Analisis penentuan tarif optimum air tanah bagi golongan tarif niaga besar (Studi kasus di kotamadya Jakarta Selatan)

(1)

ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH

BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR

Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan

HANS HARTANTO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

HANS HARTANTO. Analisis Penentuan Tarif Optimum Air Tanah bagi Golongan Tarif Niaga Besar (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT

Meningkatnya aktivitas manusia dan pesatnya pembangunan berarti semakin besar kebutuhan manusia atas air bersih, sedangkan ketersediaan air bersih dari PAM di Jakarta hanya baru bisa memenuhi 50% dari kebutuhan. Selain itu tarif yang ditetapkan oleh PAM juga relatif lebih tinggi (Rp 1.050 sampai Rp 12.550 per m3) dibandingkan dengan tarif air tanah (Rp 333 sampai Rp 3.667 per m3), sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi air tanah akan jauh lebih murah. Akibatnya banyak yang memanfaatkan air tanah untuk mendapatkan air bersih.

Pemanfaatan air bawah tanah ini berpengaruh pula pada orang lain yang memanfaatkan maupun tidak memanfaatkannya, sehingga perlu adanya biaya lingkungan dan biaya sosial dalam penetapan tarifnya. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai berapa tarif yang optimum untuk air tanah yang diestimasi dengan metode Integrated Water Pricing dan menganalisisnya berdasarkan konsep Marginal Cost Pricing.

Penelitian ini juga melihat bagaimana pola dalam penggunaan air dan faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan air tanah yang diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Selain itu penelitian ini juga membahas berapa besar rata-rata biaya pemanfaaatan air tanah yang diestimasi dengan pendekatan biaya rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengguna air tanah menjadikan air tanah sebagai sumber air utama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan volume air tanah yang dimanfaatkan >1000m3 setiap bulannya. Selain itu terdapat pola dalam penggunaan air yang dilakukan oleh gedung perkantoran dimana sumber air utama akan lebih besar penggunaannya dibandingkan sumber air substitusinya, hal itu karena gedung perkantoran tersebut memiliki kebijakan masing-masing dalam penggunaan air, seperti adanya alasan mengenai tarif air itu sendiri dan upaya konservasi air tanah. Adapun lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah air tanah yang digunakan oleh gedung perkantoran yaitu luas bangunan, frekuensi penggunaan air tanah, jumlah pekerja, jumlah toilet, dan jumlah mushalla atau mesjid yang ada pada gedung perkantoran tersebut.

Berdasarkan perhitungan rata-rata biaya pemanfaatan air tanah per blok tarif didapatkan nilai biaya untuk pemakaian 1-500 m3 sebesar Rp 11.981,10 per m3, pemakaian 501-1000 m3 sebesar Rp 7473,85 per m3, pemakaian 1001-2500 sebesar Rp 4.040,06 per m3, dan pemakaian diatas 2500 m3 sebesar Rp 2.702,16 per m3. Nilai inilah yang menggambarkan rata-rata biaya yang dikeluarkan saat melakukan pemanfaatan air tanah dalam waktu satu bulan.

Hasil dari perhitungan tarif optimum per blok tarif didapatkan biaya pemanfaatan air tanah untuk pemakaian 1-500 m3 yaitu sebesar Rp 568,90 per m3, pemakaian 501-1000 m3 sebesar Rp 5076,15 per m3, pemakaian 1001-2500 m3 sebesar Rp 8.509,94 per m3, dan pemakaian diatas 2500 m3 selisihnya sebesar Rp 9.847,84 per m3. Selisih nilai tersebut seharusnya menjadi tarif optimum air


(3)

tanah yang dapat difungsikan sebagai biaya sosial atau pajak lingkungan yang harus dikembalikan kepada lingkungan dan masyarakat yang terkena dampak negatif dari pemanfaatan air tanah


(4)

ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH

BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR

Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan

HANS HARTANTO H44051832

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul Skripsi : ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)

Nama : Hans Hartanto

NRP : H44051832

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Yusman Syaukat, M.Ec NIP: 19631227 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc. NIP: 19620421 198603 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN

ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITUBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

Hans Hartanto H44051832


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hans Hartanto, dilahirkan pada 22 Maret 1987 di

Bogor sebagai putra kedua dari dua berdaudara dari pasangan Mohamad Sudia

dan Nurwasilah. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di

SDN Pengadilan 3 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama

di SMPN 5 Bogor pada tahun 2002 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas

di SMAN 2 Bogor pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) tahun 2005. Pada tingkat dua di IPB, penulis diterima sebagai

mahasiswa departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas

Ekonomi dan Manajemen.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi

kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Manajemen tahun 2006-2007, Himpunan Profesi Resource and Environmental

Economics Student Association (REESA) tahun 2007-2008, dan juga aktif dalam


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi ini dapat bernilai ibadah, demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas.

Skripsi yang berjudul “Analisis Penentuan Tarif Optimum Air Tanah Bagi Golongan Tarif Niaga Besar (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)” ditulis

untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan

dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan, saran, dan perhatian terhadap penulis selama perkuliahan hingga

terselesaikannya tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, SP

selaku dosen penguji departemen atas kritik dan saran sebagai penyempurna

skripsi ini.

3. Ayah, Mama, Deri dan Uda Arif serta Nabilah buat perhatiannya,

nasihat-nasihat, doa, dukungan, segala kasih sayang dan cintanya serta semua keluarga

besar yang selalu mendukung dan mendoakan.

4. Gita Irina Arief atas dukungan, waktu, perhatian, bantuan, dan

kebersamaannya selama ini. Terimakasih banyak.

5. Sahabat-sahabatku, Yudi, Asri, Ratih, Kamila, Ani, Dores, Etha, Danti,

Andita, Gian, Ade, Pram, Gita, Rani, dan teman-teman seperjuangan di ESL.

Terimakasih untuk perhatian, bantuan, semangat serta kebersamaan.

6. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI

Jakarta, PD. PAM JAYA, dan pelanggan air tanah golongan 4G yang telah


(10)

DAFTAR ISI

H

alaman

RINGKASAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEORISINILAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup ... 6

1.5. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Konsep Ekonomi dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya Air ... 8

2.2. Pajak ... 12

2.2.1. Pajak untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif ... 13

2.2.2. Pajak Lingkungan ... 14

2.3. Tarif Air Tanah ... 17

2.3.1. Pendekatan Biaya Pemanfataan Air Tanah ... 17

2.3.2. Pendekatan Pengintegrasian Harga Air (Integrated Water Pricing) ... 19

2.4. Penelitian Terdahulu ... 20

2.5. Keunggulan Penelitian ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 28

4.2. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.3. Teknik Pengambilan Contoh ... 28

4.4. Metode Analisis Data ... 29

4.4.1. Identifikasi Pola Penggunaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Banyaknya Air Tanah yang Digunakan .... 29


(11)

ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH

BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR

Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan

HANS HARTANTO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

RINGKASAN

HANS HARTANTO. Analisis Penentuan Tarif Optimum Air Tanah bagi Golongan Tarif Niaga Besar (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT

Meningkatnya aktivitas manusia dan pesatnya pembangunan berarti semakin besar kebutuhan manusia atas air bersih, sedangkan ketersediaan air bersih dari PAM di Jakarta hanya baru bisa memenuhi 50% dari kebutuhan. Selain itu tarif yang ditetapkan oleh PAM juga relatif lebih tinggi (Rp 1.050 sampai Rp 12.550 per m3) dibandingkan dengan tarif air tanah (Rp 333 sampai Rp 3.667 per m3), sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi air tanah akan jauh lebih murah. Akibatnya banyak yang memanfaatkan air tanah untuk mendapatkan air bersih.

Pemanfaatan air bawah tanah ini berpengaruh pula pada orang lain yang memanfaatkan maupun tidak memanfaatkannya, sehingga perlu adanya biaya lingkungan dan biaya sosial dalam penetapan tarifnya. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai berapa tarif yang optimum untuk air tanah yang diestimasi dengan metode Integrated Water Pricing dan menganalisisnya berdasarkan konsep Marginal Cost Pricing.

Penelitian ini juga melihat bagaimana pola dalam penggunaan air dan faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan air tanah yang diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Selain itu penelitian ini juga membahas berapa besar rata-rata biaya pemanfaaatan air tanah yang diestimasi dengan pendekatan biaya rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengguna air tanah menjadikan air tanah sebagai sumber air utama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan volume air tanah yang dimanfaatkan >1000m3 setiap bulannya. Selain itu terdapat pola dalam penggunaan air yang dilakukan oleh gedung perkantoran dimana sumber air utama akan lebih besar penggunaannya dibandingkan sumber air substitusinya, hal itu karena gedung perkantoran tersebut memiliki kebijakan masing-masing dalam penggunaan air, seperti adanya alasan mengenai tarif air itu sendiri dan upaya konservasi air tanah. Adapun lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah air tanah yang digunakan oleh gedung perkantoran yaitu luas bangunan, frekuensi penggunaan air tanah, jumlah pekerja, jumlah toilet, dan jumlah mushalla atau mesjid yang ada pada gedung perkantoran tersebut.

Berdasarkan perhitungan rata-rata biaya pemanfaatan air tanah per blok tarif didapatkan nilai biaya untuk pemakaian 1-500 m3 sebesar Rp 11.981,10 per m3, pemakaian 501-1000 m3 sebesar Rp 7473,85 per m3, pemakaian 1001-2500 sebesar Rp 4.040,06 per m3, dan pemakaian diatas 2500 m3 sebesar Rp 2.702,16 per m3. Nilai inilah yang menggambarkan rata-rata biaya yang dikeluarkan saat melakukan pemanfaatan air tanah dalam waktu satu bulan.

