Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor TelurAyam

(1)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI

DISTRIBUTOR TELUR AYAM

BAWANTA WIDYA SUTA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene dan Sanitasi Distributor Telur Ayam. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN.

Telur ayam sebagai sumber protein asal hewan yang penting memiliki nilai gizi yang lengkap. Disamping itu telur sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme baik patogen maupun pembusuk. Oleh sebab itu, telur dikategorikan pangan yang berpotensi membawa bahaya terhadap kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Distributor memiliki peranan sebagai salah satu mata rantai dalam distribusi telur. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada tingkat distributor telur ayam yang dikembangkan dari Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang telah ada. Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang menggunakan kuesioner dan wawancara dengan pakar. Penelitian ini dilakukan pada tiga distributor, dua di daerah Sukabumi dan satu distributor di wilayah Tangerang. Hasil observasi ini dijadikan dasar acuan penyusunan checklist untuk audit dengan memberikan pembobotan pada setiap aspek yang dinilai. Hasil observasi terhadap ketiga distributor menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik.

Kata kunci: biosekuriti, higiene, sanitasi, distributor telur ayam, telur, checklist audit.


(3)

ABSTRACT

BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Developing Checklist for Auditing of Biosecurity, Hygiene, and Sanitation in the Eggs Distributor Under direction by DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN.

Eggs are well known as an important source of protein and has high nutrition components. Nevertheless, eggs are also good media for the growth of pathogenic and spoilage microorganisms. Therefore, eggs are classified as potential hazardous foods (PHF). Distributor plays an important role as a part of egg distribution chain. The aim of this study is to develop a checklist for auditing biosecurity, hygiene, and sanitation in the distributor level of eggs which is based on the Veterinary Control Number (NKV). The study is conducted with observation method using questionnaires and deep interview with the expert. The study was carried out in three distributors, i.e. two in Sukabumi and one in Tangerang. The results of the observation will be used as the basic information to develop an audit checklist. The results showed that biosecurity, hygiene, and sanitation had not been implemented appropriately in the three distributors. Keywords: biosecurity, hygiene, sanitation, eggs, egg’s distributor, and audit checklist.


(4)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI

DISTRIBUTOR TELUR AYAM

BAWANTA WIDYA SUTA

B04103187

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul : Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor TelurAyam

Nama : Bawanta Widya Suta

NRP : B04103187

Menyetujui,

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. drh. Trioso Purnawarman, MSi. Pembimbing Utama Pembimbing Kedua

Mengetahui,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan


(6)

PRAKATA

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan dan kesehatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. dan kepada Bapak drh. Trioso Purnawarman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Agatha Winny Sanjaya dan Bapak drh. R. Roso. Soejoedono, MPH. DEA. yang bersedia turut membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Eha, Bapak Tedy, Bapak Hendra, Bapak Agus, serta seluruh staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mr. Gregz Iriawan dan keluarga atas segala sesuatunya dan kepada seluruh teman-teman seperjuangan di BEM Pembaharuan dan kawan-kawan tercinta angkatan Gymnolaemata. Yang utama untuk Mamaku tercinta yang jauh di mata namun dekat di hati, serta Papa, Bunda, Nunu, Jit, Dede, Ala, Obi, Anom, dan Ira atas dukungan doa dan menjadi curahan hati saat suka dan duka.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari segala kekurangan, untul itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007 Bawanta Widya S.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Bapak Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. dan Ibu Nita Widyanti.

Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Papandayan I Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 5 Bogor hingga lulus pada tahun 2000. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Binaan Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai mahasiswa.

Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan fgW Student Forum, pengurus HMI komisariat FKH IPB, dan organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2005-2006. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan periode 2006-2007.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Tujuan ………...…………. 2

Manfaat Penelitian ………...……….. 2

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Alami pada Telur Ayam terhadap Mikroorganisme … 3 Pencemaran Telur Ayam ……… 3

Definisi Distributor ... 4

Biosekuriti ... 5

Higiene ... 6

Higiene Personal ... 7

Higiene Bangunan Unit Usaha Distributor Telur ... 11

Higiene Penanganan Telur ... 13

Sanitasi ... 13

Nomor Kontrol Veteriner ... 14

Audit ... 15

Checklist Audit ... 15

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……… 17

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biosekuriti ………... 18

Aspek Higiene Sanitasi ... 20

Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam ... 24

SIMPULAN DAN SARAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Bakteri pada kulit telur ayam ……….

2. Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam ...

5

23

3. Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Kuesioner distributor telur Ayam ... 33 2. Gambar-gambar kondisi penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada


(11)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI

DISTRIBUTOR TELUR AYAM

BAWANTA WIDYA SUTA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ABSTRAK

BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene dan Sanitasi Distributor Telur Ayam. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN.

Telur ayam sebagai sumber protein asal hewan yang penting memiliki nilai gizi yang lengkap. Disamping itu telur sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme baik patogen maupun pembusuk. Oleh sebab itu, telur dikategorikan pangan yang berpotensi membawa bahaya terhadap kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Distributor memiliki peranan sebagai salah satu mata rantai dalam distribusi telur. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada tingkat distributor telur ayam yang dikembangkan dari Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang telah ada. Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang menggunakan kuesioner dan wawancara dengan pakar. Penelitian ini dilakukan pada tiga distributor, dua di daerah Sukabumi dan satu distributor di wilayah Tangerang. Hasil observasi ini dijadikan dasar acuan penyusunan checklist untuk audit dengan memberikan pembobotan pada setiap aspek yang dinilai. Hasil observasi terhadap ketiga distributor menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik.

Kata kunci: biosekuriti, higiene, sanitasi, distributor telur ayam, telur, checklist audit.


(13)

ABSTRACT

BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Developing Checklist for Auditing of Biosecurity, Hygiene, and Sanitation in the Eggs Distributor Under direction by DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN.

Eggs are well known as an important source of protein and has high nutrition components. Nevertheless, eggs are also good media for the growth of pathogenic and spoilage microorganisms. Therefore, eggs are classified as potential hazardous foods (PHF). Distributor plays an important role as a part of egg distribution chain. The aim of this study is to develop a checklist for auditing biosecurity, hygiene, and sanitation in the distributor level of eggs which is based on the Veterinary Control Number (NKV). The study is conducted with observation method using questionnaires and deep interview with the expert. The study was carried out in three distributors, i.e. two in Sukabumi and one in Tangerang. The results of the observation will be used as the basic information to develop an audit checklist. The results showed that biosecurity, hygiene, and sanitation had not been implemented appropriately in the three distributors. Keywords: biosecurity, hygiene, sanitation, eggs, egg’s distributor, and audit checklist.


(14)

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT

BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI

DISTRIBUTOR TELUR AYAM

BAWANTA WIDYA SUTA

B04103187

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul : Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor TelurAyam

Nama : Bawanta Widya Suta

NRP : B04103187

Menyetujui,

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. drh. Trioso Purnawarman, MSi. Pembimbing Utama Pembimbing Kedua

Mengetahui,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan


(16)

PRAKATA

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan dan kesehatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. dan kepada Bapak drh. Trioso Purnawarman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Agatha Winny Sanjaya dan Bapak drh. R. Roso. Soejoedono, MPH. DEA. yang bersedia turut membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Eha, Bapak Tedy, Bapak Hendra, Bapak Agus, serta seluruh staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mr. Gregz Iriawan dan keluarga atas segala sesuatunya dan kepada seluruh teman-teman seperjuangan di BEM Pembaharuan dan kawan-kawan tercinta angkatan Gymnolaemata. Yang utama untuk Mamaku tercinta yang jauh di mata namun dekat di hati, serta Papa, Bunda, Nunu, Jit, Dede, Ala, Obi, Anom, dan Ira atas dukungan doa dan menjadi curahan hati saat suka dan duka.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari segala kekurangan, untul itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2007 Bawanta Widya S.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Bapak Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. dan Ibu Nita Widyanti.

Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Papandayan I Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 5 Bogor hingga lulus pada tahun 2000. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Binaan Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai mahasiswa.

Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan fgW Student Forum, pengurus HMI komisariat FKH IPB, dan organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2005-2006. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan periode 2006-2007.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Tujuan ………...…………. 2

Manfaat Penelitian ………...……….. 2

TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Alami pada Telur Ayam terhadap Mikroorganisme … 3 Pencemaran Telur Ayam ……… 3

Definisi Distributor ... 4

Biosekuriti ... 5

Higiene ... 6

Higiene Personal ... 7

Higiene Bangunan Unit Usaha Distributor Telur ... 11

Higiene Penanganan Telur ... 13

Sanitasi ... 13

Nomor Kontrol Veteriner ... 14

Audit ... 15

Checklist Audit ... 15

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……… 17

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biosekuriti ………... 18

Aspek Higiene Sanitasi ... 20

Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam ... 24

SIMPULAN DAN SARAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(19)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Bakteri pada kulit telur ayam ……….

2. Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam ...

5

23

3. Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Kuesioner distributor telur Ayam ... 33 2. Gambar-gambar kondisi penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada


(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan akan kecukupan protein hewani dalam diet sehari-hari merupakan kebutuhan mutlak. Tubuh membutuhkan protein-protein untuk metabolisme dan regenerasi sel-selnya. Protein hewani harus terpenuhi dalam jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh dan harus aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, untuk menjamin pangan asal hewan agar aman, sehat, utuh, dan halal, dalam rangka mewujudkan kesehatan dan ketentraman batin masyarakat, maka setiap unit usaha pangan asal hewan wajib memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi pangan asal hewan tersebut (Dit Kesmavet 2006).

