PENGARUH MODEL MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP : Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Subang.

(1)

BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP

(Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Subang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: LILIS RUSMIATI

1101652

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Oleh: Lilis Rusmiati

S.Pd Universitas Pasundan Bandung, 1998

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Lilis Rusmiati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 8

C. Tujuan Penelitian……….. 9

D. Manfaat Penelitian……… 10

E. Definisi Operasional………. 11

BAB II LANDASAN TEORI……….…. 13

A. Kemampuan Pemahaman Matematis...………. 13

B. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ………. 14

C. Model Missouri Mathematics Project (MMP)………. 17

D. Contextual Teaching and Learning(CTL)……… 20

E. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project Berbasis kontekstual (MMPK)... 25

F. Keterkaitan Model Pembelajaran MMPK dengan kemampuan Pemahaman dan Berpikir Reflektif Matematis... 26

G. Teori Belajar yang Mendukung………. 27


(5)

ii

I. Hasil Penelitian yang Relevan……….... 32

J. Hipotesis Penelitian... 34

BAB III METODE PENELITIAN……….. 36

A. Desain Penelitian……… 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian………..……….... 37

C. Variabel Penelitian……….. 37

D. Instrumen Penelitian……….……….. 38

E. Analisis Data..………. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. .. 52

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data………. 52

1. Kemampuan Awal Matematis Siswa... 52

2. Hasil Data KPM………...…….... 54

3. Hasil Data KBRM………...….… 58

4. Nilai N-Gain KPM………... 62

5. Niai N-Gain KBRM... 65

6. Data Sklaa Sikap... 68

7. Aktivitas Siswa dan Guru dalam Keompok MMPK... 70

B. Pembahasan atau Analisis Hasil temuan………... 74

1. Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa……...………... 75

2. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa…...…….. 80

3. Aktivitas Belajar Siswa...………....…. 86

4. Sikap Siswa... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN….……… 93

A. Kesimpulan………... 93

B. Saran……….... 94


(6)

iii

Halaman Tabel 1.1 Kedudukan Prestasi Matematika Siswa Indonesia di Tingkat

Internasional…………..………... 1

Tabel 3.1 Kriteria Penskoran KPM…..………..………... 39

Tabel 3.2 Kriteria Penskoran KBRM…..………..……….. 39

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Keandalan………..………..………... 41

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas……….………. 43

Tabel 3.5 Interpretasi Hasil Uji Coba Soal KPM dan KBRM…...………... 43

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda….………..……… 44

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal KPM dan KBRM……….………..……….…. 44

Tabel 3.8 Interpretasi Indeks Kesukaran…….……….………. 45

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Indeks Kesukaran Butir soal KPM dan KBRM……..……….………... 46

Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Data Hasil Ujicoba Butir tes KPM dan KBRM………. 46

Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain……….……... 50

Tabel 4.1 Data Kemampuam Awal Matematis Siswa ……… 53

Tabel 4.2 Uji Normalitas Data KAM Siswa...……...………. 54

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Mann-Whitney U KAM Kelas A dan B.…...……... 54

Tabel 4.4 Deskripsi Data Pretes dan Postes KPM..……….………...……….. 55

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Pretes KPM...………... 56

Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik Pretes KPM...……….. 57

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Postes KPM...……… 57

Tabel 4.8 Hasil Uji StatistikPostes KPM..………..……….... 58

Tabel 4.9 Deskripsi Statistik Pretes dan postes KBRM...…….………. 59


(7)

iv

Tabel 4.11 Hasil Uji Statistik Prestes KBRM ...……….……. 61

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Data Postes KBRM…...………...…….… 61

Tabel 4.13 Hasil Uji Statistik Data Postes KBRM... 62

Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Data Hasil N-Gain KPM...………. 63

Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas N-Gain KPM... 64

Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik N-Gain KPM... 65

Tabel 4.17 Statistik Deskrpitif Nilai N-Gain KBRM... 66

Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas N-Gain KBRM...……. 67

Tabel 4.19 Hasil Uji Satistik N-Gain KBRM...………... 68

Tabel 4.20 Rekapitulasi Skor JawabanSiswa terhadap Pembelajaran... 68

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Skor Jawaban Pernyataan Sikap... 69

Tabel 4.22 Rekapitulasi Skor JawabanSiswaterhadap Pembeajaran MMPK... 69

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Skor Jawaban Pernyataan Sikap... 70

Tabel 4.24 Hasil Pengamatan Aktivitas Beajar Guru selama PBM... 71

Tabel 4.25 Hasi Pengamatan Aktivitas Siswa selama PBM MMPK... 73

Tabel 4.26 Data Observasi Tingkat Keberhasian Beajar Siswa... 74


(8)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale………. 5

Gambar 4.1 Diagram Hasil Pretes KPM...………... 75

Gambar 4.2 Diagram Hasil Postes KPM... 76

Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa pada Soal KPM...……… 77

Gambar 4.4 Diagram Perbandingan Skor Pretes dan Postes KPM... 79

Gambar 4.5 Diagram Hasi Pretes KBRM……...……..……….. 81

Gambar 4.6 Diagram Hasil Postes KBRM…...……….. 82

Gambar 4.7 Contoh Jawaban Soal KBRM...…………... 83

Gambar 4.8 Diagram Perbandingan Rerata Skor Pretes dan Postes...… 85

Gambar 4.9 Aktivitas Siswa pada Tahap Reviu...…. 86

Gambar 4.10 Aktivitas Ketika Siswa Mempresentasikan PR yang dianggap Sulit... 87

Gambar 4.11 Aktivitas Diskusi Kelompok...…….. 87

Gambar 4.12 Aktivitas Bertanya pada Kelompok Lain...……… 88


(9)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pencapaian kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa beserta peningkatan kedua kemampuan tersebut melalui model pembelajaran Missori Mathematics Project Berbasis kontekstual (MMPK). Selain itu penelitian ini juga untuk melihat sikap siswa terhadap pembelajaran MMPK dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII di SMP Negeri 1 Pamanukan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Adapun sampel dari penelitian ini terdiri dari 41 siswa kelas VIIIA sebagai kelompok eksperimen dan 40 siswa kelas VIIIB sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.. Kelas eksperimen diberi model pembelajaran MMPK dan kelas kontrol diberi model pembelajaran Missori Mathematics Project (MMP). Instrumen tes berupa soal-soal uraian kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir reflektif yang diberikan sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan instrumen non-tes menggunakan angket skala sikap dan lembar observasi kegiatan guru dan siswa selama KBM berlangsung. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test dan Mann-Whitney Test, sedangkan analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahawa peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MMPK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran MMP. Adapun untuk kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kedua kelas tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, begitu pula untuk peningkatan berpikir reflektif matematis siswa pada kedua kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Analisis data angket skala sikap memperlihatkan bahwa selama mengikuti pembelajaran matematika dengan MMPK siswa bersikap positif baik dalam pembelajaran maupun manfaat yang diperoleh setelah pembelajaran.

Kata Kunci: Model Missouri Mathematics Project (MMP), MMP berbasis kontekstual, kemampuan pemahaman matematis, kemampuan berpikir reflektif matematis.


(10)

population of this research is student of SMPN 1 Pamanukan-Subang with 41 students of class VIIIA and 40 students of class VIIIB as sample. This research took sample by purposive sampling technique. Class VIIIA as experimental class acquired the learning MMPK and class VIIIB as control class acquired the learning MMP. The instrument of this research are test and non-test. The test used problem of mathematical understanding and problem of mathematical reflective thinking and non-test used observation class sheet and questionnaire. Analyzing quantitative data used Mann Whitney Test. The result on this research showed N-Gain mathematical-understanding ability of experimental class is better than control class, but N-Gain ability of mathematical reflective thinking, ability of mathematical-understanding and ability of mathematical reflective thinking did not different.

Keyword: Missouri Mathematic Project, Contextual based Missouri Mathematic Project, mathematical-understanding ability, ability of mathematical reflective thinking.


