Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus niger) TERHADAP
PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)
SKRIPSI
O
L
E
H
D. PERDANA K. TUBAGUS
030306021
IPT
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus niger) TERHADAP
PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)
SKRIPSI
O
L
E
H
D. PERDANA K.TUBAGUS
0303060321
IPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Ahir
di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Judul Skripsi
Nama
Nim
Departemen
: Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica)
: D. Perdana K. Tubagus
: 030306021
: Peternakan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
(Ir. Yunilas, MP)
Ketua
(Dra. Irawati Bachari)
Anggota
Diketahui Oleh :
( Dr. Ir. Zulfikar Siregar MP )
Ketua Departemen
Tanggal di ACC:
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
ABSTRACT
D. Perdana K. Tubagus, 2007. “Utilization of Fermented Tree Tomato
Skin Fruit Flour in Feed to Egg’s Quail Production (Coturnix-coturnix japonica)”.
Advised by Ir. Yunilas M.P as supervisor and Dra. Irawati Bachari as
co-supervisor. The research conducted in Biological Veterinery, Departement of
Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University,
Prof. Dr. A. Sofyan Street No.3 started from August until October 2007.
The purpose of experimental was observe repons of utilization of
fermented Tree Tomato skin fruit flour in several levels on egg’s quail
productivity percentation (Coturnix-coturnix japonica). This research was
conducted by completely randomitted design (CRD) which was consist of 5
treatmens as T0= feed without fermented Tree Tomato skin fruit flour, T1= feed
with 3% fermented Tree Tomato skin fruit flour, T2= feed with 6% fermented
Tree Tomato skin fruit flour, T3= feed with 9% fermented Tree Tomato skin fruit
flour, T4= feed with 12% fermented Tree Tomato skin fruit flour. Every treatment
was repeated 4 times which was every repetition used 5 quails. The parametre
experimental was feed consumtion , egg’s productivity percentation, egg’s weight,
and ration convertion of quail (Coturnix-coturnix japonica).
The result of research indicated that the highest average of feed intake was
found in treatment T2 for 244,75 g/quail/week and the lowest one was found in
treatment T4 for 235.29 g/quail/week. The highest of egg’s quail productivity
percentation was found in treatment T1 for 52,14 %/quail/week and the lowest
one was found in treatment T3 for 45,51/quail/week. The highest of egg’s weight
was found in treatment T4 for 9,97 g/quail/week and the lowest one was found in
treatment T2 for 9,61 g/quail/week. The highest of ration convertion was found in
treatment T2 for 1,97 and the lowest one was found in treatment T4 for 1,45. The
result of research indicated that utilization of fermented Tree tomato skin fruit
flour in feed is not significant different (p>0,05) for feed consumtion , egg’s quail
productivity percentation, egg’s weight, and ration convertion of quail (Coturnixcoturnix japonica).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
ABSTRAK
D. Perdana K. Tubagus, 2007. “ Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong
Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap
Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)”. Dibimbing oleh
Ibu Ir. Yunilas M.P sebagai ketua komisi pembimbing
dan
Ibu Dra. Irawati Bachari sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara . Jl. Prof . Dr. A. Sofyan No.3 Medan, yang
dimulai dari bulan Agustus sampai Oktober 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian tepung kulit
buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger
dalam ransum terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix-coturnix
japonica). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancagan acak
lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan yaitu T0= ransum tanpa pemberian
tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus
niger T1= ransum dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger T2= ransum dengan
pemberian 6% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger T3= ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger T4= ransum
dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali
dimana setiap ulangan menggunakan 5 ekor burung puyuh. Parameter penelitian
meliputi konsumsi ransum, persentase produksi telur, berat telur, konversi ransum
burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi tertinggi terdapat pada
perlakuan T2 sebesar 244,75 g/ekor/minggu dan yang terendah terdapat pada
perlakuan T4 sebesar 235.29 g/ekor/minggu. Rataan produksi telur tertinggi
terdapat pada perlakuan T1 sebesar 52,14 %/ekor/minggu dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T3 sebesar 45,51/ekor/minggu. Rataan berat telur
tertinggi terdapat pada perlakuan T4 sebesar 9,97 g/quail/week dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T2 sebesar 9,61 g/ekor/minggu. Rataan konversi ransum
tertinggi terdapat pada perlakuan T2 sebesar 1,97 dan yang terendah terdapat pada
perlakuan T4 sebesar 1,45. Berdasarkan analisis keragaman diperoleh
hasil
bahwa
pemanfaatan
tepung
kulit
buah
terong
belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi (Aspergillus niger) dalam ransum tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, persentase produksi telur,
berat telur, dan konversi ransum burung puyuh(Coturnix-coturnix japonica).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT, atas
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah
Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger
terhadap produksi telur puyuh
merupakan salah satu syarat
(Coturnix-coturnix japonica) “ yang
untuk mengikuti ujian akhir di Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Yunilas M.P sebagai
ketua komisi pembimbing dan Ibu Dra. Irawati Bachari sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingankepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna , untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan
dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua.
Medan, November 2007
Penulis
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRACT………………………………………………………………….
ABSTRAK……………………………………………..…………………….
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
hal
i
ii
iii
vi
v
vi
PENDAHULUAN...........................................................................................
Latar Belakang........................................................................................
Tujuan Penelitian....................................................................................
Hipotesis Penelitian ................................................................................
Kegunaan Penelitian ...............................................................................
1
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Burung Puyuh .........................................................................................
Deskripsi Terong Belanda……………………………………………...
Aspergillus niger……………………………………………………….
Proses Fermentasi………………………………………………………
Kebutuhan Nutrisi Burung puyuh...........................................................
Konsumsi Ransum..................................................................................
Produksi telur .........................................................................................
Berat telur...............................................................................................
Konversi Ransum ...................................................................................
4
4
5
6
7
8
11
12
13
13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN .....................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................
Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................
Bahan Penelitian............................................................................
Alat Penelitian ...............................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Parameter Penelitian ...............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
Persiapan Kandang........................................................................
Penempatan Burung Puyuh ...........................................................
Pemberian Pakan dan Air Minum .................................................
Penyusunan ransum.......................................................................
14
14
14
14
14
15
16
17
17
17
17
18
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Hasil........................................................................................................
Konsumsi ransum..........................................................................
Produksi telur ................................................................................
Berat telur ......................................................................................
Konversi ransum............................................................................
19
19
19
19
20
21
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Pembahasan ...........................................................................................
Konsumsi ransum..........................................................................
Produksi telur ................................................................................
Berat telur ......................................................................................
Konversi ransum............................................................................
Rekapitulasi hasil penelitian .........................................................
22
22
23
24
25
26
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
Kesimpulan .............................................................................................
Saran ......................................................................................................
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
hal
1. Komposisi terong belanda per 100 g bahan…..…………………………… 6
2. Kebutuhan nutrisi burung puyuh……………………………. ….…………
9
3. Komposisi ransum burung puyuh……………………...……………..….…. 10
4. Konsumsi ransum puyuh (g/hr/ekor) pada berbagai umur (minggu) .……… 11
5. Kemampuan berproduksi pada berbagai macam burung…………....……… 12
6. Rataan konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).……….….……… 19
7. Rataan produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)……..………….…… 20
8. Rataan berat telur burung puyuh (g/ekor/minggu)………..….….…..……… 20
9. Rataan konversi ransum burung puyuh …………...………………..…….… 21
10.Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu)...…... 22
11.Anallisis keragaman produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)..…..… 23
12.Analisis keragaman berat telur burung puyuh (g/ekor/minggu)…..….…...… 24
13.Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh ...……...……………… 26
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
hal
1. Analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea)….…………………………………………………. 30
2. Analisa proksimat tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger.…………….….……. 30
3. Pengolahan tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger.…………….….…… 31
4. Kandungan nutrisi bahan pakan………………………………………….... 32
5. Formulasi ransum puyuh periode layer………..…………………………... 32
6. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode layer……………………………. 32
7. Konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).…………….…………... 33
8. Rataan Konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).………….……... 33
9. Persentase produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)…...….……..… 34
10. Rataan persentase produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)..…....… 34
11. Berat telur burung puyuh (g/butir/minggu)...………………...……………. 35
12. Jumlah telur burung puyuh selama penelitian…………………...…….…… 35
13. Rataan berat telur burung puyuh (g/berat/minggu)……………...……..….. 36
14. Konversi ransum burung puyuh …………………….……..………….…… 36
15. Rataan konversi ransum burung puyuh …………………….……..…..….. 36
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan protein dirasakan meningkat setiap hari disertai dengan
peningkatan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, peningkatan taraf hidup dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi. Kebutuhan protein dapat dipenuhi
melalui tumbuhan dan hewan. Kebutuhan protein yang berasal dari hewan
mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan kebutuhan
protein yang berasal dari tumbuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani salah satu hewan yang dapat
dijadikan sumber protein adalah hewan jenis unggas. Burung puyuh merupakan
unggas yang dapat memenuhi kebutuhan protein diantara unggas lainnya.