Penelitian ini difokuskan pada salah satu produk pangan asal hewan yaitu telur, khususnya telur ayam. Telur ayam seperti yang diketahui adalah produk pangan asal hewan yang menduduki peringkat teratas dalam hal tingkat konsumsi di Indonesia, karena selain harganya relatif terjangkau, enak rasanya, mudah cara pengolahannya, dan tinggi nilai gizinya.

Upaya menjaga keamanan pangan asal hewan harus dilakukan secara menyeluruh. Tiap produk sebaiknya memiliki standar penilaian mutu pada tiap tahapannya, mulai dari peternak hingga tersaji di meja makan. Distributor dan ritel sebagai salah satu mata rantai yang penting dalam pendistribusian telur dari peternak ke konsumen. Dalam proses pendistribusian banyak faktor yang dapat menurunkan keamanan dari telur sehingga dibutuhkan suatu alat kontrol tertulis yang memberikan keterangan bahwa produknya telah memenuhi kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan tersebut.

Masyarakat Indonesia dengan penduduk 215 juta jiwa merupakan potensi pasar yang luar biasa besar. Namun hal ini juga merupakan tantangan besar. Pemenuhan akan kebutuhan protein hewani pada masyarakat mengalami banyak kendala. Salah satunya masalah kemampuan daya beli. Protein asal hewan cenderung merupakan hal yang masih mewah. Telur merupakan solusi terbaik menghadapi kondisi tersebut karena selain memiliki nilai gizi yang tinggi, telur juga dapat diakses dengan biaya yang terjangkau.


(22)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada distributor telur ayam dari penilaian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang telah ada.

Manfaat Penelitian

Menghasilkan suatu checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi distributor telur ayam. Checklist ini merupakan pengembangan dari aspek-aspek yang telah termuat dalam Nomor Kontrol Veteriner, sehingga akan berguna bagi pengawasan dan kontrol pada tingkat distributor. Checklist yang disusun diharapkan berguna untuk mengaudit distributor dalam skala nasional.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Perlindungan Alami pada Telur Ayam terhadap Mikroorganisme

Telur ayam yang berasal dari ayam yang sehat umumnya berada dalam kondisi steril saat setelah telur dikeluarkan . Adanya pencemaran pada telur dan adanya akses mikroorganisme ke dalam telur umumnya melalui retakan/pecahan dari kulit telur atau dapat tercemar Salmonella secara kongenital (pencemaran primer atau vertikal) dari ayam yang terinfeksi Salmonella.

Telur memiliki perlindungan alami dan dilindungi secara fisik dan kimiawi. Pelindung fisik telur berturut-turut dari luar adalah: kutikula, kulit telur, membran luar dan dalam kulit telur (inner shell membrane, outer shell membrane), serta putih telur (albumin). Putih telur sangat kental (viskositas tinggi) sehingga berfungsi melindungi telur secara fisik (mekanis). Pelindung kimiawi terdiri dari zat-zat antimikrobial yang terdapat di dalam putih telur.

Kutikula adalah lapisan tipis dari glikoprotein yang menyelubungi kulit telur (kutikula disebut pula “bloom”). Kutikula resisten terhadap masuknya air. Kutikula dapat rusak pada saat telur menggelinding pada kandang batere, pada telur dibersihkan, jika kulit telur retak atau jika umur telur telah lebih dari 4 hari (berkaitan dengan keretakan kutikula akibat kutikula kering). Jika kutikula rusak atau hilang, mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam telur melalui pori-pori.

Kulit telur (egg shell) mengandung kalsium dan memiliki pori-pori. Pori-pori tersebut berguna untuk pertukaran gas pada perkembangan embrio (jika telur dibuahi). Satu telur ayam dapat memiliki pori-pori +17000. Outer shell membrane lebih mudah ditembus oleh mikroorganisme karena memiliki pori-pori. Sedangkan inner shell membrane relatif sulit ditembus karena strukturnya yang sangat halus. Telah dilaporkan pula bahwa membran juga mengandung lisozim, yaitu enzim yang memiliki aktivitas antimikrobial(Board dan Tranter 1995).

Pencemaran Telur Ayam

Telur yang baru dikeluarkan mengandung jumlah dan jenis mikroorganisme yang sangat bervariasi, tergantung jumlah feses, debu atau tanah yang melekat pada permukaan kulit. Jumlah mikroorganisme pada permukaan


(24)

4

kulit telur sekitar 105 per butir telur (102 sampai dengan 107 per butir telur). Pencemaran mikroorganisme dapat terjadi pada saat pembentukan telur (transovarial) serta setelah telur terbentuk atau dikeluarkan. Mikroorganisme yang sering mencemari secara transovarial umumnya dari mikroorganisme patogen, seperti Salmonella pullorum, Salmonella typhimurium, dan Salmonella enteritidis. Hal ini dijumpai pada telur-telur unggas yang terinfeksi. Sumber pencemar setelah telur terbentuk adalah kloaka, alas kandang, wadah telur, abu dan pekerja.

Jenis bakteri yang sering ditemukan pada kulit telur (pencemaran terjadi setelah telur dikeluarkan) antara lain Micrococcus, Staphylococcus, Arthrobacter, Bacillus, Pseudomonas, Acinetobacter, Alcaligenes, Flavobacterium, Escherichia,

dan Aerobacter. Kadang-kadang ditemukan Streptococcus, Sarcina, Aeromonas, Proteus, dan Serratia. Jenis bakteri yang dapat ditemukan pada kulit telur dan frekuensi kejadiannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Mikroorganisme yang berada pada permukaan kulit telur dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori. Masuknya mikroorganisme ke dalam telur akan ditunjang apabila kutikula rusak, kulit telur retak, permukaan telur basah dan kotor, kelembaban udara sekitar telur relatif tinggi, umur telur tua, dan penurunan suhu telur yang mendadak. Apabila telur (segar) yang hangat disimpan langsung pada suhu dingin, maka isi telur akan mengerut yang mengakibatkan mikroorganisme pada permukaan kulit telur terhisap ke dalam melalui pori-pori (IMCSF 1980; Board dan Tranter 1995).

Definisi Distributor

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/KPTS/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan (NKV), pengertian usaha distribusi pangan asal hewan adalah suatu usaha yang kegiatannya mengumpulkan pangan asal hewan untuk selanjutnya dijual kepada usaha ritel dan atau usaha pengolahan pangan asal hewan.


(25)

5

Tabel 1 Bakteri pada Kulit Telur Ayam (Board dan Tranter 1995)

Jenis Frekuensi Kejadian

Streptococcus +

Staphylococcus +

Micrococcus ++

Sarcina +

Arthrobacter +

Bacillus +

Pseudomonas +

Acinetobacter +

Alcaligenes +

Flavobacterium +

Cytophaga +

Escherichia +

Aerobacter +

Aeromonas +

Proteus +

Serratia +

++ selalu terjadi, jumlah tinggi + sering terjadi, jumlah sedikit + kadang-kadang

Usaha ritel pangan asal hewan adalah suatu usaha yang kegiatanya menjual pangan asal hewan kepada konsumen umum. Distributor telur ayam termasuk dalam kelompok usaha distribusi pangan asal hewan. Kegiatanya menyalurkan produksi telur dari produsen (peternak ayam petelur) ke penjual atau langsung ke konsumen.

Biosekuriti

Biosekuriti menurut Jeffrey (1997) adalah serangkaian praktek manajemen yang diterapkan untuk mencegah masuknya agen infeksius memasuki suatu tempat. Penerapan biosekuriti dapat menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme patogen sampai pada non-infection level.


(26)

6

Dalam konteks animal agriculture, biosekuriti adalah serangkaian langkah manajemen yang harus dilaksanakan untuk mencegah masuknya mikroorganisme infeksius dalam suatu kelompok. Penerapannya sangat penting sebagai salah satu aspek dasar program keamanan pangan di industri dan penerapan biosekuriti dapat meningkatkan kesehatan hewan dan menjadikannya lebih produktif (Anonymus 2007).

Prinsip penerapan biosekuriti program dengan memerapkan IRS. IRS adalah singkatan dari isolation-resistance-sanitation atau isolasi-resistensi-sanitasi. Isolasi memiliki pengertian pembatasan akses untuk mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit. Penambahan suatu individu dalam populasi harus diawasi secara seksama. Resistance (resistensi) mencakup gizi, lingkungan, penerapan obat-obatan dan imunologis yang dapat mingkatkan kemampuan daya tahan tubuh hewan. Selanjutnya sanitasi yang merupakan adalah faktor kunci dalam mengurangi paparan kuman patogen(David 2007).

Higiene

Definisi higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Di Indonesia ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Anonymous 2004).

Definisi higiene pangan adalah semua kondisi dan tindakan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan (food safety and suitability) pada semua tahap dalam rantai makanan. Keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar bahan makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan/atau dimakan menurut kebutuhannya (CAC 1997). Sedangkan, menurut pemerintah, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Anonymous 1996). Kelayakan pangan (food suitability) adalah jaminan agar bahan makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia menurut kebutuhannya (CAC 1997).


(27)

7

Kebijakan teknis mengenai higiene dan sanitasi di Indonesia: 1. Memenuhi ketentuan ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal), yaitu:

•Aman : aman bagi kesehatan manusia

•Sehat : berasal dari hewan yang sehat yang sesuai dengan peraturan yang berlaku

•Utuh : terjaga kemurniannya;

•Halal : diproduksi sesuai dengan syariat agama Islam.

