PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA MARGA AGUNG KECAMATAN JATI AGUNG PADA PEMILIHAN BUPATI LAMPUNG SELATAN TAHUN 2015

(1)

JATI AGUNG DISTRICT SOUTH LAMPUNG REGENCY IN REGENT ELECTION 2015

By

Christian Tuahta Surbakti

The research objective was to determine how the level of community participation in the following Marga Village General Election of Regent South Lampung regency in 2015.

The method the researchers use a method of quantitative data analysis descriptive statistics. Population in this research are Marga Agung Village society with amount of 1.974 people with count of sample 95 people. Technique sampling that used in this research was simple random sampling. Data analyes using inferential statistic.

The results showed that the participation of villagers Marga Agung Agung Jati subdistrict South Lampung regency is generally categorized as low, this is due not yet entered the campaign period. As for each of the indicators of political participation of the people showed the tendency of public participation in the medium category. Based on the recapitulation of respondents to the political participation of the community in local elections (elections), then there are some respondents who disagree, this means that people have not all felt participate to the voting rights are given, so that there are states which refuse to choose and do not come at a predetermined time. In general, a low tendency to follow the implementation of public participation in the election of Regional Head South Lampung regency in the village of Marga Agung because until now there has been no research underway election campaign of South Lampung Regent in 2015. Keywords: Participation, Community, Regent Selection


(2)

KECAMATAN JATI AGUNG PADA PEMILIHAN BUPATI LAMPUNG SELATAN TAHUN 2015

Oleh

Christian Tuahta Surbakti

Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat Desa Marga Agung dalam mengikuti pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015.

Metode yang peneliti digunakan adalah metode analisis data kuantitatif statistik deskriptif. Populasi adalah masyarakat Desa Marga Agung berjumlah 1.974 orang dengan jumlah sampel 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan mengundi tabel angka acak (random). Analisis data menggunakan statistik inferensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan secara umum dikategorikan rendah, hal ini dikarenakan belum memasuki masa kampanye. Sedangkan untuk masing-masing indikator dari partisipasi politik masyarakat menunjukkan kecenderungan partisipasi masyarakat dalam kategori sedang. Berdasarkan rekapitulasi tanggapan responden terhadap partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), kemudian ada sebagian responden yang menyatakan tidak setuju, ini berarti masyarakat belum semua merasa berpartisipasi terhadap hak suara yang diberikan, sehingga ada yang menyatakan yang menolak untuk memilih dan tidak mau datang pada waktu yang telah ditetapkan. Secara umum kecenderungan rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lampung Selatan di Desa Marga Agung karena hingga saat penelitian berlangsung belum ada kampanye pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2015. Kata Kunci : Partisipasi, Masyarakat, Pemilihan Bupati


(3)

TAHUN 2015

Oleh

Christian Tuahta Surbakti

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

1. Bagan Kerangka Pikir ... 45

2. Peta Wilayah Desa Marga Agung ... 56

3. Struktur Organisasi Pemerintah Desa ... 60

4. Histogram Variabel Partisipasi politik ... 72

5. Histogram Indikator Menilai Calon-calon Yang Diajukan ... 73

6. Histogram Indikator Mengajak Seseorang Menjadi Sukarelawan... 74

7. Histogram Indikator Pemberian Suara ... 75


(5)

Halaman

1. Hasil Penghitungan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Lampung Di Desa Marga Agung Tanggal 9 April

2014... 4

2. Hasil Penghitungan Pemilihan Anggota DPR Di Desa Marga Agung Tahun 2014 ... 4

3. Definisi Partisipasi Politik Menurut Para Ahli ... 12

4. Kampanye Pemilu Dan Kampanye Politik ... 32

5. Definisi Operasional... 48

6. Jumlah Pendidikan Penduduk Desa Marga Agung ... 57

7. Mata Pencaharian Penduduk Desa Marga Agung... 58

8. Pola Penggunaan Tanah Desa Marga Agung... 58

9. Data Kepemilikan Hewan Desa Marga Agung... 59

10. Prasarana Desa Yang Dimiliki Desa Marga Agung... 59

11. Uji Validitas Partisipasi Politik ... 68

12. Uji Reliabilitas Partisipasi Politik ... 68

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 69

14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

15. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 70

16. Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Mata Pencaharian ... 70

17. Pernyataan Pada Variabel Partisipasi politik ... 71

18. Menilai Calon-alon Yang Diajukan ... 72

19. Mengajak Seseorang Menjadi Sukarelawan ... 73

20. Pemberian Suara... 74

21. Mendukung Calon Pemimpin ... 75


(6)

Halaman

ABSTRAK... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

JUDUL DALAM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN... vii

MOTTO... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan... 8

D. Kegunaan Penelitian... 9

1. Secara Teoritis... 9

2. Secara Praktis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partisipasi Politik ... 10

1. Definisi Partisipasi Politik... 14

2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik... 22

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik ... 24

4. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Perspektif Teori Pertukaran George Homans... 25

5. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Perspektif Teori Pertukaran Peter Blau ... 27

B. Tinjauan Tentang Kampanye Pilkada ... 28

C. Tinjauan Tentang Persepsi Politik ... 32

D. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum ... 38

1. Sistem Pemilihan Kepala Daerah Langsung ... 40

2. Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Langsung ... 41


(7)

B. Lokasi dan Waktu ... 47

1. Lokasi ... 47

2. Waktu ... 47

C. Definisi Konseptual... 47

D. Definisi Operasional... 47

E. Populasi dan Sampel ... 49

1. Populasi ... 49

2. Sampel... 49

F. Teknik Pengumpulan Data... 51

1. Angket ... 51

2. Observasi... 51

3. Dokumentasi ... 51

G. Teknik Pengolahan Data ... 51

1. Editing... 52

2. Pengkodeaan ... 52

3. Tabulasi (Proses pembeberan) ... 52

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53

1. Uji Validitas Data... 53

2. Reliabilitas Data ... 53

I. Analisis Data ... 54

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa ... 55

1. Sejarah Desa... 55

2. Demografi Desa ... 56

a. Letak dan Luas Wilayah... 56

b. Iklim ... 57

3. Keadaan Sosial Desa ... 57

4. Keadaan Ekonomi Desa ... 58

B. Kondisi Pemerintah Desa ... 59

1. Pembagian Wilayah Desa ... 59

2. Struktur Organisasi Pemerintah Desa ... 60

C. Uraian Tugas Dan Fungsi Perangkat Desa ... 61

1. Kepala Desa ... 61

2. Sekretaris Desa... 61

3. Kepala Urusan Umum... 62

4. Kepala urusan keuangan ... 62

5. Kaur Pemerintahan... 63

6. Kaur Ekonomi Pembangunan ... 63

7. Kaur Kesejahteraan Rakyat... 64

8. Kepala Dusun ... 64

9. BPD ... 65


(8)

1. Uji Validitas ... 67

2. Uji Reliabilitas ... 68

B. Analisis Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Karakteristik Responden... 68

a. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kelompok Umur... 69

b. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

c. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenjang Pendidikan... 70

d. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Mata Pencaharian ... 70

2. Analisis Kuantitatif ... 71

a. Menilai Calon-calon Yang Diajukan ... 72

b. Mengajak Seseorang Menjadi Sukarelawan ... 73

c. Mengawasi Pemberian Dan Penghitungan Suara ... 74

d. Untuk Mendukung Calon Pemimpin ... 75

C. Pembahasan... 77

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 96

B. Saran... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

(Skripsi)

Oleh

Christian Tuahta Surbakti

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(10)

(11)

Tuhan menciptakan kedua mata kita di depan karena kita harus terus melihat ke depan, bukan ke belakang dan terpaku pada masa lalu

Orang-orang optimis melihat bunga mawar, bukan durinya, orang-orang pesimis terpaku pada duri dan melupakan

mawarnya (Khalil Gibran)


(12)

(13)

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, nikmat dan kasih-Nya yang tiada pernah berhenti diberikan kepadaku selama ini.

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda bukti dan cinta kasihku

kepada:

Ayah dan Ibu, yang telah membesarkan dan mendidikku dengan cinta dan kasihnya. Selalu memberikan dukungan, nasihat, harapan yang terbaik untuk diriku dan setiap saat namaku

disebut dalam doanya yang tidak pernah ada hentinya menyertaiku menuju kesuksesan.

Saudara dan sahabat ku yang terbaik

Terima kasih untuk semua warna dan suka duka kebersamaannya


(14)

Penulis memiliki nama lengkap Christian Tuahta Surbakti, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Alm. Bapak Erion Piara Surbakti dan Ibu Endaliasti Ginting.