(11)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa merupakan salah satu indikator dari keberhasilan proses pembelajaran yang dapat diperoleh dari hasil evaluasi pada masing-masing mata pelajaran. Evaluasi belajar tidak hanya dilakukan oleh lembaga sekolah terkait, tetapi juga dilakukan oleh negara bahkan lembaga internasional. Salah satu lembaga yang sering melakukan evaluasi prestasi matematika adalah The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dengan tujuan untuk mengukur prestasi matematika dan sain siswa kelas 8 di seluruh negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi siswa di negara lain, dengan tujuaan untuk terus berusaha agar prestasi belajar matematika Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara yang lebih maju. Di bawah ini adalah tabel perbandingan skor matematika siswa kelas 8 SMP Indonesia menurut TIMSS di tingkat internasional.

Tabel 1.1

Perolehan Skor Matematika Siswa Indonesia di TIMSS

Tahun 1999 2003 2007 2011

Skor TIMSS Siswa Indonesia 403 411 397 386

̅ 487 467 500 500

Berdasarkan tabel di atas perolehan rerata skor matematika Indonesia dari tahun 2003 hingga 2011, cenderung menurun dan masih di bawah skor rerata internasional. Kemungkinan penyebabnya adalah butir soal yang diajukan oleh TIMSS jarang diperoleh siswa Indonesia. Soal-soal dalam TIMSS mengacu pada pengetahuan, penerapan, dan penalaran dengan tipe soal uraian, sedangkan evaluasi yang dilakukan pada siswa selama ini lebih banyak dengan soal-soal pilihan banyak, sehingga kemungkinan siswa untuk menebak sangat tinggi, dan berimplikasi pada biasnya hasil evaluasi. Di samping itu, soal yang diajukan lebih


(12)

fokus pada masalah rutin sehingga proses berpikir yang lebih tinggi belum tersentuh.

Hasil skor matematika Indonesia di TIMMS 2011 pada ranah pemahaman hanya mencapai nilai 378 artinya lebih rendah 8 poin dari rerata skor keseluruhan. Hal tesebut cukup memprihatinkan karena kemampuan pemahaman merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika, seperti yang tertuang pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan model yang diperoleh;

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kelima tujuan di atas memperlihatkan kemampuan pemahaman merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh siswa. Kompetensi ini seringkali kurang dilatih dengan baik, sehingga siswa-siswa lebih condong pada proses menghafal algoritma dan prosedur dalam memecahkan masalah matematis. Seringkali dengan alasan mengejar target kurikulum, terkadang guru terjebak untuk melakukan transfer pengetahuan dan mengabaikan proses terjadinya pengetahuan itu didapat. Hal ini diperkuat dengan maraknya buku-buku, pelatihan-pelatihan dan tempat bimbingan belajar yang mengajarkan “rumus


(13)

cepat”. Rumus cepat ini banyak disukai siswa, karena tanpa proses yang bertele-tele dapat menjawab soal pilihan ganda dengan cepat.

Menurut Dahlan (2011:4.3) setiap model pembelajaran harus menyertakan hal pokok dari pemahaman. Pemahaman dikatakan sebagai hal pokok karena seorang siswa tidak akan mampu memecahkan masalah dan mengomunikasikan gagasan jika pemahaman yang benar tentang konsep dan prosedur yang mendasari masalah tersebut tidak dikuasai. Jika seorang siswa telah memahami suatu konsep dan memahami prosedur-prosedur maka ketika ia bertemu dengan sebuah permasalahan yang berhubungan dengan konsep tersebut dia akan dengan mudah dapat menyelesaikannya. Dengan kata lain pemahaman konsep dan prosedur dalam pembelajaran sangatlah penting.

Skemp (Khiat, 2010:1462) membedakan pembelajaran matematika ke dalam pemahaman konsep dan pemahaman proses. Skemp percaya bahwa pemahaman konsep dicapai jika seorang siswa memakai prinsip-prinsip pokok yang menciptakan sebuah teori atau rumus khusus dan prinsip-prinsip itu berhubungan dengan teori-teori atau rumus-rumus yang lainnya. Hal ini menunjukkan ketika seorang siswa sudah memahami suatu konsep, maka ia akan dengan mudah mengaitkan konsep atau teori-teori itu dengan konsep-konsep atau teori-teori yang lainnya. Dalam hal mengaitkan konsep-konsep-konsep-konsep ini Wahyudi (2008: 51-52), memberikan contoh diantaranya:

1) Siswa pra TK sampai kelas 2 sekolah dasar mengenali kejadian-kejadian berhitung, angka, dan bangun; siswa sekolah dasar di kelas-kelas yang lebih tinggi mencari berbagai kejadian operasi-operasi aritmetik, dan para siswa di kelas-kelas pertengahan mencari contoh-contoh bilangan rasional, proporsionalitas, dan relasi-relasi linear.

2) Para siswa sekolah menengah siap untuk mencari hubungan-hubungan antar banyak gagasan matematis yang mereka temui. Contohnya metode untuk mencari volum piramida persegi yang dipotong diisyaratkan oleh metode mencari luas trapesium.


(14)

Pada contoh di atas, pada proses ketika siswa mencari hubungan-hubungan antar gagasan, artinya siswa sudah memahami bagaimana menggunakan pengetahuan yang sudah didapatnya. Siswa sudah dapat membangun suatu pandangan bahwa matematika sebagai keutuhan yang berhubungan dan terpadu, mereka tidak condong untuk memandang konsep-konsep matematis secara terpisah dan tidak akan memandang matematika sebagai sekumpulan aturan yang berdiri sendiri.

Ketika siswa memutuskan menggunakan suatu konsep/aturan untuk menyelesaikan masalah, akan terjadi proses mengevaluasi, seperti aturan mana yang lebih tepat untuk dipakai, melihat relevansi antara konsep, dan merenungkannya kembali apakah keputusan yang diambilnya sudah tepat atau belum. Proses yang terjadi ini merupakah salah satu dari kegiatan merefleksi. Merefleksi pengetahuan yang didapat sebelumnya untuk menyelesaikan masalah merupakan salah satu bentuk dari hasil berpikir reflektif. Berpikir reflektif merupakan suatu proses yang membutuhkan keterampilan-keterampilan yang secara mental memberi pengalaman dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh pada situasi-situasi yang lain (Noer, 2010:5).

Kemampuan berpikir reflektif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus terus dikembangkan, sedangkan pembelajaran matematika di sekolah kurang memperhatikannya dan masih banyak guru yang hanya memberikan rumus jadi sehingga kemampuan berpikir reflektif siswa-siswa sekolah kita masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi pendahuluan pada penelitian Nindiasari (2010) yang mengatakan bahwa, terdapat 60% siswa salah satu SMA Kabupaten Tangerang Banten masih lemah di dalam beberapa indikator kemampuan berpikir reflektif matematis.

Kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif seperti yang disebutkan di atas tidak akan diperoleh siswa jika siswa hanya dibekali hapalan konsep-konsep dan rumus-rumus. Agar kemampuan-kemampuan itu dimiliki, seorang siswa harus mengalami pembelajaran bermakna. Teori Ausubel (Bell, 1978:131), bahwa


(15)

belajar bermakna (meaningful learning) lebih baik daripada belajar hapalan (rote learning), karena dalam pembelajaran bermakna siswa belajar dengan mengaitkan pengalaman-pengalaman atau pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya dengan pengetahuan baru sehingga siswa lebih mudah memahami dan mempelajari atau dengan kata lain siswa tidak hanya menerima pengetahuan tetapi siswa mengalami proses mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk mengalami proses mendapatkan pengetahuan tersebut, siswa harus diajak beraktivitas dan dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar siswa memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan siswa memperoleh informasi dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Dalam hal ini, beberapa topik tidak mungkin disediakan alat nyata, untuk itu guru dapat menggantinya dengan model atau wujud situasi. Hal ini akan dapat meningkatkan daya bertahan pemahaman dalam pikiran siswa. Seperti pepatah yang mengatakan: saya dengar, saya lupa; saya lihat, saya ingat; saya kerjakan, saya mengerti (Muslich, 2008). Pernyataan bahwa belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran, dapat dilihat dari piramida dari hasil penelitian Edgar Dale, berikut ini:

Yang diingat: 10%

20% 30%

40% 70%

90%

Gambar 1.1 Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale baca

dengar lihat

Lihat dan dengar katakan

Katakana dan lakukan baca

dengar

lihat

Lihat dan dengar katakan Katakan dan lakukan


(16)

Pada proses belajar mengalami, siswa diharapkan dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada. Dengan kata lain pengetahuan yang ia dapat bukan pemberian tetapi tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman baru berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam

pikirannya, sebagaimana yang dinyatakan Bodner (Shadiq, 2009) “….knowledge is constructed as the learner strives to organized his or her experience in term of preexisting mental structures”.

