Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda Fermentasi (Aspergillus Niger) Terhadap Kinerja Reproduksi Burung Puyuh (Coturnix – Coturnix Japonica)

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP KINERJA

REPRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix – coturnix japonica)

SKRIPSI

OLEH:

ASMARIA 030306008

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP KINERJA

REPRODUKSI BURUNG PUYUH BETINA (Coturnix – coturnix japonica)

SKRIPSI

OLEH:

ASMARIA 030306008

IPT

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Proposal : Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda Fermentasi (Aspergillus Niger) terhadap Kinerja Reproduksi Burung Puyuh Betina ( Coturnix – Coturnix Japonica)

Nama : ASMARIA

NIM : 030306008

Departemen : Peternakan

Program Studi : Produksi Ternak

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Ristika Handarini, MP ) ( Ir. Soehady Aris )

Ketua Anggota

Diketahui Oleh:

( Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP ) Ketua Departemen


(4)

ABSTRACT

Asmaria, 2007. “Utilization of Fermented Tree Tomato (Cyphomandra

betacea) skin fruit flour in feed on Reproduction Performance of Quail

(Coturnix-coturnix japonica). The research advised by Dr. Ir. Ristika Handarini,

MP. and Ir. Soehady Aris. This research was caried out in Biological Laboratory Veterinery, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, started from September until October 2007.

The objective of this research was to observe the utilization of fermented tree tomato skin fruit flour in feed on clutch, laying intervals of-egg and skip day of quail (Coturnix-coturnix japonica. This research was conducted by completely randomized design (CRD) which was consists of 5 treatments and 4 replications (each replication used 3 quails). The treatmens were R0= feed without fermented

tree tomato skin fruit flour, R1= feed containing 3% of fermented tree tomato skin

fruit flour, R2= feed containing 6% of fermented tree tomato skin fruit flour, R3=

feed containing 9% of fermented tree tomato skin fruit flour and R4= feed

containing 12% of fermented tree tomato skin fruit flour. The three parameters were clutch (day), laying intervals (hour) of egg and skip day (day).

Results of this research indicated that non significant difference (P>0.05) on all parameters. The longest average of clutch was found in treatment R2 for 4.16 days and the fastest in R3 for 3.10 days. The mean of laying interval varied from 24.16 hours (R3) up to 24.86 hours (R4). The longest mean of skip day was found in treatment R2 (1.87 days) and the lowest was in R4 (1.43 days). In conclusion showed that the fermented tree tomato skin fruit flour can be used until 12% to maintenace the reproduction performance of the quail.


(5)

ABSTRAK

Asmaria, 2007 “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda

Fermentasi (Aspergillus niger) terhadap Kinerja Reproduksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Penelitian ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Ristika

Handarini, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Soehady Aris selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan mulai bulan September 2007 sampai Oktober 2007.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda fermentasi (Aspergillus niger) dalam ransum terhadap clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day) burung puyuh betina (Coturnix-coturnix japonica). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan (setiap ulangan menggunakan 3 ekor puyuh betina). Perlakuan tersebut yakni R0 = ransum tanpa tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R1 = ransum mengandung 3% tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R2 = ransum mengandung 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi, R3 = ransum mengandung 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi dan R4 = 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. Data dianalisis dengan sidik ragam dengan parameter clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day).

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tidak nyata pada semua parameter. Rataan clutch terlama terdapat pada perlakuan R2 sebesar 4.16 hari dan tercepat pada R3 sebesar 3.10 hari. Rataan jarak antar bertelur terlama terdapat pada perlakuan bervariasi dengan range 24.16 jam (R3) sampai 24.86 jam (pada R4). Rataan lama kosong (skip day) terlama terdapat pada perlakuan R2 sebesar 1.87 hari dan terendah pada perlakuan R4 sebesar 1.43 hari. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung kulit buah terung belanda sampai level 12% dapat mempertahankan kinerja reproduksi burung puyuh.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda

Fermentasi (Aspergillus Niger) Terhadap Kinerja Burung Puyuh (Coturix -

Coturnix Japonica)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti

ujian akhir di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan kepada Bapak Ir. Soehady Aris selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis.

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jika terdapat kekurangannya penulis mengharapkan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2009


(7)

RIWAYAT HIDUP

Asmaria Ginting, lahir pada tanggal 07 September 1985 di G. Serawan,

Sumatera Utara. Anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayahanda S. Ginting dan Ibunda Alm. K. Br Purba.

Pengalaman hidup yang telah ditempuh penulis hingga saat ini :

Riwayat Pendidikan :

∗ Tahun 1992 memasuki SD Negeri G. Serawan dan tamat tahun 1997.

∗ Tahun 1997 memasuki SLTP N.2 Perdagangan dan tamat tahun 2000.

∗ Tahun 2000 memasuki SMU Negeri 17 Medan dan tamat dari kelas IPA tahun 2003.

∗ Tahun 2003 memasuki Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

∗ Tanggal 6 Juni sampai dengan 6 Agustus 2006 mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Lela Wangsa Sentana Desa Pangkalan Batu Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat.

∗ Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2007 mengadakan penelitian di Laboratorium Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pengalaman organisasi :

∗ Anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Tahun 2004.

∗ Anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD) di bidang Kewirausahaan Periode 2006-2007.


(8)

∗ Ketua Pekan Olah Raga Peternakan (PORPET) I bulan Mei tahun 2007.

∗ Bulan April tahun 2006 mengikuti acara ”Penanaman Seribu Pohon” di desa Sipiso-piso Kabupaten Karo yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Mbuah Page Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

∗ Asisten di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah tahun 2006-2007 .

∗ Mengikuti seminar nasional HPDKI di AULA Suratman FP-USU.

∗ Mengikuti seminar Pelatihan Percepatan Pengembangan Ternak

Ruminansia di Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Desember tahun 2007.

∗ Mengikuti Pelatihan Petugas Inseminasi Buatan di Dinas Peternakan Jawa Tengah Ungaran pada bulan Maret tahun 2008

∗ Asisten di Laboratorium Ilmu Reproduksi dan Inseminasi Buatan tahun 2007-2008.

∗ Mengikuti Sosialisasi Monitoring Evaluasi Pembangunan Dinas

Peternakan Provinsi Sumatera Utara di Medan tanggal 3 Juli 2008.

∗ Mengikuti Sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Peternakan Balai Penyelidik dan Pengujian Veteriner Regional I Medan pada tanggal 10 Juli 2008.

