KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengertian tentang HAM telah mengalami proses yang begitu lama. Dimulai dengan Magna Charta pada tahun 1215, hingga pada masa sekarang ini. Plato yang merupakan sumber sudut pandangan bagi konservatisme klasik dalam bukunya Politea-nya menyatakan bahwa HAM tidaklah sama, sehingga juga tidak ada persamaan kebebasan dan tentu saja tidak perlu usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi materil yang sama. Jika ditilik dari sejarah Barat, maka ide HAM itu bermula dari Inggris yang pada kurun waktu abad ke-17 sudah mempunyai tradisi perlawanan raja yang mutlak. Bahkan pada tahun 1215, para bangsawan sudah mampu memaksa raja untuk memberikan Magna Charta Libertatum yang melarang penahanan, penghukuman dan perampasan benda dengan sewenang-wenang. Sementara dalam perspektif sejarah Islam, wacana HAM begitu orisinil dan telah muncul 600 tahun sebelum perbincangan HAM di Inggris. Dalam perkembangan dari HAM tidak lepas dari perkembangan pikiran filosofis yang melatarbelakanginya. Pembahasan aspek filosofis, ideologis maupun teoritis akan membantu memahami konsepsi perlindungan HAM di berbagai Negara, dan juga munculnya konsep HAM. Pada tataran konseptual teoritik-filosofis hak asasi manusia dapat ditelusuri hingga munculnya paham konstitualisme abad 17 dan 18, bahkan apabila boleh diulur sampai saat manusia dalam pergaulan hidupnya sadar akan hak yang dimilikinya, sejarah hak asasi manusia telah ada ketika zaman purba.

2. Mencermati tiga konstitusi yang pernah berlaku di indonesia maka secara sepintas tampaklah bahwa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD Sementara 1950 mengandung rumusan-rumusan hak asasi yang lebih luas dan lebih eksplisit daripada UUD 1945. Salah satu alasan yang mendasarnya adalah terjadinya perbedaan pendapat dalam tubuh perumus UUD 1945, sehingga rumusan HAM yang tercantum dalam UUD 1945 sebelum perubahan adalah hasil kompromi dari tajamnya perbedaan pendapat tersebut. Sejalan dengan amanat 2. Mencermati tiga konstitusi yang pernah berlaku di indonesia maka secara sepintas tampaklah bahwa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD Sementara 1950 mengandung rumusan-rumusan hak asasi yang lebih luas dan lebih eksplisit daripada UUD 1945. Salah satu alasan yang mendasarnya adalah terjadinya perbedaan pendapat dalam tubuh perumus UUD 1945, sehingga rumusan HAM yang tercantum dalam UUD 1945 sebelum perubahan adalah hasil kompromi dari tajamnya perbedaan pendapat tersebut. Sejalan dengan amanat

3. Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diperoleh melalui pewarganegaraan. Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan, yaitu telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat

10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih, jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, dan membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

4. UUD 1945 (setelah Perubahan), mengatur kewarganegaraan dalam Pasal 26 yang berbunyi: (1) Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara. (2) Penduduk ialah warga Negara dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. (3) Hal-hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. Dalam kaitan hubungan korelatif Antara Negara dan warga Negara, Penjelasan Umum UU No.12 Tahun 2006 menyebutkan: “Warga Negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu Negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga Negara dan negaranya. Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya Negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.”

5. Pada tanggal 27 Juli 2016, Presiden Joko Widodo mengumumkan hasil perombakan (reshuffle) kabinet kerja jilid dua di Istana kepresidenan. Dalam reshuffle tersebut ada beberapa nama menteri yang diganti dan ditukar posisinya. Salah satu pergantian nama menteri yang cukup menarik perhatian adalah digantinya menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said oleh nama baru dilingkungan politik Indonesia, yaitu Archandra Tahar. Archandra

Tahar merupakan salah satu menteri dari kalangan profesional yang mengisi kabinet kerja jilid dua. Beliau memiliki rekam jejak yang sangat bagus dalam meniti karirnya sebagai seorang profesional di bidang pengeboran gas lepas pantai (offshore) yang telah lama menetap di Amerika Serikat (AS), yaitu selama 20 tahun. Meskipun telah lama menetap di negara lain, Archandra merupakan warga Indonesia asli Padang Sumatra Barat. Secara kemampuan praktik, beliau yang meraih gelar master dan doktor di luar negeri ini sangat layak dijadikan menteri. Namun, pada tanggal 15 Agustus 2016, beliau diberhentikan oleh presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam jumpa pers di Kantor Presiden dengan alasan menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM. Praktis, masa jabatan beliau hanya 20 hari dan memecahkan rekor menjadi menteri paling singkat masa jabatannya sejak Indonesia berdiri. Sebelum diberhentikan sebagai menteri ESDM, beberapa hari setelah pelantikan kabinet kerja jilid dua munsul isu yang tidak sedap tentang pengangkatan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM. Dalam isu tersebut terdapat informasi bahwa Archandra Tahar telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan sekarang merupakan warga negara AS.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran agar makalah selanjutnya dapat lebih sempurna. Adapun beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain harus senantiasa bersikap toleransi dengan menghormati dan menghargai hak asasi orang lain. Walaupun setiap manusia memiliki hak asasi tetapi dibatasi oleh hak orang lain dan tidak hanya menuntut hak saja namun kita harus menjalankan kewajiban juga sebagai individu dalam masyarakat maupun sebagai warga negara dalam suatu negara.

2. Negara melalui pemerintahan yang sah dan berdaulat, merupakan pelindung utama masyarakat, Namun realitas seringkali menunjukkan adanya tindakan aparat keamanan cenderung berpotensi melakukan berbagai pelanggaran. Hukum menjadi instrumen penting dalam melindungi dan tegaknya HAM dalam negara. Dalam melindungi dan memastikan tegaknya HAM dalam negara, harus dipastikan hukum menjadi instrumen dalam pengawasan bahkan pembatasan kepada otoritas publik atau 2. Negara melalui pemerintahan yang sah dan berdaulat, merupakan pelindung utama masyarakat, Namun realitas seringkali menunjukkan adanya tindakan aparat keamanan cenderung berpotensi melakukan berbagai pelanggaran. Hukum menjadi instrumen penting dalam melindungi dan tegaknya HAM dalam negara. Dalam melindungi dan memastikan tegaknya HAM dalam negara, harus dipastikan hukum menjadi instrumen dalam pengawasan bahkan pembatasan kepada otoritas publik atau

3. Untuk mengatasi berbagai persoalan kewarganegaraan, yaitu sistem kebijakan kewarganegaraan di Indonesia harus ditata kembali sesuai dengan tuntutan demokratisasi agar masalah hak-hak dan perlindungan warga negara dapat diposisikan secara tepat dalam kerangka perlindungan Hak Asasi Manusia tanpa mengganggu kedaulatan Negara Kasatuan Republik Indonesia.

4. Perbedaan pengaturan dalam konstitusi di berbagai negara dunia terkait dengan hak memperoleh

timbulnya permasalahan kewarganegaraan. Permasalahaan kewarganegaraan yang timbul adalah status tanpa kewarganegaraan, status dwi kewarganegaraan, dan status multipatride. Disamping itu, peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus memenuhi rasa keadilan bagi setiap orang yang akan merasakan dampak dari aturan tersebut. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Secara substansial peraturan yang dibentuk harus memenuhi tiga unsur yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis, sehingga rasa keadilan akan terpenuhi jika aturan tersebut diberlakukan.

kewarganegaraan

menyebabkan