Hasil dari perhitungan tarif optimum per blok tarif didapatkan biaya pemanfaatan air tanah untuk pemakaian 1-500 m3 yaitu sebesar Rp 568,90 per m3, pemakaian 501-1000 m3 sebesar Rp 5076,15 per m3, pemakaian 1001-2500 m3 sebesar Rp 8.509,94 per m3, dan pemakaian diatas 2500 m3 selisihnya sebesar Rp 9.847,84 per m3. Selisih nilai tersebut seharusnya menjadi tarif optimum air


(13)

tanah yang dapat difungsikan sebagai biaya sosial atau pajak lingkungan yang harus dikembalikan kepada lingkungan dan masyarakat yang terkena dampak negatif dari pemanfaatan air tanah


(14)

ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH

BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR

Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan

HANS HARTANTO H44051832

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

Judul Skripsi : ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)

Nama : Hans Hartanto

NRP : H44051832

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Yusman Syaukat, M.Ec NIP: 19631227 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc. NIP: 19620421 198603 1 003


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENENTUAN TARIF OPTIMUM AIR TANAH BAGI GOLONGAN TARIF NIAGA BESAR (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN

ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITUBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

Hans Hartanto H44051832


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hans Hartanto, dilahirkan pada 22 Maret 1987 di

Bogor sebagai putra kedua dari dua berdaudara dari pasangan Mohamad Sudia

dan Nurwasilah. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di

SDN Pengadilan 3 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama

di SMPN 5 Bogor pada tahun 2002 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas

di SMAN 2 Bogor pada tahun 2005.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) tahun 2005. Pada tingkat dua di IPB, penulis diterima sebagai

mahasiswa departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas

Ekonomi dan Manajemen.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi

kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Manajemen tahun 2006-2007, Himpunan Profesi Resource and Environmental

Economics Student Association (REESA) tahun 2007-2008, dan juga aktif dalam


(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi ini dapat bernilai ibadah, demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas.

Skripsi yang berjudul “Analisis Penentuan Tarif Optimum Air Tanah Bagi Golongan Tarif Niaga Besar (Studi Kasus di Kotamadya Jakarta Selatan)” ditulis

untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan

dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan, saran, dan perhatian terhadap penulis selama perkuliahan hingga

terselesaikannya tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, SP

selaku dosen penguji departemen atas kritik dan saran sebagai penyempurna

skripsi ini.

3. Ayah, Mama, Deri dan Uda Arif serta Nabilah buat perhatiannya,

nasihat-nasihat, doa, dukungan, segala kasih sayang dan cintanya serta semua keluarga

besar yang selalu mendukung dan mendoakan.

4. Gita Irina Arief atas dukungan, waktu, perhatian, bantuan, dan

kebersamaannya selama ini. Terimakasih banyak.

5. Sahabat-sahabatku, Yudi, Asri, Ratih, Kamila, Ani, Dores, Etha, Danti,

Andita, Gian, Ade, Pram, Gita, Rani, dan teman-teman seperjuangan di ESL.

Terimakasih untuk perhatian, bantuan, semangat serta kebersamaan.

6. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI

Jakarta, PD. PAM JAYA, dan pelanggan air tanah golongan 4G yang telah


(20)

DAFTAR ISI

H

alaman

RINGKASAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEORISINILAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup ... 6

1.5. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Konsep Ekonomi dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya Air ... 8

2.2. Pajak ... 12

2.2.1. Pajak untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif ... 13

2.2.2. Pajak Lingkungan ... 14

2.3. Tarif Air Tanah ... 17

2.3.1. Pendekatan Biaya Pemanfataan Air Tanah ... 17

2.3.2. Pendekatan Pengintegrasian Harga Air (Integrated Water Pricing) ... 19

2.4. Penelitian Terdahulu ... 20

2.5. Keunggulan Penelitian ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 28

4.2. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.3. Teknik Pengambilan Contoh ... 28

4.4. Metode Analisis Data ... 29

4.4.1. Identifikasi Pola Penggunaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Banyaknya Air Tanah yang Digunakan .... 29


(21)

4.4.2. Estimasi Rata-rata Biaya Pemanfaatan Air Tanah ... 36

4.4.3. Estimasi Tarif Optimum ... 36

4.5. Definisi Operasional ... 38

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 39

5.1. Kondisi Geografis ... 39

5.2. Kondisi Hidrologi ... 43

5.3. Karakteristik Responden ... 44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

6.1. Identifikasi Pola Penggunaan Air ... 51

6.2. Fungsi Penggunaan Air Tanah ... 54

6.2.1. Pengujian Hipotesis ... 54

6.2.1.1. Uji Parsial (Uji Statistik t) ... 56

6.2.1.2. Uji Simultan (Uji Statistik F) ... 57

6.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Penggunaan Air Tanah ... 58

6.2.2.1. Variabel yang Berpengaruh Signifikan Terhadap Jumlah Air Tanah yang Digunakan ... 58

6.2.2.2. Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Jumlah Air Tanah yang Digunakan ... 60

6.3. Estimasi Rata-rata Biaya Pemanfaatan Air Tanah ... 62

6.4. Estimasi Tarif Retribusi Optimum Air Tanah ... 64

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1. Kesimpulan ... 68

7.2. Saran ... 69

VIII. DAFTAR PUSTAKA ... 70


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Pelanggan Air Bawah Tanah Sesuai dengan Golongan Tarif

Tahun 2004 – 2008 ... 3 2. Jumlah Pelanggan Air Tanah dan Pemakaian Air Tanah per Wilayah

Tahun 2008 ... 3

3. Jumlah Pelanggan dan Volume Air yang Digunakan per Golongan Tarif di Wilayah Jakarta Selatan ... 30 4. Pola dalam Penggunaan Air ... 31 5. Karakteristik Penggunaan Air Tanah Tahun 2008 ... 44 6. Karakteristik Responden ... 50 7. Fungsi Penggunaan Air Tanah ... 55 8. Penentuan Tarif Air Tanah berdasarkan Blok Tarif ... 66


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ketersediaan Air di Bumi ... 1 2. Alokasi Optimal berdasarkan MCP ... 12 3. Pajak untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif ... 14 4. Bagan Alur Kerangka Pemikiran ... 27 5. Karakteristik Lama Usaha ... 45 6. Karakteristik Luas Bangunan ... 46 7. Karakteristik Jumlah Pekerja ... 46 8. Karakteristik Jumlah Toilet ... 47 9. Karakteristik Jumlah Mesjid dan Mushalla ... 48 10.Karakteristik Jumlah Tempat Pencucian Kendaraan ... 49 11.Karakteristik Jumlah Pantry ... 49 12.Penggunaan Air Berdasarkan Sumbernya ... 51 13.Pemilihan Sumber Air Utama ... 52 14.Volume Air Tanah yang Digunakan ... 53 15.Volume Air Pam yang Digunakan ... 53 16.Volume Penggunaan Air ... 54 17.Tarif Optimum Air Tanah ... 67


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pola Penggunaan Air ... 73 2. Hasil Regresi Fungsi Penggunaan Air Tanah ... 74 3. Hasil Uji Glesjer Fungsi Penggunaan Air Tanah ... 75 4. Rincian Rata-rata Biaya Penggunaan Air Tanah ... 77 5. Harga Dasar Air Tanah ... 78 6. Harga Dasar Air PAM ... 79


(25)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan makhluk

hidup terutama manusia. Tanpa air, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup.

Air banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti untuk kegiatan

konsumsi, sanitasi, rekreasi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan keseluruhan air yang ada di bumi ini, hanya 2,5% air yang

dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari dalam bentuk air tawar (fresh

water), selebihnya sekitar 97,5% berupa air laut. 2,5% air tawar yang tersedia

tersebut, 69% terdapat dalam bentuk glaciers, lapisan salju, dan es, 30%-nya

terdapat dalam air tanah (groundwater), sedangkan selebihnya sekitar satu persen

berupa air yang ada di danau, sungai, dan air lainnya yang ada di dalam tanah

(Gambar 1).

Sumber : Formas 2004

Gambar 1. Ketersediaan Air di Bumi 0

20 40 60 80 100 120

All Water Fresh Water

Glaciers, permanent snow cover, ice (69%)

Fresh groundwater (30%) Other fresh water (1%)

Sea Water (97.5%) Fresh Water (2.5%)


(26)

Pengelolaan terhadap air permukaan seperti air sungai dan danau telah

banyak dilakukan hampir di seluruh dunia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

akan air bersih. Selain itu berbagai teknologi telah diciptakan untuk dapat

memperoleh air bersih dari dalam tanah (groundwater).

Meningkatnya aktivitas manusia dan pesatnya pembangunan terutama di

kota-kota besar di Indonesia turut berpengaruh pada ketersediaan air, dimana

jumlah air relatif tetap sedangkan jumlah permintaan air terus mengalami

peningkatan. Hal ini akan menyebabkan sumberdaya air akan mengalami

kelangkaan.

DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis di Indonesia telah

menarik perhatian warga Indonesia untuk melakukan aktivitas di kota tersebut.

Tingginya aktivitas manusia meningkatkan kebutuhan atas air bersih untuk

kebutuhan sehari-hari. PAM selaku penyedia layanan air bersih di Jakarta hanya

mampu memenuhi 50% dari kebutuhan. Dampaknya, 50% lagi air bersih yang

dibutuhkan di dapat melalui pemompaan air tanah1.

Pemanfaatan air tanah banyak dilakukan terutama oleh gedung-gedung

perkantoran, hotel, mal, dan lainnya yang melakukan penyedotan air tanah pada

sumur dalam (>40 meter). Dari tahun ke tahun, kebutuhan akan penggunaan air

bawah tanah relatif meningkat. Seperti tampak pada Tabel 1, terdapat

kecenderungan terjadinya penambahan jumlah pelanggan dari tiap golongan

tarifnya, terutama golongan tarif niaga besar yang mengalami penambahan jumlah

pelanggan terbesar yaitu sebanyak 276 pelanggan sejak tahun 2004 sampai tahun

2008.