Pemeliharaan puyuh dapat meggunakan modal yang sedikit tidak seperti
unggas lain. Disamping ternak ini cepat berproduksi juga tidak sulit menyediakan
ransumnya. Burung puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan untuk
menghasilkan daging dan telur yang relatif cepat, nilai gizinya tinggi, digemari
juga dapat dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah (Tarigan dan Siregar, 1983)
Kendala peningkatan produksi ternak salah satunya disebabkan oleh harga
pakan yang mahal di pasar yang mencapai 60-70% dari biaya produksi. Untuk itu
diusahakan pemanfaatan bahan pakan lain yang tidak kompetitif dengan manusia,
mudah mendapatkannya dan tidak berbahaya bagi ternak.
Kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) merupakan limbah
industri besar
(pabrik pengolahan makanan dan minuman), industri sedang
(restoran), dan industri kecil (rumah tangga), sehingga ketersediaanya cukup
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
potensial sebagai bahan pakan ternak. Kandungan serat kasar yang tinggi
merupakan faktor pembatas dalam penyusunan ransum burung puyuh sehingga
bahan pakan yang berasal dari kulit buah terong belanda ini perlu difermentasi
guna meningkatkan nilai nutrisinya sehingga dapat dimanfaatkan dalam ransum
dalam jumlah yang sesuai.
Dimana kandungan nutrisi terong belanda memiliki nilai protein sebesar
4,34 %, kadar lemak sebesar 7,53%, kadar air 10,58%, bahan kering 89,41%,
kadar abu sebesar 8,8%, serat kasar sebesar 21,87%, dan setelah difermentasi
dengan Aspergillus niger proteinnya menjadi sebesar 13,92%, kadar lemak
sebesar 8,28%, kadar air 8,56%, bahan kering 91,44%, kadar abu sebesar 9,92%,
serat kasar sebesar 10,48% (Analisa Laboratoium Bahan Pakan Ternak USU,
2007).
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan
organik
melalui
reaksi
enzim
yang
dihasilkan
(Fardiaz,1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim
kimiawi pada substrat
oleh
mikroorganisme
yang dihasilkan
oleh
mikroorganisme tersebut meliputi perubahan molekul kompleks seperti protein,
lemak dan karbohidrat menjadi molekul sederhana dan mudah dicerna
(Murata et al., 1967.,Anah dan Lindajati, 1987)
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti pemanfaatan tepung
kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger
yang diberikan dalam ransum burung puyuh dengan berbagai tingkat pemberian
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh pemberian tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger terhadap produksi telur
burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
Hipotesis Penelitian
Pemberian ransum yang mengandung tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi dengan Aspergillus niger berpengaruh
terhadap konsumsi ransum, produksi telur, berat telur dan konversi ransum pada
burung puyuh.
Kegunaan Penelitian
1. Menambah informasi bagi kalangan akademis tentang pemanfaatan tepung
kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dengan
Aspergillus niger dalam ransum burung puyuh
2. Menambah informasi bagi peternak tentang pemberian tepung kulit buah
terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dengan Aspergillus niger
dalam ransum burung puyuh
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
TINJAUAN PUSTAKA
Burung puyuh
Burung puyuh merupakan
galiformes, sub ordo
hewan yang berasal dari kelas aves, ordo
phasianoidae, famili phasianinae, genus coturnix, dan
spesies Coturnix-coturnix japonica (Junaedi, 2002).
Burung puyuh yang ada di Indonesia adalah burung puyuh liar biasanya
disebut gemak atau gemek. Burung puyuh tersebut termasuk genus coturnix.
Gemak belum mendapatkan perhatian untuk diternakkan di Indonesia. Burung
puyuh tersebut hidup dalam keadaan liar di sawah-sawah kering , ladang dan
semak-semak. Burung puyuh Jepang yang nama ilmiahnya Coturix-coturnix
japonica merupakan burung puyuh yang dipelihara di Indonesia sebagai usaha
sambilan maupun sebagai usaha komersial (Anggorodi,1995).
Dibanding dengan jenis puyuh lainnya Coturnix-coturnix japonica dapat
menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun . Betinanya
mulai bertelur umur 35 hari. Sifat-sifat tertentu dari Coturnix-coturnix japonica,
seperti kemampuannya untuk menghasilkan 3-4 generasi per tahun, membuat
unggas ini menarik perhatian
sebagai ternak
percobaan dalam penelitian.
Telurnya berwarna coklat tua, biru, putih, dengan bintik-bintik hitam, coklat dan
kebiru-biruan(Listiyowati dan Roospitasari, 2000)
Burung puyuh mencapai dewasa kelamin
sekitar umur 42 hari
dan
biasanya berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik,
burung puyuh betina
akan bertelur
200 butir telur
pada tahun pertama
berproduksi (Randall, 1986)
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Ciri-ciri burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk
badannya lebih besar dari jenis burung puyuh lainnya. Panjang badan 19 cm,
badan bulat, ekor pendek dan kuat, jari kaki 4 buah, warna bulu coklat untuk
betina agak coklat sedangkan dada bergaris (Nugroho dan Mayun, 1986)
Deskripsi terong belanda
Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, khususnya di Peru kemudian menyebar ke berbagai wilayah.
Di Indonesia terong Belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Sosok
tanaman ini berupa perdu dengan ketinggian 2 - 3 meter.
Pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat,
berselang-seling, dan berbulu, bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak
daun, berwarna merah jambu hingga biru muda, berbau harum. Buahnya
berbentuk buah buni bulat lonjong dengan meruncing ke ujung. Buah
bergelantungan dengan tangkai panjang, berwana lembayung ke merah-merahan.
Daging buahnya banyak mengandung sari buah, agak asam, berwarna kuning
kehitam-hitaman. Bijinya pipih dan tipis. Di daerah tropis terong belanda bisa
tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Perbanyakan bisa
dilakukan dengan menanam biji. Namun tanaman ini juga sering disambung
dengan tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa diperbanyak dengan stek.
Di banyak negara tanaman ini telah dibudidayakan dalam kebun-kebun atau untuk
tumpang sari dengan tanaman jeruk. Di Indonesia belum banyak yang
membudidayakannya.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Buah terong belanda ini dimanfaatkan sebagai buah yang dimakan segar.
Namun ada juga buahnya yang dimanfaatkan untuk bumbu masak, bahkan juga
untuk sayuran. Buah matang bisa dijadikan sirop. Di Medan buah ini banyak
dijual, dan sangat digemari sebagai minuman yang disajikan dalam bentuk jus
(Soetasad dan Muryanti, 1995).
Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan belahan
buah tomat. Selain warnanya sama, keduanya banyak mengandung air. Kegunaan
buah terong belanda adalah mengobati penyakit tekanan darah rendah,
menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula
untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang bermiyak
dan mencegah timbulnya jerawat (Imamuddin, 1987).
Komposisi buah terong belanda secara terperinci dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Komposisi terong Belanda per 100 gram bahan
Komponen
Kandungan Bahan
Kalori (kal)
48,00
Protein (g)
1,50
Lemak (g)
0,30
Karbohidrat (g)
11,30
Kalsium (mg)
13,00
Fospat (mg)
24,00
Besi (mg)
0,80
Vit.A (SI)
0
Vit. B1 (mg)
0,04
Vit. C (mg)
17,00
Air (g)
85,90
B.D.D (%) *
73,00
Bahan dapat dicerna *
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1989
Aspergillus niger
Aspergillus niger
adalah kapang anggota genus: Aspergillus, famili:
Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes,
sub divisi: Ascomycotina, dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dapat
dipakai secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang
ini mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta, spora yang bersifat aseksual dan
tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 5-370C (Fardiaz, 1989).
Hardjo et al., (1989) juga menyatakan bahwa Aspergillus niger di dalam
pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat
dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut
disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti
selulosa, pati dan protein harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap ke dalam
sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler
seperti amylase, amiloglukosidae, pektinase, selulase, katalase dan glukosidae.
