PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA (STUDI KASUS KOTA SOLO)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kota Solo telah banyak mengalami bencana sosial kota dalam sejarah
perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam
sejarah kotanya, yaitu: (1) Geger Pecinan tahun 1742; (2) Boemi Hangoes tahun
1948; dan (3) Kerusuhan Massa tahun 1998. Tiga tragedi itu telah membuat
kemerosoton kualitas ruang kota, baik pada elemen fisik kota (seperti toko yang
hancur, kantor yang gosong, plaza yang hangus, rusaknya jalan dan instalasi)
maupun pada elelemen non-fisik kota (seperti retaknya kohesi sosial, kelumpuhan
ekonomi, degradasi hukum dan etika).
Gambar 1.1. Geger Pecinan Tahun 1742
Pada tahun 1700-an, kawasan Kota Solo sudah
dihuni oleh 4 bangsa yang berbeda, yaitu Belanda,
Cina, Arab dan Pribumi. Peristiwa pembunuhan
massal ras Cina oleh ras Belanda di Jakarta tahun
1741 dibalas oleh ras Cina di Solo tahun 1742
melalui bantuan pangeran Kerajaan Mataram
Kartasura, yang kemudian disebut sebagai peristiwa
Geger Pecinan. (Keterangan: Foto Eks-Keraton
Kartasura, diambil pada tahun 2007 oleh Penulis).
Gambar 1.2. Boemi Hangoes Tahun 1948
Pada tahun 1948, seiring dengan era kemerdekaan
RI, maka untuk mencegah kembalinya Belanda
bersarang di Kota Solo, tentara pribumi yang
dipimpin oleh Slamet Riyadi membakar gedunggedung milik Belanda (Politik Boemi Hangoes).
Bangunan-bangunan penting seperti pasar, kantor,
stasiun, toko dll hangus terbakar. (Keterangan:
Foto Kawasan Pasar Gede, diambil pada tahun
1949 oleh J. Anten , tersimpan di Arsip
Mangkunegaran).
Gambar 1.3. Kerusuhan Massa Tahun 1998
Kerusuhan massal di Jakarta tanggal 13 Mei 1998,
dengan cepat merambat ke Solo pada tanggal 14
Mei 1998. Perubahan politik dari Orde Baru ke Era
Reformasi ditandai dengan tragedi kemanusian,
yaitu pembunuhan, pembakaran dan penjarahan
oleh pribumi ke non-pribumi. (Keterangan: Foto
Purwosari Plaza, diambil pada tahun 2005 oleh
Penulis. Saat ini di lokasi tersebut sedang dibangun
gedung apartemen yang pertama di Solo).
1
1.2.
Permasalahan
Bencana ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial, telah
terjadi berkali-kali di Solo, baik dalam skala kecil (lingkup kawasan/blok)
maupun level besar (lingkup wilayah/daerah). Berbagai bencana ruang kota itu
tentu membuat kualitas kota menjadi sangat merosot. Tragedi itu telah mengambil
banyak korban jiwa dan harta, baik dari sesama anggota masyarakat maupun milik
pemerintahan kota. Perilaku masyarakat urban yang tidak urbane (santun,
beradab, etis, toleran) telah berkali-kali muncul secara fenomenal. Masyarakat
Jawa yang dikenal sebagai individu yang berbudi pekerti halus, namun
kenyataannya dapat muncul sebagai individu atau kelompok yang kasar dan
anarkis. Kondisi kontradiksi inilah yang akan menjadi simpul dari permasalahan
penelitian, yaitu masalah psikologi sosial dan arsitektur kota. Penggalian bencana
ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial dilakukan untuk
memperoleh
prototype,
yang
diformat
dalam
berbagai
komponen
dan
indikatornya, sehingga gambaran proses kontradiksi dan variasi kejadian bencana
ruang kota dapat terbaca lebih jelas.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
1) Komponen apa sajakah yang menimbulkan dehumanisasi di ruang kota
Solo dan apa sajakah indikatornya?
2) Bagaimana memodelkan dehumanisasi sehingga berlanjut menjadi
tragedi bencana ruang kota?
