Physical Traces Pada Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

(1)

PHYSICAL TRACES PADA RUANG TERBUKA PUBLIK (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

SKRIPSI

OLEH

FAURANTIA F SIGIT 110406032

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PHYSICAL TRACES PADA RUANG TERBUKA PUBLIK (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAURANTIA F SIGIT 110406032

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

PHYSICAL TRACES PADA RUANG TERBUKA PUBLIK (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(4)

Judul Skripsi : Physical Traces Pada Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

Nama Mahasiswa : Faurantia F Sigit Nomor Pokok : 110406032 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Wahyu Utami, ST, MT)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc) (Ir. N. Vinky Rahman, MT)


(5)

Telah diuji pada Tanggal : 04 Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc

Anggota Komisi Penguji : 1. Dr. Wahyu Utami, ST, MT


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

Physical Traces Pada Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku Ketua Program Studi Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Program Studi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dr. Wahyu Utami, ST, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan serta meluangkan waktu dalam proses penulisan untuk menyusun skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap skripsi ini.

4. Seluruh dosen yang telah menyumbangkan ilmunya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu selama penulis mengikuti perkuliahan.


(7)

5. Kepada keluarga penulis, Ayahanda Sigit Supriono dan Ibunda Aiga Thaib yang telah memberikan dukungan, doa, cinta, dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis. Serta abang, kakak dan adik, Aca, Conny, Andi, Ola dan Fira yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 6. Teman-teman seperjuangan Opi, Faizah, Dina dan teman-teman sesama

stambuk 2011 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang sama-sama berjuang menyelesaikan studi serta seluruh rekan penulis yang sudah ikut membantu.

7. Kepada Fidyan Aulia Nasution yang telah memberikan waktu, motivasi, dukungan dan doa serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh pegawai Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari bahwamasih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis terutama dalam penyempurnaannya ke depan. Pada semua pihak yang telah banyak membantu untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, serta memberikan kemudahan bagi kita semua. Amin.

Medan, 09 Juli 2015 Penulis

Faurantia F Sigit 110406032


(8)

ABSTRAK

Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota. Masyarakat membutuhkan ruang terbuka sebagai tempat untuk rekreasi, menyalurkan hobi dan interaksi sosial. Lapangan Merdeka merupakan salah satu ruang terbuka publik di Kota Medan. Lapangan Merdeka selalu ramai digunakan pengguna pada pagi dan sore hari setiap hari. Lapangan Merdeka sudah dirancang dengan baik namun banyak pengguna yang menggunakan zona di Lapangan Merdeka tidak sesuai fungsinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pengguna Lapangan Merdeka dan modifikasi perilaku pengguna dengan fokus jejak fisik. Data yang dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan pemetaan perilaku. Hasil penelitian dijabarkan dengan teknik kualitatif. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa jejak fisik terjadi karena alasan kenyamanan pengguna seperti duduk atau berolahraga tidak pada tempat yang disediakan dan lebih memilih melakukannya di atas area rumput.

Kata Kunci : Ruang terbuka publik, Perilaku pengguna, Jejak fisik

ABSTRACT

Public open space is one of the facilitiesneeded by a town. Everybody need a public open space as a place for recreation, do hobbies and social interaction. Lapangan Merdeka is one of the public open space in the Medan city. Lapangan Merdeka always be used by user in the morning and the afternoon everyday. Lapangan Merdeka had been designed very well but many users do not used the zone by the function.The purpose of study is to find out the user’s behavior of

Lapangan Merdeka and user’s behavior modification by focusing the physical traces.Data were collected through observation, interviews and behavioral mapping.Result were analyzed with qualitative techniques. The study shows thatthat physical traces happen because users feel more comfortable to do activities such as sitting or sportsbeyond the space provided and prefer in the grass areas.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK/ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

1.5.Batasan/lingkup ... 3

1.6.Keaslian Penelitian ... 3

1.7.Kerangka Berfikir ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku ... 6

2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku ... 6

2.1.2. Seting Perilaku (Behavior Setting) ... 9

2.1.3. Batas Behavior Setting ... 10

2.1.4. Teori Physical Traces (Jejak Fisik) ... 15

2.2.Ruang Terbuka Publik ... 15

2.2.1. Pengertian Ruang Terbuka Publik ... 15

2.2.2. Fungsi Ruang Terbuka Publik ... 17

2.2.3. Ragam Jenis Ruang Terbuka ... 18

2.3.Peraturan Ruang Terbuka Publik ... 20

2.4.Pemetaan Perilaku pada Ruang Terbuka Publik... 21

2.5.Diagram Kepustakaan ... 24

2.6.Studi Kasus Sejenis ... 25

2.6.1. Children Physical Traces in Open Space (Studi Kasus: Taman Ahmad Yani, Medan) ... 25

2.6.2. Faktor Penentu Setting Fisik Dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang) ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Variabel Penelitian ... 34

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4. Metode dan Tahapan Analisis ... 36

3.4.1. Metode Analisis ... 36

3.4.2. Tahapan Analisis ... 36

3.5.Kawasan Penelitian ... 37 BAB IV PEMETAAN PERILAKU DI LAPANGAN MERDEKA


(10)

4.2. Penggunaan Ruang di Lapangan Merdeka ... 43

4.3. Desain Lapangan Merdeka ... 49

4.3.1. Jalur Masuk ... 49

4.3.2. Area Jogging Track ... 50

4.3.3. Alat Olahraga/Gym... 50

4.3.4. Area Bermain Anak-anak ... 51

4.3.5. Lapangan Voli/Badminton ... 52

4.3.6. Pendopo dan Tugu... 52

4.4. Physical Traces (Jejak Fisik) ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 68

5.2.Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

2.1 Studi kasus sejenis ... 28 2.1 Studi kasus Lapangan Merdeka ... 31


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1.1 Kerangka teori penelitian ... 5

2.1 Personal space dan teritorial ... 13

2.2 Diagram Kepustakaan ... 24

3.1 Peta lokasi ... 37

4.1 Peta Lapangan Merdeka ... 38

4.2 Peta Lapangan Merdeka ... 38

4.3 Peta mapping sekitar Lapangan Merdeka ... 40

4.4 Peta mapping ... 41

4.5 Peta mapping ... 42

4.6 Peta Lapangan Merdeka ... 44

4.7 Pengguna bersepeda ... 45

4.8 PKL berdagang ... 45

4.9 Alat olahraga ... 46

4.10 Track bagi pesepeda ... 46

4.11 Bersantai ... 46

4.12 Bermain Bola ... 46

4.13 Event suatu acara... 47

4.14 Event suatu acara... 47

4.15 Lapangan badminton disamping tugu ... 47

4.16 Area permainan ... 48

4.17 Anak-anak bermain ... 48

4.18 Remaja bermain ayunan ... 48

4.19 Remaja bermain komedi putar ... 48

4.20 Jalur masuk utama... 49

4.21 Jalur masuk tambahan ... 49

4.22 Area jogging track ... 50

4.23 Area alat olahraga ... 51

4.24 Area bermain anak ... 51

4.25 Lapangan badminton ... 52

4.26 Pendopo... 53

4.27 Tugu ... 53

4.28 Remaja bermain badminton diatas rumput ... 54

4.29 Sekelompok remaja bermain sepakbola diatas rumput ... 54

4.30 Bagian area rumput yang paling sering digunakan ... 55

4.31 Pemetaan salah satu remaja yang bermain bola ... 56

4.32 Tenda suatu acara diatas rumput ... 56

4.33 Mobil parkir diatas rumput ... 57

4.34 Pembatas area rumput dan jogging track yang hancur ... 57

4.35 Remaja duduk bersantai diatas rumput ... 58

4.36 Remaja mengobrol diatas rumput ... 58

4.37 Beberapa remaja berjalan diatas rumput ... 58


(13)

4.39 Bapak-bapak duduk disalah satu permainan anak-anak ... 60

4.40 Titik area permainan yang banyak digunakan ... 61

4.41 Remaja duduk di komedi putar ... 61

4.42 Remaja duduk di ayunan ... 61

4.43 Pemetaan remaja yang bermain ayunan ... 62

4.44 Remaja duduk di pembatas tanaman... 63

4.45 Seorang anak duduk di rantai pagar ... 63

4.46 Kesimpulan pemetaan pengguna ... 64

4.47 Peta mapping area yang aktif digunakan ... 65


(14)

ABSTRAK

Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota. Masyarakat membutuhkan ruang terbuka sebagai tempat untuk rekreasi, menyalurkan hobi dan interaksi sosial. Lapangan Merdeka merupakan salah satu ruang terbuka publik di Kota Medan. Lapangan Merdeka selalu ramai digunakan pengguna pada pagi dan sore hari setiap hari. Lapangan Merdeka sudah dirancang dengan baik namun banyak pengguna yang menggunakan zona di Lapangan Merdeka tidak sesuai fungsinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pengguna Lapangan Merdeka dan modifikasi perilaku pengguna dengan fokus jejak fisik. Data yang dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan pemetaan perilaku. Hasil penelitian dijabarkan dengan teknik kualitatif. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa jejak fisik terjadi karena alasan kenyamanan pengguna seperti duduk atau berolahraga tidak pada tempat yang disediakan dan lebih memilih melakukannya di atas area rumput.

