Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda (Cyphomandra Betacea) Fermentasi (Aspergillus Niger) Terhadap Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica)

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP
PERTUMBUHAN BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

SKRIPSI
O
L
E
H
FRANS H NAINGGOLAN
030306034
IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara


PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA
(Cyphomandra betacea) FERMENTASI (Aspergillus Niger) TERHADAP
PERTUMBUHAN BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

SKRIPSI
O
L
E
H
FRANS H NAINGGOLAN
030306034
IPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan.

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi

Nama
Nim
Departemen

: Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
(Cyphomandra betacea) Fermentasi (Aspergillus Niger)
Terhadap Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix-coturnix
japonica)
: Frans H Nainggolan
: 030306034
: Peternakan


Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

(Ir. Eniza Saleh, MS)
Anggota

(Dr. Ir Ristika Handarini, MP)
Ketua

Diketahui Oleh :

( Dr. Ir. Zulfikar Siregar MP )
Ketua Departemen

Tanggal di ACC:

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT


Frans H Nainggolan, 2008. Utilization of fermented tree tomato
(Cyphomandra betacea) skin fruit flour to to performance of Quail (Coturnixcoturnix japonica). Under suvervision of Dr. Ir. Ristika Handarini, MP and Ir.
Eniza Saleh, MS. The research caried out in Biological Labolatory, Department of
Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, started
from 5 July 2007 until 16 August 2007.
The purpose of this experiment was to observe the respon of utilization of
fermented tree tomato (Cyphomandra betacea) skin fruit flour in feed on
performance of Quail on 0-6 weeks.. The research conducted by Completely
Randomited Design (CRD) which was consist of 5 treatments. Each treatment
was repeated 4 times which used 4 repeatition, each repeatition consist of 15
quails. The treatment were : T0=without fermented tree tomato skin fruit flour,
T1= feed with 3% fermented tree tomato skin fruit flour, T2= feed with 6%
fermented tree tomato skin fruit flour, T3= feed with 9% fermented tree tomato
skin fruit flour and T4= feed with 12% fermented tree tomato skin fruit flour. The
three parameter of the experiment were : feed consumption (g), Avarage weight
gain (g) and feed convertion.
Result of this experiment showed that no significant difference (P>0,05) in
all parameters. Mean of feed consumption is 63,624 g/quail/week. The highest
average of feed consumption is T0=64,74 g/quail/week and the lowest one is
T4= 61,74 g/quail/week. Mean of average weight gain is 16,464 g/quail/week,

lowest mean is T4=15,81 g/quail/week and highest is T0=17,01 g/quail/week.
Mean of feed convertion is 3,87. Highest mean is T4=3,90±0,05 and lowest mean
is T0=3,81±0,22. In conclusion, the fermented tree tomato skin fruit flour can be
utilized in feed of quail (Coturnix-coturnix japonica) on 0-6 weeks up to 12%
level.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Frans H Nainggolan, 2008. Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong
Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap
Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) . Dibimbing oleh Ibu
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Eniza
Saleh, MS sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Universitas Sumatera
Utara, Jln. Prof. A. Sofyan no. 3 Medan, yang dimulai dari bulan Juli sampai
Agustus 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemanfaatan tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dalam ransum terhadap

pertumbuhan burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri
dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 15 ekor burung puyuh.
Adapun perlakuan tersebut adalah T0=ransum tanpa pemberian tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus, T1= ransum
dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger, T2= ransum dengan pemberian 6% tepung kulit
buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger, T3=
ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra
betacea) fermentasi Aspergillus niger dan T4= ransum dengan pemberian 12%
tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus
niger. Parameter penelitian meliputi konsumsi ransum (g), pertambahan bobot
badan (g) dan konversi ransum.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
(P>0,05) dalam semua parameter. Rataan konsumsi sebesar 63,624g/ekor/minggu,
rataan paling tinggi terdapat pada T0=64,74g/ekor/minggu dan terendah pada
T4=61,74g/ekor/minggu, rataan pertambahan bobot badan penelitian ini sebesar
16,464g/ekor/minggu, rataan terendah terdapat pada T4=15,81g/ekor/minggu dan
tertinggi terdapat pada T0=17,01g/ekor/minggu. Rataan konversi diperoleh
sebesar 3,87, rataan terendah terdapat pada T0=3,81±0,22, rataan tertinggi

terdapat pada T4=3,90±0,05. Dengan kesimpulan, fermentasi kulit buah terong
belanda dapat digunakan dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pada
umur 0-6 minggu sampai level 12%.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Frans H Nainggolan, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 7
Maret 1986 dari Bapak Oloan Nainggolan dan Ibu Adelina Gultom.
Pendidikan formal yang telah dilalui :
1. Tahun 1991 masuk SD Negeri 1222380 Pematang Siantar, lulus pada
tahun 1997
2. Tahun 1997 masuk SLTP Negeri 7 Pematang Siantar, lulus pada tahun
2000
3. Tahun 2000 masuk SMU Negeri 4 Pematang Siantar, lulus pada tahun
2003
4. Tahun 2003 terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pendidikan non formal :

1. Tahun 2006 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Siaro
Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara
2. Tahun 2007 melaksanakan penelitian selama 2 bulan di Laboratorium
Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong Belanda
(Cyphomandra

betacea)

Fermentasi


(Aspergillus

niger)

terhadap

Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica), yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku komisi pembimbing I dan Ibu Ir. Eniza
Saleh, MS selaku komisi pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Akhirnya, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Nopember 2008

Penulis


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRACT
...
ABSTRAK
.
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
...

