keakraban, gotong royong bersama keluarga dan juga tetangga membuat hubungan lebih harmonis dan selaras oleh karena sebagai generasi muda harus ikut serta dalam melestarikan tradisinyadran.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tradisi nyadran yang ada di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya tidak banyak penelitian mengenai tradisi nyadran yang dilakukan oleh para ahli dan penulis belum menemukan tulisan dalam bentuk apapun tentang tradisi nyadran yang ada di Desa Jati Agung. Selain itu berdasarkan observasi yang dilakukan penulis dalam kegiatan tradisi nyadranbahwa tradisinyadranini dilakukan hanya keluarga tua saja, keluarga muda yang berperan aktif sangat kurang dan peneliti tertarik untuk mengetahui pandangan keluarga muda terhadap tradisi nyadran, inilah yang menjadi pokok permasalahan di Desa Margorejo dalam kegiatan


(23)

8

tradisi nyadran. Berdasarkan latar belakang di atas maka judul penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Nyadran dalam Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun) Di Desa

Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun

2014”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pengertian tradisinyadran. 2. Tujuan tradisinyadran. 3. Fungsi tradisinyadran.

4. Penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tardisinyadran.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka masalah dalam penelitian ini yaitu:. 1. Bagaimanakah pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo ,

Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 tentang pengertian tradisinyadran?

2. Bagaimanakah pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 tentang tujuan tradisinyadran?

3. Bagaimanakah pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 tentang fungsi tradisinyadran?


(24)

9

4. Apakah penyebab keluarga muda (20-39 tahun) tidak ikut serta dalam pelaksanaan tradisi nyadran di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan informasi tentang pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 mengenai pengertian tradisinyadran.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 mengenai tujuan tradisinyadran.

3. Untuk mendapatkan informasi tentang pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 mengenai fungsi tradisinyadran.

4. Untuk mendapatkan informasi tentang penyebab keluarga muda (20-39 tahun) tidak ikut serta dalam pelaksanaan tradisinyadran di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penilitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(25)

10

2. Untuk mengaplikasikan ilmu Geografi yang diperoleh selama perkuliahan di Universitas Lampung yaitu Geografi Budaya, Sosiologi dan Antropologi. 3. Dapat menjadi masukan dan informasi bagi penulis, generasi muda

khususnya anggota msayarakat suku Jawa di Desa Margorejo dan masyarakat suku Jawa pada umumnya mengenai pelaksanaan tradisinyadranyang merupakan kebudyaan asli daerah Jawa.

4. Menambah pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan potensi bangsa, khususnya di bidang kebudayaan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ruang lingkup subjek penelitian: Keluarga muda (20-39 tahun) Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

2. Ruang lingkup objek penelitian: nyadran dalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun

3. Ruang lingkup waktu dan tempat penelitian: Tahun 2013 dan Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.

4. Ruang lingkup bidang ilmu: Geografi budaya.

Menurut R. J. Johnston (1981:63) menyatakan bahwa, geografi budaya merupakan cabang ilmu geografi manusia yang mempelajari tentang aktivitas kebudayaan manusia dan mengkhususkan kepada perbedaan pengaruh terhadap kelompok-kelompok kebudayaan lain akibat eksploitasi, model dan karakter tata ruang. Bertolak dari dasar pemikiran tersebut karena kebudayaan mempunyai berbagai macam etnis dan juga tata ruang yang berbeda-beda sehingga perlu


(26)

11

melestarikan kebudayaan. Tradisi nyadran merupakan aktivitas manusia yaitu warga masyarakat Desa Margorejo yang mempunyai perbedaan dengan kelompok masyarakat lainnya. Tradisi nyadran merupakan salah satu karakteristik yang dapat membedakan dengan kelompok masyarakat lain khususnya di sekitar Desa Margorejo atau di Kecamatan Jati Agung, karena hanya Desa Margorejo yang masih melaksanakan tradisinyadran.


(27)

12

II. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pikir

A. Tinjauan Pustaka

1. Pendekatan Geografi

Menurut R. Bintarto dalam Sumadi (2003: 4), mengemukakan geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala muka bumi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi baik fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologi dan kewilayahan. Geografi bertugas menjelaskan bagaimana lingkungan alam berpengaruh atas lingkungan manusia termasuk ilmu-ilmu sosial, bahwa pengetahuan lain seperti sejarah, ekonomi, sosiologi dan antropologi juga memperhatikan dan memperhitungkan lingkungan alam.

Konsep dasar dalam geografi ada 10 yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola/agihan, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi/interdepedensi, diferensiasi areal dan keterkaitan ruangan. Konsep dasar geografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep interaksi. Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya objek atau tempat satu dengan yang lain. Interaksi keruangan bahkan juga terjadi antara unsur atau fenomena setempat baik antara fenomena alam dan kehidupan interaksi juga terjadi antara wilayah yang satu


(28)

13

dengan yang lain baik dalam pertukaran barang dan jasa ataupun perpindahan penduduk (Sumadi, 2003:42).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu konsep dasar geografi yaitu konsep interaksi/interpedensi digunakan dalam penelitian ini, interaksi antar wilayah menimbulkan adanya suatu perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk memungkinkan terjadinya suatu pembauran antara penduduk asli dan penduduk pendatang kemudian timbulah interaksi sosial sebagai wujud proses perhubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antara manusia baik secara individu atau kelompok atau antar individu dengan kelompok. Kemudian lambat laun interaksi ini menimbulkan difusi dan akulturasi budaya yang kemudian menghasilkan perkembangan dan perubahan dalam kebudyaan masyarakat setempat.

Menurut Hartono (2007: 18) mengatakan ada tiga pendekatan geografi yaitu: 1. Pendekatan kelingkungan

Pendekatan kelingkungan artinya geografi selalu melihat bagaimana hubungan dan keterkaitan aspek fisikal dan makhluk hidup lainnya pada ruang permukaan bumi.

2. Pendekatan kewilayahaan

Pendekatan kewilayahaan artinya geografi selalu melihat ruang selalu memiliki wadah yang memiliki keunikan atau perbedaan dengan wilayah yang lainnya sebagai hasil interelasi dan integrasi antara aspek fisik dan manusia yang ada di dalamnya.


(29)

14

3. Pendekatan keruangan

Pendekatan keruangan artinya geografi selalu melihat pola penyebaran suatu fenomena dalam ruang atau permukaan bumi, bagaimana keterkaitan antara fenomena dengan fenomena lain yang berbeda disuatu tempat.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan keruangan. Pendekatan spasial (keruangan) adalah analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya.

2. Geografi Budaya

Menurut Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2007: 18) menyatakan bahwa geografi budaya (Antropogeografi) merupakan ilmu yang mengkaji proses-proses kebudayaan yang berhubungan dengan konteks keruangan karena kebudayaan yang terdapat di suatu wilayah merupakan pencerminan kondisi wilayah dan penduduk yang mendiaminya. Sementara Hassan Shadily (1977: 443) menyatakan bahwa Geografi Budaya adalah mempelajari antara manusia dengan bumi atau lingkungan alam setempat, dan juga mempelajari penyesuaian manusia secara sadar dan aktif terhadap lingkungannya dan mengubah lingkungan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.