Seperti diketahui bahwa matematika adalah ilmu yang memiliki karakteristik dengan kajian objek yang abstrak, maka dalam menyajikannya hendaklah berusaha mengurangi sifat abstraknya tersebut, sehingga memudahkan siswa menangkap ide-ide dari pembelajaran matematika tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Susilawati (2009), bahwa seorang guru matematika harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika, sehingga siswa mudah menangkap pelajaran matematika di sekolah, sesuai dengan perkembangan berpikir reflektifnya. Untuk itu harus mengusahakan agar fakta, konsep, operasi, ataupun prinsip dalam matematika terlihat dengan jelas.

Salah satu upaya untuk mengurangi keabstrakan dalam pembelajaran matematika, yaitu dengan melibatkan benda-benda konkret atau model-model sebagai sarana untuk menanamkan konsep-konsep matematika. Cara belajar dengan pengalaman yang membawa siswa ke alam nyata, kita kenal dengan belajar kontekstual. Menurut Bern & De Stefano (Jacob, 2003) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsepsi (pendekatan) mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan konten pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai keluarga, warga kota, dan pekerja, serta memotivasi siswa dengan mengajak bekerja keras yang membutuhkan belajar. Selanjutnya dikatakan oleh Dahlan (2011) CTL adalah suatu pendekatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan di dalamnya siswa dimungkinkan menerapkan pemahaman serta kemampuan akademik mereka dalam berbagai variasi konteks, di dalam maupun di luar kelas, untuk


(17)

menyelesaikan permasalahan nyata atau permasalahan yang disimulasikan baik sendiri-sendiri maupun kelompok.

Kebutuhan dalam mengurangi keabstrakan matematika, tidak hanya dibutuhkan oleh siswa sekolah dasar. Setingkat siswa SMP pun masih membutuhkan benda-benda konkret atau model-model untuk memvisualisasikan konsep. Meskipun usia siswa SMP sudah dalam kategori berpikir abstrak pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum bisa berpikir konkret secara utuh. Hal ini dapat terjadi karena adanya wajib belajar sembilan tahun sehingga banyak siswa berkemampuan rendah seolah dipaksa belajar dengan kesiapan mental yang belum mampu mengikuti pelajaran yang harus mereka ikuti (Ruseffendi, 2009).

Di samping dengan belajar mengalami, membangun pemahaman akan lebih mudah apabila siswa dapat mengomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru (Depdiknas, 2006). Dengan demikian siswa akan memiliki kompetensi memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan tampak nyata (Kemendikbud: 2013).

Mengomunikasikan gagasan kepada teman atau guru membutuhkan keterampilan sosial. Untuk mendapatkan keterampilan ini tidak didapat dengan serta merta tetapi harus dilatih. Keterampilan sosial didapat jika siswa belajar dengan kelompok, karena dalam kelompok siswa dapat berinteraksi dengan siswa yang lain. Tugas guru sebagai fasilitator dan sumber belajar tetap harus dijaga, agar pembelajaran berlangsung secara kondusif, artinya siswa tidak dibiarkan begitu saja dalam mengkonstruksi pemahamannya tetapi guru tetap harus


(18)

memantau kontruksi pemahaman siswa yang didapat dari pengalaman belajarnya agar tidak terjadi kesalahan konsep.

Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, kemampuan awal matematis siswa dan sikap siswa terhadap matematika juga diprediksi sebagai salah satu faktor yang mendukung keberhasilan suatu pembelajaran. Siswa dengan kemampuan awal baik dan memiliki sikap positif terhadap matematika, dipastikan akan lebih mudah dalam memahami pembelajaran. Ketika siswa memiliki kemampuan awal matematis yang baik, maka siswa tersebut telah memiliki pengetahuan dasar yang memadai untuk memperkuat konsep yang akan dipelajarinya, apalagi jika ditunjang dengan penerimaan siswa yang baik terhadap pembelajarannya, maka akan semakin memudahkan siswa untuk mempelajari dan memahami materi, dibandingkan dengan sikap siswa yang cenderung negatif. Hal ini disebabkan oleh faktor psikologi juga cukup mempengaruhi keadaan seseorang untuk menerima suatu perubahan di dalam dirinya karena jika seorang siswa memiliki sikap negatif maka akan sulit baginya untuk menerima pembelajaran.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis menduga bahwa Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) berbasis kontekstual dapat meningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa. Penelitian ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Sopiany (2013) bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa (penelitian yang dilakukan pada siswa SMP kelas IX). Untuk peningkatan berpikir reflektif, peneliti mengacu kepada hasil penelitian Noer (2010) yang dilakukan pada siswa SMP kelas IX bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual merupakan salah satu model pendekatan pembelajaran yang diawali dengan mengajak siswa untuk mereviu pengalaman yang mereka peroleh, melatih siswa untuk memecahkan permasalahan secara bersama dalam kelompok dan mengimplementasikan hasil belajarnya itu pada kerja mandiri, sehingga pada model pembelajaran ini siswa


(19)

dituntut untuk bisa belajar dari pengalamannya dan menggunakannya dalam memecahkan masalah yang ia hadapi.

Pemilihan pendekatan pembelajaran ini juga mengacu pada keheterogenan siswa di dalam kelas dengan harapan dapat mengakomodasi seluruh siswa tersebut. Ada kemungkinan bahwa siswa yang kemampuannya sedang atau rendah, apabila pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan keadaan mereka, maka kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematisnya akan berkembang ke arah yang lebih baik secara signifikan.

Penelitian ini mengkaji pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) berbasis kontekstual terhadap peningkatan pemahaman dan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (studi eksperimen di SMP Negeri 1 Pamanukan).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)?

2. Apakah kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)?

3. Apakah peningkatan pemahaman matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)?

4. Apakah peningkatan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual


(20)

(MMPK) lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)?

5. Bagaimanakah sikap siswa terhadap model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah diungkapkan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membandingkan kemampuan pemahaman pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).

2. Membandingkan kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).

3. Memperoleh informasi kualitas peningkatan pemahaman matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) dan siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).

4. Memperoleh informasi kualitas peningkatan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK) dan siswa yang memperoleh model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) .

5. Mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual (MMPK).

D. Pentingnya dan Manfaat Penelitian

Permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa penting untuk diteliti, karena kemampuan tersebut merupakan sebagian dari tujuan utama pendidikan nasional sesuai dengan


(21)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006. Kemampuan tersebut selain diperlukan oleh para siswa dalam menjalani era Globalisasi juga sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Diterapkannya model pembelajaran MMPK pada penelitian ini, diharapkan terjadinya keadaan siswa yang terbiasa belajar mendapatkan pengetahuan dengan proses. Dengan demikian diharapkan di masa yang akan datang para siswa menjadi generasi yang rajin dan tekun, bukan generasi yang mendapatkan sesuatu dengan cara instan. Sehingga mereka memiiki mental yang kuat, tidak cengeng ketika menghadapi masalah. Memiliki kepribadian yang berani mengungkapkan pendapat sekaligus menghargai perbedaan pendapat orang lain.

Adapun manfaat diadakannya penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi guru matematika, diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi bahan pertimbangan daam memilih mode pembelajaran.

