(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

(1)

THE IMPLEMENTATION OF DEMOCRACY VALUES OF CHIEFTAIN ELECTION

(A Study Case of Chieftain Election at Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan in 2007)

By

Tika Dewi Lia Meliyani

The operation of democracy chieftain election is supposted to administered the demodracy values ( delibration and participation). Based on the law of the land number 32 in 2004 about local government and the rule of government number 72 in 2005 about village, it states that the administration of village government is administered with the rule of democracy and the behaviour of the society itself. The implementation of democracy values of chieftain election in 2007 at Desa Marga Dadi is not administered yet.

The problem of this research is, how is the implementation of democracy values of the chieftain election at Desa Marga Dadi kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan in 2007. The objective of this research is to know the process of implementation of democracy values of the chieftain election at Desa Marga Dadi


(2)

data analysis are done by editing and data interprete and then the data are analyzed by data reduction technique, persentation and verification.

The result of the research shows that the implementation of democracy values of the chieftain election in 2007 at Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan is already administered, but it is not optimal yet. It is proven in delibration step, there are so many people from the society that do not get involve, it because of they do not get any announcement for it. While, in participation step, there are many problems come from the society. It is proven by the lack of participation from the people, it because of the people do not understand the importance of participation in democracy. The people also pretend that the delibration is only for the competence peolpe not for them.


(3)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

Oleh

Tika Dewi Lia Meliyani

Pemilihan kepala desa yang demokratis dalam pelaksanaannya harus menerapakan nilai-nilai demokrasi (musyawarah dan partisipasi). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa diselenggarakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat setempat. Penerapan nilai-nilai demokrasi (musyawarah dan partisipasi) di Desa Marga Dadi belum sepenuhnya diterapkan dalam pemilihan kepala desa tahun 2007.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa Marga Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007” ? dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses implementasi nilai-nilai demokrasi


(4)

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Teknik pengolahan data dilakukan dengan tahap pemeriksaan data (Editing) dan interprestasi data. Kemudian data yang didapat kemudian dianalisis dengan dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Verifikasi).

Hasil yang didapatkan adalah implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tahun 2007 telah diterapkan tetapi belum optimal. Hal ini terbukti pada tahap musyawarah terdapat adanya aparat desa dan sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam musyawarah dikarenakan tidak ada pemberitahuan atau undangan dari pemerintah desa. Kemudian tahap partisipasi terdapat kendala yang berasal dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menghadiri musyawarah dikarenakan sebagian masyarakat belum memahami pentingnya partisipasi dalam demokrasi. Adapun anggapan masyarakat bahwa musyawarah tersebut hanya untuk orang-orang yang berkompeten (pintar).


(5)

A. Latar Belakang

Pasca rezim orde baru tumbang disetiap kehidupan bangsa Indonesia hampir seluruhnya membicarakan dan mendiskusikan serta menjunjung tinggi demokrasi terutama pada nilai kebebasan yang dimiliki demokrasi. Kehidupan demokrasi dianggap ideal karena demokrasi itu sendiri mengutamakan kedaulatan rakyat, dimana hubungan rakyat dan pemerintah selalu dinomor satukan.

Demokrasi dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi rakyat diberikan kesempatan yang sama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Khairuddin Tahmid (2004:15), pemerintahan yang berpegang pada demokrasi berarti pemerintah dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya diikutsertakan dalam pembuatan suatu keputusan politik, pemerintahan atau kenegaraan.

Rizal Noer Arfani (1996:13), berpendapat bahwa demokratisasi bisa dilihat sebagai proses atau upaya penciptaan dari (1) lembaga-lembaga yang beroperasi dengan prinsip-prinsip demokrasi, (2) lembaga-lembaga yang menciptakan dan melangsungkan ciri-ciri demokratis suatu masyarakat.


(6)

Kemudian secara harfiah Basrowi dan Suko Susilo (2006:1), menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Demokrasi adalah pemerintahan dengan segenap kegiatan yang dikelola dengan menjadikan rakyat sebagai subyek dan titik tumpu. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang bertumpu pada daulat rakyat, bukan daulat pemimpin, daulat pemerintah atau daulat raja. Sebuah sistem demokratis dicirikan sebagai berikut yaitu (1) partisipasi politik yang luas, (2) kompetisi politik yang sehat, (3) sirkulasi kekuasaan yang terjaga, terkelola dan berkala melalui proses pemilihan umum, (4) pengawasan terhadap kekuasaan yang efektif, (5) diakuinya kehendak mayoritas dan (6) adanya tata karma politik yang disepakati dalam masyarakat.

Selain itu demokrasi dan demokratisasi memiliki prinsip dan nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Menurut Henry B. Mayo (dalam Miriam Budiarjo, 2003:62-63), nilai-nilai demokrasi itu terdiri dari : (1) menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga, (2) menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah, (3) menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur, (4) membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum, (5) mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman, (6) menjamin tegaknya keadilan. Kemudian menurut Amien Rais (1986:16), memberikan sepuluh kriteria dalam demokrasi yaitu : (1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapatan secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) adanya empat macam kebebasan yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan


(7)

berkumpul dan kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen “tata karma politik”, (8) kebebasan individu, (9) semangat kerja sama dan (10) hak untuk protes.

Sedangkan Miriam Budiarjo (2003:63), menjelaskan untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi tersebut perlu diselenggarakan beberapa lembaga yaitu : (1) Pemerintahan yang bertanggung jawab, (2) suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, (3) suatu organisasi politik, (4) pers dan media massa serta (5) sistem peradilan yang bebas.

Melihat dari konsep, prinsip dan kriteria demokrasi di atas maka demokrasi merupakan aturan main untuk mendistribusikan kekuasaan secara adil di antara anggota masyarakat serta memberikan hak yang sama bagi warga negara untuk terlibat dalam pembuatan keputusan serta memiliki hak dan kesempatan seluas mungkin bagi warga negara untuk mendapatkan dan mempertukarkan informasi, mengartikulasikan kepentingan serta menggunakan opini.

Banyak hal yang menjadi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sebagai contoh yaitu penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri atau lebih dikenal dengan sebutan desentralisasi. Ada pula dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang oleh pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Semua itu


(8)

dikemas apik dalam sebutan otonomi daerah yang merupakan salah satu contoh perkembangan demokrasi di Indonesia.

Penyempurnaan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah pun dilakukan dalam rangka mewujudkan demokrasi di Indonesia dan di tiap-tiap daerahnya, melalui perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Demikian pula dengan peraturan mengenai desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan adat-istiadat serta kebiasaan masyarakat desa setempat.

Pemerintahan desa merupakan bagian dari miniatur Indonesia. Desa yang kadang dipandang sebelah mata ternyata memiliki potensi dalam menopang keberlangsungan suatu negara. Apabila desa benar-benar diperhatikan dan terus ditumbuh kembangkan, bukan sebaliknya desa terus dieksploitasi baik itu sumber kekayaan alam sebagai pemasok bahan mentah dan pengeksploitasian sumber tenaga kerja yang murah. Hal inilah yang terjadi dari masa kolonial sampai zaman kemerdekaan, terlebih lagi desa-desa yang terpencil dan sulit dijangkau, masyarakat desanya dianggap masyarakat bodoh yang dapat terus menerus dibodohi dengan kata lain dapat disebut sebagai penjajahan era baru.

Upaya untuk memperbaiki pemerintahan desa memang selalu dilakukan dalam bentuk penetapan undang-undang, peraturan daerah dan peraturan kabupaten tetapi upaya pelaksanaannya belumlah optimal. Upaya itu dapat di lihat dalam


(9)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dalam undang-undang tersebut pengaturan mengenai desa dibahas secara mendetail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (dibuat oleh Pemerintah Pusat) dan ditindak lanjuti dengan peraturan daerah (disusun oleh DPRD dan Pemerintah Daerah). Demokratisasi mulai terlihat bergerak dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah kepada pemerintah desa, dengan menyerahkan segala urusannya sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat setempat. Pemerintah desa diharapkan pula telah melakukan upaya untuk menciptakan suasana demokratis dalam pemerintahan terhadap masyarakatnya.