3) Konsep sosioteknologi apakah yang dapat dibangun dari studi bencana
ruang kota di Solo ini?
1.4.
Lingkup Laporan Penelitian
Pada penelitian Hibah Bersaing tahun ketiga ini (2011), fokus penelitian
adalah untuk menjawab pertanyaan nomor tiga, yaitu untuk membangun konsep
sosioteknologi yang dapat dipergunakan dalam dunia praktis terkait ilmu
arsitektur kota. Pada tahun sebelumnya (2010), penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang kedua, yaitu menemukan
2
elemen-elemen pemicu bencana sosial. Pada tahun pertama (2009), telah
dilakukan eksplorasi konflik-konflik sosial yang pernah terjadi di Kota Solo
selama 260 tahun (1740-2000), untuk menemukan keragaman faktor-faktornya.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka metode penelitian tahap ketiga ini
menggunakan gabungan antara tahun pertama (studi kearsipan) dan tahun kedua
(studi lapangan). Jadi, pada tahun ketiga ini menggabungkan model historicalarcheology dan field research.. Lingkup tahun ketiga dalam kegiatan penelitian
ini adalah membangun formula atau rumusan bencana ruang kota akibat tekanan
lingkungan sosial.
1.5.
Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Solo adalah kota di pedalaman Jawa yang masih menyimpan
berbagai tradisi dan artefak kuno dari masyarakat Jawa. Sebagai kota tujuan
wisata, maka untuk menarik wisatawan, baik oleh wisatawan nusantara (Wisnu)
maupun wisatawan mancanegara (Wisman), Kota Solo saat ini mempunyai slogan
utama: “Solo: The Spririt of Java”. Secara topografis, Kota Solo adalah daerah
dataran rendah (+93m) yang menjadi kawasan pertemuan (tempuran) dari empat
sungai yang berhulu dari empat penjuru pegunungan, yaitu: (1) Sungai Pepe dari
Gunung Merbabu; (2) Sungai Jenes dari Gunung Merapi; (3) Sungai Samin dari
Gunung Lawu; dan (4) Bengawan Solo dari Pegunungan Kidul. Kota Solo atau
secara legal-formal disebut sebagai Kota Surakarta, terletak dalam wilayah
administratif Provinsi Jawa Tengah, mempunyai luasan lahan sekitar 44 km2 dan
dihuni oleh sekitar 550 ribu penduduk pada tahun 2009. Kota Solo berkembang
menjadi kota multi etnis sejak adanya kerajaan-kerajaan Jawa bermunculan di
ruang-ruang kotanya, yaitu Kerajaan Pajang (1546-1586), Kerajaan Kartasura
(1680-1742) dan Kerajaan Surakarta (1746-sekarang). Peta dan gambaran fisik
lokasi penelitian dapat dilihat pada halaman berikut ini:
3
Gambar 1.4. Skema Peta Topografi Kota Solo
(Sumber: Peneliti, 2011)
Gambar 1.5. Peta Wilayah Kota Solo
(Sumber: Bappeda Surakarta, 2009)
4
Kota Solo berdasarkan kondisi historisnya adalah kota silang budaya. Kota
yang secara geografis terletak antara 110o46’49”-110o51’30” BT dan 7o31’43”7o35’28” LS ini diakui dunia sebagai salah satu kota pertemuan budaya TimurBarat. Bahkan pada tahun 2008, Kota Solo dimasukkan oleh UNESCO sebagai
Kota Warisan Dunia (World Heritage City). Sebagai salah satu kota tertua di
Indonesia, Kota Solo saat ini secara fenomenal masih menampakkan diri sebagai
kota peradaban Jawa-Eropa-Arab-Cina, meskipun artefak-artefak kuno yang ada
semakin mengalami proses deteriorisasi. Berdasarkan kajian sejarah, Keraton
Surakarta adalah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, sebelum terpecah menjadi 4
(empat) istana seperti sekarang ini (Lombard, 2005), yaitu: (1) Keraton
Kasunanan Surakarta (1746); (2) Keraton Kasultanan Yogyakarta (1755); (3) Pura
Mangkunegaran Surakarta (1757); dan (4) Pura Pakualaman Yogyakarta (1812).