Hal
i
ii
iii
iv

v
vii
viii

PENDAHULUAN...........................................................................................
Latar Belakang........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Hipotesis Penelitian ................................................................................
Kegunaan Penelitian ...............................................................................

1
1
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Terong Belanda.......................................................................................
Karekteristik Burung Puyuh ...................................................................
Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh ..........................................................
Performans Burung Puyuh......................................................................
Konsumsi Ransum ........................................................................
Pertambahan Bobot Badan............................................................
Konversi Ransum..........................................................................
Proses Aspergillus niger Dalam Meningkatkan Nilai Gizi Bahan Pakan
Aspergillus niger...........................................................................
Proses Fermentasi dan Nilai Gizi Bahan Pakan ...........................

4
4
6
7
9
9
10
10
11
11
12

BAHAN DAN METODE PENELITIAN .....................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................
Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................
Bahan Penelitian............................................................................
Alat Penelitian ...............................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
Rancangan Penelitian....................................................................
Parameter Penelitian......................................................................
Prosedur Penelitian........................................................................
Persiapan Kandang.............................................................
Penempatan Burung Puyuh ................................................
Pemberian Pakan dan Air Minum ......................................
Penyusunan Ransum ..........................................................

14
14
14
14
14
15
15
16
17
17
17
18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN
..
Hasil.......................................................................................................
Konsumsi Ransum .........................................................................
Pertambahan Bobot Badan.............................................................

19
19
19
20

Universitas Sumatera Utara

Konversi Ransum ...........................................................................
Pembahasan ...........................................................................................
Konsumsi Ransum .........................................................................
Pertambahan Bobot Badan.............................................................
Konversi Ransum ...........................................................................
Rekapitulasi Hasil Penelitian..........................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
.
Saran ......................................................................................................

20
22
22
23
24
26
27
27
27

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Hal
1. Komposisi kimia terong Belanda per 100 gram Bahan ...............................

5

2. Komposisi kimia terong Belanda sebelum dan sesudah fermentasi
(Aspergillus niger) ......................................................................................

5

3. Kebutuhan nutrisi burung puyuh..................................................................

9

4. Konsumsi ransum burung puyuh pada berbagai umur (minggu).................

9

5. Rataan konsumsi ransum burung puyuh yang diberi tepung kulit buah
terong Belanda fermentasi selama penelitian (g/ekor/minggu)

...

19

6. Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh yang diberi tepung
...
kulit buah terong Belanda fermentasi selama penelitian (g/ekor/minggu)

20

7. Rataan konversi ransum burung puyuh yang diberi tepung
kulit buah terong Belanda fermentasi selama penelitian

..

21

8. Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh

..

22

9. Analisis keragaman pertambahan bobot badan burung puyuh

.

23

10. Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh

.

24

11. Rekapitulasi hasil penelitian

...

26

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Pengolahan tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger

...

30

2. Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah
fermentasi (Aspergillus niger)

..

30

3. Pengolahan tepung kulit buah terong Belanda
(Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger

...

31

.................................

31

....

31

6. Komposisi ransum burung puyuh umur
3-6 minggu

.

32

7. Data konsumsi ransum burung puyuh (g/ekor/minggu) ..

.

33

4. Komposisi zat-zat makanan dalam
bahan pakan
5. Komposisi ransum burung puyuh umur 0-3 minggu

8. Data pertambahan bobot badan burung
puyuh (g/ekor/minggu)
9. Data bobot awal puyuh

..

34
..

10. Suhu harian selama penelitian

35
36

11. Analisa IOFC

..

37

12. Hasil analisa ransum

...

