Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
fokus  pada  masalah  rutin  sehingga  proses  berpikir  yang  lebih  tinggi  belum tersentuh.
Hasil skor matematika Indonesia di TIMMS 2011 pada ranah pemahaman hanya mencapai nilai 378 artinya lebih rendah 8 poin dari rerata skor keseluruhan.
Hal  tesebut  cukup  memprihatinkan  karena  kemampuan  pemahaman  merupakan salah  satu  tujuan  pembelajaran  matematika,  seperti  yang  tertuang  pada
Permendiknas No 22 Tahun 2006 Depdiknas, 2006 menyatakan bahwa pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami  konsep  matematika,  menjelaskan  keterkaitan  antar  konsep  dan
mengaplikasikan  konsep  atau  algoritma,  secara  luwes,  akurat,  efisien,  dan tepat dalam memecahkan masalah;
2. Menggunakan  penalaran  pada  pola  dan  sifat,  melakukan  manipulasi
matematika  dalam  membuat  generalisasi,  menyusun  bukti  atau  menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan  masalah  yang  meliputi  kemampuan  memahami  masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan model yang diperoleh;
4. Mengomunikasikan  gagasan  dengan  simbol,  tabel,  diagram  atau  media  lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5.
Memiliki  sikap  menghargai  kegunaan  matematika  dalam  kehidupan  yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Kelima  tujuan  di  atas  memperlihatkan  kemampuan  pemahaman
merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh siswa. Kompetensi ini seringkali  kurang  dilatih  dengan  baik,  sehingga  siswa-siswa  lebih  condong  pada
proses menghafal algoritma dan prosedur dalam memecahkan masalah matematis. Seringkali  dengan  alasan  mengejar  target  kurikulum,  terkadang  guru  terjebak
untuk  melakukan  transfer  pengetahuan  dan  mengabaikan  proses  terjadinya pengetahuan  itu  didapat.  Hal  ini  diperkuat  dengan  maraknya  buku-buku,
pelatihan-pelatihan  dan  tempat  bimbingan  belajar  yang  mengajarkan “rumus
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
cepat ”. Rumus cepat ini banyak disukai siswa, karena tanpa proses yang bertele-
tele dapat menjawab soal pilihan ganda dengan cepat. Menurut Dahlan 2011:4.3 setiap model pembelajaran harus menyertakan
hal  pokok  dari  pemahaman.  Pemahaman  dikatakan  sebagai  hal  pokok  karena seorang  siswa  tidak  akan  mampu  memecahkan  masalah  dan  mengomunikasikan
gagasan jika pemahaman yang benar tentang konsep dan prosedur yang mendasari masalah tersebut tidak dikuasai. Jika seorang siswa telah memahami suatu konsep
dan  memahami  prosedur-prosedur  maka  ketika  ia  bertemu  dengan  sebuah permasalahan yang berhubungan dengan konsep tersebut dia akan dengan mudah
dapat  menyelesaikannya.  Dengan  kata  lain  pemahaman  konsep  dan  prosedur dalam pembelajaran sangatlah penting.
Skemp  Khiat,  2010:1462  membedakan  pembelajaran  matematika  ke dalam  pemahaman  konsep  dan  pemahaman  proses.  Skemp  percaya  bahwa
pemahaman  konsep  dicapai  jika  seorang  siswa  memakai  prinsip-prinsip  pokok yang  menciptakan  sebuah  teori  atau  rumus  khusus  dan  prinsip-prinsip  itu
berhubungan  dengan  teori-teori  atau  rumus-rumus  yang  lainnya.  Hal  ini menunjukkan ketika seorang siswa sudah memahami suatu konsep, maka ia akan
dengan  mudah  mengaitkan  konsep-konsep  atau  teori-teori  itu  dengan  konsep- konsep  atau  teori-teori  yang  lainnya.    Dalam  hal  mengaitkan  konsep-konsep  ini
Wahyudi 2008: 51-52, memberikan contoh diantaranya: 1
Siswa  pra  TK  sampai  kelas  2  sekolah  dasar  mengenali  kejadian-kejadian berhitung, angka, dan bangun;  siswa sekolah dasar di  kelas-kelas  yang lebih
tinggi mencari berbagai kejadian operasi-operasi aritmetik, dan para siswa di kelas-kelas
pertengahan mencari
contoh-contoh bilangan
rasional, proporsionalitas, dan relasi-relasi linear.
2 Para siswa sekolah menengah siap untuk mencari hubungan-hubungan antar
banyak  gagasan  matematis  yang  mereka  temui.  Contohnya  metode  untuk mencari  volum  piramida  persegi  yang  dipotong  diisyaratkan  oleh  metode
mencari luas trapesium.