Masing-masing dinasti Kerajanan Mataram Jawa itu (Houben, 2002) masih
bertahan sampai sekarang (2009), meskipun telah mengalami banyak kehilangan
daerah kekuasaan seiring dengan meleburnya ke empat kerajaan itu ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.
Gambar 1.6. Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia (World Heritage City)
(Sumber: Peneliti, 2011)
5
Rekayasa
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI
MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA
(STUDI KASUS KOTA SOLO)
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kopertis Wilayah VI dengan LPPM UMS
Nomor: 004/006.2/PP/SP.HB/2011 Tertanggal 11 April 2011
Oleh:
Ir. Qomarun, M.M.
Dr. Ir. Arya Ronald
Dr. Moordiningsih, S.Psi., M.Psi.
Ronim Azizah, S.T., M.T.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER 2011
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Ringkasan
i
ii
iii
v
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Permasalahan
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.4. Lingkup Laporan Penelitian
1.5. Gambaran Lokasi Penelitian
1
2
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Roadmap Research
2.2.
Studi tentang Kota dan Konflik Sosial
2.2.1. Pengertian Konflik
2.2.2. Teori Konflik Sosial
2.2.3. Studi Konflik Sosial di Indonesia
2.2.4. Terminologi tentang Kota
2.2.5. Perkembangan Penelitian tentang Kota
2.3.
Landasan Teori
2.3.1. Konsep Kota sebagai Organisme
2.3.2. Konsep Perilaku Masyarakat
2.3.3. Konsep Bencana Sosial Kota
6
7
7
9
11
12
15
17
17
19
20
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
3.2. Manfaat Penelitian
3.3. Urgensi Penelitian
3.3.1. Faktor Lingkungan Sosial Kota
sebagai Agenda Kritis
3.3.2. Faktor Ruang Kota
sebagai Agenda Strategis
iii
22
23
23
23
24
3.3.3. Faktor Kota Solo
sebagai Kota Warisan Dunia
3.3.4. Faktor Sustainable Tools
sebagai Inovasi Strategis
25
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.
Paradigma Penelitian
4.2. Proses Penelitian
4.3.
Mekanisme Penelitian
4.4.
Lokasi Penelitian
4.5.
Obyek Penelitian
4.6.
Pengumpulan Data
4.7.
Pengolahan Data
4.8.
Perumusan Temuan
27
28
29
32
32
33
34
34
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Kompilasi Data
5.2.
Analisa-Sintesa Data
5.2.1. Keragaman Bencana Sosial Kota di Solo
5.2.2. Faktor-faktor Pemicu Terjadinya Bencana Sosial
5.2.3. Formula Bencana Sosial Kota
5.3.
Pembahasan
36
38
38
65
73
76
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
6.2. Saran
79
79
Daftar Pustaka
80
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Gambar 1.2.
Gambar 1.3.
Gambar 1.4.
Gambar 1.5.
Gambar 1.6.
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 5.1.
Gambar 5.2.
Gambar 5.3.
Gambar 5.4.
Geger Pacinan, 1742
Boemi Hangoes, 1948
Kerusuhan Massal, 1998
Skema Peta Topografi Kota Solo
Peta Wilayah Kota Solo
Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia
(World Heritage City)
Elemen Kota
Jumlah Insiden dan Korban Tewas Akibat
Kekerasan Non-Separatis di Indonesia (1990-2003)
Proses Penelitian Rasionalistik-Kualitatif
Skema tentang Metode-Proses-Keluaran Penelitian
Langkah Penelitian (Kiri) dan Target Temuan (Kanan)
Mekanisme I:
Menemukan Keragaman Urban Social Disaster di Solo
Mekanisme II:
Menemukan Parameter dan Indikator Dehumanisasi
Mekanisme III:
Menemukan Formula Urban Social Disaster
Dinding Eks-Keraton Kartasura yang Dijebol oleh
Pemberontak dalam Peristiwa Geger Pacinan, 1742
Rekaman Tekanan Sosial di Kota Solo, 1740-2000
Tiga Balaikota (City Hall) yang Berbeda di Tempat yang
Sama di Kota Solo Sejak Kemerdekaan RI (1945)
Dinamika Konflik Sosial di Kota Solo, 1740-2000
v
1
1
1
4
4
5
7
12
27
28
23
24
31
31
31
40
66
67
74
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
Tabel 5.7.