Demokrasi desa memberi peluang terhadap pengelolaan konflik secara efektif melalui manajemen konflik, yaitu penyelesaian masalah secara musyawarah mufakat dan melembaga. Selain itu sistem demokrasi desa yang dijalankan secara baik dapat mendorong pelayanan publik yang lebih baik, transparan, tidak dipersulit, akuntabel dan lain sebagainya yang dapat menguntungkan masyarakat karena adanya kontrol secara efektif dari masyarakat terhadap pemerintahan desa. Khairuddin Tahmid (2004:2), mengungkapkan bahwa untuk membangun demokrasi sampai ketingkat desa merupakan salah satu hal yang penting dan strategis, dimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memuat suatu perubahan kebijakan mengenai desa dengan menghadirkan parlemen desa.

Penyelenggaraan pemerintahan menurut Sutoro Eko dalam Khairuddin Tahmid (2004:50), yaitu sebagai suatu organisasi pemerintah atau organisasi


(10)

kekuasaan, pemerintah desa harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dapat dijadikan tolak ukur bahwa demokrasi sudah dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Refleksi nilai-nilai demokrasi dapat dilihat dari kultur masyarakat pedesaan di Indonesia yaitu sifat gotong royong atau cara-cara kekeluargaan dalam mengurus persekutuan hidup termasuk penyelenggaraan desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, parlemen desa tidak mengalami perubahan yang esensial dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa kepala desa adalah seorang pemimpin dari sebuah bagian kecil Kabupaten/ Kota yang disebut dengan pemerintahan desa. Sebuah desa tak terlepas dari seorang kepala desa yang dipilih oleh masyarakat dan dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin desa yang mereka tempati. Kepala desa disini bertanggung jawab untuk menjaga dan mengurus daerahnya dengan dibantu oleh sejumlah perangkat desa yang berada dibawahnya. Dengan mengikuti persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan seseorang dapat dipilih menjadi seorang kepala desa dengan segala tanggung jawabnya dan konsekuensinya menjadi seorang kepala desa.

Adapun tata cara pemilihan kepala desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1981 sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Menurut Joko Siswanto dalam ”Administrasi Pemerintahan Desa”, menguraikan bahwa pelaksanaan pemilihan sebagai berikut :


(11)

Pertama, setelah tugas-tugas awal diselesaikan oleh Panitia dan telah menentukan tempat hari pemilihan, 7 (tujuh) hari sebelum pemilihan dilaksanakan, Panitia Pencalonan dan Pelaksanaan Pemilihan memberitahukan kepada penduduk desa yang berhak memilih dan mengadakan pengumuman-pengumuman di tempat terbuka tentang akan diadakannya pemilihan kepala desa.

Kedua, pemilihan harus bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia. Pelaksanaan nilai-nilai demokrasi harus dijaga dan dijamin. Pemilihan kepala desa dinyatakan sah apabila jumlah yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah seluruh pemilih yang telah disahkan. Bila jumlah pemilih yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya kurang dari 2/3, maka pemilihan kepala desa dinyatakan batal dan selambat-lambatnya 3 hari setelah pembatalan Panitia Pemilihan mengadakan pemilihan ulangan. Ketiga, apabila dalam pemilihan ulangan yang hadir kurang 1/2 dari jumlah pemilih, maka ditunjuklah kepala desa oleh Bupati.

Pemilihan kepala desa perlu dilaksanakan karena pemilihan kepala desa bisa dijadikan pedoman dan acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, serta meminimalisir kekuasaan dominan dari salah satu pihak, baik itu kepala desa maupun aparat desa, terlebih lagi pemilihan kepala desa yang rentan konflik karena berkaitan dengan masalah persaingan.

Pemilihan kepala desa yang dilaksanakan di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan demokrasi. Menurut Talizidhuhu Ndraha (1991:8),


(12)

mengungkapkan bahwa demokratisasi di desa terlaksana jika desa memiliki hak otonom untuk melakukan tindakan-tindakan hukum, salah satu tindakan hukumnya yaitu pelaksanaan pemilihan kepala desa.

Realitanya beberapa sumber menyatakan bahwa proses pelaksanaan pemilihan kepala desa pada tahun 2007 di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan belum mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi yang berhubungan dengan musyawarah dan partisipasi. Karena seperti yang diungkapkan oleh AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko (2003:22), bahwa pemerintahan desa yang demokratis membutuhkan sebuah ruang publik melalui dialog-dialog (musyawarah). Perwujudan demokrasi desa membutuhkan partisipasi efektif masyarakat serta ruang publik yang memberikan kesempatan masyarakat atau wakil masyarakat untuk bermusyawarah dengan pemerintah desa, baik dalam perwujudan demokrasi pemilihan kepala desa untuk mencapai kebaikan bersama secara kolektif.

Sebagai contoh dari aparatur desa menyatakan bahwa masih ada aparatur desa yang belum dilibatkan dalam proses pemilihan kepala desa pada tahun 2007 (Sumber : Bapak Jhoni dan Bapak Sapril, diwawancara pada 29 Maret 2010). Selain itu informan lain dari masyarakat menyatakan bahwa masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan desa khususnya dalam proses pemilihan kepala desa pada tahun 2007 di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan (Sumber : Ibu Rohayani dan Ibu Sumirah, diwawancara pada 3 April 2010).


(13)

Beranjak dari realita tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa yang berhubungan dengan musyawarah dan partisipasi dalam proses pemilihan kepala desa di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

“Bagaimanakah Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)”?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini turut mengembangkan teori-teori tentang demokrasi terkait dengan implementasi demokrasi dalam pemilihan kepala desa.


(14)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini menjadi masukan bagi aparat pemerintah Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dan masyarakat tentang proses implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa.


(15)

A. Tinjauan Tentang Implementasi

Van Meter dan Van Horn dalam Solichin Abdul Wahab (2004:65), kebijaksanaan menyatakan proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu, pejabat atau kelompok pemerintahan atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab (2004:68), memberikan definisi implementasi sebagai berikut :

“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini langsung setelah melalui tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan”.

Menurut Kusnadi dkk (2002:247), menjelaskan bahwa implementasi atau pelaksanaan adalah perwujudan dalam tindakan dari rencana yang telah digariskan guna mencapai tujuan atau target organisasi yang telah digariskan.


(16)

Implementasi merupakan bagian dari rencana yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Implementasi diartikan sebagai sebuah proses pelaksanaan (aktivitas pelaksanaan) suatu tata nilai berdasarkan kesepakatan bersama.

Berkenaan dengan konteks penelitian ini, definisi implementasi akhirnya diarahkan pada tindakan atau proses pada sejauh mana pelaksanaan atau penerapan nilai-nilai demokrasi yang berhubungan dengan musyawarah dan partisipasi oleh pemerintahan desa dan masyarakat dalam pemilihan kepala desa.

B. Tinjauan Tentang Demokrasi

1. Asal Usul Demokrasi

Gagasan mengenai demokrasi berawal dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno (Abad ke-6 sampai Abad ke-3 SM) merupakan demokrasi langsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Miriam Budiarjo (2003:53) berpendapat bahwa gagasan demokrasi boleh dikatakan hilang memasuki abad pertengahan (600-1400) yang masyarakatnya bercirikan masyarakat feodal.


(17)

Selanjutnya Miriam Budiarjo (2003:54), menjelaskan perkembangan demokrasi yang terpenting pada abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar 1215). Magna Charta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon dari Inggris. Piagam ini dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.

Perkembangan lainnya di Eropa Barat, menurut Miriam Budiarjo (2003:54-55), yaitu adanya Renaissance yang merupakan aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan. Berawal dari hal tersebut timbullah gagasan mengenai adanya kebebasan beragama serta perlu adanya garis pemisah antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian, khususnya dibidang pemerintahan.

Selain itu menurut Miriam Budiarjo (2003:55-56), menjelaskan bahwa penentangan terhadap monarki absolute didasarkan pada suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract(kontak sosial). Pada hakekatnya kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf yang mencetuskan gagasan ini adalah John Locke, bahwa hak-hak politik menurutnya yaitu hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak mempunyai milik. Sedangkan Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik, yaitu dikenal dengan istilahTrias Politica.


