PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN

PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN

Pada triwulan II tahun 2018, Neraca Pembayaran

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II

NPI mengalami defisit lebih Indonesia (NPI) pada

tahun 2018 mengalami defisit sebesar USD4,3

besar, terutama triwulan II tahun 2017

miliar. Kinerja tersebut menurun dibandingkan

dipengaruhi oleh defisit mengalami suplus sebesar

dengan triwulan II tahun 2017 yang mengalami

neraca transaksi berjalan USD0,7 miliar.

yang lebih besar. surplus sebesar USD0,7 miliar maupun triwulan I tahun 2018 yang defisit sebesar USD3,9 miliar.

Defisit NPI pada triwulan II tahun 2018 yang lebih tinggi tersebut terutama dipengaruhi oleh defisit neraca transaksi berjalan yang lebih tinggi serta

surplus transaksi modal dan finansial yang masih rendah. Neraca transaksi modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD4,0 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD5,3 miliar meskipun lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018 yang mencapai USD2,4 miliar. Perkembangan neraca pembayaran Indonesia dapat dilihat pada Gambar 30 dan Tabel

43 di bawah.

Gambar 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2016 –Triwulan II Tahun 2018 (Miliar

2018 Transaksi Berjalan

-4,6 -5,6 -5,0 -1,8 -2,2 -4,7 -4,6 -5,8 -5,7 -8,0 Transaksi Modal dan Finansial 4,4

10,2 6,9 2,4 4,0 Neraca Keseluruhan

5,4 1,0 -3,9 -4,3 Posisi Cadangan Devisa

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 43. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2016 –Triwulan II Tahun 2018 (Miliar USD)

Q3 Q4 Q1 Q2 I. Transaksi Berjalan

-5,0 -1,8 -2,2 -4,7 -4,6 -5,8 -5,7 -8,0 A. Barang

3,9 5,1 5,6 4,8 5,3 3,1 2,3 0,3 Ekspor

34,9 40,2 40,8 39,2 43,4 45,5 44,4 43,8 Impor

-31,0 -35,1 -35,1 -34,3 -38,1 -42,5 -42,1 -43,5 1. Barang Dagangan Umum

3,7 5,3 5,5 4,6 5,0 2,8 2,0 0,5 - Ekspor, fob.

34,6 39,9 40,4 38,8 42,8 44,9 43,7 43,3 - Impor, fob.

-30,9 -34,6 -35,0 -34,2 -37,8 -42,1 -41,7 -42,8 a. Nonmigas

5,0 6,4 7,6 6,1 6,3 5,1 4,4 3,2 - Ekspor, fob

31,3 36,3 36,5 35,4 39,0 40,6 39,7 38,8 - Impor, fob

-26,3 -29,9 -28,8 -29,3 -32,6 -35,4 -35,2 -35,6 b. Migas

-1,3 -1,1 -2,2 -1,5 -1,3 -2,4 -2,4 -2,7 - Ekspor, fob

3,3 3,6 4,0 3,4 3,9 4,3 4,1 4,5 - Impor, fob

-4,6 -4,7 -6,1 -5,0 -5,1 -6,7 -6,5 -7,2 2. Barang Lainnya

0,2 -0,2 0,2 0,3 0,2 0,3 0,3 -0,2 - Ekspor, fob.

0,3 0,4 0,3 0,4 0,6 0,6 0,6 0,5 - Impor, fob.

-0,1 -0,6 -0,2 -0,1 -0,4 -0,4 -0,3 -0,7 B. Jasa - jasa

-1,7 -1,7 -1,2 -2,2 -2,1 -2,2 -1,6 -1,8 C. Pendapatan Primer

-8,1 -6,3 -7,7 -8,3 -8,9 -7,8 -7,9 -8,2 D. Pendapatan Sekunder

II . Transaksi Modal

10,1 7,7 6,8 5,3 10,2 6,9 2,4 4,0 1. Investasi Langsung

III . Transaksi Finansial

6,6 3,5 2,8 4,4 7,4 4,9 2,9 2,5 2. Investasi Portofolio

6,6 -0,3 6,5 8,1 4,0 2,0 -1,2 0,1 3. Derivatif Finansial

0,0 0,1 -0,1 0,0 0,0 -0,1 0,1 0,0 4. Investasi Lainnya

-3,1 4,4 -2,5 -7,2 -1,2 0,1 0,6 1,5

IV. Total (I + II + III )

5,1 6,0 4,6 0,6 5,6 1,1 -3,3 -4,0

V. Selisih Perhitungan Bersih

0,6 -1,5 -0,1 0,1 -0,2 -0,1 -0,6 -0,3

5,7 4,5 4,5 0,7 5,4 1,0 -3,9 -4,3 Posisi Cadangan Devisa

VI . Neraca Keseluruhan (IV + V)

115,7 116,4 121,8 123,1 129,4 130,2 126,0 119,8 Dalam Bulan Impor dan

Pembayaran Utang Luar Negeri 8,5 8,4 8,6 8,6 8,6 8,3 7,7 6,9 Pemerintah Transaksi Berjalan (% PDB)

-2,0 -0,7 -0,9 -1,9 -1,8 -2,3 -2,2 -3,0

Sumber: Bank Indonesia

Transaksi Berjalan Perkembangan Neraca Perdagangan

Neraca Perdagangan Barang Pada triwulan II tahun 2018, neraca perdagangan

Surplus neraca

barang surplus sebesar USD0,3 miliar, lebih kecil

perdagangan barang

dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang surplus

menurun, menjadi sebesar USD0,3 miliar.

sebesar USD4,8 miliar dan triwulan I tahun 2018 yang besarnya USD2,3 miliar. Penurunan surplus tersebut didorong oleh menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan membesarnya defisit neraca perdagangan migas. Perkembangan neraca perdagangan barang dapat dilihat pada Gambar 31 di bawah.

Gambar 31. Neraca Perdagangan Barang Triwulan I Tahun 2015-Triwulan II Tahun 2018

2017 2018 Barang Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0

6,4 7,6 6,1 6,3 5,1 4,4 3,2 Barang Migas

-1,1 -1,9 -2,0 -0,7 -0,9 -1,4 -1,3 -1,1 -2,2 -1,5 -1,3 -2,4 -2,4 -2,7 Neraca Barang

Sumber: Bank Indonesia Neraca perdagangan nonmigas surplus sebesar

Surplus neraca

USD3,2 miliar USD, lebih rendah dari triwulan

perdagangan nonmigas menurun dipengaruhi

triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD6,1 miliar

oleh pertumbuhan impor

dan triwulan II tahun 2018 yang besarnya USD4,4

barang modal dan

miliar. Kinerja tersebut dipengaruhi oleh

penurunan kinerja ekspor.

pertumbuhan impor barang modal dan penurunan kinerja ekspor.

Defisit neraca

Sementara itu, neraca perdagangan migas mencapai

perdagangan migas

defisit sebesar USD2,7 miliar, lebih tinggi

mencapai USD2,7 miliar.

dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD1,5 miliar maupun triwulan I tahun 2018 yang mencapai USD2,4. Kinerja ini dipengaruhi oleh impor yang melebihi ekspor.

Neraca Perdagangan Jasa

Neraca perdagangan

Pada triwulan II tahun 2018, defisit neraca

jasa defisit sebesar

perdagangan jasa mencapai USD1,8 miliar, lebih

USD1,8 miliar.

rendah dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang defisit sebesar USD2,2 miliar, namun lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018 yang defiist sebesar USD1,6 miliar. Hal ini terutama dipengaruhi oleh menurunnya surplus jasa perjalanan dan meningkatnya

jasa transportasi. Perkembangan neraca perdagangan jasa dapat dilihat pada Gambar 32 berikut.

defisit

Gambar 32. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2016-Triwulan II Tahun 2018 (Miliar USD)

Q4 Q1 Q2 2016

Jasa asuransi dan dana pensiun Biaya penggunaan kekayaan intelektual Jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi

Jasa bisnis lainnya

Sumber: Bank Indonesia Surplus jasa perjalanan mengalami penurunan pada

Surplus jasa perjalanan

triwulan II tahun 2018 menjadi sebesar USD1,1

menurun, diiringi oleh meningkatnya defisit jasa

miliar. Surplus tersebut lebih besar dibandingkan

transportasi .

triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD0,8 miliar triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD0,8 miliar

Gambar 33. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2017-Triwulan II Tahun 2018

Q1 -4,0

3,0 4,0 Impor Perjalanan

Ekspor Perjalanan

Impor Transportasi

Ekspor Transportasi

Sumber: Bank Indonesia

Neraca Pendapatan Neraca Pendapatan Primer

Gambar 34. Neraca Pendapatan Investasi Triwulan I Tahun 2016-Triwulan II Tahun 2018 (USD Miliar)

0,0 -2,0 -4,0 -6,0 -8,0

-10,0 Q1

Q2

Q4 Q1 Q2 2016

2018 Pendapatan investasi

Kompensansi tenaga kerja Pendapatan investasi langsung

Pendapatan investasi portofolio Pendapatan investasi lainnya

Sumber: Bank Indonesia

Pada triwulan II tahun 2018, neraca pendapatan

Neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar

primer mengalami defisit sebesar USD8,2 miliar.