1

Awas Jakarta Ambles: Tiap Tahun Air Tanah Turun 5 Meter (http://gp-ansor.org/?p=4653 diakses 21/04/08)


(27)

Tabel 1. Jumlah Pelanggan Air Bawah Tanah Sesuai dengan Golongan Tarif Tahun 2004 - 2008

No Gol. Tarif Tahun Ket

2004 2005 2006 2007 2008

1 Non niaga 226 226 237 245 250

2 Niaga Kecil 353 353 371 371 383 3 Niaga Besar 2097 2097 2184 2274 2373

4 Industri kecil 55 55 56 56 57

5 Industri Besar 626 626 607 619 642 Sumber : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. DKI Jakarta 2009

Berdasarkan keseluruhan wilayah di Provinsi DKI Jakarta, wilayah yang

memiliki jumlah pelanggan air tanah pada tahun 2008 yaitu Kotamadya Jakarta

Selatan. Berdasarkan Tabel 2, jumlah pelanggan air tanah di wilayah Kotamadya

Jakarta Selatan mencapai 1266 pelanggan dengan jumlah pemakaian pada bulan

terakhir (Desember 2008) mencapai 617.163 m3.

Tabel 2. Jumlah Pelanggan Air Bawah Tanah dan Pemakaian Air Tanah per Wilayah Tahun 2008

Wilayah Jumlah Pelanggan Pemakaian bulan Desember 2008 (m3)

Jakarta Pusat 516 230.629

Jakarta Barat 630 179.474

Jakarta Timur 872 497.096

Jakarta Utara 421 108.779

Jakarta Selatan 1266 617.163

Total 3705 1.633.141

Sumber : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. DKI Jakarta 2009

Pemompaan air tanah ini tidak dapat dihindari, karena selain PAM yang

hanya mampu memenuhi lebih kurang separuh dari kebutuhan, tarif yang

ditetapkan oleh PAM juga relatif lebih tinggi (berkisar Rp 6.000 sampai Rp 9.000

per meter kubik) dibandingkan dengan tarif air tanah untuk sumur dalam (berkisar

Rp 333 sampai Rp 3.667 per meter kubik). Jika tarif yang relatif murah ini terus

diberlakukan, sedangkan laju pengisian air bawah tanah relatif tetap pada tingkat


(28)

yang akan berujung pada kelangkaan sumberdaya air bawah tanah di daerah DKI

Jakarta.

Selain itu dampak lain dari eksploitasi air tanah yang berlebihan yaitu akan

merusak tatanan hidrogeologi yang hasilnya dapat menyebabkan terjadi

penurunan permukaan tanah. Ditambah lagi, eksploitasi air tanah juga

memberikan dampak pada pencemaran atas air tanah itu sendiri, dimana untuk

membuat air tanah itu menjadi bersih kembali memerlukan biaya yang sangat

mahal, upaya yang cukup sulit, dan waktu yang relatif lama.

1.2. Perumusan Masalah

Semakin banyaknya aktivitas manusia dan pesatnya pembangunan berarti

semakin besar juga kebutuhan manusia atas air bersih, sedangkan ketersediaan air

bersih dari PAM di Jakarta hanya baru bisa memenuhi 50% dari kebutuhan.

Akibatnya banyak yang memanfaatkan pemompaan air tanah untuk mendapatkan

air bersih.

Harga tarif air bawah tanah sumur dalam yang ditetapkan oleh pemerintah

lewat SK Gubernur DKI Jakarta No 4554/1999, berkisar antara Rp 333 sampai

Rp 3.667 per meter kubiknya. Selain itu berdasarkan PP No. 65 tahun 2001

tentang Pajak Daerah, pengguna air bawah tanah hanya dikenakan 20% dari nilai

perolehan airnya, artinya wajib pajak air bawah tanah sumur dalam memperoleh

keringanan sampai 80% dari tarif yang berlaku2, sehingga cenderung mendorong perilaku untuk memanfaatkan air bawah tanah secara besar-besaran karena biaya

yang mereka keluarkan jika melakukan ekstraksi air tanah akan jauh lebih murah.

2

Kenaikan Tarif Air Bawah Tanah Butuh Revisi PP 65/2001 (http://www.kapanlagi.com/h/0000220388.html diakses 15/12/08)


(29)

Meningkatnya kebutuhan akan air bersih, turut mendorong bertambahnya

jumlah pelanggan air tanah. Dari tahun ke tahun, kebutuhan akan penggunaan air

bawah tanah relatif meningkat, terutama pada pada golongan niaga besar yang

mengalami penambahan jumlah sumur sebanyak 276 titik sejak tahun 2004

sampai tahun 2008. Pengguna air tanah di tiap wilayah yang ada di DKI Jakarta

jumlahnya sangat beragam, Kotamadya Jakarta Selatan menjadi wilayah dengan

jumlah pelanggan terbanyak yaitu 1266 dari 3705 pelanggan dengan jumlah air

yang dipakai mencapai 617.163 m3. Sehubungan hal-hal tersebut, maka timbul pertanyaan bagaimana pola penggunaan air tanah yang dilakukan oleh pelanggan

golongan niaga besar di wilayah Kotamadya Jakarta Selatan, faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi penggunaan air tanah dan berapa rata-rata biaya yang

dikeluarkan untuk memanfaatkan air tanah.

Tarif air tanah seharusnya membuat nilai air tanah menjadi jauh lebih

tinggi atau minimal sama besarnya dengan tarif yang berlaku di PAM, karena

sebagai barang quasi renewable perlu adanya upaya untuk menjaga keberlanjutan

atas ketersediaan air bawah tanah tersebut. Pemanfaatan air bawah tanah ini akan

berpengaruh pula pada orang lain yang memanfaatkan maupun tidak

memanfaatkannya, sehingga perlu adanya biaya lingkungan dan biaya sosial

dalam penetapan tarifnya. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan membahas

mengenai berapa tarif yang optimum untuk air tanah berdasarkan konsep


(30)

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi pola penggunaan air tanah oleh golongan niaga besar

khususnya sub golongan 4g (Perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara,

dan Badan Usaha Milik Daerah) di wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dan

faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya air tanah yang digunakan.

2) Mengestimasi rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk melakukan ekstraksi air

tanah sumur dalam.

3) Mengestimasi nilai tarif optimum atas air tanah dan menganalisisnya

berdasarkan konsep marginal cost pricing.

1.4.Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas mengenai pola penggunaan

dan rata-rata biaya ekstraksi air bawah tanah sumur dalam oleh pelanggan

golongan 4g (Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha

Milik Daerah) yang berada di wilayah Jakarta yang difokuskan pada jenis usaha

perkantoran. Serta analisis tarif air tanah yang optimum berdasarkan konsep

marginal cost pricing yang terdiri dari marginal production cost, marginal user

cost, dan marginal environmental cost.

1.5.Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang

telah dipelajari sehingga dapat bermanfaat perkembangan pengetahuan


(31)

b. Bagi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI

Jakarta

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan masukan dalam

rangka penetapan tarif optimum air bawah tanah sumur dalam serta

sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan yang terkait dengan

pemanfaatan air bawah tanah sumur dalam.

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan serta informasi bagi


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Ekonomi dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya Air

Air sebagai komoditas ekonomi berhubungan dengan hak-hak kepemilikan

dalam pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut. Menurut Tietenberg (1984)

syarat sumberdaya dapat dikelola secara efisien yaitu jika kepemilikan terhadap

sumberdaya itu dibangun atas sistem property right yang efisien, dengan

karekteristiknya sebagai berikut:

1) Universality, semua sumberdaya adalah dimiliki secara pribadi (private

owned) dan seluruh hak-haknya dirinci dengan lengkap dan jelas.

2) Exclusivity, semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari

pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya harus dimiliki hanya oleh pemilik

tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau

penjualan ke pihak lain.

3) Transferability, seluruh hak kepemilikan itu bisa dipindahtangankan dari satu

pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.

4) Enforceability, hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau

pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.

Efisiensi alokasi sumberdaya air itu sendiri sangat tergantung pada jenis

sumberdaya air tersebut, yaitu sumber air permukaan atau sumber air bawah

tanah. Sumber air permukaan, efisiensi alokasi yang berhubungan dengan

pengalokasian supply air yang dapat diperbaharui diantara penggunanya,

sedangkan efek antar generasi dianggap kurang penting. Ketersediaan air untuk


(33)

tanah yang menganggap bahwa keberlangsungan sumberdaya air antar generasi

(alokasi sepanjang masa) merupakan bagian yang terpenting. (Tietenberg, 2001).

Menurut Tietenberg (2001) indikator bagi efisiensi alokasi sumberdaya air

permukaan meliputi dua hal pokok, yaitu menyeimbangkan alokasi diantara

penggunaan yang saling bersaing dan variabilitas aliran air permukaan dari waktu

ke waktu yang harus memenuhi kebutuhan. Menurut pengertian ini, sumberdaya

air harus dialokasikan seefisien mungkin sehingga seluruh pengguna memperoleh

marginal net benefit yang sama. Jika manfaat bersih marjinal tersebut tidak sama,

maka akan sering terjadi kenaikan manfaat bersih yang rendah ke penggunaan

yang dinilai memberikan manfaat bersih yang lebih tinggi.

Pada efisiensi alokasi air bawah tanah, efisiensi diarahkan pada

pengalokasian yang optimal antar generasi. Pengambilan air bawah tanah akan

dibatasi oleh ketersediaan air yang akan mengalami kehabisan, yaitu pada saat

marginal cost dari pengambilan air tanah telah melebihi marginal benefitnya,

sehingga harga akan naik sepanjang waktu.