38

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Frans H Nainggolan, 2008. Utilization of fermented tree tomato
(Cyphomandra betacea) skin fruit flour to to performance of Quail (Coturnixcoturnix japonica). Under suvervision of Dr. Ir. Ristika Handarini, MP and Ir.
Eniza Saleh, MS. The research caried out in Biological Labolatory, Department of
Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, started
from 5 July 2007 until 16 August 2007.
The purpose of this experiment was to observe the respon of utilization of
fermented tree tomato (Cyphomandra betacea) skin fruit flour in feed on
performance of Quail on 0-6 weeks.. The research conducted by Completely
Randomited Design (CRD) which was consist of 5 treatments. Each treatment
was repeated 4 times which used 4 repeatition, each repeatition consist of 15
quails. The treatment were : T0=without fermented tree tomato skin fruit flour,
T1= feed with 3% fermented tree tomato skin fruit flour, T2= feed with 6%
fermented tree tomato skin fruit flour, T3= feed with 9% fermented tree tomato
skin fruit flour and T4= feed with 12% fermented tree tomato skin fruit flour. The
three parameter of the experiment were : feed consumption (g), Avarage weight
gain (g) and feed convertion.
Result of this experiment showed that no significant difference (P>0,05) in
all parameters. Mean of feed consumption is 63,624 g/quail/week. The highest
average of feed consumption is T0=64,74 g/quail/week and the lowest one is
T4= 61,74 g/quail/week. Mean of average weight gain is 16,464 g/quail/week,
lowest mean is T4=15,81 g/quail/week and highest is T0=17,01 g/quail/week.
Mean of feed convertion is 3,87. Highest mean is T4=3,90±0,05 and lowest mean
is T0=3,81±0,22. In conclusion, the fermented tree tomato skin fruit flour can be
utilized in feed of quail (Coturnix-coturnix japonica) on 0-6 weeks up to 12%
level.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Frans H Nainggolan, 2008. Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Terong
Belanda (Cyphomandra betacea) Fermentasi Aspergillus niger Terhadap
Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) . Dibimbing oleh Ibu
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Eniza
Saleh, MS sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Universitas Sumatera
Utara, Jln. Prof. A. Sofyan no. 3 Medan, yang dimulai dari bulan Juli sampai
Agustus 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemanfaatan tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi dalam ransum terhadap
pertumbuhan burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri
dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 15 ekor burung puyuh.
Adapun perlakuan tersebut adalah T0=ransum tanpa pemberian tepung kulit buah
terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus, T1= ransum
dengan pemberian 3% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea)
fermentasi Aspergillus niger, T2= ransum dengan pemberian 6% tepung kulit
buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus niger, T3=
ransum dengan pemberian 9% tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra
betacea) fermentasi Aspergillus niger dan T4= ransum dengan pemberian 12%
tepung kulit buah terong Belanda (Cyphomandra betacea) fermentasi Aspergillus
niger. Parameter penelitian meliputi konsumsi ransum (g), pertambahan bobot
badan (g) dan konversi ransum.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
(P>0,05) dalam semua parameter. Rataan konsumsi sebesar 63,624g/ekor/minggu,
rataan paling tinggi terdapat pada T0=64,74g/ekor/minggu dan terendah pada
T4=61,74g/ekor/minggu, rataan pertambahan bobot badan penelitian ini sebesar
16,464g/ekor/minggu, rataan terendah terdapat pada T4=15,81g/ekor/minggu dan
tertinggi terdapat pada T0=17,01g/ekor/minggu. Rataan konversi diperoleh
sebesar 3,87, rataan terendah terdapat pada T0=3,81±0,22, rataan tertinggi
terdapat pada T4=3,90±0,05. Dengan kesimpulan, fermentasi kulit buah terong
belanda dapat digunakan dalam ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pada
umur 0-6 minggu sampai level 12%.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemerintah di sektor peternakan telah mengembangkan aneka ternak.
Untuk menunjang sasaran pemerintah tersebut adalah mengembangkan aneka
ternak puyuh, karena puyuh merupakan salah satu komoditi ternak penyumbang
protein hewani dalam waktu relatif singkat dan mampu menghasilkan protein
yang tinggi (Rasyaf, 1984).
Keberhasilan dalam menjalankan usaha peternakan, dipengaruhi oleh tifa
faktor yaitu bibit, pakan dan pengelolaannya. Diantara ketiga faktor tersebut,
faktor pakan adalah faktor yang sangat membutuhkan perhatian. Hal ini
disebabkan karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan mencapai 60-70%
dari total biaya produksi (Murtidjo, 1990).
Tingginya biaya pakan ini dipengaruhi oleh tingginya harga bahan baku
penyusun bahan pakan ternak. Hampir sebagian besar bahan baku penyusun pakan
tersebut dari luar negeri dan akibatnya harga di pasaran menjadi lebih mahal.
Salah satu cara pemecahan untuk menekan biaya pakan yang tinggi ini adalah
dengan cara mencari pakan alternatif. Pakan alternatif ini biasanya dari limbah,
baik itu limbah pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga bahkan dari limbah
peternakan itu sendiri.
Diantara limbah-limbah tersebut, limbah pertanian merupakan jenis
limbah yang pengolahannya lebih sederhana, jumlahnya banyak, harga relatif
lebih murah dan kandungan nutrisinya cukup baik untuk diberikan sebagai salah
satu komponen bahan penyusun pakan untuk burung puyuh.

Universitas Sumatera Utara

Kulit buah terong belanda merupakan limbah hasil pertanian yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak burung puyuh. Faktor-faktor yang
mendukung pemanfaatan kulit buah terong belanda ini antara lain: jumlahnya
banyak, harga relatif murah dan kandungan gizinya cukup tepat untuk diberikan
sebagai salah satu komponen bahan penyusun pakan untuk burung puyuh,
kandungan zat anti nutrisinya sedikit dan pengolahannya sederhana. Namun
pemberian tepung kulit buah terong belanda sangat terbatas jumlahnya, karena
kandungan serat kasarnya yang tinggi (21,87%). Oleh karena itu perlu dilakukan
pengolahan untuk menurunkan kandungan serat kasarnya.
Salah satu cara untuk pengolahan bahan pakan yang dapat dilakukan untuk
menurunkan kandungan serat kasar adalah fermentasi. Fermentasi merupakan
suatu proses kimiawi pada substrat organik melalui aksi enzim yang dihasilkan
oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut meliputi perubahan-perubahan molekul
kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi molekul sederhana dan
mudah dicerna (Anah dan Lindajati, 1987).
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti pemanfaatan tepung kulit
buah terong Belanda fermentasi yang diberikan dalam ransum dengan berbagai
tingkat pemberian terhadap pertumbuhan puyuh umur 0-42 hari.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda fermentasi
dengan menggunakan Aspergillus niger dalam ransum terhadap pertumbuhan
burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 0-42 hari.

Universitas Sumatera Utara

Hipotesis Penelitian
Pemberian ransum yang mengandung tepung kulit buah terong belanda
fermentasi dengan jamur Aspergillus niger berpengaruh positif terhadap konsumsi
ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada burung puyuh.