Kata Kunci : Ruang terbuka publik, Perilaku pengguna, Jejak fisik

ABSTRACT

Public open space is one of the facilitiesneeded by a town. Everybody need a public open space as a place for recreation, do hobbies and social interaction. Lapangan Merdeka is one of the public open space in the Medan city. Lapangan Merdeka always be used by user in the morning and the afternoon everyday. Lapangan Merdeka had been designed very well but many users do not used the zone by the function.The purpose of study is to find out the user’s behavior of

Lapangan Merdeka and user’s behavior modification by focusing the physical traces.Data were collected through observation, interviews and behavioral mapping.Result were analyzed with qualitative techniques. The study shows thatthat physical traces happen because users feel more comfortable to do activities such as sitting or sportsbeyond the space provided and prefer in the grass areas.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota. Ruang terbuka publik merupakan lahan yang tidak terbangun dengan penggunaan tertentu, tidak ditempati oleh bangunan dan dapat dirasakan apabila mempunyai pembatas disekitarnya. Ruang terbuka mempunyai fungsi dan kualitas yang terlihat dari komposisinya (Rapuano, 1994). Masyarakat dari berbagai golongan membutuhkan ruang terbuka publik yang mampu mengakomodasikan kebutuhan mereka sebagai tempat rekreasi dan menyalurkan hobi. Daya tarik sebuah ruang terbuka publik adalah karena manusia memiliki sifat sebagai mahluk sosial yang membutuhkan interaksi sosial dengan orang lain.

Lapangan Merdeka merupakan salah satu ruang terbuka publik di Kota Medan. Letaknya yang berada di jantung kota menjadi salah satu penunjang bagi area publik ini karena dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat kota. Lapangan ini sering dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana olahraga, tempat interaksi, aktivitas sosial dan kebutuhan rekreasi. Lapangan Merdeka yang telah dirancang secara baik dan menarik oleh pemerintah kota ternyata tidak semua desain yang dirancang tersebut digunakan secara maksimal oleh pengguna. Banyak pengguna Lapangan Merdeka yang tidak mengikuti desain yang sudah


(16)

ada khususnya dalam path yang sudah dirancang. Akibatnya banyak “jalur” baru yang dibuat oleh pengguna diluar dari rancangan arsitek.

Physical Traces (jejak yang ditinggalkan) merupakan salah satu teknik evaluasi yang dapat dimanfaatkan untuk melihat sejauh mana keberhasilan suatu desain berdasarkan perilaku penggunanya. Teknik tersebut dapat melihat lingkungan fisik sebagai cerminan dari aktivitas sebelumnya. Secara tidak sadar manusia akan meninggalkan jejak pada setiap aktivitasnya, seperti tapak kaki di tanah atau bercak tangan di lantai. Disisi lain, physical traces dapat mengubah perilaku manusia di lingkungan, contohnya pada saat seseorang memasuki gedung baru tentu perilakunya akan berbeda dengan saat ia berada di gedung sebelumnya (Zeisel, 1980).

1.2. Perumusan Masalah

Apakah pengguna ruang terbuka di Medan memanfaatkan dan menggunakan lapangan sesuai fungsinya masing-masing mengikuti desain yang telah dirancang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perilaku pengguna di Lapangan Merdeka

2. Untuk mengetahui physical traces yang dilakukan oleh pengguna Lapangan Merdeka

3. Untuk mengetahui modifikasi pola perilaku pengguna Lapangan Merdeka


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat bagi penulis agar penelitian ini dapat menjadi sebuah pengalaman dan sebagai proses pembelajaran dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama masa perkuliahan.

Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu literatur mengenai physical traces dan dapat menjadi bahan refrensi bagi peneliti lain dalam studi kasus sejenis.

1.5. Batasan / Lingkup

Batasan dari penelitian ini berfokus pada perilaku pengguna ruang terbuka publik di Lapangan Merdeka, Medan dengan objek pengguna usia 15-25 tahundengan waktu observasi pagi hari pada hari minggu dan sore hari pada hari senin sampai dengan hari sabtu.

1.6. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan penulis, penelitian ini sudah pernah dilakukan yaitu “Children Physical Traces in Open Space (Studi Kasus: Taman Ahmad Yani, Medan)” yang dilakukan oleh Wahyu Utami, tahun 2003. Penelitian ini berfokus pada pengguna fasilitas Taman Ahmad Yani dan bagaimana mereka menggunakannya. Penelitian physical traces yang dilakukan dengan cara memperhatikan fisik taman dan batas-batas taman yang berhubungan dengan kegiatan pengguna dengan fokus anak-anak.


(18)

Penelitian lain yang sudah pernah dilakukan adalah “Studi perilaku pengguna ruang terbuka publik tepi sungai di pusat kota :: Studi kasus Kawasan Alun-alun Kapuas, Pontianak” oleh Rodi dan Yupensius, tahun 2005. Penelitian ini berfokus pada perilaku manusia dalam lingkungan fisiknya, yang mengambil kasus di ruang terbuka publik kawasan Alun-alun Kapuas yang mengalami perubahan fungsi. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati perubahan pemanfaatan ruang terbuka selama 24 jam dengan membuat form time budget.

Penelitian lainnya adalah “Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka publik pada kawasan pusat kota ditinjau dari teori hubungan perilaku dan lingkungan pada ruang terbuka Imam Bonjol, Padang” yang dilakukan oleh Hariswan, tahun 2003. Fokus dari penelitian ini adalah perilaku manusia di ruang terbuka Imam Bonjol, Padang dengan memperhatikan kegiatan pengguna ruang terbuka. Penelitian dilakukan dengan mengamati perubahan pemanfaatan ruang terbuka selama 18 jam, waktu penelitian dilakukan pada hari biasa, hari libur (minggu), hari libur (kebijakan Pemerintah) dan pada hari besar nasional.

Penelitian sejenis lainnya adalah “Studi Aktivitas di Taman Sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara” yang dilakukan oleh Reni Afriani Harahap, tahun 2015. Penelitian ini berfokus pada aktivitas dan pola pergerakan pengunjung yang terjadi di Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dengan mengamati aktivitas pengunjung di taman sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara.


(19)

1.7. Kerangka Berfikir

Kesimpulan Rumusan Masalah :

Apakah pengguna Lapangan Merdeka memanfaatkan dan menggunakan lapangan sesuai fungsinya masing-masing mengikuti desain yang telah dirancang arsitek.

Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui perilaku

pengguna Lapangan Merdeka dan penyimpangan pola perilaku dengan fokus physical traces.

Metode Penelitian : Jenis penelitan Variabel penelitian Metode pengumpulan data Kawasan penelitian Metode analisa data

Tinjauan Pustaka :

A.Arsitektur, lingkungan dan perilaku:

Hubungan arsitektur,

lingkungan dan perilaku Seting perilaku

Batas behavior setting Teori physical traces B. Ruang terbuka publik

Pengertian ruang terbuka publik

Fungsi ruang terbuka publik Ragam jenis ruang terbuka

C. Peraturan ruang terbuka

publik di Indonesia

D.Pemetaan perilaku pada ruang terbuka publik

Analisis :


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku

2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku

Buku yang berjudul Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku (Haryadi dan Setiawan, 2010) menjelaskan bahwa ruang sebagai salah satu komponen arsitektur menjadi penting dalam pembahasan studi hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku karena fungsinya sebagai wadah kegiatan manusia. Dijelaskan juga oleh Haryadi dan Setiawan (2010) bahwa perilaku dioperasionalisasikan sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan seting atau wadah kegiatan yang berupa ruang. Berbagai kegiatan manusia saling berkaitan dalam satu sistem kegiatan. Wadah-wadah berbagai kegiatan tersebut juga terkait dalam suatu sistem pula. Keterkaitan wadah-wadah inilah yang membentuk tata ruang yang merupakan bagian dari bentuk arsitektur.

Lingkungan dapat mempengaruhi manusia secara psikologi. Manusia tinggal atau hidup dalam suatu lingkungan sehingga manusia dan lingkungan saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Anthonius, 2011). Hubungan antara lingkungan dan perilaku adalah sebagai berikut :

1. lingkungan dapat mempengaruhi perilaku – lingkungan fisik dapat membatasi apa yang dilakukan manusia.

2. lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku – lingkungan fisik dapat menentukan bagaimana kita harus bertindak.


(21)

3. lingkungan membentuk kepribadian. 4. lingkungan akan mempengaruhi citra diri.

Veitch dan Arkkelin (1995), menjelaskan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang melalui beberapa disiplin ilmu. Berdasarkan ruang lingkupnya, psikologi lingkungan ternyata selain membahas seting-seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Secara tidak langsung terdapat hubungan antara perilaku dan ruang dalam dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang dalam memahami pola perilaku, termasuk keinginan, motivasi, dan perasaan, merupakan hal yang harus dipahami dalam suatu ruang dikarenakan ruang merupakan perwujudan fisik dari pola-pola tersebut. Kedua, sudut pandang terhadap ruang mempengaruhi perilaku dan jalannya kehidupan. Kedua aspek tersebut memiliki dampak yang besar dan menjadi perhatian khusus bagi arsitek dan semua yang terlibat didalamnya (Rapoport, 1969).

Kajian arsitektur lingkungan dan perilaku penting diperhatikan bahwa kita berhadapan dengan sekelompok orang atau kelompok yang mempunyai persepsi atau nilai-nilai yang sama atau mirip dan melakukan suatu rangkaian kegiatan atau perilaku tertentu untuk makna dan tujuan yang telah mereka sepakati. Setiap kelompok atau sekelompok manusia membentuk suatu behavior setting yang berbeda, tergantung nilai-nilai, kesempatan dan keputusan yang dibentuk oleh kelompok tersebut (Haryadi dan Setiawan, 2010).


