PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh.

(1)

Rahmy Zulmaulida, 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbila’lamin, Segala puji hanya milik Allah Swt. Yang menganugerahkan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya tulis (tesis) yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

Shalawat dan salam teruntuk Rasul-Nya Muhammad SAW yang diutus ke dunia untuk menjadi tauladan dan membawa suatu perubahan, seorang revolusioner yang bertitel ”Agent of change”. Semoga keberkahan selalu bersama beliau.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Pada penelitian ini penulis menelaah penerapan pembelajaran matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif terhadap peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa salah satu SMP di kota Banda Aceh.

Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:


(2)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan 1. Bapak Prof. Dr. H. Wahyudin, M.Pd selaku Pembimbing I, dan pembimbing

akademis, yang ditengah kesibukannya telah menyempatkan waktu untuk membimbing, memberikan motivasi, menginspirasi, memotivasi serta memberikan ide kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi penulis selama melakukan penelitian dan tahap penulisan tesis ini selesai.

2. Bapak Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes, selaku Pembimbing II yang di tengah-tengah kesibukannya, telah menyempatkan waktu memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan dorongan dengan sabar dan kritis terhadap berbagai permasalahan, serta memberikan motivasi bagi penulis sehingga tesis ini diselesaikan.

3. Bapak Dr. Stanley Dewanto, M.Pd dan Bapak Dr. Dadan Dasari, M.Si selaku anggota tim penguji yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat berguna bagi penulis untuk pengembangan karya tulis ini kedepannya.

4. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI yang di tengah-tengah kesibukannya, telah memberikan bimbingan, arahan dengan sabar dan kritis terhadap berbagai permasalahan, dan selalu mampu memberikan motivasi bagi penulis dan dengan kebijakannya memberikan penulis kemudahan dan kelancaran selama menyelesaikan tesis ini.


(3)

Rahmy Zulmaulida, 2012

5. Bapak Prof. Dr. Didi Suryadi, M,Ed. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang telah membantu memberi fasilitas bagi kelancaran penulisan dalam menyelesaikan masa studi ini.

6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan dan kemajuan berpikir untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, serta memberikan bimbingan bagi penulis selama mengikuti studi.

7. Bapak Drs. M Nasir, M.Pd selaku Kepala SMP Negeri 4Banda Aceh yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin dan juga bapakKhairul Anwar, S.Pd. selaku guru matematika kelas VII, serta bapak/ibu guru matematika di SMP Negeri 4Banda Aceh yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

8. Teristimewa, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada ayahanda Zulkifli Waridji, Sm. Hk dan Ibunda Dra. Zulaida Dewa atas cinta dan doanya disetiap sujud yang selalu diberikan untuk keberhasilan penulis. Adinda Rahmat Hidayat, S.IP , Afdhal Shalihin, Eka Suryahani dan keluarga besar Wariji dan M. Dewa 9. Tersayang, kepada ayah Nasir dan Bulek Nila yang dengan waktunya memberi

dukungan doa, tempat, stock makanan, tenaga, air mata dan perhatian yang besar kepada penulis.

10. Teman, sahabat, pelindung, penerang jalan bersama dinegeri yang dulu tak dilirik kini bertahta. Dalam pencaharian yang tak berakhir, dalam penempatan yang tak


(4)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan bertuan. Terima kasih atas waktu, hari dan cerita yang diukir di atas kanvas yang tak bermuaraSemoga akan disempurnakan pada titik Asma Allah Amin.

11. Teman-teman seperjuanganku Aceh Lon Sayang Matematika UPI: Edy Saputra, M.Pd, Mutia Fonna, S.Pd, Risnawati, M.Pd, Septia Wahyuni, M.Pd, Aida Fitri, M.Pd dan Riki Musriadi, S.Pdi. Terima kasih telah berjuang bersama dari kemarin dan hari ini, semoga esok kita tetap berjuang bersama.BuatibuHepyRiksasusila, kaklelydankakhenyterimakasihdengancerita yang sudahterukir.

12. Teman-teman Riau: Acha, Yayat, Erda, Denok, Nola, Noli, kak Indah, Mba Sari, bg Leo, bg Andi, bg Bobi. Semoga silaturahmi ini tetap terjaga.

13. Rekan-rekan angkatan 2010 semester ganjil di Sekolah Pascasarjana UPI Program Studi Matematika yang telah banyak membantu dan namanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14. Keluarga besar mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Bandung-Aceh dan Ikatan Masyarakat Bandung-Aceh.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Teriring doa yang tulus, semoga Allah SWT, membalas semua budi baik Bapak/Ibu dan saudara semua. Amin.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini, Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan tesis ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. oleh


(5)

Rahmy Zulmaulida, 2012

karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat dan konstribusi bagi pengembangan mata pelajaran matematika di masa depan.

Bandung, Juni 2012


(6)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Ya Allah...

Tiada yang mudah selain Engkau mudahkan, Dan Engkau jadikan kesusahan itu mudah jika Engkau menghendakinya mudah Bila cinta itu ialah rasa

Begitulah cara ayah melihat dan memeluk kesedihan anak-anaknya Ketika marahnya ayah kepadaku ada ribuan kali,

Tetap ada maaf dan nasihat darinya untukku berjuta kali Terima kasih ayah,

Yang tak pernah membenci

Walau ananda kerap membuatmu sedih

Sebungkus nasi yang sering engkau bawa pulang Menjadi sebab ananda ada sampai sekarang

Bila Cinta itu ialah Bunda

Maka ananda rela mencintai cinta Bila cinta itu ialah kesedihan,

Bunda akan tetap berada di dalamnya memberi senyuman Dari kasarnya telapak tanganmu bunda,

Ananda merasakan kelembutan cinta yang begitu banyak Terima kasih bunda,

Untuk semua restu yang engkau berikan hingga ananda selalu didekatkan oleh kebahagiaan

Karya Sederhana ini kupersembahkan kepada:

Ayahanda Zulkifli Wariji, Sm. Hk

Ibunda Dra. Zulaida Dewa

Adinda Rahmat Hidayat, S.IP

Afdhal Shalihin

Dan Eka Suryahani

Keluarga besar Wariji & M. Dewa

Yang Menyayangimu


(7)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Rahmy Zulmaulida, M.Pd

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 10

1.3.Variabel Penelitian ... 11

1.4.Tujuan Penelitian ... 11

1.5.Manfaat Penelitian ... 12

1.6.Definisi Operasional ... 12

1.7.Hipotesis Penelitian ... 14

BAB IIKAJIAN PUSTAKA 2.1.Kemampuan Koneksi Matematis ... 15

2.2.Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 20

2.3.Pembelajaran Matematika ... 27

2.4.Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif ... 28


(8)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan 2.6.Penelitian Tentang Pendekatan Proses Berpikir Reflektif,