∗ Bulan November 2008 mengikuti acara ”Penanaman Seribu Pohon” di Desa Tongging yang diadakan oleh Indosat bekerjasama dengan Parintal USU.


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... ABSTRAK...

i ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

iv v

DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN...

vi vii

PENDAHULUAN...

Latar Belakang ... Tujuan Penelitian ... Hipotesis Penelitian... Kegunaan Penelitian ...

1 1 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA...

Terong Belanda Sebagai Pakan Ternak……….. Peran Aspergillus Niger dalam Proses Fermentasi……… Karaketristik Burung Puyuh... Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh ...

Protein... Energi... Lemak ... Vitamin... Mineral... Kinerja Reproduksi Burung Puyuh ... Clutch... Jarak Antar Bertelur ... Lama Kosong (Skip Day)...

4 4 6 7 8 9 9 10 10 12 12 12 13 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN...

Tempat dan Waktu Penelitian... Bahan dan Alat Penelitian... Metode Penelitian ... Parameter Penelitian... Pelaksanaan Penelitian... 15 15 15 16 17 18

HASIL DAN PEMBAHASAN...

Hasil... Clutch... Jarak Antar Bertelur... Lama Kosong (Skip Day)...

20 20 20 20 21


(10)

Pembahasan... Clutch... Jarak Antar Bertelur... Lama Kosong (Skip Day)...

22 22 23 24

KESIMPULAN DAN SARAN...

Kesimpulan... Saran...

26 26 26

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

27 29


(11)

DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1. Komposisi kimia terong belanda per 100 gram bahan………. 5

2. Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi

(Aspergillus Niger)……… 5

3. Kebutuhan nutrisi burung puyuh………... 9

4. Konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur……….. 11

5. Kemampuan berproduksi pada beberapa macam unggas…………. 13

6. Rataan clutch burung puyuh selama penelitian (hari)………... 20

7. Rataan jarak antar bertelur burung puyuh (jam)………... 21

8. Rataan lama kosong (Skip day) puyuh (hari)………. 21

9. Analisis keragaman clutch burung puyuh selama penelitian………. 22 10. Analisis keragaman jarak antar bertelur burung puyuh……… 23 11. Analisis keragaman lama kosong (Skip day) pada burung puyuh

betina………. 24 12. Rekapitulasi clutch, jarak antar bertelur, lama kosong (skip day)… 25


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Hasil analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) non fermentasi dan fermentasi

(Aspergillus niger)……….. 29

2. Pengolahan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger (modifikasi metoda

Suryadi, 2007)………... 30

3. Kandungan nutrisi bahan pakan, formulasi ransum puyuh periode starter, formulasi ransum puyuh periode finisher ……… 31 4. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter dan kandungan

nutrisi ransum puyuh periode finisher……….. 32


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung puyuh banyak terdapat di daerah Indonesia, terutama di daerah- daerah dekat sungai yang banyak terdapat tumbuh-tumbuhannya, atau hidup liar dalam semak-semak. Disamping itu burung puyuh juga memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi, sehingga seekor burung puyuh dapat menghasilkan telur antara 200 – 300 butir dalam setahun. Hal lain yang menarik adalah kekuatan burung puyuh dalam hal daya tahannya terhadap penyakit dan lebih mudah pemeliharaannya dibandingkan dengan ternak unggas lainnya.

Pemeliharaan burung puyuh dapat meggunakan modal yang lebih sedikit, tidak seperti unggas lain. Disamping ternak ini cepat berproduksi, juga tidak sulit menyediakan ransumnya. Burung puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan untuk menghasilkan daging dan telur yang relatif cepat, nilai gizinya tinggi, digemari juga dapat dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah (Tarigan dan Siregar, 1983).

Akan tetapi harga ransum ternak unggas yang semakin mahal pada saat ini tidak sebanding dengan penghasilan dari produksi yang didapat oleh peternak. Sehingga salah satu cara pemecahan untuk menekan biaya pakan yang tinggi ini adalah dengan cara mencari pakan alternatif. Pakan alternatif ini biasanya berasal dari limbah, baik itu limbah pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga, bahkan limbah dari peternakan itu sendiri.

Diantara limbah-limbah tersebut diatas, limbah pertanian merupakan jenis limbah yang pengolahannya lebih sederhana, jumlahnya banyak, tidak kompetitif dengan manusia , mudah mendapatkannya,tidak berbahaya bagi ternak, harganya


(14)

relatif murah dan kandungan gizinya cukup tepat untuk diberikan sebagai salah satu komponen bahan penyusun pakan untuk burung puyuh.

Kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) merupakan limbah

industri besar (pabrik pengolahan makanan dan minuman), industri sedang (restoran), dan industri kecil (rumah tangga). Sehingga ketersediaanya cukup

potensial sebagai bahan pakan ternak. Namun bila dilihat dari kandungan nutrisinya terong belanda memiliki nilai protein sebesar 4.34%, kadar lemak sebesar 7.53 %, kadar air 10.58%, bahan kering 89.41%, kadar abu sebesar 8.8%, serat kasar sebesar 21.87%, dan setelah difermentasi dengan Aspergillus niger proteinnya menjadi sebesar 13.92%, kadar lemak sebesar 8.28%, kadar air 8.56%, bahan kering 91.44%, kadar abu sebesar 9.92%, serat kasar sebesar 10.48% (Analisa Laboratoium Bahan Pakan Ternak USU, 2007) .

Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor pembatas dalam penyusunan ransum burung puyuh sehingga bahan pakan yang berasal dari kulit buah terong belanda ini perlu difermentasi guna meningkatkan nilai nutrisinya sehingga dapat dimanfaatkan dalam ransum dalam jumlah yang sesuai.

Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat organik melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut meliputi perubahan molekul kompleks seperti protein,

lemak dan karbohidrat menjadi molekul sederhana dan mudah dicerna (Murata et al., 1967 ; Anah dan Lindajati , 1987).


(15)

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betaceae) fermentasi Aspergillus niger yang diberikan dalam ransum burung puyuh dengan berbagai tingkat pemberian.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger terhadap kinerja reproduksi burung puyuh betina (Coturnix- coturnix japonika)

Hipotesis Penelitian

Dengan pemberian ransum yang mengandung tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger berpengaruh terhadap clucth, jarak antar bertelur dan skip day.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk melakukan penelitian dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Departemen Peternakan Universitas Sumatera Utara. 2. Memberikan informasi bagi peternak dalam pengembangan usaha peternakan

burung puyuh.