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Pada contoh di atas, pada proses ketika siswa mencari hubungan-hubungan antar  gagasan,  artinya  siswa  sudah  memahami  bagaimana  menggunakan
pengetahuan  yang  sudah  didapatnya.  Siswa  sudah  dapat  membangun  suatu pandangan  bahwa  matematika  sebagai  keutuhan  yang  berhubungan  dan  terpadu,
mereka  tidak  condong  untuk  memandang  konsep-konsep  matematis  secara terpisah dan tidak akan memandang matematika sebagai sekumpulan aturan yang
berdiri sendiri. Ketika  siswa  memutuskan  menggunakan  suatu  konsepaturan  untuk
menyelesaikan  masalah,  akan  terjadi  proses  mengevaluasi,  seperti  aturan  mana yang  lebih  tepat  untuk  dipakai,  melihat  relevansi  antara  konsep,  dan
merenungkannya  kembali  apakah  keputusan  yang  diambilnya  sudah  tepat  atau belum.  Proses  yang  terjadi  ini  merupakah  salah  satu  dari  kegiatan  merefleksi.
Merefleksi  pengetahuan  yang  didapat  sebelumnya  untuk  menyelesaikan  masalah merupakan  salah  satu  bentuk  dari  hasil  berpikir  reflektif.  Berpikir  reflektif
merupakan  suatu  proses  yang  membutuhkan  keterampilan-keterampilan yang secara    mental    memberi    pengalaman    dalam    memecahkan    masalah,
mengidentifikasi  apa  yang  sudah  diketahui,  memodifikasi  pemahaman  dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh pada situasi-
situasi yang lain Noer, 2010:5. Kemampuan  berpikir  reflektif  merupakan  kemampuan  berpikir  tingkat
tinggi  yang  harus  terus  dikembangkan,  sedangkan  pembelajaran  matematika  di sekolah  kurang  memperhatikannya  dan  masih  banyak  guru  yang  hanya
memberikan  rumus  jadi  sehingga  kemampuan  berpikir  reflektif  siswa-siswa sekolah kita masih rendah.  Hal ini dapat dilihat dari hasil studi pendahuluan pada
penelitian  Nindiasari  2010  yang  mengatakan  bahwa,  terdapat  60  siswa  salah satu SMA Kabupaten Tangerang Banten masih lemah di dalam beberapa indikator
kemampuan berpikir reflektif matematis. Kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif seperti  yang disebutkan di
atas tidak akan  diperoleh siswa jika siswa hanya dibekali hapalan konsep-konsep dan  rumus-rumus.  Agar  kemampuan-kemampuan  itu  dimiliki,  seorang  siswa
harus mengalami pembelajaran bermakna. Teori Ausubel Bell, 1978:131, bahwa
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
belajar bermakna meaningful learning lebih baik daripada belajar hapalan rote learning
, karena dalam pembelajaran bermakna siswa belajar dengan mengaitkan pengalaman-pengalaman  atau  pengetahuan-pengetahuan  yang  sudah  ada  dalam
pikirannya dengan pengetahuan baru sehingga siswa lebih mudah memahami dan mempelajari  atau  dengan  kata  lain  siswa  tidak  hanya  menerima  pengetahuan
tetapi  siswa  mengalami  proses  mendapatkan  pengetahuan  tersebut.  Untuk mengalami  proses  mendapatkan  pengetahuan  tersebut,  siswa  harus  diajak
beraktivitas dan dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran  yang  melibatkan  siswa  secara  langsung  dalam  kegiatan
pembelajaran dimaksudkan agar siswa memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman  indrawi  yang  memungkinkan  siswa  memperoleh  informasi  dari
melihat, mendengar, merabamenjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal  ini, beberapa  topik  tidak  mungkin  disediakan  alat  nyata,  untuk  itu  guru  dapat
menggantinya dengan model atau wujud situasi. Hal ini akan dapat meningkatkan daya  bertahan  pemahaman  dalam  pikiran  siswa.  Seperti  pepatah  yang
mengatakan:  saya  dengar,  saya  lupa;  saya  lihat,  saya  ingat;  saya  kerjakan,  saya mengerti  Muslich,  2008.  Pernyataan  bahwa  belajar  dengan  cara  mengalami
langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran, dapat dilihat dari piramida dari hasil penelitian Edgar Dale, berikut ini:
Yang diingat: 10