Kemampuan Konekasi dan Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis yang Pernah Dilakukan ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 41

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

3.3. Instrumen Penelitian ... 44

3.4. Instrumen Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 45

3.4.1. Reliabilitas ... 46

3.4.2. Validitas ... 48

3.4.3. Daya Pembeda ... 50

3.4.4. Tingkat Kesukaran ... 52

3.4.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 53

3.5. Skala Sikap Siswa ... 54

3.6. Lembar Observasi ... 56

3.7. Tahap Penelitian ... 58

3.7.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 58

3.7.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59

3.7.3. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.7.4. Tahap Pengolahan Data ... 60

a. Data Hasil Tes Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis .. 61

b. Data Hasil Observasi ... 64

3.8. Prosedur Penelitian ... 64


(9)

Rahmy Zulmaulida, 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian ... 68

4.1.1. Deskripsi Hasil Pengolahan Data ... 68

4.1.2. Analisis Hasil Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 71

a. Uji Normalitas Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 72

b. Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 71

c. Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 76

d. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 78

4.1.3. Deskripsi Skala Sikap Siswa... 83

a. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 84

b. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Proses Berpikir Reflektif ... 85

c. Sikap Siswa terhadap Soal Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 88

4.1.4. Jurnal Siswa ... 90

4.1.5. Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 93

4.1.6. Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 97

4.2.Pembahasan Hasil Penelitian ... 100

4.3.Keterbatasan Pelaksanaan Penelitian ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 117


(10)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan

5.2.Implikasi ... 118

5.3.Rekomendasi ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120


(11)

Rahmy Zulmaulida, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Soal Koneksi Matematis ... 20

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 24

Tabel 2.3 Hubungan Kemampuan Berpikir kritis, Kreatif dan Reflektif ... 30

Tabel 3.1 Kriteria Derajat Keandalan J.P. Guiford ... 47

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi... 49

Tabel 3.3 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 50

Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien daya Pembeda ... 51

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 51

Tabel 3.6 Interpretasi Tingkat Kesukaran dengan Kategori Soal ... 52

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 53

Tabel 3.8 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis dan Matematis ... 54

Tabel 3.9 Skor Nilai Skala Sikap ... 55

Tabel 3.10 Klarifikasi Skor Aktivitas... 57

Tabel 3.11 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 62

Tabel 3.12 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian... 67

Tabel 4.1 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 69

Tabel 4.2 Deskripsi Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 69

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Pretest, Posttest dan Gain Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 70

Tabel 4.4 Output Uji Normalitas Kemampuan Koneksi Matematis ... 72


(12)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Tabel 4.6 Output Uji Homogenitas Varians Kemampuan Koneksi

Matematis ... 75 Tabel 4.7 Output Uji Homogenitas Varians Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis ... 75 Tabel 4.8Output Uji Kesamaan Rata-rata Pretest Kemampuan Koneksi

Matematis ... 76 Tabel 4.9 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis ... 77 Tabel 4.10 Rekapitulasi Output Uji Kesamaan Rata-rata Pretest

Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis ... 78 Tabel 4.11 Output Uji Perbedaan Rata-rata Gain-Ternormalisasi

Kemampuan Koneksi Matematis ... 80 Tabel 4.12 Output Uji Coba Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 82 Tabel 4.13 Kesimpulan Kemampuan Akhir Kemampuan Koneksi dan

Berpikir Kritis Matematis... 83 Tabel 4.14 Persentase Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika ... 84 Tabel 4.15 Persentase Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika

melalui Pendekatan Proses Berpikir Reflektif ... 85 Tabel 4.16 Persentase Sikap Siswa terhadap Soal Kemampuan Koneksi dan

Berpikir Kritis Matematis... 88 Tabel 4.17 Rekapitulasi Rata-rata Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan

Pendekatan Proses Berpikir Reflektif berdasarkan Indikator Skala Sikap ... 89 Tabel 4.18 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Proses Pembelajaran


(13)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Tabel 4.19 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif ... 98

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 3.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 66 Diagram 4.1 Persentase dan Rata-rata Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ... 97 Diagram 4.2 Persentase dan Rata-rata Aktivitas Guru Selama Pembelajaran ... 100


(14)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan DAFTAR GAMBAR

Gambar4.1 Jurnal Siswa Pertanyaanno.1 ... .... 90

Gambar4.2 Jurnal Siswa Pertanyaan no.2 ... .... 91

Gambar4.3 Jurnal Siswa Pertanyaan no.3 ... .... 92

Gambar4.4 Jurnal Siswa Pertanyaan no.4 ... .... 93

Gambar 4.5 Jurnal Siswa Pertanyaan no.5 ... .... 93

Gambar 4.6 Guru Memberi Motivasi dan Mengarahkan Siswa ... .... 102

Gambar 4.7 Siswa Saling Tukar Pebdapat dalam Diskusi Kelompok ... .... 102

Gambar 4.8 Siswa Bersama Kelompok Mencari Berbagai Macam Jaring-jaring dan Menjawab Lembar Aktivitas Siswa ... .... 103

Gambar 4.9 Siswa Sedang Mengikuti Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa... .... 104

Gambar 4.10 Siswa Sedang Berinteraksi dan Saling Bertukar Pendapat... .... 107

Gambar 4.11 Jawaban Siswa No.1 Kemampuan Koneksi Matematis ... .... 110

Gambar 4.12 Jawaban Siswa Soal No.2 Kemampuan Koneksi Matematis ... .... 111

Gambar 4.13 Jawaban Siswa Soal No.3 Kemampuan Koneksi Matematis ... .... 112

Gambar 4.14 Jawaban Siswa Soal No.4 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa ... .... 113

Gambar 4.15 Jawaban Siswa Soal No.5 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 113


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

Mulyasa (2008:3) mengungkapkan bahwa pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara langsung dalam perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan kehidupan setiap individu. Pendidikan memegang peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri siswa. Hal ini karena pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal. Melalui kemampuan itulah siswa dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat.

Sukmadinata (2006:1) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi ini dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkungan masyarakat. Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal, guru sebagai pendidik


(16)

Rahmy Zulmaulida, 2012

di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Guru juga telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru.

Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia ini diharapkan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yaitu meningkatkan mutu pendidikan dengan memperbaiki proses pembelajaran dengan cara-cara yang lebih efektif dalam pencapaian tujuan. Untuk dapat memperbaiki proses pembelajaran yang lebih baik diperlukan langkah-langkah ke arah pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia tidak terlepas dari adanya pendidikan, dimana pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003: 1).

Matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika juga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Mengembangkan matematika dapat diperoleh melalui pembelajaran matematika yang bertujuan untuk memajukan daya pikir manusia secara aktif. UNESCO yang dikutip oleh Sumarmo (2006:2) menyatakan bahwa Pembelajaran matematika mengacu pada prinsip siswa belajar aktif dan “learning how to learn” yang rinciannya termuat dalam empat pilar pendidikan yaitu: (1) learning to know, (2)


(17)

learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Sumarmo (Eka, 2006:1) juga mengemukakan bahwa pendidikan matematika pada hakikatnyamempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa yang akan datang. Kebutuhan masa kini yang dimaksud yaitu mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan masa yang akan datang adalah pembelajaran matematika memberikan kemampuan menalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang senantiasa berubah.

Depdiknas (2006b) mengungkapkan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik pada mata pelajaran matematika SMP, dimana mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Oleh karena itu, pembelajaran matematika yang diberikan diharap dapat dipahami siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar dalam matematika sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (2000) yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk


(18)

Rahmy Zulmaulida, 2012

mengaitkan ide (mathematical connection); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).

Oleh karena itu pembelajaran matematika diberikan sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan oleh NCTM, dimana salah satu kemampuannya adalah koneksi matematis. Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika mengikuti metode spiral, yaitu dalam memperkenalkan suatu konsep atau bahan yang masih baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Dengan kata lain, koneksi dapat diartikan sebagai keterkaitan-keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Wahyudin (2008:49) mengungkapkan bahwa apabila siswa-siswa dapat menghubung-hubungkan gagasan-gagasan matematis, pemahaman mereka adalah lebih dalam dan lebih bertahan lama. Mereka dapat melihat hubungan-hubungan matematis saling berpengaruh yang terjadi antara topik-topik matematis, dalam konteks-konteks yang menghubungkan matematika pada pelajaran lain, serta di dalam minat-minat dan pengalaman mereka sendiri.

Depdiknas (2006a:345) bahwa mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik


(19)

dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Johnson dan Rising (Suherman 2003:17) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses belajar dan berpikir, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sabandar (2009:1) bahwa karakteristik matematika sebagai suatu ilmu dan human activity, yaitu bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat. Oleh karena itu, tanpa meningkatkan pembelajaran matematika berkualitas yang menuntun siswa agar mau berpikir, akan sulit untuk dapat tercapai kemampuan berpikir agar menghasilkan sebuah hasil prestasi belajar matematika yang baik. Dalam belajar matematika, hal ini tentu bukan suatu hal yang sederhana. Aktivitas dan proses berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan dengan suatu situasi atau masalah yang mendesak dan menantang serta dapat memicunya untuk berpikir agar diperoleh kejelasan dan solusi atau jawaban terhadap masalah yang dimunculkan dalam situasi yang dihadapinya.

Krulik dan Rudnik (Rochaminah 2007: 5) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi. Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan.


(20)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Mengembangkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa sangat penting. Dikarenakan, dengan mengembangkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis dalam pembelajaran matematika siswa dapat berpartisipasi aktif merasakan pengalaman-pengalaman yang bermakna, dimana pengalaman tersebut akan memperkuat hubungan antara pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang baru mereka dapat. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keahlian berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Depdiknas (Lasmanawati 2011:2) bahwasannya tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP yang berkaitan dengan kemampuan koneksi dan berpikir kritis, yaitu siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah dan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

Glazer (Sabandar 2009:8) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan atau mengevaluasi situasi matematis yang dikenal dalam cara yang reflektif.

Menurut Baron and Stemberg (Ismaimuza, 2010:21) terdapat lima hal dasar dalam berpikir kritis yaitu praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan dan


(21)

tindakan. Dari penggabungan lima hal dasar ini maka didefenisikan bahwa berpikir kritis itu adalah suatu pikiran reflektif yang difokuskan untuk memutuskan apa yang diyakini untuk dilakukan. Sejalan dengan itu Marzano et al (Ismaimuza, 2010:21) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah sesuatu yang masuk akal, berpikir reflektif yang difokuskan pada apa keputusan yang diyakini, dikerjakan dan diperbuat.

Menurut Ennis (Syukur, 2004:1) berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Rasional berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup dan relevan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif dan hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan.

Berpikir reflektif matematis salah satu proses berpikir yang diperlukan di dalam proses pemecahan masalah matematis. Proses berpikir reflektif diantaranya adalah kemampuan seseorang untuk mampu mereviu, memantau dan memonitor proses solusi di dalam pemecahan masalah. Berdasarkan hasil observasi Nindiasari (2011:2) yang dilakukan di salah satu SMA yang terdapat di Kabupaten Tangerang Propinsi Banten, kemampuan berpikir reflektif belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hampir lebih 60% siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam mengerjakan soal-soal yang memuat proses berpikir reflektif matematis. Hal tersebut menunjukkan proses berpikir reflektif masih belum dibiasakan siswa dan jarang dibiasakan guru untuk diberikan.


(22)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Permasalahan mengenai berpikir reflektif matematis haruslah segera diatasi, karena mengingat pentingnya kemampuan berpikir reflektif matematis dalam mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, berpikir kritis dan kreatif matematis. Kemampuan-kemampuan tersebut sangat bermanfaat dalam kesuksesan belajar siswa.

Sejumlah pendapat yang dikemukakan di atas, memberikan arahan bahwa seseorang yang berpikir kritis adalah seseorang yang mampu menyelesaikan masalah, membuat keputusan, dan belajar konsep-konsep baru melalui kemampuan bernalar dan berpikir reflektif berdasarkan suatu bukti dan logika yang diyakini benar. Dengan demikian, untuk mampu berpikir kritis berarti terbuka, jelas, berdasarkan fakta atau bukti, dan logika dalam memberikan alasan-alasan atas pilihan keputusan atau kesimpulan yang diambilnya.

Berpikir reflektif secara mental melibatkan proses-proses kognitif untuk memahami faktor-faktor yang menimbulkan konflik pada suatu situasi. Oleh karena itu berpikir reflektif merupakan suatu komponen yang penting dari proses pembelajaran (Noer, 2010:38). Hasil keterlibatan ini mengakibatkan seseorang aktif membangun atau menata pengetahuan tentang suatu situasi untuk mengembangkan suatu strategi sehingga mampu berproses dalam situasi itu. Dengan demikian, refleksi membantu para siswa untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan berpikir tingkat tinggi melalui dorongan mereka untuk: (a) menghubungkan pengetahuan baru kepada pemahaman mereka yang terdahulu; (b) berpikir dalam terminologi abstrak dan konkrit; dan (d) memahami proses berpikir mereka sendiri dan belajar strategi.