Menurut Fauzi (2004) usaha untuk memberikan nilai kepada sumberdaya

alam melalui berbagai mekanisme seperti water treatment sehingga sampai ke

tangan konsumen dan aman diminum memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Penentuan harga yang tepat melalui water pricing yang mencerminkan biaya yang

sebenarnya akan memberikan sinyal kepada pengguna mengenai nilai dari air dan

dapat menjadi insentif untuk pemanfaatan air yang lebih bijaksana.

Salah satu model alokasi sumberdaya air yang didasarkan pada water

pricing adalah Marginal Cost Pricing atau MCP. Konsep ini telah diadopsi oleh


(34)

digunakan. Mekanisme MCP didasarkan pada prinsip ekonomi bahwa alokasi

sumberdya air yang optimal secara sosial adalah di mana manfaat sosial marjinal

yang diperoleh dari konsumsi air setara dengan biaya sosial marjinal yang

dikeluarkannya. Manfaat sosial marjinal ini dicirikan oleh kurva permintaan

terhadap air, sementara biaya sosial marjinal yang menggambarkan kurva supply

air menggambarkan biaya yang harus dibayar oleh pengguna untuk memproduksi

satu unit tambahan air. Biaya marjinal atas sumber daya air ini termasuk biaya

pengguna (user cost) atau biaya korbanan terjadinya deplesi sumber daya,dan

biaya eksternal, seperti biaya lingkungan dan sebagainya (Fauzi, 2004).

Menurut Warford (1994) dalam Ebarvia (1997) pendekatan untuk

menentukan nilai dari sumberdaya air yang didasarkan pada konsep Marginal

Cost Pricing (MCP). Warford melihat lebih dekat konsep Marginal Cost Pricing

dan mendeinisikannya lebih spesial sebagai marginal opportunity cost (MOC)

yang meliputi penentuan nilai marginal direct atau marginal private cost,

marginal user cost dan marginal external cost atas penggunaan sumber daya air.

MOC = MPC + MUC+ MEC

dimana, MPC = Marginal Private Cost MUC = Marginal User Cost MEC = Marginal External Cost

Marginal private cost (MPC), menurut Warford (1997) marginal private

cost termasuk didalamnya biaya langsung dari produksi yang terjadi pada suatu

perusahaan. Dalam kasus water supplies, MPC memasukkan biaya produksi,

seperti biaya investasi, biaya perawatan dan biaya pengoperasian, yang kesemua

itu adalah fungsi dari konsumsi air. Perhitungan MPC adalah melalui penetapan


(35)

tambahan yang didiskonting dari pertemuan permintaan (demand) masa yang akan

datang oleh penyesuaian tingkat diskonto dari kelebihan tambahan output pada

periode yang sama.

Marginal user cost (MUC), Warford (1997) mengemukakan dalam

mengkonsumsi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, mungkin

membutuhkan suatu substitusi bagi penggunanya di masa yang akan datang.

Perhitungan MUC ditentukan dengan melihat selisih antara nilai sekarang dari

biaya produksi marjinal pengganti teknologi dengan nilai sekarang atas biaya

produksi marjinal dari teknologi yang digunakan saat ini.

Marginal external cost merupakan biaya atas kerusakan lingkungan. yang

disebabkan oleh over-extraction air tanah, pencemaran oleh limbah, dan

sebagainya. Warford (1997) berpendapat bahwa biaya eksternal mungkin muncul

pada tingkat produksi atau tingkat konsumsi, dan mungkin akan berdampak

positif dan negatif. Pengkonsumsian air mungkin menghasilkan manfaat

kesehatan, tidak hanya pada penggunanya tetapi juga pada yang lainnya.

Gambar 2 memperlihatkan alokasi optimal berdasarkan prinsip MCP.

Alokasi optimal secara sosial ada pada titik P* dan Q* di mana manfaat marjinal

sama dengan biaya marjinal. Jika kemudian terjadi eksternalitas negatif dalam

pemanfaatan sumber daya air, biaya marjinal akan bergeser ke kiri dan

menyebabkan makin berkurangnya supply air sehingga keseimbangan baru

dicapai pada harga yang lebih tinggi dengan kuantitas makin sedikit QL < Q* (Fauzi, 2004).


(36)

Gambar 2. Alokasi optimal berdasarkan MCP (Fauzi, 2004)

Dinar et al. (1997) dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa mekanisme

MCP memiliki beberapa kelebihan, antara lain secara teoritis mekanisme ini

dianggap paling efisien dan dapat menghindari terjadinya underpriced (penilaian

di bawah harga) dan penggunan yang berlebihan (overuse). Namun demikian,

MCP juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan tersebut

menyangkut aspek kesetaraan (equity). MCP mengabaikan aspek ini karena pada

saat terjadinya kekurangan air (musim kemarau misalnya), kenaikan harga air

pada tingkat yang sangat tinggi akan banyak memberikan dampak negatif

terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.

2.2. Pajak

Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah

yang didasarkan pada undang-undang, pemugutannya dapat dipaksakan kepada

subjek pajak (orang pribadi atau badan yang dikenakan pajak) dan tidak ada balas

jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya. Penerimaan pajak

digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Biaya Marjinal dengan Biaya lingkungan

Biaya Marjinal tanpa Biaya lingkungan

Manfaat Marjinal

Q (Kuantitas) Q*

QL P*


(37)

2.2.1. Pajak untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif

Menurut Mangkoesoebroto (1993) masalah eksternalitas dapat diatasi

dengan menginternalisasi biaya eksternalitas ke dalam biaya produksi perusahaan

sehingga diperlukan intervensi pemerintah melalui penetapan pajak. Pemerintah

dapat memecahkan alokasi sumber yang lebih efisien dengan mengenakan pajak

kepada pihak penyebab polusi dimana pajak tersebut merupakan pajak per unit.

Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari eksternalitas

negatif disebut dengan Pajak Pigovian (Pigovian Tax), sesuai dengan nama

penggagas pertamanya yaitu Arthur Pigou (1877-1959). Gambar 3 menunjukkan

analisa pajak untuk mengatasi eksternalitas negatif. Jumlah produksi perusahaan

tanpa memperhitungkan eksternalitas negatif sebesar 0Q1 dimana pada titik B menunjukkan Marginal Benefit yang sama besarnya dengan Private Marginal

Cost (MB=PMC). Pemerintah mengenakan pajak sebesar t=ED untuk setiap unit

barang yang diproduksi. Akibatnya perusahaan tidak akan berproduksi sebesar

0Q1 tetapi mengurangi produksinya sampai titik E yaitu sampai biaya marginal perusahaan termasuk pajak sama dengan keuntungan marginal (MB=PMC+tax).

Pada titik E inipun tercapai alokasi sumber-sumber ekonomi yang efisien karena

pada titik E tersebut MB=PMC+MD(Marginal Damage). Penerimaan pemerintah

dari pajak ini dapat digunakan untuk pemberian kompensasi pada “korban”

pencemaran lingkungan misalnya berupa fasilitas kesehatan bagi masyarakat yang


(38)

Gambar 3. Pajak untuk Mengatasi Eksternalitas Negatif 2.2.2. Pajak Lingkungan

Pajak lingkungan merupakan salah satu instrument fiskal yang berperan

penting dalam mengurangi kerusakan lingkungan. Secara konseptual sebagaimana

disebut dalam buku Alfred Pigou,”The Economic of Welfare”, pajak lingkungan dirasionalkan sebagai upaya menginternalisasi biaya eksternal/biaya kerusakan

yang tidak termasuk dalam harga pasar (pigouvian tax) ke dalam private cost

(biaya perusahaan yang diperhitungkan berdasarkan laporan rugi laba), sehingga

tersedia dana dalam pembiayaan lingkungan hidup untuk mengurangi pencemaran

dan kerusakan lingkungan yang dapat diiringi dengan meningkatkan efisiensi

produksi. Oleh karena itu, pajak lingkungan menjadi tanggung jawab perusahaan

yang bersangkutan (Dhewanthi dan Apriani, 2006 dalam Septiviani, 2009 ). Q0

D B C E

MD

MB

PMC+tax

t (tax)

MSC=PMC+MD Rupiah

Jumlah Produksi PMC

A

F

0 Q1

Keterangan:

MSC :Marginal Social Cost

MB :Marginal Benefit

PMC :Marginal Private Cost

MD :Marginal Damage


(39)

Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup, fungsi pajak lingkungan

yaitu: (1) fungsi budgeter, yakni fungsi untuk mengisi kas daerah dan negara; (2)

fungsi regulerend, yakni pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah antara

lain: (a) mengatur usaha atau kegiatan yang memiliki dokumen Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL); (b) mengatur usaha atau kegiatan yang

membuat Upaya Pengelolan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL/UPL); (c) pencegahan, pengendalian, serta penanggulangan pencemaran

lingkungan; dan (d) pemberian ganti rugi kepada “korban” pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.3

Berdasarkan studi mengenai aplikasi pajak lingkungan pada Negara Eropa,

beberapa alasan utama mengapa pajak lingkungan diperlukan atau peran utama

dari pajak lingkungan yaitu (Fachruddin, 2007):

1) Pajak lingkungan adalah instrumen yang efektif untuk menginternalisasikan

biaya eksternalitas (biaya kerusakan dan pelayanan lingkungan) dimasukkan

ke dalam harga barang dari suatu kegiatan ekonomi. Pajak lingkungan

membantu untuk melakukan tekanan ekonomi kepada pihak-pihak yang

merusak lingkungan dan dengan cara yang sama dapat mengurangi beban

ekonomi kepada pihak-pihak yang ikut berkontribusi dalam menjaga

lingkungan.