Tabel 5.8.
Tabel 5.9.
Tabel 5.10.
Tabel 5.11.
Tabel 5.12.
Roadmap Research oleh Tim Peneliti dan Publikasinya
Perkembangan Teori Konflik Sosial
Hasil Pengumpulan Data Kuno (1500-1950)
Hasil Pengumpulan Data Kini (1950-2000)
Master Sheet: Keragaman Peristiwa
Konflik Sosial di Solo, 1750-2000
Identifikasi Keragaman Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Masalah Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Korban Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Identifikasi Formula Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Identifikasi Berdasarkan Kategori Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Laten di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Provokasi di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
vi
7
10
37
38
58
65
66
69
69
70
71
72
73
RINGKASAN
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena bahwa perkembangan ruang
kota di Solo sering mengalami tragedi bencana sosial (kerusuhan massa,
penjarahan, pembakaran dan isu terorisme). Penelitian ini bertujuan tidak hanya
untuk menjelaskan tragedi tersebut, tetapi juga untuk mengupas komponen dan
parameter lingkungan sosial yang berpotensi besar dalam memunculkan bencana
sosial pada ruang kota. Manfaat utama dari penelitian ini adalah untuk membantu
para stake-holder ruang kota (individu, warga, masyarakat dan pemerintah kota)
dalam mengetahui gejala-gejala dini adanya proses dehumanisasi (penurunan
kualitas lingkungan sosial) pada lingkungan sosial, yang pada gilirannya akan
melahirkan proses deteriorisasi (penurunan kualitas lingkungan buatan), seperti
pembakaran, perusakan, pengeboman. Pada penelitian tahun pertama (Hibah
Bersaing Tahun 2009), tim peneliti telah menemukan bahwa konflik terbuka atau
manifes (fm) terjadi akibat adanya konflik laten (fl) ditambah dengan adanya
pemicu (fp), yang kemudian diformulasikan dengan persamaan: (fm)=(fl)+(fp).
Pada penelitian tahap kedua (Hibah Bersaing Tahun 2010), maka tim peneliti
telah menemukan 3 faktor utama penyusun konflik laten itu, yaitu: (1) budaya
hipokratik; (2) disparitas ekonomi; dan (3) krisis kepemimpinan. Pada penelitian
tahap ketiga ini (Hibah Bersaing Tahun 2011), maka tim peneliti membangun
formula lebih detail tentang proses terjadinya bencana sosial kota, baik berupa
persamaan maupun deskripsi. Konflik laten (fl) terbukti tersusun oleh variasi
disparitas ekonomi, krisis kepemimpinan dan budaya hipokratik, sehingga
persamaan bencana sosial kota menjadi: f(y)=f(x)+f(z), dimana f(y) adalah
besarnya skala bencana (1-12); f(x) adalah jumlah dari 3 penyusun konflik laten
yang masing-masing mempunyai porsi maksimal 4 satuan; sedangkan f(z) adalah
besarnya konflik pemicu yang mempunyai porsi maksimal 2 satuan.
Pembangunan formula ini adalah upaya untuk mendekatkan temuan dengan
standar-standar pengukuran bencana yang sudah berlaku (Mercalli), sehingga
akan mudah terdeteksi secara umum. Studi ilmu arsitektur kota dan psikologi
sosial ini menyimpulkan bahwa tragedi bencana sosial kota adalah peristiwa
mekanisme pengalihan, bukan sentimen antar ras dan agama. Selanjutnya,
penelitian ini memberikan rekomendasi tentang riset lanjut (baik level
fundamental maupun terapan) terkait pembuatan software dan hardware khusus
terkait sistem peringatan dini adanya bencana sosial kota.