20 30
40 70
90
Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale baca
dengar lihat
Lihat dan dengar
katakan Katakana dan lakukan
baca
dengar lihat
Lihat dan dengar katakan
Katakan dan lakukan
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Pada  proses  belajar  mengalami,  siswa  diharapkan  dapat  mengaitkan pengetahuan  baru  dengan  pengetahuan  yang  telah  ada.  Dengan  kata  lain
pengetahuan  yang  ia  dapat  bukan  pemberian  tetapi  tersusun  atau  terbangun  di dalam  pikiran  siswa  sendiri  ketika  ia  berupaya  untuk  mengorganisasikan
pengalaman  baru  berdasar  pada  kerangka  kognitif  yang  sudah  ada  di  dalam pikirannya, sebagaimana yang dinyatakan Bodner Shadiq, 2009 “….knowledge
is constructed as the learner strives to organized his or her experience in term of preexisting mental structures
”. Seperti  diketahui  bahwa  matematika  adalah  ilmu  yang  memiliki
karakteristik  dengan  kajian  objek  yang  abstrak,  maka  dalam  menyajikannya hendaklah berusaha mengurangi sifat abstraknya tersebut, sehingga memudahkan
siswa  menangkap  ide-ide  dari  pembelajaran  matematika  tersebut.  Seperti  yang dikemukakan  oleh  Susilawati  2009,  bahwa  seorang  guru  matematika  harus
berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika, sehingga siswa mudah menangkap  pelajaran  matematika  di  sekolah,  sesuai  dengan  perkembangan
berpikir  reflektifnya.  Untuk  itu  harus  mengusahakan  agar  fakta,  konsep,  operasi, ataupun prinsip dalam matematika terlihat dengan jelas.
Salah  satu  upaya  untuk  mengurangi  keabstrakan  dalam  pembelajaran matematika,  yaitu    dengan  melibatkan    benda-benda  konkret  atau  model-model
sebagai  sarana  untuk  menanamkan  konsep-konsep  matematika.  Cara  belajar dengan  pengalaman  yang  membawa  siswa  ke  alam  nyata,  kita  kenal  dengan
belajar  kontekstual.  Menurut  Bern    De  Stefano  Jacob,  2003    Contextual Teaching  and Learning
CTL adalah suatu konsepsi  pendekatan mengajar dan belajar  yang  membantu  guru  menghubungkan  konten  pelajaran  dengan  situasi
dunia  nyata  dan  memotivasi  siswa  untuk  membuat  koneksi  antara  pengetahuan dan  aplikasinya  dengan  kehidupan  mereka  sebagai  keluarga,  warga  kota,  dan
pekerja,  serta  memotivasi  siswa  dengan  mengajak  bekerja  keras  yang membutuhkan  belajar.  Selanjutnya  dikatakan  oleh  Dahlan  2011  CTL  adalah
suatu pendekatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan di dalamnya siswa dimungkinkan menerapkan pemahaman serta kemampuan akademik mereka
dalam  berbagai  variasi  konteks,  di  dalam  maupun  di  luar  kelas,  untuk
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
menyelesaikan  permasalahan  nyata  atau  permasalahan  yang  disimulasikan  baik sendiri-sendiri maupun kelompok.
Kebutuhan  dalam  mengurangi  keabstrakan  matematika,  tidak  hanya dibutuhkan  oleh  siswa  sekolah  dasar.  Setingkat  siswa  SMP  pun  masih
membutuhkan  benda-benda  konkret  atau  model-model  untuk  memvisualisasikan konsep.  Meskipun  usia  siswa  SMP  sudah  dalam  kategori  berpikir  abstrak  pada
kenyataannya masih banyak siswa  yang belum bisa berpikir konkret secara utuh. Hal ini dapat terjadi karena adanya wajib belajar sembilan tahun sehingga banyak
siswa berkemampuan rendah seolah dipaksa belajar dengan kesiapan mental yang belum mampu mengikuti pelajaran yang harus mereka ikuti Ruseffendi, 2009.
Di  samping  dengan  belajar  mengalami,  membangun  pemahaman  akan lebih  mudah  apabila  siswa  dapat  mengomunikasikan  gagasannya  kepada  siswa
lain  atau  guru.  Dengan  kata  lain,  membangun  pemahaman  akan  lebih  mudah melalui  interaksi  dengan  lingkungan  sosialnya.  Interaksi  memungkinkan
terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan  saling  menjelaskan.  Interaksi  dapat  ditingkatkan  dengan  belajar  kelompok.
