PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA (2)

PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN KERAMIK KONSTRUKSI TESIS

Oleh ABDUL HALIM DAULAY 077026001/FIS SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN KERAMIK KONSTRUKSI TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh ABDUL HALIM DAULAY

077026001/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN KERAMIK KONSTRUKSI

Nama Mahasiswa : Abdul Halim Daulay Nomor Pokok

: 077026001 Program Studi

: Fisika

Menyetujui, Komisi Pembimbing,

(Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S.) (Drs. H. Perdamean S, M.Si., APU) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.)

Tanggal lulus: 3 Juni 2009

Telah diuji pada Tanggal: 3 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua

: Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S. Anggota

: 1. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU

2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc.

3. Dra. Justinon, M.S.

4. Drs. Tenang Ginting, M.S.

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan keramik untuk material konstruksi dengan bahan baku serbuk sludge yang berasal dari limbah oil sludge Pertamina dan kaolin sebagai bahan pengikat. Variasi komposisi serbuk sludge antara lain: 50, 55, 60, s.d. 95 % (dalam % massa) serta penambahan kaolin: 5, 10, 15, s.d. 50 % (dalam % massa),

temperatur sinter adalah 1200 0 C dengan variasi waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam. Dimensi sampel uji yang dibuat dalam dua bentuk, yaitu silinder rigid dan balok.

Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, porositas, kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak, dan analisis mikrostruktur dengan X-ray diffractometer (XRD). Hasil pengujian menunjukkan bahwa keramik yang dihasilkan pada komposisi 50 % (massa) serbuk sludge, 50% (massa) kaolin, temperatur sinter

1200 0

C, dan waktu penahanan selama 3 jam merupakan hasil yang optimum. Pada komposisi tersebut, keramik yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut:

densitas = 1,13 g/cm 2 , porositas = 34,48 %, kuat tekan = 662,32 kgf/cm , kekerasan

2 2 vickers = 111,4 kgf/mm 2 , kuat patah = 326,44 kgf/cm , dan kuat impak = 1,70 J/cm . Hasil analisis mikrostruktur dengan XRD menunjukkan bahwa phasa dominan yang

terbentuk adalah sodium-calcium-silicate dan sillimanite, dan phasa minor: cordierite, arsenic-oxide, sodium-cadmium-phosphate, dan indialite.

Kata kunci: Kaolin, keramik konstruksi, oil sludge, X-ray diffractometer.

ABSTRACT

The making of ceramics for construction material based on sludge powder (from Pertamina’s oil sludge) and kaolin (as a binder) has been done. Composition of sludge powder varies from 50, 55, 60, to 95 % (in percent of mass) and that of kaolin

from 5, 10, 15, to 50 % (in percent of mass). The temperature of sintering is 1200 0 C with 1, 2, and 3 hours holding time. The dimension of sample test was made in two

types of bodies that are rigid cylinder and beam. The test parameters are consist of density, water absorption, compressive strength, vicker’s hardness, flexural strength, impact strength, and microstructure analysis by X-ray diffractometer (XRD). The result indicates that the ceramics with the composition of variation of 50 % mass of

sludge powder, 50 % mass of kaolin, the temperature of sintering of 1200 0

C, and 3 hours holding time is the optimum result. At that composition, the ceramics has the

following characteristics: density = 1,13 g/cm 3 , porosity = 34,48 %, compressive

2 strength = 662,32 kgf/cm 2 , vicker’s hardness = 111,4 kgf/mm , flexural strength =

2 326,44 kgf/cm 2 , and impact strength = 1,70 J/cm . The microstructure analysis by XRD indicates that the major formed-phases are sodium-calcium-silicate and

sillimanite, and the minor formed-phases are cordierite, arsenic-oxide, sodium- cadmium-phosphate, and indialite.

Key words: Construction ceramics, kaolin, oil sludge, X-ray diffractometer.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, kasih sayang, petunjuk, dan ridho-Nya maka tesis yang berjudul Pemanfaatan Limbah Oil

Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik Konstruksi

dapat penulis selesaikan. Adapun tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kendala dan masalah yang dihadapi penulis dapat dilalui berkat dukungan dari berbagai pihak. Sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., Ketua Program Studi Magister Fisika, Drs. M. Nasir Saleh, M.Eng-Sc., Sekretaris Program Studi Magister Fisika, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan.

4. Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S., selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU., selaku pembimbing lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.

6. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., Dra. Justinon, M.S., dan Drs. Tenang Ginting, M.S., selaku tim penguji yang dengan ikhlas dan penuh perhatian dalam memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh staf dan pegawai Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan – Sumatera Utara yang membantu dalam proses pengambilan data penelitian.

8. Ayahanda Drs. Aminuddin Daulay, M.A., Ibunda tercinta Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, saudara-saudaraku Sholihatul Hamidah Daulay, S.Ag., M.Hum., Nurika Khalila Daulay, M.A., dan Zubair Aman Daulay, S.T., atas kesabaran, perhatian, dukungan, serta doa yang diberikan.

9. Isteriku tersayang Ummu Khuzaimah, M.Psi., yang selalu setia mencintai dan menemani penulis dalam menjalani segala suka dan duka kehidupan ini, serta buah hati kami Hafylah Shulha Daulay, jangan pernah berhenti belajar ya nak..

