Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Di PT. TPL Porsea Sebagai Bahan Baku Pada Pembuatan Keramik Kontruksi

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL

PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN

KERAMIK KONTRUKSI

DISERTASI

Oleh

ZURIAH SITORUS

068103015/KM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL

PORSEA

SEBAGAI BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN

KERAMIK KONTRUKSI

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Kimia, Konsentrasi Fisiko Kimia pada Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZURIAH SITORUS

068103015/KM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

JUDUL DISERTASI : PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T.TPL PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI

Nama : Zuriah Sitorus

Nomor Pokok : 068103015

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Kimia Konsentrasi : Fisiko Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Harlem Marpaung) Promotor

(Prof. Dr. Timbangen Sembiring, MSc) (Prof. Dr. Herman Mawengkang) Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi S3 Ilmu Kimia Dekan, FMIPA USU


(4)

PROMOTOR

Prof. Dr. Harlem Marpaung

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Timbangen Sembiring, MSc

Guru Besar Tetap Ilmu Fisika Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Herman Mawengkang Guru Besar Tetap Ilmu Matematika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara


(5)

TIM PENGUJI

Ketua

: Prof. Dr. Harlem Marpaung

Anggota

: Prof. Dr. Timbangen Sembiring, Msc

Prof. Dr. Herman Mawengkang

Prof. Basuki Wirjosentono, MS., PhD

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Fisika Polimer

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Prof. Drs. M. Syukur, MS

Guru Besar Tetap Ilmu Fisika Material

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Yunanzar Manjang

Guru Besar Tetap Ilmu Organik Bahan Alam

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(6)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL

PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA

PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI

DISERTASI

Saya mengakui bahwa disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri,

kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing

disebutkan sumbernya.

Nama

: Zuriah Sitorus

NIM

:

068103015 Tanda Tangan :


(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Zuriah Sitorus NIM : 068103015

Program Studi : Ilmu Kimia, Konsentrasi Fisiko Kimia Jenis Karya : Disertasi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul :

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juni 2010 Yang menyatakan


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini berjudul “PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI”. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasili yang tulus kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Medan, Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H.,MSc(CTM),Sp.A (K), yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc.

3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D.

4. Bapak Sekretaris Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Harry Agusnar, MSc, M.Phill.

5. Bapak Pembimbing Penulis, Prof. Dr. Harlem Marpaung, sebagai Promotor Utama dan Prof.Dr. Timbangen Sembiring, MSc, serta Prof. Dr. Herman Mawengkang MSc sebagai CO-Promotor, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pikiran maupun saran kepada penulis.

6. Bapak dan ibu staf Pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia.

7. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia.

Akhirnya penulis ingin juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda Zainuddin


(9)

Sitorus dan Ibunda Nurjanah br. Sembiring Serta Ibu mertua dan Ayah mertua juga kepada suamiku tercinta B. Sihombing dan ketujuh anakku tersayang yang telah begitu tabah dan sabar dan setiap saat berdoa hingga terselesaikannya program doktor ini. Dan tak lupa ucapan terima kasih ini penulis sampaikan juga kepada abang dan kakak serta adik-adikku yang telah memberikan semangat yang tidak henti-hentinya kepada penulis dari mulai pendidikan sampai menyelesaikan tulisan ini.

Medan, Juli 2010


(10)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL

PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA

PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI

ABSTRAK

Keramik konstruksi yang dibuat dari limbah pulp PT.TPL Porsea dengan aditif Bentonit telah dilakukan. Limbah pulp berasal dari pabrik pulp PT.TPL Porsea dan Bentonit juga diperoleh dari Porsea tepatnya Jalan Gereja, Uruk Sirait, Lokasi Guluan diDesa Silamosik, Kabupaten Toba ± 6-7 km dari pabrik.

Temperatur yang digunakan adalah 900OC dengan waktu penahanan lima belas menit. Sampel yang diuji dibuat dalam bentuk koin. Parameter yang diuji adalah sifat mekanik (kuat tekan, kuat impak), sifat fisis (susut bakar, densitas, porositas) dan struktur mikro (difraksi sinar X, SEM).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa keramik yang dihasilkan pada komposisi 50% bentonit dan 50% limbah pulp PT.TPL Porsea dengan temperatur sintering 900OC dan waktu penahanan lima belas menit merupakan hasil yang optimum. Pada komposisi ini keramik yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut : susut bakar = 1,919%, densitas = 2,71%, porositas = 39,26%, kuat tekan = 62,9 2

cm

N , kuat impak = 3 Nm. Pada pencampuran Bentonit antara

30%-40% kekuatan impaknya naik relatif lebih cepat yaitu dari 2,4 Nm sampai kisaran 2,6 Nm- 3 Nm.

Hasil analisa mikro strukturnya menunjukkan bahwa sebagian kecil senyawa logam-logamnya telah terikat satu dengan yang lain dan membentuk struktur kristalin dan sebagian besar fase amorf yang terikat satu dengan yang lainnya. Kemudian fase yang dominan yang terbentuk adalah CaCO3, SiO2, CaO,

MgSiO3 dan Al2SiO3.

Pembuatan keramik konstruksi ini merupakan konstribusi untuk pemanfaatan limbah pulp PT.TPL Porsea dan Bentonit yang dapat mengatasi pencemaran lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya. Kata Kunci : Bio Sludge, Dregs, Grit, Bentonit, Keramik Konstruksi.


(11)

THE USE OF PULP SOLID WASTE IN PT. TPL

PORSEA AS COMPONENT OF STANDARD AT

MAKING OF CERAMICS KONTRUKSI

ABSTRACT

The constructive ceramic made of pulp waste (Bio Sludge, Dregs, Grits) from PT.TPL Porsea with bentonit additive has been conducted. The pulp waste (Bio Sludge, Dregs, Grits) was obtained from pulp mill of PT.TPL Porsea and also the Bentonit has been obtained from the same place, precisely Jalan Gereja, Sirait Uruk, Guluan in Silamosik Village, district of Toba about 6-7 kms from the Mill area.

Temperature used was 900OC by holding time of fifteen minutes. The sample tested was made in coin-shaped. The parameters tested were mechanical (stress strength, impact strength), physical (burning shrinkage, density, porosity), properties and microstructure (diffraction of X-ray, SEM).

The result of testing indicated that the ceramic produced in composite 50% of bentonit and 50% of pulp waste of PT.TPL Porsea with sintering temperature of 900OC and the holding time of fifteen minutes, was optimal result. In this composite the ceramic produced has the following characteristics : burning shrinkage = 1,919%, density = 2,71%, porosity = 39,26%, stress strength = 62,9 2

cm

N , impact strength = 3 Nm. In bentonit mixture ranging 30%-40%, the

impact strength increased relatively more rapidly from 2,4 Nm to the range of 2,6 Nm- 3 Nm in graduation.

The result microstructural analysis indicated that minority of metal compounds has been bonded each other to formed crystalline structure and the majority of amorph phase also bonded each other. Thus, the dominant resulting phase was CaCO3, SiO2, CaO, MgSiO3 and Al2SiO3.

This constructive ceramic preparation was a contribution for pulp waste utilization of PT.TPL Porsea and bentonit to overcome the environmental pollution and simultaneously improve the income of local people.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA

PENGANTAR

i

ABSTRAK

iii

ABSTRACT

iv

DAFTAR

ISI

v

DAFTAR

TABEL

ix

DAFTAR

GAMBAR

xi

DAFTAR

LAMPIRAN

xv

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1

Latar Belakang

1

1.2

Permasalahan

3

1.3

Tujuan Penelitian

4

1.4

Manfaat Penelitian

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

5

2.1. Komposisi Kimia Kayu

5

2.1.1 Selulosa

7

2.1.2. Hemiselulosa

9

2.1.3. Lignin

10

2.1.4. Ekstraktif

11

2.2. Proses Pembuatan Pulp

11

2.2.1. Proses Pembuatan Pulp Sulfat (Proses Kraft) 11


(13)

2.3. Lindi Hitam

12

2.3.1. Evaporasi Lindi Hitam

14

2.3.2. Sistem Pembakaran Lindi Hitam pada Furnace 14

2.3.3.Sistem Pemasukan Udara Kedalam Ruang Bakar

14

2.3.4. Komposisi Lindi Hitam

15

2.3.5. Komposisi Senyawa Kimia Lindi Hitam

15

2.3.6. Senyawa-Senyawa Anorganik

17

2.4. Limbah

17

2.4.1. Logam Berat

17

2.4.2. Limbah Pulp

19

2.4.3. Pengelolahan Limbah

21

2.4.3.1. Pengelolahan Limbah Cair

21

2.4.3.2. Pengelolahan Limbah Emisi Udara 24

2.4.3.3. Pengelolahan Limbah Padat 25

2.5. Bentonit

26

2.5.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam 27

2.5.2. Komposisi Bentonit

28

2.5.3. Karakteristik Bentonit

28

2.5.4. Bentonit Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan

29

2.5.5. Bentonit Sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak

30

2.6. Keramik

31


(14)

2.6.2. Sifat Keramik Konstruksi

35

2.6.3. Struktur Mikro Keramik

36

2.7. Proses Pembuatan Keramik

37

2.7.1. Pencampuran (mixing)

39

2.7.2. Pengeringan

40

2.7.3. Pembakaran (sintering)

41

2.8. Pengujian Sifat Fisis

43

2.8.1. Susut Bakar

43

2.8.2. Densitas

44

2.8.3. Porositas

45

2.9. Pengujian Sifat Mekanik 46

2.9.1. Tekan

46

2.9.2. Kekerasan

46

2.9.3. Kuat Impak

47

2.10. Karakterisasi Struktur Mikro

48

2.10.1. Diffraksi Sinar-X (X-ray Diffraction) 48

BAB III

METODE PENELITIAN

50

3.1. Bahan dan Alat

50

3.1.1. Bahan

50

3.1.2. Peralatan

50

3.1.3. Prosedur Penelitian

51

3.2. Variabel Eksperimen

55

3.2.1. Variabel Penelitian

55

3.2.2. Variabel Percobaan yang Diuji

55

3.2.3. Persiapan Sampel

56


(15)