3. Sebagai bahan informasi bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya dalam ilmu peternakan.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Terong Belanda Sebagai Pakan Ternak

Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, khususnya di Peru. Kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia dan terong belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Di daerah tropis terong belanda bisa tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Di banyak negara tanaman ini telah dibudidayakan dalam kebun-kebun atau untuk tumpang sari dengan tanaman jeruk. Daerah yang membudidayakan buah terong belanda di Indonesia ialah daerah Sumatera utara tepatnya didaerah Tanah Karo. Perbanyakan bisa dilakukan dengan menanam biji, disambung dengan tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa diperbanyak dengan stek.

Sosok tanaman terong belanda berupa perdu dengan ketinggian 2-3 meter. Pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat, berselang-seling, dan berbulu Bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak daun, berwarna merah jambu hingga biru muda, berbau harum. Buahnya berbentuk buah buni bulat lonjong dengan meruncing ke ujung. Buah bergelantungan dengan tangkai panjang, berwana lembayung ke merah-merahan. Daging buahnya banyak mengandung sari buah, agak asam, berwarna kuning kehitam-hitaman. Bijinya pipih dan tipis. Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan belahan buah tomat. Selain warnanya sama, keduanya banyak mengandung air.

Buah terong belanda ini dimanfaatkan sebagai buah yang dimakan segar, untuk bumbu masak, sayuran dan minuman. Di Medan buah ini banyak dijual,


(17)

dan sangat digemari sebagai minuman yang disajikan dalam bentuk jus (Soetasad dan Muryanti, 1995). Kegunaan buah terong belanda adalah mengobati penyakit tekanan darah rendah, menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang bermiyak dan mencegah timbulnya jerawat (Imamuddin, 1987). Terong belanda mempunyai nutrisi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia terong belanda

Komponen Kandungan (/100 g bahan)

Kalori (kal) 48.00

Protein (g) 1.50

Lemak (g) 0.30

Karbohidrat (g) 11.30

Kalsium (mg) 13.00

Fospat (mg) 24.00

Besi (mg) 0.80

Vit.A (SI) 0

Vit. B1 (mg) 0.04

Vit. C (mg) 17.00

Air (g) 85.90

B.D.D (%)* 73.00

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1989) *) Bahan dapat dicerna

Setelah dianalisis (Tabel 2), ternyata kandungan gizi kulit buah terong belanda yang telah fermentasi dengan Aspergillus Niger mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak karena protein kasarnya mengalami peningkatan 13.92% dan serat kasarnya dapat diturunkan dari 21.87% menjadi 10.42%.


(18)

Tabel 2. Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi (Aspergillus Niger)

Komposisi Sebelum fermentasi Sesudah fermentasi

Bahan Kering (%)* Kadar Air (%)* Kadar Abu (%)* Protein Kasar (%)* Serat Kasar (%)* Lemak (%)*

Energi Metabolisme (kkal)**

89,41 10,58 8,80 4,43 21,87 7,52 2710,08

91,43 81,56 9,92 13,92 10,42 8,27 2887,20

Keterangan: * = Laboratorium Nutrisi Ternak, USU Medan (2007) ** = Laboratorium Nutrisi Ternak, IPB Bogor (2007)

Peran Aspergillus Niger dalam Proses Fermentasi

Aspergillus Niger adalah sejenis kapang dari genus: Aspergillus, famili: Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes, sub divisi: Ascomycotina, dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989). Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dapat dipakai secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau unggu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta,spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat tumbuh dengan baik pada suhu 5 – 37oC (Fardiaz,1989).

Hardjo et al., (1989) juga menyatakan bahwa Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat didalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosida, pektinase, selulase, katalase, dan glukosida.


(19)

Menurut Lehninger (1991), Kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya

digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang tinggi dibandingkan dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah (1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat kasar.

Karakteristik Burung Puyuh

Puyuh atau dalam bahasa asingnya disebut “quail”, masih cukup banyak mewarisi sifat-sifat burung liar. Sifat liar ini hampir dijumpai pada setiap bangsa puyuh (Rasyaf, 1983). Bangsa-bangsa burung puyuh yang terdapat di dunia, yang terkenal berasal dari marga Turnix, Coturnix, dan Arborophilla (Anonimous, 1983).

Dari berbagai jenis burung puyuh liar, hanya genus Coturnix-coturnix japonica salah satu strain yang telah mengalami pemuliabiakan dan strain ini sangat digemari sebagai makanan lezat dan bergizi (Nugroho dan Mayun, 1986).

Menurut Agromedia (2002), klasifikasi burung puyuh sebagai berikut : Kelas : Aves (bangsa burung)

Ordo : Galiformes

Sub Ordo : Phasionaidae

Family : Phasianidae

Sub Family : Phasianidae

Genus : Coturnix


(20)

Dibanding jenis puyuh lainnya, jenis ini dapat menghasilkan 250 – 300 butir/ekor selama setahun. Puyuh betina mulai bertelur setelah umur 35 hari. Sifat-sifat tertentu dari coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3 – 4 generasi/tahun. Telurnya berwarna cokelat tua, putih dengan bintik-bintik hitam, biru. Ciri-ciri jantan dewasa diidentifikasikan dengan bulu-bulu warna cokelat muda pada bagian atas kerongkongan dan dada yang merata. Betina dewasa warnanya mirip dengan jantan, kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas warna cinnamoan lebih terang, dihiasi dengan totol-totol cokelat tua, bentuk badannya kebanyakan lebih besar dibanding jantan (Listiyowati dan Roospitasari, 1993 ).

Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh

Listiyowati dan Roospitasari (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam keberhasilan beternak burung puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), selain itu faktor tata laksana (manajemen) dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan kebutuhan gizi menurut tingkat umurnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Anggorodi (1979) bahwa kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada umur, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan kesehatan ternak, besar ternak, jenis burung puyuh, lingkungan, tahap produksi, kadar protein dan energi ransum.

Tillman et al., (1983) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi, unsur gizi tersebut adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Hal ini juga didukung oleh Rasyaf (1984) yang menyatakan bahwa kekurangan salah satu unsur gizi tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produksi.