Menurut Lehninger (1991), kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim
urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai
pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang tinggi
dibandingkan dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah
(1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat
kasar.
Proses Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat
organik melalui aksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987).
Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme tersebut
meliputi perubahan-perubahan molekul kompleks seperti protein, lemak dan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
karbohidrat
menjadi
molekul
sederhana
dan
mudah
dicerna
(Anah dan Lindajati, 1987).
Sungguh
(1993)
menambahkan
bahwa
fermentasi
adalah
proses
penguraian bahan organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan
enzim melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroba, biasanya terjadi dalam
keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas.
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium
cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam
medium cair (Hardjo et al., 1989).
Kebutuhan nutrisi burung puyuh
Listiyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting
dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), selain itu faktor
tata laksana (manajemen) dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan
kebutuhan gizi menurut tingkat umurnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat
Anggorodi (1979) bahwa kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada umur, jenis
kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan kesehatan ternak.
Tillman et al., (1983) mengatakan bahwa untuk pertumbuhan, produksi,
reproduksi, dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi, unsur gizi tersebut
adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Hal ini juga didukung oleh
Rasyaf
(1984) yang mengatakan
bahwa kekurangan salah satu unsur gizi
tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produksi.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak puyuh yang baru
berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis
2900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar protein ransum yang diberikan
dikurangi menjadi 20% dan energi metabolisnya menjadi 2600kkal/kg. Puyuh
dewasa berumur lebih dari 5 minggu, kebutuhan protein dan energinya sama
dengan puyuh umur 3-5 minggu.
Kebutuhan nutrisi burung puyuh dapat dilihat secara terperinci pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi burung puyuh
Zat Nutrisi
Energi Metabolisme (kkal/kg)
Protein (%)
Kalsium (%)
Fspor (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Sumber: NRC, 1997
Puyuh sedang tumbuh
0-3 Minggu
3-5 minggu
2900
2600
25
20
1
1
0,8
0,8
5
5
4,80
5,50
Puyuh bibit
dewasa
2600
20
1
0,8
5
5,30
Rasyaf (1984) menyatakan bahwa tingginya tingkat protein yang
dibutuhkan pada masa pertumbuhan digunakan untuk pembentukan jaringanjaringan yang baru. Setelah dewasa, puyuh makan lebih banyak, sehingga
makanan yang mengandung protein itu juga masuk lebih banyak. Untuk itu
tingkat protein dikurangi karena protein hanya mengganti jaringan-jaringan yang
telah rusak dan pembentukan telur.
Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang umum digunakan dalam
pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya kadar energi
metabolisme dalam ransum akan mempengaruhi banyak sedikitnya ternak unggas
mengkonsumsi ransum. Ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
sedikit dikonsumsi, namum ransum yang berenergi rendah akan lebih banyak
dikonsumsi unggas.
Unggas memerlukan mineral berupa kalsium dan posfor dalam jumlah
yang cukup sebab peranan kalsium dalam tubuh unggas tampak degan jelas yaitu
untuk pembentukan kulit, ukuran tulang serta unsur tubuh yang lainnya
(Murtidjo, 1996).
Vitamin merupakan senyawa organik yang harus selalu tersedia walaupun
dalam jumlah yang sangat kecil, untuk metabolisme jaringan
normal secara
langsung maupun tidak. Defesiensi vitamin pada puyuh mengakibatkan kerugian
seperti lebih mudah terserang penyakit
sehingga menurunkan produktivitas
bahkan menimbulkan kematian (Listiyowati dan Roospitasari,2000).
Komposisi ransum burung puyuh secara terperinci dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3.Komposisi ransum burung puyuh
Fase pertumbuhan
Fase bertelur
0-3 minggu
3-5 minggu
5 minggu
Energi, Kcal/kg
2900
2600
2600
Protein %
25
20
20
Lysine %
1,3
1,2
methionine
0,74
0,71
Glycine %
1,28
1,28
Calcium %
1
1
3
Phospor %
0,8
0,8
0,8
Zinc, mg/kg
75
75
75
Selenium, mg/kg
1
1
1
Magnesium,mg/kg
150
150
Sodium, %
0,11
0,11
0,11
Potassium, %
0,28
0,28
Vit A, I.U./kg
3300
3300
3300
Vit D3, I.C.U./kg
1200
1200
1200
Vit E, I.U./kg
40
40
40
Asam panthotenat
40
40
40
Choline, mg/kg
40
40
Linoleat
2500-3500
2500-3500
1045-2090
Sumber : NRC 1971 disitasi Listyowati dan Roospitasari (2000)
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Dalam mengkonsumsi ransum,
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain: umur, palatabilitas ransum,
jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi.Konsumsi
ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan serta
penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan
umur dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah
ransum pada ternak (Anggorodi, 1995). Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu
(1992) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas
ransum, bentuk fisik ransum, stress, besar badan dan produksi telur.
Konsumsi ransum puyuh pada minggu pertama sangat sedikit. Perincian
konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi ransum (g/hr/ekor) puyuh pada berbagai umur (minggu)
Umur(minggu)
konsumsi ransum (g/hr/ekor)
0-1
3
1-3
9
3-5
17
>5
20
Sumber : Hardjosworo (1992)
Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stress yang
diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakasi, 1983).
Untuk kondisi temperatur lingkungan kandang, temperaturnya
sekitar
37,5 0C (99,5 0F) pada minggu pertama dan 29,3 0C-32,20C (90 0C) untuk minggu
ke dua dan ke tiga (Listyowati dan Roospitasari,2000).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Poduksi telur
Di Indonesia, kemampuan berproduksi burung puyuh hanya sekitar 180
butir saja pertahunnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kemampuan berproduksi pada berbagai macam unggas
Spssies
Ayam petelur
Itik
Kalkun
Angsa
Puyuh
Merpati
Sumber : Rasyaf, 1983
Kemampuan produksi telur(butir)/tahun
300-360
250-310
220
100
130
50
Listiyowati dan Roospitasari (2000) berpendapat bahwa puyuh betina
mampu bertelur pada umur 41 hari. Pada masa bertelur yaitu dalam satu tahunnya
bisa dihasilkan 250-300 butir telur yaitu pada periode bertelur selama 9-12
bulan. Hal ini juga didukung oleh Aggorodi (1995) yang mengatakan bahwa
burung puyuh mencapai dewasa dewasa kelamin sekitar 42 hari dan biasanya
berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik burung puyuh
betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi. Lamanya hidup
hanya 2-2,5 tahun.
Menurut redaksi (2002) kemampuan produksi telur burung puyuh sangat
dipengaruhi oleh umur burung puyuh. Burung puyuh betina mulai bertelur pada
umur sekitar 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksinya akan cepat
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Burung puyuh mencapai puncak
produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13, setelah berumur 26 minggu produksi
telur akan menurun drastis. Hal ini didukung oleh Yasin (1988) yang menyatakan
bahwa secara garis besar yang mempengaruhi jumlah telur adalah faktor genetik,
pakan, perkandangan, suhu, rontok bulu, penyakit dan stres.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Berat telur
Telur burung puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) berwarna coklat
lurik menyerupai telur burung puyuh liar. Beratnya 7-11 gram atau 7-8 % dari
bobot tubuh induk. Besarnya telur dipengaruhi oleh sifat genetik, tingkat dewasa
kelamin, umur, obat-obatan dan ransum (Anggorodi, 1995).
Bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat diturunkan. Jadi jenis
ransum, jumlah ransum, lingkungan kandang, serta besar tubuh induknya sangat
mempengaruhi bobot telur. Protein ransum yang
sedikit
juga menyebabkan
kecilnya kuning telur yang terbentuk, sehingga menyebabkan kecilnya telur yang
dihasilkan. Selain itu, bobot telur juga sangat dipengaruhi oleh masa bertelur.
Produksi pertama dari suatu siklus berbobot lebih rendah dibandingkan telur
berikutnya
pasa siklus yang sama. Dengan kata lain bobot telur
semakin
bertambah dengan bertambah umur induk (Listiyowati dan Roospitasari, 2005)
Konversi ransum
Konversi
adalah
jumlah
ransum
yang
habis
dikonsumsi
untuk
memproduksi 1 butir telur (Tillman, 1983).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
ransum, yaitu angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum
kurang ekonomis. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Lestari, 1992).
Menurut Anggorodi (1995)
konversi ransum dipengaruhi oleh mutu
ransum, kesehatan ternak, dan tata cara pemberian pakan. Konversi ransum yang
baik untuk puyuh adalah 2,3-2,8. Didukung oleh Nugroho dan Mayun (1986)
bahwa konversi puyuh yang baik adalah 2,11-2,72.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak
Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
25 m dpl yang dimulai dari bulan Agustus sampai Oktober 2007 .