Jenjang akademis penulis diselesaikan dari Sekolah TK Xaverius Way Halim pada tahun 1999, Sekolah Dasar Santho Thomas I Medan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama BPK Penabur Bandar Lampung pada tahun 2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung yang selesai tahun 2011. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(15)

berkat rahmat, karunia dan kasih saying-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Desa

Marga Agung Kecamatan Jati Agung Pada Pemilihan Bupati Lampung Selatan

Tahun 2015”. Penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang

dihadapi dalam proses penulisan skripsi ini. Namun kesulitan yang ada dapat dihadapi dengan baik berkat bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung yang selalu memberikan motivasi dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung yang telah memotivasi dan memberikan nasihat kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

4. Ibu Dwi Wahyu Handayani, S.IP., M.SI selaku pembimbing akademik yang telah memotivasi dan memberikan nasihat kepada penulis selama menjadi mahasiswa, terimakasih atas masukan, pengarahan, saran dan kritik yang telah diberikan.


(16)

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi secara baik dan maksimal. 6. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D selaku dosen pembahas, terimakasih atas

masukan, pengarahan, saran dan kritik yang dapat membangun dan menjadi penyempurna untuk skripsi ini.

7. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FISIP Universitas Lampung yang telah membantu penulis.

9. Kepada seluruh Perangkat Desa dan Masyarakat Desa Marga Agung yang telah memberikan bantuannya.

10. Kedua Orangtuaku, Ayahanda Alm. Erion Piara Surbakti dan Ibunda Endaliasti Ginting yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih untuk cinta yang tidak terbatas apapun, kalianlah hidup dan tujuan hidupku dan kalianlah semangatku dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Adik-adikku tersayang Alm. Jonathan Farel Surbakti, Hizkia Fanuelta Surbakti dan Pieter Felix Surbakti terimakasih atas segala nasihat, saran dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

12. Terima kasih kepada sahabat, Yessy Tathyana Turnip, Eliassip Sahpinta Sembiring, Imanuel Sembiring, Sikko Agassi, Rizal V Sitorus, Nur Halimah,


(17)

nasihat, saran, kritikan, motivasi, semangat, dan bantuannya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Terima kasih kepada teman-teman PDO (Persekutuan Doa Oikumene) FISIP dan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan semangat, motivasi dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Malvianti Taresa Tarigan, Terimakasih doa, dukungan, kesabaran, motivasi dan waktunya selama ini yang telah membantu dan menemani dalam penulisan skripsi.

15. Teman-teman Ilmu Pemerintahan angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan motivasi.

16. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan mendoakan, dalam upaya menyelesaikan skripsi ini serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Bandar Lampung, Oktobet 2015 Penulis


(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya dengan demokrasi, partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan. Pada suatu pemilu misalnya partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masing-masing untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu.

Masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu pemilu tergantung pada preferensi masyarakat sebagai pemilih, tidak hanya itu partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dapat dipandang sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik masing-masing. Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga berkaitan erat dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Wujud dari pemenuhan hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk menyatakan pendapat dan berkumpul. Seperti yang tertuang dalam


(20)

UUD 1945 pasal 28 : “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan

undang-undang”.

Partisipasi politik rakyat tentu tak lepas dari kondisi atau sistem politik yang sedang berproses. Sistem kepolitikan bangsa Indonesia hingga dewasa ini telah berkali-kali mengalami perubahan, mulai dari orde baru sampai pada reformasi. Disadari bahwa reformasi sering dimaknai sebagai era yang lebih demokratis. Sebagai proses dari transformasi politik, makna pilkada selain merupakan bagian dari penataan struktur kekuasaan makro agar lebih menjamin berfungsinya mekanisme check and balances di antara lembaga-lembaga politik dari tingkat pusat sampai daerah, masyarakat mengharapkan pula agar pilkada dapat menghasilkan kepala daerah yang akuntabel, berkualitas, legitimate, dan peka terhadap kepentingan masyarakat.

Konteks ini negara memberikan kesempatan kepada masyarakat daerah untuk menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat dan martabat rakyat daerah. Masyarakat daerah yang selama ini hanya sebagai penonton proses politik pemilihan yang dipilih oleh DPRD, kini masyarakat menjadi pelaku atau voter (pemilih) yang akan menentukan terpilihnya Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota. Sistem pemilu kepala daerah secara langsung lebih menjanjikan dibandingkan sistem yang telah berlaku sebelumnya. Pilkada langsung diyakini memiliki kapasitas yang memadai untuk memperluas partisipasi politik masyarakat, sehingga masyarakat


(21)

daerah memiliki kesempatan untuk memilih secara bebas pemimpin daerahnya tanpa suatu tekanan, atau intimidasi, floating mass (massa mengambang), kekerasan politik, maupun penekanan jalur birokrasi.

Pilkada merupakan momentum yang cukup tepat munculnya berbagai varian preferensi pemilih yang menjadi faktor dominan dalam melakukan tindakan atau perilaku politiknya. Potensi rendahnya partisipasi pemilih masih menghantui pemilu 2015. Dibutuhkan langkah strategis lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Partisipasi pemilih di setiap pemilu cenderung mengalami penurunan. Tingkat partisipasi pemilih Lampung dalam tiga kali pemilu, yakni 1999, 2004, dan 2009, secara konsisten terus mengalami penurunan. Pada pemilu 2009 lalu, tingkat partisipasi pemilih hanya 70,99%. Padahal, pada pemilu 1999 tingkat partisipasi pemilih mencapai 92,99%, sedangkan pada 2004 mencapai 84,07%. Tren penurunan itu harus segera disikapi serius oleh penyelenggara pemilu, partai politik peserta

pemilu, organisasi kemasyarakatan, dan pemerintah daerah

(http://lampost.co/berita/rendahnya-partisipasi-pemilih-hantui-pemilu-2014, diunduh tanggal 1 Juni 2015).

Desa Marga Agung terletak di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah penduduk 4.862 jiwa ini, dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan beternak. Latar belakang masyarakat desa Marga Agung dengan mata pencarian petani dan beternak, dalam menghadapi pemilihan umum sebagian masyarakat desa Marga Agung cenderung tidak menaruh minat


(22)

terhadap objek politik yang luas (budaya politik parokial) dan partisipasi politiknya cenderung rendah. Pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Lampung tahun 2014, banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya, seperti diterangkan dalam tabel 1 :

Tabel 1

Hasil Penghitungan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Lampung di Desa Marga Agung Tanggal 9 April 2014

NO Uraian Rekapitulasi jumlah pemilih

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih (berdasarkan

DPT+DPTb+DPK+DPKTb). Diisi dari B5 Model C1-KWK

1157 1200 1357 (69 %)

2

Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih

380 237 617 (31%)

Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) 100% Sumber :KPPS Desa Marga Agung

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya masih tinggi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kampanye di desa oleh calon kepala daerah. Tingkat golput tidak hanya terjadi pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Lampung di Desa Marga Agung tahun 2014, tetapi terjadi pada pemilihan anggota DPR di Desa Marga Agung tahun 2014, seperti terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2

Hasil Penghitungan Pemilihan Anggota DPR di Desa Marga Agung Tahun 2014

No Uraian Rekapitulasi jumlah pemilih

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)

1537 1437 2974

2 Pengguna hak pilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)

1157 1200 2357 (79,25%) 3 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang

tidak menggunakan hak pilih

380 237 617 (20,74%)


(23)

Penelitian tentang partisipasi politik telah menjadi tema yang menarik dalam penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu antara lain adalah pertama, penelitian oleh Tarigan (2008:52) dalam skripsinya yang berjudul Partisipasi Politik Masyarakat Kabupaten Temanggung Dalam Pelaksanaan Pilkada Tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai, untuk maksud penjelasan (explanatory atau confirmatory). Hasil penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik dalam pilkada pada penelitian ini adalah popularitas calon dan kondisi sosial politik. Sedangkan hubungan yang positif berdasarkan analisis regresi hanya pada popularitas calon, sedangkan status sosial ekonomi dan kondisi sosial politik menunjukkan hubungan yang negatif terhadap partisipasi politik.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Muslim (2013:24), dalam jurnal yang berjudul Faktor-faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula Di Kecamatan Andir Pada Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Jabar 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pemilih pemula di Kecamatan Andir menyatakan memiliki faktor penghambat yang membuat mereka tidak dapat ikut berpartisipasi dalam Pilgub Jabar 2013, seperti faktor kurangnya dukungan untuk mensukseskan yang mereka rasakan dari lingkungan sekitar mereka, kemudian induk organisasi dimana mereka menjadi bagiannya yang membuat mereka sulit untuk bisa berpartisipasi dalam Pilgub Jabar 2013, dan ada pula pemilih pemula


(24)

yang otonom yang benar-benar enggan berpartisipasi pada Pilgub Jabar 2013 kemarin karena menurut mereka suara mereka tidak penting.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Mudjiyanto (2012:10). Dalam jurnal yang berjudul Literasi Internet Dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih Dalam Aktifitas Pemanfaatan Media Baru menjelaskan bahwa menyangkut tipologi partisipasi politik, maka secara over all responden umumnya merupakan para pengguna internet yang tipologi partisipasi politiknya itu masih apatis. Cukup banyak juga di antara responden yang partisipasi politiknya itu sudah bertipologi spektator. Sementara partisipasi politik yang bertipologi gladiator hampir tidak ada dan bahkan tidak satupun responden yang bertipologi politik pengkritik.