3. Bagi peneliti lainnya, sebagai sumbangan pemikiran, sekaligus sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran dalam upaya peningkatan kualitas siswa dalam proses pembelajaran.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada rumusan masalah dalam penelitian ini,maka perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1 Model Missouri Mathematics Project (MMP) berbasis kontekstual adalah pembelajaran matematika yang menekankan pada pemberian tugas-tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok dan secara mandiri, yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata atau pengalaman siswa dan mengarahkan siswa untuk membangun konsep dengan materi dalam bentuk permasalahan yang konteksnya cocok dengan lingkungan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan langkah-langkah sebagai


(22)

berikut: 1) pendahuluan atau reviu; 2) pengembangan; 3) latihan dengan bimbingan guru; 4) kerja mandiri dan 5) penutup.

2 Pembelajaran MMP adalah model pembelajaran kooperatif dan mandiri dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) pendahuluan atau review; 2) pengembangan; 3) latihan dengan bimbingan guru; 4) kerja mandiri; 5) penutup (pemberian rangkuman dan PR).

3 Kemampuan pemahaman matematis adalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyerap makna dan memahami konsep dari materi yang telah dipelajari, meliputi: melakukan perhitungan sederhana, mengaplikasikan konsep, dan menafsirkan informasi.

4 Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam situasi-situasi yang lain, memodifikasi pemahaman berdasarkan informasi dan pengalaman-pengalaman baru, yang meliputi 3 fase yaitu: 1) reacting, dalam arti bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap peristiwa/situasi/masalah, seperti memberi pendapat/komentar dengan didasari teori; 2) elaborating, dalam penelitian ini diartikan kemampuan untuk membandingkan suatu keadaan dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada suatu prinsip umum/suatu teori; 3) contemplating, dalam arti berpikir secara mendalam untuk menyelesaikan permasalahan dan mengevaluasi kembali penyelesaian yang sudah dilakukan.


(23)

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksprerimen atau eksperimen semu dengan desain eksperimen perbandingan kelompok statistik. Penelitian ini terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu, kelompok eksperimen adalah kelompok siswa (kelas) yang pembelajarannya menggunakan membelajaran MMP berbasis kontekstual sedangkan kelompok kontrol (kelompok pembanding) adalah kelompok siswa (kelas) yang pembelajarannya hanya menggunakan pembelajaran MMP. Pertimbangan penggunaan desain ini adalah bahwa kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.

Dengan demikian, untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan pemahaman dan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa terhadap pembelajaran matematis, digunakan penelitian dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen, yaitu subjek tidak dikelompokkan secara acak (Ruseffendi, 2010: 52). Desain tersebut dapat dilihat seperti di bawah ini.

O X1 O ---

O X2 O (Ruseffendi, 2010: 53) Keterangan:

X1 = Pembelajaran MMP berbasis kontekstual (MMPK) X2 = Pembelajaran MMP

O = Pretes/postes kemampuan pemahaman dan berfikir reflektif matematis dari model pembelajaran masing-masing kelas

--- = subjek tidak dipilih secara acak

Desain ini tidak berbeda dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Perbedaannya terletak pada pengelompokan subjek yang tidak secara acak. Pengelompokan baru di lapangan, seringkali tidak memungkinkan, karena setiap institusi pendidikan tidak mungkin mengijinkan apabila siswanya dikelompokkan


(24)

lagi secara acak. Terkait dengan hal itu, maka sebaiknya kelompok yang dibandingkan kondisinya seserupa mungkin.

B.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Pamanukan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Pengambilan populasi ini didasarkan pada pertimbangan, sebagai berikut:

1. Secara umum, kemampuan kognitif siswanya dapat mewakili keadaan kemampuan siswa kelas VIII di kabupaten Subang, dibuktikan prestasi siswanya tidak berada di level sekolah rendah dan juga tidak merupakan yang terbaik di Kabupaten Subang.

2. Secara umum, siswanya tidak mengikuti bimbingan belajar sehingga prestasi belajarnya tidak dipengaruhi adanya belajar tambahan di luar sekolah.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposip disebabkan adanya kelas unggulan sehingga tidak semua kelas memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Dari hasil diskusi dengan para pengajar di kelas VIII maka sampel yang akan digunakan pada penelitian adalah kelas VIIIA dan VIIIB. Selanjutnya untuk melihat kedua kelas ini bisa dijadikan sampel maka dilakukan tes kemampuan awal matematika yang datanya diambil dari hasil tes masuk dan tes kenaikan kelas. Hasil dari uji statistic terhadap kemampuan awal matematika didapat kesimpulan bahwa kemampuan awal matematika siswa pada kedua kelas tersebut tidak terdapat perbedaan.

C.Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi, dikendalikan atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini mengkaji tentang implementasi pembelajaran matematis di kelas VIII SMP dengan model pembelajaran MMP dengan kontekstual untuk melihat pengaruhnya terhadap pengembangan dan peningkatan pemahaman dan berpikir reflektif matematis terhadap matematis. Penelitian ini juga membandingkan perlakuan antara model pembelajaran MMP dengan kontekstual dan model pembelajaran MMP.


(25)

Berdasarkan uraian di atas, variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga yaitu variabel terikat dan variabel bebas.

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau penyebab, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah pembelajaran MMP berbasis kontekstual (MMPK).

2. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, yaitu faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas. Faktor ini muncul atau tidak muncul/berubah sesuai dengan yang diperkenalkan peneliti. Dalam penelitian ini variabel terikatnya kemampuan pemahaman matematis (KPM) siswa dan berpikir reflektif matematis (KBRM) siswa.

3. Variabel kontrol adalah variabel yang diusahakan untuk dinetralisasi oleh peneliti. Dalam penelitian ini, variabel kontrol adalah KAM.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes terdiri dari tes kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis, sedangkan instrumen non-tes terdiri dari angket skala sikap siswa dan lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.

1. Tes

Tes yang dimaksud yaitu tes KAM, tes kemampuan pemahaman matematis, dan tes kemampuan berpikir reflektif matematis. Tes KAM berupa soal pilihan banyak. Soal tes KAM adalah soal ulangan umum semester genap kelas VII tahun ajaran 2012/2013. Tes kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa berupa soal-soal uraian. Tes ini diberikan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes) terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan jadwal jam pelajaran matematis sesuai dengan kelas yang bersangkutan. Soal tes


(26)

kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif, yaitu soal-soal yang mengacu pada materi pemetaan dan fungsi.

Penyusunan tes kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa, diawali dengan membuat kisi-kisi tes yang mencakup pokok bahasan, aspek kemampuan yang diukur, indikator serta banyaknya butir tes. Setelah itu dilanjutkan dengan menyusun tes beserta kunci jawaban dan pedoman pemberian skor untuk masing-masing butir tes.

Di bawah ini adalah pedoman penskoran pada tes Pemahaman dan berpikir reflektif

Tabel 3.1

Kriteria Penskoran KPM Aspek yang

Diukur

Skor Respon Siswa

Melakukan perhitungan

sederhana

0 Tidak menjawab atau jawaban tidak relevan dengan soal.

1 Menjawab dan jawaban relevan dengan soal, tetapi mengandung perhitungan yang salah.

2 Penggunaan algoritma tidak lengkap dan benar tetapi ada perhitungan yang salah.

3 Penggunaan algoritma lengkap dan benar tetapi ada perhitungan yang salah.

4 Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar serta melakukan perhitungan dengan benar.

Kemampuan menafsirkan informasi

0 Tidak menjawab atau menjawab salah.

1 Jawaban benar tetapi tidak memberikan alasan. 2 Jawaban benar tetapi alasan tidak relevan. 3 Jawaban benar dan alasan tidak lengkap. 4 Jawaban benar dan alasan lengkap.

Aplikasi konsep

0 Tidak menjawab, kalaupun ada jawaban tidak menunjukkan adanya pemahaman konsep dan rumus terhadap soal.

1 Penggunaan konsep dan rumus terhadap soal sangat terbatas dan jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah.

2 Penggunaan konsep dan rumus terhadap soal kurang lengkap, penggunaan algoritma tidak lengkap dan mengandung perhitungan yang salah. 3 Penggunaan konsep dan rumus terhadap soal

hampir lengkap, penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan.