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain :
a. Puyuh betina sexing sebanyak 100 ekor umur 42 hari
b. Ransum terdiri dari: Jagung halus, bungkil kedele, bungkil kelapa,
dedak halus, tepung ikan, premix dan minyak kelapa
c. Air minum
d. Vitamin (puyuh vit)
e. Obat-obatan dan desinfektan
f. Tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
Alat yang digunakan antara lain :
a. Kandang sebanyak 20 buah dengan ukuran 30x30x25 cm
b. Tempat pakan dan minum
c. Lampu sebagai alat penerangan dan pemanas
d. Alat pembersih kandang
e. Ember
f. Handsprayer
g. Alat tulis dan kalkulator
h. Timbangan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan:
Perlakuan yang di teliti adalah
T0 = Ransum tanpa pemberian tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T1 = Ransum dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T2 = Ransum dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T3 = Ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T4 =Ransum dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
Denah penelitian dilaksanakan adalah :
T04
T34
T42 T21
T11
T12
T44
T03 T33
T22
T43
T24
T31 T13
T01
T32
T14
T02 T23
T41
Dimana : Perlakuan ( T0, T1,…, T4 )
Ulangan ( 1, 2,…,4 )
Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
T (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n – 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥4
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Model matematik yang digunakan menurut (Hanafiah, 2000).
Yij = μ + τ i + Σij
Dimana:
Yij
= Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
i
= 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)
j
= 1, 2, 3, 4 (ulangan)
μ
= Nilai rata-rata (mean) harapan
τi
= Pengaruh faktor perlakuan ke-i
Σij
= Pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i ulangan ke-j
Parameter penelitian
Konsumsi ransum ( g )
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum dihitung
dengan mengurangkan antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum
selama seminggu.
Persentase Produksi telur ( % )
Produksi telur dihitung dengan mancatat berapa rata-rata kemampuan puyuh
berproduksi dibagi dengan jumlah burung puyuh yang ada dikali 100% pada
setiap perlakuan dalam satu minggu selama penelitian.
dengan rumus :
Jumlah telur
X 100%
Jumlah puyuh
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Berat telur ( g )
Berat telur dihitung dengan membagikan berat telur (g) dengan jumlah
telur yang dihasilkan pada setiap perlakuan.
Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah
ransum yang konsumsi (g) dengan berat telur (g) selama penelitian setiap
perlakuan dalam satu minggu.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian berukuran 30x30x25 cm
sebanyak 20 buah. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, lampu pijar yang berfungsi sebagai alat penerangan. Seminggu sebelum
kandang digunakan, kandang difumigasi dengan menggunakan larutan KMNO4
yang dicampur dengan Formalin. Semua peralatan dicuci dan dibersihan dengan
menggunakan deterjen.
Penempatan burung puyuh
Puyuh sebelum dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan
sexing pada umur 42 hari sesuai perlakuan. Puyuh yang digunakan adalah
sebanyak 100 ekor puyuh betina.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum diberikan kepada puyuh sesuai dengan perlakuan.
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pengisian ransum diakukan
hati-hati agar tidak ada pakan yang tumpah pada saat pengisian. Ransum yang
terbuang ditimbang setiap hari sesuai dengan perlakuan. Vitamin dan obat-obatan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada malam hari penerangan dinyalakan
untuk memudahkan puyuh makan dan minum di malam hari. Lampu yang
digunakan adalah lampu pijar 40 watt.
Penyusunan Ransum
Ransum yang diberikan disusun sendiri sesuai dengan perlakuan
formulasi ransum. Ransum disusun seminggu sekali mencegah rusaknya ransum
dan timbulnya ketengikan.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
ransum yang diberikan. Untuk mengetahui konsumsi ransum burung puyuh
dengan pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger
dalam ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konsumsi ransum burung puyuh selama penelitian
(g/ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
242,18
9,17
T1
239,50
12,13
T2
244,75
11,28
T3
238,29
5,29
T4
235,29
6,41
Dari Tabel 6 diperoleh rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada
perlakuan T2 (dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
(Aspergillus niger) sebesar 244,75 g/ekor/minggu dan yang terendah terdapat
pada perlakuan T4 (degan pemberian 12% tepung kulit buah terong belanda
fermentasi Aspergillus niger) sebesar 235,29 g/ekor/minggu.
Persentase produksi telur
Produksi telur diperoleh dengan membagikan jumlah telur yang dihasilkan
dengan jumlah burung puyuh yang ada pada setiap perlakuan dalam seminggu
dikali dengan 100%. Untuk mengetahui produksi telur burung puyuh dengan
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Tabel 7.Rataan persentase produksi telur burung puyuh selama penelitian
(%/ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
47,25
5,17
T1
52,14
4,50
T2
50,62
8,35
T3
45,51
4,25
T4
51,94
2,74
Dari Tabel 7 diperoleh rataan persentase produksi telur burung puyuh
tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (dengan pemberian 3% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 52,14 %/ekor/minggu dan
yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (degan pemberian 9% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 45,51 %/ekor/minggu
Berat telur
Untuk mengetahui berat telur burung puyuh dengan pemberian tepung
kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.Rataan berat telur burung puyuh selama penelitian (g/butir/minggu)
Perlakuan
rataan
sd
T0
9,67
0,05
T1
9,94
0,17
T2
9,61
0,35
T3
9,91
0,33
T4
9,97
0,14
Dari Tabel 8 diperoleh rataan berat telur burung puyuh tertinggi terdapat
pada perlakuan T4 (dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong belanda
fermentasi Aspergillus niger) sebesar 9,97 g/ekor/minggu dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T2 (degan pemberian 6% tepung kulit buah terong
belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 9,61 g/ekor/minggu. Berat telur
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
yang diperoleh selama penelitian berkisar 9,61-9,97 g, hal ini sesuai yang
pernyataan Aggorodi ( 1995 ) yang menyatakan berat telur 7-11 gram.
Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membagikan antara jumlah ransum
yang dikonsumsi (g) dengan berat telur (g) selama penelitian setiap perlakuan
dalam satu minggu. Untuk mengetahui konversi ransum burung puyuh dengan
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konversi ransum burung puyuh selama penelitian (ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
1,76
0,25
T1
1,67
0,11
T2
1,97
0,62
T3
1,80
0,83
T4
1,45
0,10
Dari Tabel 9 diperoleh rataan konversi ransum burung puyuh tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong
belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 1,97 ekor/minggu dan yang
terendah terdapat pada perlakuan T4 (degan pemberian 12% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 1,45 ekor/minggu.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Pembahasan
Konsumsi ransum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum burung
puyuh (Coturnix-coturnix japonica) selama penelitian dapat diketahui dengan
melakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu)
sk
db
Perlakuan
Galat
Total
4
15
19
jk
211,04
1282,96
1493,99
kt
52,76
85,33
F hitumg
0,62tn
0,05
3,06
F tabel
0,01
4,89
tn : tidak nyata
KK : 3,85 %
Berdasarkan hasil analisis keragaman konsumsi ransum diperoleh bahwa
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hal ini berarti pemberian
tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger sampai level 12 %
di dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap konsumsi. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Aspergillus niger sampai level 12 % masih dapat ditolerir sehingga tidak
mempengaruhi konsumsi ransum burung puyuh. Konsumsi ransum juga
dipengaruhi oleh palatabilitas (aroma, rasa, warna dan bentuk). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Aggorodi (1995), bahwa ternak dalam mengkonsumsi ransum
dipengaruhi oleh palatabilitas ransum. Didukung oleh Wahyu (1992) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ternak dalam
mengkonsumsi ransum adalah palatabilitas ransum. Pemberian tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger sampai level 12% memberikan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
aroma, rasa dan bentuk yang tidak berbeda jauh dari ransum tanpa pemberian
tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger maupun dengan
pemberian 3%,6%, dan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Aspergillus niger namun tampilan warna menjadi lebih gelap sehingga walaupun
konsumsi ransum tidak berpengaruh nyata antar perlakuan tetapi cenderung
menurun.