(21)

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak burung puyuh yang baru berumur 0 – 3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolisme 2900 kkal/kg. Pada umur 3 – 5 minggu kadar protein ransum yang diberikan dikurangi menjadi 20% dan energi metabolismenya menjadi 2600 kkal/kg. Burung puyuh dewasa berumur lebih dari lima minggu, kebutuhan protein dan energinya sama dengan burung puyuh umur 3 – 5 minggu. Kebutuhan nutrisi burung puyuh dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan nutrisi burung puyuh

Puyuh sedang tumbuh Puyuh

bibit Zat Nutrisi

0-3 Minggu 3-5 minggu dewasa

Energi Metabolisme (kkal/kg) Protein (%)

Kalsium (%) Fospor (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) 2900 25 1 0.8 5 4.80 2600 20 1 0.8 5 5.50 2600 20 1 0.8 5 5.30

Sumber: NRC (1997)

Protein

Protein dalam ransum unggas sangat penting bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma dalam sel hidup. Pemberian ransum yang mengandung protein dengan kadar asam amino esensial yang seimbang, akan memberikan kesempatan pada ternak untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan pertumbuhan (Murtidjo,1989).

Kebutuhan protein untuk burung puyuh pada fase pertumbuhan (umur 0 – 6 minggu) yang dianjurkan adalah antara 24 – 25%, sedangkan untuk anak puyuh pedaging cukup 20%. Semua protein yang terkonsumsi dibutuhkan oleh anak


(22)

puyuh untuk pertumbuhan optimal. Setelah dewasa kelamin burung puyuh akan bertelur, untuk itu tingkat protein yang dianjurkan adalah 20% ( Rasyaf, 1993).

Energi

Kebutuhan energi burung puyuh pada fase pertumbuhan berkisar antara 2600 – 2900 kkal/kg (NRC, 1977). Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang umum digunakan dalam pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya kadar energi metabolisme dalam ransum unggas akan mempengaruhi sedikit banyaknya ternak unggas mengkonsumsi ransum.

Lemak

Lemak dibutuhkan sebagai sumber asam-asam lemak esensial, sebagai dan pelarut bagi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Lemak juga berfungsi sebagai sumber energi yang tersimpan dalam tubuh (Tillman et al., 1989). Kebutuhan lemak disesuaikan dengan kebutuhan puyuh berdasarkan umurnya. Pada masa awal pemeliharaaan kebutuhan lemak sekitar 4.8%, dan setelah itu meningkat dengan kisaran 5.3 – 5.5% (Tabel 3).

Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang merupakan komponen bahan makanan alami, tetapi berbeda dengan karbohidrat, lemak, protein, dan air, ditemukan dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil, penting untuk hidup pokok, pertumbuhan, kesehatan hewan, jika kekurangan dalam makanan maka akan menimbulkan gejala-gejala penyakit dan tidak dapat disintesis dalam tubuh, sehingga mesti didatangkan dari luar (Raharjo, 1989).


(23)

Vitamin merupakan unsur gizi yang dibutuhkan oleh burung puyuh. Vitamin ini merupakan komponen organik, kebanyakan tidak disintesa di dalam tubuh puyuh, walaupun jumlah yang dibutuhkan kecil sekali. Bersamaan dengan unsur gizi lain, mineral juga sangat penting untuk kehidupan puyuh. Tanpa mineral yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka produksi yang optimal tidak akan terjadi (Rasyaf, 1984).

Vitamin merupakan senyawa organik yang harus selalu tersedia walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk metabolisme jaringan normal secara langsung maupun tidak langsung.Defesiensi vitamin pada puyuh mengakibatkan kerugian seperti lebih mudah terserang penyakit sehingga menurunkan produktifitas bahkan menimbulkan kematian (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Dalam mengkonsumsi ransum, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi. Konsumsi ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan serta penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak (Anggorodi, 1995). Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu (1992) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, stress, besar badan dan produksi telur. Konsumsi ransum puyuh pada minggu-minggu pertama hanya sekitar 3 g/ekor/hari. Kebutuhan pakan


(24)

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur puyuh. Perincian konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur

Umur (minggu) Konsumsi ransum (g/hr/ekor)

0 – 1 1 – 3 3 – 5 >5

3 9 17 20

Sumber : Hardjosworo (1992)

Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakasi, 1983).

Mineral

Kebutuhan kalsium dan fosfor sangat penting dalam pembentukan dan mempertahankan kerangkaan manusia dan hewan. Diantara unsur-unsur mineral, kalsium merupakan unsur mineral yang penting dalam menentukan kualitas kulit telur (James, 1987).

Kinerja Reproduksi Burung Puyuh

Secara umum kemampuan reproduksi burung puyuh bervariasi tergantung pada spesies, umur, pakan, cahaya, manajemen (pengendalian penyakit, cara pemeliharaan), suhu. Burung puyuh memasuki dewasa kelamin ditandai dengan kemampuan ovulasi pertama kali. Dewasa kelamin dapat dipercepat dan diperlambat dengan cara pembatasaan pakan dan pemberian cahaya (Juneidi, 2002).


(25)

Menurut redaksi (2002) kemampuan produksi telur burung puyuh sangat dipengaruhi oleh umur burung puyuh. Burung puyuh betina mulai bertelur pada umur sekitar 42 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksinya akan cepat meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Burung puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13, setelah berumur 26 minggu produksi telur akan menurun drastis. Hal ini didukung oleh Yasin (1988) yang menyatakan bahwa secara garis besar yang mempengaruhi jumlah telur adalah faktor genetik, pakan, perkandangan, suhu, rontok bulu, penyakit dan stres.

Clutch

Ayam bertelur pada hari yang berurutan disebut clutch. Setelah itu, satu hari atau beberapa hari ayam tidak bertelur. Lamanya clutch bervariasi dari 2 sampai 30 hari sebelum hari kosong (puyuh tidak bertelur). Jumlah telur per clutch berkisar 3 – 8 butir. Lamanya clutch sangat konsisten secara individual. Ayam petelur yang baik memiliki clutch yang panjang sedangkan ayam petelur yang buruk memiliki clutch yang pendek (Suprijatna et al., 2005).