Hasil penelitian Ardian (2014) tentang Strategi KPU dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Tahun 2014 di Provinsi Lampung, dimana Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi KPU meningkatkan partisipasi pemilih melalui: (1). Strategi Penguatan, upaya untuk meningkatkan partisipasi dengan melihat kualitas KPU, yaitu meningkatkan koordinasi antar anggota KPU baik tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, meningkatkan kapasitas dan kualitas penyelenggara pemilu, memperkuat komunikasi dan keterbukaan KPU kepada publik serta memberikan jaminan ketersedian sejumlah data yang akurat. (2). Strategi Rasionalisasi, upaya yang dilakukan adalah dengan membuat selebaran kertas yang berisikan nama-nama calon legislatif baik Provinsi atau Kabupaten, selain itu memberikan informasi melalui media suara (radio), gambar atau baliho. (3). Strategi Bujukan, melakukan program jalan


(25)

sehat, sepeda gowes, KPU goes to campus serta dialog pemilu secara langsung kepada masyarakat. (4). Strategi Konfrontasi, berupa sosialisasi cara memilih dan kerugian jika tidak memilih, maka pihak KPU mengajak masyarakat untuk memilih, karena jika tidak memilih, maka akan hilang hak politiknya.

Berdasarkan penelitian terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak penyebab yang membuat masyarakat untuk tidak berpartisipasi atau berpartisipasi dalam pemilihan umum, seperti popularitasnya calon yang membuat masyarakat berpartisipasi politik, kondisi sosial politik yang menunjukkan hubungan negatif terhadap partisipasi politik pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan secara langsung dan transparan merupakan jawaban atas aspirasi rakyat. Pilkada itu terdiri dari pemilu Legislatif, pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pemilu Bupati dan Wakil Bupati dan pemilu Kepala Desa. Dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang pemilu Bupati dan Wakil Bupati untuk daerah Kabupaten Lampung Selatan.

Peningkatkan partisipasi politik rakyat melalui keterlibatannya dalam pembangunan nasional, serta kegiatan pengawasan diperlukan agar pemerintahan tetap berjalan pada jalur yang benar untuk untuk memakmurkan kesejahteraan rakyat. Fenomena yang demikian, tentu akan berdampak atau berpengaruh terhadap tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat Desa Marga Agung dalam pemilu.


(26)

Partisipasi merupakan hal yang sangat penting untuk ditilik guna mengetahui seberapa jauh partisipasi mereka dalam mengawal pemilu. Kesadaran politik yang tinggi tentunya sangat diharapkan. Jika partisipasi mereka tinggi maka kesadaran politik mereka juga tinggi, namun jika partisipasi mereka rendah, tentunya kesadaran politik mereka juga rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa tidak adanya peningkatan partisipasi masyarakat yang signifikan khususnya Desa Marga Agung atau dengan kata lain tingkat partisipasi masyarakat Desa Marga Agung pada pelaksanaan pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2015 rendah karena belum adanya kampanye. Kondisi inilah yang menyebabkan penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Partisipasi Politik

Masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung pada pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat peneliti simpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat Desa Marga Agung pada pelaksanaan pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat Desa Marga Agung dalam mengikuti pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015.


(27)

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan baik teoritis maupun pratis, sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Dapat memperluas dan memperkaya wawasan ilmiah, khususnya dalam Ilmu Pemerintahan, khususnya berkaitan dengan partisipasi politik masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung pada pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015.

2. Secara Praktis

Sebagai bahan masukan bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) khususnya partisipasi politik masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung pada pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Partisipasi Politik

Hak untuk berpartisipasi dalam hal pembuatan keputusan politik di abad ke 14 telah dibatasi hanya untuk sekelompok kecil orang yang berkuasa, kaya dan keturunan orang terpandang. Kecenderungan ke arah partisipasi rakyat yang lebih luas dalam politik bermula pada masarenaisance dan reformasi abad ke 15 sampai abad 17 dan abad 18 dan 19. Tetapi cara-cara bagaimana berbagai golongan masyarakat (pedagang, tukang, orang-orang profesional, buruh kota, wiraswasta industri, petani desa dan sebagainya), menuntut hak mereka untuk berpartisipasi lebih luas dalam pembuatan keputusan politik sangat berbeda di berbagai negara.

Menurut MacAndrew seperti dikutip oleh Mas’oed (2001:40-50), ada kemungkinan dalam menganalisa partisipasi politik dari segi organisasi kolektif yang berlainan untuk digunakan dalam menyelenggarakan partisipasi dan biasanya yang menjadi landasan yang lazim adalah :

a. Kelas yang menyangkut perorangan dengan status sosial, pendapatan pekerjaan yang sama

b. Kelompok merupakan perorangan yang meliputi ras, agama, bahasa, atau etnisitas yang sama

c. Golongan, dengan perorangan yang akan dipersatukan oleh interaksi yang akan terus menerus atau intens dan salah satu manivestasinya adalah pengelompokan patron- klien. Pembentukan pemerintah yang didasarkan pada partai politik seringkali menciptakan harapan yang tersebar luas


(29)

bahwa orang dalam menjalankan kekuasaan politik bukan karena kelahiran melainkan berkat kemahiran politik ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang ataupun masyarakat dalam mengambil keputusan dalam pemilihan umum yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu :

1) Pendidikan, pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya dengan peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Olah karena itu pendidikan tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan persoalan-persoalan politik dapat juga dengan mengembangkan kecakapan dalam menganalisa menciptakan minat dan kemampuan dalam berpolitik.

2) Perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin dan status sosial ekonomi juga dengan mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik, bahwa kemajuan sosial ekonomi suatu negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa yang dilakukan oleh rakyat dalam partisipasi politiknya dengan menunjukan derajat kepentingan mereka.

3) Aktifitas kampanye, pada umumnya kampanye-kampanye politik hanya dapat mencapai pengikut setiap partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara. Dengan demikian yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan tingkatdan bentuk partisipasi politik masyarakat adalah terletak dalam kedudukan partisipasi tersebut.

Mengambil bagian dalam sebuah aktivitas dapat mengandung pengertian ikut serta tanpa ikut menentukan bagaimana pelaksanaan aktivitas tersebut tetapi dapat juga berarti ikut serta dalam menentukan jalannya aktivitas tersebut, dalam artian ikut menentukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas tersebut. Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan yaitu: ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan), ada keterlibatan secara emosional, dan memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya. Berikut ini adalah beberapa defenisi partisipasi politik menurut para ahli juga disertai indikator-indikator partisipasi politik yang disajikan berupa tabel 3


(30)

Tabel. 3

Definisi Partisipasi Politik Menurut Para Ahli

Sarjana Definisi Indikator

Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson (1984:5)

Partisipasi politik... kegiatan warga preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

- Berupa kegiatan bukan sikap- sikap dan kepercayaan - Memiliki tujuan

mempengaruhi kebijakan publik - Dilakukan warga

negara preman (biasa) Michael Rush & Philip

Althoff (2003: 23)

Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai macam-macam tingkatan di dalam sistem politik

- Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik

- Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi Herbert Mc Closky (dalam

Miriam, 2008: 183-184)

Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela (voluntary) dari warga masyarakat melalui cara mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembuatan atau pembentukan kebijakan umum.

- Warga Negara terlibat dalam proses -proses politik

Miriam Budiarjo (2008: 183)

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung,

mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)

- Berupa kegiatan individu atau kelompok - Bertujuan ikut serta

secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau mempengaruhi kebijakan publik. Ramlan Surbakti (2006:

140-141)

Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga Negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

…….. sesuai dengan istilah

partisipasi, (politik) berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam

mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

- Keikutsertaan warga Negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik

- Dilakukan oleh warga Negara biasa.

Sumber : A.A. Said Gatara, dan Mohd. Dzulkiah Said, M.Si, 2007 dalam buku Sosiologi Politik (Konsep dan dinamika perkembangan kajian)


(31)

Berdasarkan pendapat para ahli pada tabel 4 dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat. Setiap pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah penyelenggaranya dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah BAB IV bagian kedelapan pasal 57 (1,2) (2004:52) yang berbunyi: “Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah, menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil bahwa pemilihan Kepala Daerah benar-benar bersifat murni dan konsekuen dimana setiap pasangan calon tersebut diajukan oleh partai politik. Harapan positif dari partai politik adalah optimalisasi fungsi dan peran partai politik itu sendiri dalam membawa masyarakat menuju ke arah yang lebih baik dan sejahtera serta demokratis. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dipilih oleh masyarakat memberikan corak atau warna tersendiri terhadap pemerintahan yang akan terbentuk, apalagi diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


(32)

Pemerintahan Daerah pasal 139, dimana dijelaskan bahwa masyarakat mempunyai kewenangan untuk memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota /Wakil Walikota.