USD8,2 miliar.

Defisit tersebut lebih kecil dari triwulan II tahun 2017 yang sebesar USD8,3 miliar, namun meningkat dibandingkan triwulan I tahun 2018 yang defisit sebesar USD7,9 miliar. Defisit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya pembayaran pendapatan investasi portofolio dalam bentuk deviden. Selain itu juga dipengaruhi oleh meningkatnya pembayaran investasi lainnya dalam bentuk bunga pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta. Gambaran perkembangan neraca pendapatan primer dapat dilihat pada gambar 34 di atas.

Neraca Pendapatan Sekunder

Neraca pendapatan sekunder pada triwulan II tahun

Neraca pendapatan

sekunder surplus sebesar

2018 surplus sebesar USD1,6 miliar, lebih tinggi

USD1,6 miliar.

dibandingkan triwulan II tahun 2017 maupun triwulan I tahun 2018 yang masing-masing besarnya USD1,0 miliar dan USD1,4 miliar. Peningkatan surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya remitansi dari pekerja migran Indonesia

Gambaran mengenai perkembangan pendapatan sekunder dapat dilihat pada Gambar 35 berikut.

(PMI).

Gambar 35. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2016-Triwulan II Tahun 2018 (Miliar USD)

-1,4 -1,4 -1,2 -1,5 -1,4 -1,4 -1,4 -1,5 Pendapatan Sekunder 1,2

Sumber: Bank Indonesia

Neraca Modal dan Finansial

Neraca transaksi modal

Pada triwulan II tahun 2018 neraca transaksi modal

dan finansial surplus

dan finansial mengalami surplus sebesar USD4,0

sebesar USD4,0 miliar.

miliar, menurun dari triwulan II tahun 2017 yang mencapai USD5,3 miliar namun lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018 yang besarnya USD2,4 miliar. Penurunan surplus tersebut terutama disebabkan oleh investasi portofolio yang menurun cukup signifikan. Perkembangan neraca transaksi modal dan finansial dapat dilihat pada Gambar 36 berikut.

Pada triwulan II tahun 2018, investasi langsung

Surplus investasi langsung pada triwulan II tahun 2018

surplus sebesar USD2,5 miliar, lebih kecil dari

sebesar USD2,5 miliar.

triwulan II tahun 2017 yang besarnya USD4,4 miliar dan triwulan I tahun 2018 yang besarnya USD2,9 miliar. Penurunan surplus tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya arus keluar pada sisi aset dan menurunnya arus masuk pada sisi kewajiban.

Gambar 36. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2016 –Triwulan II Tahun 2018

(Miliar USD)

2018 Investasi Langsung

7,4 4,9 2,9 2,5 Investasi Portofolio

4,0 2,0 -1,2 0,1 Investasi Lainnya

Sumber: Bank Indonesia Kinerja investasi portofolio mengalami surplus

Investasi portofolio pada triwulan II tahun 2018

sebesar USD0,1 miliar pada triwulan II tahun 2018,

surplus sebesar USD0,1

menurun dari triwulan II tahun 2017 yang surplus

miliar.

sebesar USD8,1 miliar, namun membaik dari triwulan I tahun 2018 yang defisit sebesar USD1,2 miliar. Perkembangan tersebut terutama didukung oleh penerbitan obligasi global pemerintah dan koorporasi.

Pada triwulan II tahun 2018 investasi lainnya

Investasi lainnya mengalami surplus sebesar USD1,5

mengalami surplus sebesar USD1,5 miliar,

miliar.

meningkat signifikan dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang defisit sebesar USD7,2 miliar serta lebih tinggi dari triwulan I tahun 2018 yang surplus sebesar USD0,6 miliar. Peningkatan suplus tersebut dipengaruhi oleh penarikan simpanan sektor swasta pada bank di luar negeri.

Cadangan Devisa Cadangan devisa Indonesia pada triwulan II tahun

Cadangan devisa

2018 mencapai USD119,8 miliar atau setara dengan

Indonesia pada triwulan II tahun 2018 mencapai

6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

USD119,8 miliar.

pemerintah. Jumlah

tersebut lebih kecil dibandingkan triwulan II tahun 2017 yang besarnya USD123,1 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah maupun triwulan I tahun 2018 yang besarnya USD126,0 miliar atau setara dengan 7,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sementara itu, pada bulan Juli 2018 cadangan devisa Indonesia sebesar USD118,3 miliar atau setara dengan 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

PERKEMBANGAN INVESTASI Perkembangan Investasi

Dalam penghitungan PDB sisi pengeluaran,

Pertumbuhan PMTB pada triwulan II tahun 2018

komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto

mencapai 5,87 persen.

(PMTB) triwulan II tahun 2018 tumbuh sebesar 5,87 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2017 dan mengalami kenaikan sebesar 0,97 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya.

Tabel 44. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan II Tahun 2018 (persen)

Q2-2017

Q2-2017

Q2-2017

Q2-2018 Q2-2018 Q2-2018

(YoY) (Proporsi)

Pertumbuhan PDB

5,27 Pertumbuhan PMTB

5,87 31,15 (PDB Konstan)

a. Bangunan

5,02 23,23 b. Mesin dan

22,48 3,01 Perlengkapan Dalam Negeri

8,01 1,67 d. Peralatan Lainnya

c. Kendaraan

7,29 0,55 e. Sumber Daya

0,02 1,86 Hayati f. Produk Kekayaan

-12,82 0,82 Intelektual Sumber: BPS

Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap

Faktor pendorong

Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan II

pertumbuhan PMTB terbesar adalah komponen Bangunan

tahun 2018 (YoY) secara lebih detil didorong oleh

dengan kontribusi sebesar

pertumbuhan Mesin dan Perlengkapan Dalam

23,23 persen.

Negeri sebesar 22,48 persen, Kendaraan sebesar 8,01 persen, dan Peralatan lainnya sebesar 7,29 persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan II tahun 2018 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 23,23 persen.

Realisasi Investasi Realisasi Per Sektor

Realisasi PMA pada triwulan II tahun 2018

Realisasi PMA pada triwulan II tahun 2018 mengalami

mengalami penurunan sebesar 13,5 persen

penurunan sebesar 13,5

dibandingkan periode yang sama pada tahun

persen (YoY) disebabkan

sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor

penurunan pada sektor

tersier dengan pertumbuhan sebesar 8,9 persen,

primer dan sekunder. Sedangkan realisasi PMDN

sedangkan sektor primer dan sekunder mengalami

mengalami pertumbuhan

penurunan dengan pertumbuhan negatif masing-

yang disebabkan oleh

masing sebesar 5,8 persen dan 33,7 persen. Untuk

kenaikan pada sektor

PMDN, kenaikan

realisasi

didorong oleh

primer dan tersier.

pertumbuhan positif yang terjadi di sektor primer dan tersier. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor

primer dengan pertumbuhan sebesar 80,3 persen, diikuti sektor tersier yang mengalami pertumbuhan sebesar 42,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan II tahun 2018, sektor tersier adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA maupun PMDN yaitu masing-masing sebesar 44,6 persen dan 44,0 persen.

Tabel 45. Tingkat Pertumbuhan dan Proporsi Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan II Tahun 2018

Berdasarkan Sektor

PMDN Jumlah

(USD juta)

Primer

Sekunder Tersier (Rp Triliun)

99,2 119,6 262,4 2017-TW II

24,9 24,8 61,0 2018-TW II

24,8 35,4 80,6 Pertumbuhan (YoY, %)

30,7 44,0 100 Sumber: BKPM, diolah

Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan II

Sektor yang berkontribusi paling besar dalam realisasi

tahun 2018, lima sektor yang memberikan

PMA adalah sektor

kontribusi terbesar terhadap total realisasi PMA

pertambangan sebesar 13,9

secara berurutan adalah sektor Pertambangan (13,9

persen, sedangkan pada

persen), Kawasan Industri dan Perkantoran (13,5

realisasi PMDN adalah sektor sektor Transportasi

persen), Listrik, Gas dan Air (12,6 persen), Industri

Gudang dan Telekomunikasi

Logam Dasar Mesin dan Elektronik (10,9 persen),

yakni sebesar 22,1 persen.

dan Transportasi Gudang dan Telekomunikasi (8,2 persen). Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal

Gudang dan Telekomunikasi sebesar 22,1 persen terhadap total realisasi PMDN, kemudian setelahnya antara lain: Pertambangan sebesar 18,4 persen, Industri Makanan 15,3 persen, Listrik, Gas dan Air 10,9 persen, dan Tanaman Pangan dan Perkebunan 6,7 persen.