(23)

Pendekatan pembelajaran dengan melibatkan kegiatan berpikir reflektif pada prosesnya disebut pendekatan proses berpikir reflektif. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan respon individu pada pengalaman, situasi, kejadian atau informasi baru. Respon yang diberikan oleh masing-masing individu pada saat proses belajar mengajar akan memberi makna pada pengalaman yang mereka terima saat pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran yang terjadi tidak berlalu begitu saja, tetapi meninggalkan pembelajaran yang bermakna dan pemahaman yang mendalam.

Penerapan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran matematika, sehingga dengan sikap positif yang dimiliki siswa dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematisnya. Berpikir reflektif merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari sebagai pengetahuan baru yang lebih bermakna sebagai revisi dari pengetahuan lamanya, dan berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Berpikir reflektif merupakan respon terhadap suatu kejadian, aktivitas atau pengetahuan barunya.

Menurut Riyanto (Lasmanawati, 2011:7) bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif, pengetahuan yang bermakna yang dimiliki siswa diperoleh dari proses, yang diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit dengan dibantu oleh guru. Guru membantu siswa untuk membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Kunci dari itu semua adalah


(24)

Rahmy Zulmaulida, 2012

bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak siswa, dan siswa mencatat apa saja yang pernah dipelajari dan bagaimana mereka merasakan ide-ide baru.

Wahyudin (2008: 34) mengemukakan bahwa guru memiliki peran yang penting dalam membantu pemberdayaan perkembangan kebiasaan-kebiasaan berpikir reflektif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : ”sebelum kita melanjutkan, apakah kita yakin sudah memahami ini?”, ”apa sajakah pilihan -pilihan kita?”, ”apakah kita punya rencana?”, apakah kita mendapat kemajuan atau kita harus mempertimbangkan kembali apa yang sedang kita lakukan?”, ”kenapa kita pikir ini benar?”. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan para guru dalam pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif, akan membuat siswa cenderung belajar bertanggung jawab untuk merefleksikan pekerjaan mereka sendiri dan membuat penyesuaian-penyesuaian yang perlu saat memecahkan masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa melalui pendekatan proses berpikir reflektif.


(25)

Agar penelitian ini lebih terarah, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional? 3. Bagaimanakah sikap siswa selama pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan proses berpikir reflektif?

1.3. Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif yang diberikan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diberikan pada kelas kontrol. Kemampuan matematis yang diukur yaitu kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa sebagai variabel terikat.

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menelaah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif


(26)

Rahmy Zulmaulida, 2012

lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

3. Mendeskripsikan pandangan (sikap) siswa selama pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif.

1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, memberikan dampak pada cara siswa menanggapi suatu permasalahan yang ditemui baik dalam pembelajaran matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan yang baru sehingga dapat mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

1.6. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan defenisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan seseorang dalam


(27)

koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang menantang, menyimpulkan secara induktif dan mempertimbangkan hasilnya, membuat generalisasi, membuktikan, serta mengidentifikasikan masalah dan memecahkan masalah.

3. Proses berpikir reflektif adalah suatu proses berpikir yang membutuhkan keterampilan-keterampilan yang secara mental memberi pengalaman dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh pada situasi-situasi yang lain.

4. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi melalui dorongan mereka untuk menghubungkan pengetahuan baru kepada pemahaman mereka yang terdahulu.

5. Sikap (respon) siswa adalah tanggapan siswa yang menunjukkan kecenderungan siswa untuk merespon positif atau negatif tentang matematika, pembelajaran matematika dengan pendekatan proses berpikir reflektif dan soal-soal koneksi dan berpikir kritis matematis yang diberikan.


(28)

Rahmy Zulmaulida, 2012

1.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan dengan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji sebuah treatment yakni pendekatan proses berpikir reflektif yang berakibat pada kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa. Pengujian treatment penelitian ini yang melihat implementasi hasil pendekatan proses berpikir reflektif merupakan penelitian eksperimen semu atau kuasi eksperimen. Riduwan (2005:50) menyatakan bahwa penelitian dengan pendekatan eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Sukardi (2011:184) mengungkapkan bila ditinjau berdasarkan tingkat pengendalian variabel maka desain eksperimen terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu praeksperimen, eksperimen dan eksprerimen semu(quasi experiment). Desain penelitian eksperimen semu berupaya mengungkap hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan eksperimen tetapi pemilihan kesua kelompok tersebut tidak dilakukan secara acak. Nursalam ( Kuntjojo, 2009:51)

Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif, dimana data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika melalui pendekatan proses berpikir reflektif. Data kualitatif diperoleh dari hasil angket siswa, lembar observasi dan jurnal siswa.


(30)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Kedua kelompok ini diberikan pretest dan posttest dengan menggunakan instrumen yang sama. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan proses berpikir reflektif, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan koneksi matematis dan berpikir kritis matematis siswa.

Desain eksperimen yang digunakan yaitu desain kelompok kontrol pretest-posttest tidak secara random. Desain penelitian eksperimen sebagai berikut:

Kelompok eksperimen O X O

Kelompok kontrol O O

Ruseffendi (2005: 50)

Keterangan :

O : Pemberian pretest dan posttest (tes kemampuan koneksi dan kemampuan berpikir kritis matematis)

X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif

Pada setiap kelompok diterapkan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama (kelompok eksperimen) mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan berpikir reflektif, dan kelompok kedua (kelompok kontrol) diterapkan pembelajaran konvensional. Sampel yang digunakan terdiri dari dua kelompok yang yang

42 38


(31)

diharapkan memiliki kemampuan awal yang ekuivalen (setara), dan kondisi kesetaraan kelompok-kelompok tersebut diketahui berdasarkan pada hasil pretest kedua kelas.

Secara umum prosedur pengambilan desain penelitian ini dapat dilihat pada bagan prosedur memilih desain penelitian di bawah ini:


(32)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Diagram 3.1

Prosedur Pemilihan Desain Penelitian Sumber: Nursalam (Kuntjojo, 2009:44)

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP 4 Kota Banda Aceh Provinsi Aceh, yang dilaksanakan pada semester II (genap) Tahun Ajaran 2011/2011. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII, pertimbangan pengambilan subjek dalam penelitian ini sesuai dengan Lasmanawati (2011:49) yang menyebutkan bahwa:

1. Siswa SMP kelas VIII merupakan siswa yang sudah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekolahnya, dan telah memiliki dasar matematika yang relatif homogen.

2. Siswa SMP kelas VIII berusia sekitar 13-14 tahun, dan dalam rentang usia tersebut siswa sudah dianggap matang untuk menerima pembaharuan dalam penggunaan model maupun pendekatan pembelajaran.