Dari pengertian di atas yang dimaksud dengan Geografi Budaya adalah ilmu yang mengkaji hubungan antara manusia dan lingkungannya serta kegiatan yang


(30)

15

dilakukan secara aktif dan sadar oleh masyarakat berupa kebudayaan yang menjadi penggambaran masyarakat yang menempati suatu daerah tertentu.

3. Persepsi / Pandangan

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Bimo Walgito dalam Sunaryo, 2004: 93). Kemudian menurut Uchayana Efendi (1986: 137), persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan.

Persepsi menurut Rahmat Jalaludin (2003: 51) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang deperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Selanjutnya Mar’at (1989: 21) persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima akan menentukan perasaan dan kemauan untuk berbuat. Komponen kognisi akan berpengaruh untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap suatu objek yang merupakan jawaban atas pertanyaan. Selain itu Kussusanti (2009: 76) menjelaskan persepsi merupakan persamaan dari pengertian, pandangan atau pemahaman kita terhadap sesuatu.


(31)

16

Jadi persepsi atau pandangan merupakan penggambaran tentang suatu peristiwa atau fenomena-fenomena lainnya yang mempengaruhi seseorang senang atau tidak senang terhadap suatu objek.

Sementara menurut Bimo Walgito (1992: 70-71), seseorang dapat mengadakan persepsi apabila memenuhi syarat berikut:

1. Adanya objek yang dipersepsikan : objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera : alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

3. Perhatian: untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan pada sesuatu atau sekumpulan objek.

Seseorang dapat mengadakan persepsi karena pengaruh beberapa faktor ini, yaitu adanya ojek yang dipersepsikan, objek yang dipersepsikan dalam penelitian ini yaitu tentang pelaksanaan tradisinyadran, faktor yang kedua yaitu alat indera dan syaraf yang berfungsi untuk mengolah informasi, dan faktor yang ketiga yaitu perhatian terhadap pelaksanaan tradisinyadran yang akan menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Alat indera ini berupa hidung, mata dan telinga. Alat indera atau reseptor menerima stimulus atau rangsangan yang akan direspon oleh saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran, dari sinilah seseorang akan dapat menpersepsikan suatu objek.


(32)

17

Suatu objek dapat dipersepsikan secara berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya adalah:

1. Perhatian: biasanya seseorang tidak menanamkan seluruh rangsangan yang ada di sekitarnya sekaligus tetapi akan memfokuskan perhatikan terhadap satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus ini menyebabkan perbedaan persepsi.

2. Set: harapan seseorang akan rangsangan yang timbul misalnya seorang pelari yang siap start terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pistol disaat harus lari.

3. Kebutuhan: kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

4. Sistem nilai: sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi orang tersebut.

5. Ciri kepribadian: misalnya A dan B bekerja dalam satu kantor, A seorang yang penakut akan mempersepsikan atasannya sebagai tokoh yang menakutkan sedangkan B seseorang yang penuh percaya diri menganggap atasannya seorang yang dapat diajak bergaul seperti orang biasa lainnya. 6. Gangguan kejiwaan: hal ini akan menimbulkan kesalahan persepsi yang

disebut halusinasi.

7. Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat mempengaruhi terhadap persepsi seseorang (Sarlito Wirawan Sarwono, 1983: 13-14).

Menurut Slameto (2003: 103-105) mengemukan prinsip-prinsip persepsi adalah sebagai berikut:

1. Persepsi relatif bukan absolut

Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan sebenarnya. oleh karena itu, seorang guru dapat meramalkan dengan baik persepsi dari siswanya untuk pelajaran berikutnya karena guru tersebut telah mengetahui lebih dahulu persepsi yang telah dimiliki oleh siswa dari pelajaran sebelumnya.

2. Persepsi itu selektif

Seseorang akan memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang suatu saat menarik perhatiannya dan ke arah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan.

3. Persepsi itu mempunyai tatanan

Siswa menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerima dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. 4. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan (penerima rangsangan)

Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih


(33)

18

akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterprestasikan.

5. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama

Perbedaan ini dapat ditelusuri karena adanya perbedaan-perbedaan individual, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap, dan atau perbedaan dalam motivasi.

Menurut David Krech dan Ricard Crutefield dalam Lovica Wulandari (2006: 12) terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi dalam diri seseorang, yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Sedangkan faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-semata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu.

Selanjutnya menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983: 236), persepsi dapat diukur dengan menggunakan kriteria baik, cukup baik dan kurang baik. Berkaitan dengan penelitian ini, persepsi diartikan sebagai kesan atau tanggapan baik, cukup baik dan kurang baik terhadap pelaksanaan tradisinyadran.

4. Tradisi

Menurut Yanu Endar Prasetyo (2010: 1) mengatakan bahwa tradisi adalah adat kebiasaan yang dilakukan turun temurun dan masih terus dilakukan dalam masyarakat, berbeda-beda di setiap tempat atau suku, sedangkan Harapandi Dahri dalam Timur Fajar Pratiwi (2012: 8) menyatakan bahwa tradisi merupakan sauatu


(34)

19

kebiasaan yang teraplikasikan secara terus menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah komunitas.

Berdasarkan beberapa konsep diatas maka dapat dijelaskan bahwa tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun yang dilakukan oleh suatu suku dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada masyarakat tersebut.

5. Masyarakat Jawa

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifa kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009: 118). Sementara Jacobus Ranjabar dalam Fajar Timur Pratiwi (2012: 10) menyatakan bahwa, masyarakat adalah orang atau manusia yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan, keduanya tak apat dipisahkan dan selamanya menjadi dwitunggal.

Adapun menurut Yana MH (2012: 15), mengatakan bahwa orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa.

Berdasarkan golongan sosial, orang Jawa dibedakan menjadi:

1. Wong cilik (orang kecil), terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan rendah.

2. Kaum priyayi, terdiri dari pegawai dan orang-orang intelektual. 3. Kaum ningrat, gaya hidupnya tidak jauh dari kaum priyayi.


(35)

20

6. Nyadran

6.1 Pengertian Nyadran

Makam atau kuburan bagi seseorang sangat ditakuti atau dijauhi. Manusia modern mungkin berfikir bahwa tidak ada gunanya berhubungan dengan orang yang sudah mati, tetapi tidaklah buat orang Jawa, karena pada masyarakat Jawa ada sebuah tradisi yang dilakukan setelah orang meninggal yaitu yang disebut nyadran. Menurut Yanu Endar Prasetyo (2010: 2) nyadran atau sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang jawa setiap menjelang puasa Ramadhan, yang dilakukan di bulan Sya’ban (kalender Hijriyah) atauRuwah(kalender Jawa) untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.