2. Produk pangan asal hewan yang sehat berasal dari hewan yang sehat dan sejahtera (kesejahteraan hewan).

3. Keamanan pangan produk peternakan diimplementasikan antara lain dalam bentuk Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan Jaminan Keamanan Pangan (Nursanti 2006).

Higiene Personal

Pekerja dapat menularkan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Kenyataanya, manusia merupakan sumber utama pencemaran pangan. Tangan, nafas, rambut, dan keringat dapat mencemari pangan. Kebiasaan pekerja seperti batuk dan bersin yang tidak ditutup dapat memindahkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Karyawan yang sakit tidak diperkenankan kontak dengan pangan, peralatan dan fasilitas.

Menurut Marriott (1999), kata higiene digunakan untuk menggambarkan penerapan prinsip-prinsip kebersihan untuk perlindungan kesehatan manusia. Higiene personal mengacu kepada kebersihan tubuh perseorangan. Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Pegawai dapat memindahkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Kenyataannya penyakit manusia yang dapat ditularkan melalui pangan adalah penyakit saluran nafas seperti demam, radang tenggorok, pneumonia,

scarlet fever, dan tuberkulosis; gangguan pencernaan; disentri; demam tifoid; serta hepatitis inkfesius.

Pekerja yang sakit kemungkinan masih membawa mikroorganisme sehingga dapat bertindak sebagai sumber pencemar mikroorganisme.


(28)

8

Kulit. Organ terluar tubuh ini memiliki empat fungsi utama dalam tubuh, yaitu sebagai pelindung, pengatur panas, saluran ekskresi dan indera peraba. Fungsi kulit sebagai pelindung erat kaitannya dengan higiene personal. Bagian terluar dari kulit adalah epidermis (outer layer of skin). Lapisan terluar epidermis disebut corneum. Bagian ini paling sering rusak tanpa disadari karena tidak terdapat jaringan syaraf dan pembuluh darah. Lapisan ini penting dalam pendistribusian mikroflora secara transien dan residen. Bagian dermis (inner layer of skin) memiliki kelenjar yang menghasilkan minyak. Dalam kulit juga terjadi proses ekskresi dengan pengeluaran keringat. Kulit memperbaharui jaringannya dengan sel-sel yang baru, sel-sel yang mati akan berada pada bagian kulit terluar. Jika bahan-bahan tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitarnya seperti debu, kotoran, dan bahan lainnya, maka akan membentuk suatu lingkungan yang potensial untuk pertumbuhan bakteri. Sejalan dengan peningkatan sekresi maka bakteri akan terus tumbuh dan ada kemungkinan kulit akan mengalami iritasi. Pekerja kemungkinan akan mengusap atau menggaruk kulit yang teriritasi.dan akan memindahkan bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada permukaan kulit. Pencemaran mikroorganisme akan mengurangi masa simpan produk atau menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne illness). Golongan bakteri tertentu tidak dapat tumbuh pada permukaan kulit karena kulit merupakan barrier fisik dan juga menghasilkan sekreta kimiawi yang dapat membunuh beberapa mikroorganisme. Fungsi ini akan paling efektif jika kulit dalam keadaan bersih. Epidermis dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan permukaanya tidak merata. Kondisi kulit seperti ini sangat sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri juga tumbuh pada folikel rambut dan kelenjar keringat.

Jari-jari. Bakteri dapat terbawa oleh tangan pada saat menyentuh peralatan kotor, pangan yang telah tercemar, pakaian, dan bagian lain dari tubuh. Jika hal ini terjadi, pekerja sebaiknya menggunakan sanitaiser untuk mengurangi perpindahan cemaran. Penggunaan sarung tangan plastik merupakan suatu solusi (meskipun penggunanya masih dinilai kontroversial oleh para ahli sanitasi karena


(29)

9

adanya kemungkinan dapat menyebabkan kontaminasi yang massive). Penggunaan sarung tangan yang benar dapat mengurangi cemaran terhadap makanan (Marriott 1999).

Kuku. Salah satu jalan yang paling mudah dalam penyebaran bakteri adalah melalui kotoran yang berada pada bagian dalam kuku. Pekerja dengan kondisi kuku yang kotor sebaiknya tidak menangani bahan pangan. Pencucian tangan dengan sabun dan air akan menghilangkan bakteri transien, dan penggunaan sanitaiser atau antiseptik dapat mengendalikan bakteri residen (Marriott 1999).

Perhiasan. Penggunaan perhiasan tidak diperbolehkan selama penanganan makanan atau di daerah penanganan makanan untuk mengurangi pencemaran. Tidak menutup kemungkinan perhiasan tersebut terkontaminasi dan jatuh ke dalam makanan (Marriott 1999).

Rambut. Mikroorganisme (terutama Staphylococcus) terdapat pada rambut. Karyawan yang menggaruk kepala atau menyentuh rambutnya harus mensanitasi tangannya dan harus menggunakan penutup kepala. Penggunaan tutup kepala dalam area penanganan makanan harus dilakukan oleh seluruh pekerja. Penggunaan penutup kepala yang menutupi seluruh bagian rambut lebih dianjurkan daripada penggunaan topi. Karena penggunaan topi tidak menutupi seluruh bagian rambut (Marriott 1999).

Mata. Mata itu sendiri pada keadaan normal bebas dari bakteri tetapi ada kemungkinan terjadinya infeksi bakteri ringan. Bakteri dapat dijumpai di rambut mata dan sudut mata dekat hidung. Tangan dapat terkontaminasi dengan mengusap mata (Marriott 1999).

Mulut. Banyak bakteri ditemukan di dalam mulut dan pada bibir. Hal ini dapat dibuktikan dengan menempelkan bagian bibir atau mulut pada agar medium pada cawan petri. Saat bersin sejumlah bakteri akan berpindah melaui udara dan mungkin akan mencemari makanan yang sedang ditanganinya. Selain itu merokok sebaiknya dilarang selama menangani makanan. Sejumlah bakteri dan virus penyebab penyakit pada manusia ditemukan di mulut, terutama pada pekerja yang sakit. Pada saat seorang pekerja yang sakit bersin, mikroorganisme yang terkandung dalam dirinya dapat dipindahkan kepada pekerja yang lain atau ke


(30)

10

makanan. Meludah dilarang di area pengolah makanan. Meludah merupakan tindakan tidak sopan dan dapat mencemari makanan. Penyikatan gigi dapat mencegah pertumbuhan bakteri plaque pada gigi dan mengurangi derajat kontaminasi ke makanan (Marriott 1999).

Hidung, Nasofaring, Saluran Pernafasan. Populasi mikroorganisme pada hidung dan saluran pernafasan memiliki jumlah yang sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme dalam mulut. Hal ini karena sistem penyaringan tubuh yang efektif. Partikel-partikel dengan diameter lebih dari 7

μm yang masuk saat bernafas akan tertahan pada saluran pernafasan atas. Ini dikarenakan adanya lendir kental yang melapisi permukaan saluran hidung, sinus, faring dan esofagus. Kira-kita setengah dari partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 3 μm akan dihilangkan dari saluran pernafasan, sedangkan sisanya akan masuk ke paru-paru. Partikel-partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan dimusnahkan dengan sistem pertahanan tubuh. Virus akan dikendalikan dengan bahan yang dapat menginaktivasi virus yang berada pada cairan serous hidung. Banyak penyakit yang dapat menyerang saluran pernafasan seperti cold, infeksi sinus, laryngitis, bronchitis, dan influenza. Sebagian besar penyakit tersebut sangat menular. Oleh karena itu pekerja yang terinfeksi tidak diperkenankan menangani bahan pangan. Pekerja yang terinfeksi dapat mencemari bahan pangan dan dapat menularkan penyakit kepada pekerja lainnya. Batuk dan bersin dapat mengeluarkan droplet mucous yang mengandung agen infeksius(Marriott 1999).

Organ-organ Ekskretor. Buangan dari usus merupakan sumber utama pencemar mikroorganisme. Sebanyak 30-35% bahan kering isi usus diuraikan oleh sel-sel bakteri. Streptococcus faecalis dan Staphylococcus adalah bakteri yang ditemukan pada saluran pencernaan bagian atas. Organisme pada saluran pencernaan bawah lebih banyak dan jenis yang lebih beragam. Kondisi higiene personal yang buruk akan menyebabkan pencemaran bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Oleh sebab itu, pekerja harus mencuci tangan dengan sabun sebelum meninggalkan toilet dan menggunakan sanitaiser sebelum menangani makanan (Marriott 1999).

Cuci Tangan. Mencuci tangan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mikroorganisme. Dengan mencuci tangan, penyebaran mikroorganisme


(31)

11

melalui tangan dapat dikurangi atau bahkan diputus, oleh karena itu metode mencuci tangan sangat penting agar cuci tangan tidak menjadi sia-sia. Waktu yang digunakan untuk mencuci tangan mempengaruhi jumlah mikroorganisme yang dihilangkan. Waktu 5 detik pada aktifitas penggosokan sabun pada tangan mempunyai pengaruh yang kecil dalam menurunkan jumlah mikroorganisme pada tangan (Marriott 1999). Menurut Minnesota Food Code Fact Sheet (2003) mencuci tangan terdiri dari enam tahap, yaitu:

1. membasahi tangan 2. memberi sabun

3. menggosokan busa ke seluruh bagian tangan dan sela jari 4. menyikat minimal 20 detik

5. membilas dengan air yang mengalir 6. pengeringan

Pakaian Kerja. Pekerja sebaiknya menggunakan pakian kerja yang bersih. Topi, masker, sarung tangan, baju luar, dan sepatu merupakan pakian kerja standar yang harus dipakai bila hendak masuk ruangan kerja dan dibuka bila meninggalkanya. Cara pemakian pun harus tepat, misalnya topi menutup semua rambut, masker menutupi hidung dan mulut, dan cara pemakian sarung tangan yang benar (Winarno dan Surono 2004).