(18)

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut di atas, maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi dalam bentuknya sekarang ini dimulai sejak munculnya Revolusi Amerika pada tahun 1776 dan Revolusi pada tahun 1879. Bertolak dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan tersebut terlihat munculnya ide pemerintahan rakyat atau demokrasi.

2. Definisi Demokrasi

Demokrasi didefinisikan menurut asal kata atau terminologi yaitu “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Dalam bahasa Yunani Kuno, demokrasi berasal dari dua suku kata yakni demos yang berarti “rakyat” dankratosberarti “kekuasaan atau berkuasa”.

Sedangkan Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (2003:61), memberikan definisi “Sistem politik yang demokratis adalah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik”.

Mohammad Mahfud MD (2000:2), mengajukan gagasan bahwa ”Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai


(19)

suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat”.

Menurut Ali Sadikin (1990:62), dalam bukunya yang berjudul “Tantangan Demokrasi” memberikan definisi demokratisasi adalah suatu proses menuju suatu kehidupan kenegaraan yang demokratis.

Demokrasi memiliki arti positif yang mengandung makna baik, seorang pemimpin atau suatu pemerintahan yang tidak menghormati demokrasi otomatis menampilkan konotasi yang negatif. “Demokrasi” mempunyai banyak arti namun satu pengertian yang pasti dapat kita setujui adalah bahwa demokrasi dapat dipakai untuk menunjukan bahwa kekuasaan yang sebenar-benarnya berada ditangan rakyat. Dimana demokrasi menolak adanya konsentrasi kekuasaan pada satu kelompok.

3. Prinsip Dan Nilai-Nilai Demokrasi

Selain definisi dari demokrasi dan demokratisasi penulis mencoba memaparkan prinsip dan nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi menurut beberapa ahli yaitu :

Nilai-nilai demokrasi menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (2003:62-63), yaitu :

(1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga

(2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah

(3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum

(5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (6) Menjamin tegaknya keadilan


(20)

Sedangkan Amien Rais (1986:18), memberikan sepuluh kriteria dalam demokrasi yaitu :

(1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan (2) Persamaan di depan hukum

(3) Distribusi pendapatan secara adil (4) Kesempatan pendidikan yang sama

(5) Adanya empat macam kebebasan yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama

(6) Ketersediaan dan keterbukaan informasi (7) Mengindahkanfatsoen“tata karma politik” (8) Kebebasan individu

(9) Semangat kerja sama (10) Hak untuk protes

Menurut Miriam Budiarjo (2003:63), untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi tersebut perlu diselenggarakan beberapa lembaga yaitu :

(1) Pemerintahan yang bertanggung jawab

(2) Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentigan dalam masyarakat

(3) Suatu organisasi politik (4) Pers dan media massa (5) Sistem peradilan yang bebas

Menilai kehidupan negara, apakah demokratis atau kurang demokratis menurut Ali Sadikin (1995:62), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Demokratis harus berlandaskan paham kebenaran, keadilan, kejujuran,

harkat dan martabat kemanusiaan (termasuk HAM), serta harkat dan martabat dan harga diri sebagai bangsa.

b. Demokrasi harus tercermin dalam pengakuan dan penghormatan atas hak-hak asasi manusia serta hak-hak-hak-hak dasar warga negara khususnya martabat rakyat di mata pemerintah sipil dan aparat militer.

c. Demokrasi harus nampak kehadirannya dari peran masyarakat dalam proses penentuan kebijakan nasional serta bertumbuhnya kekuatan pengawasan masyarakat atas penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.


(21)

d. Demokrasi harus tercermin dari adanya peraturan perundang-undangan yang pelembagaannya maupun pelaksanaannya meningkatkan kehidupan demokratis.

e. Agar demokratisasi itu dapat berlangsung diperlukan iklim keterbukaan dalam masyarakat, adanya kebhinekaan politik, kesamaan kedudukan warga negara, pers yang bebas dan otonomi yang pendidikan tinggi dan ilmu pengetahuan.

f. Kehidupan demokrasi harus terlihat dalam penunaian kewajiban-kewajiban demokrasi diantaranya Pemilu yang benar, ditumbuhkannya sistem kepartaian dan keormasan yang otonom dan mandiri sesuai dengan prinsip demokrasi.

g. Ditumbuhkannya kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan.

h. Dilaksanakannya pembagian wewenang antara cabang-cabang kekuasaan negara, eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk mencegah pemusatan kekuasaan negara ditangan eksekutif.

i. Ditumbuhkannya kebhinekaan politik yang rasional untuk mencegah pemusatan kekuasaan disatu golongan.

j. Difungsikannya lembaga-lembaga pemerintahan lebih terbuka.

k. Difungsikannya lembaga peradilan yang bebas dari campur tangan pemerintah.

l. Ditiadakannya lembaga-lembaga ekstrakonstitusional dan ekstrayudisial yang memiliki wewenang darurat.

m. Ditumbuh kembangkannya pendidikan nasional yang menunjang proses demokratisasi.

Prinsip perlu adanya pendidikan demokrasi. Hal ini menjadi sangat mendasar karena kenyataan hidup di dalam demokrasi masih merupakan teori untuk Indonesia. Dalam kenyataan baru pada saat sekarang inilah kita berada pada proses demokrasi menuju demokrasi dalam arti yang sesungguhnya. Karena demokrasi bukanlah kata benda tetapi kata kerja sebagai proses menuju demokrasi maka demokrasi bukanlah sesuatu yang


(22)

akan terwujud bagaikan jatuh dari langit melainkan menyatu dengan pengalaman nyata, usaha dan eksperimentasi kita sehari-hari. Di sinilah persis tempatnya demokrasi memerlukan ideologi yang terbuka yang menolak suatu rumusan ideologis yang sekali untuk selamanya.

Demokrasi harus terbuka terhadap kemungkinan coba dan salah dengan kemungkinan secara terbuka pula untuk terus menerus melakukan koreksi dan perbaikan. Titik kuat demokrasi adalah dengan adanya segala kekurangannya ialah kemampuannya untuk mengoreksi diri sendiri. Inilah keterbukaan demokrasi, karena demokrasi selalu ada dalam proses menuju demokrasi. Demokrasi bukanlah suatu keadaan sosial politik yang sudah selesai sekali untuk selamanya.

Kemudian Robert A. Dahl (1985:10-11), dalam bukunya “Dilema Demokrasi Pluralis Antara Otonomi Dan Kontrol” memberikan lima kriteria dalam proses demokratisasi yang ideal yaitu :

1. Persamaan Hak Pilih

Dalam pembuatan keputusan kolektif yang mengikat, hak-hak istimewa dari setiap warga seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam menentukan keputusan terakhir.

2. Partisipasi Efektif

Dalam seluruh proses pembuatan keputusan secara kolektif, termasuk tahap pembuatan agenda kerja, setiap warga harus mempunyai kesempatan yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak istimewa dalam rangka mewujudkan kesimpulan terakhir.

3. Pemberian Kebenaran

Dalam waktu yang diinginkan karena untuk suatu keputusan, setiap warga negara harus mempunyai peluang yang sama dan memadai untuk melakukan penilaian yang logis demi mencapai hasil yang diinginkan.


(23)

4. Kontrol Terakhir Terhadap Agenda

Masyarakat harus mempunyai kekuasaan eksklusif untuk menentukan soal-soal mana yang harus atau tidak harus diputuskan melalui proses-proses yang memenuhi ketiga kriteria yang disebut pertama. Dengan cara lain tidak memisahkan masyarakat dari hak kontrol terhadap agenda dan dapat mendelegasikan kekuasaan dan mendelegasikan wewenang kekuasaan kepada orang-orang lain yang mungkin dapat membuat keputusan-keputusan lewat proses-proses non demokratis.

5. Pencakupan

Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.