Pemilihan Kepala Daerah merupakan pranata terpenting dalam tiap Negara demokrasi, terlebih lagi bagi Negara yang berbentuk republik seperti Indonesia, Pemilihan Kepala Daerah juga merupakan salah satu sarana pendidikan politik bagi masyarakat yang bersifat langsung dan terbuka. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi.

1. Definisi Partisipasi Politik

Hierarki partisipasi politik tersebut berlaku di berbagai tipe sistem politik, tetapi arti masing-masing tingkat tersebut bisa berbeda dari sistem yang satu ke sistem politik yang lain. Selain itu, Rush dan Althoff (2003:112) juga mengingatkan bahwa partisipasi pada suatu tingkatan tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada tingkatan yang lebih tinggi. Untuk menganalisis tingkatan-tingkatan yang berpartisipasi politik, Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson (1990:17) mengajukan dua kriteria penjelas.

1. Dilihat dari dua lingkup atau proporsi dari satu kategori warga Negara yang melibatkan diri dalam kegiatan–kegiatan partisipasi politik.

2. Intensitas, ukuran, jangka waktu, dan arti penting dari kegiatan khusus itu bagi sistem politik.

Hubungan antara kedua kriteria ini cenderung diwujudkan dalam hubungan “berbanding terbalik”. Lingkup partisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam intensitas yang kecil atau yang rendah, misalnya


(33)

partisipasi dalam pemilihan umum. Sebaliknya, jika lingkup partisipasi politik rendah atau kecil, intensitasnya semakin tinggi, misalnya kegiatan para aktivis parpol, pejabat parpol, kelompok penekan. Jadi, terjadi hubungan, “semakin luas ruang lingkup partisipasi politik, semakin rendah atau kecil intensitasnya. Sebaliknya, semakin kecil ruang lingkup partisipasi politik, maka intensitasnya semakin tinggi.”

Studi voting yang mendalam di beberapa Negara memberikan bukti yang kuat untuk mendukung satu jajaran luas dari hipotesa-hipotesa. Lebih khusus mengenai asosiasi antara status sosio-ekonomis dengan tingkah laku elektoral yang telah didokumentasikan secara luas dan banyak sekali perhatian telah dicurahkan pada individu yang menyimpang dari norma votting kelas. Studi ini mengemukakan, bahwa perilaku politik seseorang itu ditentukan oleh interaksi dari sikap sosial dan sikap politik individu yang mendasar.

Asosiasi antara berbagai karakteristik pribadi dan sosial seseorang (seperti status sosio-ekonomis) dan tingkah laku politik adalah hasil dari motivasi sadar atau tidak sadar, atau kombinasi dari keduanya. Betapapun juga asosiasi ini tidak menyajikan penjelasan, juga tidak meletakkan suatu hubungan sebab-akibat, walaupun asosiasi lebih rendah berasosiasi dengan partai kiri, dan golongan yang berstatus lebih tinggi berasosiasi dengan partai kanan, tidaklah mengherankan.

Individu memperoleh orientasi politik dan pola tingkah-laku politiknya melalui proses sosialisasi politik, dan pengalamannya mengenai gejala


(34)

sosial dan politik melalui berbagai tingkatan dan tipe partisipasi politik (atau melalui ketidakikutsertaanya dalam partisipasi sedemikian itu), merupakan bagian dari proses sosialisasi yang berkesinambungan, serta merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi partisipasinya di kemudian hari. Selanjutnya, individu itu jelas tidak dihadapkan pada gejala sosial dan politik yang tidak berubah, karena peristiwa tadi mengalami perubahan dalam hal permasalahan personal dan waktu sampai pada keunikan dari suatu peristiwa politik tertentu.

Faktor utama yang mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis, hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi. Sejumlah penelitian menemukan bahwa individu yang mempunyai tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan yang lebih bergengsi umumnya lebih berpartisipasi dibanding individu yang tidak berpendidikan, berpenghasilan rendah dan pekerja kasar. Ketiga komponen di atas terangkum dalam variabel status sosial ekonomi. Kesimpulannya, status sosial ekonomi.mempengaruhi partisipasi politik secara positif. Beberapa studi juga menemukan bahwa masing-masing komponen status sosial ekonomi merupakan variabel independent yang mempengaruhi partisipasi politik secara berbeda.

Pendidikan adalah variabel terpenting yang mempengaruhi partisipasi politik, dua individu yang mempunyai tingkat pendapatan sama memiliki tingkat partisipasi yang berbeda jika tingkat pendidikannya berbeda.


(35)

Didalam suatu masyarakat, tingkat partisipasi politik cenderung bervariasi dengan status sosio ekonomi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif dari pada mereka yang miskin, tak berpendidikan dan memiliki pekerjaan status rendah. Orang-orang yang berstatus lebih tinggi khususnya yang berpendidikan lebih tinggi, lebih besar kemungkinannya untuk merasa bahwa adalah kewajiban seorang warga Negara untuk berpartisipasi dalam politik.

Dikemukakan pertama, untuk memberikan suara diperlukan waktu dan upaya, dan orang-orang yang berpendidikan lebih baik kurang berminat untuk menyediakan waktu dan upaya itu, dibandingkan dengan orang-orang yang berpendidikan rendah, yang mungkin menganggap hari pemungutan suara itu sebagai hari pesta. Kedua, tekanan-tekanan kelompok, penyuapan-penyuapan dapat menghasilkan banyak partisipasi yang dimobilisasikan di dalam kegiatan-kegiatan pemilihan oleh mereka yang kurang berpendidikan, sementara efeknya tidak sama terhadap mereka yang berpendidikan lebih baik.

Berdasarkan pilkada yang telah dilaksanaakan di Lampung, ada beberapa faktor yang dapat membuat partai atau koalisi partai memenangi pemilihan Kepala Daerah. Pertama, faktor partai dan koalisi partai yang mengusung calon Kepala Daerah (image dan track record). Dengan melihat bahwa komposisi atau koalisi partai pengusung calon memang merupakan partai-partai yang pada pemilu terdahulu menunjukkan keunggulannya dalam


(36)

perolehan suara. Partai-partai tersebut biasanya juga merupakan partai besar yang sudah “dikenal” masyarakat. Kedua, faktor figur calon Kepala Daerah yang diusung partai (figuritas calon). Calon Kepala Daerah yang sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat (pemilih) dinilai mampu mendongkrak kemenangan partai dan pasangan calon dalam pilkada. Faktor ketokohan calon, track record calon dalam dunia politik, dan popularitas calon di mata masyarakat sangat menentukan.

Ketiga, bergeraknya mesin partai politik. Partai politik yang mempunyai struktur dari tingkat Kabupaten sampai tingkat Desa yang dapat bergerak untuk memenangkan calonnya dalam pilkada juga turut menjadi faktor penentu kemenangan. Mesin politik yang digerakkan secara terorganisir dan tim kampanye yang solid terbukti mampu mendongkrak perolehan suara untuk memenangkan pilkada. Untuk mempelajari apa yang menjadi keinginan dari masyarakat, maka ada suatu langkah yang harus diperhatikan, yaitu faktor internal masyarakat yang meliputi kultur budaya dan tingkat intelektualitas yang kesemuanya akan memberikan rasionalitas strategi mobilisasi dalam upaya pewacanaan politik kepada masyarakat luas.

Ketakutan akan demokrasi, khususnya pemilu, maka kita dapat melihat melalui sejauh manakah pemerintahan sebelumnya mengakomodir segenap aspirasi dari masyarakat. Ketika publik menganggap ada semacam kegagalan strategi yang berujung pada kekecewaan publik, maka dapat dipastikan masyarakat akan melakukan penolakan secara parsial atas


(37)

kebijakan tersebut. Upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik jika sudah terjadi kekecewaan tidaklah mudah.

Mas’oed dan MacAndrews (2000:225), membedakan partisipasi politik atas dua bentuk:

a. Partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern.

b. Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal bahkan dapat berupa kegiatan ilegal, penuh kekerasan dan revolusioner.

Menurut Jack Plano (2000:161) voting behavior atau perilaku memilih adalah: “Salah satu bentuk perilaku politik yang terbuka.” Sedangkan menurut Haryanto (2006:26), voting adalah kegiatan warga Negara yang mempunyai hak untuk memilih dan di daftar sebagai seorang pemilih, memberikan suaranya untuk memilih atau menentukan wakil-wakilnya.

Pemberian suara kepada salah satu kontestan merupakan suatu kepercayaan untuk membawa aspirasi pribadi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kepercayaan yang diberikan, juga karena adanya kesesuaian nilai yang dimiliki arah tempat memberikan suara. Nilai yang dimaksud di sini adalah preferensi yang dimiliki organisasi terhadap tujuan tertentu atau cara tertentu melaksanakan sesuatu, jadi kepercayaan pemberi suara akan ada jika seseorang telah memahami makna nilai yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan.