Keywords: bencana, sosial, kota, arsitektur, psikologi, solo
vii
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kota Solo telah banyak mengalami bencana sosial kota dalam sejarah
perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam
sejarah kotanya, yaitu: (1) Geger Pecinan tahun 1742; (2) Boemi Hangoes tahun
1948; dan (3) Kerusuhan Massa tahun 1998. Tiga tragedi itu telah membuat
kemerosoton kualitas ruang kota, baik pada elemen fisik kota (seperti toko yang
hancur, kantor yang gosong, plaza yang hangus, rusaknya jalan dan instalasi)
maupun pada elelemen non-fisik kota (seperti retaknya kohesi sosial, kelumpuhan
ekonomi, degradasi hukum dan etika).
Gambar 1.1. Geger Pecinan Tahun 1742
Pada tahun 1700-an, kawasan Kota Solo sudah
dihuni oleh 4 bangsa yang berbeda, yaitu Belanda,
Cina, Arab dan Pribumi. Peristiwa pembunuhan
massal ras Cina oleh ras Belanda di Jakarta tahun
1741 dibalas oleh ras Cina di Solo tahun 1742
melalui bantuan pangeran Kerajaan Mataram
Kartasura, yang kemudian disebut sebagai peristiwa
Geger Pecinan. (Keterangan: Foto Eks-Keraton
Kartasura, diambil pada tahun 2007 oleh Penulis).
Gambar 1.2. Boemi Hangoes Tahun 1948
Pada tahun 1948, seiring dengan era kemerdekaan
RI, maka untuk mencegah kembalinya Belanda
bersarang di Kota Solo, tentara pribumi yang
dipimpin oleh Slamet Riyadi membakar gedunggedung milik Belanda (Politik Boemi Hangoes).
Bangunan-bangunan penting seperti pasar, kantor,
stasiun, toko dll hangus terbakar. (Keterangan:
Foto Kawasan Pasar Gede, diambil pada tahun
1949 oleh J. Anten , tersimpan di Arsip
Mangkunegaran).
Gambar 1.3. Kerusuhan Massa Tahun 1998
Kerusuhan massal di Jakarta tanggal 13 Mei 1998,
dengan cepat merambat ke Solo pada tanggal 14
Mei 1998. Perubahan politik dari Orde Baru ke Era
Reformasi ditandai dengan tragedi kemanusian,
yaitu pembunuhan, pembakaran dan penjarahan
oleh pribumi ke non-pribumi. (Keterangan: Foto
Purwosari Plaza, diambil pada tahun 2005 oleh
Penulis. Saat ini di lokasi tersebut sedang dibangun
gedung apartemen yang pertama di Solo).
1
1.2.
Permasalahan
Bencana ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial, telah
terjadi berkali-kali di Solo, baik dalam skala kecil (lingkup kawasan/blok)
maupun level besar (lingkup wilayah/daerah). Berbagai bencana ruang kota itu
tentu membuat kualitas kota menjadi sangat merosot. Tragedi itu telah mengambil
banyak korban jiwa dan harta, baik dari sesama anggota masyarakat maupun milik
pemerintahan kota. Perilaku masyarakat urban yang tidak urbane (santun,
beradab, etis, toleran) telah berkali-kali muncul secara fenomenal. Masyarakat
Jawa yang dikenal sebagai individu yang berbudi pekerti halus, namun
kenyataannya dapat muncul sebagai individu atau kelompok yang kasar dan
anarkis. Kondisi kontradiksi inilah yang akan menjadi simpul dari permasalahan
penelitian, yaitu masalah psikologi sosial dan arsitektur kota. Penggalian bencana
ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial dilakukan untuk
memperoleh
prototype,
yang
diformat
dalam
berbagai
komponen
dan
indikatornya, sehingga gambaran proses kontradiksi dan variasi kejadian bencana
ruang kota dapat terbaca lebih jelas.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
1) Komponen apa sajakah yang menimbulkan dehumanisasi di ruang kota
Solo dan apa sajakah indikatornya?
2) Bagaimana memodelkan dehumanisasi sehingga berlanjut menjadi
tragedi bencana ruang kota?
3) Konsep sosioteknologi apakah yang dapat dibangun dari studi bencana
ruang kota di Solo ini?