3.2.4. Pencampuran

57

3.2.5. Pencetakan

57

3.2.6. Sintering 57

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 58

4.1. Pengujian Susut Bakar 58

4.1.1. Pengukuran Dimensi Sampel

60

4.2. Pengujian Porositas dan Densitas 62 4.3. Pengujian Kuat Tekan

65

4.4. Pengujian Impak 67 4.5.Analisis Mikrostruktur dengan Difraksi

Sinar X (XRD)

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

90

5.1. Kesimpulan

90

5.2. Saran

90


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Komposisi Kimia antara kayu Keras dan Kayu Lunak

(Humala Simanjuntak, 2007)

7

2.2 Komposisi Kimia Lindi Hitam (Humala Simanjuntak, 2007)

13

2.3 Komposisi Kimia White Liquor (Thomas, M, 1989) 13 2.4 Komponen dalam Lindi Hitam (Passinen, 1968) 16

2.5 Kandungan Anorganik dalam Lindi Hitam (Grace T, 1977)

17

2.6 Logam berat Timbal (Pb), Besi (Fe), Cadmium (Cd) dan Zinkum (Zn) dalam lindi hitam PT.TPL Porsea

19

2.7 Menunjukkan hasil analisis limbah padat industri Pulp dan kertas dari berbagai sumber

25

2.8 Komposisi Bentonit yang digunakan 28 3.1 Hasil Analisa Kimia Logam dari Serbuk Grit 52 3.2 Hasil Analisa Kimia Logam dari Serbuk Dreg 53 3.3 Hasil Analisa Kimia Logam dari Serbuk BioSludge 53 3.4 Komposisi Campuran pada Eksperimen 57

4.1 Hasil Pengukuran Susut Massa 58

4.2 Hasil Pengukuran Susut Bakar 60


(17)

4.4 Densitas Sample 64

4.5 Kuat Tekan Sample 65

4.6 Hasil Pengukuran Kuat Pukul 67

4.7 Aluminium Silicate (Al2SiO5) 75

4.8 Magnesium Silicate (MgSiO3) 76

4.9 Silicon Oxide (β - Si02) 77

4.10 Calsium Carbonate (Ca CO3) 78


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1

Ester dan Ether Linkage antara Lignin dengan Hemiselulosa pada kayu keras dan kayu lunak

6

2.2

Struktur selulosa dan konformasi yang berbeda-beda yang dapat dibentuk oleh rantai selulosa β (1 – 4) dan α (1 - 4) pada pati dan rantai glikogen. (a) Rantai selulosa, unit D-glukosa dalam ikatan β (1 – 4). (b) Skema yang memperlihatkan bagaimana rantai selulosa yang bersifat pararel dipersatukan bersama-sama oleh persilangan ikatan hydrogen. (c) Skema potongan dari dua rantai selulosa yang parallel, yang memperlihatkan konformasi yang sebenarnya dari residu D-glukosa dan persilangan ikatan hydrogen. (d) Skema sepotong amilosa ikatan α (1 - 4) pada amilosa, amilopektin, dan glikogen menyebabkan rantai memperoleh suatu struktur sulur yang erat berpilin, dengan gugus hidroksil yang mengarah keluar. (Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja 1988)Gambar 2.4. Tahap perubahan Partikel pada saat sintering (a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, (d) tahap akhir sintering

7


(19)

2.4 Struktur Lignin 10

2.5 Skematik Proses Pembuatan Pulp 12

2.6 Kraft Recovery Process 20

2.7 Trayek sintering untuk sampel keramik 41

2.8

Tahap perubahan Partikel pada saat sintering (a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, (d) tahap akhir sintering

43

2.9 Pori Terbuka dan Pori Tertutup 45

2.10

Pori Terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka tembus, (b) pori terbuka tak tembus, dan (c) pori terbuka campuran

45

2.11 Difraksi Bidang Kristal 49

3.1

Diagram alir penelitian tahap pertama, Pembuatan Serbuk Limbah Pulp (Grit, Dreg & Biosludge)

51

3.2 Diagram Alir Penelitian Tahap Dua 54

3.3 Diagram Alir Pengujian Data 55

4.1

Grafik Penyusutan Massa sebagai Fungsi Perubahan Komposisi Bentonit

59

4.2

Grafik Penyusutan Volume sebagai Fungsi Perubahan Komposisi Bentonit

61

4.3 Porositas - Persentase Bentonit 63


(20)

4.5 Kuat Tekan - Persentase Bentonit 66 4.6 Kuat Pukul - Persentase Bentonit 68

4.7

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 0%

69

4.8

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 10%

70

4.9

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 20%

71

4.10

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 30%

72

4.11

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 40%

73

4.12

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 50%

74

4.13

Pola Difraksi Keramik dengan Bahan Dasar Limbah Bentonit 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%

80

4.14 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 0% 81 4.15 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 10% 82 4.16 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 20% 82 4.17 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 30% 83 4.18 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 40% 83 4.19 Struktur Permukaan Sampel Bentonit 50% 84


(21)

4.20 Struktur Atom Dari Sampel Calcit (CaCO3) 85

4.21 Struktur Atom Dari Sampel Silimanite (AL2SiO3) 86

4.22 Struktur Atom Dari Sampel Clinoenstatite (Mg2SiO3) 87

4.23 Struktur Atom Dari Sampel Calcium Oxide (CaO) 88


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul I Report Analysis BIOSLUDGE, GRIT dan DREG

II Foto Lokasi Bentonit

III Hasil Analisa Mineral

IV Basis Data Process K1, K2, K3, K4, K5 dan K6


(23)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP DI P.T. TPL

PORSEA SEBAGAI BAHAN BAKU PADA

PEMBUATAN KERAMIK KONTRUKSI

ABSTRAK

Keramik konstruksi yang dibuat dari limbah pulp PT.TPL Porsea dengan aditif Bentonit telah dilakukan. Limbah pulp berasal dari pabrik pulp PT.TPL Porsea dan Bentonit juga diperoleh dari Porsea tepatnya Jalan Gereja, Uruk Sirait, Lokasi Guluan diDesa Silamosik, Kabupaten Toba ± 6-7 km dari pabrik.

Temperatur yang digunakan adalah 900OC dengan waktu penahanan lima belas menit. Sampel yang diuji dibuat dalam bentuk koin. Parameter yang diuji adalah sifat mekanik (kuat tekan, kuat impak), sifat fisis (susut bakar, densitas, porositas) dan struktur mikro (difraksi sinar X, SEM).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa keramik yang dihasilkan pada komposisi 50% bentonit dan 50% limbah pulp PT.TPL Porsea dengan temperatur sintering 900OC dan waktu penahanan lima belas menit merupakan hasil yang optimum. Pada komposisi ini keramik yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut : susut bakar = 1,919%, densitas = 2,71%, porositas = 39,26%, kuat tekan = 62,9 2

cm

N , kuat impak = 3 Nm. Pada pencampuran Bentonit antara

30%-40% kekuatan impaknya naik relatif lebih cepat yaitu dari 2,4 Nm sampai kisaran 2,6 Nm- 3 Nm.

Hasil analisa mikro strukturnya menunjukkan bahwa sebagian kecil senyawa logam-logamnya telah terikat satu dengan yang lain dan membentuk struktur kristalin dan sebagian besar fase amorf yang terikat satu dengan yang lainnya. Kemudian fase yang dominan yang terbentuk adalah CaCO3, SiO2, CaO,

MgSiO3 dan Al2SiO3.

Pembuatan keramik konstruksi ini merupakan konstribusi untuk pemanfaatan limbah pulp PT.TPL Porsea dan Bentonit yang dapat mengatasi pencemaran lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya. Kata Kunci : Bio Sludge, Dregs, Grit, Bentonit, Keramik Konstruksi.


(24)

THE USE OF PULP SOLID WASTE IN PT. TPL

PORSEA AS COMPONENT OF STANDARD AT

MAKING OF CERAMICS KONTRUKSI

ABSTRACT

The constructive ceramic made of pulp waste (Bio Sludge, Dregs, Grits) from PT.TPL Porsea with bentonit additive has been conducted. The pulp waste (Bio Sludge, Dregs, Grits) was obtained from pulp mill of PT.TPL Porsea and also the Bentonit has been obtained from the same place, precisely Jalan Gereja, Sirait Uruk, Guluan in Silamosik Village, district of Toba about 6-7 kms from the Mill area.

Temperature used was 900OC by holding time of fifteen minutes. The sample tested was made in coin-shaped. The parameters tested were mechanical (stress strength, impact strength), physical (burning shrinkage, density, porosity), properties and microstructure (diffraction of X-ray, SEM).

The result of testing indicated that the ceramic produced in composite 50% of bentonit and 50% of pulp waste of PT.TPL Porsea with sintering temperature of 900OC and the holding time of fifteen minutes, was optimal result. In this composite the ceramic produced has the following characteristics : burning shrinkage = 1,919%, density = 2,71%, porosity = 39,26%, stress strength = 62,9 2

cm

N , impact strength = 3 Nm. In bentonit mixture ranging 30%-40%, the

impact strength increased relatively more rapidly from 2,4 Nm to the range of 2,6 Nm- 3 Nm in graduation.

The result microstructural analysis indicated that minority of metal compounds has been bonded each other to formed crystalline structure and the majority of amorph phase also bonded each other. Thus, the dominant resulting phase was CaCO3, SiO2, CaO, MgSiO3 and Al2SiO3.

This constructive ceramic preparation was a contribution for pulp waste utilization of PT.TPL Porsea and bentonit to overcome the environmental pollution and simultaneously improve the income of local people.