(27)

4 Penggunaan konsep dan rumus terhadap soal lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar serta melakukan perhitungan dengan benar.

Tabel 3.2

Kriteria Penskoran KBRM Aspek yang

Diukur

Skor Respon Siswa

Reacting

0 Tidak menjawab. 1 Menjawab tetapi salah.

2 Menuliskan sifat-sifat yang dimiliki masalah dan menjawab permasalahan tetapi tidak tuntas. 3 Menuliskan sifat-sifat yang dimiliki masalah dan

menjawab permasalahan tetapi jawaban salah. 4 Menuliskan sifat-sifat yang dimiliki masalah dan

menjawab permasalahan dengan benar.

Comparing

0 Tidak menjawab atau jawaban tidak relevan dengan permasalahan.

1 Memberikan jawaban tanpa evaluasi.

2 Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini. dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu rumus umum atau teori tetapi tidak memberi alasan. 3 Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini

dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu rumus umum atau teori.

4 Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu rumus umum atau teori dan memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut dan jawaban benar.

Contemplating

0 Tidak menjawab atau jawaban tidak relevan dengan permasalahan.

1 Menguraikan, menginformasikan jawaban

berdasarkan masalah yang dihadapi, tetapi jawaban salah.

2 Menguraikan, menginformasikan jawaban

berdasarkan masalah yang dihadapi tetapi jawaban benar.

3 Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan masalah yang dihadapi dan mempertentangkan dengan jawaban lain. 4 Menguraikan, menginformasikan jawaban

berdasarkan masalah yang dihadapi,

mempertentangkan jawaban dengan jawaban lain, kemudian memberikan rekomendasi.


(28)

Sebelum soal-soal kemampuan pemahaman dan bepikir reflektif diujucobakan, peneliti meminta pertimbangan dan saran dari berbagai pihak, seperti guru senior, arahan dosen pembimbing dan dosen lainnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi validitas isi dan validitas muka dari instrumen yang digunakan. Setelah diujicobakan kepada siswa kelas IX-D semester ganjil SMPN 1 Pamanukan, selanjutnya data diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2010.

1) Menentukan Reliabilitas Tes

Reliabilitas suatu alat ukur ialah ketetapan instrumen itu mengukur, atau ketetapan siswa menjawab soal-soal. (Ruseffendi, 1991: 187), karena tes menggunakan tes uraian maka untuk menentukan keandalan butir tes menggunakan Rumus Alpha (Cronbach Alpha):

2) 2

2 2 1 j i j DB DB DB b b

r

(Ruseffendi, 1991:193) 3) Keterangan:

r

= Koefisien keandalan B = Banyaknya butir tes

2 i

DB = Variansi skor butir tes ke-i 2

j

DB = Variansi skor seluruh butir tes

Berdasarkan klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 1991:197), dengan sedikit modifikasi, tingkat keandalan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Tingkat Keandalan Nilai

r

Tingkat Keandalan 0,00 ≤

r

< 0,20 Kecil

0,20 ≤

r

< 0,40 Rendah 0,40 ≤

r

< 0,70 Sedang 0,70 ≤

r

< 0,90 Tinggi 0,90 ≤

r

≤ 1,00 Sangat tinggi


(29)

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan SPSS 16 for Windows, diperoleh rhitung untuk soal-soal pemahaman sebesar 0,736 dan untuk soal-soal berpikir reflektif matematis sebesar 0,877 lebih besar dari nilai rtabel dengan dk 31 dan  = 0,05 yaitu sebesar 0,0355. Dengan demikian soal-soal tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.2.

4) Menentukan Validitas Butir Tes

Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi. Valid, berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2010: 121). Validitas yang dinyatakan di dalam penelitian ini adalah validitas instrumen, yang tidak berlaku secara umum. Artinya, apabila instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan valid (dapat memberikan informasi yang sesuai dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini), maka instrumen tes ini tidak dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang lain diluar dari tujuan penelitian ini.

Validitas yang dilakukan dalam penelitian ini, terdiri dari validitas teoritis (logika) dan validitas empiris (kriterium). Validitas teoritis suatu alat evaluasi, yaitu validitas yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik atau logika, sedangkan validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.

Tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi sebagai penentu kriteria dalam validitas empiris, dibuat melalui perhitungan koefisien korelasi. Dengan bantuan SPSS versi 16.0 for Window, signifikansi koefisien korelasi diuji melalui hipotesis, sebagai berikut:

H0 : Skor masing-masing butir soal tidak berkorelasi dengan skor total atau butir soal tidak valid.

H1 : Skor masing-masing butir soal berkorelasi dengan skor total atau butir soal valid.

Kriteria pengujiannya pada taraf signifikansi  = 0,05 , adalah tolak H0, jika P-value (Sig.) < 0,05 , selain itu H0 diterima.

Dalam mengukur validitas tiap butir tes, digunakan korelasi Pearson r:


(30)

{√ ∑ ∑ ∑ ∑ } {√ ∑ } (Ruseffendi, 1991:181) Keterangan:

r = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = Banyaknya sampel

X = Skor soal nomor ke-i setiap siswa Y = Skor total setiap siswa

Interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan pada tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 ≤ < 1,00 Sangat Tinggi 0,60 ≤ < 0,80 Tinggi

0,40 ≤ < 0,60 Cukup

0,20 ≤ < 0,40 Rendah 0,00 ≤ < 0,20 Kurang

Untuk mengukur nilai koefisien korelasi dan melihat valid tidaknya suatu butir soal, perhitungan dan uji tersebut menggunakan bantuan SPSS versi 16.0 for Window. Kriteria pengujiannya pada taraf signifikansi α = 0,05 adalah tolak H0 jika nilai probabilitas (sig) < 0,05. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah: H0: Skor masing-masing butir soal tidak berkorelasi dengan skor total atau butir

soal tidak valid.

H1: Skor masing-masing butir soal berkorelasi dengan skor total atau butir soal valid.

Hasil uji statistik untuk uji validitas butir soal dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.


(31)

Tabel 3.5

Interpretasi Validitas Hasil Ujicoba SoalKPMS dan KBRMS No

soal Kemampuan

rxy

sig. Kesimpulan Nilai

rxy

Interpretasi

1 Pemahaman Matematis 0,78 Tinggi 0,000

0,05

Valid 2 Pemahaman Matematis 0,50 Cukup 0,027 Valid 3 Pemahaman Matematis 0,78 Tinggi 0,000 Valid 4 Pemahaman Matematis 0,76 Tinggi 0,000 Valid 5 Pemahaman Matematis 0,63 Tinggi 0,000 Valid 6 Berpikir Reflektif Matematis 0,87 Sangat tinggi 0,000 Valid 7 Berpikir Reflektif Matematis 0,93 Sangat tinggi 0,000 Valid 8 Berpikir Reflektif Matematis 0,78 Tinggi 0,000 Valid 9 Berpikir Reflektif Matematis 0,74 Tinggi 0,000 Valid 10 Berpikir Reflektif Matematis 0,73 tinggi 0,000 Valid

5) Menentukan Daya Pembeda (DP) Butir Soal

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan DP butir tes adalah sebagai berikut (Team UPI, 2003):

1. Urutkan skor siswa dari skor tertinggi hingga skor terendah

2. Ambil sebanyak 27% siswa yang skornya tinggi, yang selanjutnya disebut

kelompok atas dan siswa yang skornya rendah, yang selanjutnya disebut kelompok bawah.