Tabel 5. Kemampuan berproduksi pada beberapa macam unggas

Spesies Rata-rata clutch

(butir)

Produksi telur per tahun (butir) Ayam petelur Itik Bebek Kalkun Angsa Puyuh Puyuh* Merpati

10 – 14 14 – 20 14 – 20 15 – 20 12 – 15 12 – 20

- 2

300 – 360 250 – 310

120 220 100 130 – 300 250 – 300

50

Sumber : Wilson (1980)


(26)

Jarak antar bertelur (jam)

Jarak antar bertelur ialah waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh betina untuk menghasilkan satu butir telur. Sebagian besar unggas betina bertelur berurutan dengan interval 23 – 26 jam. Apabila waktunya menjadi lebih lama (lebih dari 24 jam) maka setiap telur akan dikeluarkan lebih dari 1 hari. Sehingga ada masa satu hari yang kosong (Suprijatna et al., 2005)

Lama kosong (Skip day)

Setelah beberapa hari bertelur (dalam periode satu clucth ), pada umumnya unggas istirahat sementara bertelur selama sekitar satu sampai 8 hari. Masa inilah yang disebut dengan masa kosong (skip day). Selanjutnya unggas akan memasuki clucth berikutnya. Unggas dengan kemampuan reproduksi baik, mempunyai masa skip day yang pendek sekitar 1 – 2 hari. Sebaliknya, unggas dengan kemampuan reproduksi buruk mempunyai masa skip day yang panjang sekitar 5 – 8 hari (Suprijatna, 2005). Semakin lama masa skip day, maka total produksi telur selama masa produksi akan rendah atau berada dibatas minimum kisaran produksi. Produksi minimum burung puyuh sekitar 130 butir/tahun (Wilson, 1980). Namun laporan lain menyebutkan produksi minimum yang cukup tinggi yaitu 250 butir/tahun (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).


(27)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Penelitian berlangsung dimulai dari bulan September sampai Oktober 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan antara lain :

a. DOQ (Day Old Quail) sebanyak 60 ekor

b. Ransum yang terdiri dari: jagung halus, bungkil kedele, bungkil kelapa, dedak halus, tepung ikan, premix dan minyak

c. Air minum

d. Vitamin, obat-obatan dan desinfektan

e. Tepung kulit buah terong belanda fermentasi Alat yang digunakan antara lain :

a. Kandang sebanyak 20 buah dengan ukuran 30x30x25 cm b. Tempat pakan dan minum

c. Lampu sebagai alat penerangan dan pemanas d. Alat pembersih kandang (ember, sapu) e. Handsprayer

f. Alat tulis dan kalkulator g. Timbangan


(28)

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 3 ekor puyuh.

Perlakuan yang diberikan adalah:

T0 = Ransum dengan 0% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. T1 = Ransum dengan 3% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. T2 = Ransum dengan 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. T3 = Ransum dengan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. T4 = Ransum dengan 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi. Denah penelitian yang akan dilaksanakan adalah :

T0U4 T3U4 T4U4 T0U1 T2U2

T1U2 T2U1 T3U3 T1U3 T4U1

T4U3 T2U4 T0U3 T1U4 T0U2

T3U2 T4U2 T3U1 T1U1 T2U3

Keterangan : T = Perlakuan (T0...T4) U = Ulangan ( U1...U4)

Menurut Hanafiah (2000) model matematik yang digunakan untuk RAL adalah:

Yij = μ + τ i + Σij

Dimana:

Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j i = Perlakuan (i = 0,...4)


(29)

μ = Nilai rata-rata

τi = Pengaruh faktor perlakuan ke-i

Σij = Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j Ulangan yang didapat berasal dari rumus :

T (n-1) ≥ 15

5 (n-1) ≥ 15 5n – 5 ≥ 15 5n ≥ 20 n ≥ 4

Parameter penelitian

Clucth (hari)

Puyuh bertelur pada hari yang berurutan disebut clutch. Dihitung berapa jumlah telur yang dihasilkan selama satu clutch dalam satuan butir. Untuk setiap ekor burung puyuh diambil rataan dari 3 clutch.

Jarak antar bertelur (jam)

Jarak waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh betina untuk menghasilkan satu butir telur dengan telur yang berikutnya dihitung dalam jam (jarak antar bertelur).

Lama Kosong (Skip day)

Skip day (masa kosong bertelur), dihitung lama masa tidak bertelur antar clutch dalam satuan hari.waktu yang dibutuhkan burung puyuh untuk menghasilkan telur setelah clutch berhenti dihitung dalam hari.


(30)

Pelaksaan Penelitian Persiapan Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian berukuran 30 x 30 x 5 cm sebanyak 20 buah. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, lampu pijar yang berfungsi sebagai alat penerangan. Sebelum digunakan kandang terlebih dahulu difumigasi dengan menggunakan larutan KMNO4 yang

dicampur dengan Formalin. Semua peralatan dicuci dan dibersihan dengan menggunakan deterjen.

Penempatan Burung Puyuh

Puyuh sebelum dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan sexing sesuai perlakuan. Puyuh yang digunakan adalah sebanyak 60 ekor puyuh betina. Pengambilan data dimulai pada minggu ke-8.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pemberian ransum diberikan kepada puyuh sesuai dengan perlakuan. Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pengisian pakan diakukan hati-hati agar tidak ada pakan yang tumpah pada saat pengisian. Vitamin dan obat-obatan diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada malam hari penerangan dinyalakan untuk memudahkan puyuh makan dan minum di malam hari. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt.


(31)

Penyusunan Ransum

Ransum yang diberikan disusun sendiri sesuai dengan perlakuan formulasi ransum. Ransum disusun seminggu sekali mencegah rusaknya ransum dan timbulnya ketengikan.

Pemeliharaan

Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk puyuh.

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setiap hari. Telur setiap hari dikumpulkan dan dihitung berdasarkan perlakuan. Pengambilan data dilakukan setelah burung puyuh berumur 8 minggu.

Analisis Data

Data hasil penelitian dicatat dan ditabulasi untuk dilakukan analisis ragam, apabila terdapat hasil yang signifikan (nyata), maka dilakukan uji lanjut sesuai dengan KK (Koefisien Keragaman) untuk mengetahui perbedaan pengaruh tiap perlakuan yang diujikan.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Clutch

Clutch merupakan suatu periode dimana burung puyuh bertelur pada hari yang berurutan, setelah itu satu hari atau beberapa hari kemudian burung puyuh tidak bertelur. Untuk mengetahui hasil rataan clutch burung puyuh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan clutch burung puyuh selama penelitian (hari)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 Rataan ± SD

T0 4.52 2.75 3.75 4.90 3.98 ± 0.95

T1 3.96 5.18 3.20 3.52 3.97 ± 0.87

T2 5.13 4.22 4.07 3.20 4.16 ± 0.79

T3 3.34 3.16 2.95 2.95 3.10 ± 0.19

T4 3.38 4.10 3.53 3.13 3.54 ± 0.41

Rataan 4.07 3.88 3.50 3.54 3.75 ± 0.64

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan clutch yang tertinggi adalah pada perlakuan (T2) 4.15 yaitu dengan menggunakan 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi dan yang terendah pada perlakuan T3 yaitu 3.1 hari dengan menggunakan 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi.