Yana MH (2012: 61) menyatakan bahwa nyadran adalah hari berkunjung ke makam para leluhur atau kerabat yang telah mendahului. Nyadrandilakukan pada bulan ruwah atau bertepatan dengan saat menjelang puasa bagi umat islam. Joko Waluyo (2000: 19) megatakan bahwa nyadran adalah upacara untuk mempertinggi orang yang telah meninggal dunia, dan dilaksanakan satu tahun sekali pada bulan Ruwah. Sementara Suwardi Endraswara (2012: 41) berpendapat bahwa nyadran atau sadran atau sraddha merupakan ziarah ke makam leluhur biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah, sebelum bulan Ramadhan. Muhammad Solikhin (2010: 253) juga menambahkan bahwa pengertian tradisi nyadran atau sadranan merupakan ritus rohani, di mana orang-orang yang memiliki anggota keluarga yang sudah meninggal bersama-sama membawa sejumlah jenis makanan ke kompleks pemakaman, untuk kemudian ditukar antara satu dengan yang lainnya.


(36)

21

Berdasarkan beberapa pendapat menurut ahli di atas yang dimaksudkan dengan nyadran adalah suatu tradisi orang jawa untuk menghormati orang yang telah meninggal atau menghormati para leluhur yang dilakukan setiap setahun sekali yaitu setiap menjelang bulan puasa Ramadhan atau bulan Ruwah.

6.2 Tujuan Nyadran

Tradisi yang masih dilaksanakan mempunyai tujuan khusus sehingga tradisi tersebut tetap dilaksanakan, begitu juga dengan tradisi nyadran. Tradisi nyadran juga mempunyai tujuan yang sangan baik. Menurut Yanu Endar Prasetyo (2010: 7) mengatakan bahwa tujuan nyadran adalah untuk mengungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah dirasakan dan juga untuk mengirim do’a untuk para

leluhur yang telah mendahului. Selanjutnya Desmiraferi (2013) menjelaskan bahwa tujuan tradisi nyadran yaitu untuk mengirim do’a untuk leluhur,

membersihkan makam leluhur, dan sebagai ucapan rasa syukur terhadap Allah SWT karena telah memberikan rejeki dan memberi hidup sampai saat ini dan masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan.

Berdasarkan pengertian di atas tujuan tradisi nyadran yaitu mengirim do’a dan

menghormati para leluhur atau orang tua dan juga keluarga yang telah meninggal serta sebagai ucapan rasa syukur dengan cara bersedekah.

6.3 Fungsi Nyadran

Setiap tradisi memiliki fungsi, kegunaan maupun manfaat yang dapat menjadi pedoman atau pegangan setiap individu untuk melakukan suatu kebiasaan yang


(37)

22

telah dilakukan secara turun temurun. Nurul Hidayah (2009: 67) mengatakan ada dua fungsi tradisinyadranyaitu fungsi spiritual dan fungsi sosial.

1. Spiritual

a. Tradisinyadranmerupakan kebutuhan spiritulitas terhadap Tuhan. b. Tradisi nyadran adalah tradisi untuk menghormati leluhur atau orang

yang telah meninggal.

c. Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dengan cara bersedekah. 2. Sosial

a. Tradisi nyadran merupakan ajang kebutuhan sosial, ajang untuk berkomunikasi dengan para anggota masyarakat.

b. Tradisinyadranmerupakan ajang untuk saling tolong menolong. c. Tradisinyadranmerupakan ajang untuk melestarikan tradisi leluhur. d. Tradisinyadranberfungsi sebagai sarana silaturahmi.

6.4 Pelaksanaan Nyadran

Muhammad Solihkin (2010: 252), mengatakan bahwa tradisi kirim do’a bagi

masyarakat Jawa yang telah meninggal dilakukan pada bulan-bulan khusus yaitu 1) Bulan Muharram (Suro), 2) Bulan Sya’ban (Ruwah), 3) Bulan Syawal (Lebaran).

Tradisi nyadran atau sadra ini dilakukan setahun sekali, adapun menurut Muhammad Solihkin mengatakan prosesi atau tata cara ritual tradisi nyadranpada masa kerajaan Majapahit telah dimulai pada tahun 1362 adalah:


(38)

23

2. Istana dihiasi atau diperindah

3. Di hadiri oleh seluruh pejabat tinggi kerajaan, yang semuanya membawa persembahan sesuai kemampuan dan jabatannya.

4. Upacara dipimpin oleh pendeta Stapaka dan dibantu empuh dari Paruh. 5. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan

Tuhan oleh baginda, yang meliputi dari singgahsana pemujaan, dan diyakini bahwa ruh rajapatni telah pulang ke Budhaloka.

6. Semua sajian tadi dibagikan kepada semua yang hadir. 7. Setelah semua prosesi selesai diadakan perbaikan makam.

(Muhammad Solihkin, 2010: 254-256).

Sementara prosesi atau tata cara tradisi nyadranyang umumnya dipakai sekarang ini lebih sederhana dan diiringi dengan tradisi Islam, dengan tata cara sebagai berikut:

1. Masyarakat berkumpul disekitar makam untuk pemberian makanan, sedekah, derma, kirim do’a untuk para arwah disekitar makam.

2. Melingkari makanan enak yang telah dibawa atau disebut upacara sedekahan yang dilakukan disekitar makam.

3. Selanjutnya penduduk membuka pintu lebar-lebar dan menyediakan suguhan yang enak-enak untuk para tamu yang datang dari luar.

4. Membersihkan makam oleh ahli waris dari orang yang telah meninggal. (Muhammad Solihkin,2010: 256).


(39)

24

Makna simbol pada tradisi nyadran menurut Muhammad Solihkin (2010: 256) adalah:

1. Masyarakat berkumpul dan membawa makanan disekitar makam bermakna gotong royong.

2. Pemberian makanan dapat diartikan atau bermakna berbagi keberkahan kepada sesama.

3. Membersihkan makam mengandung makna bagi yang masih hidup untuk menyadarkan dirinya, bahwa orang yang ada didalam kubur tidak bisa berbuat amal apa-apa kecuali orang yang ditinggalkan didunianya masih mau mengerjakan sesuatu untuk orang yang telah meninggal itu.

7. Faktor Penyebab Perubahan Budaya

Suatu penyebab seringkali diartikan sebagai suatu fenomena yang diperlukan dan cukup mampu untuk menimbulkan suatu yang diperkirakan yaitu berupa akibat yang ditimbulkan. Menurut Gillin dan Gillin dalam Abdulsyani (2007: 163), menyatakan bahwa perubahan sosial atau perubahan budaya adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.

Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1992: 217-223), menyatakan faktor penentu perubahan yaitu:

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan adanya perubahan yang terjadi dari segi lingkungan, pengaruh perubahan fisik ini sangat berpengaruh dan pada akhirnya akan mengubah kehidupan sosial dan budaya masyarakat tersebut. Salah satu perubahan lingkungan adalah adanya migrasi. Migrasi ke


(40)

25

lingkungan yang berbeda akan menimbulkan perubahan besar dalam segi budayaan.