(38)

Perilaku memilih atau voting behavior dalam pemilu adalah respons psikologis dan emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu partai politik atau kandidat dengan cara mencoblos surat suara. Menurut J. Kristiadi (1996:59) penelitian mengenaivoting behavior

dalam pemilu pada dasarnya mempergunakan beberapa mazhab yang telah berkembang selama ini yakni:

a. Pendekatan Sosiologis

Mazhab sosiologis pada awalnya berasal dari Eropa yang kemudian berkembang di Amerika Serikat, yang pertama kali dikembangkan oleh Biro Penerapan Ilmu Sosial Universitas Colombia (Colombia`s University Bureau of Applied Social Science), sehingga lebih di kenal dengan kelompok Colombia. Kelompok ini melakukan penelitian mengenaiThe People’s Choicepada tahun 1948 dan votingpada tahun 1952. Di dalam 2 karya tersebut terungkap perilaku memilih seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain.

b. Pendekatan Psikologis

Mazhab ini pertama kali dipergunakan oleh Pusat Penelitian dan Survey Universitas Michigan (University of Michigan`s Survey Research Centre) sehingga kelompok ini dikenal dengan sebutan kelompok Michigan. Hasil penelitian kelompok ini yang dikenal luas adalahThe Voter`s Decide(1954) danThe American Voter(1960).


(39)

Pendekatan mazhab psikologis ini menekankan kepada 3 aspek variabel psikologis sebagai telah utamanya yakni, ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu yang berkembang dan orientasi terhadap kandidiat. Inti dari mazhab ini adalah identifikasi seseorang terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap para calon dan isu-isu politik yang berkembang. Kekuatan dan arah identifikasi kepartaian adalah kunci dalam menjelaskan sikap dan perilaku pemilih.

Campbell (1960) menjelaskan proses terbentuknya perilaku pemilih dengan istilah Funnel of Causality. Pengandaian itu dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena voting yang di dalam model terletak paling atas dari funnel (Cerobong). Digambarkan bahwa di dalam cerobong terdapat as (axis) yang mewakili dimensi waktu. Kejadian-kejadian yang saling berhubungan satu sama lain bergerak dalam dimensi waktu tertentu mulai dari mulut sampai ujung cerobong. Mulut cerobong adalah latar belakang sosial (ras, agama, etnik, daerah), status sosial (pendidikan, pekerjaan, kelas) dan watak orang tua. Semua unsur tadi mempengaruhi identifikasi kepartaian seseorang yang merupakan bagian berikutnya dari proses tersebut. Pada tahap berikutnya, identifikasi kepartaian akan mempengaruhi penilaian terhadap para kandidat dan isu-isu politik.

Sedangkan proses yang paling dekat dengan perilaku pemilih adalah kampanye sebelum pemilu maupun kejadian-kejadian yang diberitakan


(40)

oleh media massa. Masing-masing unsur dalam proses tersebut akan mempengaruhi perilaku pemilih, meskipun titik berat studi kelompok Michigan adalah identifikasi kepartaian dan isu-isu politik para calon, dan bukan latar belakang sosial atau budayanya.

c. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ini lahir sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis dan psikologis. Pemikiran baru ini mempergunakan pendekatan ekonomi yang sering pula disebut sebagai pendekatan rasional. Tokoh dalam pendekatan ini antara lain Downs dengan karyanyaAn Economic Theory of Democracy(1957) dan Riker & Ordeshook, yang dituangkan dalam tulisan berjudul A Theory of the Calculus Voting, (1962). Para penganut aliran ini mencoba memberikan penjelasan bahwa perilaku pemilih terhadap partai politik tertentu berdasarkan perhitungan, tentang apa yang diperoleh bila seseorang menentukan pilihannya, baik terhadap calon Presiden maupun anggota parlemen.

2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Rush dan Althoff (2002:122) mengidentifikasikan bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut:

a. Menduduki jabatan politik atau administratif b. Mencari jabatan politik atau administratif c. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik d. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik


(41)

e. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi politikal) f. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya

g. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik h. Voting(pemberian suara)

i. Apaty total

Menurut Mas’oed dan MacAndrews (2000:225) adalah peran serta atau partisipasi politik masyarakat secara umum dapat kita kategorikan dalam bentuk-bentuk berikut :

a. Electrolaral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pemilihan. Termasuk dalam kategori ini adalah ikut serta dalam memberikan sumbangan untuk kampanye, menjadi sukarelawan dalam kegiatan kampanye, ikut mengambil bagian dalam kampanye atau rally politik sebuah partai, mengajak seseorang untuk mendukung dan memilih sebuah partai atau calon pemimpin, memberikan suara dalam pemilihan, mengawasi pemberian dan penghitungan suara, menilai calon-calon yang diajukan dan lain-lainnya.

b. Lobbying, yaitu tindakan dari seseorang atau sekelompok orang untuk menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhinya menyangkut masalah tertentu.

c. Organizational activity, yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam organisasi sosial dan politik, apakah ia sebagai pemimpin, aktivis, atau sebagai anggota biasa.


(42)

d. Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan secara langsung pejabat pemerintah atau tokoh politik, baik dilakukan secara individu maupun kelompok orang yang kecil jumlahnya. Biasanya, dengan bentuk partisipasi seperti ini akan mendatangkan manfaat bagi yang orang yang melakukannya.

e. Violance, yaitu dengan cara-cara kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah, yaitu dengan cara kekerasan, pengacauan dan pengrusakan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Menurut Surbakti (2006:144) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi yang otonom adalah :

a. Kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara hal ini menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan dan politik tempat ia hidup. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat tempat dia hidup.

b. Kepercayaan terhadap pemerintah yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat atau tidak. Apabila pemerintah sebelumnya dianggap tidak dapat mengakomodir aspirasi masyarakat, maka pada pemilihan politik selanjutnya akan mempengaruhi partisipasi politik masyarakat.


(43)

Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilukada Adapun tahapan penyelenggaraan pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yaitu :

a. Tahapan Persiapan b. Tahapan Pelaksanaan c. Tahapan Penyelesaian

4. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Perspektif Teori Pertukaran George Homans

Teori pertukaran sosial dilandasakan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer, orang menyediakan barang atau jasa yang diinginkan. Ahli teori pertukaran ini memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi, akan tetapi mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan tidak nyata.

Homans (2007:118) tertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran dan menghindari hukuman. Proses pertukaran dapat dijelaskan lewat lima pernyataan proposional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi ini sebagai berikut :

a. Proposisi sukses: Dalam tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, semakin banyak tindakannya semakin banyak pula ganjarannya. Dalam proposisi ini menurut Homans, bahwa bilamana seseorang berhasil memperoleh ganjaran (menghindari hukuman) maka akan cenderung untuk mengulangi tindakan tersebut.


(44)

Hal yang ditetapkan Homans (2007:118) mengenai proposisi sukses : 1) Semakin sering hadiah diterima menyebabkan semakin sering

tindakan dilakukan, akan tetapi hal ini tidak dapat berlangsung tanpa batas.

2) Semakin pendek jarak waktu antara perilaku dan hadiah, maka semakin besar kemungkinan orang mengulangi perilaku. Pemberian hadiah secara intermitten lebih besar kemungkinannya menimbulkan perulangan perilaku ketimbang menimbulkan hadiah yang teratur.

b. Proposisi pendorong: Bila dalam kejadian di masa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka semakin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, dan dengan demikian semakin besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa.

c. Proposisi nilai: Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Proposisi ini khusus berhubungan dengan ganjaran atau hukuman yang merupakan hasil suatu tindakan.

d. Proposisi deprivasi-satiasi: Semakin besar keuntungan yang diterima seseorang sebagai hasil tindakannya, maka semakin besar kemungkinan ia melaksanakan tindakan itu.

e. Proposisi persetujuan-agresi: Bila tindakan seseorang tidak memiliki sebuah ganjaran yang diharapkannya, atau menerima hukuman yang tidak diharapkan, maka dia akan marah, dia menjadi sangat cenderung melakukan perilaku agresif, dan hasil perilaku lebih bernilai baginya. f. Proposisi rasionalitas: Dalam memilih di antara berbagai tindakan


(45)

saat itu memilikivalue(V), sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas (P), untuk mendapatkan hasil yang lebih besar.