Jarak antar bertelur

Jarak antar bertelur merupakan waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh betina untuk menghasilkan satu butir telur. Untuk mengetahui jarak antar bertelur burung puyuh betina dengan pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.


(33)

Tabel 7. Rataan jarak antar bertelur burung puyuh (jam)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 Rataan ± SD

T0 24.31 25.41 24.17 24.41 24.58 ± 0.57 T1 23.07 24.19 24.74 24.76 24.19 ± 0.79 T2 25.09 24.45 24.80 24.75 24.77 ± 0.26

T3 23.84 24.47 24.18 24.15 24.16 ± 0.26

T4 25.68 24.77 24.13 24.85 24.86 ± 0.64 Rataan 24.40 24.66 4.40 24.58 24.51 ± 0.50

Dari Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rataan persentase jarak antar bertelur tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (dengan pemberian 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger)sebesar 24.86 jam dan terendah pada perlakuan T3 (dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger ) yaitu sebesar 24.16 jam.

Lama kosong (skip day)

Lama kosong (skip day) merupakan waktu yang dibutuhkan seekor burung puyuh betina untuk istirahat sementara sebelum bertelur kembali, skip day biasanya sekitar satu sampai delapan hari. Dari hasil penelitian diperoleh rataan lama kosong (skip day) yang diberi ransum seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan lama kosong (skip day) puyuh (hari)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 Rataan ± SD

T0 1.37 1.75 3.8 2.07 2.25 ± 1.07

T1 1.63 1.55 1.81 1.06 1.51 ± 0.32

T2 2.16 2.17 1.34 1.82 1.87 ± 0.39

T3 1.79 1.9 1.78 1.94 1.85 ± 0.08

T4 1.47 1.38 1.42 1.46 1.43 ± 0.04

Rataan 1.68 1.75 2.03 1.67 1.78 ± 0.38


(34)

Dari Tabel 10 dapat dilihat lama kosong (Skip day) burung puyuh terlama terdapat pada T0 yaitu ransum kontrol (tanpa menggunakan tepung kulit buah terung belanda fermentasi Aspergillus niger) yaitu 2.25 hari dan yang tercepat pada perlakuan T4 (dengan tepung terung belanda fermentasi 9%) yaitu 1.43 hari. Pada perlakuan pemberian tepung kulit buah terung belanda ternyata skip day cenderung lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol (2.25 hari).

Pembahasan

Clutch

Clutch merupakan satu periode bertelur secara berturut-turut pada burung puyuh. Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus Niger terhadap panjang clucth burung puyuh (coturnix-cotunix japonica). Selama penelitian dapat diketahui dengan melalui uji keragaman seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis keragaman clutch burung puyuh selama penelitian

SK DB JK KT Fhit Ftabel

0.05 0.01

Perlakuan 4 2.92 0.73 1.47tn 3.06 4.89

Galat 15 7.45 0.49

Total 19

Keterangan : KK = 18.84% tn = tidak nyata

Dari analisis keragaman diatas menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap panjang clutch burung puyuh. Dimana hasil analisis keragaman clutch pada Tabel 9 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel 0.05 yang berarti pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi (Aspergillus Niger) tidak berpengaruh nyata terhadap panjang clutch pada semua perlakuan (3%, 6%, 9%,


(35)

12% pemberian tepung kulit buah terong belanda fermantasi). Hal ini disebabkan karena jenis dan kemampuan burung puyuh yang cukup baik untuk menghasilkan telur dengan campuran pakan tepung kulit buah terong belanda fermentasi. Didukung oleh pernyataan Suprijatna et al. (2005), bahwa lamanya clutch sangat konsisten secara individual, ayam petelur yang baik memiliki waktu clutch yang panjang sedangkan ayam petelur yang buruk memiliki clutch yang pendek. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap clutch menunjukkan bahwa perlakuan dengan penggunaan tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger sampai level 12% dalam ransum tidak memberikan perbedaan yang nyata pada clutch burung puyuh.

Jarak antar bertelur

Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai level tepung kulit buah terong belanda fermantasi terhadap jarak antar bertelur burung puyuh selama penelitian dilakukan uji keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil analisis keragaman jarak antar bertelur pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel 0.05 berarti pemberian tepung kulit buah terong belanda fermantasi berpengaruh tidak nyata terhadap jarak antar bertelur terhadap semua perlakuan (3%, 6%, 9%, dan 12% pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi).

Tabel 10. Analisis keragaman jarak antar bertelur burung puyuh.

SK DB JK KT Fhit Ftabel

0.05 0.01

Perlakuan 4 1.54 0.38 0.40tn 3.06 4.89

Galat 15 14.50 0.96

Total 19

Keterangan : KK = 2.23% tn = tidak nyata


(36)

Jarak antar bertelur puyuh menunjukkan tidak beda nyata dengan kisaran antara 24.16 sampai 24.86 jam menunjukkan bahwa pada masa clutch, setiap harinya burung puyuh bertelur. Rataan jarak antar bertelur pada penelitian ini masih dalam kisaran hasil penelitian Suprijatna et al. (2005) yaitu berkisar antara 23 – 26 jam. Bila jarak antar bertelur lewat dari 24 jam, maka telur akan dikeluarkan pada hari berikutnya.