1.4.
Lingkup Laporan Penelitian
Pada penelitian Hibah Bersaing tahun ketiga ini (2011), fokus penelitian
adalah untuk menjawab pertanyaan nomor tiga, yaitu untuk membangun konsep
sosioteknologi yang dapat dipergunakan dalam dunia praktis terkait ilmu
arsitektur kota. Pada tahun sebelumnya (2010), penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang kedua, yaitu menemukan
2
elemen-elemen pemicu bencana sosial. Pada tahun pertama (2009), telah
dilakukan eksplorasi konflik-konflik sosial yang pernah terjadi di Kota Solo
selama 260 tahun (1740-2000), untuk menemukan keragaman faktor-faktornya.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka metode penelitian tahap ketiga ini
menggunakan gabungan antara tahun pertama (studi kearsipan) dan tahun kedua
(studi lapangan). Jadi, pada tahun ketiga ini menggabungkan model historicalarcheology dan field research.. Lingkup tahun ketiga dalam kegiatan penelitian
ini adalah membangun formula atau rumusan bencana ruang kota akibat tekanan
lingkungan sosial.
1.5.
Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Solo adalah kota di pedalaman Jawa yang masih menyimpan
berbagai tradisi dan artefak kuno dari masyarakat Jawa. Sebagai kota tujuan
wisata, maka untuk menarik wisatawan, baik oleh wisatawan nusantara (Wisnu)
maupun wisatawan mancanegara (Wisman), Kota Solo saat ini mempunyai slogan
utama: “Solo: The Spririt of Java”. Secara topografis, Kota Solo adalah daerah
dataran rendah (+93m) yang menjadi kawasan pertemuan (tempuran) dari empat
sungai yang berhulu dari empat penjuru pegunungan, yaitu: (1) Sungai Pepe dari
Gunung Merbabu; (2) Sungai Jenes dari Gunung Merapi; (3) Sungai Samin dari
Gunung Lawu; dan (4) Bengawan Solo dari Pegunungan Kidul. Kota Solo atau
secara legal-formal disebut sebagai Kota Surakarta, terletak dalam wilayah
administratif Provinsi Jawa Tengah, mempunyai luasan lahan sekitar 44 km2 dan
dihuni oleh sekitar 550 ribu penduduk pada tahun 2009. Kota Solo berkembang
menjadi kota multi etnis sejak adanya kerajaan-kerajaan Jawa bermunculan di
ruang-ruang kotanya, yaitu Kerajaan Pajang (1546-1586), Kerajaan Kartasura
(1680-1742) dan Kerajaan Surakarta (1746-sekarang). Peta dan gambaran fisik
lokasi penelitian dapat dilihat pada halaman berikut ini:
3
Gambar 1.4. Skema Peta Topografi Kota Solo
(Sumber: Peneliti, 2011)
Gambar 1.5. Peta Wilayah Kota Solo
(Sumber: Bappeda Surakarta, 2009)
4
Kota Solo berdasarkan kondisi historisnya adalah kota silang budaya. Kota
yang secara geografis terletak antara 110o46’49”-110o51’30” BT dan 7o31’43”7o35’28” LS ini diakui dunia sebagai salah satu kota pertemuan budaya TimurBarat. Bahkan pada tahun 2008, Kota Solo dimasukkan oleh UNESCO sebagai
Kota Warisan Dunia (World Heritage City). Sebagai salah satu kota tertua di
Indonesia, Kota Solo saat ini secara fenomenal masih menampakkan diri sebagai
kota peradaban Jawa-Eropa-Arab-Cina, meskipun artefak-artefak kuno yang ada
semakin mengalami proses deteriorisasi. Berdasarkan kajian sejarah, Keraton
Surakarta adalah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, sebelum terpecah menjadi 4
(empat) istana seperti sekarang ini (Lombard, 2005), yaitu: (1) Keraton
Kasunanan Surakarta (1746); (2) Keraton Kasultanan Yogyakarta (1755); (3) Pura
Mangkunegaran Surakarta (1757); dan (4) Pura Pakualaman Yogyakarta (1812).