Tabel 46. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2018

PMA PMDN Sektor/Bidang Usaha

USD

% Thd

Sektor/Bidang Usaha

Triliun Total

1 Pertambangan

13,9 1 Transportasi, Gudang dan

Telekomunikasi

2 Perumahan, Kawasan Industri

14,9 18,4 dan Perkantoran 3 Listrik, Gas dan Air

13,5 2 Pertambangan

12,4 15,3 4 Industri Logam Dasar, Barang

12,6 3 Industri Makanan

8,8 10,9 Logam, Mesin dan Elektronik 5 Transportasi, Gudang dan

10,9 4 Listrik, Gas dan Air

8,2 5 Tanaman Pangan dan Perkebunan 5,4 6,7 Telekomunikasi Gabungan lainnya

Gabungan Lainnya

80,6 100 Sumber: BKPM, diolah

Realisasi Per Lokasi

Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami

Pada triwulan II tahun

2018, pertumbuhan

pertumbuhan positif sebesar 32,1 persen

realisasi PMDN terbesar

dibandingkan periode

yang

sama tahun

terjadi di Maluku.

sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Maluku dengan pertumbuhan sebesar 5.919,2 persen diikuti Kalimantan sebesar 215,7 sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar terjadi di Maluku dengan pertumbuhan sebesar 5.919,2 persen diikuti Kalimantan sebesar 215,7

Tabel 47. Tingkat Pertumbuhan dan Proporsi Realisasi Investasi PMDN Triwulan II Tahun 2018 Berdasarkan Lokasi (Rp

triliun) Lokasi

Total Tahun

Maluku Papua 2012

Sumatera

Jawa

Bali & NT

1,2 1,3 262,4 2017-TW II

0,0 0,0 61,0 2018-TW II

5919,2 65,5 32,1 (YoY, %) Share (%)

0,6 0,1 100 Sumber: BKPM, diolah

Realisasi PMA triwulan II tahun 2018 dibanding

Pada triwulan II tahun 2018,

periode yang sama tahun sebelumnya mengalami

pertumbuhan realisasi PMA

penurunan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -

terbesar terjadi di

13,5 persen. Pertumbuhan negatif terjadi di seluruh

Sumatera.

wilayah kecuali wilayah Jawa. Pertumbuhan negatif tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 58,8 persen. Secara kontribusi, pada triwulan II tahun 2018, pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan terbesar yaitu 52,0 persen, 20,7 persen dan 9,1 persen.

Tabel 48. Tingkat Pertumbuhan dan Proporsi Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2018 Berdasarkan

Lokasi (USD juta) Lokasi

Tahun Total Sumatera

Jawa

Bali & NT

Kalimantan

Sulawesi

Maluku Papua

440,1 2.008,8 32.239,5 2017-TW II

111,8 299,3 8.259,7 2018-TW II

-24,4 -2,4 -13,5 (YoY, %) Share (%)

1,2 4,1 100,0 Sumber: BKPM, diolah

Tabel 49. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2018

PMA

PMDN

Lokasi (Propinsi)

USD Juta

% Thd Total

Lokasi (Propinsi)

Rp Triliun % Thd Total

Jawa Barat

16,5 20,5 DKI Jakarta

14,3 DKI Jakarta

12,2 15,1 Banten

14,0 Kalimantan Timur

10,5 13,0 Sumatera Selatan

10,7 Jawa Timur

8,5 10,5 Jawa Tengah

8,4 Jawa Barat

4,7 5,9 Gabung lainnya

7,1 Jawa Tengah

28,2 35,0 Jumlah

45,4 Gabung lainnya

76,4 100 Sumber: BKPM, diolah

100 Jumlah

Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling

Realisasi PMDN terbesar

besar berturut-turut adalah DKI Jakarta, Kalimantan

pada triwulan II tahun 2018

Timur, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dengan

adalah DKI Jakarta, sebesar 20,5 persen, dan pada

sumbangan terbesar berasal dari DKI Jakarta sebesar

realisasi PMA,

lokasi

20,5 persen dari total realisasi PMDN. Selanjutnya,

dengan realisasi terbesar

Kalimantan Timur memberikan sumbangan terbesar

pada triwulan II tahun 2018

kedua yaitu sebesar 15,1 persen dari total realisasi

adalah Jawa Barat, yakni

PMDN. Sedangkan pada realisasi PMA, wilayah

sebesar 14,3 persen.

penerima PMA terbesar pada triwulan II tahun 2018 secara berturut-turut adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah.

Realisasi per Negara

Tabel 50. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan II Tahun 2018

Negara

Juta USD

% Thd Total

14,4 R.R. Tiongkok

1.027,5

9,4 Hongkong, RRT

5,4 Gabung lainnya

Negara asal investasi

Pada triwulan II tahun 2018, lima negara asal

paling besar pada

investasi PMA paling besar berasal dari Asia, yaitu

triwulan II tahun 2018

Singapura dengan nilai investasi sebesar USD2.396,1

adalah Singapura yakni sebesar 33,6 persen dari

juta atau 33,6 persen dari total realisasi PMA, Jepang

total realisasi PMA,

dengan nilai investasi sebesar USD1.027,5 juta (14,4

diikuti oleh Jepang (14,4

persen), Tiongkok dengan nilai investasi sebesar

persen), dan Tiongkok

USD668,1 juta (9,4 persen), Hongkong dengan nilai

(9,4 persen).

investasi sebesar USD582,5 juta (8,2 persen) dan Malaysia dengan nilai investasi sebesar USD382,3 juta atau 5,4 persen dari total PMA.

Box 2. Isu Terkini: Perlambatan Investasi di Tengah Tekanan Dinamika Global dan Persiapan Menghadapi Tahun Politik

Penurunan realisasi PMA pada triwulan II tahun 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya merupakan yang pertama terjadi dalam lima tahun terakhir. Sebelum penurunan pada triwulan II tahun 2018 ini, realisasi investasi dalam beberapa triwulan terakhir memang mengalami perlambatan. Hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Ada pun faktor eksternal yang dimaksud diantaranya adalah gejolak nilai tukar rupiah dan perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok. Selain itu, Kepala BKPM pada tanggal 14 Agustus 2018 menuturkan bahwa Indonesia juga sedang memasuki tahun politik yang akan berlanjut hingga tahun depan. Hal ini meningkatkan ketidakpastian dalam perekonomian nasional, sehingga investor cenderung bersifat wait and see.

Salah satu perubahan yang menyebabkan penurunan realisasi ini adalah menurunnya realisasi PMA yang berasal dari Korea Selatan. Pada triwulan I tahun 2018, realisasi PMA dari Korea Selatan senilai USD900 juta. Namun, pada triwulan II tahun 2018, realisasi PMA dari Korea Selatan tersebut turun drastis menjadi USD211,9 juta. Hal ini menyebabkan posisi Korea Selatan sebagai negara ke-5 dengan dengan realisasi PMA tertinggi di Indonesia turun ke posisi delapan. Penurunan realisasi PMA dari Korea Selatan yang paling drastis dari triwulan I ke triwulan II tahun 2018 terjadi pada sektor sekunder, khususnya pada industri peralatan komunikasi tanpa kabel dan industri semi konduktor dan komponen elektronik lainnya. Kedua industri tersebut berkontribusi sebesar 60,0 persen terhadap realisasi PMA pada triwulan I tahun 2018 atau senilai USD555,1 juta. Namun, nilai realisasi pada triwulan II tahun 2018 pada kedua industri tersebut hanya USD1,4 juta.

Melambatnya laju realisasi investasi juga disebabkan oleh masih ragunya investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Direktur Indef mengatakan bahwa beberapa hal yang masih menjadi hambatan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia antara lain: perizinan, suku bunga, dan kondisi infrastruktur. Oleh karena itu, strategi peningkatan realisasi investasi diarahkan pada upaya meningkatkan kepercayaan investor terhadap prediksi perekonomian nasional yang akan tumbuh baik dan stabilitas situasi politik yang tetap terjaga.

Referensi: Deny, S. (2018, August 16). BKPM: Laju Investasi Melambat di Kuartal II 2018.

Retrieved from https://www.liputan6.com/bisnis/read/3618419/bkpm-laju- investasi-melambat-di-kuartal-ii-2018

Deny, S. (2018, August 16). Pertama Sejak 2013, Realisasi Investasi Asing Turun di Kuartal II. Retrieved from https://www.liputan6.com/bisnis/read/

3618637/pertama-sejak-2013-realisasi-investasi-asing-turun-di-kuartal-ii Praditya, I. I. (2018, August 10). Ini Penyebab Pertumbuhan Investasi Kuartal II 2018

Melambat. Retrieved

from

https://www.liputan6.com/bisnis/read/

3613316/ini-penyebab-pertumbuhan-investasi-kuartal-ii-2018-melambat

PERKEMBANGAN MONETER DAN PASAR KEUANGAN Perkembangan Moneter Nilai Tukar Rupiah

Sejak akhir triwulan III tahun 2017 hingga pertengahan

Pada akhir triwulan II tahun

triwulan II tahun 2018, pergerakan nilai tukar mata uang

2018, nilai tukar rupiah mencapai Rp14.330 per

dolar AS terhadap rupiah terus menguat dan cukup

USD, melemah 2,82 persen

berfluktuasi. Penguatan tersebut mendorong rupiah

jika dibandingkan posisi

terdepresiasi, melampaui target yang ditetapkan

akhir triwulan sebelumnya.

pemerintah di dalam APBN 2018 sebesar Rp13.400 per USD. Penguatan USD tersebut didorong oleh sentimen positif pasar terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS), normalisasi kebijakan moneter AS, hingga efek perang dagang AS. Sepanjang 2018, diprediksi Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan Federal Fund Rate (FFR) sebanyak empat kali. Hingga triwulan kedua 2018, The Fed telah menaikkan FFR sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 21 Maret 2018 dan 14 Juni 2018 masing-masing sebesar 25 bps hingga menjadi 1,75 - 2,00 persen.