Persentase produksi telur
Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger terhadap produksi telur burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan
analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis kerag
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus niger) TERHADAP
PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)
SKRIPSI
O
L
E
H
D. PERDANA K. TUBAGUS
030306021
IPT
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus niger) TERHADAP
PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)
SKRIPSI
O
L
E
H
D. PERDANA K.TUBAGUS
0303060321
IPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Ahir
di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Judul Skripsi
Nama
Nim
Departemen
: Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica)
: D. Perdana K. Tubagus
: 030306021
: Peternakan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
(Ir. Yunilas, MP)
Ketua
(Dra. Irawati Bachari)
Anggota
Diketahui Oleh :
( Dr. Ir. Zulfikar Siregar MP )
Ketua Departemen
Tanggal di ACC:
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
ABSTRACT
D. Perdana K. Tubagus, 2007. “Utilization of Fermented Tree Tomato
Skin Fruit Flour in Feed to Egg’s Quail Production (Coturnix-coturnix japonica)”.
Advised by Ir. Yunilas M.P as supervisor and Dra. Irawati Bachari as
co-supervisor. The research conducted in Biological Veterinery, Departement of
Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University,
Prof. Dr. A. Sofyan Street No.3 started from August until October 2007.
The purpose of experimental was observe repons of utilization of
fermented Tree Tomato skin fruit flour in several levels on egg’s quail
productivity percentation (Coturnix-coturnix japonica). This research was
conducted by completely randomitted design (CRD) which was consist of 5
treatmens as T0= feed without fermented Tree Tomato skin fruit flour, T1= feed
with 3% fermented Tree Tomato skin fruit flour, T2= feed with 6% fermented
Tree Tomato skin fruit flour, T3= feed with 9% fermented Tree Tomato skin fruit
flour, T4= feed with 12% fermented Tree Tomato skin fruit flour. Every treatment
was repeated 4 times which was every repetition used 5 quails. The parametre
experimental was feed consumtion , egg’s productivity percentation, egg’s weight,
and ration convertion of quail (Coturnix-coturnix japonica).
The result of research indicated that the highest average of feed intake was
found in treatment T2 for 244,75 g/quail/week and the lowest one was found in
treatment T4 for 235.29 g/quail/week. The highest of egg’s quail productivity
percentation was found in treatment T1 for 52,14 %/quail/week and the lowest
one was found in treatment T3 for 45,51/quail/week. The highest of egg’s weight
was found in treatment T4 for 9,97 g/quail/week and the lowest one was found in
treatment T2 for 9,61 g/quail/week. The highest of ration convertion was found in
treatment T2 for 1,97 and the lowest one was found in treatment T4 for 1,45. The
result of research indicated that utilization of fermented Tree tomato skin fruit
flour in feed is not significant different (p>0,05) for feed consumtion , egg’s quail
productivity percentation, egg’s weight, and ration convertion of quail (Coturnixcoturnix japonica).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
ABSTRAK
D. Perdana K. Tubagus, 2007. “ Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong
Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap
Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)”. Dibimbing oleh
Ibu Ir. Yunilas M.P sebagai ketua komisi pembimbing
dan
Ibu Dra. Irawati Bachari sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara . Jl. Prof . Dr. A. Sofyan No.3 Medan, yang
dimulai dari bulan Agustus sampai Oktober 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian tepung kulit
buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger
dalam ransum terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix-coturnix
japonica). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancagan acak
lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan yaitu T0= ransum tanpa pemberian
tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus
niger T1= ransum dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger T2= ransum dengan
pemberian 6% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger T3= ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger T4= ransum
dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali
dimana setiap ulangan menggunakan 5 ekor burung puyuh. Parameter penelitian
meliputi konsumsi ransum, persentase produksi telur, berat telur, konversi ransum
burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi tertinggi terdapat pada
perlakuan T2 sebesar 244,75 g/ekor/minggu dan yang terendah terdapat pada
perlakuan T4 sebesar 235.29 g/ekor/minggu. Rataan produksi telur tertinggi
terdapat pada perlakuan T1 sebesar 52,14 %/ekor/minggu dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T3 sebesar 45,51/ekor/minggu. Rataan berat telur
tertinggi terdapat pada perlakuan T4 sebesar 9,97 g/quail/week dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T2 sebesar 9,61 g/ekor/minggu. Rataan konversi ransum
tertinggi terdapat pada perlakuan T2 sebesar 1,97 dan yang terendah terdapat pada
perlakuan T4 sebesar 1,45. Berdasarkan analisis keragaman diperoleh
hasil
bahwa
pemanfaatan
tepung
kulit
buah
terong
belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi (Aspergillus niger) dalam ransum tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, persentase produksi telur,
berat telur, dan konversi ransum burung puyuh(Coturnix-coturnix japonica).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT, atas
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah
Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger
terhadap produksi telur puyuh
merupakan salah satu syarat
(Coturnix-coturnix japonica) “ yang
untuk mengikuti ujian akhir di Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Yunilas M.P sebagai
ketua komisi pembimbing dan Ibu Dra. Irawati Bachari sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingankepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna , untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan
dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua.
Medan, November 2007
Penulis
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRACT………………………………………………………………….
ABSTRAK……………………………………………..…………………….
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
hal
i
ii
iii
vi
v
vi
PENDAHULUAN...........................................................................................
Latar Belakang........................................................................................
Tujuan Penelitian....................................................................................
Hipotesis Penelitian ................................................................................
Kegunaan Penelitian ...............................................................................
1
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Burung Puyuh .........................................................................................
Deskripsi Terong Belanda……………………………………………...
Aspergillus niger……………………………………………………….
Proses Fermentasi………………………………………………………
Kebutuhan Nutrisi Burung puyuh...........................................................
Konsumsi Ransum..................................................................................
Produksi telur .........................................................................................
Berat telur...............................................................................................
Konversi Ransum ...................................................................................
4
4
5
6
7
8
11
12
13
13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN .....................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................
Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................
Bahan Penelitian............................................................................
Alat Penelitian ...............................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Parameter Penelitian ...............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
Persiapan Kandang........................................................................
Penempatan Burung Puyuh ...........................................................
Pemberian Pakan dan Air Minum .................................................
Penyusunan ransum.......................................................................
14
14
14
14
14
15
16
17
17
17
17
18
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Hasil........................................................................................................
Konsumsi ransum..........................................................................
Produksi telur ................................................................................
Berat telur ......................................................................................
Konversi ransum............................................................................
19
19
19
19
20
21
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Pembahasan ...........................................................................................
Konsumsi ransum..........................................................................
Produksi telur ................................................................................
Berat telur ......................................................................................
Konversi ransum............................................................................
Rekapitulasi hasil penelitian .........................................................
22
22
23
24
25
26
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
Kesimpulan .............................................................................................
Saran ......................................................................................................
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
hal
1. Komposisi terong belanda per 100 g bahan…..…………………………… 6
2. Kebutuhan nutrisi burung puyuh……………………………. ….…………
9
3. Komposisi ransum burung puyuh……………………...……………..….…. 10
4. Konsumsi ransum puyuh (g/hr/ekor) pada berbagai umur (minggu) .……… 11
5. Kemampuan berproduksi pada berbagai macam burung…………....……… 12
6. Rataan konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).……….….……… 19
7. Rataan produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)……..………….…… 20
8. Rataan berat telur burung puyuh (g/ekor/minggu)………..….….…..……… 20
9. Rataan konversi ransum burung puyuh …………...………………..…….… 21
10.Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu)...…... 22
11.Anallisis keragaman produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)..…..… 23
12.Analisis keragaman berat telur burung puyuh (g/ekor/minggu)…..….…...… 24
13.Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh ...……...……………… 26
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
hal
1. Analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea)….…………………………………………………. 30
2. Analisa proksimat tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger.…………….….……. 30
3. Pengolahan tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger.…………….….…… 31
4. Kandungan nutrisi bahan pakan………………………………………….... 32
5. Formulasi ransum puyuh periode layer………..…………………………... 32
6. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode layer……………………………. 32
7. Konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).…………….…………... 33
8. Rataan Konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu).………….……... 33
9. Persentase produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)…...….……..… 34
10. Rataan persentase produksi telur burung puyuh (%/ekor/minggu)..…....… 34
11. Berat telur burung puyuh (g/butir/minggu)...………………...……………. 35
12. Jumlah telur burung puyuh selama penelitian…………………...…….…… 35
13. Rataan berat telur burung puyuh (g/berat/minggu)……………...……..….. 36
14. Konversi ransum burung puyuh …………………….……..………….…… 36
15. Rataan konversi ransum burung puyuh …………………….……..…..….. 36
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan protein dirasakan meningkat setiap hari disertai dengan
peningkatan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, peningkatan taraf hidup dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi. Kebutuhan protein dapat dipenuhi
melalui tumbuhan dan hewan. Kebutuhan protein yang berasal dari hewan
mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan kebutuhan
protein yang berasal dari tumbuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani salah satu hewan yang dapat
dijadikan sumber protein adalah hewan jenis unggas. Burung puyuh merupakan
unggas yang dapat memenuhi kebutuhan protein diantara unggas lainnya.