5. Partisipasi Politik Ditinjau Dari Perspektif Teori Pertukaran Peter Blau

Peter Blau (1987:260), memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan perilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu maupun antar kelompok. Blau membayangkan empat langkah berurutan, mulai dari pertukaran antara pribadi ke struktur sosial hingga ke perubahan sosial

a. Langkah pertama ialah transaksi-transaksi pertukaran antar pribadi akan menghasilkan suatu reward (penghargaan) atau ketidakpuasan. Misalnya seorang mahasiswa baru jurusan Ilmu Pemerintahan ketika memasuki lingkungan kampus merasa bahwa ia harus mentaati aturan yang diberlakukan

b. Langkah kedua adalah diferensiasi status dan kekuasaan sebagai akibat oleh apa yang dihasilkan pada langkah pertama. Maksudnya, traksaksi pertukaran yang mengasilkan dua kemungkinan di atas, akan menimbulkan diferensiasi status dan kekuasaan diantara individu. c. Langkah ketiga Blau adalah legitimasi dan organisasi sebagai akibat

dari langkah sebelumnya dan akan mendorong langkah berikutnya. Status dan kekuasaan yang secara otomatis terbentuk, menunjukkan adanya legitimasi dan organisasi yang formal. Konsekuensi perbedaan status dan kekuasaan akan menampakkan adanya legitimasi dan organisasi , dimana posisi individu yang terlibat akan harus mengakui


(46)

keberadaan pemimpin dalam kelompok yang menjadi bagian dan ciri utama dalam organisasi.

d. Langkah terakhir adalah adanya perlawanan dan perubahan. Pada tataran ini, Blau melangkah kelevelmasyarakat dan mendefensiasikan ke dalam dua tipe organisasi sosial. Tipe pertama, organisasi sosial terbentuk dari proses pertukaran dan persaingan. Tipe kedua, organisasi sosial dibangun secara bertahap secara ekplisit untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dari langkah keempat Blau ini, menunjukkan bahwa Blau telah melaumpaui penjelasan teori pertukaran Homan yang hanya pada bentuk-bentuk elementer perilaku sosial saja. Lalu dia menambahkan bahwa kepemimpinan dan kelompok-kelompok oposisi ditemukan di dalam kedua tipe organisasi. Pada tipe pertama, kedua kelompok muncul dari interaksi sosial. Dan di dalam tipe kedua, kepemimpinan dan kelompok oposisi dibangun ke dalam struktur organisasi.

B. Tinjauan Tentang Kampanye Pilkada

Kampanye lebih merupakan suatu ajang manuver politik untuk menarik sebanyak mungkin pemilih dalam pemilu sehingga bisa meraih kekuasaan. Untuk itu segala cara mungkin dipakai, diantaranya janji-janji yang muluk dan acapkali tidak masuk akal. Kampanye kerap kali sekadar basa-basi politik. Rakyat secara umum bersifat apatis atau yang penting aman. Kampanye yang merupakan bagian dari marketing politik pun dirasa perlu oleh partai-partai politik menjelang pemilu. Setelah pemilu selesai dan kekuasaan diperoleh,


(47)

mereka melupakan segala janji yang penting sudah berkuasa, lalu bertindak semau mereka sendiri.

Ketidakpercayaan terhadap partai politik semakin kental. Sikap apatis tadi semakin pekat. Orang semakin tak percaya pada politik, sehingga banyak kalanganskeptikyang cukup kritis akhirnya mengambil sikap golput. Menurut masyarakat kelas bawah politik tidak ubahnya pertempuran elite masyarakat dan tidak merubah apapun kondisi yang ada. Pemilu disosialisasikan dengan perebutan dan pembagian kekuasaan ketimbang proses dialogis antara kandidat dan pemilih.

Kampanye sebagai suatu proses “jangka pendek”, dimana semakin kuat anggapan tentang tidak relevannya intensitas para kandidat dalam memperkenalkan ide dan gagasan politik yang dimaksudkan untuk sekedar menarik perhatian serta dukungan masyarakat. Masyarakat tidak hanya menilai kandidat dari janji dan harapan yang diberikan selama periode kampanye pendek saja. Cara masyarakat mengevaluasi kandidat juga dipengaruhi oleh kredibilitas dan reputasi politiknya dimasa lalu. Setiap keputusan dan perilaku politik akan terekam dalam memori kolektif masyarakat dan inilah yang membentuk persepsi masyarakat mengenai kualitas kandidat. Setiap janji dan harapan yang disampaikan selama periode kampanye akan dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan, apakah terdapat kesesuaian atau tidak.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kampanye politik selama ini hanya dilihat sebagai suatu proses interaksi intensif dari partai politik kepada


(48)

publik dalam kurun waktu tertentu menjelang pemilu. Dalam defenisi ini, kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik atau perorangan, untuk memaparkan program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikaan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan. Kampanye dalam kaitan ini dilihat sebagai suatu aktivitas pengumpulaan massa, parade, orasi politik, pemasangaan atribut partai (misalnya umbul-umbul, poster, spanduk) dan pengiklanan partai. Periode waktu sudah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Kampanye jangka pendek ini dicirikan dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh masing-masing kontestan, ketidakpastian hasil dan pengerahan semua bentuk usaha untuk menggiring pemilih ke bilik-bilik pencoblosan serta memberikan suara kepada mereka. Banyak kalangan yang hanya mengartikan kampanye politik sebagai kampanye pemilu. Pemahaman sempit tentang kampanye politik ini membuat semua partai politik dan kontestan individu memfokuskan diri pada kampanye pemilu belaka (dimana rentang waktunya sangat terbatas). Semua usaha, pendanaan, perhatian dan energi dipusatkan untuk mempengaruhi dan memobilisasi pemilih menjelang pemilu. Setelah pemilu usai, aktivitas politik dilupakan.

Para kandidat hanya melihat bahwa aktivitas politik adalah aktivitas untuk mencoblos, lalu terjadi pengabaian terhadap keberpihakan serta semangat dalam membantu permasalahan Bangsa dan Negara pasca pemilu. Padahal masyarakat dalam mengevaluasi kualitas kandidat juga melihat apa saja yang


(49)

dilakukan dimasa lalu. Pengamatan masyarakat tercurah pada semua aktivitas partai dan kandidat individu, bukannya dipusatkan pada kampanye pemilu saja. Melihat kampanye pemilu sebagai kampanye politik sangat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat pada umumnya.

Terdapat ketidaksepakatan tentang pengaruh kampanye pemilu terhadap perilaku poncoblosan (Voting behavior). Beberapa studi yang dilakukan menunjukkan bahwa kampanye pemilu melalui aktivitas pengiklanan dan debat publik di televisi meningkatkan partisipasi pemilih. Kampanye pemilu diungkapkan hanya berdampak kecil, kalau tidak mau dibilang tidak berdampak, terhadap perilaku pemilih. Gelman dan King dan Bartels (1993) sebagaimana yang dikutip dari Firmansyah (2007:268) menunjukkan bahwa preferensi pemilih terhadap kontestan telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai. Sehingga siapa yang akan memenangkan pemilu dapat dengan mudah ditentukan sebelum pemilu dilaksanakan. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat melihat layak atau tidaknya suatu kandidat tidak hanya terbatas pada kampanye pemilu, melainkan berdasarkan reputasi masa lalu pula.


(50)

Tabel. 4

Kampanye Pemilu dan Kampanye Politik

Kampanye Pemilu Kampanye Politik

Jangka dan batas waktu Periodik dan tertentu Jangka panjang dan terus menerus

Tujuan Menggiring pemilih kebilik suara

Imagepolitik Strategi Memobilisasi daan berburu

pendukungPush- Marketing

Membangun dan membentuk reputasi politikPull Marketing Komunikasi Politik Satu arah dan penekanan

kepada janji dan harapan politik kalau menang pemilu

Interaksi dan mencari pemahaman beserta solusi yang dihadapi masyarakat Sifat hubungan antara

kandidat dan pemilih

Pragmatis/transaksi Hubungan relasional Produk Politik Janji dan harapan politik

figur kandidat dan program kerja

Pengungkapan masalah dan solusi. Ideologi dan sistem nilai yang melandasi tujuan partai Sifat program kerja Market oriented dan

berubah-ubah setiap pemilu

Konsisten dengan sistem nilai partai

Retensi memori kolektif Cenderung mudah hilang Tidak mudah hilang dalam ingatan kolektif Sifat kampanye Jelas, terukur dan dapat

dirasakan langsung aktivitas fisiknya

Bersifat laten, bersikap kritis dan bersifat menarik simpati masyarakat

Sumber : Firmansyah, 2007 dalam buku Marketing Politik (Antara pemahaman dan realitas)

C. Tinjauan Tentang Persepsi Politik

Pengertian persepsi telah dikemukakan oleh banyak ahli dengan pandangan yang berbeda. Persepsi bersifat individual, karena setiap individual memberikan arti tertentu terhadap rangsangan atau stimulasi dari lingkungannya, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Dengan kata lain, persepsi merupakan bentuk pola pikir seseorang dalam memahami suatu objek tertentu yang bersifat subyektif. Selanjutnya masalah persepsi ini diuraikan secara terinci. Menurut Effendy (2005:135) mengenai “Persepsi sebagai proses dimana kita jadi sadar akan objek atau peristiwa dalam lingkungan melalui ragam indera kita seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan penjamahan”. Namun


(51)

demikian, karena persepsi tentang peristiwa atau objek tersebut tergantung pada suatu ruang dan waktu, maka persepsi merupakan awal dalam pemikiran sistem informasi yang mengandung nilai informasi yang sangat subyektif dan situasional.