2. Perubahan Penduduk

Peubahan penduduk juga merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Jika suatu daerah dipadati penduduk maka kadar perubahan akan sangat besar terjadi, tapi jika masyarakat tersebut keadaan penduduknya stabil mungkin akan mampu menolak perubahan.

3. Isolasi dan Kontak

Masyarakat yang berada dipersimpangan jalan lalu lintas atau lebih dekat dengan perkotaan merupakan pusat perubahan. Karena kebnayakan unsur kebudayaan masuk melalui difusi, maka masyarakat yang terdekat hubungannya akan cenderung mengalami perubahan. Sebaliknya daerah yang terisolasi nerupakan pusat kestabilan, konservatisme, dan penolakan terhadap perubahan.

4. Struktur Sosial

Struktur masyarakat mempengaruhi kadar perubahan secara halus dan pengaruhnya tidak dapat dilihat secara langsung. Suatu masyarakat yang memberikan otoritas besar terhadap orang yang sangat tua akan cenderung bersifat konservatif, stabil dan kurang bersifat reseptif (menerima).

5. Sikap dan Nilai-nilai

Sikap umum masyarakat terhadap perubahan sangat berbeda-beda. Penduduk yang mengagungkan masa lampau, memuja nenek moyang, yang menghormati dan mematuhi orang yang lebih tua, dan terikat oleh tradisi dan upacara keagamaan akan berubah secara lambat dan terpaksa. Masyarakat yang berubah secara cepat memiliki sikap yang berbeda terhdap perubahan. Sikap tersebut merupakan penyebab dan juga akibat dari perubahan yang sudah berlangsung. Para masyarakat yang bersikap skeptis dan kritis terhadap beberapa bagian kebudayaan tradisional mereka dan selalu berupaya melakukan ekssperimen-eksperimen baru.

6. Kebutuhan yang Dianggap Perlu

Kadar dan arah perubahan suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh kebutuhan yang dianggap perlu oleh anggota masyakatnya. Jika orang belum menganggap butuh, maka orang akan menolak perubahan. Perubahan akan melahirkan kebutuhan baru yaitu kebutuhan objektif yang benar-benar diperlukan, bukannya sekedar kebutuhan yang secara subjektif atau kebutuhan yang dirasa perlu.

7. Dasar Budaya

Dasar budaya merupakan akumulasi pengetahuan dan teknik yang dapat digunakan oleh seorang inventor (penemu).

Berdasarkan 7 faktor penentu perubahan diatas merupakan faktor-faktor perubahan secara umum dalam masyarakat, perubahan-perubahan itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, perubahan penduduk, isolasi dan kontak, struktur sosial, sikap dan nilai-nilai, kebutuhan yang dianggap perlu dan dasar


(41)

26

budaya. Masyarakat Desa Margorejo mengalami perubahan dalam kebudayannya yaitu dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi faktor-faktor penyebab keluarga muda Desa Margorejo tidak melaksanakan tradisi nyadran.

Sementara Soerjono Soekamto (2003: 329) menyatakan bahwa fakto-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan yaitu:

1. Kontak dengan kebudayaan lain

Salah satu yang menyangkut hal ini adalah diffusion, difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain, dari masyarakat ke masyarakat lain.

2. Sistem pendidikan formal yang maju

Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir objektif, halmana akan memberikan kemapuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman atau tidak.

3. Sikap menghargai karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. 4. Toleransi

Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang yang bukan merupakan delik.

5. Sistem terbuka lapisan masyarakat(open stratification)

Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberikan kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kempuan sendiri.

6. Penduduk yang heterogen

Masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda, ideologi yang berbeda dan seterusnya, mempermuda terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan keadaan demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat kemungkinan besar akan mendatangkan revolusi.

Sementara faktor-faktor yang mendorong perubahan menurut Soerjono Soekamto faktor yang paling dominan dalam pelaksanaan tradisi nyadran adalah sistem pendidikan yang lebih maju, karena dengan pendidikan yang maju akan mempengaruhi pola pikir masyarakat tersebut dalam memandang suatu kebudayaan.


(42)

27

Ada tiga faktor penyebab utama dalam perubahan sosial menurut Abdulsyani (2007: 164-166), yaitu:

1. Timbunan Kebudayaan dan Penemuan Baru

Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang sangat penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan, yaitu suatu kebudayaan semakin lama semakin beragam dan bertambah secara akumulatif. Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota masyarakat.

2. Perubahan Jumlah Penduduk

Bertambahnya penduduk pada suatu daerah, dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat. Dilihat dari pertumbuhan penduduk misalnya transmigrasi, jika memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan keamanan mungkin akan terjadi perubahan yang positif.

3. Pertentangan

Pertentangan antara anggota masyarakat dapat terjadi karena perubahan masyarakat yang pesat. Masyarakat yabg heterogen biasanya ditandai kurang dekatnya hubungan antara orang satu dengan orang yang lain atau kelompok lainnya.

Menurut Koentjaraningrat dalam Abdulsyani (2007: 164-165) faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah:

1. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaannya. 2. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.

3. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas pencipta dalam masyarakat itu.

Faktor-faktor seorang individu mencari penemuan baru atau perubahan adalah yang pertama kesadaran dari orang perorang akan kekurangan dalam kebudayaannya sehingga membuat seorang individu akan meninggalkan atau tidak lagi melaksanakan kebudayaannya karena mereka mengetahui kekurangan atau kelemahan dalam kebudayaannya dan mencoba mencari yang baru. Faktor yang kedua yaitu kebudayaan akan perkembang atau akan bertahan jika para ahli-ahli dalam kebudayaan tersebut mempunyai kualitas untuk meningkatkan atau untuk tetap mempertahannkan kebudayaannya. Faktor yang ketiga dalah perangasang bagi aktivitas-aktivitas pencipta dalam masyarakat itu merupakan adanya kegiatan lain yang dapat mendukung para masyarakat tetap mempertahankan kebudayaannya.


(43)

28

8. Penduduk Usia Muda

Penduduk usia muda (young population) adalah penduduk suatu kabupaten/kota/propinsi dinyatakan sebagai penduduk muda jika rasio ketergantungan anaknya lebih besar atau sama dengan 40 persen (N.H.T Siahaan, 2004: 104).

Penggolongan usia menurut Jonny Purba dibedakan menjadi: a. Usia muda (20-39 tahun)

b. Usia dewasa (40-54 tahun) c. Usia tua (≥55 tahun)

Jonny Purba (2005:130)

Sensus Penduduk tahun 2000 membagi struktur umur penduduk sebagai berikut:

a. Umur muda (0-14 tahun)

b. Umur muda produktif (15-64 tahun) c. Umur tua (≥65 tahun)

N.H.T Siahaan (2004:104)

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah.