Pemeliharaan puyuh dapat meggunakan modal yang sedikit tidak seperti
unggas lain. Disamping ternak ini cepat berproduksi juga tidak sulit menyediakan
ransumnya. Burung puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan untuk
menghasilkan daging dan telur yang relatif cepat, nilai gizinya tinggi, digemari
juga dapat dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah (Tarigan dan Siregar, 1983)
Kendala peningkatan produksi ternak salah satunya disebabkan oleh harga
pakan yang mahal di pasar yang mencapai 60-70% dari biaya produksi. Untuk itu
diusahakan pemanfaatan bahan pakan lain yang tidak kompetitif dengan manusia,
mudah mendapatkannya dan tidak berbahaya bagi ternak.
Kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) merupakan limbah
industri besar
(pabrik pengolahan makanan dan minuman), industri sedang
(restoran), dan industri kecil (rumah tangga), sehingga ketersediaanya cukup
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
potensial sebagai bahan pakan ternak. Kandungan serat kasar yang tinggi
merupakan faktor pembatas dalam penyusunan ransum burung puyuh sehingga
bahan pakan yang berasal dari kulit buah terong belanda ini perlu difermentasi
guna meningkatkan nilai nutrisinya sehingga dapat dimanfaatkan dalam ransum
dalam jumlah yang sesuai.
Dimana kandungan nutrisi terong belanda memiliki nilai protein sebesar
4,34 %, kadar lemak sebesar 7,53%, kadar air 10,58%, bahan kering 89,41%,
kadar abu sebesar 8,8%, serat kasar sebesar 21,87%, dan setelah difermentasi
dengan Aspergillus niger proteinnya menjadi sebesar 13,92%, kadar lemak
sebesar 8,28%, kadar air 8,56%, bahan kering 91,44%, kadar abu sebesar 9,92%,
serat kasar sebesar 10,48% (Analisa Laboratoium Bahan Pakan Ternak USU,
2007).
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan
organik
melalui
reaksi
enzim
yang
dihasilkan
(Fardiaz,1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim
kimiawi pada substrat
oleh
mikroorganisme
yang dihasilkan
oleh
mikroorganisme tersebut meliputi perubahan molekul kompleks seperti protein,
lemak dan karbohidrat menjadi molekul sederhana dan mudah dicerna
(Murata et al., 1967.,Anah dan Lindajati, 1987)
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti pemanfaatan tepung
kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger
yang diberikan dalam ransum burung puyuh dengan berbagai tingkat pemberian
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh pemberian tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger terhadap produksi telur
burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
Hipotesis Penelitian
Pemberian ransum yang mengandung tepung kulit buah terong belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi dengan Aspergillus niger berpengaruh
terhadap konsumsi ransum, produksi telur, berat telur dan konversi ransum pada
burung puyuh.
Kegunaan Penelitian
1. Menambah informasi bagi kalangan akademis tentang pemanfaatan tepung
kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dengan
Aspergillus niger dalam ransum burung puyuh
2. Menambah informasi bagi peternak tentang pemberian tepung kulit buah
terong belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dengan Aspergillus niger
dalam ransum burung puyuh
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
TINJAUAN PUSTAKA
Burung puyuh
Burung puyuh merupakan
galiformes, sub ordo
hewan yang berasal dari kelas aves, ordo
phasianoidae, famili phasianinae, genus coturnix, dan
spesies Coturnix-coturnix japonica (Junaedi, 2002).
Burung puyuh yang ada di Indonesia adalah burung puyuh liar biasanya
disebut gemak atau gemek. Burung puyuh tersebut termasuk genus coturnix.
Gemak belum mendapatkan perhatian untuk diternakkan di Indonesia. Burung
puyuh tersebut hidup dalam keadaan liar di sawah-sawah kering , ladang dan
semak-semak. Burung puyuh Jepang yang nama ilmiahnya Coturix-coturnix
japonica merupakan burung puyuh yang dipelihara di Indonesia sebagai usaha
sambilan maupun sebagai usaha komersial (Anggorodi,1995).
Dibanding dengan jenis puyuh lainnya Coturnix-coturnix japonica dapat
menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun . Betinanya
mulai bertelur umur 35 hari. Sifat-sifat tertentu dari Coturnix-coturnix japonica,
seperti kemampuannya untuk menghasilkan 3-4 generasi per tahun, membuat
unggas ini menarik perhatian
sebagai ternak
percobaan dalam penelitian.
Telurnya berwarna coklat tua, biru, putih, dengan bintik-bintik hitam, coklat dan
kebiru-biruan(Listiyowati dan Roospitasari, 2000)
Burung puyuh mencapai dewasa kelamin
sekitar umur 42 hari
dan
biasanya berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik,
burung puyuh betina
akan bertelur
200 butir telur
pada tahun pertama
berproduksi (Randall, 1986)
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Ciri-ciri burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk
badannya lebih besar dari jenis burung puyuh lainnya. Panjang badan 19 cm,
badan bulat, ekor pendek dan kuat, jari kaki 4 buah, warna bulu coklat untuk
betina agak coklat sedangkan dada bergaris (Nugroho dan Mayun, 1986)
Deskripsi terong belanda
Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, khususnya di Peru kemudian menyebar ke berbagai wilayah.
Di Indonesia terong Belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Sosok
tanaman ini berupa perdu dengan ketinggian 2 - 3 meter.
Pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat,
berselang-seling, dan berbulu, bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak
daun, berwarna merah jambu hingga biru muda, berbau harum. Buahnya
berbentuk buah buni bulat lonjong dengan meruncing ke ujung. Buah
bergelantungan dengan tangkai panjang, berwana lembayung ke merah-merahan.
Daging buahnya banyak mengandung sari buah, agak asam, berwarna kuning
kehitam-hitaman. Bijinya pipih dan tipis. Di daerah tropis terong belanda bisa
tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Perbanyakan bisa
dilakukan dengan menanam biji. Namun tanaman ini juga sering disambung
dengan tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa diperbanyak dengan stek.
Di banyak negara tanaman ini telah dibudidayakan dalam kebun-kebun atau untuk
tumpang sari dengan tanaman jeruk. Di Indonesia belum banyak yang
membudidayakannya.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Buah terong belanda ini dimanfaatkan sebagai buah yang dimakan segar.
Namun ada juga buahnya yang dimanfaatkan untuk bumbu masak, bahkan juga
untuk sayuran. Buah matang bisa dijadikan sirop. Di Medan buah ini banyak
dijual, dan sangat digemari sebagai minuman yang disajikan dalam bentuk jus
(Soetasad dan Muryanti, 1995).
Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan belahan
buah tomat. Selain warnanya sama, keduanya banyak mengandung air. Kegunaan
buah terong belanda adalah mengobati penyakit tekanan darah rendah,
menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula
untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang bermiyak
dan mencegah timbulnya jerawat (Imamuddin, 1987).
Komposisi buah terong belanda secara terperinci dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Komposisi terong Belanda per 100 gram bahan
Komponen
Kandungan Bahan
Kalori (kal)
48,00
Protein (g)
1,50
Lemak (g)
0,30
Karbohidrat (g)
11,30
Kalsium (mg)
13,00
Fospat (mg)
24,00
Besi (mg)
0,80
Vit.A (SI)
0
Vit. B1 (mg)
0,04
Vit. C (mg)
17,00
Air (g)
85,90
B.D.D (%) *
73,00
Bahan dapat dicerna *
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1989
Aspergillus niger
Aspergillus niger
adalah kapang anggota genus: Aspergillus, famili:
Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes,
sub divisi: Ascomycotina, dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dapat
dipakai secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang
ini mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta, spora yang bersifat aseksual dan
tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 5-370C (Fardiaz, 1989).
Hardjo et al., (1989) juga menyatakan bahwa Aspergillus niger di dalam
pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat
dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut
disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti
selulosa, pati dan protein harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap ke dalam
sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler
seperti amylase, amiloglukosidae, pektinase, selulase, katalase dan glukosidae.
Menurut Lehninger (1991), kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim
urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai
pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang tinggi
dibandingkan dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah
(1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat
kasar.
Proses Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat
organik melalui aksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987).
Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme tersebut
meliputi perubahan-perubahan molekul kompleks seperti protein, lemak dan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
karbohidrat
menjadi
molekul
sederhana
dan
mudah
dicerna
(Anah dan Lindajati, 1987).
Sungguh
(1993)
menambahkan
bahwa
fermentasi
adalah
proses
penguraian bahan organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan
enzim melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroba, biasanya terjadi dalam
keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas.
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium
cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam
medium cair (Hardjo et al., 1989).
Kebutuhan nutrisi burung puyuh
Listiyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting
dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), selain itu faktor
tata laksana (manajemen) dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan
kebutuhan gizi menurut tingkat umurnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat
Anggorodi (1979) bahwa kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada umur, jenis
kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan kesehatan ternak.
Tillman et al., (1983) mengatakan bahwa untuk pertumbuhan, produksi,
reproduksi, dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi, unsur gizi tersebut
adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Hal ini juga didukung oleh
Rasyaf
(1984) yang mengatakan
bahwa kekurangan salah satu unsur gizi
tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produksi.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak puyuh yang baru
berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis
2900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar protein ransum yang diberikan
dikurangi menjadi 20% dan energi metabolisnya menjadi 2600kkal/kg. Puyuh
dewasa berumur lebih dari 5 minggu, kebutuhan protein dan energinya sama
dengan puyuh umur 3-5 minggu.
Kebutuhan nutrisi burung puyuh dapat dilihat secara terperinci pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi burung puyuh
Zat Nutrisi
Energi Metabolisme (kkal/kg)
Protein (%)
Kalsium (%)
Fspor (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Sumber: NRC, 1997
Puyuh sedang tumbuh
0-3 Minggu
3-5 minggu
2900
2600
25
20
1
1
0,8
0,8
5
5
4,80
5,50
Puyuh bibit
dewasa
2600
20
1
0,8
5
5,30
Rasyaf (1984) menyatakan bahwa tingginya tingkat protein yang
dibutuhkan pada masa pertumbuhan digunakan untuk pembentukan jaringanjaringan yang baru. Setelah dewasa, puyuh makan lebih banyak, sehingga
makanan yang mengandung protein itu juga masuk lebih banyak. Untuk itu
tingkat protein dikurangi karena protein hanya mengganti jaringan-jaringan yang
telah rusak dan pembentukan telur.
Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang umum digunakan dalam
pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya kadar energi
metabolisme dalam ransum akan mempengaruhi banyak sedikitnya ternak unggas
mengkonsumsi ransum. Ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
sedikit dikonsumsi, namum ransum yang berenergi rendah akan lebih banyak
dikonsumsi unggas.
Unggas memerlukan mineral berupa kalsium dan posfor dalam jumlah
yang cukup sebab peranan kalsium dalam tubuh unggas tampak degan jelas yaitu
untuk pembentukan kulit, ukuran tulang serta unsur tubuh yang lainnya
(Murtidjo, 1996).
Vitamin merupakan senyawa organik yang harus selalu tersedia walaupun
dalam jumlah yang sangat kecil, untuk metabolisme jaringan
normal secara
langsung maupun tidak. Defesiensi vitamin pada puyuh mengakibatkan kerugian
seperti lebih mudah terserang penyakit
sehingga menurunkan produktivitas
bahkan menimbulkan kematian (Listiyowati dan Roospitasari,2000).
Komposisi ransum burung puyuh secara terperinci dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3.Komposisi ransum burung puyuh
Fase pertumbuhan
Fase bertelur
0-3 minggu
3-5 minggu
5 minggu
Energi, Kcal/kg
2900
2600
2600
Protein %
25
20
20
Lysine %
1,3
1,2
methionine
0,74
0,71
Glycine %
1,28
1,28
Calcium %
1
1
3
Phospor %
0,8
0,8
0,8
Zinc, mg/kg
75
75
75
Selenium, mg/kg
1
1
1
Magnesium,mg/kg
150
150
Sodium, %
0,11
0,11
0,11
Potassium, %
0,28
0,28
Vit A, I.U./kg
3300
3300
3300
Vit D3, I.C.U./kg
1200
1200
1200
Vit E, I.U./kg
40
40
40
Asam panthotenat
40
40
40
Choline, mg/kg
40
40
Linoleat
2500-3500
2500-3500
1045-2090
Sumber : NRC 1971 disitasi Listyowati dan Roospitasari (2000)
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Dalam mengkonsumsi ransum,
ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain: umur, palatabilitas ransum,
jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi.Konsumsi
ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan serta
penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan
umur dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah
ransum pada ternak (Anggorodi, 1995). Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu
(1992) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas
ransum, bentuk fisik ransum, stress, besar badan dan produksi telur.
Konsumsi ransum puyuh pada minggu pertama sangat sedikit. Perincian
konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi ransum (g/hr/ekor) puyuh pada berbagai umur (minggu)
Umur(minggu)
konsumsi ransum (g/hr/ekor)
0-1
3
1-3
9
3-5
17
>5
20
Sumber : Hardjosworo (1992)
Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stress yang
diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakasi, 1983).
Untuk kondisi temperatur lingkungan kandang, temperaturnya
sekitar
37,5 0C (99,5 0F) pada minggu pertama dan 29,3 0C-32,20C (90 0C) untuk minggu
ke dua dan ke tiga (Listyowati dan Roospitasari,2000).
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Poduksi telur
Di Indonesia, kemampuan berproduksi burung puyuh hanya sekitar 180
butir saja pertahunnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kemampuan berproduksi pada berbagai macam unggas
Spssies
Ayam petelur
Itik
Kalkun
Angsa
Puyuh
Merpati
Sumber : Rasyaf, 1983
Kemampuan produksi telur(butir)/tahun
300-360
250-310
220
100
130
50
Listiyowati dan Roospitasari (2000) berpendapat bahwa puyuh betina
mampu bertelur pada umur 41 hari. Pada masa bertelur yaitu dalam satu tahunnya
bisa dihasilkan 250-300 butir telur yaitu pada periode bertelur selama 9-12
bulan. Hal ini juga didukung oleh Aggorodi (1995) yang mengatakan bahwa
burung puyuh mencapai dewasa dewasa kelamin sekitar 42 hari dan biasanya
berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dengan perawatan yang baik burung puyuh
betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi. Lamanya hidup
hanya 2-2,5 tahun.
Menurut redaksi (2002) kemampuan produksi telur burung puyuh sangat
dipengaruhi oleh umur burung puyuh. Burung puyuh betina mulai bertelur pada
umur sekitar 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksinya akan cepat
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Burung puyuh mencapai puncak
produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13, setelah berumur 26 minggu produksi
telur akan menurun drastis. Hal ini didukung oleh Yasin (1988) yang menyatakan
bahwa secara garis besar yang mempengaruhi jumlah telur adalah faktor genetik,
pakan, perkandangan, suhu, rontok bulu, penyakit dan stres.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Berat telur
Telur burung puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) berwarna coklat
lurik menyerupai telur burung puyuh liar. Beratnya 7-11 gram atau 7-8 % dari
bobot tubuh induk. Besarnya telur dipengaruhi oleh sifat genetik, tingkat dewasa
kelamin, umur, obat-obatan dan ransum (Anggorodi, 1995).
Bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat diturunkan. Jadi jenis
ransum, jumlah ransum, lingkungan kandang, serta besar tubuh induknya sangat
mempengaruhi bobot telur. Protein ransum yang
sedikit
juga menyebabkan
kecilnya kuning telur yang terbentuk, sehingga menyebabkan kecilnya telur yang
dihasilkan. Selain itu, bobot telur juga sangat dipengaruhi oleh masa bertelur.
Produksi pertama dari suatu siklus berbobot lebih rendah dibandingkan telur
berikutnya
pasa siklus yang sama. Dengan kata lain bobot telur
semakin
bertambah dengan bertambah umur induk (Listiyowati dan Roospitasari, 2005)
Konversi ransum
Konversi
adalah
jumlah
ransum
yang
habis
dikonsumsi
untuk
memproduksi 1 butir telur (Tillman, 1983).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
ransum, yaitu angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum
kurang ekonomis. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Lestari, 1992).
Menurut Anggorodi (1995)
konversi ransum dipengaruhi oleh mutu
ransum, kesehatan ternak, dan tata cara pemberian pakan. Konversi ransum yang
baik untuk puyuh adalah 2,3-2,8. Didukung oleh Nugroho dan Mayun (1986)
bahwa konversi puyuh yang baik adalah 2,11-2,72.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak
Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
25 m dpl yang dimulai dari bulan Agustus sampai Oktober 2007 .
