Dimensi Penegakan Hukum oleh Hakim dalam Putusan

dasar bagi hakim dalam penjatuhan pidana yang ditinjau dari aspek pertimbangan non yuridis adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman beserta penjelasannya. Dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya Handoko, 2015: 141. Dalam mempertimbangkan putusan, hakim dipengaruhi oleh beberapa faktor subjektif seperti sikap perilaku hakim a priori, emosional, sikap arrogance power, dan moral. Sementara itu faktor objektif yang mempengaruhi meliputi latar belakang, sosial, budaya, dan ekonomi serta profesional hakim tersebut. Disamping faktor subjektif dan objektif tersebut, ada faktor utama yang mempengaruhi putusan hakim yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini datang dari dalam diri hakim itu sendiri namun mampu mempengaruhi kemandirian hakim dalam tugas dan wewenangnya seperti hal yang berkaitan dengan SDM hakim, rekruitmen hakim, pendidikan hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara itu faktor eksternal yang mempengaruhi adalah berupa: 1 peraturan perundang-undangan; 2 adanya intervensi terhadap proses peradilan; 3 hubungan hakim dengan penegak hukum lainnya; 4 adanya berbagai tekanan, antara lain tekanan dari cabang kekuasaan lain eksklusif, tekanan dari kalangan hakim sendiri dan tekanan dari pihak yang berperkara; 5 faktor kesadaran hukum; 6 faktor sistem pemerintahan atau politik.