(22)

Penelitian Rogers (1974) dalam Anthonius (2011) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan dialektik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau menghuni ruang tersebut. Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat (yang berbeda-beda di setiap daerah) dalam memanfaatkan ruang.Penekannya lebih pada interaksi antara manusia dan ruang.Pendekatan ini cenderung menggunakan istilah seting daripada ruang. Pendekatan ini di Amerika dipelopori salah satunya oleh Barker yang mengemukakan tentang seting perilaku (behavior setting) (Haryadi dan Setiawan, 2010).Ruang mempunyai arti dan nilai yang plural dan berbeda, tergantung tingkat apresiasi dan kognisi individu-individu yang menggunakan ruang tersebut (Rapoport,1977).


(23)

2.1.2 Seting Perilaku (Behavior Setting)

Behavioral setting dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat dan waktu yang spesifik. Dengan demikian, behavioral setting mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan, aktivitas atau perilaku dari sekelompok orang tersebut dan tempat serta waktu dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Manusia dan obyek adalah komponen primer. Manusia adalah bagian yang paling utama bagi behavioral setting, tanpa keberadaan manusia sebagai pengguna, behavioral setting tidak akan terwujud. Meskipun demikian, hubungan antara manusia dan obyek fisik mewujudkan keberadaan behavioral setting. Contoh dari behavioral setting dapat kita temui di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hari(Haryadi dan Setiawan, 2010).

Menurut Barker (1968), dalam Laurens (2004), behavior setting disebut juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens (2004) bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.

Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2004) mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah identitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behavior setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut:

terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku (standing pattern of behavior)


(24)

tata lingkungan tertentu (circumjacent milieu), milieu berkaitan dengan pola perilaku.

membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya (synomorphy) dilakukan pada periode waktu tertentu.

Rapoport (1977) dalam Utami (2003) mengatakan bahwa perilaku adalah aspek signifikan dari sebuah proses yang merupakan interaksi pendekatan dialektik antara manusia dan lingkungan dengan mempertimbangkan proses interaksi manusia dalam menetapkan konsepnya sendiri. Pendekatan perilaku memperhatikan hubungan manusia dengan lingkungan yang mempengaruhi apresiasi dan kesadaran manusia.

Lang (1987) mengatakan bahwa seting perilaku merupakan pemahaman tentang lingkungan binaan sebagai bagian perilaku. Jika tampilan lingkungan tidak mampu mengikuti pola perilaku maka manusia juga tidak akan dapat mengikuti tujuan.Jejak merupakan sesuatu yang tertinggal atau mereka sadar akan perubahan (Zeisel, 1980).

2.1.3 Batas Behavior Setting

Batas behavior setting adalah batas dimana suatu perilaku berhenti (tidak berlanjut) yang terdiri dari dua jenis (Laurens, 2004), yaitu:

Batas fisik/ physicalboundary

Batas perilaku yang dipengaruhi dan ditandai dengan elemen fisik lingkungan (batas fisik ruang) meliputi elemen dasar ruang (atas, bawah, vertikal). Batas yang ideal adalah batas yang jelas seperti dinding masif. Apabila batas dari satu behavior setting itu tidak jelas, masalah yang muncul adalah tidak jelasnya


(25)

pemisah aktivitas, terutama apabila sebagian aspek dari pola perilaku harus dipisahkan dari lainnya. Beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi di dalamnya. Objek pembatas mengelilingi perilaku, sedangkan jenis objek kedua, sebagai pendukung pola aktivitas, perilaku mengelilingi objek kedua.

Batas simbolis

Batas simbolis merupakan batas perilaku yang ditandai dengan simbol, misalnya melalui pola lantai atau warna lantai. Masalah yang muncul dalam batas ini apabila pemisah atau batas yang ada belum tentu dapat dikenali atau diketahui oleh setiap orang yang terlibat dalam aktivitas di daerah itu. Simbol-simbol yang dibuat menjadi tidak efektif dikarenakan hanya dapat dimengerti oleh sekelompok orang tertentu sebagai batas behavior setting.

Personalisasi dan penandaan, seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran akan teritorialitas, seperti membuat pagar batas, memberi papan nama yang merupakan tanda kepemilikan. Perilaku personalisasi dapat juga dilakukan secara verbal. Penandaan juga dipakai seseorang untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik. Personalisasi dan penandaan kadang juga dibuat dengan sengaja dengan maksud tertentu, seperti tulisan “dilarang parkir di depan pintu” dan tulisan lainnya yang menandakan teritorialitas.

Altman (1975) dalam Burhanuddin (2010) memandang teritorialitas sebagai mekanisme untuk memperoleh privasi yang mendefinisikan perilaku teritorial sebagai berikut: Perilaku teritorial adalah sebuah mekanisme aturan batas diri


(26)

yang melibatkan personalisasi dari penandaan sebuah tempat atau obyek dan komunikasi yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang.

Haryadi dan Setiawan (2010), Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal (personal), involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok, dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah: primary, secondary, serta public territory.

Teritori utama (primary) adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara ekslusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya. Teritori sekunder (secondary) adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara ekslusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntunnya. Teritori publik adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapa pun, tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.

Altman (1973) dalam Hadinugroho (2002) menampilkan diagram yang dapat memberikan gambaran letak pokok bahasan personal space dan teritorial dalam kaitan dengan proses desain dan bidang garapan space, place and environment.


(27)

Gambar 2.1. Personal Space Dan Teritorial

Konsep privacy, personal space dan teritorial memang terkait erat. Definisi privacy ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya (Hadinugroho, 2002).

Altman dan Haytorn (1967) dalam Hadinugroho (2002) menunjukkan bahwa dalam teritori terjadi hubungan yang mutual antara dalam penggunaan area/ tempat dan benda sekitarnya oleh person ataupun kelompok. Exclusive use secara tersirat merupakan penegasan terhadap pemenuhan kebutuhan penunjukan status.

Sommer (1969) dalam Haryadi dan Setiawan (2010) mendefinisikan ruang privat (personal space) sebagai batas tak tampak disekitar seseorang, yang mana orang lain tidak boleh atau merasa enggan untuk memasukinya. Personal space, sebagai bagian yang elementer dari kajian arsitektur lingkungan dan perilaku,


(28)

menunjukkan secara jelas pengaruh psikologis individu atau kultural sekelompok individu terhadap kognisinya mengenai ruang.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi batas perilaku (Ardana, 2009), yaitu:

1. tingkat pengenalan batas: yaitu tingkat jelas tidaknya suatu elemen batas perilaku dapat dikenal oleh manusia. Maksudnya disini adalah seberapa jelasnya batas suatu elemen tersebut dilihat oleh setiap orang, baik batas tersebut fisik maupun simbolis. Biasanya semakin jelas visibilitas dari batas tersebut, membuat beberapa orang semakin jelas dalam mengenal dan mengintepretasikan batas-batas tersebut.

2. tingkat pemisahan batas: yaitu tingkat pembatasan elemen batas terhadap suatu perilaku (visual, aksesibilitas, bahan, elemen, indra, dll). Elemen batas terhadap suatu perilaku, baik fisik maupun simbolis memisahkan tiap-tiap perilaku pada suatu tempat tersebut, seperti contohnya pada tingkat pembatasan elemen visual yaitu apa yang kelihatan oleh mata manusia menjadi batas suatu aktivitas pada suatu ruang tertentu. Aksesibilitas juga demikian, seperti contohnya pintu masuk pada suatu ruang yang menunjukkan bahwa ruang tersebut memisahkan aktivitas luar dengan aktivitas yang ada pada ruang yang memiliki pintu masuk tersebut. Bahan, disini dimaksudkan bahan apa yang dipakai dalam membentuk suatu batas perilaku, biasanya semakin solid bahan yang dipakai maka batas tersebut secara visual akan semakin terlihat oleh manusia, seperti contohnya pembatas berupa dinding bata, kaca, sekat triplex, dsb.


(29)

2.1.4. Teori Physical Traces (Jejak Fisik)

Physical traces (jejak yang ditinggalkan) dapat diketahui dengan memperhatikan lingkungan fisik di sekitar untuk menemukan aktivitas sebelumnya. Secara tidak sadar manusia akan meninggalkan jejak pada setiap aktivitasnya, seperti tapak kaki di tanah atau bercak tangan di lantai. Disisi lain, physical traces dapat mengubah perilaku manusia di lingkungan, contohnya pada saat seseorang memasuki gedung baru tentu perilakunya akan berbeda dengan saat ia berada di gedung sebelumnya (Zeisel, 1980).

Physical Traces adalah suatu metode penelitian dalam perilaku manusia yang bertujuan untuk mengetahui jejak yang dapat menjadi acuan perbaikan rancangan. Physical traces juga dapat digunakan sebagai analilis pada rancangan suatu lingkungan dan menilai apakah lingkungan tersebut sudah berfungsi secara efektif (Utami, 2003).

2.2. Ruang Terbuka Publik

2.2.1. Pengertian Ruang Terbuka Publik

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/ jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Ruang terbuka didefinisikan sebagai landscape, hardscape (jalan, trotoar, dan sejenisnya), taman, dan ruang rekreasi diwilayah perkotaan. Unsur-unsur ruang terbuka meliputi taman-taman, ruang hijau perkotaan, pepohonan, bangku, perkebunan, air, pencahayaan, paving, kios, tempat sampah, air mancur, patung,


(30)

jam, dan seterusnya. Pedestrian, tanda-tanda, dan fasilitas yang juga mungkin dianggap sebagai elemen ruang terbuka yang dibahas secara terpisah (Shirvani, 1985). Ketersediaan ruang terbuka kota sangat penting dalam perencanaan kota (Darmawan, 2007).