Higiene Bangunan Unit Usaha Distributor Telur

Gudang penyimpanan telur yang baik memiliki beberapa persyaratan untuk lantai, dinding, atap dan langit-langit, pencahayaan, ventilasi, dan tempat cuci tangan (Anonymous 2001).

Lantai. Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang. Dibuat miring ke arah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1% - 2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah dibersihkan. Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat conus (tidak membuat sudut mati ) dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah


(32)

12

dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut lantai (Anonymous 2001)

Dinding. Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering tidak menyerap air, dipasang rata tanpa retak. Dinding dapat dilapisi plester agar tidak ditumbuhi jamur atau kapang. Keadaan dinding harus dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak berdebu atau kotoran lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan (Anonymous 2001).

Atap dan Langit-langit. Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus. Tinggi langit-langit minimal adalah 2.4 meter di atas lantai, makin tinggi langit-langitnya makin baik persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan semakin banyak (Anonymous 2001).

Pencahayaan. Intensitas pencahayaan di setiap ruangan harus cukup. Intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle (110 luks) pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan harus tersebar merata, sehingga sesedikit mungkin menimbulkan bayangan (Anonymous 2001).

Ventilasi. Bangunan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air, dan pencemaran lainnya di lingkungan. Ventilasi dapat berupa jendela atau ventilasi mekanis seperti kipas angin, exhauser fan, air conditioner. Kelembaban gudang telur perlu dijaga tidak lebih dari 70% - 80%. Suhu sebaiknya dijaga antara 12°C - 15°C (Sudaryani 2003).

Tempat Cuci Tangan. Tersedia fasilitas cuci tangan yang terpisah dengan jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan dengan perbandingan 1 tempat cuci tangan untuk 10 karyawan. Posisi penempatan tempat cuci tangan dekat dengan pintu masuk, sehingga setiap orang yang masuk ke dalam gudang harus mencuci tangannya tyerlbih dahulu. Penerapan program kebersihan dan disinfeksi secara rutin yang terus diawasi oleh pengawas merupakan hal yang utama yang harus dilakukan (Shulaw dan Bowman 2001).


(33)

13

Pada gudang penyimpanan telur, praktek higiene sanitasi harus diterapkan dengan baik dan konsisten (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007)

Higiene Penanganan Telur

Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik (egg tray) yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk mencegah telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak. Perlakuan ang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu.

Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada egg tray yang terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera digunakan atau diproses. Baki telur diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding.

Menurut McSwane et al. (2000) penyimpanan pangan pada area gudang kering pada permukaan datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan dinding, mencegah serangan hama, serta memberikan sirkulasi udara yang baik terhadap produk.

Sanitasi

Sanitasi berasal dari kata latin sanitas yang berarti sehat. Diterapkan dalam industri pangan, sanitasi adalah pemeliharaan dan penanganan dari tindakan yang higiene dan kondisi yang sehat. Sanitasi dapat pula diartikan suatu tindakan untuk menyediakan makanan yang ditangani dalam lingkungan yang bersih oleh pekerja yang sehat untuk mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme yang menyebabkan penularan penyakit melalui makanan (foodborne disease) dan untuk mengurangi proliferasi dari bakteri pembusuk (Marriott 1999).


(34)

14

Nomor Kontrol Veteriner

Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah bukti tertulis yang sah bagi unit usaha yang telah memenuhi persyaratan higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan. NKV dijadikan dasar acuan teknis bagi para auditor NKV dan pelaku usaha di bidang pangan asal hewan. Auditor NKV adalah petugas pemerintah dengan latar belakang pendidikan dokter hewan, sarjana peternakan, sarjana lain di bidang pangan dan gizi atau paramedik veteriner yang telah mengikuti pelatihan auditor NKV dan memiliki sertifikat auditor NKV (Dit Kesmavet 2006).

NKV memiliki korelasi yang erat dengan ilmu kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet). Definisi Kesmavet menurut WHO/FAO adalah seluruh usaha masyarakat yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seni dan ilmu kedokteran hewan, yang diterapkan untuk pencegahan penyakit, perlindungan hidup dan peningkatan kesjahteraan manusia (WHO/FAO 1951). Pengertian Kesmavet ini diperbaharui WHO/FAO pada tahun 1975 menjadi suatu komponen dari aktivitas kesehatan masyarakat yang menerapkan keterampilan, pengetahuan dan sumberdaya profesi kedokteran hewan untuk perlindungan dan perbaikan kesehatan manusia (WHO/FAO 1975). Revisi dari definisi Kesmavet disempurnakan setelah adanya konsorsium antara WHO, FAO dan OIE tahun 1999. Sehingga pengertian kesmavet adalah kontribusi terhadap kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial masyarakat melalui suatu pemahaman dan penerapan ilmu kedokteran (WHO/FAO 1999).

Pengawas Kesmavet adalah dokter hewan atau tenaga paramedik pemerintah yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat pengawas kesmavet serta ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota yang selanjutnya memiliki wewenang untuk melaksanakan pengawasan Kesmavet (Dit Kesmavet 2006).

Dokter Hewan Penanggung Jawab Kesmavet adalah dokter hewan yang diserahi tugas sebagai penanggung jawab keamanan dan mutu di unit usaha pangan asal hewan termasuk pemeriksaan antemortem (sebelum hewan potong mati) dan postmortem (setelah hewan potong mati) (Dit Kesmavet 2006).


(35)

15

Audit

Audit adalah pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank dan sebagainya) secara berkala. Audit juga didefinisikan sebagai pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajiban laporan yang dihasilkannya (Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa 2002).

Sedangkan, pengertian lain audit adalah evaluasi dari suatu organisasi, sistem, proses, proyek atau produk. Audit diadakan untuk menunjukkan validitas dan reabilitas dari suatu informasi dan juga untuk menyediakan suatu akses dari sistem kontrol internal. Kegiatan audit diadakan untuk mendapatkan pengakuan, misalnya sertifikat quality control ISO 9000. Audit berdasarkan dari beberapa contoh yang acak (random sampling) dan tidak bisa dijamin bahwa hasil data audit bebas dari kesalahan. Namun, audit itu sendiri bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dan membuat suatu informasi menjadi valid dan reliabel (Wikipedia 2007).

Pengertian yang pertama mengacu kepada bidang ekonomi, sedangkan pengertian yang kedua lebih universal lagi, yakni bisa mengacu ke berbagai bidang. Salah satu kegiatan audit adalah surveilans. Surveilans adalah kegiatan audit berkala oleh Tim Auditor Dinas Propinsi yang dilakukan berdasarkan hasil keterangan audit dan atau audit sewaktu-waktu oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan (Dit Kesmavet 2006).

Checklist Audit

Cheklist audit adalah daftar kriteria penilaian yang disusun untuk menunjang suatu proses audit yang berguna untuk mengingatkan auditor akan aspek-aspek yang perlu diaudit. Dari informasi awal yang terkumpul melalui penggunaan checklist audit ini, auditor dapat mengarahkan perhatiannya secara lebih mendalam pada aspek-aspek manajemen mutu yang dipandang signifikan yang telah terindikasi dalam checklist audit (Susilo 2003).

Kegunaan penggunaan checklist dalam audit memiliki beberapa keuntungan seperti :


(36)

16

• Dapat bertindak sebagai pengingat dalam proses penauditan

• Dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk proses audit lebih lanjut

• Membantu narasumber untuk menyampaikan informasinya. Sedangkan kerugian penggunaan checklist audit antara lain :

• Penggunaan checklist dapat terlihat seolah-olah mengintimidasi narasumber

• Fokus dari checklist kurang mendalam sehingga tidak mendapatkan apa yang diharapkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang spesifik.

• Dapat juga menjadi pembatas untuk auditor dalam proses pengauditan.

• Terkadang auditor menjadi sangat tergantung terhadap checklist.

Kelebihan dan kerugian dari penggunaan checklist ini tergantung banyak faktor. Auditor sebaiknya menggunakan nilai kegunaan checklist sebagai alat bantu dalam proses audit dan menyadari kegunaanya hanya sebagai alat bantu fungsional (ISO dan IAF 2004).


(37)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada tiga distributor telur ayam. Dua distributor telur ayam di wilayah Sukabumi dan satu distributor di wilayah Tangerang. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai dengan Juli 2007. Masing-masing distributor telur ayam dilakukan pengamatan selama 4 hari. Penelitian dilakukan pada kedua daerah tersebut karena kedua wilayah tersebut merupakan pemasok telur ayam terbesar untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan daerah di sekitarnya.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, komputer, dan printer.

Metode

Metode penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan observasi ke distributor telur ayam. Distributor yang diobservasi ditentukan secara purposif. Observasi ini ditunjang dengan kuesioner yang ditujukan kepada penanggung jawab/pemilik distributor telur ayam. Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tentang kondisi biosekuriti, higiene, dan sanitasi di distributor telur ayam. Dilakukan pula komunikasi pribadi (deep interview) pada tanggal 14 Juli 2007 dengan Bapak drh. Soeroso, salah satu pakar unggas nasional. Sumber penunjang lainnya diambil dari literatur dan diskusi dengan pembimbing.