2.4 Dimensi Penegakan Hukum oleh Hakim dalam Putusan

Prof. Sudarto menegaskan yang membedakan hukum pidana dan bidang hukum lain adalah sanksi yang berupa pidana diancamkan kepada pelanggar normanya Akhdiat dan Rosleny, 2011:287. Bagaimanapun, pidana merupakan suatu penderitaan, sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh orang yang mengalaminya. Oleh karenanya, orang tiada hentinya mencari dasar, hakikat, tujuan pidana, dan pemidanaan untuk memberikan pembenaran justification dari pidana. Adapun pihak yang harus memperhatikan syarat-syarat ini dalam menghadapi persoalan konkret adalah hakim, jaksa, dan lain-lain Akhdiat dan Rosleny, 2011:288. Untuk terciptanya suatu tindakan penegakan hukum dan keputusan peradilan yang seragam mengenai persoalan atau kasus yang sama pada suatu ketika, harus seragam dengan tindakan atau putusan yang akan diambil terhadap kasus dan persoalan itu di masa yang akan datang Harahap, 1993: 84. Yang dimaksudkan keseragaman disini bukanlah persis mengikuti atau mencontoh tindakan-tindakan maupun keputusan yang terdahulu dengan jalan membabi buta. Tindakan dan putusan yang diterapkan dalam kasus atau peristiwa yang sama tersebut, dijumpai semangat dan kesadaran penegakan hukum yang sejiwa antara keputusan terdahulu dengan sekarang dan yang akan datang. Penegakan hukum pada hakekatnya adalah usaha atau upaya untuk menciptakan keadilan. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum bisa berarti pelaksanaan secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sesuai dengan apa yang telah dibentuk dalam tahap sebelumnya yaitu tahap pembuatan hukum. tujuan penegakan hukum secara umum adalah untuk menegakkan prinsip “equality before the law” dan untuk pencapaian keadilan bagi semua orang justice for all Yulia, 2010: 84. Penegakan hukum secara hakiki harus dilandasi 3 tiga hal pokok, yaitu: 1. Landasan ajaran faham agama; 2. Landasan ajaran kultur adat istiadat; 3. Landasan aturan hukum positif yang jelas. Sementara itu, menurut Mastra Liba ada 14 empat belas faktor yang mempengaruhi kinerja penegakan hukum, yaitu Yulia, 2010: 85: 1. Sistem ketatanegaraan yang menempatkan “Jaksa Agung” sejajar Menteri. 2. Sistem perundangan belum memadai. 3. Faktor SDM Sumber Daya Manusia. 4. Faktor kepentingan yang melekat pada aparat pelaksana. Kepentingan pribadi, golongan, dan politik kenegaraan. 5. Corspsgeist dalam institusi. 6. Tekanan yang kuat kepada aparat penegak hukum. 7. Faktor budaya. 8. Faktor agama. 9. Legislatif sebagai “lembaga legislasi” perlu secara maksimal mendorong dan memberi contoh tauladan yang baik dalam penegakan hukum. 10. Kemauan politik pemerintah. 11. Faktor kepemimpinan. 12. Kuatnya jaringan kerjasama pelaku kejahatan organize crime. 13. “Kuatnya pengaruh kolusi” dalam jiwa pensiunan aparat penegak hukum. 14. Pemanfaatan kelemahan peraturan perundang-undangan. Pada intinya, sistem peradilan pidana berperan dalam penataan keadilan dan sebagai sarana pengendalian sosial dengan memperhatikan 3 tiga unsur dalam penegakan hukum yaitu, unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan Yulia, 2010: 86. Menurut Soerjono Sukanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum Sudarto, 1986: 4 adalah: a. Undang-Undang yaitu berupa aturan hukum tertulis yang berlaku umum yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah. Asas-asas yang harus dipenuhi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu: 1 undang-undang tidak berlaku surut, memberi isyarat bahwa waktu mulai berlakunya perundang-undangan untuk kepentingan sekarang dan masa yang akan datang; 2 undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; 3 undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang- undang yang bersifat umum; 4 undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang- undang yang berlaku terdahulu; 5 undang-undang tidak dapat diganggu gugat, asas ini tidak memberi kesempatan untuk melakukan uji materiil maupun uji formil, kecuali dilakukan oleh badan pembentuk undang-undang itu sendiri yang diberi wewenang itu; 6 undang-undang merupakan suatu saran untuk mencapai kesejahteraan spiritual atupun material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian atau pembaharuan. b. Aparat penegak hukum, secara sosiologis setiap penegak hukum mempunyai peranan dan kedudukan. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Sedangkan peranan penegak hukum dapat dibedakan menjadi peranan yang ideal, peranan yang seharusnya, peranan yang dianggap oleh diri sendiri dan peran yang sebenarnya dilakukan. c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan lancar. Sarana atau fasilitas itu antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan lain-lain. d. Faktor masyarakat, yakni dimana hukum tersebut berlaku dan ditetapkan. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. e. Faktor kebudayaan, kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai- nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Penegakan hukum akan berjalan efektif jika masyarakat memiliki kesadaran terhadap hukum, tetapi dalam kenyataannya masih banya masyarakat yang melanggar hukum, bahkan melakukan penentangan secara terang-terangan terhadap hukum. hal ini menungukkan bahwa hukum membawa tidak hanya pengaruh positif tetapi juga pengaruh negatif. Keberhasilan penegakan hukum tidak datang dengan sendirinya melainkan seiring dengan hadirnya penegakan hukum yang sesuai dengan harapan dan rasa keadilan masyarakat, artinya dalam penegakan hukum perlu adanya usaha bersama untuk mewujudkan tegaknya hukum yang sesuai dengan cita-cita masyarakat Sudarto, 1986: 17.

2.5 Dimensi Perlindungan Hukum oleh Hakim dalam Putusan

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Bersyarat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 5.089/Pid.B/2006/PN.Medan)

2 139 75

Analisis Putusan Hakim Tentang Jaminan Fidusia ( Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan )

10 112 117

PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN).

0 3 25

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi kasus di Pengadilan Negeri Purworejo).

0 2 16

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi kasus di Pengadilan Negeri Purworejo).

0 3 12

PENDAHULUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi kasus di Pengadilan Negeri Purworejo).

0 3 12

PENUTUP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi kasus di Pengadilan Negeri Purworejo).

0 2 5

PENGGUNAAN KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA FIDUSIA DAN PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BENGKULU DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN (STUDI PUTUSAN NOMOR: 125/PID.B/2014/PN.BKL).

0 0 15

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN PADA PERKARA PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 400PID.SUS2014PN.JKT.TIM) SKRIPSI

0 0 11