3. Siswa SMP kelas VII tidak dijadikan subjek penelitian, karena siswa kelas VII baru mengalami masa transisi dari SD dan mereka masih terbiasa dengan gaya belajar di SD sehingga lebih sulit diarahkan dan khawatir penelitian ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

4. Siswa kelas IX tidak dijadikan subjek penelitian, karena siswa kelas IX sudah dipersiapkan untuk menghadapi ujian nasional (UN) dan apabila dijadikan subjek


(33)

penelitian dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan yang telah dijadwalkan oleh pihak sekolah.

Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Purposive Sampling. Pengambilan teknik ini dikarenakan peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya untuk tujuan tertentu. Hal ini dipertegas oleh Sundayana (2010:29) yang menyatakan bahwa teknik Purposive Sampling digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

Subjek sampelnya adalah dua kelas, dipilih dari kelas yang telah ada (kelas VIII) di SMP Negeri 4 Banda Aceh. Kelas VIII1 sebagai kelas eksperimen (kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif) dan kelas VIII2 sebagai kelas kontrol (kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional). Penentuan kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan pertimbangan pihak dinas pendidikan, kepala sekolah, wali kelas, dan guru bidang studi matematika yang mengajar, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa untuk kedua kelas tersebut merata ditinjau dari segi kemampuan akademisnya.

3.3. Instrumen Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa instrumen yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu tes dan non-tes. Instrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan


(34)

Rahmy Zulmaulida, 2012

koneksi dan berpikir kritis matematis siswa yang berkaitan dengan bahan ajar yang diberikan. Adapun instrumen non-tes adalah skala sikap, lembar observasi serta jurnal siswa. Selanjutnya untuk mendapatkan informasi tambahan selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti menggunakan perangkat kamera untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa pada saat belajar.

3.4. Instrumen Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa berbentuk uraian yang terdiri dari beberapa butir soal. Kemudian peneliti melanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban untuk masing-masing butir soal. Untuk memperoleh kriteria soal tes yang baik, maka soal tersebut harus dinilai reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.

Untuk mendapatkan reliabilitasm validitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda, soal tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada penimbang. Para penimbang memberikan pertimbangan yang berhubungan dengan validitas isi dan validitas konstruksi. Pengujian validitas isi dan validitas konstruksi bertujuan untuk menentukan kesesuaian antara soal dengan materi ajar di SMP kelas VIII dengan tujuan yang ingin diukur. Pertimbangan terhadap instrumen yang berkenaan dengan validitas, konstruksi dan muka ditimbang oleh beberapa ahli pendidikan matematika,


(35)

yaitu rekan sesama mahasiswa S2 Pendidikan Matematika UPI dan dosen pembimbing.

Setiap soal Pretest dan Posttest hampir identik dan bobotnya sama. Pretest dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mendapat perlakuan, sedangkan Posttest dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan pendekatan proses berfikir reflektif.

Untuk mengukur kecukupan waktu siswa dan keterbacaan dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada siswa yang sudah pernah memperoleh materi yang sama, yaitu siswa SMP kelas IX.

Uji coba soal dilakukan pada siswa kelas IX SMP Negeri 228 Jakarta, Kemudian data yang diperoleh dari ujicoba tes kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa ini dianalisis untuk mengetahui reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran tesnya. Secara lengkap, proses analisis data hasil ujicoba meliputi hal-hal sebagai berikut.

3.4.1. Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrumen ialah keajegan atau kekonsistenan instrumen tersebut. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula, maka akan memberikan hasil


(36)

Rahmy Zulmaulida, 2012

yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang sistematik. Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya.

Karena instrumen dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian, maka derajat reliabilitasnya ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha:

11 = 1 1− ��

2

�2 (Arikunto, 2010:109)

Keterangan:

11= koefisien reliabilitas tes

��2= jumlah varians skor tiap butir soal �2= varians skor total

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan tolak ukur yang ditetapkan J.P. Guilford (Suherman 2003:139) sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Kriteria Derajat Keandalan J.P. Guilford Nilai Derajat Keandalan

11 < 0,20 Sangat rendah

0,20≤ 11 < 0,40 Rendah

0,40≤ 11 < 0,70 Sedang

0,70≤ 11 < 0,90 Tinggi


(37)

Dalam menentukan signifikasi koefisien reliabilitas, maka r11 dibandingkan dengan rtabel, dengan kaidah keputusan jika r11 lebih besar dari rtabel maka data reliabel dan sebaliknya. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,89 yang berarti soal-soal dalam tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.4.

3.4.2. Validitas

Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang tangguh adalah tes mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Arikunto (2010:65) sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang hendak diukur.

Untuk menguji kesahihan instrumen, maka terlebih dahulu instrumen harus dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Kegiatan yang dilakukan agar peneliti mengetahui validitas empiris dari instrumen yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian.

Validasi instrumen tes dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir tes dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson:

=

�( )−

� 2( )2 2( )2


(38)

Rahmy Zulmaulida, 2012 Keterangan :

= koefisien korelasi antara variabel X dan Y � = jumlah peserta tes (subjek)

= skor item tes

= skor total

Penafsiran terhadap besarnya koefisien korelasi skor tiap item dengan skor total dilakukan dengan membandingkan nilai ℎ� dengan nilai � � .

Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi (Arikunto, 2010: 75) sebagai berikut:

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi

Berdasarkan hasil uji coba di SMP Negeri 228 Jakarta kelas IX semester genap, maka dilakukan uji validitas dengan bantuan Program Anates 4.05 dan Microsoft Excel 2007. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan Lampiran C.6. Hasil uji validitas ini dapat dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini.

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < ≤1,00 Validitas Sangat Tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Validitas Tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Validitas Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Validitas Rendah


(39)

Tabel 3.3

Interpretasi Uji Validitas Tes

Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis

Nomor

Soal Kemampuan

Koefisien Korelasi

Interpretasi

Validitas Signifikansi

1 Koneksi

Matematis 0,8523

Sangat Tinggi

(sangat baik) Sangat Signifikan

2 Koneksi

Matematis 0,8285

Sangat Tinggi

(sangat baik) Sangat Signifikan

3 Koneksi

Matematis 0,7773

Tinggi (baik)

Sangat Signifikan

4 Berpikir Kritis

Matematis 0,7810

Tinggi (baik)

Sangat Signifikan

5 Berpikir Kritis

Matematis 0,8454

Sangat Tinggi

(sangat baik) Sangat Signifikan

6 Berpikir Kritis

Matematis 0,7730

Tinggi (baik)

Sangat Signifikan

Dari enam butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh bahwa keenam butir soal tersebut mempunyai validitas tinggi atau baik dan sangat tinggi atau sangat baik. Artinya, semua soal mempunyai validitas yang baik. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat bahwa semua butir sangat signifikan.