2) Menciptakan insentif kepada produsen dan konsumen untuk mengubah

perilaku ke arah eco-efficient (ekoefisien) dalam menggunakan sumberdaya

alam.

3


(40)

3) Memberikan stimulus untuk berinovasi dalam teknologi dengan menggunakan

energi substitusi/energi terbarukan, teknologi yang ramah lingkungan.

4) Meningkatkan pendapatan yang dapat digunakan kembali untuk memperbaiki

kerusakan lingkungan.

5) Membuat biaya menjadi efektif dengan cara memberikan pilihan kepada

pencemar yaitu dengan membayar pajak berdasarkan tingkat eksternalitas

yang ditimbulkan, mengurangi produksi, atau menggunakan teknologi

pencegah eksternalitas.

6) Merupakan alat kebijakan yang efektif untuk mengatasi masalah prioritas

lingkungan seperti emisi kendaraan, limbah, bahan kimia yang dipakai dalam

sektor pertanian.

Jadi pada dasarnya ada dua tujuan yang hendak dicapai melalui

mekanisme pajak lingkungan, pertama adalah meningkatkan pendapatan dan

kedua adalah mengatasi eksternalitas. Melalui mekanisme pajak maka pihak

pencemar akan diberikan pilihan, apakah akan dikenakan denda sebagai akibat

eksternalitas yang ditimbulkannya atau mengeluarkan biaya investasi (abatement

cost) untuk mengurangi eksternalitas seperti yang disyaratkan.

Objek dari pajak lingkungan adalah biaya eksternalitas lingkungan yang

terdapat dalam harga, sehingga konsumen dan produsen memiliki insentif untuk

membatasi/mengurangi eksternalitas dan memperlakukan sumberdaya alam

dengan cara lebih bertanggung jawab. Harga setiap unit produksi seharusnya

merefleksikan biaya sebenarnya dari penggunaan sumberdaya alam tersebut dan


(41)

sumberdaya alam dengan cara yang bijaksana dan kesadaran yang tinggi

(Fachruddin, 2007).

2.3. Tarif Air Tanah

Air tanah tidak tersedia dengan cuma-cuma. Penggunaan air tanah

memiliki dampak dan menimbulkan kerusakan pada lingkungan, sehingga

menyebabkan adanya biaya lingkungan yang harus dimasukan ke dalam

perhitungan tarif air tanah.

Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (1994), dampak dari penetapan

tarif air tanah dapat diuji menggunakan dua kriteria. Pertama, penetapan tarif air

tanah akan mempengaruhi pengguna air tanah untuk mengurangi tingkat

konsumsi air tanahnya. Kedua, tarif air tanah akan disesuaikan dengan air pipa

(PAM) sehingga dengan adanya tarif air tanah akan mempengaruhi pengguna air

tanah untuk mengalihkan konsumsi airnya dari air tanah ke air pipa (PAM).

Dengan kata lain, tarif air tanah memberikan insentif bagi pengguna air tanah

untuk mengurangi penggunaannya atau menstimulasi pengguna air tanah agar

mereka beralih dari air tanah ke sumber air alternatif lainnya.

2.3.1. Pendekatan Biaya Pemanfaatan Air Tanah

Menurut Susilawati (2009), jumlah total biaya produksi yaitu biaya

internal ditambah dengan biaya eksternal atau disebut juga biaya sosial. Biaya

internal yaitu biaya yang harus dibayar oleh perusahaan dalam rangka

memproduksi suatu barang dan jasa. Biaya eksternal yaitu biaya dimana

perusahaan tidak membayarnya atau biaya yang harus dibayar oleh masyarakat.


(42)

memberikan harga yang tepat atas barang dan jasa yang dihasilkan, sehingga

akibatnya kesejahteraan masyarakat menurun.

Penyelesaian untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan biaya

eksternal adalah dengan cara memasukkan biaya eksternal ke dalam perhitungan

atau dengan kata lain ditanggung oleh produsen dan diperhitungkan untuk

menentukan harga barang dan jasa yang mereka produksi. Dengan cara tersebut

maka harga barang dan jasa bisa ditetapkan secara akurat dan semua konsumen

membayar dengan harga yang sama untuk komoditas tersebut (Susilawati, 2009).

Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (1994), penentuan tarif air

tanah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan total biaya pemanfaatan

air tanah. Total biaya pemanfaatan air tanah merupakan keseluruhan biaya yang

harus dikeluarkan terkait dengan proses pemanfaatan air tanah. Total biaya

pemanfaatan air tanah ini terdiri dari biaya internal dan biaya eksternal.

Total Biaya Pemanfaatan Air Tanah=Biaya Internal+Biaya Eksternal Biaya internal atau biaya pemanfaatan air tanah diartikan sebagai biaya

operasional dan manajerial dari pemompaan dan pengeboran air tanah itu sendiri.

Biaya eksternal merupakan seluruh biaya pemanfaatan air tanah yang terkait

dengan biaya atas kerusakan dan dampak pemanfaatan air tanah bagi lingkungan.

Biaya eksternal terdiri dari tambahan biaya atas penurunan permukaan air tanah,

biaya atas salinisasi air tanah, biaya atas penurunan permukaan tanah dan biaya

pencemaran air tanah.

Perhitungan tarif dasar air tanah dilakukan dengan menggunakan

komponen total biaya pemanfaatan air tanah dan biaya internal pemanfaatan air


(43)

dengan biaya internal dari pemanfaatan air tanah (Departemen Pekerjaan Umum,

1994).

Tarif Dasar Air Tanah=Total Biaya pemanfaatan Air Tanah-Biaya Internal Jika melihat pada perhitungan total biaya pemanfaatan air tanah dimana

total pemanfaatan air tanah merupakan penjumlahan dari biaya internal dengan

biaya eksternal dari pemanfaatan air tanah, maka tarif dasar air tanah tidak lain

adalah biaya eksternal dari pemanfaatan air tanah. Seperti telah dijelaskan

sebelumnya bahwa biaya eksternal ini terdiri dari biaya penurunan permukaan air

tanah, biaya salinisasi, biaya penurunan permukaan tanah, dan biaya pencemaran

air tanah.

2.3.2. Pendekatan Pengintegrasian Harga Air (Integrated Water Pricing)

Menurut Syaukat (2000) pengintegrasian harga air tanah dengan air pipa

(PAM) yaitu dimana kedua harga dari sumber air tersebut adalah sama, hal

tersebut dibutuhkan untuk mendorong para pengguna air agar lebih menggunakan

air pipa (PAM) dan mengurangi pemanfaatan air tanah. Hal ini disebabkan oleh

penggunaan dari kedua sumber air tersebut dapat saling mensubstitusi dan harga

dari air pipa (PAM) tidak dapat dipisahkan dari harga air tanah. Harga tersebut

harus dapat disebandingkan untuk setiap kategori pengguna agar mendorong

pengguna air tersebut untuk mengalihkan sumber airnya dari air tanah ke air pipa

(PAM).

Mennurut Departemen Pekerjaan Umum (1994) dampak dari penetapan

tarif air tanah yaitu selain mengurangi penggunaan air tanah juga membuat

pengguna air tanah agar beralih pada penggunaan air pipa (PAM). Untuk itu, agar


(44)

pemanfaatan air tanah harus sama dengan biaya pengguaan air pipa (PAM),

sehingga manfaat minimum yang diperoleh pengguna air tanah sama dengan

manfaat yang diterima atas penggunaan air pipa.

Total Biaya Pemanfaatan Air Tanah=Biaya Opportunitas Air Tanah= Biaya Sumber Air Alternatif (PAM)

Berdasarkan perhitungan total biaya pemanfaatan air tanah, nilai biaya

eksternal tidak lain adalah nilai tarif dasar air tanah, sehingga biaya eksternal

inilah yang harus akan disesuaikan agar nilai total biaya pemanfaatan air tanah

menjadi setara dengan biaya sumber air alternatifnya (air PAM). Dengan sama

besarnya nilai manfaat yang diterima atas pemanfaatan air tanah dengan

penggunaan air PAM, diharapkan dapat memberikan insentif kepada pengguna air

tanah untuk peralih dari air tanah ke air PAM yang berasal dari air permukaan.

2.4. Penelitian Terdahulu

Ebarvia (1997) melakukan penelitian mengenai penentuan harga atas

penggunaan air tanah oleh industri di kota Manila, Filipina. Penentuan harga air

tanah ini dilakukan karena banyaknya industri yang memanfaatkan air tanah

dalam proses produksinya namun harga atas air tanah tersebut belum ada. Untuk

menentukan harga air tanah ini, Ebarvia menggunakan metode Marginal Cost

Pricing yang diaplikasikan kedalam beberapa skenario. Dari hasil perhitungan,

kemudian dilihat skenario mana yang layak untuk diimplementasikan pada setiap

sektor industri. Skenario 2-b merupakan skenario pada daerah A dengan sumber

air berasal dari air tanah yang dalam penentuan harga air tanahnya memasukkan

biaya dari adanya gangguan dan intrusi air asin atau air laut, skenario ini menjadi

skenario yang paling layak diimplementasikan bagi sebagian besar sektor industri


(45)

Departemen Pekerjaan Umum (1994) melakukan pengkajian mengenai

studi manajemen sumberdaya air di Jabotabek. Pengkajian ini terdiri dari analisis

manajemen air tanah, pendekatan manajemen air tanah dan tarif air tanah. Dalam

pengkajian mengenai tarif air tanah, pengkaji membagi wilayah Jakarta menjadi

dua bagian, utara dan selatan. Dalam perhitungannya, untuk menentukan tarif air

tanah digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan total biaya pemanfaatan air

tanah dan pendekatan pengintegrasian harga air.

