STUDI KASUS POLEMIK DUALISME KEWARGANEGARAAN ARCHANDRA TAHAR

BAB III STUDI KASUS POLEMIK DUALISME KEWARGANEGARAAN ARCHANDRA TAHAR

3.1 Latar Belakang Kasus

Pada tanggal 27 Juli 2016, Presiden Joko Widodo mengumumkan hasil perombakan (reshuffle) kabinet kerja jilid dua di Istana kepresidenan. Dalam reshuffle tersebut ada beberapa nama menteri yang diganti dan ditukar posisinya. Salah satu pergantian nama menteri yang cukup menarik perhatian adalah digantinya menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said oleh nama baru dilingkungan politik Indonesia, yaitu Archandra Tahar. Archandra Tahar merupakan salah satu menteri dari kalangan profesional yang mengisi kabinet kerja jilid dua. Beliau memiliki rekam jejak yang sangat bagus dalam meniti karirnya sebagai seorang profesional di bidang pengeboran gas lepas pantai (offshore) yang telah lama menetap di Amerika Serikat (AS), yaitu selama 20 tahun. Meskipun telah lama menetap di negara lain, Archandra merupakan warga Indonesia asli Padang Sumatra Barat. Secara kemampuan praktik, beliau yang meraih gelar master dan doktor di luar negeri ini sangat layak dijadikan menteri. Namun, pada tanggal 15 Agustus 2016, beliau diberhentikan oleh presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam jumpa pers di Kantor Presiden dengan alasan menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM. Praktis, masa jabatan beliau hanya 20 hari dan memecahkan rekor menjadi menteri paling singkat masa jabatannya sejak Indonesia berdiri. Hal ini tentu mengejutkan banyak pihak.

Dengan telah disumpah kesetiaannya oleh negara lain maka otomatis Archandra telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan adanya hal tersebut memunculkan persepsi bahwa pemerintah dinilai kecolongan dalam pemilihan menteri. Pada awalnya, beliau bersikeras bahwa beliau masih berkewarganegaraan Indonesia. Namun, presiden berkehendak lain dan ingin menyelesaikan masalah ini dengan memberhentikan beliau. Tindakan tersebut adalah tindakan yang tepat karena presiden hendaknya mematuhi undang-undang.

Berdasarkan informasi yang diperoleh 124 , Arcandra Tahar telah memperoleh Kewarganegaraan Amerika Serikat pada Maret 2012. Namun, beliau tetap

124 Lihat Kompas Edisi Sabtu, 20 Agustus 2016.

mempertahankan Kewarganegaraan Indonesianya dengan memperbaharuinya di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Houston, Amerika Serikat, pada Februari 2012 yang akan berlaku hingga tahun 2017. Anehnya, ketika beliau ditawarkan menjadi menteri oleh presiden, kemungkinan besar beliau tidak mengaku memiliki kewarganegaraan asing. Hal ini tentu membuatnya tidak memenuhi kualifikasi di atas bahwa calon menteri harus berintegritas. Integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Dari pengertian tersebut kita mengetahui bahwa integritas bermakna kejujuran. Sementara, Arcandra Tahar telah tidak jujur mengenai kewarganegaraannya kepada masyarakat Indonesia pastinya. Archandra Tahar dapat dikatakan tidak berkewarganegaraan Indonesia karena ketika beliau telah menerima kewarganegaraan Amerika Serikat, otomatis kewarganegaraan Indonesia yang beliau miliki terlepas ditambah lagi dalam memperoleh kewarganegaraan asingnya, ia

mengangkat sumpah. 126 Lalu, apakah pasal 23 huruf b tidak dapat berlaku untuk beliau dalam pengertian ketentuan tersebut berlaku jika orang terkait ketahuan memiliki

kewarganegaraan ganda? Penulis berpandangan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku dalam kondisi seperti itu. Justru kondisi tersebut berlaku jika orang tersebut karena suatu hal diberikan kewarganegaraan asing dan ia tidak menolaknya. Terlebih lagi, tidak ada pengaturan khusus mengenai WNI yang ketahuan berkewarganegaraan ganda dalam peraturan yang ada sehingga memungkinkan pelaksanaan pasal 23 huruf b dalam pemahaman orang tersebut ketahuan berkewarganegaraan ganda. Dengan kata lain, beliau telah tidak memenuhi kualifikasi sebagai Menteri ESDM.