Menurut Hakim (1991), ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok. Bentuk daripada ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola susunan massa bangunan.

Secara garis besar, Krier (1979) dalam Deazaskia (2008) mengklasifikasikan ruang terbuka menjadi dua jenis:

1. ruang terbuka yang bentuknya memanjang (koridor) yang pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya, misalnya bentuk ruang terbuka pada jalan.

2. ruang terbuka dengan bentuk bulat yang pada umumnya mempunyai batasan di sekelilingnya, misalnya ruang rekreasi dan lapangan upacara.

Menurut Urban Land Institute dalam Deazaskia (2008) pengertian umum ruang publik adalah ruang-ruang yang berorientasi manusia (people oriented speces). Ruang publik adalah suatu tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan manusia akan tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi.

Carr (1992) dalam Niniek (2005), mendefinisikan ruang publik sebagai suatu area atau tempat yang mencerminkan pola kehidupan bermasyarakat. Ruang publik merupakan ruang yang dinamis dan diperlukan masyarakat sebagai


(31)

penyeimbang rutinitas kerja dan kehidupan di rumah, ruang pergerakan, pusat komunikasi, dan taman bermain dan relaksasi.

Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya (Darmawan, 2007)

Menurut Rapuano (1994) dalam Suwandy (2015), ruang terbuka publik merupakan lahan yang tidak terbangun dengan penggunaan tertentu, ruang terbuka publik tidak ditempati oleh bangunan dan dapat dirasakan apabila mempunyai pembatas di sekitarnya. Ruang terbuka mempunyai fungsi dan kualitas yang terlihat dari komposisinya.

Sedangkan menurut Trancik (1986) dalam Suwandy (2015), ruang terbuka publik lebih ditekankan ke bentuk lorong linear yang berbentuk jalan menerus dengan elemen-elemen disepanjang jalan. Ruang terbuka tersebut berbentuk koridor dan berfungsi untuk sirkulasi yang menghubungkan dua atau lebih fungsi.

2.2.2. Fungsi Ruang Terbuka Publik

Menurut Hakim (1987) fungsi ruang terbuka publik antara lain:

1. fungsi umum, yaitu ruang terbuka sebagai tempat bersantai, bermain, berolahraga, sebagai pembatas atau jarak bangunan, sebagai sarana penghubung antar tempat, sebagai ruang terbuka untuk mendapat udara segar, sebagai tempat komunikasi sosial, tempat peralihan atau menunggu.


(32)

2. fungsi ekologis, yaitu ruang terbuka sebagai tempat penyerapan air hujan, penyegaran udara, tempat untuk memelihara ekosistem, pengendali banjir dan penghalus arsitektur pada bangunan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ardiyanto (1998) dalam Kartika (2004), secara berurutan ruang terbuka publik tingkatan dan fungsinya terdiri atas:

1. pocket park, merupakan sebuah taman yang dikelilingi oleh sekelompok bangunan, dinikmati oleh penghuni lingkungan disekitarnya.

2. play-lot, merupakan ruang publik yang menghubungkan beberapa kelompok lingkungan, berfungsi untuk menampung kegiatan-kegiatan yang melibatkan penghuni dari blok lain.

3. play ground, merupakan ruang publik yang berfungsi sebagai tempat bermain, dengan fasilitas yang lebih lengkap dan sebagai pusat rekreasi bagi penghuni kawasan.

4. urban park, merupakan ruang publik yang terletak pada pusat kota, yang berfungsi untuk aktivitas-aktivitas yang melibatkan warga kota, dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai kawasan, baik di dalam kota yang sama maupun yang berasal dari kota lain.

2.2.3. Ragam Jenis Ruang Terbuka

Undang-undang Penataan Ruang mengatur ruang terbuka, yang terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah


(33)

maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau dapat berupa ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota, taman pemakaman umum dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai.

Ruang terbuka hijau privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh swasta/ masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/ gedung milik masyarakat/ swasta yang ditanami tumbuhan. Menurut Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009 ruang terbuka privat terdiri dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH):

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/ jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009).

Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009).


(34)

2.3. Peraturan Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan privat. Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan ruang terbuka hijau privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh masyarakat antara lain adalah kebun atau halaman rumah/ gedung milik masyarakat/ swasta yang ditanami tumbuhan.

Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, khususnya pada pasal 29 ayat (2) mengamanatkan bahwa proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.

Ayat (3) menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Jika proporsi tersebut dibandingkan dengan luas wilayah Kota Medan


(35)

sebesar 26.510 Ha, maka idealnya luas ruang terbuka hijau yang harus ada di Kota Medan adalah sekitar 7.953 Ha.

2.4. Pemetaan Perilaku pada Ruang Terbuka Publik

Sebuah arsitektur dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur tersebut muncul kebutuhan manusia yang baru kembali. Hal ini pernah dikemukakan oleh Winston Churchill (Hadinugroho, 2002):

We shape our buildings; then they shape us” – Winston Churchill (1943) Hadinugroho (2002) menyimpulkan dari pernyataan Churchill (1943) diatas bahwa manusia membangun suatu bangunan sebagai kebutuhan, yang kemudian bangunan itu akan membentuk perilaku penghuni. Bangunan tersebut akan mempengaruhi cara manusia berinteraksi sosial dan mempelajari nilai-nilai dalam hidup. Hal ini menyangkut kestabilan hubungan antara arsitektur dan sosial dimana kedua hal tersebut hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan.

Rapoport (1997) dalam Haryadi dan Setiawan (2010) mengatakan bahwa seting merupakan suatu interaksi antara manusia dan lingkungannya. Seting mencakup lingkungan tempat komunitas berada (tanah, air, ruangan, udara, hawa, pemandangan) dan makhluk hidup yang ada (hewan, tumbuhan, manusia).

Manusia memikirkan lingkungan sebelum mereka membangunnya. Alam pikiran untuk menata ruang, waktu, kegiatan, status, peranan, dan perilaku. Namun terdapat sesuatu yang berharga jika memberikan penampilan fisik pada suatu gagasan. Mengkiaskan gagasan dapat memberi bantuan ingatan yang


(36)

bermanfaat, gagasan membantu perilaku dengan mengingatkan manusia tentang bagaimana mereka bertindak, bagaimana berperilaku, dan apa yang diharapkan dari mereka. Penting untuk ditekankan bahwa s

merupakan satu cara untuk menata dunia dengan membuat sistem tatanan yang dapat dilihat. Manusia hidup dalam waktu. Hal ini dapat bersifat temporal dan dapat dianggap sebagai pengaturan waktu atau yang mencerminkan dan mempengaruhi perilaku dalam waktu (Rapoport, 1977).

Menurut Sarwono (1992), ada dua jenis lingkungan antara manusia dengan kondisi fisik lingkungannya. Jenis pertama adalah lingkungan yang sudah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Untuk manusia, lingkungan yang sudah diakrabinya ini memberi peluang lebih besar untuk tercapainya keadaan homeostasis (keseimbangan). Dengan demikian, lingkungan jenis ini cenderung dipertahankan atau kalau seseorang mau melakukan sesuatu ia cenderung mencari lingkungan yang akrab ini. Jenis kedua adalah lingkungan yang masih asing, kemungkinan timbulnya stress lebih besar. Manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri dan proses penyesuain diri ini pun bisa menambah besarnya stress.

Haryadi dan Setiawan (2010) mengatakan bahwa teknik pemetaan perilaku akan didapatkan sekaligus suatu bentuk informasi mengenai suatu fenomena (terutama perilaku individu dan sekelompok manusia) yang terkait dengan sistem spasialnya. Dengan kata lain pemetaan perilaku secara spesifik berhubungan dengan perilaku manusia di lingkungannya. Berdasarkan Ittelson, pemetaan


(37)

perilaku, secara umum, akan mengikuti prosedur yang terdiri dari lima unsur dasar yakni:

1. sketsa dasar area atau seting yang akan diobservasi

2. definisi yang jelas tentang bentuk-bentuk perilaku yang akan diamati, dihitung, dideskripsikan dan didiagramkan

3. satu rencana waktu yang jelas pada saat kapan pengamatan akan dilakukan 4. prosedur sistematis yang jelas harus diikuti selama observasi

5. serta sistem coding yang efisien untuk lebih mengefisienkan pekerjaan selama observasi

Haryadi dan Setiawan (2010) juga membagi jenis-jenis perilaku yang biasa dipetakan antara lain meliputi: pola perjalanan (trip pattern), migrasi (migration), perilaku konsumtif (consumptive behavior), kegiatan rumah tangga (households activities), hubungan ketetanggaan (neighbouring) serta penggunaan berbagai fasilitas publik (misalnya: pedestrian, lapangan terbuka dan lain-lain). Terdapat dua cara untuk melakukan pemetaan perilaku yakni:

1. pemetaan berdasarkan tempat (place-centered mapping)

Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain, perhatian dari teknik ini adalah satu tempat yang spesifik, baik kecil maupun besar.


(38)

2. pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping)

Berbeda dengan teknik placed-centered mapping, teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian, teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi akan tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi. Apabila placed-centered mapping Peneliti berhadapan dengan banyak manusia, pada person-centered mapping peneliti berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati.