Biaya pemanfaatan air tanah dibagi menjadi tiga, biaya langsung (biaya

internal), biaya tidak langsung (biaya eksternal), dan biaya manajemen air tanah.

Biaya langsung terdiri dari biaya operasional dan manajerial dari pemanfaatan air

tanah. Biaya tidak langsung terdiri dari biaya penurunan permukaan air tanah

dalam, biaya penurunan permukaan air tanah dangkal, biaya salinisasi, biaya

penurunan permukaan tanah, dan biaya polusi air tanah dangkal.

Untuk wilayah selatan Jakarta, biaya internal dari pemanfaatan air tanah

yaitu sebesar Rp 284 per m3, sedangkan biaya eksternalnya sebesar Rp 356 per m3 yang terdiri dari biaya penurunan permukaan air tanah dalam sebesar Rp 41 per

m3, biaya penurnan permukaan air tanah dangkal sebesar Rp 51 per m3, biaya penurunan permukaan tanah sebesar Rp 118 per m3, dan biaya pencemaran air tanah dangka sebesar Rp 146 per m3. Selain itu, terdapat juga biaya manajemen air tanah sebesar Rp 70 per m3, sehingga total biaya pemanfaatan air tanah untuk wilayah selatan Jakarta yaitu sebesar Rp 710 per m3.

Untuk wilayah utara Jakarta, biaya internal dari pemanfaatan air tanah

yaitu sebesar Rp 393 per m3, sedangkan biaya penurunan permukaan air tanah dalam sebesar Rp 150 per m3, biaya penurnan permukaan air tanah dangkal


(46)

sebesar Rp 62 per m3, biaya penurunan permukaan tanah sebesar Rp 1.178 per m3, dan biaya pencemaran air tanah dangkal sebesar Rp 85 per m3, sehingga biaya eksternal dari pemanfaatan air tanah di wilayah ini sebesar Rp 1.474 per m3. Selain itu, terdapat juga biaya manajemen air tanah sebesar Rp 70 per m3, sehingga total biaya pemanfaatan air tanah untuk wilayah selatan Jakarta yaitu

sebesar Rp 1.937 per m3.

Berdasarkan perhitungan total biaya pemanfaatan air tanah, perhitungan

tarif dilakukan dengan menambahkan total biaya pemanfaatan dengan biaya

pengumpulan kemudian dikurangkan dengan biaya internal dari pemanfaatan air

tanah. Berdasarkan perhitungan, tarif air tanah untuk wilayah selatan Jakarta yaitu

sebesar Rp 456 per m3 dengan biaya pengumpulan sebesar Rp 30 per m3 dan Rp 1.594 per m3 untuk wilayah utara Jakarta dengan biaya pengumpulan sebesar Rp 50 per m3.

Jika berdasarkan perhitungan nilai manfaat bersih dari pengintegrasian

harga air dengan menggurangkan harga air alternatif dengan total biaya

pemanfaatan air tanah, dimana harga air alternatif ditetapkan sebesar Rp 1.113 per

m3, maka didapatkan manfaat bersih dari pemanfaatan air tanah di wilayah selatan Jakarta sebesar Rp 403 per m3 dan untuk wilayah utara Jakarta Rp -824 per m3. Manfaat bersih dari pemanfaatan air tanah di wilayah utara Jakarta bernilai negatif

yang artinya pemanfaatan air tanah di wilayah tersebut sudah menyebabkan

hilangnya manfaat ekonomi masyarakat, sehingga berdasarkan alasan ekonomi

tersebut pemanfaatan air tanah di wilayah utara Jakarta harus dihentikan atau

paling tidak dikurangi jumlahnya sehingga para pengguna air tanah dapat beralih


(47)

2.5. Keunggulan Penelitian

Penelitian mengenai tarif optimum air tanah sumur dalam masih jarang

dilakukan terutama yang dilakukan oleh mahasiswa di IPB. Penentuan tarif

retribusi optimum dalam penelitian ini juga menggunakan konsep Marginal Cost

Pricing sehingga dapat terlihat tarif yang optimum berdasarkan sudut pandang

analisis ekonomi. Dengan demikian penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan


(48)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Maraknya pembangunan dan tingginya aktivitas di kota besar seperti DKI

Jakarta memicu semakin dibutuhkannya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Salah satu cara pemenuhan kebutuhan air bersih yaitu melalui Perusahaan Air

Minum (PAM). Namun karena adanya keterbatasan jaringan, PAM hanya mampu

melayani sekitar 50% dari total kebutuhan air bersih. Selain itu, tarif PAM yang

berkisar Rp 6.000 sampai Rp 9.000 per meter kubiknya dirasa terlalu tinggi oleh

sebagian besar masyarakat. Kedua hal tersebut menjadi kendala bagi masyarakat

dalam penggunaan air yang disediakan oleh PAM, sehingga untuk mengatasi hal

tersebut masyarakat cenderung memilih alternatif pemenuhan kebutuhan air

bersih melalui pemanfaatan air tanah.

Pemanfaatan air tanah banyak dilakukan terutama oleh gedung-gedung

perkantoran, hotel, mal, dan lainnya yang melakukan penyedotan air tanah pada

sumur dalam (kedalaman >40 meter). Hal ini dikarenakan besarnya kebutuhan air

bersih di gedung-gedung tersebut serta tarif air tanah yang relatif lebih rendah

(berkisar Rp 333 sampai Rp 3.667 per m3) dibandingkan tarif yang diberlakukan oleh PAM.

Kendala yang muncul bagi pelayanan PAM serta tarif air tanah yang relatif

lebih murah dari tarif PAM, menimbulkan pola dalam pemanfaatan air bawah

tanah sumur dalam. Dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi penggunaan terhadap air tanah sumur dalam dengan

menganalisinya menggunakan analisis regresi berganda, sehingga pola


(49)

Rendahnya tarif air tanah yang berlaku saat ini akan berpengaruh pada

biaya pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan. Dalam penelitian ini

rata-rata biaya dalam mengekstraksi air tanah akan diestimasi melalui analisis

rata-rata biaya dari data para responden.

Estimasi rata-rata biaya pemanfaatan air tanah dilakukan perhitungan

dengan cara membagi antara biaya operasional dan manajerial dengan jumlah air

tanah yang digunakan tiap responden dalam kurun waktu satu bulan, sehingga

didapatkan nilai biaya per meter kubik air tanah. Kemudian diambil nilai raat-rata

dari biaya per meter kubik air tanah tersebut, nilai inilah yang menjadi gambaran

rata-rata biaya yang dikeluarkan saat melakukan pemanfaatan air tanah dalam

kurun waktu satu bulan. Setelah itu, data dalam analisis rata-rata biaya ekstraksi

air tanah ini juga digunakan untuk melakukan perhitungan dalam menentukan

tarif optimum.

ܴܽݐܽ െ ݎܽݐܾܽ݅ܽݕܽ ൌ ܤ݅ܽݕܱܽ݌݁ݎܽݏ݅݋݈݊ܽ ൅ ܤ݅ܽݕܽܯ݆ܽ݊ܽ݁ݎ݈݅ܽ ܬݑ݈݄݉ܽܣ݅ݎ݄ܶܽ݊ܽݕܽ݊݃ܦ݅݃݃݊ܽ݇ܽ݊

Tarif optimum air tanah diestimasi dengan metode Integrated Water

Pricing dimana total biaya pemanfaatan air tanah harus sama dengan biaya

penggunaan air pipa (PAM), sehingga manfaat minimum yang diperoleh

pengguna air tanah sama dengan manfaat yang diterima atas penggunaan air pipa.

Total Biaya Pemanfaatan Air Tanah=Biaya Opportunitas Air Tanah= Biaya Sumber Air Alternatif (PAM)

Dengan mengintegrasikan rata-rata biaya pemanfaatan air tanah ke dalam

tarif yang diberlakukan untuk air PAM (PPAM ≤ Pair tanah), dimana Pair tanah terdiri dari biaya internal yang berupa biaya pemanfaatan dan biaya biaya eksternal yang


(50)

penurunan permukaan tanah dan biaya pencemaran air tanah. Selisih nilai dari

rata-rata biaya pemanfaatan air tanah dengan tarif air PAM inilah yang dianggap

sebagai tarif yang optimum untuk air tanah.

Tarif optimum ini nantinya akan dianalisis dengan menggunakan metode

marginal cost pricing. Hasil dari analisis tersebut kemudian akan menghasilkan

gambaran pemanfaatan air tanah yang bijaksana serta tarif retribusi optimum air

tanah sumur dalam yang diharapkan dapat diimplementasikan dalam penetapan


(51)

Keterangan: - - - batasan penelitian

Gambar 4. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Kebutuhan Air Bersih

di DKI Jakarta

Perusahaan Air Minum (PAM) Air Tanah Tarif Retribusi Rata-rata Biaya Ekstraksi Pola Penggunaan Tarif Optimum Faktor-faktor yang mempenga-ruhi ekstraksi Estimasi Biaya per

m3 air tanah Estimasi Tarif Optimum dan analisis Marginal Cost Pricing Pemanfaatan yang Bijaksana serta Optimal

Jaringan Pelayanan Belum Mencakup Seluruh Wilayah Tarif yang Berlaku Tinggi

Kendala dalam penggunaan PAM

Penentuan Tarif Retribusi Air Terintegrasi antara Air Tanah dan


(52)

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juli 2009. Penentuan lokasi

penelitian mengenai pola penggunaan dan biaya ekstraksi air tanah sumur dalam

mengambil kasus di wilayah Jakarta Selatan yang dilakukan secara sengaja

(purposive), dengan mempertimbangkan sifat heterogen dari wilayahnya serta

banyaknya pelanggan yang tersebar pada wilayah tersebut.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan sebagai bahan analisa dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer melalui wawancara yang

dibantu dengan instrumen penelitian berupa kuesioner dengan responden yang

dimaksud yaitu pelanggan air bawah tanah sumur dalam sub golongan 4G

(Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah)

yang berada di wilayah Jakarta Selatan. Kuesioner yang dibagikan terdiri dari dua

bagian, yaitu bagian pertama berisi tentang identitas responden seperti nama

usaha, alamat, jenis usaha, lamanya usaha berdiri, dan luas bangunan tempat

usaha, Bagian kedua kuisioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan preferensi pelanggan terhadap air tanah. Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh dari PAM Jaya dan Badan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Provinsi DKI Jakarta melalui studi literatur dari data yang tersedia.