No Penulis Judul Tujuan Metode Hasil

1 Joko Waluyo (2000) Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Nyadran di Desa Candimulyo Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung a. Untuk menggambarkan tradisi nyadran dan mengembangkan teori tentang sosial budaya. b. Untuk

menggambarkan realitas yang kompleks dan mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi nyadran. c. Untuk memperoleh Penelitian Deskriptif Populasi 821 kepala keluarga Sampel kepala keluarga tua 10 dan kepala keluarga muda 10

Teknik

a. Bentuk upacara nyadran di Dusun Demangan Desa Candimulyo Kecamatan Kedu merupakan tradisi yang dilaksanakan tiap tahun sekali sebagai perwujudan kaul dan nadzar seseorang yang telah dikabulkannya keinginan.

b. Persepsi masyarakat bagi golongan muda umumnya menginginkan disederhanakan dan dapat menjadi event pariwisata dan mempertanyakan secara kritis dan unsur logis tradisi nyadran. Golongan tua islam menginginkan tradisi nyadran dikembalikan pada makna semula yaitu menghormati arwah leluhur serta ziarah kubur. Sementara sebagian orang tua


(44)

29

pemahamn adanya perbedaan persepsi di masyarakat tentang pro dan kontra terhadap pelaksanaan upacaranyadran. d. Mengungkap

faktor penyebab munculnya perbedaan persepsi yang menjadi titik awal munculnya konflik di Desa Candimulyo.

pengambil an sampel simple random sampling (sampel acak) Analisi datanya mengguna kan model analisis interaktif

penganut islam abangan secara kaku tetap memegang tradisi leluhur termasuk perbuatan-perbuatan yang berbau syirik. c. Partisipasi penduduk sangat

menentukan kelangsungan nyadran. keterlibatan aktif penduduk juga di tentukan keterlibatan lembaga desa yang ada.

d. Dalam tradisi nyadran terjadi sinkritisme antara ajaran islam dan tradisi hindu, budha, dan kejawen. e. Dalam suatu konflik akan

memunculkan suatu perubahan sosial yang diperlihatkan dengan masuknya teknologi komunikasi dan faktor pendapatan penduduk. 2. Nurul

Hidayah (2009)

Tradisi Nyadran Di Dusun Pokoh Desa Ngijo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karang Anyar a. Untuk mengetahui proses/tata cara ritual tradisi nyadran di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasik Madu b. Untuk

mengetahui makna simbol yang terdapat pada tradisi nyadran di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasik Madu c. Untuk

mengetahui fungsi tradisi nyadran di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasik Madu Metode penelitian kualitatif Sampel 14 orang Teknik pengambil an sampel simple random sampling (sampel acak) Model analisa model for danmodel of (penelitian dengan refleksi dengan informan terhadap sikap,ucap an, tindakan ritual sehingga terjadi penafsiran intersubye ktif)

a. Tradisi nyadran dilaksanakan dibeberapa tempat yaitu di makam/pasarean leluhur, di punden mbah randu, di punden mbah dipoijoyo dan di rumah penduduk yang hendak melaksanakan hajatan.

b. Di tradisi nyadran terdapat barang-barang sesaji yang mempunyai makna-makna khusus.

c. Tradisi nyadran mempunyai fungsi sebagai kebutuhan sosial bagi masyarakat dusun pokoh. Kebutuhan sosial tersebut adalah kebutuhan untuk berkomunikasi, saling tolong menolong dan kebutuhan bersama dalam melestarikan kebudayaan leluhur. Selain itu tradisi nyadran kebutuhan spiritualitas antara manusia dengan Tuhannya.


(45)

30

C. Kerangka Pikir

Kehidupan masyarakat di Indonesia yang terdiri dari beraneka macam etnis hampir seluruhnya memiliki latar belakang adat budaya yang menjadi pedoman didalam kehidupan bermasyarakat dan mampu memberikan ciri khas disetiap etnis. Salah satu latar belakang adat budaya nyadran yang dimiliki etnis Jawa yang masih dilaksanakan setiap tahun sekali setiap menjelang bulan puasa.

Namun dalam kehidupan masyarakat modern seperti sekarang ini, khususnya warga keturunan etnis Jawa yang tinggal dan mengelompok di daerah-daerah tertentu harusnya masih tetap melakukan adat budaya yang diwariskan nenek moyangnya. Namun demikian, ternyata kehidupan pada keluarga muda keturunan etnis Jawa tadi tidak melaksanakan adat tradisi nyadran yang diwariskan oleh leluhurnya. Para keluarga muda ini memiliki persepsi atau pandangan sendiri mengenai pengertian, tujuan dan juga fungsi tradisi nyadran. Berdasarkan pandangan keluarga muda ini kita dapat mengetahui alasan kepala keluarga muda tidak ikut melaksanakan tradisinyadran.

Bertolak dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian berjudul “ Nyadran dalam Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun) Di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014”.


(46)

31

Nyadran dalam Pandangan Keluarga Muda (20-39 Tahun) Di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014

Pandangan Keluarga muda mengenai tradisinyadran:

1. Pengertian tradisi nyadran

2. Tujuan tradisi nyadran 3. Fungsi tradisi

nyadran

4. Penyebab keluarga muda tidak

melaksanakan tradisi nyadran


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat diperlukan karena faktor penting dalam memecahkan suatu masalah sehingga dapat diperoleh hasil yang harapan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian campuran (mixed method).

John W. Creswell dan Vicki L. Plano Clark (2011: 2) menjelaskan bahwa metode campuran atau mixed method designs as those that include at least one quantitave method (designed to collect numbers) and one qualitative method (designed to collect words), where neither type of method is inherently linked to any particular inquiry paradigm.

Berdasarkan pengertian diatas bahwa metode penelitian campuran adalah metode penelitian yang mana didalamnya setidaknya ada satu metode kuantitatif (desain untuk pengumpulan angka) dan satu metode kualitatif (desain untuk pengumpulan kata-kata). Dimana tidak semua tipe metode ini sesuai dengan paradigma atau pandangan penyelidikan atau penelitian tertentu.

Penelitian ini berusaha memberi deskripsi tentang nyadran dalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014.


(48)

33

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2010: 117) mengatakan bahwa, populasi adalah semua wilayah generalisasi yang terdiri dari atas : objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga muda usia (20-39) tahun yang tidak melaksanakan tradisi nyadran di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 berjumlah 127 kepala keluarga, dengan sebaran per dusun yaitu dusun 1 sebanyak 31 kepala keluarga, dusun 2 sebanyak 28 kepala keluarga, dusun 3 sebanyak 36 kepala keluarga dan dusun 4 sebanyak 32 kepala keluarga.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010: 118). Erna Widodo (2000: 94) menambahkan bahawa, sampel adalah wakil dari populasi, jika jumlah sampel sama dengan jumlah populasi maka penelitiannya dinamakan sensus, tetapi seringkali terjadi jumlah sampel diambil jauh lebih sedikit dari pada jumlah populasinya. Oleh karena itu untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini bila subyek kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya, bila subyek lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-50% atau lebih (Suharsimi Arikunto, 1998: 117). Penulis mengambil sampel 50% dari jumlah populasi jadi sampel yang digunakan berjumlah 63 kepala keluarga.