Kegunaan Penelitian
1. Melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas
Pertanian, Departemen Peternakan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Upaya pemanfaatan limbah pertanian (pabrik sirup) untuk bahan pakan ternak
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan peternak burung puyuh serta
masyarakat pada umumnya, mengenai pengaruh pemberian hasil samping
pertanian.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Terong Belanda
Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan belahan
buah tomat, selain warnanya sama keduanya banyak mengandung air. Kegunaan
buah terong belanda adalah mengobati penyakit tekanan darah rendah,
menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula
untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang berminyak
dan mencegahnya timbulnya jerawat (Imanuddin, 1987).
Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, khususnya di Peru. Kemudian menyebar ke berbagai wilayah.
Di Indonesia terong Belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Sosok
tanaman ini nerupa perdu dengan ketinggian 2-3 meter. Pangkal batangnya
pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat, berselang-seling dan berbulu. Bunga
muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak daun, berwarna merah jambu hingga
biru muda berbau harum. Buahnya berbentuk buah buni bulat lonjong dengan
meruncing ke ujung. Buah bergelantungan dengan tangkai panjang, berwarna
lembayung kemerah-merahan. Daging buahnya banyak mengandung sari buah,
agak asam, berwarna kuning kehitam-hitaman. Bijinya pipih dam tipis. Di daerah
tropis terong Belanda bisa tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan
laut. Perbanyakan bisa dilakukan dengan menanam biji. Namun tanaman ini juga
sering disambung dengan tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa
diperbanyak dengan stek. Di banyak Negara tanaman ini telah dibudidayakan

Universitas Sumatera Utara

dalam kebun-kebun atau untuk tumpang sari dengan tanaman jeruk. Di Indonesia
belum banyak yang membudidayakannya. Buah matang bisa dijadikan sirup. Di
Medan buah ini banyak dijual dan sangat digemari sebagai minuman yang
disajikan setelah dibuat jus (Soetasad dan Muryanti, 1995).
Terong belanda mempunyai nutrisi yang cukup tinggi, selain bernutrisi
tinggi, produksinya cukup tinggi. Dimana dari hasil terong belanda ini dihasilkan
limbah yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi kimia terong belanda per 100 gram bahan
Komponen
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Fosfat (mg)
Besi (mg)
Vit. A (SI)
Vit. B1 (mg)
Vit.C (mg)
Air (g)
B.D.D. (%)

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1989).

Kandungan bahan
48,00
1,50
0,30
11,30
24,00
0,80
0,00
0,04
17,00
85,90
73,00

Hasil analisa di Laboratorium Nutrisi Ternak di Departemen Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara diperoleh kandungan gizi kulit
buah terong belanda fermentasi (Aspergillus niger) sebagai berikut:
Tabel 2 Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi
(Aspergillus niger)
Komposisi
Sebelum Fermentasi
Sesudah Fermentasi
Bahan Kering (%)*
89,41
91,43
Kadar Air (%)*
10,58
81,56
Kadar Abu (%)*
8,80
9,92
Protein Kasar (%)*
4,34
13,92
Serat Kasar (%)*
21,87
10,42
Lemak (%)*
7,52
8,27
Energi Metabolisme (kkal)**
2710,08
2887,2
Sumber * = Laboratorium Nutrisi Ternak, USU Medan (2007).
** = Laboratorium Nutrisi Ternak, IPB Bogor (2007).

Universitas Sumatera Utara

Karekteristik Burung Puyuh
Puyuh (Quail) masih cukup banyak mewarisi sifat-sifat burung liar
(burung yang belum didomestikasi menjadi ternak). Sifat liar itu, sedikit
banyaknya mempengaruhi cara pemeliharaan dan penampilan produksinya secara
keseluruhan. Walaupun demikian produksi telurnya cukup banyak, bahkan dapat
mengalahkan burung-burung sebangsanya (Rasyaf, 1984).
Burung puyuh yang ada di Indonesia adalah burung puyuh liar, biasa
disebut gemek. Gemek belum mendapat perhatian untuk dijinakkan karena hidup
dalam keadaan liar di sawah-sawah kering, ladang dan semak-semak
(Anggorodi, 1995). Puyuh masuk ke Indonesia dan mulai di ternakkan pada tahun
1969

(Djamalin,1985

disitasi

Mufliha,

2000).

Anggorodi

(1995)

juga

menambahkan burung puyuh jepang nama ilmiahnya coturnix-coturnix japonica
merupakan burung puyuh yang dipelihara sebagai usaha sambilan maupun sebagai
usaha komersil.
Burung puyuh jenis Japanese Quail (Coturnix-coturnix japonica)
termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Betinanya mulai bertelur pada
umur 35 hari. Tidak heran apabila orang lebih memprioritaskan unggas ini untuk
di ternakkan (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Listiyowati dan Roospitasari
(2000) menambahkan bahwa puyuh mempunyai siklus hidup yang relatif pendek.
Produksi telurnya mencapai 130-300 butir/tahun dengan berat telur 10 garam dan
pertumbuhan berkembang dengan cepat. Burung puyuh betina bercirikan bulubulu berwarna coklat muda dengan bintik-bintik hitam pada leher dan dada bagian
atas, sedangkan jantannya mempunyai bulu leher dan dada berwarna karat.