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

lndustri kertas merupakan salah satu industri yang terbesar didunia dengan menghabiskan 670 juta ton kayu. Kebutuhan kertas dunia terus meningkat yang pada beberapa tahun kedepan diperkirakan pertambahannya mencapai 2% sampai 3% pertahun akibatnya kebutuhan kayu gelondongan setiap tahunnya akan meningkat (Humala. S. 2007).

Proses pembuatan pulp kraf dapat dibuat secara mekanis maupun secara kimia dengan cara memisahkan serat kayu atau selulosa dari bahan lain yang dikandungnya. Semua proses kimia menggunakan larutan pemasak natrium hidroksida (NaOH). Proses kraft mempunyai keunggulan karena bahan pemasaknya dapat didaur ulang (Humala. S. 2007).

Pada proses kraft, larutan natrium hidroksida dan natrium sulfida dicampurkan untuk melarutkan bahan organik yang tidak berserat (Lignin) dimana akibat proses ini dihasilkan larutan berwarna coklat kehitaman disebut dengan lindi hitam (Black Liquor).

Lindi Hitam adalah hasil pencucian dan penyaringan dari digester pada proses pembuatan pulp. Lindi Hitam warnanya hitam dikarenakan reaksi kimia yang terjadi antara serpihan kayu, dengan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pemasakan dalam liquor (TPL, 2002).

Komposisi bahan kimia yang terkandung dalam Lindi Hitam adalah NaOH, Na2S, Na2CO3, Na2SO3, Na2SO4, dan Na2S2O3 (Humala. S. 2007) dan juga masih

mengandung bahan total belerang tereduksi (TRS) yang tidak menguap.

Lindi Hitam sangat berperan penting dalam industri pulp, karena dapat didaur ulang menjadi lindi hijau dimana pada recovery boiler diasup oleh natrium


(26)

sulfat (Na2SO4) agar kekurangan S042- pada digester dapat dipenuhi pada green

liquor mengalami proses caustisasi menjadi lindi putih (TPL, 2002).

Lindi Hitam yang digunakan dalam proses daur ulang sebelum menjadi lindi putih menghasilkan limbah padat berupa dregs dan grits (Humala. S. 2007). Sedangkan limbah Biosludge dihasilkan dari belt press (Joni Siallagan. 2007).

Komponen limbah padat pulp PT.TPL Porsea terdiri dari serat pendek, serta bahan pengisi, plastik, logam, wax dan pengatur lainnya. Limbah padat pulp PT.TPL Porsea berserat yang berasal dari keluaran belt press umumnya masih mengandung 60% serat pendek sedangkan sisanya berupa bahan pengisi. Limbah padat ini biasanya dibuang sebagai tanah urungan, masih mengandung air sekitar 60-80% (Wawan Kartika Haroem, Juni 2007).

Limbah padat pulp PT.TPL Porsea dari industri kertas jumlahnya relatif banyak ±70 ton/hari (TPL, 2002). Salah satu upaya untuk mengatasi urungan dari limbah padat pulp berserat ini adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah, diantaranya sebagai bahan baku untuk pembuatan keramik konstruksi dengan bentonit sebagai bahan aditifnya. Selain itu pemanfaatan limbah padat pulp PT.TPL Porsea berserat ini sangat sesuai untuk dilakukan dalam skala industri, industri kecil dan menengah sebagai berikut :

1. Bahan baku dipabrik (pada boiler CFB dan sebagai campuran batu bata).

2. Kertas kwalitas rendah. 3. Bahan baku alternatif.

4. Konservasi air pada pabrik kertas. 5. Kompos (pupuk jamur).

6. Pembuatan asbes. 7. Pembuatan batu beton.

Limbah yang dihasilkan dari lindi hitam sebelum menjadi lindi putih adalah dregs dan grits, dimana komposisi kimia yang dikandung pada grits, dregs dan biosludge adalah sebagai berikut :


(27)

Grits Æ Al2O3 24,74%, SiO2 56,42%, Na2O 0,33%, K2O 0,25%, MgO

9,40%, CaO 2,12%, Fe2O3 2,62%, TiO2 3,38%, LOI 0,74%

Dregs Æ Al2O3 26,35%, SiO2 55,25%, Na2O 0,30%, K2O 0,27%, MgO

9,12%, CaO 2,30%, Fe2O3 2,34%, TiO2 3,31%, LOI 0,80%

Biosludge Æ Al2O3 28,97%, SiO2 51,70%, Na2O 0%, K2O 0%, MgO

9,46%, CaO 2,04%, Fe2O3 3,57%, TiO2 3,35%, LOI 0,91% (LIPI. 2009).

Bentonit adalah sejenis lempung yang banyak mengandung mineral montmorilonit (85%) yaitu suatu mineral hasil pelapukan penghasil hidrotermal atau akibat transformasi atau devitrifikasi dan tufa gelas yang diendapkan dalam air dengan suasana alkali. Bentonit yang digunakan sebagai bahan aditif pembuatan keramik konstruksi diambil dari desa Silamosik ± 7 km dari PT. TPL Porsea, unsur-unsur kimia yang terkandung didalamnya adalah Al2O3 22,9%, SiO2

55,5%, MgO 0%, CaO 0% dan Fe2O3 5,1%. Hal ini dilakukan untuk

memanfaatkan bahan yang ada disekitar TPL guna meningkatkan pendapatan asli daerah terutama masyarakat sekelilingnya.

Jika limbah grits, dregs dan Biosludge dicampurkan dengan bentonit maka akan menghasilkan keramik konstruksi yang baik menurut data dilapangan dari pengolahan terdapat ± 50 Ha bentonit yang ada di desa Silamosik dengan cadangan devisa ± 3,9 juta ton.

1.2.

Permasalahan

Limbah pulp PT.TPL Porsea mempunyai kandungan Silikat 46,07 % , Aluminium 80,06 % untuk menyediakan material ini sebagai campuran maka perlu mempelajari variasi persentase bahan yang akan digunakan.

Bentonit yang terdapat di sekitar PT.TPL Porsea yang mengandung 55,5% SiO2 dan Al2O3 22,9% akan dicampurkan dengan limbah pulp PT.TPL Porsea

grits, dregs dan Biosludge agar menghasilkan bahan pembuatan keramik konstruksi yang baik.


(28)

Bagaimana variasi campuran kedua bahan tersebut agar menghasilkan keramik konstruksi yang baik, perlu dipelajari pembuatan variasi campuran antara air, suhu, grits, dregs, Biosludge dan bentonit, agar diperoleh hasil yang baik.

1.3.

Tujuan Penelitian

Secara geografis karena PT.TPL Porsea terletak ± 7 km dari Desa Silamosik maka ada keinginan untuk meneliti apakah jika bentonit dicampur dengan grits, dregs dan biosludge itu baik sebagai bahan dasar pembuatan keramik konstruksi.

1.4.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi dalam pemanfaatan limbah pulp PT.TPL Porsea (grits, dregs dan Biosludge). Bermanfaat juga untuk mengatasi pengurangan limbah yang terus menerus diproduksi PT.TPL Porsea.

Limbah pulp PT.TPL Porsea ini dapat digunakan sebagai bahan pembuatan keramik konstruksi karena mengandung banyak unsur Alumina dan Silika.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komposisi Kimia Kayu

Kayu merupakan bahan utama yang dipakai untuk pembuatan pulp dan kertas karena rendemen seratnya sangat tinggi. Pada pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan senyawa kimia berupa makro molekul primer dan sekunder seperti C, H, O, N, P dan K. Selain makro molekul tanaman juga membutuhkan unsur mikro seperti besi, magnesium, dan lain lain. Kayu mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbeda. Senyawa tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu ; Selulosa, Hemiselulosa, Lignin dan Ekstraktif (TAPPI, 1989).

Komposisi dan sifat-sifat kimia ini sangat berperan dalam proses pembuatan pulp. Secara kimia kayu dibedakan menjadi dua jenis yaitu, kayu keras (hard wood) dan kayu lunak (soft wood). Kayu keras mengandung banyak selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif dibandingkan dengan kayu lunak tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit (TPL, 2001). Perbedaan yang mendasar antara kayu keras dan kayu lunak adalah pada kayu keras terdapat ikatan ester dan ether antara lignin dan hemiselulosa, sedangkan ada kayu lunak hanya terdapat ikatan esther antara lignin dengan hemiselulosa


(30)

Gambar 2.1. Ester dan Ether Linkage antara Lignin dengan Hemiselulosa pada kayu keras dan kayu lunak


(31)

Tabel 2.1. Komposisi Kimia antara kayu Keras dan Kayu Lunak (Humala Simanjuntak, 2007)

Komponen Kayu Lunak Kayu Keras

Selulosa Hemi Selulosa Lignin

Ekstraktif

42 ± 2 % 27 ± 2 % 37 ± 2 % 3 ± 2 %

45 ± 2 % 30 ± 2 % 20 ± 2 % 5 ± 2 %

2.1.1. Selulosa

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan dan semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Karena selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang terhubung oleh ikatan 1 – 4 glikosida, senyawa ini akan kelihatan seperti amilosa dari rantai utama glikogen.

Tetapi terdapat perbedaan yang sangat penting pada selulosa, ikatan 1 – 4 berada dalam konfigurasi β , sedangkan pada amilosa, amilopektin, dan glikogen, ikatan 1- 4 nya berbentuk α .