2.5. Diagram Kepustakaan

Perilaku Manusia di Ruang Terbuka Publik

Perilaku

Haryadi dan B. Setiawan (2010), Laurens (2004), Rapoport

(1977), Lang (1987),

Ruang Terbuka Publik Shirvani (1985), Darmawan (2007), Hakim (1991), Krier

(1979)

Seting Perilaku: Haryadi dan B. Setiawan (2010)

Physical Traces: Zeisel (1980),

Utami (2003)

Physical Traces di Ruang Terbuka Publik: Zeisel (1980), Utami (2003)


(39)

2.6. Studi Kasus Sejenis

2.6.1. Children Physical Traces in Open Space (Studi Kasus: Taman Ahmad Yani, Medan) (Wahyu Utami), 2003

Taman Ahmad Yani adalah salah satu ruang terbuka publik yang terdapat di kota Medan. Taman ini menjadi tempat bermain anak-anak dan rekreasi. Terdapat empat zona pada taman ini. Dua zona menjadi bagian untuk rekreasi yang menyediakan beberapa tempat duduk, lampu taman, pohon-pohon, dan jalur jalan yang melingkar. Pada zona ini tidak terdapat fasilitas bermain untuk anak-anak. Dua zona lainnya adalah tempat bermain anak-anak seperti jungkat-jungkit, ayunan, panjatan besi dan tempat untuk anak-anak beristirahat atau hanya sekedar duduk dan mengobrol dengan teman-temannya (selain untuk anak-anak, zona ini juga menyediakan fasilitas untuk orang tua yang menemani anaknya).

Rapoport (1977) dalam Utami (2003) mengatakan bahwa aspek signifikan dalam proses desain dan interaksi dialektik bergantung pada hubungan antara manusia dan lingkungan yang menjadi proses interaksi individual manusia dalam konsep seting.

Zeisel (1980) dalam Utami (2003) mengatakan bahwa jejak adalah sesuatu yang ditinggalkan secara tidak sadar oleh manusia atau secara sadar jejak justru dapat mengubah perilaku manusia terhadap lingkungannya. Disisi lain Zeisel (1980) dalam Utami (2003) juga mengatakan bahwa pengamatan jejak dapat menjadi alat penelitian yang sangat berguna yang dapat menghasilkan data awal dari suatu proyek, uji hipotesis di pertengahan dan menjadi sebuah ide dan konsep baru diakhir penelitian. Akumulatif dari kegiatan pengguna dapat menjadi acuan


(40)

dalam perbaikan taman. Setelah mengamati semua anak-anak yang bermain di taman, terdapat 10 jalur yang sering digunakan.

Physical Traces dilihat dari kegiatan anak-anak melalui jalurnya, misalnya kerusakan pintu gerbang akibat anak-anak yang melompatinya atau merusaknya sebagai akses masuk yang lebih mudah, kerusakan rumput yang disebabkan oleh anak-anak yang selalu menginjak atau duduk, rusaknya tanah karena anak-anak yang suka menggunakannya sebagai tempat bermain yang nyaman, kerusakan pohon yang dilakukan anak-anak sebagai kemudahan mereka dalam bermain. Disekeliling permainan terdapat beberapa jalur untuk bermain yang sering digunakan. Jika kita ada melihat kerusakan rumput disekeliling permainan maka itu menunjukkan bahwa permainan tersebut sering digunakan. Sehingga terdapat jalur-jalur baru sebagai akses menuju permainan lainnya atau zona yang lain.

2.6.2. Faktor Penentu Setting Fisik Dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang) (Muhammad Satya Adhitama), 2013

Fenomena yang terjadi pada kondisi alun – alun yang ada saat ini lebih berfungsi sebagai ruang terbuka hijau tempat resapan air di tengah kota meski terdapat ruang publik di dalamnya akan tetapi pemanfaatan kurang direspon oleh Malang sebagai tempat beraktivitas di pusat kota sehingga perlu mendapat perhatian bagaimana penataan setingfisik alun – alun yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau sekaligus dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas publik. Hal ini menarik untuk dikaji, faktor setingfisik apa yang mempengaruhi


(41)

kenyamanan masyarakat Kota Malang dalam memanfaatkan dan beraktivitas di alun – alun Merdeka Kota Malang agar pemanfaatannya sebagai satu – satunya ruang terbuka publik di pusat kota dapat optimal.

Alun – alun penting keberadaannya untuk aktivitas sosial masyarakat karena saat ini semakin sedikitnya ruang terbuka publik di pusat – pusat kota, keberadaan alun – alun sebagai ruang terbuka publik dapat menjadi nafas dan bagian penting dari sebuah kehidupan kota ke depannya.

Behavior setting didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dan kriteria berikut, menurut Barker (1968) dalam Joyce (2005) dalam Adhitama (2013) :

1. terdapat suatu aktivitas yang berulang berupa suatu pola perilaku 2. dengan tata lingkungan tertentu

3. membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya 4. dilakukan pada periode waktu tertentu.

Setiap pelaku kegiatan akan menempati setting yang berbeda, sesuai dengan karakter kegiatannya. Batas behavior setting dapat berupa batas fisik, batas administrasi atau batas simbolik. Penentuan jenis batas ini tergantung dari pemisahan yang dibutuhkan antara beberapa behavior setting.


(42)

Berikut adalah tabel penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan (Tabel 2.1). Judul, Tahun, Wilayah, Nama Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan Teknik Analisis dan Bahan Penelitian Hasil Penelitian

Children Physical Traces in Open Space (Studi Kasus: Taman Ahmad Yani, Medan), 2003, Medan, Wahyu Utami

Untuk

mengetahui dan menganalisa jejak

fisik yang

dihasilkan dari adanya aktivitas anak di ruang terbuka . Metode rasionalistik deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik observasi dengan pengamatan langsung. Menghidupkan kembali semua

zona yang

tersedia sesuai dengan kegiatan dan aktivitas anak di ruang terbuka.

Studi Perilaku Pengguna Ruang Terbuka Publik Tepi Sungai Di Pusat Kota :: Studi Kasus Kawasan Alun-Alun Kapuas, Pontianak, 2005, Yogyakarta, Rodi dan Yupensius

Melihat gambaran kondisi eksisting ruang terbuka publik yang berperan terhadap aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh pengguna ruang, serta mengidentifikasi perilaku manusia yang

menghasilkan interaksi dari kebutuhan dan

komponen-komponen fisik

Metode rasionalistik dengan pendekatan kualitatif. Teknik observasi melalui pengamatan langsung selama 24 jam dengan membuat form time budget.

Mengenai kelompok pengguna, jenis aktivitas/kegiata n dan masalah yang

diakibatkan oleh interaksi antara manusia dengan seting fisiknya, serta faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka yang harus


(43)

pada ruang terbuka.

ditinjau/ditindak lanjuti sebagai arahan desain. Faktor-Faktor

Yang

Mempengaruhi Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Pada Kawasan Pusat Kota Ditinjau

Dari Teori

Hubungan

Perilaku Dan Lingkungan Pada Ruang Terbuka Imam Bonjol Padang, 2003, Yogyakarta, Hariswan

Merumuskan arahan yang dapat digunakan

sebagai acuan bagi pengambil keputusan dalam mengembangkan ruang terbuka pada kawasan pusat kota, dengan kasus ruang terbuka Imam Bonjol – Padang. Metoda rasionalistik dengan pendekatan kualitatif. Teknik observasi dengan mengamati perubahan pemanfaatan ruang terbuka selama 18 jam.

Mengenai kelompok pengguna ruang terbuka, antara lain pengguna yang sekadar lewat, pengguna yang dengan tujuan

komsumtif, pengguna yang ingin

memperoleh keuntungan, pengguna

dengan kegiatan formal serta pengguna

dengan kepentingan istirahat. Studi Aktivitas di

Taman Sekitar Gedung Biro Pusat

Administrasi Universitas

Sumatera Utara,

Mengidentifikasi-kan aktivitas apa saja yang terjadi dan melihat pola pergerakan

aktivitas

pengunjung di

Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik observasi dengan pengamatan langsung di lapangan dan penyebaran

Elemen

lansekap di taman sekitar Gedung Biro Pusat

Administrasi Universitas


(44)

2015, Medan, Remi Afriani Harahap

taman sekitar Gedung Biro Pusat

Administrasi Universitas

Sumatera Utara

dan untuk

mengetahui aktivitas apa yang dominan terjadi di taman sekitar Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara. kuesioner kepada pengunjung taman sekitar Gedung Biro Pusat

Administrasi Sumatera Utara

Sumatera Utara cukup baik dengan beragam jenis aktivitas. Aktivitas yang paling

mayotritas terjadi adalah bersantai,

duduk-duduk, ataupun sekedar menikmati suasana taman dengan waktu paling tinggi pada sore hari di hari kerja maupun akhir pekan. Fasilitas-fasilitas seperti tong sampah dan keberadaan vegetasi masih kurang serta dibutuhkan petugas kebersihan untuk mengatasi masalah

sampah.


(45)

Berikut adalah tabel penelitian dengan studi kasus Lapangan Merdeka (Tabel 2.2) Judul, Tahun, Wilayah, Nama Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan Teknik Analisis dan Bahan Penelitian Hasil Penelitian

Efektivitas Ruang Pejalan Kaki Di Kawasan

Lapangan

Merdeka Medan, 2013,

Yogyakarta, Afriliani Tri Lestari

Untuk mengukur efektivitas ruang pejalan kaki yang dilihat dari tiga aspek yaitu aktivitas

pemanfaatan ruang pejalan kaki, tingkat pelayanan jalur pejalan kaki dan tingkat kesesuaian pejalan kaki terhadap atribut ruang pejalan kaki. Metode deduktif kualitatif dengan perhitungan kuantitatif. Teknik observasi lapangan dan penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan pada pengguna jalur pejalan kaki yang melintas di lokasi

penelitian ini.