Sedangkan kaidah-kaidah demokrasi menurut Kunto Wijoyo (1997:91), yang didasarkan pada perspektif Islam yaitu :

1. Ta’aruf (saling mengenal) 2. Syura (musyawarah) 3. Ta’wan (kerja sama)

4. Maslahah (menguntungkan masyarakat) 5. ‘Adl (adil)

Prinsip dan nilai-nilai demokrasi tersebut di atas dapat dijadikan tolak ukur terselenggara atau tidaknya penerapan nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa. Berdasarkan prinsip dan nilai-nilai tersebut di atas penulis membatasi prinsip dan nilai yang digunakan terkait dengan proses pemilihan kepala desa, yaitu musyawarah dan partisipasi, karena kedua prinsip tersebut lebih relevan untuk melihat implementasi nilai-nilai demokrasi pada pemilihan kepala desa. Kriteria tersebut dapat dilihat dari pendapat Amien Rais dan Robert A. Dahl terkait dengan kriteria demokrasi yaitu partisipasi, sedangkan musyawarah dapat dilihat dari kriteria demokrasi yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo.


(24)

C. Tinjauan Tentang Desa

Penyebutan desa, dusun atau desi seperti juga halnya dengan perkataan negara, negeri atau nagari. Asalnya dari perkataan sankskrit yang artinya tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Definisi desa secara terminologis dapat diartikan sebagai tanah tumpah darah, kata desa sendiri berasal dari bahasa sansekerta.

Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adapt istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Desa yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam penjelasnnya yaitu antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimatan Selatan dan Papua serta Negeri di Maluku.

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Sedangkan persyaratan terbentuknya desa terdiri dari lima syarat menurut HAW. Widjaja (2000:46) yaitu :


(25)

1. Jumlah penduduk minimal 150 atau 300 Kepala Keluarga (KK) 2. Luas wilayah

3. Sosial budaya 4. Potensi desa

5. Sarana dan prasarana

Desa didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan desa atau dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah desa dapat diartikan sebagai tanah tumpah darah atau tanah kelahiran, desa sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi wilayah hukum yang memiliki wilayah, masyarakat dan kekuasaan atau wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri dengan ciri khas atau adat istiadat yang dimiliki tiap-tiap wilayah.

1. Pemerintahan Desa

Taliziduhu Ndraha (1997:6), memberikan definisi pemerintahan yaitu : Pemerintahan adalah gejala sosial, artinya di dalam hubungan antara anggota masyarakat, baik individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun antar individu dengan kelompok. Gejala ini terdapat


(26)

pada suatu saat di dalam sebuah masyarakat. Di sana seseorang atau suatu kelompok (sebut saja X) dalam proses atau interaksi sosial terlihat dominan terhadap orang atau kelompok lain (sebut saja Y).

Menurut HAW. Widjaja (2000:44), pemerintahan desa/marga adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa/Marga dan Badan Perwakilan Desa/Marga.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, memberikan definisi pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dirumuskan dari berbagai segi, yaitu :

a. Dari segi politis bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang dikonstruksikan dalam sistem pemerintahan yang memberi peluang turut sertanya dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

b. Dari segi formal dan konstitusional yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan dan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Perundangan yang mengatur mengenai Desa.


(27)

c. Dari segi operasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di desa, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat.

d. Dari segi administrasi pemerintah, yang bertujuan untuk lebih memperlancar dan menertibkan tata pemerintahan agar dapat terselenggara secara efektif, efisien dan produktif dengan menerapkan prinsip-prinsiprule of lawdan demokrasi.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup : a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

Definisi pemerintahan desa dalam penulisan ini merujuk pada kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu kegiatan dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala desa.


(28)

2. Pemerintah Desa

Pemerintah desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan definisi pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa sebagai pemimpin organisasi pemerintahan desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga neegara negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, didefinisikan pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa.

Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sekretaris desa sebagai perangkat desa diisi oleh pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Untuk sekretaris desa yang selama ini bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi pegawai negeri sipil sesuai peraturan perundang-undangan.

Perangkat desa lainnya dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 202 Ayat 2 adalah perangkat pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksanaan teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.


(29)

Pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa memiliki tugas pokok dalam melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau dari pemerintah kabupaten.

Menurut Aries Djaenuri (2003:216), untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut pemerintah desa memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi pengaturan adalah fungsi yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatur tatanan kehidupan pemerintahan.

2. Fungsi pelayanan adalah fungsi pemerintah yang dilaksanakan untuk melayani masyarakat baik yang sifatnya pemberian jasa atau layanan (services).

3. Fungsi pemberdayaan merupakan fungsi yang dilaksanakan pemerintah dalam rangka memandirikan masyarakat. Fungsi ini meliputi kegiatan seperti penyuluhan, pembinaan, pemberian fasilitas (bantuan peralatan, bibit, kredit dan sebagainya).

4. Fungsi pembangunan merupakan fungsi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan peningkatan kemampuan perekonomian masyarakat. Fungsi ini berkaitan dengan aspek-aspek membangun dan memberi kemudahan/menciptakan iklim yang kondusif terhadap peningkatan aktivitas-aktivitas perekonomian.

5. Fungsi kententraman dan ketertiban terkait dengan pemberian perlindungan kepada masyarakat dari gangguan yang disebabkan baik oleh unsur manusia maupun alam.

D. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Desa

Kepala desa menurut Talizidhuhu Ndraha dalam Aries Djaenuri (2003:411), adalah kepala organisasi pemerintahan desa yang berkedudukan strategis dan mempunyai tanggung jawab yang luas.


(30)

Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memiliki suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa.

Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan, yang kemudian mengucapkan sumpah/janji sebelum memangku jabatannya, sumpah/janji tersebut yaitu :

Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Masa jabatan kepala desa seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 adalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannnya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatannya. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 204 bahwa masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatannnya.ketentuan pembatasan untuk dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya adalah dengan maksud untuk menghindarkan kemungkinan menurunnya kegairahan dalam menyelenggarakan pimpinan pemerintahan desa.


(31)

Kepala desa berhenti atau diberhentikan oleh pejabat yang berwenang mengangkat karena :

1. Meninggal dunia 2. Atas permintaan sendiri

3. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik kepala desa yang baru

4. Tidak lagi dapat memenuhi syarat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 14

5. Melanggar sumpah/janji jabatan 6. Melanggar larangan bagi kepala desa 7. Sebab-sebab lain.

Sedangkan larangan bagi kepala desa yang dimaksud adalah kepala desa dilarang melakukan kegiatan-kegiatan atau melalaikan tindakan yang menjadi kewajibannnya, yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat desa.

Adapun persyaratan yang dapat dipilih untuk menjadi seorang kepala desa adalah penduduk desa warga negara Indonesia yang terdiri atas :

1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas dan berwibawa.

4. Tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam suatu kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 seperti G. 30.S/PKI dan atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya.


(32)

5. Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti.

6. Tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

7. Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir tidak terputus-putus kecuali bagi Putra Daerah di luar Desa yang bersangkutan. 8. Sekurang-kurangnya telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun dan

setinggi-tingginya berumur 60 (enam puluh) tahun. 9. Sehat jasmani dan rohani.

10. Sekurang-kurangnya berijasah SLTP atau yang berpengetahuan/ berpengalaman yang sederajat dengan itu.

11. Bersedia dicalonkan menjadi kepala desa.

12. Memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam peraturan daerah.

Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencalonkan diri sebagai kepala desa di samping harus memenuhi persyaratan tersebut di atas harus mempunyai surat keterangan persetujuan dari atasannya yang berwenang. Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau putra daerah yang sebelumnya tidak bertempat tinggal di Desa yang bersangkutan maka setelah dipilih dan diangkat menjadi kepala desa mulai tanggal pelantikan harus bertempat tinggal di desa yang bersangkutan.


(33)

Kemudian tata cara pemilihan kepala desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1981 sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dan kepanitiaan perlu dibentuk adalah sebagai berikut :

1. Pertama kali kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengadakan rapat yang dihadiri oleh Camat.

2. Rapat dipimpin oleh kepala desa itu menyusun Panitia Pencalonan Dan Pelaksanaan Pemilihan (P4) Kepala Desa.

3. Membahas hal ihwal yang berkaitan dengan pemilihan misalnya pembiayaan.

4. Hasil rapat tersebut diajukan kepada Bupati.

Setelah Bupati menerima hasil rapat yang disampaikan Camat. Selanjutnya Bupati membentuk dan mengesahkan Panitia Pemilihan (P2) Kepala Desa yang terdiri dari panitia-panitia. Kemudian Bupati membentuk dan mengesahkan Panitia Pemilihan Kepala Desa yang terdiri dari panitia-panitia kecil yaitu :

1. Panitia Pencalonan Dan Pelaksanaan Pemilihan (P4)

Panitia ini ada di tingkat Desa yang diketuai oleh Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Keanggotaan Panitia ini adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang jumlahnya disesuaikan dengan kondisi desa. Apakah Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa. Maka Ketua Panitia ditetapkan oleh Bupati atas usul Camat.