(32)

Gambar 2.2. Struktur selulosa dan konformasi yang berbeda-beda yang dapat dibentuk oleh rantai selulosa β (1 – 4) dan α (1 - 4) pada pati dan rantai glikogen. (a) Rantai selulosa, unit D-glukosa dalam ikatan β (1 – 4). (b) Skema yang memperlihatkan bagaimana rantai selulosa yang bersifat pararel dipersatukan bersama-sama oleh persilangan ikatan hydrogen. (c) Skema potongan dari dua rantai selulosa yang parallel, yang memperlihatkan konformasi yang sebenarnya dari residu D-glukosa dan persilangan ikatan hydrogen. (d) Skema sepotong amilosa ikatan α (1 - 4) pada amilosa, amilopektin, dan glikogen menyebabkan rantai memperoleh suatu struktur sulur yang erat berpilin, dengan gugus hidroksil yang mengarah keluar. (Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja 1988)


(33)

Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman.

Selulosa tersusun atas rantai glukosa dengan ikatan β (1 – 4). Selulosa lazim disebut sebagai serat dan merupakan polisakarida terbanyak. Polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida.

2.1.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan tergolong senyawa organik. Hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya yang terdiri dari glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-silosa dan L-arabinosa (Humala Simanjuntak, 2007).

Hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel dan berlaku sebagai perekat antara sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya.

Perbedaan Hemiselulosa dengan Selulosa yaitu : Hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa.

Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan D-xilosis dan monosakarida. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal.

Hemiselulosa kayu lunak tersusun atas galaktoglukomanan (15-20%) dan xylan (7-10%). Xylan kayu lunak adalah arabio – 4 – 0 - methylglucuronoxylan, dimana tidak terasetilasi, tapi rangka xylan disubtitusi pada karbon 2 dan 3 secara berurutan dengan asam 4 – 0 - methyl - α – D – glucuronic dan residu α – L – arabinofuranosyl.


(34)

Gambar 2.3. Hasil Hidrolisis Hemiselulosa (TAPPI, 1989)

2.1.3. Lignin

Lignin merupakan zat yang tidak berbentuk yang bersama-sama selulosa membentuk dinding sel dari pohon kayu. Lignin berfungsi sebagai bahan perekat atau semen sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi kuat (Humala Simanjuntak, 2007).

Lignin merupakan polimer 3 demensi yang bercabang banyak. Molekul utama pembentuk lignin phenyl propane (Humala Simanjuntak, 2007).


(35)

2.1.4. Ekstraktif

Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang sering disebut istilah ekstraktif. Zat-zat ini dapat dipisahkan dari kayu dengan menggunakan pelarut air maupun pelarut organik seperti eter atau alkohol. Asam-asam, asam-asam resin, lilin, terpentin dan gugus fenol adalah merupakan beberapa golongan senyawa yang juga merupakan ekstraktif. Kebanyakan ekstraktif itu dipisahkan dalam proses pembuatan pulp dengan cara kraft pulping. Minyak mentah terpentin dapat diperoleh dari digester pada waktu mengeluarkan gas, lemak, asam-asam lemak akan membentuk sabun (soap) pada proses kraft dan terlarut dalam larutan pemasak. Sabun ini selanjutnya akan dipisahkan dari Lindi Hitam dan didaur ulang sebagai tall oil (TPL. 2002).

2.2. Proses Pembuatan Pulp

Proses pembuatan pulp menurut perlakuan yang diterapkan terhadap bahan baku dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :

1. Proses mekanis 2. Proses semi kimia

3. Proses kimia, yang terdiri dari : a. Proses soda (alkali)

b. Proses sulfit (asam) c. Proses sulfat (proses kraf)

2.2.1. Proses Pembuatan Pulp Sulfat (Proses Kraft)

Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah proses sulfat atau disebut juga proses kraft. Proses sulfat merupakan pengembangan dari proses soda. Proses sulfat lebih baik daripada proses soda karena lebih fleksibel dalam bahan baku, waktu pemasakan lebih singkat, pulp dapat diputihkan sampai derajat kecerahan tinggi, kekuatan fisik pulp lebih tinggi dan sisa larutan pemasak mudah untuk didaur ulang (Humala Simanjuntak, 2007).


(36)

Mc Donald dan Franklin, menyatakan bahwa proses sulfat merupakan salah satu proses pembuatan pulp secara kimia yang menggunakan larutan pemasak Natrium Hidroksida (NaOH) dan Natrium Sulfida (Na2S) yang dikenal

dengan alkali aktif. NaOH berfungsi untuk mendegradasi dan melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa, sedangkan Na2S selain

berfungsi untuk deliginifikasi juga memperhatikan karbohidrat dari degradasi sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan kekuatan fisik yang baik.

Gambar 2.5. Skematik Proses Pembuatan Pulp

2.3. Lindi Hitam

Lindi Hitam berasal dari digester, yaitu alat pemasak serpihan kayu yang berbentuk silinder. Lindi Hitam warnanya hitam karena reaksi kimia yang terjadi antara serpihan kayu dengan bahan kimia yang dimasukkan kedalam white liquor. Lindi hitam mengandung bahan organik dan anorganik yang telah dipisahkan dari


(37)

kayu selama proses pemasakan. Komposisi Lindi Hitam dari sebagian besar kayu lunak diberikan pada Tabel 2.2. Bandingannya dengan, white liquor dapat dilihat padaTabel 2.3.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Lindi Hitam (Humala Simanjuntak, 2007). Median* Range* % of Total

NaOH 1,4 1,0 - 4,5 6 -7

Na2S 4,2 1,6 – 5,6 19

Na2CO3 7,8 5,0 – 1,2 36

Na2SO3 2,0 0,4 – 3,8 9

Na2SO4 2,8 0,5 – 6,0 13

Na2S2O3 3,4 1,8 – 5,1 16

A g/L as Na2O 100

Tabel 2.3. Komposisi Kimia White Liquor (Thomas, M, 1989) Median* Range* % of Total

NaOH 95 18 - 20 53

Na2S 38 30 - 40 21

Na2CO3 26 11 - 44 15

Na2SO3 4,8 2,0 – 6,9 3

Na2SO4 9,1 4,4 - 18 5

Na2S2O3 6,0 4,0 – 8,9 3


(38)

2.3.1. Evaporasi Lindi Hitam

Pada prinsipnya evaporasi merupakan operasi pendidihan yang khusus tentang perpindahan panas dalam cairan mendidih. Umumnya sebagai media pernanas adalah uap yang melewati suatu permukaan logam dan bahan yang dipanasi. Titik didih suatu cairan turun bila tekanan udara diatasnya lebih rendah 1 atm, oleh karena itu kondisi operasi evaporasi dilakuan pada tekanan vakum supaya titik didih larutan yang diharapkan lebih rendah. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan suhunya menjadi lebih besar sehingga diperoleh perpindahan panas yang besar dengan demikian Lindi Hitam dengan padatan 14% - 18% dapat menjadi 70% dan siap untuk dipakai menjadi bahan bakar di Recovery Boiler (TPL, 2002).

2.3.2. Sistem Pembakaran Lindi Hitam pada Furnace

Lindi Hitam pekat dimasukkan kedalam ruang bakar dengan jalan disemprotkan. Lindi Hitam yang disemprotkan akan membentuk partikel-partikel yang akan jatuh pada dasar ruang bakar sambil dikeringkan.

Udara untuk pembakaran Lindi Hitam dialirkan kearah reduksi dan oksidasi. Proses reduksi diperlukan untuk mengubah natrium sulfat (Na2SO4)

menjadi natrium sulfida (Na2S). Sebagian udara diperlukan untuk pembakaran

sempurna pada timbunan arang yang dilewatikan melalui bagian bawah yang disebut dengan udara primer.

Reaksi yang terjadi di ruang bakar adalah: Na2O + CO2Æ Na2 CO3

Na2O + SO2 + 1 O2 2 Æ Na2 SO4

Na SO4 + 2C Æ Na2S + 2CO2

Na SO4 + 4C Æ Na2S + 4CO (TPL, 2002)

2.3.3. Sistem Pemasukan Udara Kedalam Ruang Bakar

Sistem pemasukan udara kedalam furnace dibagi menjadi tiga, yaitu :


(39)

a. Udara primer yaitu udara yang masuk ke furnace dari bagian bawah b. Udara sekunder yaitu udara yang masuk dari atas furnace

c. Udara tersier yaitu udara yang masuk dari bagian sebelah atas spraygun. Guna udara primer adalah untuk terjadinya reduksi didalam ruang bakar disamping itu juga untuk mengatur pembentukan arang dan membantu berlangsungnya aliran smelt keluar. Udara sekunder berguna untuk menjaga tumpukan arang jangan terlalu tinggi agar terbentuk arang yang bagus dan juga untuk menghembus Lindi Hitam yang menempel di dinding ruang bakar (TPL, 2002).

2.3.4. Komposisi Lindi Hitam

Pada dasarnya material Lindi Hitam diperoleh dari 2 sumber kayu dan white liquor.

Beberapa senyawa kimia anorganik yang terdapat dalam Lindi Hitam adalah :

• Natrium hidroksida (NaOH) • Natrium sulfida (Na2S)

• Natrium karbonat (Na2CO3)

• Natrium sulfat (Na2SO4)

• Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

• Natrium kiorida (NaCl) (Thomas, M, 1989)

2.3.5. Komposisi Senyawa Kimia Lindi Hitam

Komposisi Lindi Hitam tergantung pada jumlah alkali (komposisi white liquor), pulp yang dihasilkan dan spesies; kayu yang digunakan. Ada perbedaan jumlah liquor diantara spesies yang berbeda khususnya diantara kayu keras dan kayu lunak. Kandungan kraft liquor sebagai berikut :

• Alkali Lignin : 30 – 40% • Asam Hidroksy : 25 – 35%


(40)

• Ekstraktif : 3 - 5 • As. Asetat : 5 • As. Formiat : 3 • Methanol : 1 • Sulfat : 3 - 5 • Natrium : 17 - 20

Data dalam beberapa kandungan anorganik dijelaskan dalam tabel 2.4. analisis untuk NaCl atau Na2SO3 kandungannya tidak dibuat.