10. Rekan-rekan mahasiswa S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya: Ety Jumiati, Maidayani, dan Shinta Marito Siregar, atas kebersamaannya selama ini.

11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas peran sertanya dalam penyelesaian tesis ini.

semoga segala bantuan yang diberikan dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik dan dibalas dengan balasan yang berlipat ganda. Amiin.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga apa yang telah ditulis dalam tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2009 Penulis,

Abdul Halim Daulay

RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Abdul Halim Daulay, S.T., M.Si. Tempat dan tanggal lahir

: Bangkalan, 6 November 1981

Alamat rumah

: Jl. Bromo Ujung No. 71 Medan 20228

Telepon/HP : +6285270097090/+626191028711 e-mail : [email protected] Instansi tempat bekerja

: IAIN Sumatera Utara Medan

Alamat kantor : Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371 Telepon/Fax : +62616615683, +62616622925/+62616615683

DATA PENDIDIKAN

SD : Sekolah Dasar Negeri No. 068006 Medan Tamat: 1993 SMP

: Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan Tamat: 1996 SMA

: Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan Tamat: 1999 Strata-1 : Departemen Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung

Tamat: 2003 Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Tamat: 2009

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge ..................... 28

3.2. Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin Dalam Pembuatan Sampel Keramik ............................................................... 29

4.1. Fasa yang Terbentuk Pada Keramik Dengan Komposisi 50 % Serbuk Sludge dan 50 % Kaolin Setelah Disinter Pada Suhu 1200 0 C Selama

3 Jam ................................................................................................... 44

4.5. Hubungan antara kuat patah terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2, dan 3 jam ............................................................................................. 40

4.6. Hubungan antara kuat impak terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2, dan 3 jam ............................................................................................. 42

4.7. Pola difraksi sinar-X dari keramik dengan komposisi 50 % serbuk sludge dan 50 % kaolin setelah disinter pada suhu 1200 0 C

selama 3 jam ........................................................................................ 43

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A Data Pengukuran Densitas .................................................................. 50

B Data Pengukuran Porositas ................................................................. 52

C Data Pengukuran Kuat Tekan ............................................................. 54

D Data Pengukuran Kekerasan Vickers .................................................. 56

E Data Pengukuran Kuat Patah .............................................................. 58

F Data Pengukuran Uji Impak ................................................................ 60

G Data XRD (JCPDS) ............................................................................ 62

H Data Analisis Kimia Logam Berat Sampel Limbah Sludge ................ 68

I Surat Keterangan Praktek Penelitian ................................................... 69

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan di bidang industri mengakibatkan banyak aktifitas manusia yang berdampak terhadap terganggunya ekosistem. Pertambahan jumlah industri dan penduduk berakibat terhadap pencemaran lingkungan oleh pembuangan limbah industri dan domestik, khususnya limbah yang mengandung logam berat.

Kebutuhan energi yang besar, khususnya minyak dan gas sekarang ini menyebabkan Pertamina, sebagai salah satu industri penyumbang pendapatan terbesar bagi APBN Indonesia semakin meningkatkan aktifitas eksplorasi dan produksinya. Dampak dari peningkatan produksi adalah dihasilkan limbah industri berupa oil sludge yang mengandung logam berat. Karena alasan biaya yang mahal, limbah ini hanya ditimbun pada gudang-gudang penyimpanan limbah milik Pertamina tanpa adanya proses pengolahan yang memadai. Timbunan limbah yang terus akan bertambah, dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan akibat kontaminasi logam berat.

Penelitian mengenai pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina menjadi produk material rekayasa belum pernah dilakukan sebelumnya. Menyikapi hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian dan penelitian yang bertujuan untuk memanfaatkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.

Keramik adalah bahan inorganik dan non metalik yang merupakan campuran atau paduan logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen (Sembiring, 1990). Hasil analisis di awal penelitian menunjukkan bahwa serbuk sludge yang berasal dari limbah oil sludge Pertamina mengandung unsur-unsur logam berat dan silikat yang semuanya merupakan bahan baku dalam pembuatan keramik. Serbuk sludge yang dicampur dengan bahan pengikat kaolin dicetak dan disinter pada suhu tinggi untuk menjadikannya keramik yang kuat sekaligus menghilangkan kandungan logam beratnya. Dengan memvariasikan perbandingan komposisi serbuk sludge dan kaolin serta variasi waktu penahanan pada suhu sintering akan diperoleh hubungan korelasi terhadap sifat-sifat fisis (densitas, porositas), mekanis (kuat tekan, kekerasan, kuat patah, kuat impak), dan mikrostruktur (X-Ray Diffractometer (XRD)) dari keramik tersebut.

Meskipun persentase kandungan logam berat setelah proses pengolahan telah berkurang atau berada pada ambang batas yang diizinkan. Dengan alasan keamanan, peneliti hanya merekomendasikan limbah oil sludge Pertamina sebagai bahan baku keramik konstruksi dan bukan sebagai bahan baku untuk jenis keramik yang digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan sistem pernafasan dan pencernaan (peralatan makan, peralatan kedokteran, dan lainnya).

Pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina untuk diolah dari bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi suatu produk material rekayasa adalah sangat menguntungkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan keramik konstruksi dalam Pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina untuk diolah dari bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi suatu produk material rekayasa adalah sangat menguntungkan. Selain untuk memenuhi kebutuhan keramik konstruksi dalam

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana mereduksi dan mengikat kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina agar stabil, serta memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.

b. Sejauh mana pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge Pertamina dan kaolin terhadap karakteristik keramik konstruksi.

c. Apa pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap karakteristik keramik konstruksi tersebut.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian dibatasi pada pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina yang mengandung unsur logam berat untuk diubah menjadi material rekayasa yang bernilai guna, yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.

Pembuatan sampel keramik dilakukan dengan pembentukan cetak kering (dry press) serbuk sludge dan kaolin dengan variasi komposisi: 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25, 70:30, 65:35, 60:40, 55:45, dan 50:50 (dalam persen massa).

Selanjutnya dilakukan proses sintering pada suhu 1200 0 C dengan variasi waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Menstabilkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina sekaligus memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.

b. Mengetahui pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge dan kaolin terhadap karakteristik keramik konstruksi.

c. Mengetahui pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap karakteristik keramik konstruksi.

1.5. Hipotesis

Melalui kalsinasi limbah oil sludge dapat dihilangkan kandungan minyaknya serta dapat dihasilkan serbuk sludge. Dengan mensintering serbuk sludge dapat diperoleh keramik yang keras dan kuat dengan kandungan logam berat yang telah terreduksi dan stabil, sehingga layak dipergunakan sebagai bahan komponen konstruksi.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu fisika material, khususnya yang berkaitan dengan keramik konstruksi.

b. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan penelitian tentang keramik konstruksi.

c. Sebagai masukan dan sumber informasi dalam hal pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

2.1.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair maupun padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Macam-macam limbah beracun adalah sebagai berikut:

a. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

b. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan, atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

c. Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

d. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernafasan, atau pencernaan.

e. Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

f. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa (http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah_beracun, 2009).

2.1.2. Logam Berat

Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktifitas manusia terutama hasil limbah industri. Dalam neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan pembuangan limbah akhir dari industri terhadap lingkungan.

Logam berat dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernafasan, dan pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah seng (Zn), Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah seng (Zn),

2.2. Keramik

Kata keramik berasal dari bahasa Yunani keramos yang artinya bahan yang dibakar atau barang tembikar (Anderson et al, 1990). Kamus dan ensiklopedi tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya (Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik, 2009). Saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan inorganik yang berbentuk padat yang merupakan campuran logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen (Sembiring, 1990).

Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah kaolin, felspard, ball clay, kuarsa, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas. Kurangnya beberapa Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah kaolin, felspard, ball clay, kuarsa, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas. Kurangnya beberapa

Pada umumnya keramik memiliki sifat-sifat yang baik yaitu keras, kuat, dan stabil pada temperatur tinggi. Tetapi keramik bersifat getas dan mudah patah seperti halnya pada porselen, keramik cina, atau pun gelas (Surdia dan Saito, 1984). Keramik secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.

2.2.1. Klasifikasi Keramik

Pada prinsipnya keramik dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: keramik tradisional dan keramik halus (canggih).

2.2.1.1. Keramik tradisional Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan alam, seperti kuarsa, kaolin, dan lain-lain. Contoh keramik ini adalah: barang pecah belah (dinnerware), keperluan konstruksi (tile, bricks), dan untuk industri (refractory).

2.2.1.2. Keramik halus (canggih) Keramik halus (keramik modern atau biasa disebut fine ceramics) adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau logam, seperti oksida logam Al 2 O 3 , ZrO 2 , MgO, dan lain-lain. Penggunaannya sebagai elemen pemanas, semikonduktor, komponen turbin, dan pada bidang medis.

2.2.2. Sifat Keramik

Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis keramik adalah brittle atau rapuh, hal ini dapat dilihat pada keramik jenis tradisional seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya. Coba jatuhkan piring yang terbuat dari keramik bandingkan dengan piring dari logam, pasti keramik mudah pecah, walaupun sifat ini tidak berlaku pada jenis keramik tertentu, terutama jenis keramik hasil sintering dan campuran sintering antara keramik dengan logam.

Sifat lainnya adalah tahan suhu tinggi (1200 0 C), sebagai contoh keramik tradisional yang terdiri dari clay, kaolin, flint dan felspard. Keramik engineering, seperti:

keramik oksida mampu tahan sampai dengan suhu 2000 0

C. Kekuatan tekan tinggi, sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat penelitian tentang keramik terus berkembang.

2.3. Kaolin

Kaolin merupakan mineral tanah liat dengan komposisi kimia Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 (aluminum-silicate-hydroxide). Kaolin merupakan mineral silikat yang terlapisi dengan satu sisi tetrahedral yang dihubungkan melalui atom-atom oksigen ke sisi oktahedral alumina. Batuan yang kaya akan kaolin dikenal sebagai tanah liat cina atau kaolin. Nama kaolin diturunkan dari Gaoling atau Kao-Ling (dataran tinggi) di Jingdezhen, provinsi Jiangxi, China. Kaolin pertama kali disebut sebagai mineral pada 1867 karena suatu peristiwa di sungai Jari, Brazil (http://en.wikipedia.org/ wiki/Kaolinite, 2009).

