Universitas Indonesia
43 Arga merupakan anak yang berprestasi di sekolahnya. Walaupun memiliki
penyakit Thalassaemia, ia selalu meraih peringkat kelas terbaik di kelas sejak SD. Arga mengatakan bahwa prestasinya merupakan hal yang dapat membuat dirinya
dan ayahnya bangga. Ia juga mengatakan bahwa anak yang memiliki penyakit memang memiliki kelemahan dalam kegiatan fisik, tetapi tidak sama halnya
dengan prestasi akademis. Sewaktu menceritakan tentang prestasinya, Arga memang menjelaskan dengan percaya diri. Ia berulangkali mengatakan bahwa
sebagai penderita Thalassaemia yang memiliki kelemahan fisik, ia bersyukur karena diberi kekuatan untuk meraih prestasi akademis. Karena prestasinya
tersebut, kedua orangtuanya selalu menyemangati Arga agar dapat meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi di fakultas kedokteran.
4.1.3. Riwayat Penyakit Thalassaemia Mayor
Arga diketahui menderita Thalassaemia Mayor sejak ia berusia 7 bulan. Saat itu, kulit sekujur tubuhnya kelihatan pucat dan berwarna kekuningan. Selain
itu, ia sering sakit, sulit makan dan minum ASI. Menurut dokter yang memeriksanya, Arga menderita penyakit kelainan darah dan ia dirujuk ke RSCM.
Setelah dilakukan tes darah, diketahui bahwa Arga adalah seorang penderita Thalassaemia Mayor. Penyakit tersebut diturunkan dari ayah dan ibu Arga yang
merupakan pembawa sifat Thalassaemia. Di dalam keluarganya, hanya Arga yang menderita Thalassaemia. Kakak laki-laki Arga yang juga melakukan tes darah
diketahui bukan seorang penderita. Menurut
Arga, tidak
ada yang
menjelaskan padanya
mengenai penyakitnya tersebut. Ia memahami sendiri bahwa ia memiliki penyakit karena
merasa berbeda dengan temen-teman sebayanya. Menurut Arga, ia mudah sekali merasa lelah jika melakukan kegiatan fisik. Selain itu, setiap bulannya Arga selalu
dibawa ke rumah sakit untuk periksa kesehatan dan melakukan transfusi darah. Sampai saat ini, Arga selalu rutin melakukan transfusi darah satu bulan
sekali di RSCM. Transfusi tersebut umumnya membutuhkan 2 kantong darah. Kegiatan transfusi setiap bulannya menyebabkan ia seringkali membolos sekolah.
Sejak usia 12 tahun, ia juga memakai obat desferal paling tidak lima hari dalam satu minggu. Setiap kali pemakaian obat desferal di bawah kulit perut
membutuhkan waktu 10 jam. Alat desferal tersebut dipakai sejak pukul delapan
Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
44 malam sampai pukul enam pagi hari. Suntikan obat tersebut berguna untuk
mengeluarkan zat besi yang berlebihan dari dalam tubuhnya sebagai efek dari transfusi darah. Arga mengatakan bahwa sejak kecil ayahnya yang selalu
mengantarkannya untuk
berobat. Ayahnya
juga selalu
membantunya memasangkan alat desferal di perutnya. Menurutnya, alat desferal tersebut sering
membuatnya sulit tidur. Menurut
Arga, penyakitnya
sekarang menghambatnya
jika ingin
melakukan aktivitas fisik karena ia mudah lelah. Ia mengatakan bahwa ia harus selalu berpikir panjang jika akan melakukan kegiatan apa pun karena ia takut
kondisinya semakin memburuk. Menurut Arga, banyak kegiatan fisik yang ia sukai tetapi tidak dapat ia lakukan seperti hiking dan olahraga sepakbola. Namun,
Arga mengaku bahwa ia sudah terbiasa dengan penyakitnya dan tidak merasa sedih atau iri dengan orang lain yang normal. Sekali lagi, Arga menegaskan
bahwa hal tersebut disebabkan karena sebagai penderita Thalassaemia, ia memiliki prestasi akademis yang baik di sekolah. Menurutnya, ia diberikan
kelebihan dengan keadaannya sebagai penderita Thalassaemia. Arga mengatakan bahwa saat ini, semua orang yang kenal dengannya telah
mengetahui penyakitnya. Menurut Arga, mereka sangat menjaganya. Jika Arga pingsan di sekolah, teman-temannya langsung saja membawanya ke rumah sakit,
tanpa ke UKS terlebih dahulu. Di sekolah, Arga tidak dapat mengikuti kegiatan seperti upacara, olahraga, dan ekstrakurikuler. Namun, karena memiliki prestasi
yang baik dalam mata pelajaran lainnya, ia mendapat keringanan dalam kegiatan tersebut dari guru-gurunya.
4.1.4. Gambaran Harapan