Universitas Sumatera Utara

Ciri-ciri burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk
badannya lebih besar dari jenis burung puyuh lainnya. Panjang badan 19 cm,
badan bulat, ekor pendek dan kuat, jari kaki empat buah, warna bulu coklat, untuk
betina agak putih sedangkan dada bergaris (Nugroho dan Mayun, 1986).
Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh
Tillman et al. (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan, produksi,
reproduksi dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi. Unsur gizi tersebut
adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Kekurangan salah satu
unsur gizi tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan
produksi (Rasyaf, 1984).
Anggorodi (1979) menyatakan bahwa kebutuhan gizi pada ternak
tergantung pada umur, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta
keadaan kesehatan ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum
puyuh antara lain adalah besar, jenis puyuh, temperatur, lingkungan, tahap
produksi, kadar protein dan energi ransum (Rahardjo, 1986).
Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak puyuh yang baru
berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis 2900
kkal/kg. pada umur 3-5 minggu kadar protein ransum yang diberikan dikurangi
menjadi 20% dan energi metabolisnya menjadi 2600kkal/kg. Puyuh dewasa
berumur lebih dari 5 minggu, kebutuhan protein dan energinya sama dengan
puyuh umur 3-5 minggu.
Rasyaf (1984) menyatakan bahwa tingginya tingkat protein yang
dibutuhkan pada masa pertumbuhan digunakan untuk pembentukan jaringanjaringan yang baru. Puyuh yang masih kecil hanya mampu makan sedikit

Universitas Sumatera Utara

sedangkan kebutuhan unsur gizi tinggi. Karena itu unsur gizi yang ada dalam
makanan yang dimakan harus tinggi, sehingga unsur gizi yang masuk dapat
memenuhi kebutuhannya. Setelah dewasa, puyuh makan lebih banyak, sehingga
makanan yang mengandung protein itu juga masuk lebih banyak. Untuk itu
tingkat protein dikurangi karena protein hanya mengganti jaringan-jaringan yang
telah rusak dan telur.
Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang umum digunakan dalam
pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya kadar energi
metabolisme dalam ransum akan mempengaruhi banyak sedikitnya ternak unggas
mengkonsumsi ransum. Ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih
sedikit dikonsumsi, namum ransum yang mengandung energi rendah akan lebih
banyak dikonsumsi unggas.
Kandungan energi yang rendah dalam ransum mengakibatkan unggas akan
meningkatkan konsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan energi setiap hari,
dan sebaliknya pakan atau ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih
sedikit dikonsumsi oleh ternak (Tillman et al., 1989).
Vitamin merupakan unsur gizi yang dibutuhkan oleh puyuh. Vitamin ini
merupakan komponen organik, kebanyakan tidak dapat disintesa di dalam tubuh
puyuh, walaupun jumlah yang dibutuhkan kecil sekali. Bersamaan dengan unsur
gizi yang lain, mineral juga sangat penting untuk kehidupan puyuh. Tanpa mineral
yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka produksi yang optimal tidak akan
terjadi (Rasyaf, 1984). Kebutuhan nutrisi burung puyuh tertera pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi burung puyuh
Zat Nutrisi
Energi Metabolisme (kkal/kg)
Protein (%)
Kalsium (%)
Fspor (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Sumber: NRC (1977).

Masa pertumbuhan
0-3 minggu
3-5 minggu
2900
2600
25
20
1
1
0,8
0,8
5
5
4,80
5,50

Masa produksi
dewasa
2600
15
1
0,8
5
5,30

Pertumbuhan Burung Puyuh
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang
diberikan serta penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus
disesuaikan dengan umur dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk
mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana
pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1995).
Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu (1992) bahwa konsumsi ransum
dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas ransum, bentuk makanan, stress,
besar badan dan produksi telur.
Konsumsi ransum puyuh pada minggu-minggu pertama sangat sedikit.
Perincian konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi ramsum puyuh pada berbagai umur (minggu)
Umur (minggu)
0-1
1-3
3-5
>5

Sumber : Hardjosworo (1987)

Konsumsi ransum (g/hr/ekor)
3
9
17
20

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang
diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dari bobot jaringan tubuh
seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya kecuali
jaringan lemak. Pertumbuhan pada umumnya mempunyai pola yaitu terjadi secara
perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, perlahan-lahan lagi dan
akhirnya berhenti sama sekali (Anggorodi, 1979).
Menurut Wilkinson dan Tayler disitasi Prayitno (2002), pertumbuhan
dapat diartikan sebagai pertambahan bobot badan persatuan waktu, dimana laju
pertumbuhan ini akan meningkat sejak menetas hingga mencapai umur dewasa
kelamin dan menurun.
Konversi Ransum
Konversi adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak dalam
jangka waktu tertentu dibandingkan pertambahan bobot badan (Sarwono, 1993).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, yaitu
angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum kurang
ekonomis. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh faktor
(Lestari,

1992). Konversi

puyuh

yang

baik

adalah

lingkungan
2,11-2,72

(Nugroho dan Mayun, 1982) dan menurut Anggorodi (1995) angka konversi
ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, yaitu angka konversi
ransum semakin besar maka penggunaan ransum kurang ekonomis, konversi

Universitas Sumatera Utara

ransum dipengaruhi oleh mutu ransum, kesehatan ternak dan tata cara pemberian
pakan . Konversi yang baik untuk puyuh adalah 2,3-2,8.
Proses Aspergillus niger Dalam Meningkatkan Nilai Gizi Bahan Pakan
Melalui proses fermentasi juga dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim
terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia misalnya: selulosa,
hemiselulosa dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana. Makanan-makanan
yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dari
bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan mikroba yang bersifat katabolic
ataumemecah komponen-komponen yang kompleks dan faktor-faktor pertumbuha
badan, misalnya produksi beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan
provitamin A (Winarno, 1980).
Aspergillus niger
Aspergillus niger adalah kapang anggota genus: Aspergillus, famili:
Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes,
sub divisi: Ascomycotina dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989).
Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dipak
secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini
mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta, sporanya bersifat aseksual dan
tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat
tumbuh

dengan

baik

pada

suhu

5-370C

(Fardiaz,

1989).