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain :
a. Puyuh betina sexing sebanyak 100 ekor umur 42 hari
b. Ransum terdiri dari: Jagung halus, bungkil kedele, bungkil kelapa,
dedak halus, tepung ikan, premix dan minyak kelapa
c. Air minum
d. Vitamin (puyuh vit)
e. Obat-obatan dan desinfektan
f. Tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
Alat yang digunakan antara lain :
a. Kandang sebanyak 20 buah dengan ukuran 30x30x25 cm
b. Tempat pakan dan minum
c. Lampu sebagai alat penerangan dan pemanas
d. Alat pembersih kandang
e. Ember
f. Handsprayer
g. Alat tulis dan kalkulator
h. Timbangan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan:
Perlakuan yang di teliti adalah
T0 = Ransum tanpa pemberian tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T1 = Ransum dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T2 = Ransum dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T3 = Ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
T4 =Ransum dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong Belanda fermentasi
Denah penelitian dilaksanakan adalah :
T04
T34
T42 T21
T11
T12
T44
T03 T33
T22
T43
T24
T31 T13
T01
T32
T14
T02 T23
T41
Dimana : Perlakuan ( T0, T1,…, T4 )
Ulangan ( 1, 2,…,4 )
Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
T (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n – 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥4
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Model matematik yang digunakan menurut (Hanafiah, 2000).
Yij = μ + τ i + Σij
Dimana:
Yij
= Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
i
= 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan)
j
= 1, 2, 3, 4 (ulangan)
μ
= Nilai rata-rata (mean) harapan
τi
= Pengaruh faktor perlakuan ke-i
Σij
= Pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i ulangan ke-j
Parameter penelitian
Konsumsi ransum ( g )
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum dihitung
dengan mengurangkan antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum
selama seminggu.
Persentase Produksi telur ( % )
Produksi telur dihitung dengan mancatat berapa rata-rata kemampuan puyuh
berproduksi dibagi dengan jumlah burung puyuh yang ada dikali 100% pada
setiap perlakuan dalam satu minggu selama penelitian.
dengan rumus :
Jumlah telur
X 100%
Jumlah puyuh
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Berat telur ( g )
Berat telur dihitung dengan membagikan berat telur (g) dengan jumlah
telur yang dihasilkan pada setiap perlakuan.
Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah
ransum yang konsumsi (g) dengan berat telur (g) selama penelitian setiap
perlakuan dalam satu minggu.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian berukuran 30x30x25 cm
sebanyak 20 buah. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, lampu pijar yang berfungsi sebagai alat penerangan. Seminggu sebelum
kandang digunakan, kandang difumigasi dengan menggunakan larutan KMNO4
yang dicampur dengan Formalin. Semua peralatan dicuci dan dibersihan dengan
menggunakan deterjen.
Penempatan burung puyuh
Puyuh sebelum dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan
sexing pada umur 42 hari sesuai perlakuan. Puyuh yang digunakan adalah
sebanyak 100 ekor puyuh betina.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum diberikan kepada puyuh sesuai dengan perlakuan.
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pengisian ransum diakukan
hati-hati agar tidak ada pakan yang tumpah pada saat pengisian. Ransum yang
terbuang ditimbang setiap hari sesuai dengan perlakuan. Vitamin dan obat-obatan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada malam hari penerangan dinyalakan
untuk memudahkan puyuh makan dan minum di malam hari. Lampu yang
digunakan adalah lampu pijar 40 watt.
Penyusunan Ransum
Ransum yang diberikan disusun sendiri sesuai dengan perlakuan
formulasi ransum. Ransum disusun seminggu sekali mencegah rusaknya ransum
dan timbulnya ketengikan.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
ransum yang diberikan. Untuk mengetahui konsumsi ransum burung puyuh
dengan pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger
dalam ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konsumsi ransum burung puyuh selama penelitian
(g/ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
242,18
9,17
T1
239,50
12,13
T2
244,75
11,28
T3
238,29
5,29
T4
235,29
6,41
Dari Tabel 6 diperoleh rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada
perlakuan T2 (dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
(Aspergillus niger) sebesar 244,75 g/ekor/minggu dan yang terendah terdapat
pada perlakuan T4 (degan pemberian 12% tepung kulit buah terong belanda
fermentasi Aspergillus niger) sebesar 235,29 g/ekor/minggu.
Persentase produksi telur
Produksi telur diperoleh dengan membagikan jumlah telur yang dihasilkan
dengan jumlah burung puyuh yang ada pada setiap perlakuan dalam seminggu
dikali dengan 100%. Untuk mengetahui produksi telur burung puyuh dengan
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Tabel 7.Rataan persentase produksi telur burung puyuh selama penelitian
(%/ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
47,25
5,17
T1
52,14
4,50
T2
50,62
8,35
T3
45,51
4,25
T4
51,94
2,74
Dari Tabel 7 diperoleh rataan persentase produksi telur burung puyuh
tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (dengan pemberian 3% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 52,14 %/ekor/minggu dan
yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (degan pemberian 9% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 45,51 %/ekor/minggu
Berat telur
Untuk mengetahui berat telur burung puyuh dengan pemberian tepung
kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.Rataan berat telur burung puyuh selama penelitian (g/butir/minggu)
Perlakuan
rataan
sd
T0
9,67
0,05
T1
9,94
0,17
T2
9,61
0,35
T3
9,91
0,33
T4
9,97
0,14
Dari Tabel 8 diperoleh rataan berat telur burung puyuh tertinggi terdapat
pada perlakuan T4 (dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong belanda
fermentasi Aspergillus niger) sebesar 9,97 g/ekor/minggu dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T2 (degan pemberian 6% tepung kulit buah terong
belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 9,61 g/ekor/minggu. Berat telur
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
yang diperoleh selama penelitian berkisar 9,61-9,97 g, hal ini sesuai yang
pernyataan Aggorodi ( 1995 ) yang menyatakan berat telur 7-11 gram.
Konversi ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membagikan antara jumlah ransum
yang dikonsumsi (g) dengan berat telur (g) selama penelitian setiap perlakuan
dalam satu minggu. Untuk mengetahui konversi ransum burung puyuh dengan
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan konversi ransum burung puyuh selama penelitian (ekor/minggu)
perlakuan
rataan
sd
T0
1,76
0,25
T1
1,67
0,11
T2
1,97
0,62
T3
1,80
0,83
T4
1,45
0,10
Dari Tabel 9 diperoleh rataan konversi ransum burung puyuh tertinggi
terdapat pada perlakuan T2 (dengan pemberian 6% tepung kulit buah terong
belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 1,97 ekor/minggu dan yang
terendah terdapat pada perlakuan T4 (degan pemberian 12% tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger) sebesar 1,45 ekor/minggu.
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
Pembahasan
Konsumsi ransum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum burung
puyuh (Coturnix-coturnix japonica) selama penelitian dapat diketahui dengan
melakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu)
sk
db
Perlakuan
Galat
Total
4
15
19
jk
211,04
1282,96
1493,99
kt
52,76
85,33
F hitumg
0,62tn
0,05
3,06
F tabel
0,01
4,89
tn : tidak nyata
KK : 3,85 %
Berdasarkan hasil analisis keragaman konsumsi ransum diperoleh bahwa
pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi ransum. Hal ini berarti pemberian
tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger sampai level 12 %
di dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap konsumsi. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Aspergillus niger sampai level 12 % masih dapat ditolerir sehingga tidak
mempengaruhi konsumsi ransum burung puyuh. Konsumsi ransum juga
dipengaruhi oleh palatabilitas (aroma, rasa, warna dan bentuk). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Aggorodi (1995), bahwa ternak dalam mengkonsumsi ransum
dipengaruhi oleh palatabilitas ransum. Didukung oleh Wahyu (1992) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ternak dalam
mengkonsumsi ransum adalah palatabilitas ransum. Pemberian tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger sampai level 12% memberikan
D.Perdana K.Tubagus : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus niger)
Terhadap Produksi Telur Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), 2008
USU Repository © 2008
aroma, rasa dan bentuk yang tidak berbeda jauh dari ransum tanpa pemberian
tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger maupun dengan
pemberian 3%,6%, dan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Aspergillus niger namun tampilan warna menjadi lebih gelap sehingga walaupun
konsumsi ransum tidak berpengaruh nyata antar perlakuan tetapi cenderung
menurun.
Persentase produksi telur
Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah
terong belanda fermentasi Aspergillus niger terhadap produksi telur burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) selama penelitian dapat diketahui dengan melakukan
analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis kerag