Tabel 2.4. Komponen dalam Lindi Hitam (Passinen, 1968)

Wood Pine Pine Pine Pine Spruos

Lignin 28,9 30,7 31,1 42 41

Hemicelulosa dan gula 1,14 0,11 1,3

Extractif 6,69 2,53 5,7 3

Asam-asam Saccharinie 18,8 28

Asam Asetat 3,52 2,08 5,2 3,83 5

Asam Formik 4,48 2,70 3,1 3,37 3

Asam organik lainnya 5,5 2,22 1

Senyawa Organik yang tidak

diketahui 19,0 29,5 5,8

Organically Combines Na 18,6 18,5 20,3 25,6 Senyawa-senyawa anorganik yang

tidak diketahui 10,1 10,3 8,7

Sulfur, S 2,08 1,35 3

Natrium, Na 15


(41)

Table 2.5. Kandungan Anorganik dalam Lindi Hitam (Grace T, 1977) Na2CO3 Na2SO4

R.A.A as Na2O

Na K S Sulfated Ash

Average 8,7 3,2 6,0 18,7 1,4 3,8 62,1

Highest value 12,3 8,3 8,6 20,5 2,7 6,2 69,2 Lowest Value 6,6 0,9 3,9 17,2 0,4 2,6 57,3

2.3.6. Senyawa-Senyawa Anorganik

Fraksi anorganik pada liquor tidak kelihatan jelas sebab beberapa sodium terkumpul pada senyawa anorganik anion dan beberapa anion organik. Salah satu penaksiran kandungan anorganik sodium diberikan pada tabel 2.5. ada juga beberapa garam anorganik, beberapa diantaranya adalah Na2CO3, Na2SO4,

Na2S2O3, Na2S, NaOH dan NaCl, yang terpenting diantaranya adalah Na2CO3 dan

Na2SO4 (sebab senyawa-senyawa tersebut terdapat pada lapisan endapan), Na2S

(pengeluaran yang berbau busuk dan sisa alkali) dan NaOH (efek-efek samping sisa alkali).

Garam-garam anorganik secara langsung berasal dari lindi putih (white liquor). Banyaknya komponen lindi putih (NaOH dan Na2S) reaksinya dengan

kayu dimasukkan selama proses-proses pulp. Sisa garam-garam anorganik dalam lindi putih (Na2CO3, Na2SO4, Na2S2O3, dan NaCl).

2.4.

Limbah

2.4.1.

Logam Berat

Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh umat manusia. Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama, dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimia dan kegiatan geokimiawi serta tumbuhan dan hewan yang


(42)

mengalami proses pembusukan. Kedua, dari hasil aktifitas manusia terutama limbah yang dihasilkan oleh industri. Dalam neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit pengaruhnya dibandingkan pembuangan limbah akhir dari industri terhadap lingkungan.

Logam berat dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia, tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat didalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim sehingga proses metabolisme tubuh terganggu bahkan terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau bahkan karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernafasan dan pencernaan. Logam berat ini jika sudah terserap kedalam tubuh, maka tidak akan terlarut (terhancurkan) akan tetapi akan tetap tinggal didalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses eksresi. Hal ini serupa juga akan terjadi apabila suatu lingkungan baik didarat maupun diperairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat, maka proses pembersihannya akan sulit dilakukan.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, yaitu dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun. Contoh logam berat ini adalah Zn (seng), Cu (tembaga), Fe (besi), Co (kobalt), Mn (mangan) dan sebagainya. Sedangkan jenis kedua, yaitu logam berat non-esensial atau beracun, dimana keberadaanya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat beracun, seperti Hg (merkuri), Cd (kadmium), Pb (timbal), Cr (kromium), As (arsen), Ba (barium), Cd (Cadmium), B (boron) dan lain - lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Econotech bahwa didalam lindi hitam terdapat logam-logam yang diantaranya merupakan logam berbahaya antara lain : Timbal, Besi, Mangan, Nikel, Zink, Cadmium, Chromium, Cobalt, Tembaga dan Arsen.

Keberadaan logam-logam tersebut jika melewati ambang batas, maka dapat mencemari lingkungan. Lindi hitam sangat penting dalam industri pulp.


(43)

Dari hasil penelitian lindi hitam yang diperoleh dari industri pulp PT.TPL Porsea dapat dilihat pada tabel 2.6. berikut.

Tabel 2.6. Logam berat Timbal (Pb), Besi (Fe), Cadmium (Cd) dan Zinkum (Zn) dalam lindi hitam PT.TPL Porsea

Kode Sampel Kadar Logam (ppb) Jenis Logam Berat

Lindi Hitam

317,450 635,426 349,480 150,205

Timbal (Pb) Besi (Fe) Cadmium (Cd)

Zinkum (Zn) Sumber : Humala Simanjuntak, 2007

2.4.2.

Limbah Pulp

Limbah yang dihasilkan dari proses produksi Pulp adalah sebagai berikut : Limbah cair berupa :

1) Padatan (limbah berisi) tersuspensi yang terdiri dari partikel kayu, serat, pigmen debu dan sejenisnya.

2) Senyawa organik koloid terlarut serat hemiselulosa, gula, lignin, alkohol terpenting, zat pengurai serat, perekat tepi dan zat sintetis menghasilkan DOD tinggi.

3) Limbah cair berwarna pekat yang berasal dari lignin dan perwarna kertas. 4) Limbah panas.

5) Mikroorganisme, seperti golongan bakteri koliform. Partikulat, berupa :

¾ Abu dari pembakaran kayu bakar dan sumber energi lain. ¾ Partikula zat kimia terutama yang mengandung Na dan Ca.

Gas, berupa :

¾ Gas Sulfur yang berbau busuk, seperti Merkaptan dan H2S yang dilepaskan


(44)

¾ Oksida Sulfur dari pembakaran bahan baker fosil, kraft recorvery furnace dan lim klin.

¾ Uap atau asap yang akan membahayakan karena menganggu jarak pandangan.

Limbah Padat atau Solid Waste, berupa :

¾ Bio sludge (Sludge) adalah merupakan campuran dari endapan limbah cair proses primer dan sekunder yang kandungan utamanya adalah serat selulosa dan bakteri yang mati.

¾ Grits adalah berasal dari proses causticizing, berupa bahan yang tidak bereaksi antara Green Liquoer dan kapur tohor, kandungan utamanya adalah batu dan pasir yang mengandung hidroksida.

¾ Dregs adalah merupakan bahan endapan dari Green Liquoer yaitu smelt yang dilarutkan dalam weak wash dari lime mud washer. Kandungan silika dan karbon dari residu organik yang tidak sempat terbakar dalam Boiler. Bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi.

Proses terjadinya limbah Gret, Dregs, dan Biosludge dapat dilihat pada gambar 2.6.


(45)

2.4.3.

Pengelolahan Limbah

2.4.3.1. Pengelolahan Limbah Cair

Limbah yang dihasilkan dari proses produksi pulp dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu cair, padat, dan emisi udara. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah dengan menggunakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sistem pengelolaan limbah cair berdasarkan unit operasinya dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Fisik

Pada unit operasi ini, salah satu hal yang ditangani ialah proses screening (penyaringan). Screening merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Screening dilakukan pada sisa-sisa potongan kayu yang masih berukuran besar sehabis diolah pada proses chipper. Setelah dilakukan penyaringan, umumnya kayu yang masih berukuran besar akan dikembalikan lagi ke proses chipper, untuk diolah lagi dan mendapatkan ukuran kayu yang dikehendaki.

Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Pengendapan primer biasanya terjadi di bak pengendapan atau bak penjernih. Bak pengendap yang hanya berfungsi atas dasar gaya berat, tidak memberi keluwesan operasional. Karena itu memerlukan waktu tinggal sampai 24 jam. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Bak penjernih bulat yang dirancang dengan baik dapat menghilangkan 80% zat padat yang tersuspensi dan 50-995 BOD. Beberapa contoh Limbah atau proses-proses yang menggunakan pengolahan unit ini ialah

Hasil pemasakan merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa cairan pemasak aktif. Serat ini masih mengandung mata kayu dan serat-serat yang tidak dikehendaki (reject). Sisa cairan pemasak dalam serat dibersihkan dengan menggunakan washer, sedangkan pemisahan kayu dan reject


(46)

Larutan hasil pencucian bubur pulp di brown stock washers dinamai weak black liquor yang disaring sebelum dialirkan ke unit pemekatan.

b. Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang sukar mengendap, senyawa fosfor, logam-logam berat, dan zat organik beracun. Dinamakan secara kimia karena pada proses ini dibutuhkan bahan kimia yang akan mengubah sifat bahan terlarut tersebut dari sangat terlarut menjadi tidak terlarut atau dari ukuran sangat halus menjadi gumpalan (flok) yang dapat diendapkan maupun dipisahkan dengan filtrasi.

Beberapa limbah-limbah atau proses-proses yang menggunakan pengolahan unit ini ialah :

I. Cairan sisa dari hasil proses pemutihan yang menggunakan bahan kimia chlorine dioksida, ekstraksi caustic soda, hidrogen peroksida. Dalam proses pemutihan, setiap akhir satu langkah dilakukan pencucian untuk meningkatkan efektivitas proses pemutihan. Sebelum bubur kertas yang diputihkan dialirkan ke unit pengering, sisa klorin dioksida akan dinetralkan dengan injeksi larutan sulfur dioksida.

II. Jika pengambilan air dilakukan dari sungai, maka biasanya industri pulp seharusnya memberikan bahan pengendap secukupnya dan sedikit larutan hypo untuk membunuh bakteri dan jamur sebelum mengalami proses pengendapan di dalam settling basin dan penyaringan sehingga dihasilkan air proses yang bersih dan bebas jamur.

III. Pemasakan menggunakan bahan larutan kimia, seperti NaOH (sodium hidroksida) dan NaS (sodium sulfida) yang berfungsi untuk memisahkan serat selulosa dari bahan organik. Cairan yang dihasilkan dari proses pemasakan diolah dan menghasilkan bahan kimia, dengan daur ulang. Pada proses daur ulang terjadi limbah cair.