Kaolin merupakan mineral yang lembut, bersifat seperti tanah, biasanya berwarna putih. Terbentuk oleh kerusakan karena iklim kimia mineral aluminium silikat seperti feldspar. Di beberapa negara, kaolin berwarna pink-oranye-merah seperti warna karat yang disebabkan oleh oksida besi. Konsentrasi yang lebih ringan menghasilkan warna putih, kuning, atau oranye terang.

2.3.1. Perubahan Struktur

Kaolin jenis tanah liat mengalami serangkaian transformasi fasa atas perlakuan panas di udara pada tekanan atmosfer. Dehidrasi (pengeringan) bermula

0 pada suhu 550 0 C – 600 C untuk menghasilkan metakaolin tak beraturan, Al

2 Si 2 O 7 , tapi kerugian hidroksil (-OH) berkelanjutan diamati hingga suhu 900 0 C.

2 Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 —> 2 Al 2 Si 2 O 7 +4H 2 O

0 Pemanasan lebih lanjut hingga 925 0 C – 950 C mengubah metakaolin menjadi suatu cacat aluminium silikon spinel, Si 3 Al 4 O 12 , yang terkadang juga

merujuk sebagai struktur tipe γ -alumina

2 Al 2 Si 2 O 7 —> Si 3 Al 4 O 12 + SiO 2

Kalsinasi hingga ~1050 0

C, fasa spinel (Si 3 Al 4 O 12 ) bernukleasi dan berubah menjadi mullite, 3 Al 2 O 3 · 2 SiO 2 , dan kristalin tinggi kristobalit, SiO 2 :

3 Si 3 Al 4 O 12 —> 2 Si 2 Al 6 O 13 + 5 SiO 2

Ahli keramik, atau kebanyakan pembuat tembikar, menyatakan material dalam bentuk oksida, formula untuk kaolin dapat dituliskan sebagai:

Al 2 O 3 ▪ 2(SiO 2 ) ▪ 2(H 2 O)

Bentuk ini berguna untuk menjelaskan proses pembakaran tanah liat karena kaolin kehilangan 2 buah molekul air ketika dibakar hingga suhu tertentu. Ini adalah berbeda jika dibandingkan dengan kandungan air pada tanah liat yang akan hilang secara sederhana akibat penguapan dan bukan merupakan bagian dari formula kimia (Belotto et al, 1995).

2.3.2. Kegunaan

Kaolin digunakan dalam keramik, kedokteran, pelapisan kertas, sebagai aditif makanan, pada pasta gigi, sebagai bahan menghamburkan cahaya dalam bola lampu bercahaya putih, dan dalam kosmetik. Secara umum kaolin merupakan komponen utama pada porselen. Kaolin juga digunakan dalam cat untuk meluaskan titanium

dioksida (TiO 2 ). Penggunaan paling luas adalah pada produksi kertas, termasuk menghaluskan permukaan kertas. Secara komersial, kaolin disediakan dan diangkut dalam bentuk bubuk kering, semi-dry noodle, atau sebagai liquid slurry (http://en.wikipedia.org/wiki/Kaolinite, 2009).

2.4. Sintering

Sintering merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap suatu padatan serbuk pada suhu tinggi yang diawali oleh pemberian tekanan sebelum dipanaskan. Suhu sintering biasanya lebih dari setengah titik leleh material yang disinter. Tujuan sintering yaitu untuk mengurangi porositas padatan (http://aspdin.wifa.uni- Sintering merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap suatu padatan serbuk pada suhu tinggi yang diawali oleh pemberian tekanan sebelum dipanaskan. Suhu sintering biasanya lebih dari setengah titik leleh material yang disinter. Tujuan sintering yaitu untuk mengurangi porositas padatan (http://aspdin.wifa.uni-

Gambar 2.1. Tahap perubahan partikel pada saat sintering (Mulder, M., 1996)

(a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, dan (d) tahap akhir sintering

Gambar 2.1. memperlihatkan tahap perubahan partikel pada saat sintering. Selama tahap awal sintering, terjadi peleburan tanpa penyusutan padatan dan pembentukan leher (necking) yang menghasilkan cekungan. Selama tahap sintering Gambar 2.1. memperlihatkan tahap perubahan partikel pada saat sintering. Selama tahap awal sintering, terjadi peleburan tanpa penyusutan padatan dan pembentukan leher (necking) yang menghasilkan cekungan. Selama tahap sintering

2.5. Kekuatan dan Struktur

Kekuatan keramik sangat sensitif terhadap struktur suatu bahan. Faktor utama yang mempengaruhi struktur keramik dan juga kekuatannya ialah kehalusan permukaan, volume dan bentuk dari pori, ukuran dan bentuk butir, jenis dan bentuk fasa batas butir, dan cacat yang disebabkan oleh tegangan dalam seperti halnya tegangan termal.

Hubungan antara kekuatan dan porositas suatu bahan keramik dapat dituliskan sebagai berikut (Surdia dan Saito, 1984):

σ = σ 0 exp ( − bV p ) (2-1)

dimana: σ = kekuatan bahan keramik pada porositas nol 0

b = konstanta dengan harga berkisar antara 3 dan 11, umumnya kira-kira 5

V = porositas bahan keramik

Pada umumnya, jika porositas suatu bahan keramik semakin kecil maka kekuatannya juga meningkat (Sembiring, 1990).