3.4.3. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang sudah menguasai materi dengan siswa yang belum/ kurang menguasai materi berdasarkan kriteria tertentu. Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus:


(40)

Rahmy Zulmaulida, 2012

=

Keterangan:

DP : daya pembeda

: jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

: jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang dipilih

Interpretasi perhitungan daya pembeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003: 161)

Tabel 3.4.

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya DP Interpretasi

� ≤0,00 Sangat Rendah

0,00 <� ≤ 0,20 Rendah

0,20 <� ≤ 0,40 Cukup/Sedang

0,40 <� ≤ 0,70 Baik

0,70 <� ≤ 1,00 Sangat Baik

Untuk data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan n ≥ 30, maka sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan kedalam kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group).


(41)

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5.

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis

No. Soal Jenis Tes Daya Pembeda Interpretasi

1 Koneksi Matematis 0,7725 Sangat Baik

2 Koneksi Matematis 0,75 Sangat Baik

3 Koneksi Matematis 0,7275 Sangat Baik

4 Berpikir Kritis Matematis 0,545 Baik

5 Berpikir Kritis Matematis 0,75 Sangat Baik

6 Berpikir Kritis Matematis 0,59 Baik

3.4.4. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam tiga kelompok tingkat kesukaran untuk mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar.

Tingkat kesukaran tes dihitung dengan rumus:

= +

2 (Suherman, 2003: 170)


(42)

Rahmy Zulmaulida, 2012 TK : tingkat kesukaran

: Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar : Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar : Jumlah siswa kelompok atas

(Sundayana, 2010: 78)

Tabel 3.6.

Interpretasi Tingkat kesukaran dengan kategori soal: Tingkat Kesukaran Kategori Soal

0,00≤ < 0,30 Sukar

0,30≤ < 0,70 Sedang

0,71≤ ≤1,00 Mudah

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0.5 dan Microsoft Excel. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes koneksi dan berpikir kritis matematis yang terangkum dalam Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7.

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis

No. Soal Jenis Tes Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 Koneksi Matematis 0,6475 Sedang

2 Koneksi Matematis 0,6675 Sedang

3 Koneksi Matematis 0,405 Sedang


(43)

5 Berpikir Kritis Matematis 0,725 Mudah

6 Berpikir Kritis Matematis 0,2825 Sukar

3.4.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis

Rekapitulasi dari perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel3.8 di bawah ini:

Tabel 3.8

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis Matematis No Soal Interpretasi

Reliabilitas

Interpretasi Validitas

Interpretasi Daya Pembeda

Interpretasi Tingkat Kesukaran 1.

Tinggi

Tinggi Baik Mudah

2. Sangat Tinggi Sangat Baik Mudah

3. Tinggi Baik Sukar

4. Sangat Tinggi Sangat Baik Sedang

5. Sangat Tinggi Sangat Baik Sedang

6. Tinggi Sangat Baik Sedang

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis yang dilaksanakan di SMP Negeri 228 Jakarta pada kelas IX Semester genap, serta dilihat dari hasil analisi reliabilitas, validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes


(44)

Rahmy Zulmaulida, 2012

tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa SMP kelas IX yang merupakan responden dalam penelitian ini.

3.5. Skala Sikap Siswa

Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun beberapa objek tertentu (Arifin, 2009: 159).

Skala sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan proses berpikir reflektif dalam aspek koneksi dan berpikir kritis matematis. Pertanyaan-pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup, tentang pendapat siswa. Model skala sikap yang digunakan adalah skala Likert. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes.

Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), Netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi


(45)

skor 2, dan STS diberi skor 1. Untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5. Pemberian nilai skala sikap tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:

Tabel 3.9. Skor Nilai Skala Sikap

Arah dari Pernyataan SS S N TS STS

Positif atau Menyenangkan 5 4 3 2 1

Negatif atau Tidak Menyengakan 1 2 3 4 5

Oktavien (2012:69) menyatakan untuk mengetahui sikap siswa, siswa mempunyai sikap positif atau negatif, maka rata-rata skor setiap siswa dibandingkan dengan skor netral terhadap setiap butir skor, indikator dan klasifikasinya. Bila rata-rata skor seorang siswa lebih kecil dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap negatif. Apabila rata-rata skor seorang siswa lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap positif.

3.6. Lembar Observasi

Lembar observasi diberikan kepada pengamat, untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dalam kelompok pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif dan aktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran pada setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman ini adalah sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaan


(46)

Rahmy Zulmaulida, 2012

pendekatan proses berpikir reflektif. Pengamat akan mengisikan nomor-nomor kategori yang sering muncul dalam lembar observasi yang tesedia.

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran berpikir reflektif, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengolah data hasil observasi berdasarkan aktivitas siswa dengan menggunakan rumus (Lindawati, 2010) adalah:

= × 100%

Keterangan :

P = presentasi skor aktivitas

Q = rata-rata skor kolektif yang diperoleh pada suatu aktivitas R = skor maksimum dari suatu aspek aktivitas, yaitu 5.

Untuk klasifikasi skor aktivitas siswa, dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 3.10

Klasifikasi Skor Aktivitas

Kategori Interpretasi

4 Sangat Baik

3 Baik

2 Cukup


(47)

0 Sangat Kurang

Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran proses berpikir reflektif adalah keaktifan siswa dalam mencari informasi dengan membaca permasalahan, menyelesaikan masalah, menyampaikan pendapat, membuat laporan kelompok, mengajukan/ membahas pertanyaan, membuat kesimpulan, memperhatikan penjelasan teman/ guru, mengemukakan pendapat serta berargumentasi dengan sopan.

Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran proses berpikir reflektif. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Observasi terhadap aktifitas siswa dan aktifitas guru dilakukan oleh guru pengamat. Lembar observasi siswa dan guru disajikan dalam Lampiran B.5 dan Lampiran B.6.

3.7. Tahap Penelitian

Penelitian akan dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap pengolahan data.

3.7.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya:


(48)

Rahmy Zulmaulida, 2012

1. Studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif, kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa;

2. Seminar proposal pada tanggal 25 Januari 2012;

3. Mengurus surat izin penelitian, baik izin dari Direktur Sekolah Pascasarjana UPI, maupun surat izin dari Dinas Pendidikan di kota Banda Aceh Propinsi Aceh;

4. Menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing, dari tanggal 7 Februari 2012 s.d. 9 Maret 2012; 5. Menguji coba instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba instrumen

tersebut, pada tanggal 23 Maret 2012 di SMP Negeri 228 Jakarta untuk mencobakan soal dan bahan ajar;

6. Berkunjung ke SMP Negeri 4 Banda Aceh untuk menyampaikan surat izin penelitian dan sekaligus meminta izin untuk melaksanakan penelitian;

7. Melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu, teknis pelaksanaan penelitian, serta meminjam nilai hasil ulangan umum untuk membuat pengelompokkan di kelas eksperimen;

8. Melaksanakan kegiatan penelitian dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif, dari tanggal 20 Maret s.d. 20 April 2012.