IV. Proses pemutihan menggunakan zat-zat kimia, utamanya ClO2 dan cairan


(47)

bahan kimia berupa organoklorin yang umumnya beracun, jika melewati ambang batas.

c. Biologi

Tujuan utama dari pengolahan limbah cair secara biologi adalah :

A. Menggumpalkan dan menghilangkan/menguraikan padatan organik terlarut yang biodegradable dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Pengolahan secara biologis mengurangi kadar racun dan meningkatkan mutu estetika buangan (bau, warna, potensi yang menggangu dan rasa air). Apabila terdapat lahan yang memadai, laguna fakultatif dan laguna aerasi bisa digunakan. Laguna aerasi akan mengurangi 80% BOD buangan pabrik dengan waktu tinggal 10 hari.

B. Pabrik-pabrik di Amerika Utara sekarang dilengkapi dengan laguna aerasi bahkan dengan waktu tinggal yang lebih panjang, atau kadang-kadang dilengkapi dengan kolam aerasi pemolesan dan penjernihn akhir untuk lebih mengurangi BOD dan TSS sampai di bawah 30mg/1.

C. Prinsip dasar pengolahan secara biologi sebetulnya mengadopsi proses pertumbuhan mikroorganisme di alam, mikroorganisme yang tumbuh membutuhkan energi berupa unsur karbon (C) dimana unsur karbon (C) tersebut dengan mudah diperoleh dari senyawa organik dalam air limbah, sehingga senyawa organik tersebut terurai menjadi CO2 dan H2O. Salah satu

limbah yang menggunakan pengolahan unit ini ialah hasil perasan sludge yang berasal dari primary clarifier yang berupa larutan. Larutan ini didinginkan di 6 unit menara pendingin sebelum dialirkan ke deep tank air activated sludge untuk mengurangi kandungan organik secara biologi dengan memanfaatkan bakteri dan gas oksigen dari udara yang diinjeksikan dan bantuan dari pupuk fosfor dan nitrogen.

D. Setelah penjelasan mengenai tiga unit operasi Instalasi Pengelolaan Air Limbah diatas, maka satu hal yang penting untuk diketahui ialah standar baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan pemerintah untuk pabrik pulp. Standar


(48)

baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri LH No 51 Tahun 1995 untuk pabrik pulp, yakni toleransi PH dikisaran 6,0-9,0, BOD5: 150 mg/l, COD: 350 mg/l, dan TSS 150 mg/l.

2.4.3.2. Pengelolahan Limbah Emisi Udara

Untuk limbah berupa emisi udara yang dihasilkan dari proses produksi pulp, biasanya pabrik pulp menggunakan alat-alat berupa blow gas treatment di unit pulping, Electro Static Dust Precipitator pada Recovery Boiler, dan Wet Scrubber di Recausticizing Unit. Beberapa limbah atau proses yang menghasilkan emisi udara ini, beserta penanganannya ialah :

A. Kondensat tercemar yang berasal dari proses digester dikumpulkan dan dialirkan ke unit penanganan kondensat di evaporator plant.

B. Noncondensable gas (NCG) dibakar sebagian menjadi limbah di lime klin (tanur kapur).

C. Uap tekanan tinggi yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik dan steam tekanan menengah untuk pemanasan dalam proses di seluruh unit operasi produksi.

D. Sisa bahan kimia menguap karena panas di unit pencucian. Uap diisap blower dan diarahkan ke sebuah menara penyerap yang berlangsung dua tahap. Di menara ini digunakan larutan sodium hidroksida dan diinjeksikan dengan sulfur dioksida (reduktor) untuk menetralkan sisa bahan kimia berupa klorin dioksida (oksidator) sehingga gas yang keluar bebas dari unsur gas klorin dioksida.

E. Limbah yang mengandung partikel solid dari cerobong boiler, baik dari multi fuel boiler, recovery boiler, maupun lime kiln. Untuk tujuan ini, pabrik pulp harus memiliki alat electrostatic precipitator. Sedangkan cerobong asap dari dissolving tank recovery boiler dilengkapi dengan scrubber yang dialiri secara pelan.


(49)

2.4.3.3. Pengelolahan Limbah Padat

Industri bubur kertas umumnya menghasilkan limbah padat berupa batu dari kapur dan mengandung soda. Ini harus dibuang di lingkungan aman dan nyaman. Limbah padat itu harus dibuang ke tempat pembuangan akhir yang secure land fill (aman). Jika tidak, peristiwa fatal seperti di Love Canal, Niagara Falls (AS), bisa terulang. Daerah bekas land fill dekat Love Canal dijadikan tempat pembuangan limbah sebuah pabrik (1940-1950). Setelah pabrik itu pindah lokasi, land fill itu dijadikan permukiman bagi 500 keluarga. Beberapa waktu kemudian zat-zat beracun keluar dari tanah land fill dan mengancam nyawa warga di sekitarnya. Untuk menghindari jatuhnya korban, daerah itu dikosongkan. Pemerintah menghukum perusahaan kimia tersebut dengan denda dan ganti rugi bagi warga yang jumlahnya ratusan juta dollar AS. Peristiwa land fill di Love Canal itu mendorong Kongres AS menerbitkan undang-undang super fund (1970- an) untuk melindungi penduduk dari limbah industri.

Dua jenis limbah padat lainnya, diolah dengan menggunakan Bark Boiler dan Lime Klin. Bark Boiler digunakan untuk pembakaran kulit kayu. Sedangkan Lime Klin digunakan untuk pengolahan lumpur kapur.

Tabel 2.7 Menunjukkan hasil analisis limbah padat industri Pulp dan kertas dari berbagai sumber.

ANALISIS (%) NILAI

PANAS SUMBER

PADATAN ABU C H S O N (MJ/kg)

Bleached

Pulp mill 33,4 1,9 48,7 6,6 0,2 42,4 0,2 20,1 Pulp mill 42,0 4,9 51,6 5,7 0,9 29,3 0,9 21,5 Kraft mill 37,6 7,1 55,2 6,4 1,0 26,0 4,4 24,1 Kraft mill 40,0 8,0 48,0 5,7 0,8 36,3 1,2 19,8 Deinking 42,0 20,2 28,8 3,5 0,2 18,8 0,5 12,0


(50)

mill Deinking

mill 42,0 14,0 31,1 4,4 0,2 30,1 0,9 12,2 Recycle mill 45,0 3,0 48,4 6,6 0,2 41,3 0,5 20,8

Recycle

paper mill 50,5 2,8 48,6 6,4 0,3 41,6 0,4 20,6 Bark 54,0 3,5 48,0 6,0 0,1 42,1 0,3 20,3 Baric 50,0 0,4 50,3 6,2 0,0 43,1 0,0 20,8 Wood chips 79,5 0,2 49,2 6,7 0,2 43,6 0,1 19,4 Wastepaper 92,0 7,0 48,7 7,0 0,1 37,1 0,1 25,0

*) Sumber : Scott, 1995

Nilai panas yang cukup tinggi menjadikan limbah padat industri Pulp dan kertas sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuat pulp (Syamsudin, Sri Purwati, Andri Taufick, R. 2006).

2.5. Bentonit

Bentonit adalah sejenis lempung yang banyak mengandung mineral Montmorilonit (sekitar 85%), yaitu suatu mineral hasil pelapukan, pengaruh hydrothermal atau akibat transformasi/ devitrifikasi dan tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, ilit dan lain sebagainya ( Zulkarnaen, Wardoyo S, Marmer D.H., 1990). Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2µm. Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silicon-oksigen dan lembaran oktahedral aluminium-oksigen-hidroksida (Supeno Minto. 2007).


(51)

2.5.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam

Secara Umum, asal mula terjadinya endapan Bentonit ada 4 (empat), yaitu :

1. Terjadi karena proses pelapukan batuan.

Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama dalam pembentukan Bentonit adalah plagioklas, kalium - feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesian. Secara umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim., jenis batuan, relief dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Pembentukan Bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion - ion Hidrogen yang terdapat di dalam air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam batuan.

2. Terjadi karena proses hidrothermal di alam.

Proses hidrothermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah sehingga mineral-mineral yang kaya akan Magnesium, seperti hornblende dan biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali Kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar dan plagioklas pada umumnya akan membentuk montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur Magnesium. Larutan hidrothermal merupakan larutan yang bersifat asam yang mengandung klorida, sulfur, karbondioksida dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk Bentonit.

3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari gunung berapi.

Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau, lautan dan


(52)

cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau.

4. Terjadi karena proses pengendapan batuan.

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain ; karbonat, silika pipih, fosfat laut dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur Aluminium dan Magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 2001).

2.5.2. Komposisi Bentonit

Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel Bentonit yang diambil dari Desa Silamosik, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.8. Komposisi Bentonit yang digunakan.

KOMPONEN % BERAT

Kalsium Oksida (CaO) Magnesium Oksida (MgO) Aluminium Oksida (Al2O3)

Ferri Oksida (Fe2O3)

Silika (SiO2)

LOI

0 0 22,9

5,1 55,5 16,5

2.5.3. Karakteristik Bentonit

Karakteristik bentonit :

• Merupakan senyawa alumina silikat yang mempunyai kristal halus. • Rumus kimianya (Mg, Ca, Na) O Al2O3 5 SiO2 n H2O.

• Berwarna abu – abu mendekati putih dan krem bila kering. • Berkilat lilin, lunak, plastis dan sarang.


(53)

• Berat jenis 2,4 – 2,8 g/ml. • Titik lelehnya 1.330o – 1.430o.

Bentonit dapat dibedakan menjadi :

1. Bentonit Na (Sweling) = Bentonit barat atau bentonit wyoming atau bentonit kembang.

- Daya kembang 8x perbandingan Na dan Ca tinggi, PH nya 8,5 – 9,8. 2. Bentonit Ca – Mg = Bentonit Texas, sub-bentonit, bentonit selatan atau

Non-sweling.