Hardjo et al., (1989) juga mengatakan bahwa Aspergillus niger di dalam
pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat
dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut

Universitas Sumatera Utara

disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang kompleks seperti
selulosa, pati dan protein yang harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap ke
dalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler
seperti amylase, amiloglukosidae, pektinase, selulase, katalase dan glukosidae.
Menurut Lehninger (1991), kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim
urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai
pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang dibandingkan
dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah (1996) melaporkan
bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat kasar.

Proses Fermentasi dan nilai Gizi Pakan
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat
organik melalui aksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987).
Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme tersebut
meliputi perubahan-perubahan molekul kompleks seperti protein, lemak dan
karbohidrat

menjadi

molekul

sederhana

dan

mudah

dicerna

(Anah dan Lindajati, 1987).
Sungguh

(1993)

menambahkan

bahwa

fermentasi

adalah

proses

penguraian organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan enzim
melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroba, biasanya terjadi dalam
keasaman anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas.
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

Universitas Sumatera Utara

merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium
cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase
cair (Hardjo et al., 1989).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Jln. Prof. Dr.
A. Sofyan No. 3. Penelitian ini dilaksanakan dari mulai bulan Juli sampai Agustus
2007.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain :
a. DOQ (Day Old Quail) sebanyak 300 ekor unsexing
b. Ransum yang terdiri dari: Jagung halus, bungkil kedele, bungkil
kelapa, dedak halus, tepung ikan, premix dan minyak
c. Air minum
d. Vitamin
e. Obat-obatan dan desinfektan
f. Tepung kulit buah terong belanda fermentasi
Alat yang digunakan antara lain :
a. Kandang sebanyak 20 buah dengan ukuran 30x30x25 cm
dilengkapi tempat pakan dan minum
b. Lampu sebagai alat penerangan dan pemanas
c. Alat pembersih kandang (ember, sapu)
d. Handsprayer
e. Alat tulis dan kalkulator

Universitas Sumatera Utara

f. Termometer (0C) sebagai pengukur suhu dalam kandang
g. Timbangan Ohaus kapasitas 0,5 g
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap unit terdiri dari 15 ekor
burung puyuh.
Perlakuan yang di teliti adalah :
T0 = Ransum tanpa tepung kulit buah terong belanda fermentasi
T1 = Ransum yang mengandung 3% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
T2 = Ransum yang mengandung 6% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
T3 = Ransum yang mengandung 9% tepung kulit buah terong belanda fermentasi
T4 = Ransum yang mengandung 12% tepung kulit buah terong belanda fermentasi

Denah penelitian yang akan dilaksanakan adalah :
T0U4

T3U4

T4U2

T2U1

T1U1

T1U2

T4U4

T0U3

T3U3

T2U2

T4U3

T2U4

T3U1

T1U3

T0U1

T3U2

T1U4

T0U2

T2U3

T4U1

Keterangan: T=Perlakuan (T0
U=Ulangan (U1,

.T3)
..U4)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hanafiah (2000) model matematik yang digunakan adalah:
Yij =  +  i + ij
Dimana:
Yij

= Hasil pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

i

= Perlakuan (i=0,

j

= Ulangan (j=1,



= Nilai rata-rata

i

= Pengaruh faktor perlakuan ke-i

ij

= Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

..3)
.5)

Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
T (n-1)  15
5 (n-1)  15
5n 5  15
5n  20
n 4
Parameter Penelitian
Konsumsi Ransum (g)
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi seekor
ternak atau puyuh dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum dihitung
dengan mengurangkan antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum.

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Bobot Badan (g)
Data

pertambahan

bobot

badan

diperoleh

dengan

cara

penimbangan setiap minggu yang merupakan selisih antara penimbangan bobot
badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal persatuan waktu (g/minggu).
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan antara konsumsi
ransum yang diberikan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan selama
1 minggu.
Prosedur Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian berukuran 30x30x25 cm
sebanyak 20 buah. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, lampu pijar yang berfungsi sebagai alat pemanas atau penerangan.
Sebelum digunakan kandang terlebih dahulu difumigasi dengan menggunakan
Formalin yang dicampur dengan air dengan perbandingan 1:10. Semua peralatan
dicuci dan dibersihan dengan menggunakan deterjen.
Penempatan burung puyuh
Sebelum puyuh dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan
pengacakan. Puyuh yang digunakan adalah sebanyak 300 ekor.