Untuk pertama kalinya pada tahun 2018, nilai tukar rupiah menyentuh level Rp14.000 per USD dan mencapai titik tertinggi pada 23 Mei 2018 sebesar Rp14.209 per USD (Gambar 37). Meskipun demikian, rupiah sempat menguat tipis mencapai Rp13.853 per USD pada 6 Juni 2018, sebelum akhirnya kembali terdepresiasi hingga Rp14.330 per USD pada akhir triwulan II tahun 2018. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, rupiah pada triwulan II mengalami pelemahan sebesar 2,82 persen (Lampiran 3). Pelemahan nilai tukar pada triwulan II dialami oleh hampir seluruh mata uang negara-negara emerging market, di mana dua mata uang yang mengalami pelemahan sangat signifikan (di atas

10 persen) adalah Lira-Turki dan Real-Brazil (Lampiran 3). Jika ditinjau dari kondisi domestik, fundamental ekonomi Indonesia masih cukup aman di tengah-tengah gejolak kondisi perkembangan ekonomi global. Hal tersebut diperlihatkan oleh: (i) pertumbuhan ekonomi triwulan II yang semakin membaik mencapai 5,27 persen; (ii) tingkat inflasi yang terkendali pada tingkat 3,12 persen di akhir Juni,

Gambar 37. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp per USD)

30 Juni 2018 23 Mei 2018

Rp14.330 Rp14.209

i-18 Jan

b -17

r-18 -18 Mar-17

Fe A Mar-18 p Me

Ju

USD-IDR (Rp/USD)

Sumber: Bloomberg, data diolah.

Selanjutnya, jika ditinjau dari indeks nilai tukar riil rupiah

Nilai tukar riil rupiah (REER) masih merupakan yang

(Real Effective Exchange Rate/REER), REER Indonesia masih

terendah di antara negara-

relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara sekawasan

negara sekawasan ASEAN.

ASEAN yaitu Filipina, Singapura, Thailand, dan Malaysia

REER rupiah pada akhir

(Gambar 38). Rendahnya REER yang dimiliki Indonesia ini

triwulan II tahun 2018 mencapai 89,59.

memiliki dampak positif terhadap daya saing ekspor dibandingkan negara-negara peers tersebut. Pada akhir triwulan II tahun 2018, nilai REER Indonesia sebesar 89,59. Nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Singapura sebesar 107,63, disusul Thailand sebesar 106,76, Filipina sebesar 103,93, dan Malaysia sebesar 89,78.

Gambar 38. Real 2Effective Exchange Rate ASEAN-5, Juni 2011 – Juni 2018 (2010=100)

Sumber: Bloomberg, data diolah.

Inflasi

Pada umumnya, periode April – Juni merupakan periode

Realisasi tingkat inflasi

pada triwulan II tahun

musiman dimana tingkat inflasi relatif lebih tinggi karena

2018 lebih rendah jika

adanya peningkatan permintaan (demand pull inflation) pada

dibandingkan dengan

masa bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Namun,

periode yang sama pada tahun

– tahun realisasi tingkat inflasi pada triwulan II tahun 2018 lebih

sebelumnya. Bahkan,

rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada

inflasi pada akhir triwulan

tahun-tahun sebelumnya. Selama periode April – Mei tahun

II merupakan yang

2018, inflasi tahunan (YoY) masing-masing sebesar 3,41

terendah selama tujuh tahun terakhir sejak tahun

persen, 3,23 persen dan 3,12 persen (Tabel 51). Selanjutnya,

jika dilihat secara bulanan (MtM) selama triwulan II tahun 2018, pergerakan inflasi pada bulan April – Juni masing- masing sebesar 0,10 persen, 0,21 persen, dan 0,59 persen (Tabel 51). Di samping adanya intervensi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) melalui Forum Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), perkembangan inflasi yang terkendali ini juga merupakan dampak dari penurunan inflasi komponen administered prices yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Tabel 51. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan II Tahun 2018

0,59 Tahun kalender

1,90 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Secara tahunan (YoY) sepanjang periode April – Juni tahun

Penurunan inflasi

triwulan II tahun 2018

2018, inflasi administered prices terus menurun perlahan

cukup signifikan

secara berturut-turut dari 4,04 persen, 3,61 persen, dan 2,88

disumbang oleh komponen inflasi

persen (Tabel 52). Penurunan tersebut sejalan dengan upaya

administered prices.

pemerintah untuk mengendalikan kebijakan yang dapat memengaruhi gejolak harga pada komoditas administered prices.

Selain mengendalikan inflasi komponen administered prices, pemerintah dan BI juga fokus pada pengendalian inflasi komponen volatile food dengan menjaga ketersediaan pasokan agar dapat mencukupi kebutuhan pasar serta mengatur kelancaran distribusi pasokan agar lebih efektif dan efisien. Pada periode triwulan II tahun 2018 secara bertahap inflasi komponen volatile food masing-masing sebesar 5,08 persen, 4,33 persen, dan 4,60 persen (YoY) (Tabel 52).

Sementara itu, pergerakan inflasi inti cukup stabil secara tahunan yang mana masing-masing sebesar 2,69 persen, 2,75 persen, 2,72 persen (YoY) dan secara bulanan berturut-turut sebesar 0,15 persen, 0,21 persen, dan 0,24 persen (MtM) pada April – Juni 2018 (Tabel 52).

Tabel 52. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen, April-Juni 2018 (dalam %)

MtM (%) Komponen

Mei Juni

0,19 0,90 Diatur pemerintah

0,27 1,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah

Berdasarkan kelompok pengeluaran, sumbangan inflasi

Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi

terbesar pada triwulan II tahun 2018 diberikan oleh inflasi

pada triwulan II tahun

Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

2018 disebabkan oleh

dan Kelompok Bahan Makanan, selanjutnya diikuti oleh

kenaikan harga

Kelompok Sandang dan Kelompok Kesehatan. Share terbesar

beberapa indeks kelompok pengeluaran

dari kelompok-kelompok pengeluaran tersebut terjadi pada

yaitu Kelompok

bulan Juni 2018, sehingga mendorong pembentukan inflasi

Makanan Jadi,

yang relatif tinggi bulan pada Juni sebesar 0,59 persen (MtM)

Minuman, Rokok, dan

(Tabel 53).

Tembakau, Kelompok Bahan Makanan,

Pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Kelompok Sandang, dan

Tembakau, Subkelompok Tembakau dan Minuman

Kelompok Kesehatan.

Beralkohol dan Subkelompok Makanan Jadi memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,69 persen dan 0,39 persen. Pada Kelompok Bahan Makanan, kontribusi inflasi terbesar bersumber dari Subkelompok Sayur-Sayuran sebesar 2,86 persen. Pada Lelompok Sandang, Subkelompok Sandang Anak-Anak menyumbang inflasi kelompok ini sebesar 0,76 persen. Selain itu, inflasi pada Kelompok Kesehatan kontribusi tertinggi sebesar 1,01 persen bersumber dari Subkelompok Jasa Perawatan Jasmani.

Secara umum, jika dilihat dari komoditas yang dominan membentuk inflasi, inflasi pada bulan Juni 2018 disumbang oleh kenaikan harga pada komoditas ikan segar, daging ayam ras, ayam hidup, daging ayam kampung, daging sapi, ikan diawetkan, kacang panjang, petai, tomat sayur, tomat buah, bawang merah, cabai rawit, kelapa, nasi dengan lauk, rokok kretek, rokok kretek filter, tarif angkutan udara, tarif angkutan antarkota, tarif sewa rumah, dan tarif kereta api.

Tabel 53. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan, April-Juni 2018

Persentase (%) Kelompok Pengeluaran

April

Mei Juni

UMUM (headline)

0,21 0,59 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

0,18 1,50 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga

0,33 0,36 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar

Persentase (%) Kelompok Pengeluaran

April

Mei Juni

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

0,31 0,40 Bahan Makanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Berdasarkan daerah, sepanjang bulan April – Juni 2018,

Sepanjang triwulan II tahun

2018, secara MtM, tingkat

inflasi bulanan (MtM) tertinggi dialami oleh Kota Merauke

inflasi kabupaten/kota

sebesar 1,32 persen pada bulan April dan Kota Tual sebesar

tertinggi terjadi

1,88 persen pada bulan Mei, dan Kota Tarakan sebesar 2,71

di beberapa daerah kawasan timur Indonesia

persen pada bulan Juni (Lampiran 2). Komoditas yang

yaitu Merauke, Tual, dan

memberikan andil terhadap tingkat inflasi yang tinggi di

Tarakan.

Merauke adalah ikan kembung, kacang panjang, kangkung, bawang merah, rokok putih, dan rokok kretek filter. Pada Kota Tual, andil inflasi terbesar disumbang oleh komoditas ikan kembung, baronang, cakalang, kakap putih, momor, telur ayam ras, dan daun singkong. Sedangkan pada Kota Tarakan, andil inflasi terbesar disumbang oleh komoditas ikan segar, daging dan hasil-hasilnya, dan sayur-sayuran.