3. Menurut DP butir tes. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut

-

Skor maksimum ideal butir soal

A B A JB JB DP JS   dengan: A

JB = Jumlah skor dari siswa kelompok atas. B

JB = Jumlah skor dari siswa kelompok bawah. A

JS = Banyak siswa kelompok atas. DP = Daya Pembeda


(32)

Tabel 3.6

Interpretasi Daya Pembeda

DP Interpretasi

0,70 DP ≤ 1,00 Sangat Baik

0,40 DP ≤ 0,70 Baik

0,20 DP ≤ 0,40 Cukup

0,00 DP ≤ 0,20 Jelek

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

Berdasarkan hasil perhitungan ujicoba, diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal KPMS dan KBRMS

No Soal Kemampuan DP Interpretasi

1 Pemahaman Matematis 0,78 Sangat Baik 2 Pemahaman Matematis 0,33 Cukup 3 Pemahaman Matematis 0,72 Sangat Baik 4 Pemahaman Matematis 0,58 Baik 5 Pemahaman Matematis 0,56 Baik 6 Berpikir Reflektif Matematis 0,64 Baik 7 Berpikir Reflektif Matematis 0,69 Baik 8 Berpikir Reflektif Matematis 0,39 Cukup 9 Berpikir Reflektif Matematis 0,44 Baik 10 Berpikir Reflektif Matematis 0,47 Baik

6) Indeks Kesukaran (IK) Butir Soal

Indeks Kesukaran (IK) adalah tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. Untuk menentukan indeks kesukaran butir tes (IK) langkah-langkah yang dilakukan hampir sama seperti menentukan daya pembeda. Langkah-langkahnya yaitu:

1. Mengurutkan perolehan skor seluruh siswa, dari yang skor tertinggi sampai skor terendah.

2. Ambil 27% siswa yang skornya tinggi, untuk kelompok atas, dan 27%, siswa yang skornya rendah, untuk kelompok bawah.


(33)

( ) Skor maksimum ideal butir soal A B A B JB JB IK JS JS     dengan:

IK = Indeks Kesukaran A

JB = Jumlah skor dari siswa kelompok atas. B

JB = Jumlah skor dari siswa kelompok bawah. A

JS = Banyak siswa kelompok atas. B

JS = Banyak siswa kelompok bawah.

Untuk menginterpretasikan IK butir tes yang diolah tersebut menggunakan kategori pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Interpretasi Indeks Kesukaran

IK Interpretasi

IK = 1,00 Soal terlalu mudah 0,70 ≤ IK  1,00 Soal Mudah 0,30 ≤ IK  0,70 Soal Sedang 0,00 ≤ IK  0,30 Soal Sukar

IK  0,00 Soal Terlalu Sukar

Berdasarkan hasil perhitungan ujicoba, diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Indeks Kesukaran Butir Soal KPMS dan KBRMS

No Soal Kemampuan IK Interpretasi

1 Pemahaman Matematis 0,50 Sedang 2 Pemahaman Matematis 0,19 Sukar 3 Pemahaman Matematis 0,36 Sedang 4 Pemahaman Matematis 0,54 Sedang 5 Pemahaman Matematis 0,58 Sedang 6 Berpikir Reflektif Matematis 0,35 Sedang 7 Berpikir Reflektif Matematis 0,35 Sedang 8 Berpikir Reflektif Matematis 0,50 Sedang 9 Berpikir Reflektif Matematis 0,39 Sedang 10 Berpikir Reflektif Matematis 0,24 Sukar


(34)

7) Rekapitulasi Hasil Perhitungan Data Ujicoba Instrumen Tes

Oleh karena keterbatasan waktu KBM, maka tidak semua soal yang telah diuji dijadika sebagai tes untuk menguji kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis pada kedua kelas. Adapun hasil rekapitulasi dan kesimpulan soal dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10

Rekapitulasi Analisis Data Hasil Ujicoba Butir Tes KPM dan KBRM No Soal Interpretasi Reliabilitas Interpretasi Validitas Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Indeks Kesukaran Keterangan 1 Tinggi

Valid Sangat Baik Sedang T. Dipakai

2 Valid Cukup Sukar Dipakai

3 Valid Sangat Baik Sedang Dipakai

4 Valid Baik Sedang Dipakai

5 Valid Baik Sedang T. dipakai

6 Valid Baik Sedang Dipakai

7 Valid Baik Sedang T. Diapaki

8 Valid Cukup Sedang Dipakai

9 Valid Baik Sedang Dipakai

10 Valid Baik Sukar T.Dipakai

Pertimbangan untuk mengambil soal mana yang akan dijadikan instrumen, selain hasil dari ujivaliditas dan reliabilitas, juda berdasarkan masukan-masukan dari validator (kepala sekolah, dan rekan guru senior). Untuk soal-soal pemahaman (1-5), berdasarkan masukan dari validator dan juga pertimbangan peneliti soal yang dipakai adalah soal nomor 2, 3, dan 4. Pertimbangan nomor 2 yang dipakai, agar soal bervariasi, tidak pada taraf sedang semua. Untuk soal-soal berpikir reflektif matematis (6-10), soal yang dipakai yaitu soal nomor 6, 8, dan 9. Alasan peneliti dan validator tidak menggunakan soal nomor 10, karena soal 10 termasuk soal sukar, dan soal berpikir reflektif membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikannya jika dibandingkan dengan soal pemahaman, sehingga dikhawatirkan waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan semua soal yang diberikan.


(35)

2. Skala Sikap

Seseorang yang prestasi belajarnya baik dalam matematika belum tentu ia menyukai matematika. Mungkin, belajar sungguh-sungguhnya itu karena terpaksa atau karena diwajibkan (Ruseffendi, 1991: 114). Dari pernyataan tersebut maka sikap siswa terhadap pembelajaran matematis dengan pembelajaran model Missouri Mathematics Project (MMP) berbasis kontekstual perlu untuk diketahui.

Model skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.Pada model skala Likert, terdapat sejumlah pernyataan yang harus dijawab. Jawaban yang harus diberikan adalah sebagai berikut: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral/tidak punya pendapat (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Ruseffendi, 1991:116).

Pemberian nilai dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah sangat setuju (SS) diberi skor 5, setuju (S) diberi skor 4, Netral diberi skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju (S) diberi skor 2, Netral diberi skor 3 tidak setuju (TS) diberi skor 4, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5.

3. Lembar Observasi Siswa dan Guru

Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2009: 153). Selanjutnya, (Sudjana, 2010) menyatakan bahwa melalui pengamatan, dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya.

Untuk mengetahui hasil dari observasi guru dan siswa selama pembelajaran, digunakan skala pengukuran dengan cara sebagai berikut: skor pengamatan  banyak pernyataan  pertemuan. Kategori pada lembar pengamatan


(36)

untuk guru terdiri dari lima yaitu Sangat Baik (A=5), Baik (B=4), Cukup (C=3), Buruk (D=2), dan Sangat Buruk (E=1). Sedangkan untuk lembar observasi siswa terdiri dari tiga yaitu Baik (B=3), Cukup (C=2), dan Kurang (K=1).

Adapun pembuatan klasifikasi sikap mengacu pada pengukuran dan instrumen penelitian Sugiyono (2011: 137), gambaran skala pengukurannya adalah sebagai berikut:

1) Skala Pengukuran Observasi Guru a. Nilai terendah : 1 × 9 × 8 = 72 b. Nilai tertimggi: 5 × 9 × 8 = 360

Secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut:

2) Skala Pengukuran Observasi Siswa a. Nilai terendah: 1 × 10 × 8 = 80 b. Nilai tertimggi: 3 × 10 × 8 = 240

Secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut:

E. Analisis Data

Data yang akan diperoleh pada penelitian ini, terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas. Hasil data kuantitatif terdiri dari data pretes kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis, postes kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa, serta nilai gain ternormalisasi N-Gain untuk kemampuan pemahaman dan berpikir reflektif matematis siswa, selanjutnya dianalisis secara statistik, yang diawali dengan analisis deskriptif, sedangkan, sedangkan hasil pengamatan/ observasi aktivitas/ kegiatan siswa dalam pembelajaran, dianalisis secara deskriptif. Perhitungan data statistik dalam

D C B

360

144

72 216 288

A E

160

80 240

C B


(37)

penelitian ini menggunakan Software Microsoft Office Excel 2010 dan SPSS 16 untuk memudahkan proses perhitungan data statistik.

1. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman/Berpikr Reflektif Matematis Siswa

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Jawaban siswa diberi skor sesuai dengan alternatif jawaban dan pedoman pemberian skor yang digunakan.