Universitas Sumatera Utara

Pemberian Pakan dan Air Minum
Pemberian ransum diberikan kepada puyuh sesuai dengan perlakuan.
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pengisian pakan diakukan
secara berhati-hati agar tidak ada pakan yang tumpah pada saat pengisian.
Vitamin dan obat-obatan seperti vitachick diberikan sesuai dengan kebutuhan.
Dimana pada minggu pertama sampai minggu ketiga vitachick diberikan setiap
hari, memasuki minggu keempat vitachick diberikan sekali dalam seminggu. Pada
malam hari penerangan dinyalakan untuk memudahkan puyuh makan dan minum
di malam hari. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt.
Penyusunan Ransum
Ransum yang diberikan disusun sendiri sesuai dengan perlakuan dan
formulasi ransum. Ransum disusun seminggu sekali guna mencegah rusaknya
ransum dan timbulnya ketengikan.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada dalam ransum tersebut yang telah tersusun dari berbagai bahan ransum
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Rataan konsumsi ransum burung
puyuh yang diperoleh selama penelitian tertera pada Tabel 5.
Tabel

5.

Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
Total
Rataan

Rataan konsumsi
(g/ekor/minggu)
1
64,13
66,96
62,59
63,91
63,57

ransum

Ulangan

2
65,61
64,08
67,23
63,48
62,11

3
65,10
62,97
63,29
62,07
60,76

burung

puyuh

4
64,15
63,63
63,57
62,80
60,54

selama

Total
258,99
257,64
256,68
252,26
246,98
1272,55

penelitian

Rataan ± sd
64,74±0,73
64,41±1,76
64,17±2,08
63,06±0,80
61,74±1,40
63,624

Dari data konsumsi ransum pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan
konsumsi ransum burung puyuh yang tertinggi adalah 64,74 g/ekor/minggu untuk
perlakuan T0 yaitu dengan menggunakan ransum kontrol (tanpa menggunakan
tepung kulit buah terong belanda fermentasi) dan konsumsi terendah sebesar
61,74 g/ekor/minggu pada perlakuan T4 yaitu dengan menggunakan tepung kulit
buah terong belanda fermentasi sebesar 12%. Rataan konsumsi ransum seluruhnya
yaitu sebesar 63,624g/ekor/minggu.

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat
hidup dan komposisi tubuh. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh factor genetika
dan lingkungan atau keturunan. Dari hasil penelitian diperoleh rataan
pertambahan bobot badan burung puyuh seperti tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh selama penelitian
(g/ekor/minggu)
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
Total
Rataan

1
15,69
15,57
16,35
16,40
16,21

Ulangan

2
18,26
18,90
18,14
15,42
15,83

3
16,64
17,11
15,33
16,83
15,88

4
17,47
15,57
16,28
16,16
15,33

Total

Rataan ± sd

68,06
67,15
66,10
64,81
63,25
329,37

17,01 ± 1,10
16,78 ± 1,58
16,52 ± 1,17
16,20 ± 0,59
15,81 ± 0,36
16,464

Dari data pertambahan bobot badan pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa
rataan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu sebesar 17,01 g/ekor/minggu pada
perlakuan T0 yaitu dengan menggunakan ransum kontrol (tanpa menggunakan
tepung kulit buah terong Belanda fermentasi) dan pertambahan bobot badan yang
terendah adalah sebesar 15,81 g/ekor/minggu pada perlakuan T4 yaitu ransum
yang menggunakan tepung kulit buah terong belanda fermentasi sebesar 12%.
Rataan pertambahan bobot badan seluruhnya yaitu sebesar 16,464 g/ekor/minggu.
Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan suatu perbandingan jumlah konsumsi ransum
pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu
itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan memuaskan atau ternak
memakan dengan efisien. Dari penelitian yang dilakukan dengan penggunaan

Universitas Sumatera Utara

tepung kulit buah terong Belanda fermentasi dalam ransum burung puyuh
diperoleh hasil rataan konversi ransum seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan konversi ransum burung puyuh selama penelitian.
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4
Total
Rataan

1
4,08
4,30
3,82
3,89
3,92

Ulangan

2
3,59
3,39
3,70
4,11
3,92

3
3,91
3,68
4,12
3,68
3,82

4
3,67
4,08
3,90
3,88
3,94

Total

Rataan ± sd

15,25
15,45
15,54
15,56
15,60
77,40

3,81 ± 0,22
3,86 ± 0,48
3,88 ± 0,17
3,89 ± 0,17
3,90 ± 0,05
3,868

Dari data konversi ransum pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan
konversi ransum yang tertinggi adalah pada perlakuan T4 sebesar 3,90 yaitu
dengan menggunakan ransum tepung kulit buah terong belanda fermentasi sebesar
12% dan konversi ransum terendah adalah pada perlakuan T0 sebesar 3,81 yaitu
dengan menggunakan ransum kontrol (tanpa menggunakan tepung kulit buah
terong belanda fermentasi). Rataan konversi ransum seluruhnya yaitu sebesar
3,868.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan

Konsumsi Ransum
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung kulit buah terong
Belanda fermentasi terhadap konsumsi ransum burung puyuh, maka dilakukan
analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Analisis keragaman konsumsi ransum burung puyuh
SK