(34)

2. Panitia Pengawas (P2)

Panitia Pengawas diketuai oleh Camat dan 2 (dua) orang pejabat dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yaitu 1 (satu) dari Kepolisian, 1 (satu) dari Angkatan Darat, 1 (satu) dari Angkatan Laut, 1 (satu) dari Angkatan Udara.

3. Panitia Peneliti Dan Penguji (P3)

Struktur Panitia ini terdiri dari Pembina, Ketua, Sekretaris dan beberapa orang anggota.

• Pembina : KepalaBagian Pemerintahan • Sekretaris : Sub Bagian Desa

• Anggota : Wakil dari bagian hukum, wakil dari kantor sosial, wakil dari politik dan wakil dari kantor pembangunan desa.

Joko Siswanto dalam ”Administrasi Pemerintahan Desa” (2000:14), menguraikan pelaksanaan pemilihan kepala desa adalah sebagai berikut : Setelah tugas-tugas awal diselesaikan oleh Panitia dan telah menentukan tempat hari pemilihan, 7 (tujuh) hari sebelum pemilihan dilaksanakan, Panitia Pencalonan Dan Pelaksanaan Pemilihan memberitahukan kepada penduduk desa yang berhak memilih dan mengadakan pengumuman-pengumuman di tempat tebuka tentang akan diadakannya pemilihan kepala desa.

Pemilihan harus bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia. Pelaksanaan demokrasi harus dijaga dan dijamin. Pemilihan kepala desa dinyatakan sah apabila jumlah yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah seluruh pemilih yang telah disahkan. Bila jumlah


(35)

pemilih yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya kurang dari 2/3, maka pemilihan kepala desa dinyatakan batal dan selambat-lambatnya 3 hari setelah pembatalan Panitia Pemilihan mengadakan pemilihan ulangan. Bila dalam pemilihan ulangan yang hadir kurang 1/2 dari jumlah pemilih maka ditunjuklah Kepala Desa oleh Bupati.

Calon kepala desa yang dinyatakan terpilih ialah calon yang mendapatkan jumlah suara terbanyak sekurang-kurangnya 1/5 jumlah suara yang masuk. Bila calon yang mendapat suara terbanyak dengan jumlah yang sama, maka diadakan pemilihan ulangan hanya untuk calon yang mendapat suara yang sama. Jika pemilihan ulangan itu hasilnya sama lagi maka calon-calon tersebut diharuskan menjawab pertanyaan yang telah disiapkan oleh Panitia Peneliti Dan Penguji. Setelah dikoreksi yang nilainya tertinggi dinyatakan sebagai calon pemenang.

Apabila calon kepala desa hanya 1 (satu), calon tunggal maka calon tersebut baru dinyatakan terpilih apabila mendapat dukungan suara sekurang-kurangnya 1/2 ditambah 1 (satu) dari jumlah suara yang masuk (1/2+1). Meskipun calon tunggal harus juga diadakan pemungutan suara, caranya dengan menyediakan 2 (dua) kotak suara atau 2 (dua) gambar yang berbeda masing-masing untuk suara yang mendukung dan yang tidak mendukung.

Setelah pemungutan suara berakhir pada hari itu juga dilakukan perhitungan suara secara terbuka disaksikan oleh calon kepala desa, Panitia Pengawas Dan Panitia Peneliti serta Panitia Penguji. Akhirnya setelah selesai pelaksanaan pemilihan maka Panitia Pencalonan Dan Panitia Pelaksana Pemilihan


(36)

selambat-lambatnya 14 hari dari tanggal pemilihan segera mengajukan Berita Acara dan Laporan pelaksanaan serta pertanggungg jawaban biaya pemilihan kepada Bupati melalui Camat.

Kepala desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggung jawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kepala desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggung jawabannya dan kepada rakyat memberikan informasi pokok-pokok pertanggung jawabannya.

Kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa memiliki wewenang dan kewajiban antara lain :

a. Wewenang Kepala Desa

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

2. Mengajukan rancangan peraturan desa.

3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDes untuk dibahas dan ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

5. Membina kehidupan masyarakat desa. 6. Membina perekonomian desa.

7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.

8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan serta dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(37)

9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Kewajiban Kepala Desa

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. 4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN).

6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa.

7. Menaati dan menengakkan seluruh peraturan perundang-undangan. 8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik.

9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa.

10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa. 11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.

12. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.

13. Membina, memgayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.

14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.

15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.


(38)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah ini terjadi perubahan yang esensial yaitu adanya pemisahan fungsi legislasi dan eksekutif. Pemisahan tersebut menurut Khairuddin Tahmid (2004:33), dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :

BPD

KEPALA DESA

MASYARAKAT

aspirasi arus bawah legislasi

Gambar 1. Skema Pemisahan Fungsi Kepala Desa dan BPD Sumber : Khairuddin Tahmid (2004:33)

E. Demokrasi Di Desa

AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko (2003:21), mengungkapkan bahwa : “Pemerintahan demokratis (democratic governance), yaitu pemerintahan desa yang berasal dari (partisipasi) masyarakat, dikelola “oleh” (akuntabilitas dan transparasi) masyarakat dan dimanfaatkan sebaik-baiknya “untuk” (responsivitas) masyarakat.”

Demokrasi di desa dapat dilihat dari keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan di desa untuk mencapai kebaikan bersama secara kolektif. Sebaliknya minimnya akses masyarakat desa untuk mengaktualisasikan partisipasinya dalam pengelolaan


(39)

pemerintahan dan pembangunan berdampak pada lemahnya kontrol masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tersebut.

Menurut AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko (2003:22), mengungkapkan bahwa :

“Pemerintahan desa yang demokratis membutuhkan sebuah proses perluasan ruang publik melalui dialog-dialog (forum warga atau rembug desa). Forum warga atau rembug desa merupakan bentuk demokrasi deliberatif (demokrasi permusyawaratan), yang secara teoritis merupakan anak kandung demokrasi komunitarian dan secara empirik sebenarnya pernah diterapkan oleh nenek moyang di desa. Demokrasi ini menekankan proses permusyawaratan untuk mencapai kesepakatan dan kebaikan bersama yang dihasilnya digunakan sebagai aturan main, traktat dan kebijakan.”

Perwujudan demokrasi desa membutuhkan partisipasi efektif masyarakat serta ruang publik yang memberikan kesempatan masyarakat atau wakil masyarakat untuk bermusyawarah dengan pemerintah desa, baik itu dalam perwujudan demokrasi pemilihan kepala desa untuk mencapai kebaikan bersama (common good) secara kolektif. Seperti yang diungkapkan oleh Miftah Thoha (dalam Fauzie Ridjal dan M. Rusli Karim, 1991:193), bahwa cara pengambilanpolicy berdasarkan Pancasila yang sudah lama dikenal ialah menekankan adanya musyawarah untuk mufakat dan mengakui perlunya partisipasi.

1. Musyawarah Masyarakat Desa

Menurut Padmo Wahjono dalam Fauzie Ridjal dan M. Rusli Karim (1991:262), memberikan definisi musyawarah sebagai berikut :

“Musyawarah untuk mufakat adalah tata cara khas kepribadian Indonesia untuk memecahkan setiap perbedaan kehidupan rakyat dan Negara, mendapatkan kebulatan pendapat dan mufakat dalam


(40)

permusyawaratan perwakilan secara gotong royong dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat, tujuan revolusi nasional nasional Indonesia, mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, masyarakat tanpa penghisapan atas manusia oleh manusia.”

Selain itu Padmo Wahjono dalam Fauzie Ridjal dan M. Rusli Karim (1991:262), menyebutkan dua azas dalam musyawarah mufakat yaitu : 1. Musyawarah dilaksanakan berdasarkan gotong royong dengan sikap

saling memberi dan menerima dalam suasana kekeluargaan, toleransi, timbang rasa dan tenggang menenggang antara segenap peserta musyawarah.