2.6. Pengujian Fisik dan Mekanik

Pengujian sifat fisik meliputi: densitas dan porositas, sedangkan pengujian sifat mekanik: kuat tekan, kekerasan (Vickers), kuat patah, dan kuat impak.

2.6.1. Densitas

Densitas atau kerapatan didefinisikan sebagai massa per satuan volume material, bertambah secara teratur dengan meningkatnya nomor atomik pada setiap sub kelompok. Kebalikan densitas adalah volume spesifik v, sedangkan hasil kali v dengan massa atomik relatif W disebut volume atomik Ω. Densitas dapat ditentukan dengan metode pencelupan biasa atau menggunakan metode sinar-X.

Pada proses perpaduan, densitas campuran bahan berubah. Hal ini terjadi karena massa atom terlarut berbeda dengan massa pelarut, selain itu parameter kisi juga mengalami perubahan karena perpaduan. Perubahan parameter dapat ditentukan dengan hukum Vegard yang mengasumsikan bahwa parameter kisi larutan padat bergantung secara linier dengan konsentrasi atom, namun dijumpai berbagai penyimpangan dari perilaku ideal ini.

Densitas jelas bergantung pada massa atom, ukuran, serta cara penumpukannya. Logam berwujud padat karena terdiri dari atom yang berat dan memiliki penumpukan padat. Keramik memiliki densitas yang lebih rendah Densitas jelas bergantung pada massa atom, ukuran, serta cara penumpukannya. Logam berwujud padat karena terdiri dari atom yang berat dan memiliki penumpukan padat. Keramik memiliki densitas yang lebih rendah

Pengukuran densitas sampel keramik yang telah disintering dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Thornton dan Colangelo, 1985):

(2-2)

dimana: ρ = densitas sampel [kg/cm 3 ]

M = massa sampel [kg]

V 3 = volume sampel [cm ]

2.6.2. Porositas

Porositas sangat menentukan struktur mikro suatu material. Pada keramik, pori terbentuk karena terperangkapnya molekul air atau udara di antara badan keramik yang mulai mengeras pada proses pengeringan dan pemanasan, dimana uap air akan menguap sehingga akan meninggalkan rongga kosong yang disebut pori. Dikenal ada dua jenis pori:

a. Pori terbuka (open pore) yang kontak dengan udara luar

b. Pori tertutup (close pore) yang terperangkap di dalam bahan

Porositas Tertutup

Porositas Terbuka

Gambar 2.2. Pori terbuka dan pori tertutup

Pori terbuka terbagi atas:

a. Pori terbuka yang tembus

b. Pori terbuka yang tidak tembus

c. Pori terbuka campuran Perbedaan ketiga pori tersebut ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Pori terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka yang tembus, (b) pori terbuka yang tidak tembus, dan (c) pori terbuka campuran (Septiani, 1999)

Pengukuran porositas dari sampel keramik yang telah disintering menggunakan persamaan (Smallman dan Bishop, 2004):

Porositas = × 100 % (2-3)

dimana: M k = massa sampel kering [kg] M b = massa sampel basah [kg]

2.6.3. Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan sampel keramik yang telah disintering menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 4 mm/menit. Nilai kuat tekan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985):

P MAX

(2-4)

dimana: σ = kuat tekan [kgf/cm 2

P MAX = beban tekan maksimum yang diberikan [kgf]

A 2 = luas penampang bidang sentuh [cm ]

2.6.4. Kekerasan

Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Kekerasan suatu bahan adalah ketahanan (daya tahan) suatu bahan terhadap daya benam dari bahan lain yang lebih keras dan dibenamkan kepadanya. Maksud pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan, yang mana data ini sangat penting dalam proses perlakuan panas. Nilai kekerasan bahan mempunyai korelasi dengan nilai tegangan-regangan pada uji tarik (Departemen Perindustrian, 1994).

Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: Mohs, Brinell, Vickers, Rockwell, dan Knoop. Kekerasan Brinell adalah suatu indeks Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: Mohs, Brinell, Vickers, Rockwell, dan Knoop. Kekerasan Brinell adalah suatu indeks

Pengujian keras yang dilakukan mengikuti prosedur ASTM C1327 (Standard Test Method for Vickers Indentation Hardness of Advanced Ceramics). Pengukuran kekerasan Vickers sampel keramik yang telah disintering dilakukan dengan menggunakan Microhardness Tester. Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985 dan Ajie, 2008):

Hv = 1 , 8544 × 2 (2-5)

dimana:

H = kekerasan Vickers [kgf/mm ] P

= beban penekanan [kgf]

D = panjang rata-rata garis diagonal jejak indentor [mm]

2.6.5. Kuat Patah

Umumnya terhadap keramik tidak dilakukan pengujian tarik langsung karena keramik sangat peka terhadap cacat permukaan. Pertama, sulit untuk menerapkan tegangan tarik uniaksial. Penjepitan benda uji dapat merusak permukaan dan adanya pelenturan pada spesimen sewaktu pengujian menimbulkan kegagalan dini. Kedua, Umumnya terhadap keramik tidak dilakukan pengujian tarik langsung karena keramik sangat peka terhadap cacat permukaan. Pertama, sulit untuk menerapkan tegangan tarik uniaksial. Penjepitan benda uji dapat merusak permukaan dan adanya pelenturan pada spesimen sewaktu pengujian menimbulkan kegagalan dini. Kedua,