Masing-masing dinasti Kerajanan Mataram Jawa itu (Houben, 2002) masih
bertahan sampai sekarang (2009), meskipun telah mengalami banyak kehilangan
daerah kekuasaan seiring dengan meleburnya ke empat kerajaan itu ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.
Gambar 1.6. Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia (World Heritage City)
(Sumber: Peneliti, 2011)
5
Rekayasa
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI
MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA
(STUDI KASUS KOTA SOLO)
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kopertis Wilayah VI dengan LPPM UMS
Nomor: 004/006.2/PP/SP.HB/2011 Tertanggal 11 April 2011
Oleh:
Ir. Qomarun, M.M.
Dr. Ir. Arya Ronald
Dr. Moordiningsih, S.Psi., M.Psi.
Ronim Azizah, S.T., M.T.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER 2011
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Ringkasan
i
ii
iii
v
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Permasalahan
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.4. Lingkup Laporan Penelitian
1.5. Gambaran Lokasi Penelitian
1
2
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Roadmap Research
2.2.
Studi tentang Kota dan Konflik Sosial
2.2.1. Pengertian Konflik
2.2.2. Teori Konflik Sosial
2.2.3. Studi Konflik Sosial di Indonesia
2.2.4. Terminologi tentang Kota
2.2.5. Perkembangan Penelitian tentang Kota
2.3.
Landasan Teori
2.3.1. Konsep Kota sebagai Organisme
2.3.2. Konsep Perilaku Masyarakat
2.3.3. Konsep Bencana Sosial Kota
6
7
7
9
11
12
15
17
17
19
20
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
3.2. Manfaat Penelitian
3.3. Urgensi Penelitian
3.3.1. Faktor Lingkungan Sosial Kota
sebagai Agenda Kritis
3.3.2. Faktor Ruang Kota
sebagai Agenda Strategis
iii
22
23
23
23
24
3.3.3. Faktor Kota Solo
sebagai Kota Warisan Dunia
3.3.4. Faktor Sustainable Tools
sebagai Inovasi Strategis
25
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.
Paradigma Penelitian
4.2. Proses Penelitian
4.3.
Mekanisme Penelitian
4.4.
Lokasi Penelitian
4.5.
Obyek Penelitian
4.6.
Pengumpulan Data
4.7.
Pengolahan Data
4.8.
Perumusan Temuan
27
28
29
32
32
33
34
34
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Kompilasi Data
5.2.
Analisa-Sintesa Data
5.2.1. Keragaman Bencana Sosial Kota di Solo
5.2.2. Faktor-faktor Pemicu Terjadinya Bencana Sosial
5.2.3. Formula Bencana Sosial Kota
5.3.
Pembahasan
36
38
38
65
73
76
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
6.2. Saran
79
79
Daftar Pustaka
80
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Gambar 1.2.
Gambar 1.3.
Gambar 1.4.
Gambar 1.5.
Gambar 1.6.
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 5.1.
Gambar 5.2.
Gambar 5.3.
Gambar 5.4.
Geger Pacinan, 1742
Boemi Hangoes, 1948
Kerusuhan Massal, 1998
Skema Peta Topografi Kota Solo
Peta Wilayah Kota Solo
Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia
(World Heritage City)
Elemen Kota
Jumlah Insiden dan Korban Tewas Akibat
Kekerasan Non-Separatis di Indonesia (1990-2003)
Proses Penelitian Rasionalistik-Kualitatif
Skema tentang Metode-Proses-Keluaran Penelitian
Langkah Penelitian (Kiri) dan Target Temuan (Kanan)
Mekanisme I:
Menemukan Keragaman Urban Social Disaster di Solo
Mekanisme II:
Menemukan Parameter dan Indikator Dehumanisasi
Mekanisme III:
Menemukan Formula Urban Social Disaster
Dinding Eks-Keraton Kartasura yang Dijebol oleh
Pemberontak dalam Peristiwa Geger Pacinan, 1742
Rekaman Tekanan Sosial di Kota Solo, 1740-2000
Tiga Balaikota (City Hall) yang Berbeda di Tempat yang
Sama di Kota Solo Sejak Kemerdekaan RI (1945)
Dinamika Konflik Sosial di Kota Solo, 1740-2000
v
1
1
1
4
4
5
7
12
27
28
23
24
31
31
31
40
66
67
74
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
Tabel 5.7.