2. Pangkal bertolak dalam tiap musyawarah adalah apriori persatuan dan bukan pertentangan antar peserta.

Musyawarah dalam penelitian ini menunjukkan tawar menawar (rembug) pendapat dalam mempertahankan opini baik itu dari pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maupun masyarakat, dimana di dalamnya terdapat pembahasan bersama, tidak ada yang mendominasi musyawarah sehingga hasil yang diperoleh benar-benar mencapai mufakat dari tiap-tiap peserta musyawarah dengan argumennya masing-masing untuk mempertahankan pendapatnya guna kepentingan masyarakat umum. Ada sikap saling memberi dan menerima hasil kesepakatan dalam suasana kekeluargaan, toleransi, tenggang rasa dan mempertahankan persatuan antar peserta musyawarah bukan pertentangan.


(41)

2. Partisipasi Masyarakat Desa

Menurut Jnanabrota Bhattacharrya dalam Taliziduhu Ndraha (1990:102), mengungkapkan definisi partisipasi sebagai pengambilan bagian kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto dalam Taliziduhu Ndraha (1990:12), mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Nelson yang dikutip oleh Taliziduhu Ndraha (1990:102), dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan Masyarakat” menyebutkan dua macam partisipasi yakni : “Partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan yang dinamakan partisipasi horizontal dan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antara klien dengan patron atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah yang diberi nama partisipasi vertikal.”

Bentuk partisipasi (tahap) menurut Taliziduhu Ndraha (1990:103-104), yaitu :

a. Partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial.

b. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberikan tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, mematuhi, melaksanakan) mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolaknya).


(42)

c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan.

d. Partisipasi dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan.

e. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan.

f. Partisipasi dalam menilai pembangunan.

Adapun cara-cara untuk menggerakkan partisipasi menurut Taliziduhu Ndraha (1990:104), diantaranya adalah (a) Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat (b) Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat (c) Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan.

Menurut Gold Smith dan Blustain dalam Taliziduhu Ndraha (1990:104), masyarakat akan bergerak tegak ikut berpartisipasi jika :

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau orang yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan. b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang

bersangkutan.

c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan masyarakat.


(43)

Taliziduhu Ndraha (1990:104), mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat ternyata akan berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.

Partisipasi dalam penelitian ini menunjukkan partisipasi yang dikemukan oleh Nelson, yakni partisipasi yang bersifat vertikal. Dimana masyarakat terlibat dalam suatu program pihak dan partisipasi yang bersifat horizontal yaitu partisipasi yang dilakukan sesama aparatur desa dan sesama anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemilihan kepala desa di Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

F. Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa

Implementasi adalah penerapan yang memiliki arti pelaksanaan dari peraturan atau nilai-nilai yang telah ada kedalam tindakan nyata atau kongkrit di lapangan oleh para pelakunya. Penerapan nilai-nilai tersebut termasuk di dalamnya nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi yaitu penerapan musyawarah dan partisipasi kedalam tindakan nyata atau kongkrit.

Menurut Taliziduhu Ndraha (1991:6), mengungkapkan demokratisasi terlaksana di desa jika desa tersebut memiliki hak dan wewenangnya untuk mengatur dalam menyelenggarakan rumah tangganya. Hak dan kewenangan untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri lazimnya disebut hak otonomi.


(44)

Adanya hak otonomi tersebut, desa dapat melakukan tindakan-tindakan hukum. Taliziduhu Ndraha (1991:8), mengungkapkan tindakan-tindakan hukum tersebut antara lain :

a. Mengambil keputusan dan membuat peraturan yang dapat mengikat segenap warga desa atau pihak tertentu sepanjang menyangkut penyelenggaraan perumahtangganya.

b. Menjalankan pemerintahan desa. c. Memiliki kepala desa.

d. Memiliki harta benda dan kekayaan sendiri.

e. Menggali dan menetapkan sumber-sumber keuangan sendiri. f. Menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). g. Menyelenggarakan gotong royong.

h. Menyelenggarakan peradilan desa.

i. Menyelenggarakan usaha-usaha lain demi kesejahteraan masyarakat desa.

Penerapan nilai-nilai demokrasi tercermin dalam pemilihan kepala desa seperti yang diungkapkan di atas bahwa pemilihan kepala desa merupakan tindakan hukum yang mencerminkan adanya demokrasi.

Pemilihan kepala desa yang demokratis akan melibatkan masyarakat didalamnya serta adanya musyawarah dimana penentuan pemilihan kepala desa dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat umum.

Pada konteks penelitian ini definisi implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa dapat diartikan sebagai penerapan nilai-nilai demokrasi yaitu musyawarah dan partisipasi dalam pemilihan kepala desa.


(45)

G. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini akan meneliti lebih jauh proses implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa). Pemilihan kepala desa merupakan tindakan hukum yang mencerminkan adanya demokrasi, setidaknya harus melakukan tahap musyawarah dan tahap partisipasi.

Musyawarah dalam penelitian ini menunjukkan tawar menawar (rembug) pendapat dalam mempertahankan opini baik itu dari pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maupun masyarakat, dimana di dalamnya terdapat pembahasan bersama, tidak ada yang mendominasi musyawarah sehingga hasil yang diperoleh benar-benar mencapai mufakat dari tiap-tiap peserta musyawarah dengan argumennya masing-masing untuk mempertahankan pendapatnya guna kepentingan masyarakat umum. Ada sikap saling memberi dan menerima hasil kesepakatan dalam suasana kekeluargaan, toleransi, tenggang rasa dan mempertahankan persatuan antar peserta musyawarah bukan pertentangan. Adapun tahapan pada tahap musyawarah yaitu terdapat adanya musyawarah yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam mengevaluasi pemilihan kepala desa tahun sebelumnya, adanya musyawarah yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjaring aspirasi masyarakat, adanya


(46)

musyawarah antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat dalam menyempurnakan pemilihan kepala desa.

Selanjutnya partisipasi dalam penelitian ini menunjukkan partisipasi yang yang bersifat vertikal. Dimana masyarakat terlibat dalam suatu program pihak dan partisipasi yang bersifat horizontal yaitu partisipasi yang dilakukan sesama aparatur desa dan sesama anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemilihan kepala desa. Adapun tahapan pada tahap partisipasi yaitu terdapat adanya partisipasi dari seluruh peserta musyawarah dalam memberikan masukan atau pendapat maupun menghadiri musyawarah, adanya partisipasi dari pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat dalam menghadiri pemilihan kepala desa, adanya partisipasi dari seluruh peserta musyawarah dalam mendengarkan pembacaan hasil keputusan.


(47)

Kerangka pikir di atas, dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Pikir

Sumber : Nilai-Nilai Demokrasi menurut Amien Rais (1986:18) dan Kuntowijoyo (1997:91)

Musyawarah Partisipasi

Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi

Terpilih Kepala Desa Yang Demokratis


(48)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci mengenai fenomena-fenomena sosial tertentu yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, yaitu berusaha menggambarkan proses implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa sehingga penelitian ini tergolong pada tipe penelitian kualitatif.

Menurut Moleong (2004:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khususnya yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Sedangkan Bogdan Taylor (dalam Lexy J. Moleong, 2000:3) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tulisan/lisan dari orang-orang/prilaku yang dapat diamati. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan peristiwa riil


(49)

di lapangan bahkan mengungkapkan nilai-nilai tersembunyi dari hasil penelitian.

Penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif ini karena sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yaitu menuturkan dan mendefinisikan data tentang proses implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa, seperti yang diungkapkan para ahli di atas tentang sifat umum penelitian kualitatif.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data sehingga dalam pembatasan penelitian ini akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Karena itu menurut Lexy J. Moleong (2000:63), fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang tidak relevan agar tidak masukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan walaupun data itu menarik.

Perumusan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah itu masih tetap dilakukan sewaktu penelitian sudah berada di lapangan berkaitan erat. Bahkan sering kali disamakan dengan masalah yang akan dirumuskan menjadi acuan dalam penentuan fokus penelitian.