(49)

3.7.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa. Kegiatan pretest ini dilakukan pada hari Selasa, tanggal 20 Maret 2012. Setelah pretest dilakukan, dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif pada kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelompok kontrol. Observasi pada kelas eksperimen dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru pengamat. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, soal-soal latihan dan tugas. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi pembelajaran oleh peneliti sendiri, yang dibantu oleh guru matematika yang memang mengajar pada kedua kelompok tersebut. Kelas eksperimen menggunakan lembar aktivitas siswa rancangan peneliti, sedangkan kelas kontrol menggunakan sumber pembelajaran dari buku paket yang disediakan sekolah. Jumlah pertemuan pada kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 7 kali pertemuan.

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan tes akhir (posttes) pada kelas eksperiman dan kelas kontrol. Kedua kelompok ini diberikan soal tes akhir yang sama dengan soal tes awal (pretest). Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa. Selain


(50)

Rahmy Zulmaulida, 2012

posttest, pada kelas eksperimen diberikan angket skala sikap. Pelaksanaan posttest dilakukan pada hari Selasa, tanggal 13 April 2012.

3.7.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi lewat proses belajar-mengajar di kelas pada penggunaan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif dengan mengamati aktivitas siswa yang dibantu oleh guru dan teman sejawat, lembar angket siswa, dan lembar penilaian hasil belajar siswa yang merupakan penilaian hasil tes diakhir materi pelajaran setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif.

3.7.4. Tahap Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dianalisis secara statistik. Hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis secara deskriptif.

Terdapat dua jenis data yang dianalisis yaitu data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi dan angket siswa. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS 16, dan Microsoft Excell 2007.


(51)

Terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi, skala sikap dan jurnal siswa. Analisis data kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa.

Data primer hasil tes sebelum dan sesudah pembelajaran dengan perlakuan pendekatan proses berpikir reflektif, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menghitung statistik deskriptif skor Pretest, Posttest, dan gain yang meliputi skor minimum, skor maksimum, rata-rata dan simpangan baku.

2) Menghitung besarnya peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa yang diperoleh dari skor Pretest dan Posttest dengan menggunakan gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002) sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g) =

� � −

dengan kriteria indeks gain:

Tabel 3.11

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi Skor gain Interpretasi


(52)

Rahmy Zulmaulida, 2012

,� < � ≤ , ,� < � ≤ ,�

� ≤ ,�

Tinggi Sedang Rendah

3) Melakukan uji normalitas pada data skor Pretest dan gain ternormalisasi untuk tiap kelompok.

4) Perhitungan melalui Uji Kolmogorov-Smirnov, karena ukuran sampel yang lebih kecil atau sama dengan 30. Kriteria pengujian adalah tolak H0 apabila Asymp.Sig

≤ taraf signifikansi (�= 0,05).

5) Menguji varians. Pengujian varians antara kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain ternormalisasi kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis.

Uji statistik menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima H0 apabila Sig. Based on Mean > taraf signifikansi (�= 0,05).

6) Melakukan uji kesamaan dua rata-rata pada data skor Pretest kedua kelompok eksperimen dan kontrol untuk masing-masing kemampuan koneksi matematis dan berpikir kritis matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 ∶ �

= �

H1 ∶ � ≠ �

Keterangan:


(53)

: rata-rata Pretest kritis matematis kelompok kontrol

Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rata-rata untuk data skor gain ternormalisasi pada kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah rumusan hipotesisnya:

H0 ∶ �� =��

H1 ∶ �� > �� Keterangan:

�� : rata-rata gain ternormalisasi koneksi (berpikir kritis) kelompok eksperimen �� : rata-rata gain ternormalisasi koneksi (berpikir kritis) kelompok kontrol 7) Jika kedua rata-rata skor berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik

yang digunakan adalah Uji-t.

8) Jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t’

9) Apabila data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan pengujian non-parametrik, yaitu Uji Mann-Whitney

b. Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran


(54)

Rahmy Zulmaulida, 2012

berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.

3.8. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian mengenai kegiatan pembalajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa ini, dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dan melakukan studi literatur.

2. Menyusun instrumen penelitian dan bahan ajar.

3. Menguji coba instrumen dan menganalisis hasil uji coba instrumen

4. Menentukan subjek penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 5. Memberikan pretes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk

mengetahui kemampuan awal berpikir matematis siswa pada tingkat koneksi dan berpikir kritis.

6. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.


(55)

7. Memberikan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis siswa pada tingkat koneksi dan berpikir kritis.

8. Memberikan angket skala sikap dan melakukan observasi terhadap kelas eksperimen mengenai sikap siswa terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran matematika, dan soal-soal kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis.

9. Mengolah dan menganalisis data.

10. Menganalisis temuan dari hasil pengolahan dan analisis data. 11. Menyimpulkan hasil penelitian.

Untuk lebih jelasnya mengenai prosedur penelitian, perhatikan diagram di bawah ini:


(56)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pembelajaran dengan Proses Berpikir Reflektif

Pembelajaran Konvensional

Posttest

Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisis Temuan Pembahasan

Kesimpulan Observasi

Keterlaksanaan pendekatan

angket tanggapan siswa

Diagram 3.2

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Studi Kepustakaan: Identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, studi literatur, dll.

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Uji coba Instrumen

Analisis hasil uji coba dan perbaikan instrumen

Penentuan Subjek Penelitian


(57)

3.9. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai dengan Mei 2012. Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel 3.12.

Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

Tahap Kegiatan Bulan

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni

Persiapan

Penyusunan Proposal

Seminar proposal dan revisi Penyusunan

Instrumen Uji coba Instrumen Pelaksaaan Pelaksanaan

Penelitian Analisis

data Pelaporan Penulisan


(58)

Rahmy Zulmaulida, 2012

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis matematis siswa, antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan proses berpikir reflektif dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

3. Siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika, dan terhadap soal-soal kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis. Pada umumnya siswa merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran yang dilaksanakan, ketertarikan siswa terhadap pembelajaran tersebut dimungkinkan karena siswa diberikan keleluasaan untuk mengungkapkan semua pengetahuan yang telah mereka miliki dan siswa merasakan


(59)

tantangan untuk menemukan sendiri permasalahan yang diberikan. Hasil jurnal siswa menyatakan bahwa siswa sangat tertarik pada pembelajaran matematika, matematika tidak lagi menjadi hal yang menakutkan bagi siswa. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif bukan hanya meningkatkan aspek kognitif siswa (kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis), namun pembelajaran ini membuat kesan siswa terhadap pelajaran dan pembelajaran matematika menjadi lebih positif.