Menurut Ihalauw (2005:87) menyebutkan bahwa “Persepsi adalah cara orang memandang dunia ini. Dari defenisi yang umum ini dapat dilihat bahwa persepsi seseorang akan berbeda dari yang lain, masyarakat dapat membentuk persepsi yang serupa antar warga kelompok masyarakat tertentu”. Proses perubahan persepsi disebabkan oleh proses feal atau fisikologik dari sistem syaraf pada indera manusia, jika suatu stimulus tidak mengalami perubahan-perubahan misalnya, maka akan terjadi adaptasi dan habituasi yaitu respon terhadap stimulus itu makin lama makin lemah.

Selain secara implisit sudah tampak dalam definisi tersebut, argumentasi ini menurut kamus bahasa Indonesia (2005:288) “Persepsi didefinisikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya”. Rahmat dan Prasetio dalam Tangkilisan (2005:288) mengartikan bahwa “Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Semua ilmu sosial mempelajari manusia sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok itu ialah karena dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lainnya, disatu pihak dia ingin bekerja sama, dipihak lain dia cenderung bersaing dengan sesama manusia.


(52)

Menurut Rahmat (2004:51) “Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi, jadi hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas, sensasi adalah bagian dari persepsi. Ada beberapa sub proses di dalam persepsi, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif, sub proses pertama yang dianggap penting ialah stimulus atau situasi yang hadir. Mula-mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan situasi atau stimulus, situasi tersebut bisa berupa penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosio kultur dan fisik yang menyeluruh. Setelah mendapat stimulus, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan “interpretation”, begitu juga berinteraksi dengan“closure”.

Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Prosesclosure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Dalam proses pembentukan persepsi Thoha (2007:127-128) ada beberapa tahap: “Pertama yang dianggap penting adalah stimulus atau situasi yang hadir; kedua adanya registrasi yang menunjukkan mekanisme penginderaan dan sistem syaraf dalam mendengar dan melihat yang selanjutnya terdaftar dalam fikiran. Proses ketiga adalah interpretasi daftar masukan dengan menggunakan aspek kognitif. Proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman (learning) seseorang, motivasi dan kepribadian seseorang interpretasi terhadap sesuatu informasi yang sama akan berbeda untuk setiap


(53)

orangnya sehingga tahap ketiga ini menjadi penting dalam memahami persepsi. Selanjutnya proses umpan balik (feed back) dari peristiwa maupun objek”.

Menurut Robbins (2001:88) “Persepsi adalah suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka”. Perbedaan dalam mempersepsikan suatu benda yang sama secara berbeda dipengaruhi oleh pelaku persepsi yaitu penafsiran yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pelaku seperti sikap, minat dan motif. Proses pemaknaan yang bersifat fisikologis sangat dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Selanjutnya Robbins (2001:169) mengatakan“Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka, meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif”.

Menurut Rahmat (2004:42) persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor dan faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi tersebut adalah:

a. Pengalaman

Apa yang dialami oleh perseptor. Pengalaman ini biasa diperoleh melalui berbagai jalan, diantaranya melalui proses belajar, selain melalui proses rangkaian peristiwa yang pernah dialami seseorang, baik peristiwa buruk maupun baik.

b. Motivasi

Seseorang hanya akan mendengar apa yang ia mau dengar, seseorang mau melakukan sesuatu jika itu berguna bagi dirinya, oleh karena setiap orang mempunyai kepentingan dan keperluan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

c. Pengetahuan

Pengetahuan seseorang diperlukan untuk suatu kecerdasan persepsi. Persepsi ini bisa diukur melalui tingkat pendidikan tinggi dengan sendirinya tingkat pengetahuannya pun menjadi luas.


(54)

Berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut, maka batasan pengertian dalam penyusunan ini adalah suatu proses penafsiran seseorang terhadap suatu obyek tertentu melalui panca indera, yang dilakukan dalam batasan-batasan kesadaran tertentu dan berdasarkan pada suatu pengalaman yang pernah dirasakan. Adapun kata politik secara etimologis bersal dari kata Yunanipilisi

yang dapat berarti Kota atau Negara Kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan kata-kata lain seperti “polities” (warga Negara) dan “politicos” nama sifat yang berarti kewarganegaraan (civic), kemudian orang Romawi mengambil oper perkataan Yunani itu dan menamakan pengetahuan tentang Negara (pemerintah) “ars politica” artinya kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan.

Selanjutnya Rahmat (2004:42) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, antara lain:

a. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu dialami dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, yang indah, tentram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang kelabu bagi seseorang yang buta warna.

b. Keluarga

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah keluarganya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan dunia ini.

Menurut Winardi (2006:42) adalah “Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu memberikan arti pada lingkungan”. Menurut Mulyana (2000:162) “Persepsi adalah internal yang memungkinkan kita


(55)

memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita”. Mulyana (2000:104) yang menyatakan bahwa “Kemampuan daya persepsi dimiliki oleh manusia guna menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan”. Oleh karena itu dengan adanya persepsi akan mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap

a. Perhatian masyarakat terhadap sistem politik yang sedang berjalan. b. Perhatian masyarakat terhadap pelaksanaan demokrasi pancasila. c. Persepsi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah untuk

memecahkan masalah yang dihadapi rakyat.

d. Perhatian masyarakat terhadap kualitas tokoh politik.

e. Perhatian masyarakat terhadap kebijakan yang dihasilkan pemerintahan.

Persepsi politik yang dimaksud adalah sebagai pemahaman (respon) masyarakat, dalam hal ini, pemuda terhadap objek atau kejadian yang ada disekelilingnya yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Relevansi proposisi tersebut apabila dikaitkan dengan permasalahan ini adalah bahwa masyarakat dirangsang oleh suatu masukan tertentu yaitu, masalah politik dan kemudian masyarakat dirangsang oleh suatu masukan tertentu yaitu, masalah politik dan kemudian masyarakat berespon terhadap masalah politik tersebut. Sehingga menghasilkan kategori yang tepat pada rangsangan tersebut dan kemudian terjadi proses pengambilan keputusan tentang objek yang dicermatinya. Dari persepsi masyarakat tentang politik diartikan sebagai pemahaman dan tanggapan (respon) masyarakat terhadap sistem politik yang sedang berjalan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.


(56)

Berdasarkan pengertian persepsi yang sudah diuraikan di atas maka persepsi dapat diartikan sebagai pendapat, pandangan atau anggapan masyarakat terhadap suatu objek, dalam hal ini mengenai partai politik. Persepsi masyarakat terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif terhadap partai politik. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat masyarakat yang baik terhadap partai politik, sedang persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat masyarakat yang negatif terhadap partai politik. Partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka”, (Budiarjo,2008:160-161)

D. Tinjauan Tentang Pemilihan Umum

Menurut Reynolds (2001:50) adalah metode yang di dalamnya suara-suara yang diperoleh dalam pemilihan diterjemahkan menjadi kursi-kursi yang dimenangkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat. Pemilihan umum merupakan sarana penting untuk memilih wakil-wakil rakyat yang benar-benar akan bekerja mewakili mereka dalam proses pembuatan kebijakan Negara. Pasal 1 UU No. 10 Tahun 2008 menjelaskan bahwa Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


(57)

Di sisi yang lain menurut arti bahasa yang diambil dari website wikipedia Indonesia, pengertian dari Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai Kepala Desa. Pada konteks yang lebih luas, pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata “pemilihan” lebih sering digunakan. Dalam pemilu, para pemilih dalam pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Dari kedua pengertian pemilu di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemilu merupakan suatu sarana atau cara yang dapat digunakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat dalam pemilu itu sendiri merupakan hak istimewa yang diperoleh oleh rakyat untuk menentukan para wakilnya yang dapat duduk di pemerintahan.

Sesuai dengan pengertian dari demokrasi itu sendiri, bahwasannya melalui pemilu ini rakyatlah yang berdaulat di suatu Negara yang memilih wakilnya untuk duduk di parlemen, para wakilnya ini juga berasal dari rakyat dan misi


(58)

dari wakil rakyat ini adalah mengelola Negara untuk mensejahterakan rakyat yang bernaung di dalam Negara tersebut, sehingga sejalan dengan arti demokrasi yang berbunyi demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Masih menurut pengertian dari demokrasi tadi yang dihubungkan dengan pemilu sebagai suatu cara untuk menegakan demokrasi, dari sinilah banyak para ahli yang menyatakan bahwa pemilu yang berjalan dalam suatu Negara merupakan inti dari demokrasi.

1. Sistem Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Menurut Easton dalam Prihatmoko (2005:200) Dalam perspektif teoretis, dapat dijelaskan bahwa pemilihan Kepala Daerah (pilkada) merupakan suatu sistem yang selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat tersebut adalah (1) terdiri dari banyak bagian-bagian; (2) bagian-bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung; (3) mempunyai perbatasan (boundaries) yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder (secondary system) atau sub-sub sistem (subsystems). Bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement.