Tabel 5.8.
Tabel 5.9.
Tabel 5.10.
Tabel 5.11.
Tabel 5.12.
Roadmap Research oleh Tim Peneliti dan Publikasinya
Perkembangan Teori Konflik Sosial
Hasil Pengumpulan Data Kuno (1500-1950)
Hasil Pengumpulan Data Kini (1950-2000)
Master Sheet: Keragaman Peristiwa
Konflik Sosial di Solo, 1750-2000
Identifikasi Keragaman Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Masalah Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Korban Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Identifikasi Formula Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Identifikasi Berdasarkan Kategori Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Laten di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Provokasi di
Kota Solo Tahun 1740-2000
Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di
Kota Solo Tahun 1740-2000
vi
7
10
37
38
58
65
66
69
69
70
71
72
73
RINGKASAN
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena bahwa perkembangan ruang
kota di Solo sering mengalami tragedi bencana sosial (kerusuhan massa,
penjarahan, pembakaran dan isu terorisme). Penelitian ini bertujuan tidak hanya
untuk menjelaskan tragedi tersebut, tetapi juga untuk mengupas komponen dan
parameter lingkungan sosial yang berpotensi besar dalam memunculkan bencana
sosial pada ruang kota. Manfaat utama dari penelitian ini adalah untuk membantu
para stake-holder ruang kota (individu, warga, masyarakat dan pemerintah kota)
dalam mengetahui gejala-gejala dini adanya proses dehumanisasi (penurunan
kualitas lingkungan sosial) pada lingkungan sosial, yang pada gilirannya akan
melahirkan proses deteriorisasi (penurunan kualitas lingkungan buatan), seperti
pembakaran, perusakan, pengeboman. Pada penelitian tahun pertama (Hibah
Bersaing Tahun 2009), tim peneliti telah menemukan bahwa konflik terbuka atau
manifes (fm) terjadi akibat adanya konflik laten (fl) ditambah dengan adanya
pemicu (fp), yang kemudian diformulasikan dengan persamaan: (fm)=(fl)+(fp).
Pada penelitian tahap kedua (Hibah Bersaing Tahun 2010), maka tim peneliti
telah menemukan 3 faktor utama penyusun konflik laten itu, yaitu: (1) budaya
hipokratik; (2) disparitas ekonomi; dan (3) krisis kepemimpinan. Pada penelitian
tahap ketiga ini (Hibah Bersaing Tahun 2011), maka tim peneliti membangun
formula lebih detail tentang proses terjadinya bencana sosial kota, baik berupa
persamaan maupun deskripsi. Konflik laten (fl) terbukti tersusun oleh variasi
disparitas ekonomi, krisis kepemimpinan dan budaya hipokratik, sehingga
persamaan bencana sosial kota menjadi: f(y)=f(x)+f(z), dimana f(y) adalah
besarnya skala bencana (1-12); f(x) adalah jumlah dari 3 penyusun konflik laten
yang masing-masing mempunyai porsi maksimal 4 satuan; sedangkan f(z) adalah
besarnya konflik pemicu yang mempunyai porsi maksimal 2 satuan.
Pembangunan formula ini adalah upaya untuk mendekatkan temuan dengan
standar-standar pengukuran bencana yang sudah berlaku (Mercalli), sehingga
akan mudah terdeteksi secara umum. Studi ilmu arsitektur kota dan psikologi
sosial ini menyimpulkan bahwa tragedi bencana sosial kota adalah peristiwa
mekanisme pengalihan, bukan sentimen antar ras dan agama. Selanjutnya,
penelitian ini memberikan rekomendasi tentang riset lanjut (baik level
fundamental maupun terapan) terkait pembuatan software dan hardware khusus
terkait sistem peringatan dini adanya bencana sosial kota.
Keywords: bencana, sosial, kota, arsitektur, psikologi, solo
vii