Alasan yang paling mendasar kasus Archandra menjadi kontroversial karena beliau menjabat sebagai menteri yang punya peran strategis dalam menentukan kebijakan negara. Seorang menteri diangkat dengan syarat harus WNI. Bila syarat tak terpenuhi, otomatis batal demi hukum sehingga setiap produk yang dihasilkan pun cacat hukum. Adanya pro- kontra yang mengemuka dalam masyarakat karena publik merasa Archandra berpotensi

memajukan bangsa, tetapi terhambat karena kewarganegaraan ganda. 127 Sepintas, sebagian mungkin mempertanyakan apa alasan filosofis seorang menteri

harus dijabat oleh WNI, bukan warga negara asing seperti beberapa negara asing yang

125 Lihat pasal 23 huruf a dan f UU No. 12 Tahun 2006. 126 Berbunyi demikian “tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu”. 127 Bincang- bincang, minggu, Syukron Salam, “Kewarganegaraan Ganda Tak Perlu Berlaku di Indonesia” Suara

Merdeka, (21 Agustus 2016), hlm. 6.

pernah mengizinkan menterinya berasal dari luar negara mereka pula. Sangat sulit dipahami bahwa orang yang berkewarganegaraan asing mengutamakan kepentingan negara yang asing pula baginya sementara dia harus bersumpah dan selalu memegang sumpah setia jabatan tersebut. 128 Sehingga, hal ini menutup kemungkinan peluang seorang asing

menduduki jabatan menteri di Indonesia secara keseluruhan. Pada pasal 22 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU No. 39 Tahun 2008) menyatakan bahwa ada beberapa syarat utama untuk menjabat seorang menteri, yaitu:

a. Warga Negara Indonesia.

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik

d. Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.

e. Sehat jasmani dan rohani.

f. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik.

g. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

h. Memperoleh kekuatan hukum tetap akrena melakukan tindak pidana yang diancam

i. Dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

3.2 Deskripsi Kasus

Dalam perkembangan kasus dualisme kewarganegaraan Archandra Tahar didapatkan fakta bahwa Archandra Tahar memiliki paspor AS. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia dijelaskan pada pasal 23 yang berisi: Warga Negara Indonesia telah kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

a) Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri;

b) Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;

c) Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;

d) Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presdien;

128 Hikmahanto Juwana, Opini Kompas: Talenta Indonesia dan Dwikewarganegaraan, Kamis, 25 Agustus 2016.

e) Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;

f) Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

g) Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

h) Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku di negara lain atas namanya; atau

i) Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Jelas dalam UU tersebut seseorang dapat kehilangan kewarganegaraannya apabila memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan dirinya sendiri. Dalam kasus Archandra Tahar belum dapat dipastikan apakah ada unsur pemaksaan pada Archandra dalam melakukan sumpah kesetiaan negara AS. Tetapi dapat kita ketahui bahwa Archandra Tahar memperoleh kewarganegaraan AS pada tahun 2012 hal itu mengindikasikan bahwa Archandra Tahar secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan dalam melakukan sumpah kesetiaan pada AS. Dengan berpedoman pada UU Nomor 12 Tahun 2006 maka dapat disimpulkan bahwa Archandra Tahar telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

Sangat disayangkan dalam pengangkatan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM, pemerintah tidak terlebih dahulu melakukan investigasi yang cukup valid sehingga tidak terjadi pengangkatan menteri yang bukan warga negara Indonesia. Selain itu, Archandra tahar tidak berkata jujur bahwa dia memiliki dua kewarganegaraan. Jika kita mengacu pada Undang-undang yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian menteri, yaitu UU Nomor 39 Tahun 2008 pasal 22 mengatakan bahwa:

1. Menteri diangkat oleh Presiden.

2. Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memnuhi persyaratan:

a. Warga negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;

d. Sehat jasmani dan rohani;

e. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan

f. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dalam UU diatas untuk dapat diangkat menjadi menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai warga negara Indonesia. Dengan melihat UU tersebut maka semestinya Archandra Tahar tidak dapat diangkat menjadi menteri ESDM karena telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Dalam perkembangannya pada akhirnya presiden RI memberhentikan menteri Archandra Tahar setelah menjabat selama 20 hari dan hal tersebut merupakan jabatan menteri tersingkat di Indonesia. Setelah Archandra Tahar diangkat menjadi menteri ESDM berdasarkan The Immigration and Nationality Act (INA), pasal 349a ayat (4) seorang warga negara Amerika Serikat kehilangan kewarganegaraannya itu jika ia menjadi pejabat pemerintahan di negara asing, dan untuk jabatannya itu ia telah mengambil sumpahnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Archandra Tahar melainkan memiliki status stateless bukan lagi dwi kewarganegaraan.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil keputusan bahwa status stateless di Indonesia tidak diperbolehkan. Dalam perkembangan kasus Archandra Tahar muncul pemikiran pemerintah untuk melakukan naturalisasi pada Archandra Tahar sehingga Archandra dapat kembali memiliki kewarganegaraan Indonesia. Menurut UU Nomor 12 Tahun 2006 pasal 9 tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

b) Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indoensia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;

c) Sehat jasmani dan rohani;

d) Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; e) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;

g) Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan

h) Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara. Mengingat sebelum dilantik sebagai menteri Archandra Tahar telah lama menetap di AS maka syarat waktu tinggal pada UU Nomor 12 Tahun 2006 pasal 9 poin b tidak dapat terpenuhi sehingga apabila tetap dilakukan pengajuan naturalisasi, maka dapat melanggar hukum. Akan tetapi Menkumham telah menerbitkan SK tentang kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Archandra Tahar berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 yang berisi:

Pasal 13

1. Presiden dapat memberikan Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada orang Asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

2. Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Orang Asing yang karena prestasinya luar biasa di bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup, atau keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia. Pasal 14

1. Presiden dapat memberi Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada Orang Asing karena alasan kepentingan negara setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

2. Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Orang Asing yang dinilai oleh negara telah dan dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan meningkatkan kemajuan khususnya di bidang perekonomian Indonesia. Menurut Peraturan presiden tersebut pemberian status WNI kepada Archandra dapat

dilakukan karena Archandra Tahar telah kehilangan kewarganegaraan AS karena telah diterbitkannya sertifikat kehilangan kewarganegaraan oleh pemerintah AS. Dengan dikeluarkannya sertifikat kehilangan kewarganegaraan itu maka pemerintah memberhentikan prosedur kehilangan kewarganegaraan karena status stateless (tanpa dilakukan karena Archandra Tahar telah kehilangan kewarganegaraan AS karena telah diterbitkannya sertifikat kehilangan kewarganegaraan oleh pemerintah AS. Dengan dikeluarkannya sertifikat kehilangan kewarganegaraan itu maka pemerintah memberhentikan prosedur kehilangan kewarganegaraan karena status stateless (tanpa

12 Tahun 2006 pasal 36 yang berisi:

1. Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang tersebut sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun.

2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Orang asing yang dinilai oleh negara telah dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan meningkatkan kemajuan khususnya di bidang perekonomian Indonesia.

3.3 Analisa Kasus

Sudah dapat dipastikan bahwa mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar sempat mempunyai dwikewarganegaraan atau bipatride, yaitu kewarganegaraan Indonesia dan Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia tidak mengenal bipratride.

Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.

2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.

3. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing yang masih berlaku dari negaralain atas namanya. Sedangkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI, menentukan: Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena:

1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.

2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.

3. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing

4. atau bagian dari negara asing tersebut.

5. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing yang masih berlaku dari negara lain. Dalam kasus Arcandra Tahar, diketahui ia secara aktif melalui proses naturalisasi di

Amerika Serikat telah memperoleh kewarganegaraan negara tersebut pada 2012. Selain itu, ia juga diketahui telah memperoleh paspor negara Amerika Serikat atas namanya. Dengan demikian unsur bipatride telah dipenuhi oleh Arcandra Tahar, maka berdasarkan ketentuan hukum tentang kewarganegaraan tersebut di atas, dengan sendirinya Arcandra sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya. Dalam hal ini keputusan Menteri Hukum dan HAM sebagai pihak yang berwenang memberi dan mencabut kewargangeraan Indonesia seseorang berdasarkan hukum yang berlaku tetap diperlukan, tetapi hanya berupa penegasan kepastian hukum berkaitan dengan administrasi hukum (lihat Pasal 34 ayat 3 PP Nomor 2 Tahun 2007).

Menteri Hukum dan HAM tak punya wewenang untuk menentukan apakah Arcandra Tahar kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya ataukah tidak. Karena, sekali lagi, secara hukum dengan sendirinya dalam kasus ini Arcandra sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya, begitu dia atas kemauannya sendiri memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat, dan juga sudah punya paspor negara tersebut.

Argumen yang menyatakan Arcandra masih WNI karena dia masih memegang paspor Indonesia yang masih berlaku sampai dengan 2017, sama sekali tidak relevan, karena selain mengabaikan ketentuan hukum kewarganegaraan tersebut di atas, juga memang bisa saja saat ia menerima kewarganegaraan Amerika Serikat itu paspor Indonesia-nya masih ada di tangannya dan secara formil masih berlaku, tetapi sebetulnya secara hukum ia sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya.