Pada metode uji patah tiga titik, lihat gambar 2.4., spesimen berbentuk batang ditempatkan pada tumpuan dan dengan hati-hati diterapkan beban dengan laju regangan konstan. Pengukuran kuat patah sampel keramik yang telah disintering menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan metode tiga titik tumpu dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985):

dimana: σ = kuat patah [kgf/cm 2

P = beban yang diberikan [kgf] L = jarak kedua titik tumpu [cm]

b = lebar sampel [cm]

h = ketebalan sampel [cm]

Gambar 2.4. Pengukuran kuat patah metode tiga titik tumpu

2.6.6. Kuat Impak

Material yang dalam keadaan biasa bersifat liat kemungkinan dapat berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba (beban kejut) pada suatu kondisi tertentu. Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan (Smallman dan Bishop, 2004).

Dalam menentukan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Charpy dengan menggunakan persamaan berikut (Departemen Perindustrian, 1994 dan Smallman dan Bishop, 2004):

E KC = (2-7)

dimana: KC 2 = Nilai impak Charpy [J/mm ]

E = Energi disipasi [J]

A 2 = Luas Penampang [mm ]

2.7. Karakterisasi Struktur Mikro

2.7.1. Difraksi Sinar-X

Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( λ) yang pendek yaitu sekitar 10 -5 Å hingga 100 Å. Ketika sinar-X dihamburkan oleh Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( λ) yang pendek yaitu sekitar 10 -5 Å hingga 100 Å. Ketika sinar-X dihamburkan oleh

Ketika gelombang sinar-X mengenai permukaan kristal pada sudut θ, sebagian akan dihamburkan oleh lapisan atom pada permukaan. Sinar yang tidak dihamburkan akan menembus ke lapisan atom kedua yang nantinya akan dihamburkan kembali dan sisanya akan melewati lapisan ketiga. Prinsip ini dapat diamati pada gambar 2.5.

d sin θ Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X

W.L. Bragg menyatakan bahwa: n λ = 2d sin θ (2-8) Dengan n merupakan bilangan bulat, λ merupakan panjang gelombang, d merupakan jarak antar bidang dalam kristal sedangkan θ merupakan besarnya sudut hamburan (Hanke, L. D., 2000).

Komponen instrumen difraktometer sinar-X sama dengan komponen instrumen spektroskopi optik, yaitu terdiri dari sumber cahaya, monokromator, wadah sampel, detektor atau transducer, dan signal processor serta read out. Teknik analisis

XRD digunakan untuk menganalisis padatan kristalin seperti keramik, logam, material geologi, dan polimer. Material yang akan dianalisis dapat berupa serbuk, kristal, lapisan tipis, serat, atau amorf (Kartika, 2008).

Penelitian ini mengunakan teknik XRD untuk mengamati fasa keramik yang berbahan baku serbuk sludge dan kaolin, serta untuk mengetahui kandungan logam beratnya setelah proses sintering.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu:

a. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan – Sumatera Utara, meliputi: preparasi sampel keramik, sintering, karakterisasi fisik dan mekanik.

b. Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong – Banten, meliputi: analisis kimia dan mikrostruktur. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan April 2009.

3.2. Bahan dan Peralatan

Untuk melakukan suatu kegiatan penelitian untuk pembuatan keramik teknik maka diperlukan bahan baku utama sebagai raw material dan peralatan proses serta karakterisasinya.

3.2.1. Bahan Baku

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk sludge yang dihasilkan dari limbah oil sludge Pertamina Pangkalan Susu – Sumatera Utara. Sedangkan sebagai bahan pengikat digunakan Kaolin.

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. lemari pengering;

b. ball mill;

c. saringan 100 mesh;

d. alat timbangan;

e. mortar tangan;

f. mesin press pencetak sampel;

g. tungku listrik;

h. peralatan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS);

i. X-ray diffractometer (XRD); j. Universal Testing Machine (UTM); k. Microhardness Tester (uji kekerasan vickers); l. peralatan uji impak; m. gelas ukur.

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi dua tahapan proses preparasi sampel, yaitu: tahap pertama membuat serbuk sludge dan analisis kimia serbuk sludge dengan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), tahap kedua membuat dan mensintering sampel keramik dari campuran bahan serbuk sludge yang dihasilkan pada tahap pertama dan kaolin serta dilakukan karakterisasi yang meliputi: densitas, porositas, kuat tekan, Penelitian ini meliputi dua tahapan proses preparasi sampel, yaitu: tahap pertama membuat serbuk sludge dan analisis kimia serbuk sludge dengan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), tahap kedua membuat dan mensintering sampel keramik dari campuran bahan serbuk sludge yang dihasilkan pada tahap pertama dan kaolin serta dilakukan karakterisasi yang meliputi: densitas, porositas, kuat tekan,

Diagram alir untuk preparasi sampel tahap pertama dapat dilihat pada gambar

3.1. berikut:

LIMBAH OIL SLUDGE KALSINASI 500 0

C, selama 6 jam

PEMBUTIRAN dgn ball mill, 100 mesh

Serbuk Sludge ANALISIS KIMIA

dengan peralatan AAS

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Pertama: Pembuatan Serbuk Sludge Limbah oil sludge yang diperoleh dari Pertamina dikalsinasi dalam oven

pengering pada suhu 500 0 C selama 6 jam untuk menghilangkan kandungan minyaknya. Selanjutnya dilakukan pembutiran menggunakan ball mill hingga

diperoleh serbuk halus sludge yang lolos saringan 100 mesh. Kemudian serbuk sludge yang diperoleh dianalisis menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk mengidentifikasi kandungan logam beratnya.