Lama kosong (skip day)

Setelah beberapa hari bertelur dalam periode satu clutch, pada umumnya unggas istirahat bertelur selama 1 sampai 8 hari. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kulit buah terong belanda fermentasi dalam ransum terhadap lama kosong (skip day) burung puyuh maka dilakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis keragaman lama kosong (skip day) pada burung puyuh betina

SK DB JK KT Fhit Ftabel

0.05 0.01

Perlakuan 4 1.69 0.42 1.49tn 3.06 4.89

Galat 15 4.24 0.28

Total 19

Keterangan: KK = 29.72% tn = tidak nyata

Dari analisis keragaman diatas menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah terong belanda tidak berpengaruh nyata terhadap lama kosong (skip day) burung puyuh. Tidak ada pengaruh yang nyata dari ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan unggas untuk bertelur tidak sama, dimana umumnya unggas istirahat sementara bertelur selama sekitar 1 – 8 hari (Suprijatna et al., 2002). Wilson (1980) juga menyatakan bahwa unggas dengan kemampuan


(37)

produksi baik mempunyai masa skip day yang pendek sekitar 1 – 2 hari, sebaliknya unggas dengan kemampuan produksi buruk mempunyai masa skip day yang panjang sekitar 5 – 8 hari.

Kemampuan produksi telur burung puyuh akan mulai bertelur umur 35 – 42 hari, kemampuan produksi telur burung puyuh akan mengalami kenaikan hingga mencapai puncak produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) yang menyatakan dengan perawatan yang baik burung puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama berproduksi dan periode bertelur selama 9 – 12 bulan dengan lama hidup 2 – 2.5 tahun.

Rekapitulasi hasil penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rekapitulasi clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day)

Perlakuan Clutch

(hari)

Jarak antar bertelur (jam)

Skip day (hari)

T0 3.98tn 24.58tn 2.25tn

T1 3.96tn 24.76tn 1.51tn

T2 4.15tn 24.75tn 1.87tn

T3 3.10tn 24.15tn 1.85tn

T4 3.53tn 24.85tn 1.43tn

Dari rekapitulasi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah terong belanda dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05) pada semua parameter yaitu clutch, jarak antar bertelur dan skip day burung puyuh betina (Coturnix-coturnix japonica). Hal ini berarti pemberian tepung kulit buah terong belanda (Ciphomandra betaceae) fermentasi Aspergillus niger tidak


(38)

mempengaruhi clutch, jarak antar bertelur dan skip day burung puyuh betina (Coturnix-coturnix japonica).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian tepung kulit buah terong belanda pada ransum puyuh sampai level 12 memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap clutch, jarak antar bertelur dan lama kosong (skip day).

Saran

Penggunaan tepung kulit buah terong belanda (Ciphomandra betaceae) fermentasi Aspergillus niger sampai level 12% dapat digunakan dalam ransum burung puyuh.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anah, L dan T. Lindajati, 1987. Peningkatan Kadar Protein Onggok Dengan Cara Fermentasi Media Padat. Proceeding Seminar Nasional Peternakan dan Veternier, Bogor.

Anonimous, 1983. Pemeliharaan Burung Puyuh. Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Gedung Johor, Medan

Anggorodi, H.R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan Bhratara Karya Aksara.

Fardiaz, S., 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Hanafiah . K. 2000. Rancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang

Hardjo, S, N.S. Indrasti dan B. Tajuddin, 1989. Biokenveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Hardjosworo, P.S., 1992. Berternak Puyuh. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Imamuddin, H., 1987. Trubus No.210 Tahun XVIII, Buah Langka Terong

Belanda Buah Para Sinyo, Zaman Belanda, Puslitbang Biologi, LIPI. James, R.G., 1987.Animal Nutrition and Feeding Delmar Publisher, inc. USA. Junaedi, M., 2002.Burung Puyuh. UNDIP.Semarang.

Lehninger, W. W., 1991. Dasar-Dasar Biokimia 1. Erlangga, Jakarta.

Listiyowati, E dan K. Roospitasari, 1993. Puyuh Tata Laksana Budisaya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Listiyowati, E dan K. Roospitasari, 2004. Puyuh Tata Laksana Budisaya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B.A., 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.


(40)

Nugroho dan I.Gst.K.Mayun, 1986. Berternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang.

National Research Council, 1977. Nutrient Requirement of Poultry National Academy of Science, Washington.

Parakasi, A, 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik, Angkasa Bandung, Bandung.

Randall., 1986. Raising Japanesse Quail Departement of Agriculture, New South Wales.

Raharjo, P.C., 1986. Beternak Puyuh. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M., 1983. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.

Redaksi AgroMedia., 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Sarwono, B., 1993. Beternak Ayan Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soetasad A.A dan S. Muryanti, 1995. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sungguh, A., 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama, Jakarta.

Suprijatna,E.U, Atmomarsono dan R.Kartasudjana., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tarigan, P dan A.P.Siregar., 1983. Pemeliharaan Burung Puyuh. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Ygyakarta.

Wahyu, Y., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.


(41)

Lampiran 1. Hasil analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea) non fermentasi dan fermentasi (Aspergillus niger)

Analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea)

Kandungan bahan Sebelum

fermentasi

Sesudah fermentasi Kadar air

Bahan kering Kadar abu Serat kasar Protein kasar Kadar lemak EM*

10,58 89,41 8,8 21,87

4,34 7,53 2710,08

8,56 91,44

9,92 10,48 13,92 8,28 2887,2

Keterangan : Analisa laboratorium Nutrisi Ternak, USU (2007) *Analisa laboratorium Nutrisi Ternak, IPB (2007)


(42)

Lampiran 2. Pengolahan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger (modifikasi metoda Suryadi,2007)

Kulit buah terong belanda Dipotong kecil

Dikeringkan dengan oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam Digiling halus

Tepung kulit buah terong belanda Dicampur dengan air perbandingan 1:2 Direbus selama 30 menit dengan suhu 100 oC Didinginkan, dicampur dengan urea sebanyak 2%

Dicampur dengan gula merah sebayak 2%

Setelah merata dicampur dengan Aspergillus niger sebanyak 2% Diperam selama 4 hari

Dioven selama 1 hari dengan suhu 60 0C Digiling


(43)

Lampiran 3. Kandungan nutrisi bahan pakan, formulasi ransum puyuh periode starter, formulasi ransum puyuh periode finisher

Kandungan nutrisi bahan pakan

Bahan pakan EM

(Kkal/kg) Protein kasar (%) Lemak (%) SK (%) Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Kapur Minyak nabati 3370 1540 1630 3080 2240 2887,2 8600 8,6 21 12 61 45 13,92 3,9 1,8 13 9 0,9 8,27 100 2 15 12 1 6 10,42

Keterangan : * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi

Formulasi ransum puyuh periode starter (%)