2) Menghitung besar peningkatan kemampuan pemahaman/berpikir reflektif matematis setiap siswa dengan mengggunakan gain ternormalisasi Dari Hake (2002) sebagai berikut:

Skor postes% Skor pretes% g =

100% Skor pretes%

 .

dengan Skor postes% dan Skor pretes% berturut-turut adalah persentase skor postes setiap siswa dan persentase skor pretes setiap siswa.

3) Rata-rata gain ternormalisasi yang dinyatakan oleh Hake, selanjutnya dihitung melalui rumus:

<Skor postes>% <Skor pretes>% <g> =

100% <Skor pretes>%

 .

dengan <Skor postes>% dan <Skor pretes>% berturut-turut adalah persentase rata-rata skor postes kelas dan persentase rata-rata skor pretes kelas.

Interpretasi <g> melalui kriteria interpretasi Hake, disajikan pada Tabel 3.11 berikut ini.

Tabel 3.11 Kriteria Interpretasi <g> <g> Interpretasi 0,7< (<g>) 1 Tinggi 0,3 < (<g>) 0,7 Sedang (<g>) 0,3 Rendah

4) Melakukan analisis deskriptif, seperti rata-rata dan sebagainya dari skor hasil pretes, postes, dan N-Gain kemampuan pemahaman dan berpokir reflektif matematis pada masing-masing kelas.

  


(38)

5) Melakukan uji normalitas dan homogenitas data pretes, protes, dan N-Gain kemampuan pemahaman/berpikir reflektif matematis siswa untuk masing-masing kelas. Untuk data kurang dari atau sama dengan 30 maka uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov, sedangkan jika data lebih dari 30 maka digunakan uji Shapiro-Wilk. Jika data tidak berdistribusi normal maka uji homogenitas tidak dilakukan.

6) Melakukan uji rata-rata data pretes, postes, dan N-Gain kemampuan pemahaman/berpikir reflektif matematis siswa. Uji rata-rata yang digunakan adalah uji satu pihak. Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujiannya menggunakan uji-t independen. Jika sebaran data berdistribusi normal tapi tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan uji-t’. Jika sebaran data tidak berdistribusi normal, maka uji rata-ratanya digantikan dengan uji non parametrik untuk dua sampel independen pengganti uji-t, yaitu uji Mann-Whitney.

2. Analisis Data Hasil Skala Sikap Siswa

Data yang diperoleh dari hasil angket skala siswa, selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) Setiap pilihan jawaban siswa dimasukkan pada distribusi frekuensi 2) Kemudian dicari modusnya

3) Kesimpulan didapat dari persentase nilai modus, jika hasilnya lebih tinggi dari persentase skor netral (3), maka siswa dapat dikatakan memiliki sikap positif.


(39)

93 BAB V

KESIMPULANDAN SARAN

A. Kesimpulan

Mengacu pada hasil analisa dan pembahasan pada penelitian ini, diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis pada kedua kelompok masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena penguasaan materi prasyarat masih rendah. Kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dan yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project tidak berbeda secara signifikan. 2. Kemampuan berpikir reflektif matematis pada kedua kelompok masih

tergolong rendah. Hal ini dapat dimakumi karena berpikir reflektif merupakan keterampian berpikir tingkat tinggi, dan siswa harus dikan untuk belajar berpikir reflektif dengan waktu yang cukup lama, sedangkan tatap muka siswa dengan guruhanya 8 kali pertemuan. Kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kelas yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dan yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project tidak berbeda secara segnifikan. 3. Kategori peningkatan kemampuan pemahaman pada kedua kelompok berada pada taraf sedang. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project .

4. Kategori peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa pada kedua kelompok berada pada tingkat rendah. Peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dan yang memperoleh pembelajran Missouri Mathematics Project tidak berbeda secara signifikan.


(40)

Lilis Rusmiati, 2014

5. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dan manfaatnya.

B. Saran

Saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini adaah:

1. Penerapan pembelajaran matematika dengan model Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dalam penelitian ini, memiliki kendala seperti: a. Alokasi waktu ketika siswa berdiskusi kelompok. Oleh karena itu,

penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan strategi pengaturan waktu yang lebih efisien dalam proses pelaksanaannya

b. Banyak siswa di dalam kelas, dengan siswa sebanyak 46 di dalam kelas, maka guru sulit untuk memantau seuruh kegiatan siswa dan guru sulit untuk melayani keperluan siswa, untuk itu perlu diperhatikan jumlah siswa di daam kelas, idealnya sebanyak 25-32 orang.

2. Masih banyak siswa yang menjawab/menyelesaikan masalah dengan

ragu-ragu, untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya.

3. Kurang cakapnya siswa dalam materi prasyarat mengakibatkan rendahnya

pencapaian yang diharapkan, untuk itu sebelum melakukan penelitian kemampuan prasyarat harus benar-benar diperhatikan.


(41)

95

Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Balka, D.S (1974). Creative Ability in Mathematics. Arithmetic Teacher. 21 (70), 633-836

Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics.USA: Wm, C. Brown Company

Calhoun, J.F dan Joan Ross Acocella. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang.

Dahar, Ratna Willis. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Dahiana, W. O. (2010). Peningkatan Pemahaman dan generalisasi Matematis Siswa MTs Melaui pendekatan Induktif-deduktif Berbasis Konstruktivisme. Tesis. UPI: Tidak dipublikasikan

Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Dahlan, J.A & Sutawidjaya, A. (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Fitri, A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Missouri Mathematics Project dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan


(42)

Lilis Rusmiati, 2014

Ghazali, Hasida N and Affandi Z. (2011). Student’s Prosedural and Conceptual Undestanding of Mathematics. Australian Journal of Basic and Applied Science. 5(7): 684-691

Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Dept. Of Physics, Indiana University. [Online].Tersedia di: www.physics.indiana.edu. [3 September 2013]

Herman, T. (1999). Matematika dan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Artikel. UPI.

Inquire. Missouri Mathematics Effectiveness Project. [Online]. Tersedia di: Schools.nyc.gov/inquire. [2 Januari 2013]

Iryanto, Puji. (2004). Penilaian Unjuk Kerja. Yogyakarta. Paket Pembinaan Penataran. Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika.

Jansen, A, Sandy, M.S. (2009). Prospective Middle School Mathematics Teacher Reflective Thinking Skill: Descriptions of Their Teaching. J Math Teacher Edu. 12: 133-151.

Janvier, C. (1987). Conceptions and Representation: The Circle as an Example. In Janvier (Ed). Problem of Representation in The Teaching and Learning of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Joyce, B dkk. (2009). Models of Teaching. Diterjemahkan oleh: achmad Farwaid& Ateilla Mirza. Yogyakarta: pustaka Pelajar

Kansai, M. (2009). Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Aplikasi Konsep Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tesis UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Khiat, H. (2010). “Grounded Theory Approach: Conceptions of Understanding in Engineering Mathematics Learning”. Journal: The Qualitatif Report .V.5.No.6

Lestari, P. (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis UPI, BandungI: Tidak diterbitkan


(43)

Mina, E. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Bandung. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.

NCTM. (2000). The National Council of Teacher of Mathematics (2000). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.

Noer, S.H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi UPI, Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Nindiasari, Hepsi. (2013). Meningkatkan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Reflektif Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMA melalui Pemblejaran dengan Pendekatan Metakognitif. Disertasi UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.

Phan, H. P. (2009). Reflective Thinking, Effort, Persistence, Disorganization, and Academic Performance: A Mediational Approach. Electronic Journal of Reaseach in educational Psykology. 7(3). 927-952

Priatna, N. 2002. Kemampuan Berpikir reflektif dan Pemahaman Matematis Siswa Kelas 3 SLTP. Disertasi UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Rohayati, A. (2005) Pengembangan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.

Ruseffendi, E.T. 1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

--- (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa khususnya dalam Pengajaran Matematika. Modul

--- (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Depdikbud: Dirjen Dikti


(44)

Lilis Rusmiati, 2014

--- (2010). Dasar-Dasar penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Skemp, R.R. (2006). National Council Teachers of Mathematics. Relational Understanding and Instrumental Understanding 12(2), 88–95. [Online]: Tersedia:http://people.usd.edu/~kreins/extras/Skemp-Relationalunderstanding and instrumental understanding.pdf. [29 Desember 2012].