Data yang diperoleh dijadikan dasar untuk pengembangan checklist bagi audit higiene, sanitasi, dan biosekuriti pada distributor telur ayam. Checklist yang dikembangkan diberi bobot sesuai dengan tingkat kritis yang didasarkan pada NKV dan diskusi dengan dosen pembimbing.


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun1996 tentang Pangan, setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia. Dalam penelitian ini pihak distributor berperan dalam kegiatan penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan. Sehingga distributor wajib untuk menerpakan biosekuriti, sanitasi dan higiene dalam pengoperasiannya. Distributor telur ayam merupakan penghubung antara pihak produsen (peternakan ayam petelur) dengan pihak konsumen dan merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting dalam menjamin terjaganya keamanan dan kualitas telur ayam..

Biosekuriti, higiene, dan sanitasi merupakan hal-hal yang saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Biosekuriti tidak bisa berjalan dengan baik tanpa ditunjang higiene dan sanitasi yang baik, begitu pula sebaliknya.

Aspek Biosekuriti

Sumber Telur

Telur yang masuk ketiga distributor umumnya dipasok dari peternakan ayam petelur di wilayah Sukabumi dan Tangerang. Pengambilan telur umumnya lebih dari satu peternakan. Pertimbangan utama para distributor dalam mengambil telur adalah harga yang paling ekonomis dan kualitas yang paling baik. Harga yang paling murah merupakan pilihan utama, karena sebagai badan usaha tentu pihak distributor mengharapkan untung yang sebesarnya dengan modal yang sekecilnya. Kualitas menentukan nilai jual produk, semakin bagus kualitasnya semakin disukai oleh pembeli. Faktor adanya ketentuan peternakan ayam petelur tempat telur tersebut diproduksi harus bebas flu burung dan telah menerapkan biosekuriti secara utuh dan ketat tidak menjadi pertimbangan utama. Peternak ayam petelur yang memasok telur tidak memberikan surat jaminan


(39)

19

kualitas telur. Ketiga distributor tidak mengetahui tentang keterangan umur telur yang masuk.

Setiap telur yang diambil dari peternakan ayam petelur hendaknya diketahui latar belakang peternakan tersebut, terutama kondisi status penyakit unggas dan kondisi higiene sanitasinya. Sebaiknya peternak ayam petelur yang memasok telur harus bebas penyakit unggas menular dan zoonosis (seperti salmonelosis, avian influenza) dan menerapkan sistem biosekuriti secara ketat, serta prinsip higiene dan sanitasi yang benar. Telur yang masuk harus berasal dari ayam-ayam yang telah mendapatkan program vaksinasi secara utuh dan benar.

Disinfeksi Kendaraan Pengangkut Telur dan Peti Telur

Ketiga distributor yang diamati tidak melakukan usaha-usaha disinfeksi seperti penyemprotan disinfektan terhadap kendaraan yang mengangkut telur sebelum masuk kompleks penampungan. Peti telur yang digunakan umumnya berasal dari peternakan tempat telur itu diambil. Peti telur tersebut akan digunakan sampai ke tangan penjual dan akan ditukar dengan peti telur pada pengambilan sebelumnya. Hal ini kritis sebagai media pembawa mikroorganisme. Begitupun ketika ada pengiriman dari peternakan telur ayam, peti-peti yang berisi telur akan ditukarkan dengan peti-peti pada pengantaran sebelumnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pencemaran mikroorganisme antar peternakan ayam petelur. Potensi ini semakin besar karena hampir seluruh peti yang terbuat dari kayu tidak dilakukan proses disinfeksi.

Penerapan biosekuriti pada kendaraan pengangkut sangat penting karena dapat mencegah terbawanya agen penyakit melalui kendaraan masuk ke suatu wilayah. Perlu adanya standar operasional baku dalam mengatur mekanisme kendaraan pengangkut telur. Belum adanya peraturan tentang keluar-masuknya peti telur pada ketiga distributor yang diamati menyebabkan peti telur yang berasal dari satu peternakan dapat masuk ke area peternakan lain. Peti-peti telur ini tidak mendapatkan perlakuan disinfeksi terlebih dahulu ketika akan memasuki area gudang.

Peti-peti telur yang biasa dipakai di peternakan-peternakan ini terbuat dari kayu. Kayu sebagai bahan peti telur memudahkan mikroorganisme bersembunyi (dalam


(40)

20

pori-pori kayu) dan sulit dibersihkan dan didisinfeksi (Gernat 2000) . Kayu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaanya sebagai bahan untuk peralatan penanganan makanan. Kayu itu memiliki bobot yang relatif lebih ringan dan dari sisi biaya, harga kayu relatif lebih ekonomis. Bagaimanapun kekurangannya lebih besar daripada keuntungannya karena kaitannya dengan sanitasi. Kayu memiliki pori-pori dan kelembaban yang mendukung pertumbuhan bakteri. Kayu dapat juga menyerap bau dari pangan dan noda atau kotoran. Kayu memiliki daya tahan yang terbatas sehingga membutuhkan perawatan berkala dan penggantian dalam kurun waktu tertentu (McSwane 2000). Sebaiknya peti telur terbuat dari bahan plastik karena mudah untuk dibersihkan dan didisinfeksi. Dalam penerapan biosekuriti di disttributor, semua bahan/benda yang memungkinkan membawa masuknya mikroorganisme patogen harus dikendalikan (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007).

Aspek Higiene Sanitasi

Higiene Sanitasi Personal

Ketiga peternakan yang diamati belum menerapkan higiene pekerja dan tidak memiliki peraturan terkait higiene personal. Pekerja yang kami temui, tidak memakai masker dan pada pekerja wanita menggunakan perhiasan dalam mengerjakan pekerjaan. Perilaku higiene belum diterapkan secara utuh. Terlihat masih ada pekerja yang merokok di lingkungan unit usaha. Pekerja biasanya adalah penduduk sekitar dengan tingkat pendidikan rendah (rata-rata lulusan SMP) dan kurang memiliki pengetahuan tentang higiene sanitasi penanganan telur. Belum adanya pengawas di depan pintu masuk menyebabkan status kesehatan serta pakaian pekerja belum terkendali.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pekerja dan manajer adalah bahwa hanya pekerja yang sehat yang bisa memasuki area gudang penyimpanan, dan kesehatan pekerja harus diperiksa secara rutin minimum 1 tahun sekali. Setiap pekerja memakai pakaian kerja dan sepatu bot yang bersih. Perhiasan seperti cincin, gelang, kalung, jam tangan harus dilepas, dan disimpan dengan


(41)

21

baik (misalnya di locker pribadi). Disinfeksi terhadap seluruh tubuh (spraying) dengan disinfektan yang tidak berbahaya (tidak mengiritasi) tubuh.

Setelah memasuki komplek unit usaha, pekerja diharuskan menjaga kebersihan diri, misalnya dengan senantiasa mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan (Stanton 2004).

Penyortiran Telur

Pada ketiga distributor yang diamati proses penyortiran dilakukan segera setelah telur dikirim dari peternakan. Proses penyortiran dilakukan untuk memisahkan telur yang rusak atau pecah dengan telur yang utuh. Pada ketiga distributor juga tidak dilakukan uji teropong (candling). Penentuan umur telur hanya berdasarkan waktu pengiriman telur tersebut.

Penyortiran dilakukan dengan tujuan memisahkan telur retak, telur kotor dengan telur yang bersih. Penyortiran akan lebih baik jika dilakukan dengan uji teropong sehingga dapat ditentukan kualitas telur dan dapat memisahkan antara telur lama dan telur baru.

Penanganan Telur

Pada ketiga distributor yang diamati, belum menjalankan prosedur higiene penanganan telur yang tepat. Meskipun pada ketiga distributor, telur yang retak dan telur yang kotor dipisahkan namun ketiga distributor masih melakukan pencucian pada telur-telur yang kotor. Penggunaan peti belum mendapatkan perhatian yang serius. Belum adanya peraturan tertulis mengenai standar operasional prosedur menyebabkan lemahnya pengawasan penangan telur.

Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik yang dipisahkan dengan telur yang retak (kotor). Hal ini dilakukan untuk mencegah telur baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak perlakuan untuk telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar telur tersebut bersih tanpa menghilangkan lapisan kutikulanya. Kutikula adalah lapisan lilin yang


(42)

22

menyelimuti cangkang luar telur yang berfungsi mencegah mikroorganisme patogen menembus pori-pori telur.

Penanganan Telur yang Pecah atau Kotor

Telur-telur yang dikirim oleh peternakan tidak jarang mengalami kerusakan sehingga kerabang telurnya pecah. Sering pula ditemukan kondisi telur yang kotor. Pada distributor A telur yang kotor dicuci dengan air dan dilakukan penyikatan dengan menggunakan sikat. Telur yang pecah dipisahkan dan dijual dengan harga yang lebih murah. Pada distributor B dan C telur yang kotor hanya dilakukan penyikatan dengan kuas. Hal ini dilakukan karena ada permintaan dari penjual. Telur yang pecah dipisahkan dari telur yang baik. Umumnya telur yang retak atau pecah dijual dengan harga yang lebih murah. Pada kondisi pecah yang parah dijual dengan kondisi putih dan kuning telur terpisah.

Penanganan telur yang pecah sangat penting karena pada kondisi kerabang telur yang tidak utuh berpotensi menimbulkan pencemaran yang lebih besar. Memang sebaiknya telur tidak dicuci karena dapat merusak kutikula. Tetapi saat ini ada perkembangan teknologi yang memungkinkan pencucian telur secara otomatis kemudian dilapis kembali dan didisinfeksi.