(49)

34

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah pengambilan sampel yang sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada didalam populasi itu (Sugiyono, 2010: 120). Menurut S. Nasution (2008: 88) sampling acak secara sederhana dilakukan dengan cara undian, menggunakan tabel dan komputer. Penelitian ini menggunakan cara undian dimana tiap unsur dari populasi diberi masing-masing satu nomer secara berurutan pada secarik kertas, dimasukan ke dalam kotak, lalu dikocok agar bercampur.

Pada pengambilan nomer pertama nomer dicatatan dan setelah itu di masukan kembali kedalam kotak. Kocok kembali dan ambil lagi kemudian catat kembali nomer yang telah diambil, kemudian mengambil kertas bernomer satu per satu sampai diperoleh hasil yang diinginkan. Jika diperoleh nomer yang sama lakukan pengambilan lagi dengan nomer yang beda. Lakukan pengambilan sebanyak yang diinginkan yaitu sebanyak 63.

C. Variabel Penelitian

Menurut Sumadi Suryabrata (1983: 79) mengatakan bahwa, variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan, penelitian atau gejala yang akan diteliti. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1989: 78) menambahkan bahwa, variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.


(50)

35

Berdasarkan pengertian konsep di atas maka variabel adalah sesuatu yang berpengaruh terhadap objek penelitian atau dapat dijadikan suatu objek penelitian yang sedang diteliti, diamati dan diambil datanya. Variabel dalam penelitian ini adalah nyadran dalam pandangan keluarga muda (20-39 Tahun) Di Desa Margorejo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Pandangan keluarga muda (20-39 tahun) terhadap pengertian tradisinyadran Persepsi atau pandangan merupakan tanggapan yang dimiliki keluarga muda yang tidak melaksanakan terhadap suatu objek, hubungan atau peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan dan menafsirkan pesan. Pandangan keluarga muda mengenai pengertian tradisi nyadran adalah tanggapan keluarga muda dalam menyampaikan pemahaman mengenai pengertian tradisinyadran. Pengertian tradisi nyadran dalam penelitian ini adalah hari berkunjung ke makam para leluhur atau kerabat yang telah mendahului. Nyadran dilakukan pada bulan ruwah atau bertepatan dengan saat menjelang bulan puasa. Persepsi tersebut dalam bentuk interpretasi keluarga muda mengenai pengertian tradisinyadran.

Adapun pertanyaan pada angket berjumlah 5 item pertanyaan. Angket yang digunakan dengan alternatif jawaban yang telah ditentukan menggunakan model skala likert. Setiap item pertanyaan pada variabel tersebut menggunakan skala pengukuran antara rentang skor 1 sampai dengan 5 (Sugiyono 2013: 135). Pandangan keluarga muda terhadap pengertian tradisi nyadranyang dimaksud dalam penelitian ini adalah:


(51)

36

Pemahaman dan mengertinya keluarga muda tentang pengertian tradisi nyadran merupakan tradisi orang Jawa untuk menghormati orang yang telah meninggal atau menghormati leluhur yang dilakukan setiap setahun sekali sebelum bulan Puasa Ramadhan atau bulan Ruwah . Ada lima pertanyaaan yang digunakan untuk mengukur pandangan keluarga muda terhadap pengertian tradisi nyadran. Setiap pertanyaan mempunyai 5 alternatif jawaban yang setiap alternatif jawaban diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Dengan demikian, skor terendah untuk pandangan keluarga muda terhadap pengertian tradisi nyadran adalah 5 dan skor tertinggi 25. Semua pertanyaan nomor1,2, 3, 4, & 5 dengan bentuk data ordinal skor dikelompokkan sebagai berikut: (1) skor 5 berarti kepala keluarga muda memahami dan mengerti mengenai pengertian tradisi nyadran (2) skor 4 berarti kepala keluarga muda mengerti tetapi kurang memahami pengertian tradisi nyadran,(3) skor 3 kepala keluarga muda mengerti tetapi tidak memahami pengertian tradisi nyadran, (4) skor 2 berarti kepala keluarga muda kurang mengerti dan kurang memahami pengertian tradisi nyadran, dan (5) skor 1 kepala keluarga muda tidak mengerti dan tidak memahami pengertian tradisinyadran.

2. Pandangan keluarga muda (20-39 tahun) terhadap tujuan tradisinyadran Pandangan keluarga muda terhadap tujuan tradisi nyadran adalah tanggapan atau penafsiran kepala keluarga muda terhadapat tujuan dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Adapun tradisi nyadran bertujuan untuk mengirim do’a

untuk para leluhur yang telah mendahului dan sebagai ucapan rasa syukur terhadap segala nikmat yang Allah SWT berikan.


(52)

37

Ada lima pertanyaaan yang digunakan untuk mengukur pandangan keluarga muda terhadap tujuan tradisi nyadran. Setiap pertanyaan mempunyai 5 alternatif jawaban yang setiap alternatif jawaban diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Dengan demikian, skor terendah adalah 5 untuk pandangan keluarga muda terhadap tujuan tradisi nyadran skor tertinggi 25. Semua pertanyaan nomor1,2, 3, 4, & 5 dengan bentuk data ordinal skor dikelompokkan sebagai berikut: (1) skor 5 berarti kepala keluarga muda memahami dan mengerti mengenai tujuan tradisi nyadran (2) skor 4 berarti kepala keluarga muda mengerti tetapi kurang memahami tujuan tradisi nyadran,(3) skor 3 kepala keluarga muda mengerti tetapi tidak memahami tujuan tradisi nyadran, (4) skor 2 berarti kepala keluarga muda kurang mengerti dan kurang memahami tujuan tradisi nyadran, dan (5) skor 1 kepala keluarga muda tidak mengerti dan tidak memahami tujuan tradisinyadran.

3. Pandangan keluarga muda (20-39 tahun) terhadap fungsi tradisinyadran Pandangan keluarga muda terhadap fungsi tradisi nyadran adalah tanggapan atau penafsiran kepala keluarga muda terhadapat tujuan dalam pelaksanaan tradisi nyadran. Fungsi tradisi nyadran adalah fungsi spiritual dan fungsi sosial. Fungsi spiritual meliputi pendekatan terhadap Tuhan YME,tradisi nyadran dilaksanakan untuk menghormati leluhur atau orang yang telah meninggal, dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dengan cara bersedekah. Fungsi sosialnya yaitu sebagai ajang kebutuhan sosial, ajang untuk berkomunikasi antar anggota masyarakat, ajang untuk tolong menolong, untuk ajang melestarikan tradisi leluhur, dan sebagai sarana silahturahmi.