- Phnya 4 – 7, perbandingan Na dan Ca rendah, pertukaran ion diduduki Ca dan Mg.

2.5.4. Bentonit Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan

Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di daerah tropis mempunyai bermacam - macam jenis tanah, dimana diantaranya mempunyai sifat yang kurang baik. Diantaranya sifat fisik, seperti plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik akibatnya sifat teknik yang dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah. Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat dibeberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat ekspansif, yang mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh, akibat “Compressibility “-nya tinggi dan sulit memadatkannya sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul gaya - gaya yang bekerja padanya.

Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat - sifat bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah kapur, yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah pada


(54)

Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara kimia, limbah ini mengandung oksida - oksida logam dan persenyawaan kimia lainnya.

Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat digunakan sebagai bahan aditif kirnia dalam stabilitas tanah. Karena dengan kandungan: 70,90% kalsium hidrat; 0,31% magnesium oksida; 0,66% silika; 2,56% alumina; 1,76% besi oksida; pH 12,5 dan kadar air 3,76%, maka limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang digunakan untuk stabilisasi tanah.

2.5.5. Bentonit Sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak

Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup sederhana, yaitu ; bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, dimana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilakukan penirisan untuk mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya, dimana sumber panas berasal dari energi listrik.

Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran, sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon. Setelah proses siklon selesai, maka bentonit sebagai bahan perekat pada pembuatan pasir cetak disimpan di Silo.

Bentonit yang digunakan untuk pembuatan sampel berasal dari jalan gereja, sirait uruk, Lokasi guluan didesa Silamosik kabupaten Tobasa ± 6 – 7 km dari PT. TPL Porsea, luasnya ± 50 Ha dengan cadangan 3,9 Juta ton, dengan spesifikasi sebagai berikut SiO2 55,5%, Al2O3 22,9%, Fe2O3 5,1%, CaO tak


(55)

2.6. Keramik

Pada awalnya, kata keramik (ceramics) berasal dari bahasa Yunani “keramikos/keramos” yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kata keramikos berasal dari suatu akar kata bahasa Sansekerta yang berarti suatu benda yang dibuat dengan bantuan api. Kamus dan ensilkopedia tahun 1950an masih mendefenisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, pottery, genteng dan sebagainya. Tetapi, saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat bahkan tidak semua keramik dihasilkan melalui proses pembakaran. Defenisi pengertian keramik yang terbaru memiiki arti yang berbeda-beda, yaitu (Erifin yundra febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) :

1. Semua bahan paduan logam dan bukan logam yang terikat secara ionik atau kovalen, dan anorganik yang berbentuk padat.

2. Semua material yang bersifat keras, rapuh, tahan panas, tahan korosi serta mengandung satu atau lebih unsur logam termasuk oksigen.

3. Material bahan atau mineral yang terbuat dari tanah liat yang terbakar. Dalam pembentukan bahan keramik ini sering melalui tahap pelelehan batas butir (sintering) atau bahkan pelelehan menyeluruh pada proses pembuatan gelas. Campuran bahan anorganik tertentu yang mengalami proses pelelehan butir inilah yang menentukan sifat-sifat keramik. Secara alami, senyawa anorganik mempunyai sifat tahan panas, isolator listrik dan panas, tahan bahan kimia, kuat dan keras akan tetapi rapuh. Dengan pemilihan campuran bahan, pengolahan bentuk dan perlakuan panas tertentu dapat diperoleh sifat yang sangat berbeda dengan sifat alami tadi. Sifat superelastis, superkonduktor dan ferromagnetik dapat diberikan pada keramik tertentu yang diolah secara khusus.

Dari kajian ini maka keramik dapat didefenisikan sebagai bahan anorganik dan metalik yang merupakan campuran metal dan non metal yang terikat secara kovalen atau ionic. Susunannya bermacam-macam, mulai dari senyawa yang sederhana, hingga campuran beberapa fasa kompleks. Keramik meliputi jenis-jenis


(56)

bahan seperti gelas, bata, beton, isolator dielektrik, bahan magnetic bukan logam, bata tahan api, dan lain sebagainya.

Sifat-sifat keramik sangat tergantung pada komposisi bahan dasar, besar butir, struktur mikro dan temperatur pemanasan. Pengelompokan bahan dasar keramik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Berdasarkan sifat keplastisan dan non plastis

Bahan dasar keramik plastis ini contohnya ball clay, kaolin dan bentonit, berupa tanah liat (argues) dengan kandungan mineral dan tambahan yang berasal dari endapan kotoran. Sedangkan bahan yang non plastis contohnya feldspar, kuarsa, kapur.

b. Bahan Pelebur (Fondan)

Bahan ini berupa feldspar, naphelin dan bahan-bahan dengan kandungan alumina silikat alkali beraneka ragam seperti Li, Na, Ka, Ca dan Mg yang terdiri dari :

- Orthose : (SiA1) O8 K, Potassis

- Albite : (SiAl) O8 Na, Sodis

- Anorthite : (SiAI) O8 Ca, Kalsis

c. Bahan penghilang lemak

Bahan ini berupa bahan-bahan baku, mudah dihaluskan dan koefisien penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang terjadi karena plastisitas yang ekresif dari tanah liat terdiri dan silika atau quartz yang berbeda-beda bentuknya.

d. Bahan tahan api

Bahan ini terdiri dari bahan yang mengandung Mg dan silika alumunium.

2.6.1. Bahan Dasar Keramik

Pada dasarnya bahan keramik dibentuk dari berbagai bahan, antara lain (Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995) :


(57)

1. Bentonit

Bentonit sebagai bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan salah satu bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi umat manusia, karena bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70% atau lebih kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber bentonit. bentonit banyak ditemukan diareal pertanian terutama persawahan. Dilihat dari sudut ilmu kimia, bentonit termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus A12O3 2SiO2 2H2O dengan perbandingan berat dari

unsur-unsurnya Oksida Silinium (2SiO2) 47%, Oksida Alumunium (A12O3) 39%

dan air (2H2O) 14%.

Bentonit memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis, tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi rapuh. Sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan bentonit sebagai bahan pembuatan bata dan gerabah.

2. Kaolin

Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih dan mengandung mineral kaolinit sebagai bagian terbesar sehingga kaolin biasanya disebut sebagal lempung putih.

Kaolin adalah bahan keramik yang harus dicampur dengan bahan lainnya, misalnya ball clay, ini dilakukan untuk menambah keplastisan dan mengurangi ketahanan api karena bahan ini bersifat kurang plastis dan sangat tahan api. Titik lelehnya lebih kurang 1800°C. Kaolin digunakan untuk pembuatan gerabah, porselin dan tegel (Ir. Yusup, 1988).

Kaolin berupa jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih dan mengandung mineral kaolinit sebagai bagian yang terbesar. Tanah liat primer adalah tanah liat yang terdapat pada tempat


(58)

dimana tanah liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat tersebut belum berpindah tempat sejak mulai terbentuk.

Proses kaolinisasi berada dalam kondisi tertentu sehingga elemen-elemen selain silika, alumunium, oksigen dan hidrogen mengalami perpindahan. Gambaran proses ini seperti persamaan berikut (Adjat Sudrajat dkk, 1997).

2KA1Si3O8 + 2H2O A12(OH)4(Si2O5) + K2O + 4SiO2

Feldspar Kaolinit

Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit dan halloysit dengan kaolinit sebagai mineral utamanya. Halloysit (A12(OH)4SiO52H2O) mempunyai kandungan air lebih besar dan seringkali

membentuk endapan tersendiri.

Kaolin banyak dipakai dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku utama (primer) maupun sebagai bahan pembantu (sekunder). Hal ini karena sifat kaolin seperti kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas rendah dan lain-lain. Dalam industri, kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater), pengisi (filler), barang-barang tahan api dan isolatir. Penggunaan kaolin yang utama adalah dalam industri-industri kertas, keramik, cat, karet/ban, plastik, semen, pestisida, pupuk, absorbent, kosmetik, pasta gigi, detergent, tekstil dan lain-lain.

Pada industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white ware (barang-barang berwarna putih), wall tile (ubin dinding), insulatir (alat pelekat), refraktori (pabrik) dan face brick (bila memerlukan warna putih).

Kaolin ini juga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi seperti :

a. Keramik halus (gerabah putih atau white earthenware) dan porelin, baik sebagai salah satu komponen dalam badan maupun sebagai glasir (pengkilat)

b. Barang-barang tahan api dalam batu bata kaolin

c. Bahan-bahan bangunan keramik seperti tegel dalam gerabah atau porselin. Klasifikasi kaolin untuk keramik dinyatakan dalam empat kelas, yaitu : 1. Kelas Porselin


(59)

2. Kelas Saniter

3. Kelas gerabah halus (stone ware)

4. Kelas gerabah halus tidak padat (earth ware).

3. Kuarsa

Kuarsa (mineral silika) adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan keramik dan banyak terdapat dipermukaan bumi (sekitar 60%). Bentuk umum fasa kristal kuarsa adalah tridimit, quartz dan kristobalit, tergantung pada temperaturnya. Jenis kristal silika yang ada di alam adalah kuarsa, sedangkan tridimit dan kristobalit jarang dijumpai. Kuarsa memiliki keplastisan rendah dan titik leburnya tinggi sekitar 1728°C, tetapi hasil pembakarannya kuat dan keras. Bahan baku kuarsa dapat diperoleh dari batuan atau pasir kuarsa dengan kandungan silica tinggi (Erifin Yundra Febriantoni, 1977).