Sementara itu, inflasi terendah/deflasi kabupaten/kota pada triwulan II tahun 2018 dialami oleh Kota Tual sebesar -2,26 persen pada bulan April, Kota Pangkal Pinang sebesar -0,99 persen pada bulan Mei, dan Kota Medan serta Kota Pekanbaru sebesar 0,01 persen pada bulan Juni.

Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Pada triwulan II tahun 2018, beberapa komoditas bahan-

Pada triwulan II tahun 2018,

bahan pokok nasional mengalami kenaikan harga yang cukup

beberapa komoditas bahan- bahan pokok nasional

signifikan (Gambar 39). Komoditas tersebut yaitu daging

mengalami kenaikan harga

ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, cabai merah biasa, dan

yang cukup signifikan, yaitu

cabai merah keriting. Kenaikan harga-harga komoditas

daging ayam ras, telur

tersebut umumnya disebabkan oleh ketersediaan pasokan

ayam ras, gula pasir, cabai merah biasa, dan cabai

yang tidak memadai. Ketidakcukupan pasokan tersebut salah

merah keriting.

satunya didorong oleh faktor kenaikan biaya produksi, sehingga produksi menurun. Misalnya saja pada komoditas

daging ayam dan telur ayam ras yang mana mengalami kenaikan biaya produksinya akibat kenaikan harga pakan ayam yang disebabkan oleh impor bahan pakan jagung. Selain itu, komoditas cabai merah biasa dan cabai merah

Gambar 39. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Pokok Nasional, Januari 2016-Juni 2018

Jun-18 Minyak Goreng Curah

Daging Ayam Telur Ayam

Daging Sapi

Gula Pasir Cabai Merah Keriting

Beras Medium

Cabai Merah Biasa

Bawang Merah

Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), 2018.

Jumlah Uang Beredar Secara umum, likuiditas perekonomian atau uang beredar

Secara umum, likuiditas perekonomian atau uang

dalam arti luas (M2) tumbuh relatif stabil meski sempat

beredar dalam arti luas

mengalami perlambatan pada pertengah periode April – Juni

(M2) tumbuh relatif stabil.

2018. Jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya, posisi M2 pada akhir triwulan II tahun 2018 tumbuh 5,91 persen (YoY) sebesar Rp5.533,7 triliun, lebih rendah dibanding posisi akhir triwulan I tahun 2018 yang tumbuh sebesar 7,53 persen (Gambar 40) tersebut bersumber dari seluruh komponennya (M1 dan uang kuasi) dan dipengaruhi oleh operasi keuangan pemerintah serta peningkatan aktiva luar negeri bersih di tengah perlambatan pertumbuhan aktiva dalam negeri.

M1 pada bulan Juni 2018 sebesar Rp 1.452,4 triliun atau

M1 pada bulan Juni 2018 sebesar Rp 1.452,4 triliun

tumbuh sebesar 8,24 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan

atau tumbuh sebesar 8,24

pertumbuhan bulan Maret 2018 sebesar 11,95 persen (YoY).

persen (YoY).

Penurunan pertumbuhan M1 dipengaruhi oleh penurunan uang kartal seiring dengan perlambatan konsumsi masyarakat pasca Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan bulan

Juni 2018. Namun demikian, perlambatan tersebut terhambat oleh peningkatan komponen M1 lainnya yaitu simpanan giro rupiah baik pada golongan nasabah korporasi maupun perseorangan.

Pada akhir triwulan II tahun

Pada akhir triwulan II tahun 2018, uang kuasi tumbuh sebesar

2018, uang kuasi tumbuh

5,19 persen (YoY), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada

sebesar 5,19 persen (YoY).

akhir triwulan sebelumnya yaitu sebesar 6,21 persen (YoY) pada bulan Maret 2017. Pertumbuhan uang kuasi melambat disebabkan penurunan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Hal ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga simpanan dan peningkatan kebutuhan masyarakat, komponen tabungan yang mengalami penurunan utamanya tabungan yang berdenominasi rupiah.

Dilihat dari faktor yang memengaruhi, terjadi peningkatan aktiva luar negeri bersih yang tercermin dari peningkatan tagihan luar negeri utamanya disebabkan oleh valuasi pada instrumen surat berharga asing sejalan dengan depresiasi nilai tukar Rupiah. Selain itu, penurunan aktiva dalam negeri bersih yang disebabkan perlambatan tagihan kepada pemerintah pusat, khususnya pada instrumen SPN juga memengaruhi perlambatan pertumbuhan uang beredar pada triwulan ini.

Gambar 40. Perkembangan Uang Beredar Triwulan II Tahun 2018

Jun* M2 (Rp triliun)

Apr

Mei

M1 (Rp triliun)

Uang Kuasi (Rp Triliun) Pertumbuhan M2, %YoY Pertumbuhan M1, %YoY

Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY

Keterangan: *) Angka sementara. Sumber: Bank Indonesia, data diolah.

Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia Selama periode April – Juni 2018, BI meningkatkan suku

Pada triwulan II tahun 2018, BI masih tetap menaikkan

bunga kebijakan BI 7-day Repo Rate di tingkat 5,25 persen

suku bunga kebijakan BI 7-

(Tabel 54). Kebijakan tersebut merupakan langkah untuk

day Repo Rate secara

menjaga daya saing pasar keuangan domestik di tengah

bertahap sebesar 100 basis

perubahan kebijakan moneter yang dilakukan oleh

poin, dari 4,25 persen menjadi 5,25 persen.

berbagai negara lain dan ketidakpastian pasar global yang tinggi. Pengetatan kebijakan tersebut dilakukan dengan memperhatikan perkembangan ekonomi global serta mempertimbangkan risiko eksternal seperti perang dagang antara AS-Tiongkok, tren peningkatan harga minyak mentah, dan volatilitas harga komoditas ekspor utama. Dengan demikian keputusan menaikkan suku bunga kebijakan BI 7-day Repo Rate yang didukung dengan kebijakan intervensi di pasar valas dan di pasar Surat Berharga Negara merupakan langkah yang ditempuh sebagai bentuk komitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga dapat memberi sinyal positif kepada pasar keuangan. Kebijakan menaikkan suku bunga acuan diharapkan dapat menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta penguatan pelaksanaan reformasi struktural yang sejalan dengan upaya perkuatan koordinasi kebijakan antara BI dengan Pemerintah.

Tabel 54. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Reverse Repo (persen) April

Term Structure Operasi

Term Structure Operasi

Term Structure Operasi

Sumber: Bank Indonesia.

Respon Kebijakan Moneter Pada kuartal kedua tahun 2018, pertumbuhan ekonomi

Merespon kemungkinan risiko yang akan terjadi

diperkirakan masih akan menghadapi berbagai risiko global

pada pertengahan tahun

maupun domestik, diantaranya:

2018, Pemerintah dan BI akan tetap melakukan

i. Kenaikan harga beberapa komoditas strategis seperti

langkah-langkah stabilisasi

harga minyak dan beras. Hal ini berpotensi memicu

moneter, khususnya

terjadinya inflasi yang berdampak pada penurunan daya

dengan memitigasi

beli dan tingkat konsumsi masyarakat.

peningkatan risiko dari pelemahan nilai tukar.

ii. Normalisasi kebijakan moneter AS seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi AS yang berpotensi mendorong peningkatan suku bunga acuan FFR hingga empat kali pada tahun 2018. Menurunnya perbedaan imbal hasil antara aset berdenominasi rupiah dan dolar AS menyebabkan terjadinya peningkatan arus keluar modal di Indonesia. Hal ini berpotensi memberi tekanan lanjutan pada nilai tukar Rupiah. Hal tersebut diperkirakan dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi domestik serta tingkat inflasi nasional.

iii. Berlanjutnya perang dagang antara AS dengan Tiongkok dan Uni Eropa yang dapat memengaruhi kinerja ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun.

Merespon kemungkinan risiko yang akan terjadi selama 2018, Pemerintah bersama BI akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi, dengan cara: (i) optimalisasi suku bunga kebijakan untuk menjaga arus modal supaya tidak keluar; (ii) menjaga stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, salah satunya dengan menahan impor barang-barang tertentu yang dapat meningkatkan permintaan dolar; (iii) meningkatkan koordinasi kebijakan dalam mengendalikan inflasi, (iv) melakukan intervensi di pasar keuangan, serta (v) mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, khususnya dengan memitigasi peningkatan risiko jangka pendek.