(53)

38

Ada delapan pertanyaaan yang digunakan untuk mengukur pandangan keluarga muda terhadap fungsi tradisi nyadran. Setiap pertanyaan mempunyai 5 alternatif jawaban yang setiap alternatif jawaban diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Dengan demikian, skor terendah adalah 8 untuk pandangan keluarga muda terhadap tujuan tradisi nyadran skor tertinggi 40. Semua pertanyaan nomor1,2, 3, 4, & 5 dengan bentuk data ordinal skor dikelompokkan sebagai berikut: (1) skor 5 berarti kepala keluarga muda memahami dan mengerti mengenai fungsi tradisi nyadran (2) skor 4 berarti kepala keluarga muda mengerti tetapi kurang memahami fungsi tradisi nyadran,(3) skor 3 kepala keluarga muda mengerti tetapi tidak memahami fungsi tradisi nyadran, (4) skor 2 berarti kepala keluarga muda kurang mengerti dan kurang memahami fungsi tradisinyadran, dan (5) skor 1 kepala keluarga muda tidak mengerti dan tidak memahami fungsi tradisinyadran. 4. Faktor penyebab keluarga muda tidak ikut melaksanakan tradisinyadran

Alasan keluarga muda tidak ikut melaksanakan tradisi nyadran dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab keluarga muda tidak ikut melaksanakan tradisi nyadran. ada tiga faktor yang menyebabkan seorang individu mengalami perubahan untuk mencari sesuatu yang baru dalam kebudayaannya yaitu:

a. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam kebudayaannya. Perkembangan zaman yang semakin maju dan tingkat pendidikan yang semakin baik membuat seorang individu mencoba mencari penemu-penemuan terbaru yang membuat kebudayaan lama yang tidak sesuai dengan


(54)

39

perkembangan zaman akan hilang. Tingkat pendidikan yang semakin baik ini membuat kalangan muda mencari pekerjaan yang lebih baik dan biasanya keluar dari desa mereka. Jika dilihat dari tingkat pendidikan terdiri dari:

a. Pendidikan dasar (SD dan SMP) b. Pendidikan menengah (SMA) c. Pendidikan tinggi (D3 atau Sarjana)

Tingkat pendidikan keluarga muda nantinya akan dilihat apakah tingkat pendidikan tinggi merupakan faktor penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tradisi nyadran atau sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah merupakan faktor penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tradisinyadran.

b. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.

Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peran serta sesepuh desa, aparat desa dan juga para orang tua untuk mengenalkan dan mengajak kalangan muda untuk ikut serta dalam pelaksanaan tradisinyadran.

c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas pencipta dalam masyarakat itu.

Perangsang bagi aktivitas-aktivitas pencipta dalam masyarakat yang dimaksudkan adalah adanya perlunya kegiatan-kegiatan lain yang dapat membangun kecintaan kalangan muda terhadap tradisi-tradisi yang telah ada. Kegiatan-kegiatan ini seperti perlunya ada pertemuan atau sosialisasi yang dilakukan atau berkumpulnya para ahli budaya dan juga kalangan muda itu sendiri.


(55)

40

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian data sangat dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi memberikan informasi atau kejadian yang diungkapkan dan telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk memperoleh fakta nyata tentang tradisi nyadran. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. (Sutrisno Hadi dalam Sugiyono, 2010: 203). Mohammad Hasyim (1982: 27) menambahkan, teknik observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengamati langsung terhadap objeknya atau pengganti objeknya seperti film, video, rekontruksi dan lain-lain sejenisnya.

Pengamatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengetahui proses kegiatan yang dilakukan pelaksanaan tradisi nyadran, data dapat dikumpulkan melalui catatan tertulis maupun dengan perekam suara.

2. Wawancara

Dalam memperoleh data wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terstruktur dan wawancara mendalam (indept interview) seputar permasalahan yang sedang diteliti. Wawancara terstruktur yaitu dimana wawancara ini dilengkapi dengan kuisioner untuk memandu setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti agar memperoleh informasi atau gambaran dari


(56)

41

responden mengenai faktor penyebab keluarga muda (20-39 tahun) tidak melaksanakan tradisi nyadran di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Selain itu untuk memperoleh data lebih banyak dan mendalam peneliti menggunakan wawancara mendalam (indept interview).

Suwardi Endraswara (2006: 168) menjelaskan wawancara mendalam (indept interview) adalah lebih luwes, susunan pertanyaannya lebih enak, tidak ada tekanan dan adanya saling keterbukaan antara peneliti dan yang diteliti. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2010: 194).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara penganalisan terhadap fakta-fakta yang tersusun secara logis dari dokumen tertulis maupun tidak tertulis yang mengandung petunjuk-petunjuk tertentu bisa berupa fakta sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, melainkan bisa juga merajuk pada bahan berupa dokumen, seperti teks berupa bacaan, rekaman audio atau audiovisual dan bisa juga berupa foto-foto yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

Menurut Hadari Nawawi (1995: 133) mengatakan bahwa, dokumentasi adalah cara atau pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip dan termasuk buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Digunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan


(57)

42

untuk mengumpulkan data yang berupa catatan-catatan (dokumen) dan foto-foto yang kaitannya dengan masalah yang diteliti. Foto-foto dalam pelaksanaan tradisi nyadran berupa kegiatan-kegiatan atau tata cara yang dilakukan ketika pelaksanaan tradisinyadran.

F. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan (Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, 1989: 263). Teknik analisi yang digunakan untuk mengetahuinyadrandalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun) Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan adalah presentase yang digambarkan melalui mendeskripsikan dari hasil presentase tersebut.


(58)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang tradisi nyadran dalam persepsi keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 dapat di simpulkan bahwa:

1. Sejumlah 58,73 % atau sebanyak 37 kepala keluarga memiliki pandangan mengerti tetapi kurang memahami mengenai pengertian tardisinyadran. 2. Sejumlah 52,38% atau sebanyak 33 kepala keluarga muda memiliki

pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap tujuan tradisinyadran.

3. Sejumlah 49,20% atau 31 kepala keluarga memiliki pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap fungsi tradisinyadran.

4. Faktor penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tradisi nyadran adalah tingkat pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga berpikir lebih rasional dan karena tidak pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga lebih banyak yang bekerja di luar desa, kurangnya pengenalan dari ahli-ahli kebudayaan atau kurangnya peranan sesepuh desa, perangkat desa dan juga orang tua, dan tidak adanya perangsang bagi aktivitas-aktivitas dalam pengenalan tradisinyadran.


(59)

72

B. SARAN

1. Perlu adanya pengenalan keluarga muda (20-39 tahun) dari para orang tua untuk membangkitkan kemauan keluarga muda (20-39 tahun) dengan cara pengenalan paling mendasar mengenai pengertian tradisinyadran.

2. Perlu adanya sosialisasi kepada keluarga muda yang disampaikan oleh sesepuh desa maupun aparat desa mengenai tujuan dilaksanakan tradisi nyadran.

3. Perlu ajakan dari orang tua, sesepuh desa dan juga aparat desa kepada keluarga muda untuk ikut serta dalam pelaksanaan tradisi nyadran sehingga secara langsung keluarga muda dapat merasakan fungsi tradisi nyadranyang baik bagi pedoman hidup keluarga.

4. Perlu adanya suatu pertemuan antar orang tua, sesepuh desa dan aparat desa dengan kalangan muda baik berupa sosialisasi maupun hanya sekedar bercengkrama guna membentuk kedekatan antar anggota masyarakat dan pengenalan tradisi nyadran secara baik, sehingga dengan adanya pendekatan tersebut diharapkan keluarga muda mau ikut serta dalam pelaksanaan tradisinyadran.