Efektivitas ruang pejalan kaki belum efektif, karena belum

memenuhi ketiga aspek. Aspek tingkat pelayanan jalur pejalan kaki sudah sesuai standar tetapi belum

memenuhi kriteria,

sementara dua aspek lainnya seperti

aktivitas pemanfaatan ruang pejalan kaki masih belum sesuai pedoman dan tingkat


(46)

kesesuaian pejalan kaki terhadap atribut ruang pejalan kaki menyatakan bahwa tingkat harapan

pejalan kaki lebih tinggi daripada kepuasan pejalan kaki. Kajian

Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota (Studi Kasus: Lapangan Merdeka), 2008, Hendra Arif K. H Lubis

Mengidentifikasi dan mengevaluasi keadaan eksisting sarana

aksesibilitas di kawasan

Lapangan

Merdeka, sebagai bentuk sosialisasi pentingnya

memfasilitasi sarana

aksesibilitas kaum difabel pada ruang publik kota dan sebagai usaha menuju

perlindungan

Metoda kuantitatif dengan metoda survey dan membagikan kuesioner kepada responden dalam jumlah tertentu dan metoda

kualitatif dengan metoda wawancara. Teknik observasi dengan penyebaran kuesioner kepada kaum difabel dan studi banding. Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk diakses oleh kaum difabel karna hanya 5 dari 25 elemen aksesibilitas yang dapat diakses oleh kaum difabel.


(47)

hukum (advokasi) yang

memungkinkan adanya aturan yang baku tentang aksesibilitas kaum difabel pada sarana

aksesibilitas

umum ruang

publik kota.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah kualitatif karena menggambarkan kondisi yang ada secara langsung. Penelitian kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan / lebih, hubungan antar variabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Data yang dikumpulkan melalui catatan lapangan, memo, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah : a. perilaku pengguna

b. desain yang sudah ada c. jejak fisik.


(49)

3.3. Metode Pengumpulan Data A. Observasi

Melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk „melewati‟ dinding pembatas serta menghilangkan jarak antara obyek yang diamati dengan subyek (pengantar). Fokus pengamatan ini adalah perilaku pengguna Lapangan Merdeka.

B. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Lerbin, 1992). Wawancara yang dilakukan dengan teknik tidak terstruktur yang dilakukan tanpa mempunyai daftar pertanyaan sebelumnya, akan tetapi sudah mempunyai topik yang akan didiskusikan atau dipertanyakan (Haryadi dan Setiawan, 2010).

C. Pemetaan perilaku (Behavioral Mapping)

Pengumpulan data dengan teknik ini akan didapatkan sekaligus suatu bentuk informasi mengenai suatu fenomena (terutama perilaku individu dan sekelompok manusia) yang terkait dengan sistem spasialnya yang bertujuan untuk menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang spesifik (Haryadi dan Setiawan, 2010) yang meliputi:

1. metode Place Centered Mapping : Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat yang tertentu.


(50)

2. metode Person Centered Mapping : Teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada periode waktu tertentu, dimana teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi, akan tetapi beberapa tempat atau lokasi.

3.4. Metode dan Tahapan Analisis 3.4.1. Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode physical traces. Metode ini mengamati bagaimana pengguna Lapangan Merdeka memanfaatkan desain yang sudah ada. Melalui metode ini, peneliti dapat mengetahui penyebab dari beberapa kerusakan yang terjadi di lapangan dan siapa yang melakukannya. Menggunakan metode physical traces dapat memudahkan peneliti dalam membuat hipotesis penyebab, tujuan dan akibat.

3.4.2. Tahapan Analisis

1. Menentukan objek dan batasan penelitian

a. Penelitian dibatasi pada perilaku pengguna ruang terbuka publik dengan objek pengguna 15-25 tahun.

b. Penelitan perilaku pengguna hanya akan dilakukan pada Lapangan Merdeka.

c. Waktu observasi penelitian dilakukan pagi hari pada pukul 08.00-10.00 dan pada hari Minggu dan sore hari pukul 16.00-18.00 pada hari Senin sampai dengan hari Sabtu.


(51)

2. Penelusuran tinjauan pustaka

Melakukan penelusuran tinjauan pustaka sebagai arahan dalam melakukan penelitian.

3. Melakukan observasi dan wawancara

a. Melakukan observasi langsung ke lapangan dan dokumentasi.

b. Wawancara pengguna Lapangan Merdeka dan melakukan pemetaan perilaku.

4. Membuat analisa

a. Menentukan zona pada Lapangan Merdeka

b. Menganalisa hasil observasi dan wawancara disesuaikan dengan teori yang ada.

5. Membuat kesimpulan

3.5. Kawasan Penelitian

Lokasi penelitian adalah Lapangan Merdeka yang terletak di Jalan Balai Kota, Medan.


(52)

BAB IV

PEMETAAN PERILAKU DI LAPANGAN MERDEKA

4.1.Lapangan Merdeka Sebagai Ruang Terbuka

Lapangan Merdeka merupakan salah satu ruang terbuka publik di Kota Medan yang terletak di pusat kota disekeliling Jalan Balai Kota, Jalan Bukit Barisan, Jalan Stasion dan Jalan Pulau Pinang.

Gambar 4.1 Peta Lapangan Merdeka (Sumber : Google Maps, 2015)


(53)

Lapangan Merdeka dikelilingi oleh bangunan-bangunan komersil seperti stasiun kereta api, London Sumatera, Hotel Grand Aston, Hotel Dharma Deli, Bank Indonesia, Bank Mandiri, Bank BCA, dan lain-lain. Lapangan Merdeka cukup dikenal oleh semua kalangan sebagai salah satu ruang terbuka publik yang menyediakan berbagai fasilitas olahraga dan dapat juga dimanfaatkan sebagai tempat menyelenggarakan suatu event kota. Beberapa sarana olahraga yang disediakan di Lapangan Merdeka adalah jogging track, alat olahraga/gym, lapangan voli/badminton yang terkadang digunakan sebagai arena skateboard dan disediakan juga beberapa mainan anak-anak seperti jungkat-jangkit, ayunan, perosotan, panjat-panjatan, dll.


(54)

(55)

(56)

(57)

4.2.Penggunaan Ruang di Lapangan Merdeka

Perilaku pengguna berkaitan erat dengan kondisi fisik Lapangan Merdeka sesuai dengan teori Barker (1968) dalam Laurens (2004). Kondisi fisik Lapangan Merdeka berkaitan erat dengan perilaku pengguna. Lapangan Merdeka sering digunakan sebagai tempat olahraga seperti jogging, bersepeda, voli, badminton, skateboard, dan lainnya (gambar 4.6). Selain berolahraga, beberapa pengguna memanfaatkan Lapangan Merdeka sebagai tempat rekreasi atau sekedar bersantai. Tempat ini hampir selalu ramai pengguna pada pagi dan sore hari. Setiap hari pada sore hari Lapangan Merdeka tidak pernah sepi. Berbagai aktivitas dilakukan oleh pengguna. Biasanya pengguaan Lapangan Merdeka pada pagi hari saat hari libur nasional meningkat.

Pengguna Lapangan Merdeka berasal dari berbagai kalangan dan golongan. Mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua menggunakan Lapangan Merdeka. Pengguna juga berasal dari berbagai macam golongan pekerjaan juga suku dan ras.


(58)

Berdasarkan teori Zeisel (1980) yang mengatakan bahwa pengamatan jejak dapat menjadi alat penelitian yang sangat berguna yang dapat menghasilkan data awal, uji hipotesis dipertengahan dan menjadi ide diakhir penelitian maka peneliti melakukan pengamatan pengguna Lapangan Merdeka dan menyimpulkan terdapat 5 (lima) zona yang aktif digunakan oleh pengguna, yaitu:

A. jogging track B. alat olahraga/gym C. area rumput

D. lapangan voli/badminton E. permainan anak-anak


(59)

A. Jogging track

Umumnya zona ini digunakan pada pagi dan sore hari oleh pengguna sebagai area jogging. Pengguna didominasi oleh remaja, dewasa dan orang tua namun beberapa anak-anak juga ada yang menggunakan. Disisi lain, area ini juga dimanfaatkan pengguna sebagai area bersepeda (gambar 4.7) dan berdagang bagi PKL (gambar 4.8).

B. Alat olahraga/gym

Area ini dimanfaatkan pengguna sebagai bantuan untuk berolahraga. Berbagai alat untuk berbagai kegiatan olahraga disediakan di zona ini. Alat-alat olahraga ini sering digunakan oleh remaja untuk berolahraga dan beberapa alat sering digunakan anak-anak untuk bermain pada pagi dan sore hari. Bersebelahan dengan alat olahraga, disediakan juga beberapa track untuk skateboard ataupun sepeda (gambar 4.10) namun track ini lebih sering digunakan bagi pengguna bersepeda yang umumnya adalah anak-anak.