4. Feldspar

Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang berasal dari batu karang yang ditumbul dan dapat memberikan sampai 25% flux (pelebur) path bahan keramik. Bila keramik dibakar, feldspar akan meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu sama lain. Pada saat membeku, bahan ini memberikan kekuatan pada badan keramik. Feldspar tidak larut dalam air, mengandung alumina, silika dan flux yang digunakan untuk membuat glasir suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan harus dicampur dengan kaolin. Bahan ini banyak digunakan dalam pembentukan keramik halus, gelas dan email.

2.6.2. Sifat Keramik Konstruksi

Secara umum keramik konstruksi mempunyai sifat-sifat yang khas fungsional dalam fisik, mekanik, termal dan elektrik. Sifat yang paling menonjol dan sangat berpengaruh adalah sifat fisik keramik, yang meliputi densitas, porositas dan penyerapan air. Densitas merupakan suatu ukuran massa perunit


(60)

volume dan dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (gr/cm3). Bentuk-bentuk densitas biasanya digunakan dalam berbagai variasi, seperti (Erifin yundra febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) :

1. Densitas Kristallografi, yakni densitas ideal akan dihitung dan kisi kristal yang bebas cacat pada suatu komposisi.

2. Berat Jenis, yakni sama dengan densitas kristallografi.

3. Densitas Teori, yakni sama dengan densitas Kristallografi, tetapi perhitungannya ditunjukkan untuk larutan padat dan multi fasa.

4. Densitas Ruah (bulk density), yakni ukuran densitas untuk badan keramik, dimana melibatkan semua cacat-cacat kisi, fasa dan pembentukan porositas.

Pada keramik konstruksi yang telah diteliti sebelumnya dengan menggunakan bahan yang unsur-unsurnya adalah, Si, Al, Mn dan Fe dengan fasenya SiO2 dan NaAlSi3O8 ditambah unsur Fe dengan fasenya NiAS2 serta unsur

ketiga Fe dan Si yang berfase MgSiO3 dengan variasi campuran tertentu diperoleh

berturut-turut susut bakar antara 7,5619% - 7,8290%, densitas antara 2,6 gr/cm3 - 3,2 gr/cm3, porositas 13,12% - 18,87%, kuat tekan 96,28 kgf7cm2 - 171,5 1 kgf/cm2 , kekerasan = 106,8 HV, dan kuat impaknya = 1,42 J/cm2 (Anwar Darma, 2010).

2.6.3. Struktur Mikro Keramik

Keramik memiliki struktur anorganik dan struktur amorf seperti gelas tapi kebanyakan keramik memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik polikristallin selalu kompleks dan dibedakan oleh adanya batas butir (Grain Boundaries), renik (pores), ketidak sempurnaan, dan kondisi multifasa yang membuatnya lebih bervariasi. Pada daerah batas butir, energi bertambah sehingga ketidak murnian cenderung berkumpul disana. Ketidak murnian adalah merupakan fase kedua dan ketiga antara partikel konstituen kedalam batas butir. Dengan adanya penambahan ketidak murnian dan zat adiktif lainnya, struktur mikro dapat berubah, jika diamati pada batas butirannya maupun pada porositasnya.


(61)

Umumnya keramik dihasilkan dari pembentukan bahan baku dalam bentuk powder dan melakukan sintering. Keramik yang diperoleh dengan cara ini bersifat polikristalin, gabungan butiran polikristallin yang ha1us serta terjadinya batas butir. Kesemua ini tidak terlepas dari pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat fisis dan kimianya (Krista. S. 2010).

2.7. Proses Pembuatan Keramik

Proses metalurgi serbuk merupakan salah satu proses yang digunakan dalam membentuk suatu komponen material. Keunggulan dari proses ini antara lain :

- Meminimalisasi proses pemesinan - Meminimalisasi kehilangan material - Menjaga toleransi dimensi

- Memungkinkan variasi paduan yang beragam - Menghasilkan permukaan produk yang baik - Menghasilkan porositas terkontrol

- Memungkinkan pembuatan bentuk yang kompleks dan unik

Proses ini pula yang mendasari pembuatan keramik. Ada beberapa tahapan yang penting yang mempengaruhi sifat-sifat akhir produk keramik yaitu :

1. Pembuatan Serbuk

- Reaksi Padat-padat (solid-solid reaction) - Proses Pelelehan (melting process)

- Proses Pengendapan (presipitation process) - Pemisahan (decompotition)

- Reaksi Gas-gas (gas-gas reaction) 2. Persiapan Serbuk

- Pencampuran (mixing) - Deaglomerasi

- Spray drying - Freeze drying


(62)

3. Pembentukan (formating) - Cetak kering (dry pressing) - Slip casting (cetak tuang) - Extrution

- Injection molding - Impragnation 4. Pemadatan

- Sintering

- Hot Isostactic Pressing (HIP) - Cold Isostactic Pressing (CIP) - Hot Pressing (HP)

5. Karakterisasi/Pengujian

- Sifat Fisik (meliputi densitas, porositas, shape, ukuran dan distribusi partikel, struktur kristal dan lain-lain)

- Sifat Mekanik (meliputi bending strength, compressive strength, tensile strength,

kekerasan dan lain-lain)

- Sifat Listrik (meliputi break down voltage, dielectric strength dan lain-lain)

- Sifat Kimia (meliputi chemical durability)

- Sifat Termal (meliputi thermal expansi, thermal conductivity)

Tahapan pembuatan serbuk dan persiapan serbuk dapat digolongkan pada tahapan pra kompaksi. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam penanganan serbuk sebelum dimasukkan ke dalam cetakan. Tahapan persiapan ini diperlukan untuk memudahkan pembentukan (shaping) pada saat kompaksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pra kompaksi adalah : jenis bahan baku (raw material), komposisi campuran bahan baku, ukuran dan distribusi partikel bahan baku. Beberapa proses pra-kompaksi akan dijelaskan berikut ini.


(63)

2.7.1. Pencampuran (mixing)

Proses ini penting dilakukan untuk mendapatkan campuran material dari bahan baku keramik dengan pengaturan komposisi dan ukuran butir hingga dicapai kehomogenannya. Selain itu proses ini juga dapat meningkatkan densitas dari keramik dan juga mengurangi porositas yang terdapat didalam keramik tersebut.

Pada umumnya pembentukan keramik dilakukan dengan pengadukan serbuk dengan air plastis, selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan sampai kering tertentu. Ada beberapa proses atau cara pembentukan keramik, diantaranya (Erifin Yundra Febriantoni, 1977) :

a. Dry Pressing. Metode ini merupakan pembentukan terhadap serbuk halus yang mengandung sedikit air atau penambahan bahan organik dengan pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan menjadi produk padat yang kuat. Pada metode ini bahan (serbuk) dicampur dengan air 7 - 10 % agar tetap lembab sehingga menambah sifat plastis bahan. Proses pembentukan ini banyak digunakan oleh pabrik refraktori untuk menghasilkan produk-poduk seperti ubin, lantai dan dinding.

b. Extrusion Molding. Pembentukan keramik dengan metode ini dilakukan dengan cara mendorong campuran massa plastis dengan kadar air antara 12 - 20 % melalui ruang kosong sehingga diperoleh bentuk dengan penampang melintang yang tetap. Karena itu metode ini digunakan pada pembentukan batu bata, pipa dan tegel berlubang.

c. Injection Molding. Plastik dicampur dengan bubuk dan proses pembentukan sama dengan pada plastik.

d. Rubber Mold Pressing. Pembentukan terhadap serbuk halus dengan menggunakan pembungkus yang terbuat dari karet serta diberi tekanan keseluruh permukaan karet, dan menghasilkan bahan yang kompak.

e. Slip Casting. Pembentukan dengan memanfaatkan serbuk-serbuk berjaringan halus. Suatu suspensi encer dari serbuk (slip) dicetak pada cetakan penyerap yang biasanya disebut gips. Pencetakan dibentuk oleh endapan dari serbuk-serbuk yang terdispersi pada dinding cetakan. Setelah


(64)

itu dibentuk dengan ketebalan dinding-dinding yang dikehendaki. Kelebihan slip adalah pengosongannya dari cetakan (drain casting) dan spesimen cetakan yang diperbolehkan untuk kering dan keras. Potongan-potongan padat terbentuk oleh slip yang tetap pada cetakan panjang yang cukup membangun cetakan padat.

Pada penelitian ini, pencampuran bahan limbah (grit, dregs & biosludge) dengan bentonit dilakukan dengan metode dry pressing. Berikut contoh pencetakan keramik dengan dry pressing.

2.7.2. Pengeringan

Pada umumnya, pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lainnya dan bahan padat sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair didalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol, karena melibatkan penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan shrinkage atau tekanan gas dapat menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan. Pada sistem pengeringan, energi panas harus melewati permukaan produk, yang selanjutnya akan menghasilkan uap air. Selama pengeringan pemanasan akan meningkatkan tekanan uap air dari cairan dan kapasitas penyerapan dari udara kering.

Benda-benda yang dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika pada kondisi basah dibakar, kemungkinan akan terjadi ledakan uap air sewaktu dibakar dan ini akan menyebabkan keretakan bahan. Mengeringkan benda keramik berarti menghilangkan apa yang disebut air plastisnya saja, sedangkan air yang terikat dalam molekul bahan keramik (air kimia) hanya dapat dihilangkan melalui pembakaran. Proses pengeringan juga akan diikuti dengan proses penyusutan.

Kerusakan seperti cacat/retak dapat terjadi pada saat pengeringan, karena pencampuran badannya tidak homogen dan pengeringan yang tidak merata pada bagian bagiannya sehingga terjadi tegangan-tegangan antara bagian-bagian tersebut. Permukaan yang retak tersebut menunjukkan permukaan bahan yang rapuh. Kelebihan kadar air dapat juga membuat permukaan produk menjadi lengkung, retak dan keporiannya meningkat. Lengkungan dihasilkan oleh


(1)

129


(2)

130


(3)

131


(4)

132


(5)

133


(6)

134