Penyampaian  gagasan  oleh  siswa  dapat  mempertajam,  memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan
dari  siswa  lain  atau  guru  Depdiknas,  2006.  Dengan  demikian  siswa  akan memiliki  kompetensi  memahami  dan  menerapkan  pengetahuan  faktual,
konseptual  dan  prosedural  berdasarkan  rasa  ingin  tahunya  tentang  ilmu pengetahuan,  teknologi,  seni,  budaya  terkait    fenomena  dan  tampak  nyata
Kemendikbud: 2013. Mengomunikasikan  gagasan  kepada  teman  atau  guru  membutuhkan
keterampilan  sosial.  Untuk  mendapatkan  keterampilan  ini  tidak  didapat  dengan serta  merta  tetapi  harus  dilatih.  Keterampilan  sosial  didapat  jika  siswa  belajar
dengan kelompok, karena dalam kelompok siswa dapat berinteraksi dengan siswa yang  lain.  Tugas  guru  sebagai  fasilitator  dan  sumber  belajar  tetap  harus  dijaga,
agar  pembelajaran  berlangsung  secara  kondusif,  artinya  siswa  tidak  dibiarkan begitu  saja  dalam  mengkonstruksi  pemahamannya  tetapi  guru  tetap  harus
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
memantau kontruksi pemahaman siswa  yang didapat dari pengalaman belajarnya agar tidak terjadi kesalahan konsep.
Selain  hal-hal  yang  dikemukakan  di  atas,  kemampuan  awal  matematis siswa  dan  sikap  siswa  terhadap  matematika  juga  diprediksi  sebagai  salah  satu
faktor  yang  mendukung  keberhasilan  suatu  pembelajaran.  Siswa  dengan kemampuan awal baik dan memiliki sikap positif terhadap matematika, dipastikan
akan  lebih  mudah  dalam  memahami  pembelajaran.  Ketika  siswa  memiliki kemampuan  awal  matematis  yang  baik,  maka  siswa  tersebut  telah  memiliki
pengetahuan  dasar  yang  memadai  untuk  memperkuat  konsep  yang  akan dipelajarinya, apalagi jika ditunjang dengan penerimaan siswa yang baik terhadap
pembelajarannya, maka akan semakin memudahkan siswa untuk mempelajari dan memahami materi, dibandingkan dengan sikap siswa yang cenderung negatif. Hal
ini disebabkan oleh faktor psikologi juga cukup mempengaruhi keadaan seseorang untuk  menerima  suatu  perubahan  di  dalam  dirinya  karena  jika  seorang  siswa
memiliki sikap negatif maka akan sulit baginya untuk menerima pembelajaran. Berdasarkan  uraian  yang  telah  dikemukakan  di  atas,  penulis  menduga
bahwa  Pembelajaran  Missouri  Mathematics  Project  MMP  berbasis  kontekstual dapat  meningkatan  kemampuan  pemahaman  dan  berpikir  reflektif    matematis
siswa. Penelitian ini sejalan dengan  yang dinyatakan oleh Sopiany 2013 bahwa siswa  yang  mendapatkan  pembelajaran  dengan  model  pembelajaran  Missouri
Mathematics  Project dengan  pendekatan  kontekstual  dapat  meningkatkan
kemampuan pemahaman siswa penelitian yang dilakukan pada siswa SMP kelas IX.  Untuk  peningkatan  berpikir  reflektif,  peneliti  mengacu  kepada  hasil
penelitian  Noer  2010  yang  dilakukan  pada  siswa  SMP  kelas  IX  bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif
matematis siswa. Missouri  Mathematics  Project
berbasis  kontekstual  merupakan  salah  satu model  pendekatan  pembelajaran  yang  diawali  dengan  mengajak  siswa  untuk
mereviu  pengalaman  yang  mereka  peroleh,  melatih  siswa  untuk  memecahkan permasalahan  secara  bersama  dalam  kelompok  dan  mengimplementasikan  hasil
belajarnya  itu  pada  kerja  mandiri,  sehingga  pada  model  pembelajaran  ini  siswa
Lilis Rusmiati, 2014 Pengaruh  Model Missouri Mathematics Project MMP Berbasis Kontekstual Terhadap
Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan  Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dituntut  untuk  bisa  belajar  dari  pengalamannya  dan  menggunakannya  dalam memecahkan masalah yang ia hadapi.
Pemilihan pendekatan pembelajaran ini juga mengacu pada keheterogenan siswa  di  dalam  kelas  dengan  harapan  dapat  mengakomodasi  seluruh  siswa
tersebut.  Ada  kemungkinan  bahwa  siswa  yang  kemampuannya  sedang    atau rendah, apabila pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan keadaan
mereka, maka kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematisnya  akan berkembang ke arah yang lebih baik secara signifikan.
Penelitian  ini  mengkaji  pengaruh  model  pembelajaran  Missouri Mathematics  Project
MMP  berbasis  kontekstual  terhadap  peningkatan pemahaman  dan  kemampuan  berpikir  reflektif  matematis  siswa  Sekolah
Menengah Pertama studi eksperimen di SMP Negeri 1 Pamanukan.
                