4.3. Teknik Pengambilan Contoh

Penarikan sampel untuk pengguna air bawah tanah ini menggunakan

metode Purposive Sampling yang dikhususkan pada jenis usaha perkantoran dari


(53)

Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah) yang berada di wilayah Jakarta Selatan,

dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30

pelanggan. Penentuan sampel ini dilakukan dengan mempertimbangkan

banyaknya pengguna pada golongan 4 (niaga besar) khususnya pada golongan 4G

(sebanyak 428 pelanggan) atau sekitar separuh dari total pelanggan pada golongan

4 (sebanyak 898 pelanggan). Adapun jumlah pelanggan dan banyaknya

penggunaan air bawah tanah per golongan tarif di wilayah Jakarta Selatan dapat

dilihat pada Tabel 3.

4.4. Metode Analisis Data

Data yang diproleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dangan menggunakan analisis deskriptif

untuk mengkaji karakteristik pengguna air tanah. Analisis kuantitatif dilakukan

dengan menggunakan pendekatan biaya rata-rata, regresi linier berganda, dan

pengintegrasian harga (Integrated Water Pricing). Pengolahan dan analisis data

menggunakan alat bantu komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007

dan Minitab14.

4.4.1. Identifikasi Pola Penggunaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Banyaknya Air Tanah yang Digunakan

Untuk mengidentifikasi pola penggunaan air bawah tanah dilihat dari

berapa jenis sumber air yang digunakan oleh pelanggan dan seberapa banyak

volume air yang digunakan dari tiap sumber airnya. Data mengenai jenis sumber

air dan volume air yang digunakan tersebut dimasukkan kedalam bentuk tabel

agar terlihat kombinasi dari keduanya (Tabel 4.). Kombinasi volume air yang

digunakan dari setiap sumber air (antara air bawah tanah dengan sumber lainnya)


(54)

Tabel 3. Jumlah Pelanggan dan Volume Air yang Digunakan per Golongan Tarif di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2008

Sumber : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. DKI Jakarta. Desember 2008 Kode

Tarif

Golongan Tarif Pelanggan Penggunaan (m3)

1 NON NIAGA 132 95106

1a 1b 1c 1d

Kedutaan/ Konsul/ Kantor Perwakilan Asing Institut/ Perguruan/ Kursus

Lembaga Swasta Non Komersial

Rumah Tangga mewah dengan Sumur Bor

12 53 12 55 12034 65128 5745 12199

2 NIAGA KECIL 176 31330

2a 2b 2c 2d 2e 2f 2g

Usaha Kecil yang berada dalam Rumah Tangga Usaha Kecil/ Losmen

Rumah Makan/ Restoran Kecil

RS. Swasta/ Poliklinik/ Laboratorium/ Praktek Dokter

Kantor pengacara

Hotel Melati/ Non Bintang

Perdagangan Niaga Kecil Lainnya

71 11 19 29 1 7 38 4272 3385 4057 13983 0 1059 4574

3 INDUSTRI KECIL 32 3099

3a 3b Industri Kecil Perikanan/ Peternakan 32 0 3099 0

4 NIAGA BESAR 898 480856

4a 4b 4c 4d 4e 4f 4g 4h 4i 4j

Hotel Bintang 1, 2, 3 Apartemen

Steambath dan Salon Bank

Night Club/ Bar/ Café/ Restoran Besar

Bengkel Besar/ Service Station Perseroan Terbatas/ BUMN/ BUMD Perdagangan Niaga Besar Lainnya Real Estate

Hotel Bintang 4, 5

26 115 6 35 33 38 428 181 23 13 23090 72115 397 32115 5881 14791 225469 91915 6376 8707

5 INDUSTRI BESAR 28 6772

5a 5b 5c 5d 5e 5f 5g Pabrik Es

Pabrik Makanan/ Minuman

Pabrik Kimia/ Obat-obatan/ Kosmetik Gudang Pendingin Pabrik Tekstil Pabrik Baja Industri Lainnya 0 7 7 0 0 0 14 0 462 1720 0 0 0 4590


(55)

Tabel 4. Pola dalam Penggunaan Air

No. Nama Perusahaan

Volume Air yang Digunakan dari Tiap Sumber (m3)

Volume Total

(m3) Air Bawah Tanah PAM Lainnya

1

2

.

.

.

30

Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya penggunaan air bawah tanah

ditentukan dengan menggunakan model regresi linier berganda. Persamaan regresi

dalam penelitian ini adalah:

VOL = â0 + â1 LU + â2 LB + â3 PAM - â4 HAT + â5 EMPL + â6 FREK + â7 TOIL + â8 MOSQ + â9 CWAS + â10 PANT

dimana:

VOL = jumlah penggunaan air tanah (m3)

â0 = konstanta â1,â2,…,â10 = koefisien regresi

LU = lamanya usaha berdiri (tahun) LB = luas bangunan tempat usaha (m2) PAM = sumber air alternatif (PAM)

{1 = punya ( ≥ 2 sumber), 2 = tidak punya (hanya 1 sumber) }

HAT = harga air tanah

(1 = mahal, 2 = tidak mahal, 3 = murah) EMPL = jumlah pekerja (orang)

FREK = frekuensi penggunaan air tanah

(1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = selalu) TOIL = jumlah toilet (unit)

MOSQ = jumlah masjid/mushola (unit)

CWAS = jumlah tempat pencucian kendaraan (unit) PANT = jumlah pantry (unit)

Untuk mendapatkan koefisien regresi parsial, digunakan metode kuadrat


(56)

pertimbangan metode ini mempunya karakteristik yang optimal, sederhana dalam

perhitungan dan umum digunakan.

Adapun tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: â1, â2, â3, … > 0, dengan menggunakan metode uji statistik berupa regresi linear dengan metode

kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Selanjutnya, terdapat kriteria yang

digunakan dalam mengevaluasi model ekonometrika tersebut, yaitu: 1) kriteria

ekonomi, 2) kriteria statistik, dan 3) kriteria ekonometrika (Koutsoyiannis, 1977

dalam Putri, 2007). Kriteria ekonomi menyangkut tanda dan besaran parameter

dugaan. Kriteria statistik, melihat nilai R2, nilai F-hitung model yang digunakan dan nilai t-hitung masing-masing parameter dugaan. Kriteria terakhir, yaitu

ekonometrika digunakan untuk melihat pelanggaran asumsi yang terjadi.

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat sampai seberapa jauh keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas terhadap parameter tidak

bebasnya (Goodness of Fit). Jika R2 semakin tinggi, maka semakin baik model karena semakin besar keragaman dari peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh

peubah-peubah penjelas.

Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik pengaruh nyata

atau tidaknya koefisien regresi masing-masing parameter yang dipakai secara

terpisah terhadap parameter tidak bebas.

H0 : âi = 0 atau variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (VOL)

H1 : âi≠ 0 atau variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (VOL)


(57)

Apabila t-hitung lebih besar dari t tabel berarti variabel bebas (LU, LB, PAM,

HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) berpengaruh nyata terhadap

VOL.

Jika thit(n-k) < ttabel, maka H0 diterima, artinya variabel (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) tidak berpengaruh nyata terhadap (VOL)

Jika thit(n-k) > ttabel, maka H0 ditolak, artinya variabel (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) berpengaruh nyata terhadap (VOL)

Uji t juga dapat dilakukan dengan cara melihat output perhitungan komputer

dengan melihat p-value pada masing-masing variabel bebas. Apabila p-value pada

masing-masing variabel bebas lebih kecil dari á maka disimpulkan bahwa variabel

bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT)

berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (VOL).

Nilai F-hitung digunakan untuk melihat berpengaruh nyata atau tidaknya

variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS,

PANT) terhadap variabel tidak bebasnya (VOL) secara bersama-sama.

H0 : â1 = â2 = â3 = … = âk = 0 atau variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (VOL)

H1 : â1≠â2≠â3≠…≠âk≠ 0 atau variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (VOL)

Jika F-hitung lebih besar dari F tabel, maka parameter bebas berpengaruh nyata


(58)

Jika Fhit < Ftabel, maka H0 diterima, artinya variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (VOL)

Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (LU, LB, PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (VOL) Untuk output perhitungan komputer, maka dapat dilihat p-value dari statistik F.

Apabila p-value < á maka berarti secara bersama-sama variabel bebas (LU, LB,

PAM, HAT, EMPL, FREK, TOIL, MOSQ, CWAS, PANT) berpengaruh nyata

terhadap VOL.

4.4.1.1. Metode Uji Statistik

Untuk mengetahui kebaikan suatu model yang telah dibuat, perlu

dilakukan pengujian secara statistik. Uji statistik yang dilakukan adalah:

1) Uji Normalitas

Uji Normalitas diperlukan untuk menguji apakah error term dari data

maupun observasi yang jumlahnya kurang dari 30, mendekati sebaran normal

sehingga t statistik sah. Uji dapat dilakukan adalah uji Jarque Bera, dengan

prosedur:

H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Terima H0 jika statistik J-B < ÷

2

df-2 atau nilai probabilitasnya lebih besar dari á. 2) Uji Multikolinearitas

Kolinearitas ganda (multicolinierity) merupakan hubungan linear yang

sama kuat antara peubah-peubah bebas dalam persamaan regresi berganda.