DB

JK

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

24,085
31,731
55,816

KT

Fhit

6,021
2,115

2,84tn

Ftabel
0,05 0,01
3,06 4,89

Keterangan :KK = 2,28%
tn = tidak nyata
Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa F hitung
lebih kecil dari F tabel pada taraf (P>0,05) yang berarti perlakuan T0, T1, T2, T3,
dan T4 pada burung puyuh memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap konsumsi ransum burung puyuh, walaupun rataan konsumsi ransum
burung puyuh yang diperoleh antar perlakuan sedikit berbeda yaitu pada T0
sebesar 64,74 g/ekor/minggu, T1 sebesar 64,41 g/ekor/minggu. T2 sebesar 64,17
g/ekor/minggu, T3 sebesar 63,06 g/ekor/minggu dan T4 sebesar 61,74
g/ekor/minggu.
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum
menunjukkan bahwa perlakuan dengan penggunaan tepung kulit buah terong
belanda fermentasi sampai level 12% dalam ransum tidak memberikan perbedaan
yang nyata pada burung puyuh dalam mengkonsumsi ransum. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

disebabkan karena kandungan energi dalam ransum perlakuan hampir sama,
begitu juga dengan kandungan protein pada tiap perlakuan hampir sama. Karena
kandungan energi yang hampir sama pada tiap perlakuan menyebabkan jumlah
ransum yang dikonsumsi burung puyuh hampir sama. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan Tilman, et al (1989) bahwa kandungan energi yang rendah dalam
ransum mengakibatkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransum guna
memenuhi kebutuhan energi setiap hari dan sebaliknya pakan atau ransum yang
mengandung energi tinggi akan sedikit dikonsumsi oleh ternak. Faktor lain yang
juga dapat mempengaruhi konsumsi ransum antara lain dipengaruhi oleh besar,
jenis puyuh, temperatur, lingkungan, palatabilitas ransum, bentuk makanan, stres
Wahyu (1992).
Pertambahan Bobot Badan
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung kulit buah terong
Belanda fermentasi terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh, maka
dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Analisis keragaman pertambahan bobot badan burung puyuh
SK

DB

JK

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

3,619
16,754
20,373

KT

Fhit

0,904
1,116

0,81tn

Ftabel
0,05 0,01
3,06 4,89

Keterangan :KK = 6,41%
tn = tidak nyata
Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa F hitung
lebih kecil dari F tabel pada taraf (P>0,05) yang berarti perlakuan T0, T1, T2, T3
dan T4 pada burung puyuh memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara

terhadap pertambahan bobot badan burung puyuh, walaupun rataan pertambahan
bobot badan burung puyuh yang diperoleh antar perlakuan sedikit berbeda yaitu
pada perlakuan To sebesar 17,01 g/ekor/minggu, T1 sebesar 16,78 g/ekor/minggu,
T2 sebesar 16,52 g/ekor/minggu, T3 sebesar 16,20 g/ekor/minggu dan T4 sebesar
15,81 g/ekor/minggu.
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan
burung puyuh menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tepung kulit buah terong
Belanda fermentasi dalam ransum burung puyuh tidak memberikan perbedaan
dalam memperoleh pertambahan bobot badan. Hal ini dapat disebabkan karena
dalam menyusun ransum untuk tiap perlakuan menggunakan energi dan protein
yang hampir sama. Seperti dapat terlihat pada lampiran (hasil analisa ransum
penelitian), dapat dilihat bahwa kandungan protein dan energi hampir sama atau
tidak jauh berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1979), bahwa
kecepatan tumbuh seekor ternak ditentukan oleh potensi genetik dan ransum.
Konversi Ransum
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung kulit buah terong
belanda fermentasi terhadap konversi ransum burung puyuh, maka dilakukan
analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Analisis keragaman konversi ransum burung puyuh
SK

DB

JK

KT

Fhit

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

0,019
0,842
0,861

0,004
0,056

0,071tn

Ftabel
0,05 0,01
3,06 4,89

Keterangan : KK = 6,11%
tn = tidak nyata

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil analisi keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung
lebih kecil dari F tabel pada taraf (P>0,05) yang berarti perlakuan T0, T1, T2, T3
dan T4 pada burung puyuh memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap konversi ransum burung puyuh. Dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9
bahwa konsumsi dan pertambahan bobot badan burung puyuh menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata sehingga berpengaruh pula pada konversi ransumnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Sarwono (1993), konversi ransum merupakan
suatu perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan
pertambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti
pertambahan bobot badan memuaskan atau ternak memakan dengan efisien.
Tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan tiap perlakuan yang hampir sama
ini disebabkan karena tiap perlakuan memiliki kandungan nutrisi yang sama.
Tidak

adanya

pengaruh

yang

nyata

terhadap

konversi

ransum

menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda fermentasi
dalam ransum burung puyuh belum meningkatkan efisiensi ransum. Dimana
diperoleh konversi ransum yang tinggi (3,81, 3,86, 3,88, 3,89, 3,90), jika
dibandingkan dengan pernyataan Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa
konversi ransum yang baik pada puyuh adalah 2,3-2,8. Hal ini disebabkan karena
konsumsi ransum burung puyuh yang tinggi tetapi tidak diiringi dengan
pertambahan bobot badan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anggorodi (1985) bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh sejumlah faktor
seperti umur ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperatur dan
kesehatan unggas. Lestari (1992) juga menyatakan bahwa angka konversi ransum

Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan yaitu seluruh pengaruh luar
termasuk di dalamnya faktor makanan terutama nilai gizi yang rendah.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian secara kesuruhan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rekapitulasi hasil penelitian burung puyuh yang diberi ransum tepung
kulit buah terong belanda fermentasi
Perlakuan
T0
T1
T2
T3
T4