Gambar 4.7 Pengguna bersepeda (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.8 PKL berdagang (Sumber : Peneliti, 2015)


(60)

C. Area rumput

Zona ini memiliki banyak fungsi bagi pengguna. Pengguna yang berasal dari kalangan remaja dan beberapa anak serta orang tuanya sering menggunakan area ini sebagai area bersantai (gambar 4.11) pada pagi dan sore hari. Area ini sering digunakan oleh kalangan remaja sebagai tempat bermain bola (gambar 4.12) pada sore hari. Jika Lapangan Merdeka digunakan untuk suatu event, maka sebagian dari zona ini digunakan untuk panggung dan acara tersebut (gambar 4.13 dan gambar 4.14).

Gambar 4.9 Alat olahraga (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.11 Bersantai (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.12 Bermain bola (Sumber : Peneliti, 2015) Gambar 4.10 Track bagi pesepeda


(61)

D. Lapangan Voli/badminton

Terdapat 4 (empat) lapangan voli/badminton dengan dua bagian berbeda. Satu bagian terletak berdekatan dengan tempat parkir dan satu bagian lainnya terletak di sebelah tugu dan dalam waktu tertentu lapangan pada bagian ini digunakan sebagai area skateboard (gambar 4.15). Lapangan voli/badminton tidak begitu aktif digunakan seperti zona lainnya. Pengguna dari zona ini umumnya adalah kalangan remaja namun pada saat tertentu ada juga anak-anak yang menggunakannya.

Gambar 4.13 Event suatu acara Gambar 4.14 Event suatu acara

Gambar 4.15 Lapangan badminton disamping tugu (Sumber : Peneliti, 2015)


(62)

D. Area permainan

Area ini menyediakan banyak permainan seperti ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, panjatan, dan lain-lain. Area ini tentu banyak dimanfaatkan oleh anak-anak namun beberapa orang remaja juga sering memanfaatkan area ini sebagai area santai (gambar 4.18 Dan gambar 4.19). Beberapa pengguna lainnya adalah orang tua yang menemani anaknya bermain dan pedagang yang memanfaatkan area ini sebagai tempat berjualan (gambar 4.16). Area ini sering ramai pengguna pada pagi dan sore hari.

Gambar 4.16 Area permainan (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.17 Anak-anak bermain ayunan (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.18 Remaja bermain ayunan (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.19 Remaja bermain komedi putar (Sumber : Peneliti,


(63)

Berdasarkan penjelasan di atas, pengguna Lapangan Merdeka bisa dikelompokkan dalam usia pengguna, yaitu :

Anak-anak Remaja Dewasa Orang tua

4.3.Desain Lapangan Merdeka 4.3.1.Jalur Masuk

Lapangan Merdeka memiliki dua jalur masuk utama dan satu jalur masuk tambahan. Jalur masuk utama berada di Jalan Pulau Pinang dan Jalan Bukit Barisan (gambar 4.20) sedangkan jalur masuk tambahannya dapat diakses melalui Merdeka Walk (gambar 4.21). Jalan masuk utama dapat diakses oleh kendaraan motor dan mobil sedangkan jalan masuk melalui Merdeka Walk hanya dapat diakses oleh pejalan kaki.

Jalur masuk Jalur masuk


(64)

4.3.2.Area Jogging Track

Lapangan Merdeka menyediakan area jogging track untuk pengguna melakukan olahraga jalan, jogging maupun lari. Area ini berbentuk oval mengikuti bentuk dari lapangan itu sendiri (gambar 4.22).

4.3.3.Alat Olahraaga/Gym

Area alat olahraga didesain bersebelahan dengan salah satu sisi jogging track namun berada hampir ke pinggir lapangan (gambar 4.23). Area ini juga berada persis disebelah Merdeka Walk. Berdampingan dengan alat olahraga, disediakan juga track untuk pengguna yang menggunakan sepeda maupun skateboard.


(65)

4.3.4.Area Bermain Anak-anak

Area bermain anak didesain di ujung lapangan terletak tidak begitu jauh dari jalur masuk utama Jalan Pulau Pinang sehingga cukup mudah untuk diakses (gambar 4.24). Area ini didesain cukup besar dengan menyediakan bermacam-macam permainan dan bangku taman sebagai sitting area.


(66)

4.3.5.Lapangan Voli/Badminton

Lapangan voli atau badminton didesain terpisah oleh dua bagian mengikuti pola bentuk Lapangan Merdeka. Satu bagian terletak berdekatan dengan kantor Polantas dan satu bagian lainnya terletak disebelah tugu (gambar 4.25).

4.3.6.Pendopo dan Tugu

Pendopo didesain di ujung area rumput. Letaknya berdekatan dengan jalur masuk utama Jalan Pulau Pinang dan area bermain anak (gambar 4.26). Tugu terletak dipingir lapangan diapit oleh lapangan voli/badminton dan area rumput (gambar 4.27).


(67)

4.4.Physical Traces (Jejak Fisik)

Banyak jejak fisik yang dijumpai pada Lapangan Merdeka. Sesuai dengan teori Lang (1987) dalam Utami (2003) yang mengatakan bahwa jika tampilan

Gambar 4.26 Pendopo


(68)

lingkungan tidak mampu mengikuti pola perilaku maka manusia juga tidak akan dapat mengikuti tujuan. Contoh yang paling sering dijumpai adalah banyaknya aktivitas yang digunakan pengguna di area rumput, misalnya berlalu lalang diatas rumput. Aktivitas lainnya adalah pengguna yang melakukan olahraga diatas rumput (gambar 4.28 dan 4.29).

Lapangan Merdeka memiliki area rumput yang cukup besar dibeberapa tempat yang berbeda. Area rumput yang paling banyak digunakan adalah area rumput yang berada ditengah lapangan. Banyaknya aktivitas yang dilakukan di area ini terlihat dari beberapa area yang sudah tertutup tanah kembali berbeda dengan rumput di area lainnya (gambar 4.30).

Gambar 4.28 Remaja bermain badminton diatas rumput (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.29 Sekelompok remaja bermain sepak bola diatas rumput


(69)

Salah seorang remaja yang bermain bola diatas rumput mengatakan bahwa mereka memilih area rumput sebagai tempat bermain bola karena hanya area rumput yang memungkinkan mereka untuk bermain bola. Sesuai wawancara dan observasi, rute yang dilalui adalah masuk ke Lapangan Merdeka melalui jalur masuk Jalan Bukit Barisan, lalu melakukan pemanasan di jogging track dan menuju area rumput untuk bermain bola. Rute akhirnya kembali melalui jalur keluar di Jalan Bukit Barisan. Rute ini dapat dilihat pada gambar pemetaan berikut (gambar 4.31).

Gambar 4.30 Bagian area rumput yang paling sering digunakan


(70)

Beberapa organizer sering memanfaatkan Lapangan Merdeka untuk menyelenggarakan suatu event yang umumnya dilakukan ditengah area rumput. Panggung yang terletak ditengah area rumput menjadi pusat perhatian sehingga orang-orang akan beramai-ramai ke tengah lapangan untuk mendatangievent tersebut (gambar 4.32).

1

Gambar 4.32 Tenda suatu acara diatas rumput (Sumber : Peneliti, 2015)

2 3

Gambar 4.31 Pemetaan salah satu remaja yang bermain bola


(71)

Adapun pertimbangan lainnya yang harus diperhatikan untuk area rumput adalah beberapa kendaraan motor dan mobil yang masuk ke Lapangan Merdeka dan naik keatas rumput menuju suatu eventwalaupun area parkir kendaraan mobil dan motor sudah ada disediakan oleh perancang (gambar 4.33).

Kendaraan yang sering masuk menuju area rumput menyebabkan beberapa batas antara rumput dan jogging track juga sudah mulai hancur. Hal ini dapat menjadi perhatian khusus bagi pengelola lapangan untuk tetap menjaga fungsi dari lapangan seharusnya. (gambar 4.33).

Gambar 4.33 Mobil parkir diatas rumput (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.34 Pembatas area rumput dan jogging track yang hancur (Sumber : Peneliti, 2015)


(72)

Rumput menjadi tempat yang nyaman bagi pengguna untuk beristirahat atau melakukan interaksi sosial. Beberapa pengguna juga sering memanfaatkan area rumput sebagai tempat bersantai, bermain dan menikmati suasana. (gambar 4.35 dan gambar 4.36). Aktivitas yang paling sering dijumpai adalah pengguna yang berjalan melalui area rumput untuk mempersingkat jalur yang akan mereka tempuh (gambar 4.37).

Seorang remaja perempuan mengatakan nyaman duduk beristirahat diatas rumput setelah melakukan olahraga jogging. Lapangan Merdeka dirasa cukup nyaman sebagai salah satu ruang terbuka publik namun beberapa kekurangan yang dirasakannya adalah jogging track yang kurang luas dan beberapa alat

Gambar 4.35 Remaja duduk bersantai diatas rumput (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.37 Beberapa remaja berjalan diatas rumput

(Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.36 Remaja mengobrol diatas rumput (Sumber : Peneliti, 2015)


(73)

olahraga yang butuh perbaikan. Rute yang dilalui mulai dengan masuk ke Lapangan Merdeka melalui jalur masuk Jalan Pulau Pinang dan dilanjutkan melakukan olahraga jogging di jogging track. Setelah beberapa putaran, ia beristirahat di area rumput. Rute akhirnya keluar Lapangan Merdeka melalui jalur keluar di Jalan Pulau Pinang. Rute ini dapat dilihat pada gambar pemetaan berikut (gambar 4.38).