(50)

Fokus dalam penelitian ini adalah mengidentifikasikan implementasi nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa. Adapun indikator penilai-nilaiannya meliputi :

a. Musyawarah dengan indikator sebagai berikut :

• adanya musyawarah yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam mengevaluasi pemilihan kepala desa tahun sebelumnya.

• adanya musyawarah yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjaring aspirasi masyarakat.

• adanya musyawarah antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat dalam menyempurnakan pemilihan kepala desa.

b. Partisipasi dengan indikator sebagai berikut :

• adanya partisipasi dari seluruh peserta musyawarah dalam memberikan masukan atau pendapat maupun menghadiri musyawarah.

• adanya partisipasi dari pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat dalam menghadiri pemilihan kepala desa.

• adanya partisipasi dari seluruh peserta musyawarah dalam mendengarkan pembacaan hasil keputusan.


(51)

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Dalam penentuan lokasi, ada berbagai faktor yang harus dipertimbangkan oleh peneliti. Menurut Lexy J. Moleong (2000:63), berpendapat bahwa cara terbaik yang perlu dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif, pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian, dengan kata lain pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada keunikan lokasi penelitian.

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (Purposive) yaitu Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan pertimbangan bahwa Marga Dadi merupakan desa pinggiran kota yakni kota Bandar Lampung sebagai ibu Kota Provinsi Lampung yang menjadi barometer perkembangan demokratisasi pemerintahan daerah. Adapun objek penelitian ini diarahkan kepada Pemerintah Desa Marga Dadi dan masyarakat Desa Marga Dadi.

Sedangkan waktu penelitian atau turun lapangan dilakukan pada bulan Juni 2010. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan banyak dilakukan di Balai Desa Marga Dadi serta sebagian di kediaman informan.


(52)

D. Jenis Data

Menurut Lofland (dalam Lexy J. Moleong, 2000:112), menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti literatur, dokumentasi dan lain-lain. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Adapun sumber data yang dimaksud adalah :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau yang dikumpulkan dari lapangan oleh seorang yang melakukan penelitian/yang bersangkutan. Data primer penelitian ini bersumber dari hasil penelitian langsung di lapangan berupa aturan atau penjelasan yang relevan. Data primer yang dibutuhkan adalah penjelasan dan bukti yang sangat terperinci mengenai “Implementasi

Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)”.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang ada. Data sekunder penelitian ini bersumber dari bahan-bahan pustaka yang dianggap menunjang dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Seperti buku-buku, dokumen-dokumen dan peraturan-peraturan serta yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya.


(53)

Data tersebut berupa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, Peraturan Bupati Lampung Selatan Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, catatan-catatan berupa notulensi rapat atau musyawarah desa, Monografi Desa Marga Dadi, referensi dan buku-buku.

E. Sumber Informasi

Penentuan sumber informasi dilakukan secara sengaja (Purposive) sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Adapun sumber informasi dalam penelitian ini diperoleh dari :

Tabel 1. Daftar Nama dan Jabatan Informan

No Nama Jabatan

1 Nurhadi Ketua Pilkades

2 Naproni Sekretaris Pilkades

3 Jhoni Anggota Pilkades

4 Tri Andayani Sekretaris Desa

5 Naproni Kaur Pemerintahan

6 Jhoni Kaur Umum

7 Sunarji Kaur Keuangan

8 Sapril Kaur Pembangunan

9 Trimo Dulrohman Kaur Kesra

10 Samidi Kepala Dusun I

11 Nurtukijo Kepala Dusun II

12 Usman Gumanti Kepala Dusun III

13 Holik Kepala Dusun IV

14 Sugiyanto Kepala Dusun V


(54)

16 Marwan Anggota BPD

17 Kusnadi Anggota BPD

18 Eko Masyarakat Dusun I

19 Usman Masyarakat Dusun II

20 Rohayani Masyarakat Dusun III

21 Sumirah Masyarakat Dusun IV

22 Sri Yanti Masyarakat Dusun V

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2010

Pemilihan sumber informasi di atas dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa sumber informan di atas dapat memberikan informasi yang akurat tentang hal-hal yang ingin diketahui oleh peneliti menyangkut obyek penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian maka pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut :

1. Wawancara / Interview

Menurut Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi (2009:83), pengertian wawancara adalah suatu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-infomasi atau keterangan-keterangan. Melalui wawancara maka akan mendapatkan jawaban yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.


(55)

Melihat pengertian dari wawancara berdasarkan pembahasan di atas maka peneliti melakukan wawancara kepada panitia pemilihan kepala desa, perangkat desa dan masyarakat Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan mengenai “Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)”.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa hari, baik itu wawancara dengan Pemerintah Desa Marga Dadi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat. Wawancara dilakukan sekitar 15 - 45 menit untuk satu informan dengan menggunakan panduan wawancara yang telah disusun sebelumnya.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dimaksudkan sebagai cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan terhadap dokumen-dokumen yang ada pada objek penelitian seperti arsip-arsip, peraturan-peraturan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini berfungsi untuk menjelaskan objek yang diteliti dan sebagai data yang diperoleh dari hasil wawancara.

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Tata Cara


(56)

Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, Peraturan Bupati Lampung Selatan Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, Monografi Desa Marga Dadi serta notulensi rapat atau musyawarah desa dalam pembahasan pemilihan kepala desa tahun 2007.

G. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data pada hakekatnya berupa kegiatan yang bertujuan untuk mensistematiskan data penelitian. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap data yang didapat untuk memudahkan analisis data. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, studi kepustakaan dan telaah dokumen dalam penelitian ini akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Pemeriksaan Data atauEditing

Pemeriksaan data merupakan cara yang digunakan untuk meneliti kembali data yang telah diperoleh di lapangan baik yang diperoleh melalui wawancara maupun dokumentasi guna menghindari kekeliruan dan kesalahan.

Editing dalam penelitian ini digunakan pada penyajian hasil wawancara berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku serta bahasa yang mudah dimengerti.


(57)

2. Interprestasi Data

Interprestasi data yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lain. Interprestasi data dalam penelitian ini yaitu menafsirkan atau menjabarkan kesimpulan hasil wawancara dengan menghubungkan kesimpulan yang diperoleh tersebut.

Interprestasi data dalam penelitian ini yaitu menafsirkan atau menjabarkan kesimpulan hasil wawancara dengan menghubungkan kesimpulan yang diperoleh tersebut dengan data notulensi rapat atau musyawarah, Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, dan Peraturan Bupati Lampung Selatan Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa sehingga diperoleh makna yang lebih luas.

H. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan metode analisis data kualitatif dan menggunakan 3 komponen analisis. Menurut Mettew Milles dan A. Michael Haberman (1992:16), yaitu meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan melalui proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan informasi data kasar yang muncul dari hasil wawancara. Data yang diperoleh dari


(58)

hasil wawancara dianalisa melalui tahapan penajaman informasi, penggolongan berdasarkan kelompoknya, pengarahan atau diarahkan arti dari data tersebut, membuang yang tidak perlu atau diorganisasikan dengan cara-cara sedemikian rupa hingga kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi. Pengelompokan analisis data berkaitan dengan“Implementasi

Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)”.

2. Penyajian Data (Display)

Penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau memaparkan hasil temuan wawancara terhadap informan. Data yang telah didapat kemudian diklasifikasikan menjadi sebuah bagian-bagian dari data yang akan disusun secara sistematis sesuai dengan kajian penelitian serta mengumpulkan dokumen sebagai penunjang data.

3. Verifikasi Data (Menarikan Kesimpulan)

Verifikasi data dimaksudkan bahwa penelitian berusaha mencari arti, pola, tema, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, penjelasan akan sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung. Dalam hal ini dilaksanakan dengan cara penambahan data baru.

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah data yang ada, dicari polanya dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan aturan normatif yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang


(59)

Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.


(60)

A. Identitas Responden

Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk memakai beberapa sumber informan sebagai responden sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan bahwa mereka dapat memberikan informasi yang akurat tentang hal-hal yang ingin diketahui oleh peneliti menyangkut objek penelitian.