Perkembangan Perbankan

Gambar 41. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional di Indonesia 2016 – 2018

91,0 15 PL t si

90,0 N p o

89,0 10 an d 88,0

R o De

87,0 CA an

LDR (%) 89,60 91,19 90,04 90,70 89,12 89,31 88,74 90,04 90,19 92,76 CAR (%) 22,00 22,56 23,26 22,93 22,88 22,74 23,25 23,18 22,65 22,01 NPL (%) 2,83

2,59 2,75 2,67 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (diolah)

Pada triwulan II tahun 2018, perkembangan sektor jasa

Perkembangan sektor jasa

keuangan relatif terjaga dengan ditopang kinerja subsektor

keuangan pada triwulan II tahun 2018 relatif terjaga,

perbankan yang cukup baik. Rasio kecukupan modal

dengan ditopang oleh

perbankan yang tercermin dari rasio CAR (Capital Adequacy

kinerja subsektor

Ratio) sebesar 22,01 persen, sedikit menurun dibandingkan perbankan. dengan posisi triwulan I tahun 2018. Namun demikian, rasio

tersebut masih berada jauh di atas ketentuan minimum yang ditetapkan yaitu 8 persen. Oleh karena itu, rasio kecukupan modal masih mencerminkan ketahanan perbankan dalam mengatasi tekanan di perekonomian.

Sementara dari sisi likuiditas, kondisi likuiditas perbankan pada triwulan II tahun 2018 semakin ketat, yang tercermin dari peningkatan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio). Percepatan pertumbuhan kredit di tengah perlambatan pertumbuhan DPK mendorong peningkatan rasio tersebut. Rasio LDR meningkat pada triwulan II tahun 2018, yaitu menjadi 92,76 persen, dari yang sebelumnya sebesar 90,19 persen.

Meskipun pertumbuhan kredit mengalami peningkatan, risiko kredit macet yang tercermin melalui rasio NPL (Non Performing Loan) justru membaik.- Rasio NPL pada triwulan

II tahun 2018 sebesar 2,67 persen, lebih rendah jika

Gambar 42. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2016 –2018

Rup 15% DP liun 3000

an ri

10% (T u b

2000 m DPK

2018 DPK (Rp T)

Pertumbuhan DPK

Growth Tabungan

Growth Deposito Growth Giro

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Pertumbuhan Dana Pihak

Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada triwulan II

Ketiga (DPK) perbankan

tahun 2018 sebesar Rp5.398,82 triliun, atau mengalami

mengalami sedikit

pertumbuhan sebesar 6,99 persen (YoY). Namun demikian,

perlambatan pada triwulan

pertumbuhan ini sedikit melambat jika dibandingkan dengan

II tahun 2018. triwulan sebelumnya, dan hal ini utamanya didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito yang sangat signifikan. Pada triwulan II tahun 2018, pertumbuhan deposito sebesar

2,68 persen (YoY), jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,0 persen (YoY). Tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan deposito, pertumbuhan giro pada triwulan II tahun 2018 juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan giro sebesar 10,56 persen (YoY) atau sedikit melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,9 persen (YoY).

Sementara itu, tabungan justru mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan tabungan mengalami peningkatan cukup signifikan pada triwulan II tahun 2018. Tabungan tercatat tumbuh sebesar 11,52 persen (YoY), jauh

Gambar 43. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2016 –2018

8% 3000 n ka

6% Kredi 2000

4% an 1000

b u Perba h 2%

Q1 Q2 Pertu

2018 Kredit (Rp T)

Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK

Pertumbuhan Total Kredit

Pertumbuhan KK

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Meskipun terjadi

Meskipun terjadi perlambatan pada pertumbuhan DPK pada

perlambatan pada

triwulan II tahun 2018, pertumbuhan total kredit perbankan

pertumbuhan Dana

justru mengalami peningkatan. Total kredit perbankan

Pihak Ketiga (DPK) di

sebesar Rp5.028,75 triliun, atau tumbuh sebesar 11,1 persen

triwulan II tahun 2018,

(YoY), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I tahun

kredit perbankan justru

2018 sebesar 8,8 persen (YoY). Peningkatan tersebut

mengalami peningkatan

pertumbuhan. didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit investasi dan kredit modal kerja.

Kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 9,4 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2018, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,9 persen (YoY). Menurut Survei Bank Indonesia, peningkatan kredit investasi tersebut terutama terjadi pada sektor Konstruksi, khususnya terjadi pada subsektor konstruksi gedung di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Peningkatan pertumbuhan kredit investasi juga terjadi pada sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.

Selain kredit investasi, kredit modal kerja juga berkontribusi mendorong peningkatan pertumbuhan total kredit pada triwulan II tahun 2018. Kredit Modal Kerja tumbuh sebesar 11,5 persen (YoY), jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,8 persen

(YoY). Menurut survei Bank Indonesia, peningkatan kredit modal kerja tersebut utamanya didorong oleh akselerasi penyaluran KMK pada sektor perdagangan, hotel, restoran, dan sektor industri pengolahan.

Sementara itu, kredit konsumsi justru melambat, dari 11,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2018, menjadi 10,7 persen (YoY) pada triwulan II tahun 2018. Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan KPR, KKB, dan Kredit Multiguna.

Tabel 55. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2017 – 2018 (Miliar Rp)

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 284.462 296.652 298.092 317.379 319.600 334.522 Perikanan

11.273 10.639 11.214 Pertambangan dan Penggalian

124.803 122.472 116.336 113.622 104.750 113.514 Industri Pengolahan

756.530 784.685 775.039 824.109 793.325 843.890 Listrik, gas dan air

138.226 127.074 131.216 146.133 154.238 164.681 Konstruksi

215.283 234.149 241.637 258.931 254.714 277.219 Perdagangan Besar dan Eceran

836.519 845.293 844.023 885.454 885.838 930.037 Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan

97.886 97.367 97.773 minum Transportasi, pergudangan dan komunikasi

171.076 173.979 169.827 182.628 192.105 214.226 Perantara Keuangan

196.330 212.049 205.687 214.185 211.490 230.761 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa

206.866 211.334 211.447 221.923 225.520 229.839 Perusahaan Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

21.822 21.981 22.528 Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan

10.104 10.166 10.750 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

19.092 19.799 19.351 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan

72.377 70.715 72.154 dan Perorangan lainnya

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga

2.744 2.703 2.717 Badan Internasional dan Badan Ekstra

156 152 112 Internasional Lainnya Kegiatan yang belum jelas batasannya

2.752 3.488 2.890 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Pada triwulan II tahun 2018, penyaluran kredit perbankan

Pada triwulan II tahun 2018, penyaluran kredit

mengalami peningkatan hampir di semua sektor. Dari 18

perbankan mengalami

sektor, peningkatan penyaluran kredit terjadi pada 15 sektor,

peningkatan hampir di

kecuali 3 sektor lainnya yaitu: (1) Jasa Kesehatan dan semua sektor. Kegiatan Sosial, (2) Badan Internasional dan Badan Ekstra

Internasional lainnya, serta (3) Kegiatan yang belum jelas batasannya.

Sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami peningkatan terbesar yaitu sebesar Rp21,1 triliun atau tumbuh sebesar 11,5 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (QtQ). Di sisi lain, penyaluran kredit pada Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya mengalami penurunan terbesar yaitu turun sebanyak 40 miliar atau -26,3 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Secara sektoral, jika ditinjau dari volume penyaluran kredit terbesar, sektor yang memiliki penyerapan kredit terbesar adalah sektor perdagangan besar dan eceran, yaitu sebesar R930 triliun atau 26 persen dari total kredit, kemudian diikuti oleh sektor pengolahan dengan penyerapan sebesar Rp843,9 triliun atau 23,6 persen dari total kredit. Di sisi lain, sektor dengan penyaluran kredit terendah adalah sektor Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya dengan penyaluran kredit sebesar Rp112 miliar.

Gambar 44. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) berdasarkan Sektor Ekonomi*

Perdagangan Industri Pengolahan 61,5%

Pertanian Perikanan

Industri Pengolahan

Perdagangan

Jasa-jasa

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Total penyaluran KUR hingga Juni 2018 telah mencapai Rp64,56

Target penyaluran KUR untuk tahun 2017 adalah

triliun atau atau 55,1 persen dari target. Adapun target

Rp106,6 triliun. Total

penyaluran KUR untuk taun 2018 adalah sebesar Rp120 triliun.

realisasi KUR yang

Pada triwulan II tahun 2018, KUR sudah disalurkan kepada 2,45

tersalurkan hingga

juta debitur dengan rasio tingkat kredit macet (NPL) sebesar 0,01

Desember 2017 adalah Rp96,7 triliun atau 90,7

persen. Berdasarkan skema KUR, penyaluran KUR masih persen dari target. didominasi oleh skema KUR Mikro (63,5 persen), KUR Kecil (36,1

persen) dan KUR TKI (0,4 persen). Dengan demikian, kinerja ini menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap akses pembiayaan usaha mikro dan usaha kecil.

Dari sisi penyaluran KUR menurut sektor ekonomi, penyaluran KUR masih didominasi oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 61,5 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan yaitu sebesar 21,3 persen, serta sektor jasa sebesar 11 persen.

Berdasarkan wilayah, penyaluran KUR masih didominasi oleh provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa yaitu sebesar 56,1 persen, diikuti oleh Sumatera 19,4 persen dan Sulawesi 9,4 persen.

Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Perkembangan Industri Asuransi

Perkembangan Total Aset Industri Asuransi 2016 – 2018

Rp 800,00 liun ri 600,00

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Sepanjang triwulan II 2018, kinerja Industri Keuangan Non-Bank

Sepanjang triwulan II

2018, kinerja Industri

(IKNB) menunjukkan perkembangan positif tercermin dari

Keuangan Non-Bank

meningkatnya total aset IKNB sebesar 1,2 persen (QtQ) menjadi

(IKNB) menunjukkan

Rp2.167,8 triliun didukung kenaikan aset yang signifikan dari

perkembangan positif.

industri Asuransi. Sampai dengan akhir triwulan II 2018, aset industri Asuransi

tumbuh 4,49 persen (QtQ) menjadi Rp1.198,6 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, jika dibandingkan dengan jumlah aset pada triwulan yang sama tahun sebelumnya (triwulan II tahun 2017), jumlah total aset industri asuransi mengalami peningkatan sebesar 18,4 persen (YoY). Dengan demikian, hal ini menggambarkan kinerja yang positif pada industri asuransi di Indonesia.

Perkembangan Pasar Modal Perkembangan Pasar Saham

Gambar 45. Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham Tahun 2016 –2018

7.000 Rp 5.000

6.000 liun 5.000 ri

(T SG 3.000

Pa 2.000 asi

1.000 1.000 lis ita 0 0 p

Q2 Ka ilai

Nilai Kapitalisasi Pasar

IHSG

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Kondisi pasar modal

Sampai triwulan II 2018 ini, The Fed sudah menaikkan Fed Fund

mengalami pelemahan

Rate (FFR) sebanyak 2 kali dan diperkirakan akan kembali

pada triwulan II tahun 2018.

menaikkan minimal dua kali pada sisa tahun 2018. Kondisi ini

Masih tingginya risiko

sangat memengaruhi pergerakan pasar modal global,

ketidakpastian pasar global

termasuk pasar modal domestik yang cukup sensitif terhadap

memperburuk pasar modal domestik yang cukup

sentimen global.

sensitif terhadap sentimen

Sempat menunjukan kinerja yang positif pada awal 2018,

global.

kondisi pasar modal pada triwulan II tahun 2018 mengalami pelemahan. IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar pada trilwulan II tahun 2018 tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan I 2018. Pada triwulan II tahun 2018, IHSG berada pada posisi Rp5.799,2 atau menurun sebesar 6,3 persen (QtQ) jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2018. Sejalan dengan hal tersebut, nilai kapitalisasi pasar saham juga mengalami penurunan sebesar 5,4 persen (QtQ) pada triwulan

II tahun 2018 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai kapitalisasi pasar saham menurun dari Rp6.884,9 triliun pada triwulan I tahun 2018 menjadi Rp6.511,7 triliun pada triwulan I tahun 2018.

Pelemahan pasar modal secara umum lebih diakibatkan oleh sentimen eksternal. Masih tinggingya risiko ketidakpastian pasar keuangan global belakangan ini turut mempengaruhi minat emiten untuk menghimpun dana di pasar modal domentik.

Perkembangan Pasar Obligasi

Gambar 46. Perkembangan Obligasi Korporasi 2016 –2018

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Obligasi korporasi menunjukan perlambatan pertumbuhan

Obligasi korporasi menunjukan perlambatan

pada triwulan II tahun 2018. Namun sepanjang 2018 industri

pertumbuhan pada triwulan

pasar obligasi masih bisa tumbuh ditengah kecemasan pasar

II tahun 2018. Namun

global.

sepanjang 2018 industri

Sampai triwulan II tahun 2018 Industri pasar obligasi

pasar obligasi masih

mengalami peningkatan yang tercermin dari perkembangan

tumbuh ditengah

jumlah obligasi korporasi (outstanding). Pada triwulan II

kecemasan global.

tahun 2018, jumlah obligasi korporasi (outstanding) berada pada posisi Rp402,5 triliun atau meningkat sangat tipis sebesar 0,5 persen (QtQ) jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2018. Akan tetapi, pertumbuhan tersebut sedikit melambat atau lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan obligasi korporasi pada triwulan I tahun 2017 yang mengalami peningkatan sebesar 3,4 persen (QtQ). Namun, secara umum pasar obligasi tengah tertekan. Obligasi pemerintah dan korporasi pada dasarnya sama-sama mengalami penurunan harga. Kecemasan pasar soal arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed).

Perkembangan Industri Dana Pensiun

Gambar 47. Perkembangan Jumlah Perusahaan Dana Pensiun Tahun 2015 –2018*

150,00 liun ri 100,00

liun T

100,00 T ri 50,00

Jumlah Aset Bersih Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Jumlah Investasi

Aset Dana Pensiun

Sampai dengan periode laporan, terjadi penurunan aset Dana

mengalami penurunan.

Pensiun sebesar 1,6 persen (QtQ) dari Rp262,9 trilliun pada

Penurunan aset ini sejalan

triwulan I tahun 2018 menjadi Rp258,6 pada triwulan II tahun

dengan menurunan nilai

2018. Penurunan aset ini sejalan dengan menurunan nilai

investasi .

investasi sebanyak 1,7 persen (QtQ). Jumlah investasi dana pensiun mengalami penurunan pada triwulan II tahun 2018. Jumlah investasi perusahaan dana pensiun sebesar Rp252,6 trilliun atau lebih rendah sebesar 1,7 persen (QtQ) dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp257 triliun. Namun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada triwulan II tahun 2017 industri dana pensiun masih menunjukan perkembangan yang positif dengan meningkatnya asset dan nilai investasi dana pensiun masing masing sebesar 2,4 persen dan 2,9 persen pada triwulan II tahun 2018.

Perkembangan Sektor Jasa Keuangan Syariah Perkembangan Perbankan Syariah

Gambar 48. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah Tahun 2016-2018

12,0 PF R

2018 FDR 87,52 89,32 87,53 88,78 87,55 87,85 85,25 85,34 84,32 86,46 CAR 14,90 14,72 14,87 16,63 16,98 16,42 16,16 17,91 18,47 20,59 NPF 5,35 5,05

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Kondisi sektor perbankan

Kinerja perbankan Syariah pada triwulan II tahun 2018

syariah pada triwulan I

cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan periode

tahun 2018 relatif terjaga,

sebelumnya. Hal ini terlihat dari peningkatan rasio kecukupan

dibuktikan dengan

modal (CAR) dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu

meningkatnya permodalan

18,47 persen. Rasio tersebut masih jauh di atas ketentuan

serta kualitas pengembalian pembiayaan perbankan

CAR minimum yakni 8 persen. Hal tersebut mencerminkan Syariah. tingginya ketahanan perbankan syariah dalam menghadapi

tekanan perekonomian. Dari sisi penyaluran, rasio pembiayaan terhadap deposit atau Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II tahun 2018 meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 86,46 persen. Kenaikan FDR yang cukup signifikan pada triwulan II tahun 2018 disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Peningkatan FDR sebesar 2,14 persen membuktikan baiknya fungsi intermediasi perbankan syariah.

Adapun, rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) pada triwulan II tahun 2018 turun sebesar 0,58 persen. Menurunnya NPF dari 3,86 persen pada triwulan

I tahun 2018 menjadi 3,28 persen pada triwulan II tahun 2018 mencerminkan kualitas pengembalian dana perbankan syariah yang baik.

Gambar 49. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Syariah 2016 – 2018

Pertumbuhan DPK (yoy)

Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Kinerja intermediasi

Kegiatan intermediasi perbankan syariah pada triwulan II

perbankan syariah pada

tahun 2018 cenderung melambat. Kondisi ini terlihat dari

Triwulan II tahun 2018

perlambatan pertumbuhan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK)

tercatat melambat,

dan jumlah pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah

tercermin dari

sejak triwulan II tahun 2017. Pertumbuhan DPK perbankan

melambatnya pertumbuhan

syariah pada triwulan II tahun 2018 mengalami perlambatan

DPK dan jumlah

pembiayaan. sebesar 12,98 persen dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (YoY), persentase ini lebih rendah dari nilai

pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,78 persen (YoY). Penurunan DPK tersebut bersumber dari dana simpanan wadiah sebagai komponen DPK yang tercatat menurun sebesar 19,36 persen (YoY).

Adapun jumlah pembiayaan yang disalurkan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan pada triwulan II tahun 2018 dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan pembiayaan pada triwulan II tahun 2018 mencapai 11,20 persen (YoY), 3,21 persen lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 14,40 persen (YoY).

Gambar 50. Perkembangan Kredit Perbankan Syariah Tahun 2016 –2018

2018 Total Pembiayaan

Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK

Pertumbuhan PK Pertumbuhan Pembiayaan (YoY)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Jumlah total pembiayaan

Secara umum, perkembangan pembiayaan perbankan

yang disalurkan tumbuh

syariah mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal ini dapat

melambat pada triwulan II

dilihat dari pertumbuhan total jumlah pembiayaan yang tahun 2018. mengalami perlambatan semenjak triwulan II tahun 2017.

Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi perlambatan pertumbuhan jumlah pembiayaan secara keseluruhan sebesar 11,20 persen (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,40 persen (YoY). Apabila ditinjau lebih lanjut pada komponennya, semua jenis pembiayaan mencatat perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pembiayaan Investasi mengalami pertumbuhan sebesar 6,86 persen pada triwulan II tahun 2018 dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (YoY); Pembiayaan Modal Kerja mencatat pertumbuhan sebesar 10,10 persen dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (YoY) dan Pembiayaan Konsumsi tumbuh sebesar 14,66 persen dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (YoY). Di antara semua jenis pembiayaan syariah, jenis Pembiayaan Investasi tetap mengalami perlambatan sejak triwulan I tahun 2016.