Penyimpanan Telur

Ketiga distributor memiliki tempat penyimpanan atau gudang penampung telur. Gudang penampungan tidak memiliki sistem pengaturan suhu udara. Umumnya lama penyimpanan berkisar antara empat hari sampai empat belas hari tergantung permintaan pasar. Distributor melakukan penyimpanan lebih lama apabila harga di pasaran kurang menguntungkan dan akan didistribusikan jika harga sudah sesuai. Waktu penyimpanan paling lama sekitar dua puluh satu hari.

Telur sebaiknya disimpan pada peti telur (egg tray) terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Peti telur diletakkan di atas palet plastik (setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai) yang ditujukan untuk memberi aliran udara yang baik. Menurut Sudaryani (2003), telur disimpan dalam gudang tidak


(43)

23

lebih dari dua minggu. Telur yang telah disimpan pada peti telur didistribusikan menggunakan kendaraan boks tertutup untuk mencegah cemaran lebih lanjut selama transportasi.

Higiene Sanitasi Gudang Penyimpanan Telur

Pada ketiga distributor yang diamati, kondisi higiene sanitasi gudang penyimpanan telur kurang memadai. Lantai terbuat dari semen yang tidak halus dan berlubang. Dinding semen yang tidak dicat dan ditemukan dalam keadaan kotor (banyak sarang laba-laba). Pertemuan dinding dengan lantai membentuk sudut siku-siku. Pada langit-langit ditemukan kebocoran. Ventilasi udara kurang baik, ditandai dengan udara yang sedikit pengap. Cahaya di dalam ruang kurang memadai. Peti telur langsung diletakkan di atas lantai tanpa menggunakan palet. Fasilitas sanitasi pekerja sangat minim, hanya disediakan keran di luar gedung penyimpanan. Pada ketiga distributor ini, tidak dilakukan program pembersihan dan desinfeki gudang secara rutin. Pintu gudang pada distributor A dan B hanya terdapat satu jalan. Sedangkan pada distributor C ada 2 pintu, sehingga dapat menerapkan sistem first in first out (FIFO).

Gudang penyimpanan telur yang baik memiliki beberapa kriteria, seperti: lantai dan dinding terbuat dari bahan kedap air yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi, pertemuan dinding dengan lantai cekung sehingga memudahkan pembersihan, adanya langit-langit yang terbuat dari bahan yang tidak mengelupas, ventilasi yang baik untuk menjaga aliran udara di dalam ruang yang baik, serta penerangan yang memadai (minimum 220 luks). Kelembaban gudang telur perlu dijaga tidak lebih dari 70%-80%. Suhu sebaiknya dijaga antara 12°C-15°C (Sudaryani 2003). Tersedia pula fasilitas cuci tangan dan sanitasi dalam gudang.

Peti telur sebaiknya diletakkan di atas palet plastik untuk menjaga aliran udara yang baik pada telur. Penerapan program kebersihan dan disinfeksi secara rutin yang terus diawasi oleh pengawas merupakan hal yang utama yang harus dilakukan (Shulaw dan Bowman 2001). Pada gudang penyimpanan telur, praktek higiene sanitasi harus diterapkan dengan baik dan konsisten (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007)


(44)

24

Lokasi Gudang Penyimpanan

Area komplek perusahaan pada ketiga distributor terletak tidak terlalu jauh dari pemukiman warga. Lokasi gudang penyimpanan pada ketiga distributor terletak dalam komplek perusahaan terpisah dari kantor. Komplek perusahaan dikelilingi pagar. Di sekitar lokasi distributor A terdapat banyak anjing dengan kondisi halaman terawat baik. Tempat sampah terdapat dekat dengan gudang penyimpanan dan beradaa dalam kondisi terbuka. Pada distributor B dan C tidak terdapat hewan di sekitar area gudang penyimpanan. Kondisi halaman cukup baik, tempat sampah berada agak jauh dari gudang penyimpanan dan berada dalam kondisi yang baik.

Lokasi kompleks perusahaan distributor sebaiknya bebas dari bau dan sampah yang dapat mencemari telur. Tempat sampah sebaiknya tertutup dan dalam kondisi terawat baik.

Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam Dari pengamatan di atas, maka dikembangkan checklist untuk mengaudit pelaksanaan biosekuriti, higiene, dan sanitasi di tingkat distributor. Aspek biosekuriti yang dinilai meliputi sumber telur, disinfeksi kendaraan pengangku telur dan peti telur, dan adanya dokter hewan dalam perusahaan. Aspek higiene sanitasi yang dinilai meliputi kebersihan lingkungan, gudang penampungan, penyortiran telur, penyimpanan dan penanganan telur, program pengendalian hama, sanitasi dan penanganan limbah. Agar hasil audit dapat menentukan peringkat kondisi ketiga aspek tersebut, maka masing-masing aspek diberikan pembobotan yang didasari atas pentingnya aspek tersebut dalam biosekuriti, higiene, dan sanitasi. Checklist audit dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.


(45)

25

Tabel 2 Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam

No Data Penilaian Penerapan Biosekuriti

Bobot Nilai

(%)

Ya /

Tidak (0) Nilai

Ketera-ngan I Sumber Telur

1 Telur berasal dari peternakan ayam petelur

komersil yang bebas flu burung atau berada di wilayah yang bebas flu burung

dibuktikan dengan surat keterangan dari Dinas yang membidangi Kesehatan Hewan

15

2 Telur berasal dari peternakan ayam petelur

yang menerapkan biosekuriti secara ketat yang dibuktikan dengan surat jaminan yang ditandatangani oleh Dokter Hewan peternakan

15

3 Telur berasal dari peternakan ayam petelur

yang melakukan program vaksinasi secara benar dibuktikan dengan surat Jaminan yang ditandatangani oleh Dokter Hewan peternakan

15

Total I 45

II Disinfeksi kendaraan pengangkut telur dan peti telur

1 Dilakukan disinfeksi terhadap kendaraan yang mengangkut telur pada saat memasuki kompleks penampungan

10 2 Dilakukan disinfeksi terhadap peti telur

(egg tray) yang baru datang pada saat memasuki kompleks penampungan

10 3 Dilakukan disinfeksi terhadap kendaraan

yang mengangkut telur pada saat keluar kompleks penampungan

10 4 Dilakukan disinfeksi terhadap peti telur

(egg tray) yang keluar dari kompleks penampungan

10

Total II 40

III Dokter Hewan Perusahaan

1 Distributor memiliki dokter hewan sebagai

konsultan 15

Total III 15

Total Nilai Penerapan Biosekuriti 100

No Data Penilaian Penerapan Higiene Sanitasi

Bobot Nilai

(%)

Ya (1)/

Tidak (0) Nilai

Ketera-ngan I Kebersihan Lingkungan

1 Komplek penampungan dikelilingi pagar, sehingga tidak dapat dilalui anjing, kucing atau hewan lainnya

2.0 2 Tempat sampah tertutup dan rutin


(46)

26

3 Kebersihan lingkungan terjaga, tidak ada

sampah berserakan 2.5

Total I 7.0

II Gudang Penampungan

1 Bangunan gudang penampungan telur

bersifat permanen 2.5

2 Lantai terbuat dari bahan yang kuat, rata, mudah dibersihkan dan didisinfeksi, tidak ada ceruk-ceruk yang dapat tergenang air

2.5 3 Dinding terbuat dari bahan yang kuat,

mudah dibersihkan dan didisinfeksi 2.0

4 Langit-langit bersih, tidak terkelupas, tidak

ada sarang laba-laba 2.0

5 Lampu penerangan yang cukup, diberi pelindung (bahan pelindung lampu tidak terbuat dari kaca)

2.0 6 Sirkulasi udara baik dan tidak pengap 2.0

7 Tersedia fasilitas cuci tangan, yang dilengkapi dengan air bersih, sabun, disinfektan/sanitaiser tangan, tisu atau

hand dryer, terjaga kebersihannya

2.0

8 Tersedia tempat sampah yang tertutup 2.0 9 Tersedia palet plastik 2.0 10 Di dalam gudang penyimpanan telur tidak

tersimpan bahan-bahan kimia (disinfektan, bahan pembersih, dan lain-lain)

1.5 11 Di dalam gudang penyimpanan telur tidak

terdapat peralatan atau perabotan yang tidak terpakai (rongsokan)

1.5 12 Tidak terdapat hewan pelihara atau hewan

lainnya di dalam bangunan gudang penyimpanan telur

2.5

Total II 24.5

III Penyortiran Telur

1 Dilakukan proses penyortiran telur untuk memisahkan telur yang rusak, pecah atau kotor

5.0 2 Penyortiran dilakukan segera setelah telur

tiba dari peternakan 2.0

Total III 7.0

IV Penanganan Telur Pecah atau Kotor

1 Telur yang pecah atau kotor dipisahkan

pada egg tray atau tempat khusus 5.0

2 Telur yang pecah atau kotor langsung

diproses lebih lanjut, tidak disimpan 2.0

Total IV 7.0

V Penyimpanan dan Distribusi/ Pengiriman Telur

1 Telur tidak mendapat perlakuan dicuci atau

digosok 2.5

2 Telur yang telah disortir disimpan pada egg

tray bersih, diletakkan di atas palet plastik 2.5 3 Penyimpanan telur pada ruangan bersuhu

kamar tidak melebihi 7 hari 3.0

4 Penyimpanan produk mengikuti sistem first


(47)

27

5 Telur didistribusikan dengan egg tray

plastik yang bersih menggunakan kendaraan boks yang kebersihan di bagian dalam boksnya senantiasa terjamin