(59)

Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai

Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing peubah bebas. Jika nilai VIF

kurang dari 10 menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami

multikolinear. Sebaliknya, jika VIF peubah bebasnya lebih besar dari 10

menunjukkan persamaan tersebut masih mengalami multikolinearitas.

3) Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah

homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap pengamatan.

Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Untuk

mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakuka uji dengan White

Heteroscedasticity Test (Ramanathan, 1997) sebagai berikut:

H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada heteroskedastisitas

Tolak H0 jika obs* R-square > ÷2df-2 atau probability obs* R-square < á. 4) Autokolerasi

Autokolerasi adalah pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan dalam

pengamatan-pengamatan yang berbeda terdapat korelasi antara error term. Untuk

menguji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW) dengan

prosedur:

H0: tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif H1: terdapat serial autokorelasi.


(60)

4.4.2. Estimasi Rata-rata Biaya Pemanfaatan Air Tanah

Total biaya pemanfaatan air tanah merupakan keseluruhan biaya yang

harus dikeluarkan terkait dengan proses pemanfaatan air tanah. Total biaya

pemanfaatan air tanah ini terdiri dari biaya internal dan biaya eksternal.

Total Biaya Pemanfaatan Air Tanah=Biaya Internal+Biaya Eksternal Biaya internal atau biaya pemanfaatan air tanah diartikan sebagai biaya

operasional dan manajerial dari pemompaan dan pengeboran air tanah itu sendiri.

Biaya eksternal merupakan seluruh biaya pemanfaatan air tanah yang terkait

dengan biaya atas kerusakan dan dampak pemanfaatan air tanah bagi lingkungan.

Biaya eksternal terdiri dari tambahan biaya atas penurunan permukaan air tanah,

biaya atas salinisasi air tanah, biaya atas penurunan permukaan tanah dan biaya

pencemaran air tanah.

Untuk mengestimasi rata-rata biaya pemanfaatan air tanah, dilakukan

perhitungan dengan cara membagi antara biaya operasional dan manajerial dengan

jumlah air tanah yang digunakan tiap responden dalam kurun waktu satu bulan,

sehingga didapatkan nilai biaya per meter kubik air tanah. Kemudian diambil nilai

rata-rata dari biaya per meter kubik air tanah tersebut, nilai inilah yang menjadi

gambaran rata-rata biaya yang dikeluarkan saat melakukan pemanfaatan air tanah

dalam kurun waktu satu bulan.

ܴܽݐܽ െ ݎܽݐܾܽ݅ܽݕܽ ൌ ܤ݅ܽݕܱܽ݌݁ݎܽݏ݅݋݈݊ܽ ൅ ܤ݅ܽݕܽܯ݆ܽ݊ܽ݁ݎ݈݅ܽ ܬݑ݈݄݉ܽܣ݅ݎ݄ܶܽ݊ܽݕܽ݊݃ܦ݅݃ݑ݊ܽ݇ܽ݊ 4.4.3. Estimasi Tarif Optimum

Tarif optimum air tanah diestimasi dengan metode Integrated Water


(1)

Lampiran 3. Hasil Uji Glesjer Fungsi Penggunaan Air Tanah

Regression Analysis: |ut| versus LU, LB, ...

The regression equation is

|ut| = - 19 - 2.00 LU - 0.0115 LB + 448 PAM + 17 HPAM + 0.672 EMPL + 13 FREK - 1.09 TOIL - 1.83 MOSQ - 45.1 CWAS - 4.64 PANT

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -19 1481 -0.01 0.990 LU -2.004 7.654 -0.26 0.796 1.2 LB -0.01147 0.01311 -0.88 0.392 6.7 PAM 447.9 767.8 0.58 0.567 8.2 HPAM 16.6 237.5 0.07 0.945 7.7 EMPL 0.6720 0.3830 1.75 0.095 4.3 FREK 13.2 167.1 0.08 0.938 1.1 TOIL -1.094 3.052 -0.36 0.724 3.7 MOSQ -1.826 5.627 -0.32 0.749 2.1 CWAS -45.11 98.51 -0.46 0.652 1.8 PANT -4.640 8.934 -0.52 0.610 7.8

S = 366.309 R-Sq = 31.5% R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 10 1171128 117113 0.87 0.572 Residual Error 19 2549463 134182

Total 29 3720590

Source DF Seq SS LU 1 86922 LB 1 198704 PAM 1 128873 HPAM 1 6 EMPL 1 478388 FREK 1 3437 TOIL 1 179348 MOSQ 1 22811 CWAS 1 36453 PANT 1 36185

Unusual Observations

Obs LU |ut| Fit SE Fit Residual St Resid 9 2.0 1260.9 640.0 212.1 620.8 2.08R

R denotes an observation with a large standardized residual.


(2)

RESI4 P e rc e n t 1500 1000 500 0 -500 -1000 -1500 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0.150 2.804275E-13 StDev 649.8 N 30 KS 0.081 P-Value

Probability Plot of RESI4

Normal Residual P e r c e n t 1000 0 -1000 99 90 50 10 1 Fitted Value R e s id u a l 6000 4500 3000 1500 0 1000 500 0 -500 -1000 Residual F r e q u e n c y 1000 500 0 -500 -1000 4.8 3.6 2.4 1.2 0.0 Observation Order R e s id u a l 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1000 500 0 -500 -1000

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for VOL

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, sim ply open the docum ent you want to convert, click “print”, select the


(3)

Nomor

Pemakaian

Air Tanah Tenaga Kerja Listrik Total

Biaya Rata-rata Pemakaian

(m3 )

Jumlah Pekerja

Upah

(Rp) Total

Biaya per unit air tanah (Rp / m3)

Kapasitas (KW)

Waktu per bulan (Jam)

Biaya Per

KWH Total

Biaya Per Unit Air

Tanah 1 s/d 500 m3

1 283 2 1500000 3000000 10600.71 4.0 78 1035 322920 1141.06 11741.77 Mean 11981.1

2 378 3 1200000 3600000 9523.81 3.7 312 1035 1194804 3160.86 12684.67 Minimum 6941.85

3 386 2 1500000 3000000 7772.02 21.0 156 1035 3390660 8784.09 16556.11 Maximum 16556.11

4 400 2 1200000 2400000 6000.00 3.5 104 1035 376740 941.85 6941.85

5 597 1 1500000 1500000 2512.56 3.7 156 1035 597402 1000.67 3513.24 501 s/d 1000 m3

6 805 4 1250000 5000000 6211.18 6.6 78 1035 532818 661.89 6873.07 Mean 7473.849

7 837 3 1500000 4500000 5376.34 5.0 52 1035 269100 321.51 5697.85 Minimum 3513.236

8 939 6 2000000 12000000 12779.55 3.0 312 1035 968760 1031.69 13811.25 Maximum 13811.25

9 1025 2 1500000 3000000 2926.83 5.0 130 1035 672750 656.34 3583.17

10 1111 2 1300000 2600000 2340.23 3.5 104 1035 376740 339.10 2679.33 1001 s/d 2500 m3

11 1132 4 1500000 6000000 5300.35 4.0 208 1035 861120 760.71 6061.06 Mean 4040.063

12 1138 3 1200000 3600000 3163.44 2.2 104 1035 236808 208.09 3371.54 Minimum 1647.037

13 1146 1 1500000 1500000 1308.90 0.6 624 1035 387504 338.14 1647.04 Maximum 6538.871

14 1156 4 1500000 6000000 5190.31 5.0 104 1035 538200 465.57 5655.88

15 1191 3 1500000 4500000 3778.34 3.7 208 1035 796536 668.80 4447.13 Diatas 2500 m3

16 1541 5 1800000 9000000 5840.36 5.0 208 1035 1076400 698.51 6538.87 Mean 2702.156

17 1734 5 1700000 8500000 4901.96 4.0 208 1035 861120 496.61 5398.57 Minimum 262.2234

18 1946 5 1500000 7500000 3854.06 3.5 156 1035 565110 290.40 4144.46 Maximum 4840.361

19 2133 3 1500000 4500000 2109.70 3.7 156 1035 597402 280.08 2389.78

20 2187 4 1200000 4800000 2194.79 15.0 52 1035 807300 369.14 2563.92 rata-rata biaya

21 2878 9 1500000 13500000 4690.76 4.0 104 1035 430560 149.60 4840.36 Mean 5110.737

22 2930 4 1700000 6800000 2320.82 4.0 104 1035 430560 146.95 2467.77 Minimum 262.2234

23 3000 8 1500000 12000000 4000.00 5.0 72 1035 372600 124.20 4124.20 Maximum 16556.11

24 3022 5 1500000 7500000 2481.80 13.0 78 1035 1049490 347.28 2829.08

25 3072 8 1700000 13600000 4427.08 3.0 234 1035 726570 236.51 4663.60 Biaya Tenaga Kerja

26 3716 4 1500000 6000000 1614.64 3.6 78 1035 290628 78.21 1692.85 Mean 4306.979

27 3745 5 2000000 10000000 2670.23 5.0 130 1035 672750 179.64 2849.87 Minimum 238.2844

28 4638 6 1500000 9000000 1940.49 3.5 156 1035 565110 121.84 2062.34 Maximum 12779.55

29 5264 4 1500000 6000000 1139.82 3.5 130 1035 470925 89.46 1229.28


(4)

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, sim ply open the docum ent you want to convert, click “print”, select the


(5)

(6)

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, sim ply open the docum ent you want to convert, click “print”, select the