Prosedur analisis serbuk sludge menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) adalah sebagai berikut:

a. Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam gelas kimia.

b. Dilarutkan menggunakan aquregia dengan perbandingan campuran HCl dan HNO 3 adalah 3:1.

c. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman 40 (kertas saring kuantitatif).

d. Filtrat kemudian diukur dengan AAS menggunakan lampu katoda untuk masing-masing unsur (1 lampu katoda hanya berlaku untuk 1 unsur). Hasil analisis kandungan kimia logam berat pada serbuk sludge dapat dilihat

pada tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1. Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge

Kandungan No Parameter (mg/l)

1 Arsen (As) 0,18

2 Barium (Ba) 80,73

3 Boron (B) 448,64

4 Chromium (Cr) 34,69

5 Cadmium (Cd) 21,76

6 Mercury (Hg) -

7 Timbal (Pb) 407,79

8 Zinkum (Zn) 142,97

Diagram alir untuk preparasi sampel tahap kedua dapat dilihat pada gambar

3.2. Pada tahap ini serbuk sludge yang diperoleh dari tahap pertama dicampur dengan kaolin dengan komposisi perbandingan serbuk sludge terhadap kaolin dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin Dalam Pembuatan Sampel Keramik

Waktu

Kaolin No Kode Sampel

Serbuk Sludge

Penahanan

(% massa)

(% massa) (Jam)

1 I.1. 95 5 1

2 II.1. 95 5 2

3 III.1.

4 I.2. 90 10 1

5 II.2. 90 10 2

6 III.2.

7 I.3. 85 15 1

8 II.3. 85 15 2

9 III.3.

10 I.4. 80 20 1

11 II.4. 80 20 2

12 III.4.

13 I.5. 75 25 1

14 II.5. 75 25 2

15 III.5.

16 I.6. 70 30 1

17 II.6. 70 30 2

18 III.6.

19 I.7. 65 35 1

20 II.7. 65 35 2

21 III.7.

22 I.8. 60 40 1

23 II.8. 60 40 2

24 III.8.

25 I.9. 55 45 1

26 II.9. 55 45 2

27 III.9.

28 I.10. 50 50 1

29 II.10. 50 50 2

30 III.10.

SERBUK KAOLIN SLUDGE PENIMBANGAN

PENCAMPURAN Dengan Mortar Tangan

PEMBENTUKAN CETAK Dry Press , beban 5000 kgf

Dikeringkan selama 30 menit pada suhu kamar

SINTERING 1200 0 C (1, 2, & 3 jam) SAMPEL KERAMIK KARAKTERISASI

Analisis Kualitatif - Densitas

Pengamatan Fisis

Pengujian Mekanik

- XRD - Porositas

- Kuat tekan

- Kekerasan Vickers - Kuat patah - Kuat Impak

Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Kedua: Pembuatan Sampel Keramik

Kedua bahan dicampur mengunakan mortar tangan hingga tercampur dengan homogen, kemudian dilakukan pembentukan cetak (dry press) berbentuk silinder rigid dan balok menggunakan alat cetak tekan dengan beban 5000 kgf. Cetakan silinder berukuran diameter 50 mm dan tebal 30 mm dan cetakan balok berukuran panjang 100 mm, lebar 25 mm, dan tingi 35 mm. Setelah dicetak masing-masing sampel dikeringkan pada suhu kamar selama 30 menit untuk selanjutnya disintering

menggunakan tungku listrik dengan suhu 1200 0 C dengan variasi waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam.

Metode sintering yang digunakan adalah metode sintering fasa padat (solid state sintering). Sintering dilakukan dengan trayek pembakaran sebagai berikut:

T( 0 C)

(1 jam; 2 jam; dan 3 jam)

5 0 C/menit

27 0 C Waktu

Gambar 3.3. Trayek sintering untuk sampel keramik konstruksi

Proses pendinginan di dalam tungku (normalizing) hingga temperatur di bawah 150 0 C untuk menghindari thermal shock yang dapat mengakibatkan material

retak (Ajie, 2008).

Kemudian sampel yang telah disintering dikarakterisasi yang meliputi: densitas, porositas, kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak, dan mikrostruktur dengan X-Ray Diffractometer (XRD). Analisis menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur fasa dari sampel keramik yang terbentuk setelah proses sintering.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel keramik yang telah dibuat dari campuran serbuk sludge dan kaolin, disintering menggunakan tungku listrik pada suhu 1200 0 C dengan variasi waktu

penahanan selama 1, 2, dan 3 jam. Selanjutnya sampel yang telah disintering dikarakterisasi meliputi pengukuran besaran-besaran fisis (densitas, porositas), mekanis (kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak), dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD).