2.0

6 Bagian dalam boks kendaraan dibersihkan

dan didisinfeksi setelah pengiriman telur 2.0

Total V 14.0

VI Pengemasan Telur

1 Dilakukan pengemasan untuk mencegah

kerusakan dan kontaminasi terhadap telur 1.0 2 Bahan pengemas telur terbuat dari bahan

yang tidak beracun, tidak menimbulkan kontaminasi, mudah dibersihkan dan didisinfeksi

1.5

Total VI 2.5

VII Higiene Karyawan

1 Semua karyawan terjamin kesehatannya, terdapat program pemeriksaan kesehatan minimum 1 tahun sekali

3.0 2 Tidak terdapat luka (terbuka, tidak ditutup

plester kedap air) pada kulit karyawan yang menangani telur

3.0 3 Menggunakan baju kerja yang bersih 2.5

4 Mencuci tangan menggunakan sabun dan disinfektan/sanitaiser tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan menjaga kebersihan tangannya

3.0

5 Menggunakan masker untuk menutup

mulut dan hidung 2.0

6 Kuku pendek bersih dan tidak dicat 1.5 7 Tidak merokok selama bekerja 1.5 8 Tidak makan dan minum serta aktifitas

yang dapat menimbulkan kontaminasi pada saat bekerja

1.5 9 Karyawan mendapat pelatihan mengenai

higiene dan sanitasi penanganan telur 2.0

Total VII 20.0

VIII Program Pengendalian Hama (Rodensia dan Insekta)

1 Memiliki program pengendalian hama

yang efektif 2.0

2 Setiap pintu masuk ruang penampungan dilengkapi dengan tirai plastik (plastic curtain)

1.0 3 Setiap lubang udara (ventilasi) di ruang

penampungan dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga, serta terjaga kebersihannya

1.0

4 Tidak ada pohon besar di sekeliling (radius 5 meter) bangunan gudang penyimpanan telur

1.0


(48)

28

IX Sanitasi dan Penangan Limbah

1 Tersedian fasilitas dan peralatan

pembersihan dan disinfeksi untuk menjaga sanitasi gudang penampungan telur dan kebersihan lingkungan

3.0

2 Tersedia disinfektan/sanitaiser untuk kendaraan, peralatan, yang disimpan pada gudang/ruang khusus terpisah dari penyimpanan telur, diberi label yang jelas

3.0

3 Tersedia bahan pembersih (cleaning agent, deterjen, sabun) untuk kendaraan,

peralatan, yang disimpan pada gudang/ruang khusus terpisah dari penyimpanan telur, diberi label yang jelas

3.0

4 Kerabang telur yang pecah atau telur yang telah rusak harus dipisahkan dan disimpan dalam kantong plastic

2.5 5 Dilakukan pembakaran atau penguburan

terhadap kerabang telur atau telur yang telah rusak

1.5

Total IX 13.0

Total Nilai Penerapan Higiene Sanitasi 100

Peringkat kondisi biosekuriti, higiene, dan sanitasi dapat ditentukan berdasarkan hasil rataan dari bobot total penilaian aspek-aspek biosekuriti dan bobot total penilaian aspek-aspek higiene sanitasi. Penentuan peringkat dapat ditentukan dengan melihat hasil nilai akhir (Tabel 3).

Tabel 3 Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam

No. Aspek yang dinilai Bobot (%) Total Nilai

Nilai Akhir (bobot % X total nilai)

1. Penilaian biosekuriti 50

2. Penilaian higiene sanitasi 50

Hasil Akhir 100

Nilai akhir <60 tidak baik Nilai akhir 60 – 70 cukup baik Nilai akhir >70 – 80 baik Nilai akhir >80 sangat baik


(49)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Banyaknya mikroorganisme patogen yang dapat masuk dan menginfeksi telur dan kondisi lingkungan yang tidak layak serta penanganan yang tidak sesuai di tingkat distributor telur ayam. Sehingga penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi sangat penting bagi keamanan dan kualitas telur. Biosekuriti, higiene, dan sanitasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri. Untuk menjamin distributor telur ayam telah memenuhi kriteria perlu dilakukan pengauditan.

Ketiga distributor yang diamati belum dapat melaksanakan biosekuriti, higiene, dan sanitasi dengan baik karena beberapa aspek penting mengenai biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dapat diselenggarakan secara penuh.

Saran

Distributor lebih memperhatikan aspek-aspek biosekuriti, higiene, dan sanitasi perusahaanya.

Pemerintah setempat bekerja sama dengan pihak-pihak ahli (dokter hewan) mengadakan penyuluhan terhadap para distributor telur ayam.

Aspek-aspek pada penelitian ini dapat menyempurnakan Nomor Kontrol Veteriner yang telah ada mengenai distributor telur ayam sehingga berguna untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi distributor di masa yang akan datang.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1967. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Anonymous. 1983. Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1983. Lembaran Negara tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253.

Anonymous. 1974. Veterinary public health: a review of the WHO Programme-1. WHO Chron. 28:103-112.

Anonymous. 1996. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Bab I mengenai Ketentuan Umum. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan.

Anonymous. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424.

Anonymous. 2007. Board RG, Tranter HS. 1995. The Microbiology of Eggs, hal. 81-104. Dalam Stadelman WJ, Cotterill OJ (editor), Egg Science and Technology. New York: Food Products Pr.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 1997. Distribution of the report of the thirtieth session of the Codex Committee on Food Hygiene. Washington, DC: Food And Agriculture World Health Organization [terhubung berkala]. www.codexalimentarius.net/download/report/ 112/Al99_13e.pdf. [15 April 2007].

[Dit Kesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2006. Buku Pedoman Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 1990. Veterinary public health reports: guiding principles for planning, organization and management of veterinary public health programmes. Rome: WHO/FAO Collaborating Centre for Research and Training in Veterinary Public Health.

Grimes T. 2001. Biosecurity in egg industry. Rural Industries Research and Development Corporation 1 (102) [terhubung berkala].

http://www.rirdc.gov.au [7 Jul 2007].

Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. Gaithersburg: Aspen. McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation.


(51)

30

Meslin F, Stohr K, Heyman D. 2001. Public health implications of emerging zoonoses. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 19: 310-317.

Minnesota Food Code Fact Sheet. 2003. Handwashing.

http://www.health.stae.mn.us/divs/eh/food/foodcode/handwash.html. [12

Maret 2003]

Nursanti ....

Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments on Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243.

[PCFS] President's Council on Food Safety. 1999. Egg safety. [terhubung berkala]. http://www.foodsafety.gov/~fsg/ceggs.html [7 Juli 2007].

Stanton N. 2004. Biosecurity trifold. Maryland Department of Agriculture News 1 (1). [terhubung berkala]. http://www.aphis.usda.gov/vs.html.

Sudaryani. 1996. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Susilo W. 2003. Audit Mutu Internal. Jakarta: Vorqistatama Binamega

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

[USDAFSIS] U.S. Department of Agriculture, Food Safety and Inspection Service. 2003. Progress report on Salmonella testing of raw meat and poultry products. Washington DC: U.S. Department of Agriculture, Food Safety and Inspection Service. [terhubung berkala]

http://www.fsis.usda.gov/OPHS/haccp/salm5year.htm. [ 17 April 2005].

Watkins SE. 2004. Water sanitation: evaluation of products. Avian advice 6(1):3-5. [terhubung berkala]. http://avianadvice.com.htm. [17 April 2007].

[WHO] World Health Organization. 1975. The veterinary contribution to public health practice. . Geneva: FAO/WHO Technical Report Series #573

[WHO]. 1999. Future trends in veterinary public health. Geneva: WHO Study Group.

Winarno FG. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor: M-Brio Pr.

Wikipedia. 2007. Definition of audit. [terhubung berkala] http:// en.wikipedia.org/wiki/Audit. [15 April 2007].


(52)

31

Wikipedia. 2007. Definition of observation. [terhubung berkala]

http://en.wikipedia.org/wiki/Observation. [15 April 2007].

[WVA] World Veterinary Association. 1957. Definition of veterinary health public. [terhubung berkala] http://www.cbox.cz/vaclavkouba/


(53)

(54)

33

Lampiran 1 Hasil kuesioner ketiga peternakan

No. Pertanyaan Peternakan

I Data Umum A B C

1 Nama Peternakan Farm A Farm B Farm C

2 Alamat Peternakan Jl. A, Sukabumi Jl. B, Legok, Tangerang. Jl. C, Legok, Tangerang.

3 Nama Peternak Bapak A Bapak B Bapak C

4 Umur Peternak 52 tahun 45 tahun 52 tahun

5 Pendidikan Terakhir Dokter Hewan SMU SMU

6 Status Peternak Menikah Menikah Menikah

7 Perizinan Usaha

a. Izin Prinsip Ada Ada Ada

b. HO Ada Ada Ada

c. Izin Usaha Ada Ada Ada

d. SIUP Ada Ada Ada

8 a. Tahun didirikan 1996 1988 1990

b. Mulai operasi 1998 1988 1990

9 Produksi rata-rata per hari Kurang lebih 5 ton Kurang lebih 3 ton Kurang lebih 3,2 ton

10 Pemasaran telur Cicurug, Cipanas,

Cibadak (Sukabumi)

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi

11 Jumlah Karyawan 40 orang 25 orang 30 orang

a. Karyawan Laki-laki 25 orang 18 orang 18 orang

٠ Operasional Bagian Starter (1hari-6 minggu) 5 orang - 4 orang ٠ Operasional Bagian Grower (7-16 minggu) 5 orang - 4 orang ٠ Operasional Bagian Pre-Layer (17-19 minggu) 3 orang 6 orang 3 orang