(1)

42

untuk mengumpulkan data yang berupa catatan-catatan (dokumen) dan foto-foto yang kaitannya dengan masalah yang diteliti. Foto-foto dalam pelaksanaan tradisi nyadran berupa kegiatan-kegiatan atau tata cara yang dilakukan ketika pelaksanaan tradisinyadran.

F. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan (Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, 1989: 263). Teknik analisi yang digunakan untuk mengetahuinyadrandalam pandangan keluarga muda (20-39 tahun) Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan adalah presentase yang digambarkan melalui mendeskripsikan dari hasil presentase tersebut.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang tradisi nyadran dalam persepsi keluarga muda (20-39 tahun) di Desa Margorejo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tahun 2014 dapat di simpulkan bahwa:

1. Sejumlah 58,73 % atau sebanyak 37 kepala keluarga memiliki pandangan mengerti tetapi kurang memahami mengenai pengertian tardisinyadran. 2. Sejumlah 52,38% atau sebanyak 33 kepala keluarga muda memiliki

pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap tujuan tradisinyadran.

3. Sejumlah 49,20% atau 31 kepala keluarga memiliki pemahaman kurang mengerti dan kurang memahami terhadap fungsi tradisinyadran.

4. Faktor penyebab keluarga muda tidak melaksanakan tradisi nyadran adalah tingkat pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga berpikir lebih rasional dan karena tidak pendidikan yang tinggi membuat kepala keluarga lebih banyak yang bekerja di luar desa, kurangnya pengenalan dari ahli-ahli kebudayaan atau kurangnya peranan sesepuh desa, perangkat desa dan juga orang tua, dan tidak adanya perangsang bagi aktivitas-aktivitas dalam pengenalan tradisinyadran.


(3)

72

B. SARAN

1. Perlu adanya pengenalan keluarga muda (20-39 tahun) dari para orang tua untuk membangkitkan kemauan keluarga muda (20-39 tahun) dengan cara pengenalan paling mendasar mengenai pengertian tradisinyadran.

2. Perlu adanya sosialisasi kepada keluarga muda yang disampaikan oleh sesepuh desa maupun aparat desa mengenai tujuan dilaksanakan tradisi nyadran.

3. Perlu ajakan dari orang tua, sesepuh desa dan juga aparat desa kepada keluarga muda untuk ikut serta dalam pelaksanaan tradisi nyadran sehingga secara langsung keluarga muda dapat merasakan fungsi tradisi nyadranyang baik bagi pedoman hidup keluarga.

4. Perlu adanya suatu pertemuan antar orang tua, sesepuh desa dan aparat desa dengan kalangan muda baik berupa sosialisasi maupun hanya sekedar bercengkrama guna membentuk kedekatan antar anggota masyarakat dan pengenalan tradisi nyadran secara baik, sehingga dengan adanya pendekatan tersebut diharapkan keluarga muda mau ikut serta dalam pelaksanaan tradisinyadran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

.2013. Kabupaten Lampung Selatan.

http://www.lampungselatankab.co.id. . Diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 19:42 WIB.

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, Terapan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat. 2007. Geografi: Menyingkap Fenomena Geosfer Untuk SMA/MA Kelas XI. Grafindo Media Pratama. Bandung. Bimo Walgito. 1992. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Andi Offset.

Yogyakarta.

Daldjoeni. 1992.Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Alumni, Bandung. Erna Widodo. 2000. Konstruksi Kearah Penelitian Deskriptif. Avyrouz.

Yogyakarta.

Hadari Nawami dan Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartono. 2007.Geografi Jelajah Alam dan Alam Semesta. Citra Praya. Bandung. Hassan Shadily. 1977.Ensiklopedi Umum. Kanisius. Yogyakarta.

Ida Bagus Mantra. 2003.Demografi Umum Edisi Kedua. Pustaka. Yogyakarta. John W. Creswell. 2011. Designing and Conducting Mixed Methods Research.

SAGE Publications Asia-Pasific. Singapore.

Joko Waluyo. 2000. Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Nyadran di Desa Candimulyo Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung.(Skripsi).Program Studi Pembangunan Masyarakat Desa. Jurusan Ilmu Sosiatri. Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”. Yogyakarta.

Jonny Purba. 2005. Pengelolaan Lingkungan Sosial Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.


(5)

Koentjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Rineka Cipta. Jakarta. Kussusanti. 2012. Two Ears One Mouth Panduan Sukses Komunikasi

Profesional. Grasindo. Jakarta.

Lovica Wulandari. 2006. Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Dasar Mengajar Guru, Metode Mengajar dan Metode Penggunaan Media Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi/Akuntansi Siswa Kelas XI IPS Semester Ganjil SMA Negeri 1 Natar Tahun Pelajaran 2005/2006. (Skripsi).Universitas Lampung. Lampung.

Mar’at. 1989.Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya.Ghalia Indonesia. Jakarta.

Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai.LP3ES. Jakarta.

Moh. Ali . 1985. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung.

Moh. Nazir. 1982.Metode Penelitian.Ghalia. Jakarta.

Muhammad Basrowi dan Soenyono. 2004. Memahami Sosiologi. Lutfansah Mediatama. Surabaya.

Muhammad Solikhin. 2010. Misteri Bulan Suro Pespektif Islam Jawa. Narasi. Yogyakarta.

Nurul Hidayah. 2009. Tradisi Nyadran Di Dusun Pokoh Desa Ngijo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karang Anyar. (Skripsi). Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

N.H.T Siahaan. 2004. Hukum Ekologi Dan Hukum Pembangunan. Erlangga. Jakarta.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt. 1992.Sosiologi.Erlangga. Jakarta. Rahmat Jalaludin. 1991.Psikologi Pendidikan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sarlito Wirawan Sarwono. 1983. Teori-Teori Psikologi Sosial. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sudarmi. 2005. Geografi Regional Indonesia .Buku Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Pendidikan.Alfabeta. Bandung.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Sumadi. 2003. Filsafat Geografi.Bahan Ajar.Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Sumadi Suryabrata. 1983.Metodologi Penelitian.Rajawali. Jakarta.

Suwardi Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

. 2012. Agama Jawa Menyusuri Jejak Spiritualitas Jawa. Lembu Jawa. Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Timur Fajar Pratiwi. 2012. Slametan Sepasaran Pada Masyarakat Jawa Di Desa Rantau Fajar Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Sejarah. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wirastuti Widyatmanti dan Dini Natalia. 2009. Geografi SMP/MTs Kelas VII (KTSP). Grasindo. Jakarta.

Yana MH. 2012. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Bintang Cemerlang. Yogyakarta.

Yanu Endar Prasetyo. 2010.Mengenal Tradis Bangsa.Miu. Yogyakarta.

Desmira Feri. 2013. Tradisi Nyadran dalam Masyarakat Jawa di Dusun Srikue,

Ambartawang, Mungkid, Magelang.

http://desmiraferi.blogspot.com/2013/12/tradisi-nyadran-dalam-masyarakat-Jawa.html. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2014 pukul 19:42 WIB.