Untuk kepastian hukum tentang status seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang dengan demikian kehilangan juga hak dan kewajibannya sebagai WNI seperti yang terjadi pada Arcandra inilah diperlukan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM sebagaimana dimaksud di atas. Mereka hendak keluar. Akhirnya hak atas upah yang adil (agar) dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarga tidak pernah diberikan.

3.4 Solusi Penyelesaian Kasus

Mengenai nasib Arcandra Tahar yang diduga turut kehilangan Kewarganegaraan Amerika Serikatnya setelah dilantik menjadi pejabat negara Indonesia mengakibatkan beliau berstatus apatride (tidak memiliki kewarganegaraan), bisa saja andaikan itu benar pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor khusus bagi orang Mengenai nasib Arcandra Tahar yang diduga turut kehilangan Kewarganegaraan Amerika Serikatnya setelah dilantik menjadi pejabat negara Indonesia mengakibatkan beliau berstatus apatride (tidak memiliki kewarganegaraan), bisa saja andaikan itu benar pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor khusus bagi orang

Dalam upaya penyelesaian polemik dualisme kewarganegaraan Archandra Tahar, prosedur pemberian kembali status WNI Archandra Tahar harus mendapat persetujuan dari anggota DPR. Dilihat dari perkembangan kasus pemberian status WNI Archandra Tahar menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota DPR. Terdapat anggota DPR dari fraksi oposisi menentang diberikannya status WNI kepada Archandra Tahar dan apabila presiden tetap melakukan pengajuan pemberian status WNI maka DPR menggunakan hak interpelasi kepada presiden. Kegaduhan politik Indonesia akan semakin menjadi apabila setelah Archandra Tahar memperoleh status WNI-nya kemudian presiden RI mengangkat kembali Archandra Tahar sebagai menteri ESDM. Dalam pengangkatan kembali Archandra Tahar sebagai menteri ESDM hanya akan berkaitan dengan estetika politik dikarenakan presiden sendiri yang telah memberhentikan Archandra Tahar sebagai menteri dan sekarang presiden ingin mengangkatnya kembali sebagai menteri.

Jika dalam perkembangan kasus Archandra Tahar proses pemberian status WNI Archandra Tahar kurang tepat apabila dilakukan proses naturalisasi dikarenakan belum terpenuhinya persyaratan untuk naturalisasi sebagai warga asing, yaitu masalah waktu tinggal dan status Archandra Tahar yang saat ini stateless atau tanpa kewarganegaraan. Alangkah baiknya dalam pemberian status WNI kepada Archandra Tahar didasarkan pada pasal 13 dan 14 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, yaitu status WNI yang diberikan oleh presiden karena seseorang telah berjasa bagi negara Indonesia. Meskipun berdasarkan peraturan pemerintah tersebut status WNI dapat diberikan kepada Archandra. Selain itu, pemerintah dapat memberikan argumen tentang prestasi apa yang telah diberikan Archandra kepada Indonesia sehingga dengan demikian layak untuk mendapatkan status Jika dalam perkembangan kasus Archandra Tahar proses pemberian status WNI Archandra Tahar kurang tepat apabila dilakukan proses naturalisasi dikarenakan belum terpenuhinya persyaratan untuk naturalisasi sebagai warga asing, yaitu masalah waktu tinggal dan status Archandra Tahar yang saat ini stateless atau tanpa kewarganegaraan. Alangkah baiknya dalam pemberian status WNI kepada Archandra Tahar didasarkan pada pasal 13 dan 14 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, yaitu status WNI yang diberikan oleh presiden karena seseorang telah berjasa bagi negara Indonesia. Meskipun berdasarkan peraturan pemerintah tersebut status WNI dapat diberikan kepada Archandra. Selain itu, pemerintah dapat memberikan argumen tentang prestasi apa yang telah diberikan Archandra kepada Indonesia sehingga dengan demikian layak untuk mendapatkan status

Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa jabatan menteri merupakan personifikasi dari negara. Yang mendudukinya tentu harus mengutamakan negara yang diwakili kepentingannya. Sangat disayangkan dalam pengangkatan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM, pemerintah tidak terlebih dahulu melakukan investigasi yang cukup valid sehingga terjadi pengangkatan menteri yang bukan warga negara Indonesia. Oleh sebab itu, kedepannya pemerintah harus melakukan pengecekan lebih seksama dan investigasi yang mendalam agar meminimalisir terjadinya kontroversi yang tidak diinginkan.