Tabel 56. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor 2016 –2018

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, gas dan air

Perdagangan Besar dan Eceran

31.600 32.839 32.472 Penyediaan akomodasi dan penyediaan

makan minum

Transportasi, pergudangan dan komunikasi

Perantara Keuangan

19.564 19.583 18.590 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

12.045 12.326 12.218 Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

3.658 4.021 3.981 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan lainnya

4.880 4.973 6.699 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga

330 331 331 Badan Internasional dan Badan Ekstra

Internasional Lainnya

Kegiatan yang belum jelas batasannya

575 538 462 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Secara umum, penyaluran

Perkembangan penyaluran pembiayaan perbankan syariah di

pembiayaan perbankan

Indonesia pada triwulan I tahun 2018 mengalami

syariah mengalami

perlambatan. Apabila ditinjau secara sektoral, pertumbuhan

pertumbuhan yang negatif kecuali pada tiga (3) sektor.

terbesar ada pada sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya. Sektor perdagangan besar dan eceran masih mendominasi penyerapan pembiayaan yang disalurkan yaitu sebesar 19,7 persen atau sebesar Rp32.472 miliar. Disusul oleh sektor industri pengolahan yang mendominasi penyerapan pembiayaan perbankan syariah sebesar 13,0 persen atau sebesar Rp21.440 miliar. Berbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah belum memberikan

pembiayaan terhadap sektor Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional. Sementara itu sektor dengan penyaluran pembiayaan terendah berada di sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial yakni hanya sebesar Rp5 miliar. Adapun, apabila ditinjau dari pertumbuhan dari triwulan sebelumnya, semua sektor mengalami pertumbuhan negatif kecuali pada sektor listrik, gas dan air; sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan

serta sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya.

makan

minum;

Perkembangan Pasar Modal Syariah

Gambar 51. Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI dan JII Tahun 2016-2018

liar 1.000.000 Mi

ISSI JII

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Sejalan dengan tren IHSG,

Kinerja pasar modal syariah menunjukkan perkembangan

Kondisi pasar modal syariah

yang kurang baik. Hal ini tercermin dari nilai kapitalisasi pasar

cenderung melemah di

saham syariah baik (Indeks Saham Syariah Indonesia) ISSI kuartal kedua tahun 2018. maupun Jakarta Islamic Index (JII) yang terus mengalami

Pelemahan pasar modal

penurunan sejak triwulan IV tahun 2017. Pada triwulan II

lebih diakibatkan oleh

tahun 2018 terjadi penurunan nilai kapitalisasi pasar saham

faktor eksternal seperti pelemahan rupiah dan

ISSI sebesar Rp157.018 miliar atau 4,38 persen dari triwulan

kecemasan terhadap isu

sebelumnya (QtQ). Nilai kapitalisasi pasar saham ISSI secara

perang dagang di pasar

tahunan juga mencatat penurunan sebesar 1,83 persen (YoY).

global.

Sejalan dengan kapitalisasi ISSI yang menurun, nilai kapitalisasi JII juga mengalami tekanan. Nilai kapitalisasi JII mengalami penurunan sebesar 3,59 persen dari triwulan sebelumnya (QtQ). Secara tahunan, JII juga mengalami penurunan sebesar 8,27 persen dari triwulan II tahun 2017 (YoY). Tekanan pada pasar saham syariah ini dipicu oleh sentimen pelemahan rupiah yang sejak pertengahan Juni menembus level psikologis Rp14.000 serta dipicu oleh dinamika perang dagang global antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Gambar 52. Perkembangan Sukuk Korporasi (outstanding) 2016 –2018 (Triliun Rp)

18 Sukuk Korporasi

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Sejalan dengan tren ISSI dan JII, perkembangan pasar sukuk

Pasar sukuk korporasi

korporasi Indonesia juga mengalami penurunan. Pada

cenderung fluktuatif. Hal ini salah satunya tercermin dari

triwulan II tahun 2018, jumlah sukuk korporasi (outstanding)

peningkatan dan penurunan

tercatat mengalami penurunan sebesar 5,88 persen (QtQ),

jumlah sukuk korporasi

yaitu dari Rp17 triliun pada triwulan I tahun 2018 menjadi

(outstanding) sejak dua

Rp16 triliun pada triwulan II tahun 2018. Apabila tahun terakhir. dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya, jumlah sukuk korporasi (outstanding) justru mengalami peningkatan yakni sebesar 5,72 persen (YoY). Kondisi pasar sukuk korporasi cenderung berfluktuasi mengingat belum adanya basis investor yang tetap bagi sukuk korporasi. Oleh sebab itu, pendalaman pasar sukuk korporasi masih perlu lebih ditingkatkan agar dapat terus memberikan dukungan pembiayaan bagi pembangunan ekonomi nasional.

Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank Syariah (IKNBS)

G ambar 53. Pertumbuhan Aset IKNB Syariah 2016 – 2018

Aset IKNB Syariah

tase p M

2018 Asuransi Syariah

Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah Lembaga Pembiayaan Syariah

Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pertumbuhan IKNB Syariah

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan: Data sampai dengan bulan Mei 2018

Walaupun aset Industri

Pada triwulan II tahun 2018, Industri Keuangan Non-Bank

Keuangan Non-Bank Syariah

Syariah menunjukkan perkembangan yang kurang positif.

secara keseluruhan

Kondisi ini tercermin dari adanya penurunan secara umum

mengalami penurunan.

pada jumlah aset Industri Keuangan Non-Bank Syariah

Beberapa Industri Keuangan

(IKNBS) dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Non-Bank Syariah,

Apabila ditinjau lebih rinci, Lembaga Pembiayaan Syariah

mengalami peningkatan

aset. mengalami penurunan aset secara signifikan sebesar 18,79 persen dibanding bulan Mei tahun sebelumnya (YoY), atau

dari Rp37,99 triliun pada Mei 2017 menjadi Rp30,85 triliun pada Mei 2018.

Walaupun secara umum menurun, aset industri Asuransi Syariah, Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah, dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah meningkat. Aset pada Asuransi Syariah meningkat sebesar 15,96 persen (YoY) pada Mei 2018, atau meningkat dari Rp36,28 triliun menjadi Rp42,07 triliun. Hal yang sama terjadi pada Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah, dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah masing-masing meningkat sebesar 17,34 persen (YoY) atau dari Rp20,29 triliun pada Mei 2017 menjadi Rp23,80 trilyun pada Mei 2018; dan 62,47 persen (YoY) pada Mei 2018 atau sebesar Rp0,07 triliun pada Mei 2017 menjadi Rp0,12 triliun pada Mei 2018. Peningkatan paling signifikan terjadi pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang sebesar 62,47 persen (YoY) dari Rp0,07 triliun pada Mei 2017 menjadi Rp0,12 triliun pada Mei 2018.

LAMPIRAN Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1)

Gambar 54. Inflasi YoY 82 Kabupaten/Kota April – Juni 2018

Nusa Tenggara

Bali

Jawa

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.

Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2)

Gambar 55. Inflasi MtM 82 Kabupaten/Kota April – Juni 2018

Nusa Tenggara

Bali Jawa

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.

Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang

Tabel 57. Nilai Tukar Mata Uang

Rata-rata QtQ Negara

(%) Rupiah Indonesia

Lira Turki

Rand Afrika Selatan

Real Brazil

(14,7) 3,6 (10,0) Rubel Rusia

(6,2) 62,0 (8,2) Rupee India

(5,7) 67,0 (4,0) Yuan Cina

Dolar Singapura

1,0 1,3 (1,1) Ringgit Malaysia

6,3 3,9 (0,4) Baht Thailand

2,7 31,9 (0,9) Peso Filipina

(5,4) 52,5 (2,2) Kyat Myanmar

Negara Maju

Euro

2,3 0,8 (2,8) Poundsterling Inggris

1,4 0,7 (2,0) Yen Jepang

1,5 109,1 (0,4) Won Korea Selatan

2,6 1.079,5 (0,7) Keterangan: PAB = Posisi Akhir Bulan Sumber: Bloomberg, data diolah.

Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional

Tabel 58. Harga Bahan Pokok Nasional

Rata-rata QtQ Komoditas

Minyak Goreng 12.000

3,8 11.488,9 0,2 Daging Sapi

(2,9) 115.419,8 0,8 Daging Ayam Ras

16,8 30.607,8 (4,7) Telur Ayam Ras

10,0 22.374,4 (4,4) Beras Medium

11,6 10.581,7 0,1 Gula Pasir

4,1 13.574,1 (12,6) Cabe Merah Keriting

5,5 29.266,0 (15,6) Cabe Merah Biasa

4,6 29.937,8 (11,1) Bawang Merah

(0,6) 32.489,1 (21,6) Sumber: Kementerian Perdagangan (Posisi Akhir Bulan/PAB), data diolah.