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Minyak nabati Kapur Top mix 51,2 4,8 4 13 25 0 1 0,5 0,5 49 4 4 13 25 3 1 0,5 0,5 47 4 3,5 13 24,5 6 1 0,5 0,5 45 3,7 2,8 13 24,5 9 1 0,5 0,5 43 4 2,5 13 23,5 12 1 0,5 0,5

Keterangan: * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi

Formulasi ransum puyuh periode finisher (%)

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Minyak nabati Kapur Top mix 44 10,4 15,5 5,1 21 0 1 1 2 42,4 11 14,5 5,1 20 3 1 1 2 40 11 13,9 5,1 20 6 1 1 2 38,5 12 12,4 5,1 19 9 1 1 2 36,4 13 10,5 5,1 19 12 1 1 2


(44)

Lampiran 4. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter dan kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher

Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Protein (%) Energi (Kkal/kg) SK(%) Lemak(%) Ca(%) P(%) 25,07 2910,96 3,85 4,99 0,99 0,89 25,13 2911,12 4,00 5,14 0,81 0,88 25,09 2910,98 4,19 5,24 0,81 0,87 25,19 2914,17 4,33 5,32 0,81 0,85 25,01 2910,71 4,55 5,44 0,81 0,83 Kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Protein (%) Energi (Kkal/kg) SK(%) Lemak(%) Ca(%) P(%) 20,39 2609,09 5,61 5,56 0,74 0,96 20,22 2612,33 5,80 5,62 0,39 0,93 20,36 2608,28 5,99 5,70 0,39 0,92 20,23 2612,90 6,18 5,70 0,39 0,89 20,45 2613,17 6,38 5,64 0,39 0,86


(45)

(1)

Nugroho dan I.Gst.K.Mayun, 1986. Berternak Burung Puyuh. Eka Offset, Semarang.

National Research Council, 1977. Nutrient Requirement of Poultry National Academy of Science, Washington.

Parakasi, A, 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik, Angkasa Bandung, Bandung.

Randall., 1986. Raising Japanesse Quail Departement of Agriculture, New South Wales.

Raharjo, P.C., 1986. Beternak Puyuh. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M., 1983. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1984. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Yogyakarta.

Redaksi AgroMedia., 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Sarwono, B., 1993. Beternak Ayan Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soetasad A.A dan S. Muryanti, 1995. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sungguh, A., 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama, Jakarta.

Suprijatna,E.U, Atmomarsono dan R.Kartasudjana., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tarigan, P dan A.P.Siregar., 1983. Pemeliharaan Burung Puyuh. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Ygyakarta.

Wahyu, Y., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.


(2)

Lampiran 1. Hasil analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda

(Cyphomandra betacea) non fermentasi dan fermentasi (Aspergillus niger)

Analisa proksimat tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra betacea)

Kandungan bahan Sebelum

fermentasi

Sesudah fermentasi Kadar air

Bahan kering Kadar abu Serat kasar Protein kasar Kadar lemak EM*

10,58 89,41 8,8 21,87

4,34 7,53 2710,08

8,56 91,44

9,92 10,48 13,92 8,28 2887,2 Keterangan : Analisa laboratorium Nutrisi Ternak, USU (2007)


(3)

Lampiran 2. Pengolahan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra

betacea) Fermentasi Aspergillus niger (modifikasi metoda

Suryadi,2007)

Kulit buah terong belanda Dipotong kecil

Dikeringkan dengan oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam Digiling halus

Tepung kulit buah terong belanda Dicampur dengan air perbandingan 1:2 Direbus selama 30 menit dengan suhu 100 oC Didinginkan, dicampur dengan urea sebanyak 2%

Dicampur dengan gula merah sebayak 2%

Setelah merata dicampur dengan Aspergillus niger sebanyak 2% Diperam selama 4 hari

Dioven selama 1 hari dengan suhu 60 0C Digiling


(4)

Lampiran 3. Kandungan nutrisi bahan pakan, formulasi ransum puyuh periode

starter, formulasi ransum puyuh periode finisher

Kandungan nutrisi bahan pakan

Bahan pakan EM

(Kkal/kg) Protein kasar (%) Lemak (%) SK (%) Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Kapur Minyak nabati 3370 1540 1630 3080 2240 2887,2 8600 8,6 21 12 61 45 13,92 3,9 1,8 13 9 0,9 8,27 100 2 15 12 1 6 10,42

Keterangan : * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi

Formulasi ransum puyuh periode starter (%)

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Minyak nabati Kapur Top mix 51,2 4,8 4 13 25 0 1 0,5 0,5 49 4 4 13 25 3 1 0,5 0,5 47 4 3,5 13 24,5 6 1 0,5 0,5 45 3,7 2,8 13 24,5 9 1 0,5 0,5 43 4 2,5 13 23,5 12 1 0,5 0,5 Keterangan: * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi

Formulasi ransum puyuh periode finisher (%)

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Jagung kuning Bungkil kelapa Dedak halus Tepung ikan Bungkil k. kedelai TKBTBF * Minyak nabati Kapur Top mix 44 10,4 15,5 5,1 21 0 1 1 2 42,4 11 14,5 5,1 20 3 1 1 2 40 11 13,9 5,1 20 6 1 1 2 38,5 12 12,4 5,1 19 9 1 1 2 36,4 13 10,5 5,1 19 12 1 1 2 Keterangan: * Tepung kulit buah terong belanda fermentasi


(5)

Lampiran 4. Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter dan kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher

Kandungan nutrisi ransum puyuh periode starter

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Protein (%) Energi (Kkal/kg) SK(%) Lemak(%) Ca(%) P(%) 25,07 2910,96 3,85 4,99 0,99 0,89 25,13 2911,12 4,00 5,14 0,81 0,88 25,09 2910,98 4,19 5,24 0,81 0,87 25,19 2914,17 4,33 5,32 0,81 0,85 25,01 2910,71 4,55 5,44 0,81 0,83 Kandungan nutrisi ransum puyuh periode finisher

Bahan pakan T0 T1 T2 T3 T4

Protein (%) Energi (Kkal/kg) SK(%) Lemak(%) Ca(%) P(%) 20,39 2609,09 5,61 5,56 0,74 0,96 20,22 2612,33 5,80 5,62 0,39 0,93 20,36 2608,28 5,99 5,70 0,39 0,92 20,23 2612,90 6,18 5,70 0,39 0,89 20,45 2613,17 6,38 5,64 0,39 0,86


(6)