(55)

34

٠ Operasional Bagian Layer (20-80 minggu) 10 orang 10 orang 6 orang

٠ Staff 2 orang 2 orang 1 orang

b. Karyawan Perempuan 15 orang 7 orang 12 orang

٠ Operasional Bagian Starter (1hari-6 minggu) 3 orang - 2 orang ٠ Operasional Bagian Grower (7-16 minggu) 4 orang - 2 orang ٠ Operasional Bagian Pre-Layer (17-19 minggu) 2 orang 1 orang 1 orang ٠ Operasional Bagian Layer (20-80 minggu) 4 orang 4 orang 4 orang

٠ Staff 2 orang 2 orang 3 orang

12 Penanggung Jawab:

a. Produksi (Pendidikan Terakhir) Engkas (SMP) Ari (SMP) Warsi (S1 Peternakan) b. Mutu (Pendidikan Terakhir) Sabar (SMA) Tidak ada Warsi (S1 Peternakan) c. Sanitasi dan Higiene Lusi (Dokter Hewan) Ari (SMP) Warsi (S1 Peternakan)

13

Asal Unggas

a. Dari farm sendiri Tidak Tidak Ya

٠Nama - - Farm D

٠ Alamat - - Jl. D, Serang, Banten

b. Dari farm luar Ya Ya Tidak

٠ Nama PT. Charoen Pokhpand PT Charoen Pokphand -

٠ Alamat Kampung Manis, Jatake,

Tangerang

Kampung Manis, Jatake,

Tangerang -

14 Asal Bahan Baku Pakan Ternak Yang Digunakan

a. Dari Perusahaan sendiri Ya Tidak Ya

b. Dari Anak Perusahaan Tidak Tidak Ya

٠Nama - - Farm E


(56)

35

٠ Jenis Bahan Baku - - -

c. Dari Pemasok Supplier Ya Ya Tidak

٠ Nama PT. Sinta Prima Feedmill Peternakan E -

٠ Alamat Jl. Sulaiman No. 27A,

Slipi, Jakarta Jl. E, Legok, Tangerang -

٠Jenis Bahan Baku Pakan Jadi (DOC) Pakan Jadi -

15

Suplai air bersih

Air tanah 30 m3/hari 18 m3/hari 20 m3/hari

Air PAM - - -

Sumur dangkal - - -

Sumur dalam Ya - -

Danau - - -

Sungai - - -

II Data Khusus

1 Usaha sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur atau

Panduan Mutu Belum Belum Belum

2

Unit Pengolahan sudah menerapkan Sistem Jaringan Keamanan Pangan (Program Bintang, Sistem HACCP atau ISO 22000)

Belum Belum Belum

3 Kesulitan apa yang dihadapi dalam penerapan praktek biosekuriti, higiene dan sanitasi?

Sumber daya manusia yang kurang mendukung dan kurangnya

kedisiplinan pekerja.

Kurangnya pengetahuan peternak mengenai keamanan ternak nya sendiri.

Kurangnya pengetahuan peternak mengenai keamanan ternak nya sendiri.


(1)

VII Penanganan Unggas sakit dan mati

1 Apakah ada tempat penampungan sementara untuk ayam

yang sakit? Ada Ada Ada

2 Jika ada ayam yang mati, bagaimana perlakuan selanjutnya?

Diperiksa oleh dokter hewan peternakan, kemudian dibakar.

Dibakar Dibakar

VIII Pengendalian hama (rodentia dan insekta)

1

Apakah ada penanggulangan terhadap hama penggangu pada area kandang

(penyemprotan insektisida dan lain-lain)? Jika ada, berapakah intensitasnya?

Ada. Bahan aktif: Cypermethrin 10% dan Paratoli (Bromadiolone dan Denatonium

Benzoate). Dilakukan saat musim tikus.

Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah. Dilakukan pada periode tertentu jika mulai musim tikus.

Ada.

Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah. Insektisida (lalat) dengan menggunakan Butox, kemudian disemprotkan ke areal kandang. Sedangkan, untuk kutu dengan menggunakan

Butox+Belerang+Deterj en, kemudian

disemprotkan ke area kandang

IX Pemeliharaan kebersihan lingkungan

1

Berapakah jarak terdekat batas antara peternakan dan pemukiman di luar

peternakan?


(2)

2

Apakah ada penanggulangan untuk binatang penggangu (tikus, anjing liar dan lain-lain)?

Menggunakan apa?

(Ada/Tidak)* Menggunakan racun tikus, eliminasi anjing liar, dan SanivirPlus (Glutaraldehyde, Didecyl dimethyl ammonium chloride, dan Cypermethtin).

Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah (tidak

menggunakan insektisida).

Ada.

Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah (tidak menggunakan insektisida). 3 Berapa jarak tempat pembuangan sampah dari area kandang

dan pemukiman? Kurang lebih 25 meter Kurang lebih 5 meter Kurang lebih 10 meter

4 Berapakah intensitas pengambilan sampah peternakan?

Tidak diambil, tetapi

dijadikan pupuk kompos Seminggu sekali. Seminggu sekali

Menggunakan apa? - Truk angkut sampah. Truk angkut sampah.

X Penanganan Limbah

1 Berapakah intensitas waktu pengambilan kotoran ayam dari kandang?

Jarang, biasanya dalam periode tertentu saja (jika ada yang ingin membeli).

Tergantung musim, jika musim hujan hampir tiap hari dibeli untuk dijadikan pupuk, sedangkan jika musim kemarau, seminggu sekali.

Seminggu sekali.

2 Apakah ada tempat penampungan sementara limbah

kandang? Ada Ada Ada

Data Penilaian Penerapan Higiene-Sanitasi I Higiene-Sanitasi pakan layer

1 Berapakah intensitas pemberian pakan dalam sehari pada

DOC? Ad libitum

Tidak dilakukan karena peternakan tidak melalui periode DOC (ayam baru masuk mulai umur 16 minggu).

Ad libitum

2 Berapakah intensitas pemberian pakan dalam sehari pada ayam dewasa?

2 kali (pagi 30% dan sore 70%) total 120 gram/ekor.

3 kali (pagi, siang, dan sore) total 120 gram/ekor.

3 kali (pagi, siang, dan sore) total 120


(3)

gram/ekor.

3

Apakah ada sekat pemisah untuk memisahkan pakan starter atau grower dan

sebagainya pada gudang penyimpanan pakan?

Ada Tidak ada Tidak ada

4 Berapakah suhu gudang tempat penyimpanan pakan? Suhu ruangan (20°C) Suhu ruangan (27°C) Suhu ruangan (27°C)

5 Apakah ada ceceran pakan yang keluar dari gudang?

Ada, penanganannya disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor, dibuang.

Ada, penanganannya disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor, dibuang.

Ada, penanganannya dengan cara disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor segera dibuang

II Higiene-Sanitasi kandang ayam

1 Apakah ada perlakuan sanitasi pada saat karyawan kandang

berhubungan dengan telur (sanitasi tangan dan alas kaki)? Tidak Tidak Tidak

2 Berapakah intensitas pengambilan telur per hari? Dua kali sehari, jam 08.00 dan jam 15.00

Tiga kali sehari, jam 11.00, jam 15.00, dan jam 17.00

Dua kali sehari, jam 11.00, dan jam 16.00 3 Apakah ada pemisahan antara telur retak dan telur baik? Tidak ada Tidak ada Tidak ada

4 Jika ada, dimanakah letak baki telur retak pada saat penumpukan baki telur?

Dicampur antara telur baik dan telur retak

Dicampur antara telur baik dan telur retak

Dicampur antara telur baik dan telur retak

5 Apakah ada inovasi-inovasi dalam menjaga sanitasi dan

hygiene kandang? -

Ada. Teknik

penyemprotan dari atas kandang ayam (kurang lebih 2 meter di atas kandang) dengan

menggunakan nipple yang berisi cairan desinfektan (EM4™ dan air), kemudian disemprotkan dalam bentuk spray sehingga sanitasi kandang

Ada. Teknik

penyemprotan dari atas kandang ayam (kurang lebih 2 meter di atas kandang) dengan menggunakan nipple

yang berisi cairan desinfektan, kemudian disemprotkan dalam bentuk spray sehingga sanitasi kandang tetap


(4)

tetap terjaga dan juga menghindari ayam dari hot shock.

terjaga dan juga menghindari ayam dari hot shock.

III Higiene-Sanitasi gudang telur

1 Berapakah suhu gudang tempat penyimpanan telur? Suhu ruangan (20°C) Suhu ruangan (27°C) Suhu ruangan (27°C) 2 Bagaimana perlakuan terhadap telur yang retak? Dipisahkan sendiri Dipisahkan sendiri Dipisahkan sendiri

3 Bagaimana perlakuan terhadap telur yang pecah?

Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam)

Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam)

Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam) 4 Pengiriman telur ke luar menggunakan apa? Peti telur Peti telur Peti telur

IV Higiene-Sanitasi area peternakan

1 Apakah ada toilet/kamar mandi di area peternakan? Ada Ada Ada

2 Apakah ada tempat tinggal (mess) karyawan di dalam area

peternakan? Ada Ada Ada

3 Berapa jarak antara toilet dan mess karyawan dengan area

kandang ayam? 25-30 meter 5 meter 7 meter

4

Apakah ada pemeriksaan laboratorium secara berkala terhadap air bersih yang

digunakan?

Tidak Tidak Tidak

5 Apakah banyak terdapat pepohonan rindang di sekitar


(5)

peternakan A, B, dan C


(6)