Slavin, R. E. (2010). Cooperative Learning : Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

Sopiany, H.N. (2013). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Mathematics Project dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Pemahman dan Keruangan Matematis Siswa SMP. Tesis. UPI Tidak dipublikasikan. Subagiana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI Tidak dipublikasikan

Sudjana. (1991). Pengantar Statistika. Bandung

Sujana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA

Suherman, E dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sumarmo, U. (2005). “Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Berpikir reflektif Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar Kemampuan Pemahaman dan Berpikir reflektif”. Disertasi UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sunawan, A (2008). Pengaruh Pembelajaran Missouri Mathematics project terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Ditinjau dari Intelegence (IQ). Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan.


(45)

Susilawati, W. (2009). Belajar & Pembelajaran Matematika. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.

Tevfik, Isleyen & Ahmed, I. (2003). Conceptual and Prosedural Learning in Mathematics. Journal of the Korea Society of Mathematics Education Series D. Vol. 7, No 2

TIMSS. (2012). TIMMS 2011 International Result in Mathematics. Publisher: IEA

Trianto.(2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Indonesia.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Diktat Perkuliahan UPI Bandung : Belum dipublikasikan.

Jacob, C. (2003). Peranan Belajar Regulasi-Diri dalam CTL: Suatu Telaah Teoritis dan Praktis. Pemprop Jabar: Dinas Pendidikan.

Zanthy, L.S. (2011). Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa MTs dengan Menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL). Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.


(1)

94

5. Siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dan manfaatnya.

B. Saran

Saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini adaah:

1. Penerapan pembelajaran matematika dengan model Missouri Mathematics Project berbasis kontekstual dalam penelitian ini, memiliki kendala seperti: a. Alokasi waktu ketika siswa berdiskusi kelompok. Oleh karena itu,

penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan strategi pengaturan waktu yang lebih efisien dalam proses pelaksanaannya

b. Banyak siswa di dalam kelas, dengan siswa sebanyak 46 di dalam kelas, maka guru sulit untuk memantau seuruh kegiatan siswa dan guru sulit untuk melayani keperluan siswa, untuk itu perlu diperhatikan jumlah siswa di daam kelas, idealnya sebanyak 25-32 orang.

2. Masih banyak siswa yang menjawab/menyelesaikan masalah dengan

ragu-ragu, untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya.

3. Kurang cakapnya siswa dalam materi prasyarat mengakibatkan rendahnya

pencapaian yang diharapkan, untuk itu sebelum melakukan penelitian kemampuan prasyarat harus benar-benar diperhatikan.


(2)

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Balka, D.S (1974). Creative Ability in Mathematics. Arithmetic Teacher. 21 (70), 633-836

Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics.USA: Wm, C. Brown Company

Calhoun, J.F dan Joan Ross Acocella. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang.

Dahar, Ratna Willis. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Dahiana, W. O. (2010). Peningkatan Pemahaman dan generalisasi Matematis Siswa MTs Melaui pendekatan Induktif-deduktif Berbasis Konstruktivisme. Tesis. UPI: Tidak dipublikasikan

Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Dahlan, J.A & Sutawidjaya, A. (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Fitri, A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Missouri Mathematics Project dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan


(3)

96

Ghazali, Hasida N and Affandi Z. (2011). Student’s Prosedural and Conceptual Undestanding of Mathematics. Australian Journal of Basic and Applied Science. 5(7): 684-691

Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Dept. Of Physics, Indiana University. [Online].Tersedia di: www.physics.indiana.edu. [3 September 2013]

Herman, T. (1999). Matematika dan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Artikel. UPI.

Inquire. Missouri Mathematics Effectiveness Project. [Online]. Tersedia di: Schools.nyc.gov/inquire. [2 Januari 2013]

Iryanto, Puji. (2004). Penilaian Unjuk Kerja. Yogyakarta. Paket Pembinaan Penataran. Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika.

Jansen, A, Sandy, M.S. (2009). Prospective Middle School Mathematics Teacher Reflective Thinking Skill: Descriptions of Their Teaching. J Math Teacher Edu. 12: 133-151.

Janvier, C. (1987). Conceptions and Representation: The Circle as an Example. In Janvier (Ed). Problem of Representation in The Teaching and Learning of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Joyce, B dkk. (2009). Models of Teaching. Diterjemahkan oleh: achmad Farwaid& Ateilla Mirza. Yogyakarta: pustaka Pelajar

Kansai, M. (2009). Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Aplikasi Konsep Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tesis UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Khiat, H. (2010). “Grounded Theory Approach: Conceptions of Understanding in Engineering Mathematics Learning”. Journal: The Qualitatif Report .V.5.No.6

Lestari, P. (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis UPI,


(4)

Mina, E. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Bandung. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.

NCTM. (2000). The National Council of Teacher of Mathematics (2000). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author.

Noer, S.H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi UPI, Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Nindiasari, Hepsi. (2013). Meningkatkan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Reflektif Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMA melalui Pemblejaran dengan Pendekatan Metakognitif. Disertasi UPI, Bandung: Tidak dipublikasikan.

Phan, H. P. (2009). Reflective Thinking, Effort, Persistence, Disorganization, and Academic Performance: A Mediational Approach. Electronic Journal of Reaseach in educational Psykology. 7(3). 927-952

Priatna, N. 2002. Kemampuan Berpikir reflektif dan Pemahaman Matematis Siswa Kelas 3 SLTP. Disertasi UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Rohayati, A. (2005) Pengembangan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.

Ruseffendi, E.T. 1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

--- (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa khususnya dalam Pengajaran Matematika. Modul


(5)

98

--- (2010). Dasar-Dasar penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Skemp, R.R. (2006). National Council Teachers of Mathematics. Relational Understanding and Instrumental Understanding 12(2), 88–95. [Online]: Tersedia:http://people.usd.edu/~kreins/extras/Skemp-Relationalunderstanding and instrumental understanding.pdf. [29 Desember 2012].

Slavin, R. E. (2010). Cooperative Learning : Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

Sopiany, H.N. (2013). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Mathematics Project dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Pemahman dan Keruangan Matematis Siswa SMP. Tesis. UPI Tidak dipublikasikan. Subagiana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis. UPI Tidak dipublikasikan

Sudjana. (1991). Pengantar Statistika. Bandung

Sujana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA

Suherman, E dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sumarmo, U. (2005). “Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Berpikir reflektif Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar Kemampuan Pemahaman dan Berpikir reflektif”. Disertasi UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sunawan, A (2008). Pengaruh Pembelajaran Missouri Mathematics project terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Ditinjau


(6)

Susilawati, W. (2009). Belajar & Pembelajaran Matematika. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.

Tevfik, Isleyen & Ahmed, I. (2003). Conceptual and Prosedural Learning in Mathematics. Journal of the Korea Society of Mathematics Education Series D. Vol. 7, No 2

TIMSS. (2012). TIMMS 2011 International Result in Mathematics. Publisher: IEA

Trianto.(2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Indonesia.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Diktat Perkuliahan UPI Bandung : Belum dipublikasikan.

Jacob, C. (2003). Peranan Belajar Regulasi-Diri dalam CTL: Suatu Telaah Teoritis dan Praktis. Pemprop Jabar: Dinas Pendidikan.

Zanthy, L.S. (2011). Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa MTs dengan Menggunakan Virtual Manipulative dalam Contextual Teaching and Learning (CTL). Tesis. UPI: Tidak Dipublikasikan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) terhadap kemampuan Representasi matematis siswa: penelitian kuasi eksperimen di kelas VII SMP Muhammadiyah 17 Ciputat

9 68 187

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMBUKTIAN MATEMATIS SISWA SMP.

8 23 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP.

1 8 38

Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Keruangan Matematis Siswa SMP.

0 1 56

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA : Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1takengon.

3 5 102

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh.

0 1 65

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Sungailiat.

0 0 53

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMBUKTIAN MATEMATIS SISWA SMP - repository UPI T MTK 1201706 Title

0 1 3

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP)

0 0 12