4.1. Densitas

Hasil pengukuran densitas keramik dari campuran serbuk sludge dan kaolin diperlihatkan seperti pada gambar 4.1. Dari gambar 4.1. terlihat bahwa variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar pada

suhu sintering 1200 0 C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam diperoleh nilai densitas keramik berkisar antara 1,13 – 1,51 g/cm 3 . Sedangkan nilai densitas keramik

dengan variasi komposisi yang sama dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 1,25 – 1,51 g/cm 3 . Kemudian dengan komposisi yang sama dan waktu penahanan masing-

masing sebesar 2 dan 3 jam maka nilai densitas cenderung mengalami penurunan

3 menjadi 1,20 – 1,42 g/cm 3 dan 1,13 – 1,35 g/cm . Hasil pengukuran dan perhitungan densitas keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A.

D Linear (1200 oC, 1 jam )

e y = 0,0062x + 0,9284

y = 0,0046x + 0,9682

Linear (1200 oC, 2 jam )

y = 0,0048x + 0,9024

Linear (1200 oC, 3 jam )

Serbuk Sludge (% massa)

Gambar 4.1. Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk sludge

0 setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 C selama 1, 2, dan

3 jam

Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan serbuk sludge (dalam % massa) cenderung meningkatkan nilai densitas keramik. Oleh karena di dalam serbuk sludge terkandung logam berat yang relatif mempunyai densitas lebih tinggi dibanding kaolin. Sedangkan pengaruh waktu penahanan (holding time) pada suhu sintering menunjukkan adanya penurunan nilai densitas, hal ini disebabkan adanya sebagian logam berat terurai menjadi gas. Akibatnya, material keramik teknik yang dibuat cenderung berpori, namun secara sepintas tidak terlihat adanya rongga- rongga, oleh karena pada permukaannya telah tejadi pengglasiran. Hasil penelitian

lain, Michael J. Readey (1992) telah melakukan sintering pellet Al 18 B 4 O 33 yang berbasis dari sistem keramik: Al o

2 O 3 –B 2 O 3 – SiO 2 dengan suhu sintering 1700 C menghasilkan densitas 1,46 g/cm 3 dan porositas 54,4%.

Surdia dan Saito (1985) menyatakan bahwa pada umumnya densitas keramik berkisar antara 2,1 – 5,3 kg/cm 3 . Keramik pada penelitian ini memiliki nilai densitas

yang lebih rendah dari teori karena kemungkinan kandungan logam beratnya sebagian besar telah berkurang atau bereaksi membentuk senyawa baru pada proses sintering.

4.2. Porositas

Gambar 4.2. memperlihatkan bahwa porositas dari keramik yang dibuat dengan variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta

dibakar pada suhu sintering 1200 0 C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam adalah berkisar antara 18,75 – 39,29 %. Nilai porositas dari keramik dengan variasi

komposisi 50 – 95 % sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 18,75 – 35,71 %. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi dengan waktu penahanan masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai porositas yaitu 20,00 – 37,50 % dan 27,59 – 39,29 %. Hasil pengukuran dan perhitungan porositas keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa penambahan serbuk sludge (dalam % massa) cenderung menurunkan nilai porositas. Berkebalikan dengan hal tersebut, lama penahanan pada suhu sintering menghasilkan keramik dengan porositas yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan densitas keramik pada pengukuran sebelumnya, karena densitas selalu berbanding terbalik terhadap porositas. Ternyata kejadian ini membuktikan adanya sebagian material, khususnya logam berat berubah Dari hasil pengamatan terlihat bahwa penambahan serbuk sludge (dalam % massa) cenderung menurunkan nilai porositas. Berkebalikan dengan hal tersebut, lama penahanan pada suhu sintering menghasilkan keramik dengan porositas yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan densitas keramik pada pengukuran sebelumnya, karena densitas selalu berbanding terbalik terhadap porositas. Ternyata kejadian ini membuktikan adanya sebagian material, khususnya logam berat berubah

diperoleh maka sebaiknya penggunaan material keramik yang dibuat sangat cocok diterapkan sebagai filter gas buang (exhaust gas) pada kendaraan, khususnya untuk bahan bakar solar.

y = -0,139x + 43,172

Linear (1200 oC, 3 jam )

y = -0,2052x + 42,384

Linear (1200 oC, 1 jam ) ) y = -0,2158x + 45,472 40 Linear (1200 oC, 2 jam )

Serbuk Sludge (% massa)

Gambar 4.2. Hubungan antara porositas terhadap penambahan serbuk sludge

0 setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 C selama 1, 2, dan 3 jam

4.3. Kuat Tekan

Pada gambar 4.3. terlihat bahwa kuat tekan dari keramik dengan variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar pada

suhu sintering 1200 0 C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam adalah berkisar antara 47,79 – 662,32 kgf/cm 2 . Nilai kuat tekan dengan variasi komposisi 50 – 95 %

sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 47,79 – 226,05 sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 47,79 – 226,05

2 kgf/cm 2 dan 320,88 – 662,32 kgf/cm . Hasil pengukuran dan perhitungan kuat tekan keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.

y = -7,124x + 1010,2

Linear (1200 oC, 3 jam )

y = -4,4822x + 453,33

Linear (1200 oC, 1 jam )

m Linear (1200 oC, 2 jam )

y = -6,1498x + 662,65

Serbuk Sludge (% massa)

Gambar 4.3. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan serbuk

sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0 C

selama 1, 2, dan 3 jam