Dari hasil wawancara dan pemetaan perilaku diatas menjadi salah satu alasan area rumput dibagian tengah lapangan menjadi salah satu area yang paling banyak digunakan oleh pengguna. Sebagian besar aktivitas pengguna memanfaatkan area ini sebagai wadah kegiatan. Area rumput tersebut dapat mengakomodasikan berbagai macam kegiatan bukan hanya untuk fasilitas berolahraga namun juga

Gambar 4.38 Pemetaan remaja yang duduk diatas rumput

1

2

3 4


(74)

dapat menjadi area santai yang nyaman untuk beristirahat juga menjadi wadah untuk sebuah acara.

Area permainan menjadi area bermain untuk semua usia dan berbagai kalangan. Pengguna area permainan ini bukan hanya dari kalangan anak-anak namun remaja juga banyak yang menggunakannya. Beberapa orang tua ada yang menemani anaknya bermain namun mereka tidak menempati sitting area yang sudah disediakan dan justru memafaatkan beberapa permainan yang ada untuk beristirahat (gambar 4.39).

Titik yang paling ramai digunakan pengguna di area bermain adalah bagian permainan ayunan yang terletak di ujung dalam dari area permainan dan area dekat pintu masuk karena area ini menjadi tempat untuk duduk beristirahat dan PKL berjualan (gambar 4.40).

Gambar 4.39 Bapak-bapak duduk disalah satu permainan anak-anak


(75)

Seperti penjelasan titik yang paling ramai sebelumnya, permainan yang paling sering digunakan oleh kalangan remaja adalah ayunan dan komedi putar (gambar 4.41 dan gambar 4.42). Mereka menggunakan permainan ini sebagai sarana bermain maupun hanya untuk tempat bersantai. Permainan ayunan dan komedi putar menjadi alat permainan yang paling digemari.

Gambar 4.41 Remaja duduk dikomedi putar (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.42 Remaja duduk di ayunan

(Sumber : Peneliti, 2015) Gambar 4.40 Titik di area permainan


(76)

Salah satu remaja yang sedang duduk di ayunan (gambar 4.42) mengatakan bahwa ayunan merupakan permainan yang nyaman untuk bersantai. Menurutnya, ayunan bukan hanya permainan untuk anak-anak namun menjadi permainan untuk semua usia. Rute yang dilaluinya berawal dari masuk ke Lapangan Merdeka melalui jalur masuk dari Merdeka Walk, lalu menuju Kantor Pertamanan untuk melakukan pekerjaan. Setelah itu ia menuju area permainan dan bersantai di ayunan dengan teman-temannya. Dari area permainan ia keluar dari Lapangan Merdeka melalui jalur keluar menuju Merdeka Walk. Rute ini dapat dilihat pada gambar pemetaan berikut (gambar 4.43).

Sesuai hasil pengamatan diatas, dapat disimpulkan bahwa permainan ayunan menjadi salah satu spot yang memiliki banyak peminat. Pengguna yang tidak

Gambar 4.43 Pemetaan remaja yang bermain ayunan

1 2


(77)

melakukan olahraga ataupun ada keperluan kerjaan memanfaatkan area ini sebagai tempat beristirahat sebelum pulang.

Sebagai fasilitas kota yang umumnya sering digunakan untuk berolahraga, Lapangan Merdeka tidak banyak menyediakan sitting area bagi pengguna. Pengguna biasanya memilih tempat duduk yang dirasa nyaman untuk beristirahat. Selain memanfaatkan area rumput dan beberapa permainan di area permainan, beberapa pengguna memanfaatkan pembatas tanaman sebagai tempat duduk mereka (gambar 4.44). Disisi lain, dijumpai seorang anak yang memilih rantai pagar sebagai tempat duduknya (gambar 4.45). Jika dikaji kembali untuk desain lapangan, perilaku-perilaku ini dapat merusak fasilitas Lapangan Merdeka.

Banyaknya aktivitas yang dapat dilakukan di Lapangan Merdeka menjadi alasan ramainya pengunjung Lapangan Merdeka setiap saat. Selain dapat digunakan sebagai area pusat olahraga, Lapangan Merdeka juga dimanfaatkan sebagai wadah bagi penyelenggara suatu acara.

Gambar 4.44 Remaja duduk dipembatas tanaman (Sumber : Peneliti, 2015)

Gambar 4.45 Seorang anak duduk dirantai pagar


(1)

Disisi lain terdapat juga zona yang kurang aktif digunakan, seperti lapangan voli/badminton maupun track sepeda yang terletak disamping area alat olahraga. Pengguna justru menggunakan area lain untuk melakukan aktivitas walaupun sudah disediakan fasilitas lapangan dan tracknya.

Untuk olahraga badminton, pengguna lebih memilih bermain di area rumput bagian tengah. Area lapangan badminton yang disediakan tidak cukup nyaman digunakan pengguna sehingga mereka lebih memilih area lain untuk bermain. Dalam waktu tertentu area ini beralih fungsi menjadi area yang digunakan pengguna untuk berlatih skateboard.

Beberapa area yang disediakan di Lapangan Merdeka berubah fungsi dari yang seharusnya. Seperti yang dibahas sebelumnya, lapangan badminton digunakan pengguna sebagai tempat untuk bermain skateboard walaupun area

track untuk skateboard sudah disediakan. Track untuk skateboard ini disediakan juga untuk pesepeda bermain freestyle namun sangat jarang digunakan oleh pemain skateboard dan pesepeda. Pesepeda umumnya lebih memilih jogging track sebagai sarana untuk bermain sepeda. Area jogging track menjadi tempat yang lebih nyaman untuk bersepeda santai.


(2)

Gambar 4.48 Peta mapping area yang kurang aktif digunakan (Sumber : Peneliti, 2015)


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disusun pada bab-bab sebelumnya dan sesuai dengan data-data yang diperoleh selama penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Lapangan Merdeka merupakan salah satu ruang terbuka publik yang terletak di pusat kota Medan dan banyak digunakan masyarakat yang didominasi oleh remaja sebagai sarana olahraga, tempat interaksi, aktivitas sosial dan kebutuhan rekreasi.

2. Penggunaan Lapangan Merdeka umumnya aktif saat pagi dan sore hari. Penggunaan Lapangan Merdeka pada pagi hari meningkat saat hari libur nasional.

3. Pengguna ruang terbuka Lapangan Merdeka banyak yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi dan kegunaan. Beberapa dari mereka sadar melakukannya dengan alasan kenyamanan. Aktivitas-aktivitas tersebut banyak yang meninggalkan jejak-jejak fisik, diantaranya rumput yang rusak karena sering diduduki, untuk bermain bola dan mengadakan suatu event


(4)

5.2.Saran

Beberapa saran yang dapat menjadi pertimbangan selanjutnya, yaitu:

perbaikan fasilitas Lapangan Merdeka seperti area rumput dibuat kembali hijau, mengganti alat-alat olahraga dan permainan anak-anak yang sudah rusak.

sosialisasi akan pentingnya ruang terbuka publik di suatu kota dan keterkaitan hubungan antara manusia dan lingkungannya.

pengelola membuat peraturan bagi pengguna dalam menggunakan Lapangan Merdeka dan memberi sanksi bagi yang melanggar agar Lapangan Merdeka tetap terjaga dan terawat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, Niniek (2005) Kajian Jalan Irian Barat Sebagai Ruang Publik Kota Surabaya, Jurnal Rekayasa Perencanaan Vol. 2 no. 1, pp 1-10

Ardana, Komang (2009) Perilaku Keorganisasian dan Aplikasinya, Yogyakarta: Graha Ilmu

Haryadi dan Setiawan B.(2010)Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Burhanuddin (2010) Konsep Teritori Dan Privasi Sebagai Landasan Perancangan Dalam Islam, Jurnal “ruang” Vol. 2 no. 2, pp 1-7

Darmawan (2007) Peranan Ruang Publik Dalam Perancangan Kota (Urban Design, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hadinugroho, Dwi Lindarto (2002) Ruang dan Perilaku: Suatu Kajian Arsitektural, USU Digital Library

Hakim, Rustam dan Hardi Utomo (2008) Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Jakarta: PT Bumi Aksara

Lang, John (1987) Creating Architectural Theory, The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design, New York: Van Nostrand Reinhold Company

Laurens, Joyce Marcella (2004)Arsitektur dan Perilaku Manusia, Jakarta: PT Grasindo.

P, AG Kartika Dwi (2004) Keterkaitan Fungsi Bangunan Terhadap Problematika Ruang Terbuka di Kawasan Kota Lama, Semarang. Tesis Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasaan Perkotaan. 2007. Jakarta Sekretariat Negara.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/2009 Tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya. 2009. Jakarta Sekretariat Negara.


(6)

Rapoport, Amos (1977) Human Aspects of Urban Form, Oxford: Pergamon Press. Shirvani, Hamid (1985) Urban Design Process, New York : Van Nostrand

Reinhold

Suwandy (2015) Studi Elemen Ruang Publik (Studi Kasus: Kawasan Taman Biro Administrasi Universitas Sumatera Utara). SkripsiFakultas Teknik Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara, Medan

Tandal, Anthonius N. dan I Pingkan P. Egam (2011) Arsitektur Berwawasan Perilaku (Behaviorisme), Media Matrasain Vol. 8 no. 1, pp 53-67

Utami, Wahyu (2003) Children Physical Traces in Open Space (Case Study Ahmad Yani Park, Medan)

Veitch, R. dan D. Arkkelin (1995) Environmental Psychology: An Interdisciplinary Perspective, New Jersey: Prentices Hall

Zeisel, John (1980) Inquiry by Design : Tools for Environment-Behavior Research, Cambridge: Cambridge University Press