5.2 Implikasi

Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, memberikan implikasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif memberikan dampak yang baik dalam pengembangan kegiatan belajar mengajar.

2. Pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif memberikan konstribusi dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah.

3. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berpikir reflektif menjadi salah satu pendekatan yang memperkaya pembelajaran yang sudah ada tanpa menghilangkan sistem pembelajaran konvensional.


(1)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 5.3 Rekomendasi

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif, aspek koneksi dan berpikir kritis matematis yang merupakan fokus perhatian dalam penelitian ini, masih perlu diteliti lebih mendalam lagi. Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan penulis dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan proses berpikir reflektif ini membutuhkan waktu yang lama, dikarenakan guru harus mampu menggali pola-pola pertanyaan yang mengacu kepada arah berpikir reflektif. Dengan begitu guru diharapkan mampu untuk mengembangkan lebih luas pembelajaran dengan pendekatan proses berpikir reflektif

2. Kemampuan koneksi dan berpikir kritis diharapkan dapat lebih dikembangkan secara tidak langsung, agar siswa terbiasa dengan soal-soal non rutin. Hal ini akan mengakibatkan pengembangan proses berpikir siswa kearah yang lebih baik dalam rangka peningkatan dunia pendidikan. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada sekolah lain dan tingkat yang

berbeda, dengan materi pokok yang lebih luas dan waktu yang lebih lama dan mengembangkan aspek kemampuan lain yang belum dikaji.


(2)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Amor, D. K. (2010). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik dengan

Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme. [Online]. Tersedia:

http://dc176.4shared.com/doc/VZPOegbF/preview.html . [14 Desember 2011] Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosda

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Carilah. (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan Masalah Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA Bandung. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Dahli, A. (2011). Berfikir Reflektif. [Online]. Tersedia http://dahli-ahmad.blogspot.com/2011/05/berfikir-reflektif.html [1 Desember 2011.

De Walle, J. A. (2007). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah (Pengembangan Pengajaran). Jakarta: Erlangga.

Delima, N. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Mahasiswa Program Studi Sistem Informasi. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006a). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:

Depdiknas

Depdiknas. (2006b). “Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Hasil Ujian” Materi Presentasi Sosialisasi KTSP Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Eka, H. P. (2006). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik Siswa SMP. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(3)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Fisher, A. (2001). Critical Thinking in Introduction. United Kingdom: Cambridge University Press.

Given, B. K. (2007). Brain-Based Teaching. Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif. Jakarta: Kaifa.

Hodiyah, D. (2009). Implementasi Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Koneksi Matematik Siswa SMA. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Ibrahim. (2011). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah yang Menghadirkan Kecerdasan Emosional. Makalah Pada Seminar Nasional Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Jhonson, E. B. (2011).Contextual Teaching&Learning. Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.

Kurnia, I. (2011). Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Reflektif Mahasiswa S1-PGSD pada Mata Kuliah Penelitian

Tindakan Kelas. [Online]. Tersedia: http://www.infodiknas.com/

pengembangan-model-pembelajaran-untuk-meningkatkan-kemampuan reflektif- mahasiswa - s1 -pgsd-pada-matakuliah-2/ . [8 November 2011] Kurniawan, R. (2006). Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk

Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMK. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Lasmanawati, A. (2011). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan KemampuanKoneksi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Lindawati, S. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI: Tidak Diterbitkan.


(4)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Mayadiana, D. S. (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda

Meltzer, D. E. (2002). Addendum to: The Relationship between Mathematics

Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden

Varible” in Diagnostics Pretest Score”. [online]. Tersedia:

http//www.physics.iastes.edu/per/docs/Addendum on_normalized_gain.[1 Desember 2011]

Nainggolan, L. (2011). Model Pembelajaran Reflektif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis. Tesis PPS UPI. Tidak diterbitkan.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. [Online].Tersedia:http://www.mathcurriculumcenter.org/PDFS/CCM/summari es/standards_summary.pdf. [16 Desember 2011]

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM.(2003). Program for Initial Preperation of Mathematics Specialist. Tersedia: http://www.ncate.org/ProgramStandars/NCTM/NCTMELEMStandars.pdf. [28 April 2012]

Nasution, N. (2010). Berbagai Pendekatan dalam Proses belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Nindiasari, H. (2011). Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Makalah Pada Seminar Nasional Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Noer, S. H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kriti, Kreatif, Reflektif (K2R)

Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.


(5)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Novaliyosi. (2011). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar mahasiswa Melalui pembelajaran dengan pendekatan investigasi. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Puspitasari, (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Kooperatif Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Riduwan, M.B.A, Drs. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, ET. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rochaminah, S. (2007). Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. [Online]. Tersedia: http://ebookbrowse.com/07-sutji-rochaminah-penggunaan-metode-penemuan-untuk-meningkatkan-kemampuan-pdf-d22254821 [15 Desember 2011]

Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah Seminar Nasional Matematika 2007. Bandung: PPS-UPI.

Sabandar, J. (2009). “thinking Classroom” dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/ upload/ 2009/10/ Thinking-Classroom-dalam-Pembelajaran-Matematika-di-sekolah.pdf. [12 Desember 2011].

Suherman, E. dkk. (2003). “Common Text Book” dalam Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. JICA UPI


(6)

Rahmy Zulmaulida, 2012

Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sukardi, Prof. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sukmadinata, N. S. (2006). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika Pada Siswa Sekolah Menengah. FPMIPA UPI Bandung

Sumarmo, U (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa dan Bagaimana dikembangkan pada peserta didik. Bandung: FPMIPA UPI

Sundayana, R.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press Syukur, M. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU Melalui

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Tata. (2011). “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Terhadap Konsep Bangun-Bangun Geometri melalui Tahap Belajar Van Hiele dengan

Pendekatan Metakognitif”. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Undang-undang R.I. No 23 (2003), Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.

UPI Bandung. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung. UPI.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING : Studi Kuasi Eksperimen terhadap siswa salah satu SMP Negeri di Kota Bandung.

1 1 46

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN ANALITIK-SINTETIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 31

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH: Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII Pada Salah Satu SMP di Bandung.

7 24 18

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP.

12 19 39

PENGARUH MODEL MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP : Studi Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Subang.

2 3 45

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen Pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung.

0 1 54

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA.

0 0 53

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES BERPIKIR REFLEKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa salah satu SMP Negeri di Sungailiat.

0 0 53