1. Usia Rata-Rata Responden

Dalam penelitian ini, usia yang menjadi responden cukup beragam. Adapun usia rata-rata responden adalah :

Tabel 8. Usia Rata-Rata Responden

No Nama Jabatan Usia

1 Nurhadi Ketua Pilkades 40 Tahun

2 Naproni Sekretaris Pilkades 35 Tahun

3 Jhoni Anggota Pilkades 35 Tahun

4 Tri Andayani Sekretaris Desa 30 Tahun

5 Naproni Kaur Pemerintahan 35 Tahun

6 Jhoni Kaur Umum 35 Tahun

7 Sunarji Kaur Keuangan 31 Tahun

8 Sapril Kaur Pembangunan 33 Tahun

9 Trimo Dulrohman Kaur Kesra 32 Tahun

10 Samidi Kepala Dusun I 40 Tahun

11 Nurtukijo Kepala Dusun II 33 Tahun

12 Usman Gumanti Kepala Dusun III 31 Tahun

13 Holik Kepala Dusun IV 32 Tahun

14 Sugiyanto Kepala Dusun V 30 Tahun


(61)

16 Sri Armi Anggota BPD 34 Tahun

17 Supri Anggota BPD 32 Tahun

18 Eko Masyarakat Dusun I 35 Tahun

19 Usman Masyarakat Dusun II 37 Tahun

20 Rohayani Masyarakat Dusun III 39 Tahun

21 Sumirah Masyarakat Dusun IV 34 Tahun

22 Sri Yanti Masyarakat Dusun V 20 Tahun

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2010

2. Latar Belakang Tingkat Pendidikan Responden

Latar belakang pendidikan responden sangat beragam dan mereka berasal dari beberapa tingkat pendidikan. Adapun latar belakang pendidikan responden adalah :

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden

No Nama Jabatan Pendidikan

1 Nurhadi Ketua Pilkades D3

2 Naproni Sekretaris Pilkades SMA

3 Jhoni Anggota Pilkades SMA

4 Tri Andayani Sekretaris Desa D3

5 Naproni Kaur Pemerintahan SMA

6 Jhoni Kaur Umum SMA

7 Sunarji Kaur Keuangan SMA

8 Sapril Kaur Pembangunan D1

9 Trimo Dulrohman Kaur Kesra SMA

10 Samidi Kepala Dusun I SMA

11 Nurtukijo Kepala Dusun II SMP

12 Usman Gumanti Kepala Dusun III SMA

13 Holik Kepala Dusun IV SMA

14 Sugiyanto Kepala Dusun V SMA

15 Damsid Ketua BPD SMA

16 Marwan Anggota BPD SMA

17 Kusnadi Anggota BPD SMA

18 Eko Masyarakat Dusun I SMA

19 Usman Masyarakat Dusun II SMA

20 Rohayani Masyarakat Dusun III SMP

21 Sumirah Masyarakat Dusun IV SMP

22 Sri Yanti Masyarakat Dusun V D3


(62)

B. Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi (Musyawarah dan Partisipasi) Dalam Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Tahun 2007

Pelaksanaan pemerintahan desa yang demokratis di Desa Marga Dadi telah diwujudkan dengan adanya pemilihan kepala desa tahun 2007, tetapi perlu ditinjau lebih dalam proses penerapan dari nilai-nilai demokrasi (musyawarah dan partisipasi) dalam pemilihan kepala desa, sehingga dapat dikatakan bahwa pemilihan kepala desa benar-benar cerminan dari pelaksanaan demokrasi di desa karena proses pemilihannya telah menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi seperti nilai musyawarah untuk mufakat dan partisipasi.

Dalam pemilihan kepala desa yang demokratis setidaknya melalui beberapa tahapan yaitu tahap musyawarah dan tahap partisipasi. Berdasarkan penerapan nilai-nilai demokrasi tersebut dapat dihasilkan terpilihnya kepala desa yang demokratis dan benar-benar mencerminkan demokrasi serta merupakan salah satu ciri adanya penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis. Berikut akan dipaparkan implementasi nilai-nilai demokrasi (musyawarah dan partisipasi) dalam pemilihan kepala desa.

1. Musyawarah

Tahap musyawarah merupakan tahap awal dari penerapan nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan kepala desa di Desa Marga Dadi. Adapun nilai-nilai demokrasi pada tahap musyawarah dapat dilihat dari adanya :


(63)

a. Musyawarah Pemerintah Desa Dalam Mengevaluasi Pemilihan Kepala Desa Tahun Sebelumnya

Tahap musyawarah dalam mengevaluasi pemilihan kepala desa tahun sebelumnya perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Marga Dadi karena dari musyawarah ini akan terlihat kekurangan dan permasalahan yang terjadi pada saat itu. Sehingga pada pemilihan kepala desa tahun 2007 seminimal mungkin kekurangan dan permasalahan tersebut tidak terjadi kembali.

Berikut ini akan dipaparkan tahap musyawarah dalam mengevaluasi pemilihan kepala desa tahun sebelumnya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Marga Dadi seperti diungkapkan oleh Sekretaris Panitia Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi, Bapak Naproni yaitu :

“Proses pemilihan kepala desaini, Pertama kali Kepala Desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) mengadakan rapat yang dihadiri oleh Camat. Kemudian rapat dipimpin oleh Kepala Desa itu menyusun Panitia Pencalonan Dan Pelaksanaan Pemilihan (P4) Kepala Desa. Selanjutnya membahas hal ihwal yang berkaitan dengan pemilihan misalnya pembiayaan.” (Kamis, 10 Juni 2010 Pukul 09.00-10.15 WIB di Balai Desa Marga Dadi)

Kemudian Bapak Naproni, mengungkapkan juga bahwa :

“Waktu itu ada proses penyampaian pendapat terkait dengan pemilihan kepala desa, terus didata ada tidaknya masyarakat desa yang bermasalah, misalnya masyarakat desa yang tidak terdaftar pada pemilihan kepala desa tahun sebelumnya maka kemudian akan dimusyawarahkan dan dibahas kembali.” (Kamis, 10 Juni 2010 Pukul 09.00-10.15 WIB di Balai Desa Marga Dadi)


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Musyawarah

Implementasi nilai-nilai demokrasi dalam proses pemilihan kepala desa tahun 2007 di Desa Marga Dadi dari aspek musyawarah sudah dilaksanakan tetapi belum optimal. Hal ini terbukti dengan adanya aparat desa dan sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam musyawarah dikarenakan tidak ada pemberitahuan atau undangan dari pemerintah desa.

2. Partisipasi

Implementasi nilai-nilai demokrasi dalam proses pemilihan kepala desa tahun 2007 di Desa Marga Dadi dari aspek partisipasi muncul kendala yang berasal dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menghadiri musyawarah dikarenakan sebagian masyarakat belum memahami pentingnya partisipasi dalam demokrasi. Adapun anggapan masyarakat bahwa musyawarah tersebut hanya untuk orang-orang yang berkompeten (pintar).


(2)

B. Saran

1. Musyawarah

Dalam tahap musyawarah pada pembahasan proses pelaksanaan pemilihan kepala desa tahun 2007 seharusnya pemerintah desa di Desa Marga Dadi lebih menjalin komunikasi yang baik antara aparat desa dan masyarakat seperti adanya pemberitahuan atau undangan tulisan maupun undangan lisan untuk menghadiri musyawarah dan adanya rapat atau pertemuan rutin yang diadakan pemerintah desa untuk mengakrabkan seluruh aparat desa.

2. Partisipasi

Dalam tahap partisipasi seharusnya BPD (Badan Permusyawaratan Desa) lebih memaksimalkan fungsi kedudukannya sehingga dapat mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan partisipasinya dalam bermusyawarah seperti memberikan pengertian dan sosialisasi pada acara formal (seperti acara pertemuan resmi dan rapat) atau acara informal (seperti acara yasinan dan acara pernikahan/khitanan) bahwa partisipasi dalam musyawarah merupakan hak setiap masyarakat bukan hanya untuk orang-orang yang berkompeten (pintar) dan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap musyawarah.


(3)

(4)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

Oleh

Tika Dewi Lia Meliyani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(5)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA

(Studi Pada Pemilihan Kepala Desa Marga Dadi Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007)

(Skripsi)

Oleh

Tika Dewi Lia Meliyani

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(6)