Mekanisme, prosedur dan tata cara dalam pilkada langsung merupakan dimensi electoral regulation, yaitu segala ketentuan atau aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Secara teknis parameter mekanisme, prosedur dan tata cara dalam sistem adalah terukur (measurable). Sistem pilkada


(59)

langsung merupakan sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan proses untuk memilih Kepala Daerah. Adapun dalam perspektif praktis, pilkada merupakan rekrutmen politik, yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah yang nilainya equivalen dengan pemilihan anggota DPRD.Equivalensi tersebut ditunjukkan dengan kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan DPRD.

Aktor utama sistem pilkada adalah rakyat, partai politik, dan calon Kepala Daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) pendaftaran pemilih; (2) pendaftaran calon; (3) penetapan calon; (4) kampanye; (5) pemungutan dan penghitungan suara; dan (6) penetapan calon terpilih. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis.

2. Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Pilkada berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.

Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 meliputi:


(60)

a. Perencanaan program dan anggaran.

b. Penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan.

c. Perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan.

d. Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS.

e. Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;

f. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan; dan g. Penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih.

Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 meliputi:

a. pendaftaran bakal Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota; b. Uji Publik.

c. Pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

d. Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota. e. Penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon

Walikota.

f. Penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota. g. Pelaksanaan Kampanye;

h. Pelaksanaan pemungutan suara;

i. Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara; j. Penetapan calon terpilih;


(1)

54

yang digunakan adalah kuesioner terbuka yang memuat pertanyaan-pertanyaan penting untuk mengetahui data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu cara lainnya adalah melalui wawancara (penggunaan sumber primer), yaitu orang-orang yang menurut penulis penting untuk diambil datanya dalam penelitian ini.

I. Analisis Data

Setelah data diolah, maka langkah selanjutnya data tersebut dianalisis. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk-bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan lebih lanjut (Singarimbun, 1987:63).

Data yang diperoleh akan dianalisis secara yang diperoleh akan dianalisis secara inferensial, yaitu suatu penelitian yang bertujuan membuat gambaran tentang fenomena atau variabel penelitian yaitu partisipasi politik. Menurut Nazir (1988:88) mengartikan bahwa analisis data sebagai pengelompokkan, membuat sutu ukuran, memanipulsi, serta mengangkat data, sehinga mudah untuk dibaca. Data yang diperoleh dari wawancara dan angket akan diolah dan dianalisis secara kuntitatif melalui proses reduksi dan intrprestasi. Kemudian data tersebut dikumpulkan dalam bentuk transaksi untuk kemudian dilakukan pengelompokkan dan pengkategorian.

Statistik inferensial dan uji beda rata-rata (uji t) di sini lebih menekankan untuk memperoleh informasi mengenai tingkat partisipasi masyarakat Desa Marga Agung pada pelaksanaan pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2015.


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

1. Partisipasi masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan secara umum dikategorikan rendah, hal ini dikarenakan belum memasuki masa kampanye. Sedangkan untuk masing-masing indikator dari partisipasi politik masyarakat menunjukkan kecenderungan partisipasi masyarakat dalam kategori sedang. Berdasarkan rekapitulasi tanggapan responden terhadap partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), kemudian ada sebagian responden yang menyatakan tidak setuju, ini berarti masyarakat belum semua merasa berpartisipasi terhadap hak suara yang diberikan, sehingga ada yang menyatakan yang menolak untuk memilih dan tidak mau datang pada waktu yang telah ditetapkan.

2. Secara umum kecenderungan rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lampung Selatan di Desa Marga Agung karena hingga saat penelitian berlangsung belum ada kampanye pemilihan Bupati Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2015.


(3)

97

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang peneliti kemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan antara lain:

1. Kepada pihak Pemerintahan Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan diharapkan mengatur serta ikut mensosialisasikan kepada masyarakat Desa Marga Agung pentingnya memberikan hak suara untuk pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lampung Selatan berikutnya.

2. Kepada masyarakat Desa Marga Agung untuk dapat lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi dengan demikian masyarakat tersebut ikut berpartisipasi politik pada pemilihan Kepala Daerah kabupaten Lampung Selatan periode 2015.

3. Kepada masyarakat Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan agar dapat berperan aktif dalam berpartisipasi politik dalam pemilihan Kepala Daerah kabupaten Lampung Selatan periode 2015 yang akan datang serta jangan beranggapan tidak ada untungnya dalam berpartisipasi atau tidak berpatisipasi, karena dengan berpartisipasi dalam pemilihan Kepala Daerah tersebut masyarakat dapat memilih calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan yang pantas untuk memimpin Kabupaten Lampung Selatan lima tahun ke depan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Teks

Blau, Peter. 2007.Exchange and Power in Social Life, New York: Wiley Budiharjo, Miriam. 2008.Demokrasi, Jakarta: Gramedia

Budiharjo, Miriam. 2008. Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

C.F. Strong. 2004. Modern Political Constitutions, London: Sidgwick and Jackson Ltd

Damsar. 2010.Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana Media

Faulks, Keith. 2006. Political Sociology: A Critical Introduction, Edinburgh, Edinburgh: University Press

Finer, S. E. 2007.Comparative Government, England: Penguin Books Ltd Firmansyah. 2007.Marketing Politik (antara pemahaman dan realitas), Jakarta:

Yayasan Obor

Huntington, Samuel P. dan Nelson, John. 2001. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta

Mardikanto, T. 2006.Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Surakarta: UNS Press Masyhruri dan Zainudin. 2008. Metodologi Penelitian Praktis dan Aplikatif,

Bandung: PT Refika Aditama

McClosky, Herbert. 1972.Political Partisipation, New York: The Macmillan Compani

Michael Rush dan Philip Althoff. 2002.Pengantar Sosiologi dan Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta


(5)

Mohtar Mas’oed, Colin Mac Andrews. 2008. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nawawi, Hadari. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ndraha, Taliziduhu. 2001. Pengertian Desa dan Pembangunan Desa, Jakarta: Bina Aksara

Ndraha, Taliziduhu. 2003.Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Nurtjahjo, Hendra. 2008.Filsafat Demokrasi, Jakarta: PT Bumi Aksara

Nurul Zuriah, M.Si. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara

Pamudji, S. 2004.Perbandingan Pemerintahan, Jakarta: Bumi Aksara

Prihatmoko, Joko J. 2005.Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta: Pustaka Belajar

Said, Gatara, A.A dan Dzulkiah, Said, Moh. 2007.Sosiologi Politik: Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian, Jakarta: CV. Pustaka Setia

Subagyo, Joko. 2001. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta Surbakti, Ramlan.2006.Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Grasindo

Widjaja, H.A.W. 2006.Pemerintahan Desa Dan Administrasi Desa, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa

Penelitian

Ardian 2014, Strategi KPU dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Tahun 2014 di Provinsi Lampung. Skripsi

Tarigan, Marlini., 2008. Partisipasi Politik Masyarakat Kabupaten Temanggung Dalam Pelaksanaan Pilkada Tahun 2008: Tanggal 25 Mei 2009. Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro


(6)

Jurnal

Mudjiyanto, Bambang., 2012. “Literasi Internet Dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih Dalam Aktifitas Pemanfaatan Media Baru”. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, vol. 16,No.1.

Suprojo, Agung., 2014. “Perspektif Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang”. Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik, vol.3,No.1.

Amin, Muhammad., 2013. “Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Gubernur ProvinsiKalimantan Barat Tahun 2012”.Jurnal Ilmu Politik, vol.1,No.1.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang

Artikel dan Harian

Hermawan, Dedy., 2014. “Potensi Rendahnya Partisipasi Pemilih Masih Menghantui Pemilu 2014”.Harian Lampung Post, 4 Oktober 2014.


Dokumen yang terkait

(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

1 18 94

DESKRIPSI PETANI JAMUR TIRAM DI DESA JATIMULYO KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2011

0 29 63

PENGARUH KOMUNIKASI KELOMPOK TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Studi pada Kelompok SPP di Desa Marga Agung Kec. Jati Agung Kab. Lampung Selatan)

0 10 1

SIKAP POLITIK MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA BARU LAMPUNG (Studi Pada Penduduk Kecamatan Jati Agung dan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan)

0 8 6

SIKAP POLITIK MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA BARU LAMPUNG (Studi Pada Penduduk Kecamatan Jati Agung dan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan)

0 27 144

PENGARUH KOMUNIKASI KELOMPOK TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Studi pada Kelompok SPP di Desa Marga Agung Kec. Jati Agung Kab. Lampung Selatan)

0 7 2

TRADISI MITONI PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA MARGA KAYA KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 18 51

MAKNA TRADISI SELAPANAN PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA GEDUNG AGUNG KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 9 63

PENDEKATAN KELOMPOK DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI TERNAK DI DESA MARGA KAYA KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN - Raden Intan Repository

0 1 136

PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM (GERBANG DESA SABURAI) DALAM RANGKA GERAKAN MEMBANGUN INFRASTRUKTUR DI DESA GEDUNG HARAPAN KECAMATAN JATI AGUNG LAMPUNG SELATAN - Raden Intan Repository

0 0 126