Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 7 persen dari seluruh penduduk Provinsi Bali tahun 2015. Selanjutnya, jika digunakan patokan internasional maka diperoleh jumlah penduduk umur 65 tahun ke atas adalah 276.361 orang atau 7 persen penduduk Bali tahun 2015. Dengan demikian proporsi penduduk usia kerja 15-64 tahun mencapai sekitar 68 persen. Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Kelompok Umur Tahun Jumlah Penduduk orang Rasio Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan 0-4 341.054 174.950 166.104 105 5-9 363.167 187.292 175.875 106 10-14 338.792 174.286 164.506 106 15-19 318.324 162.093 156.231 104 20-24 335.809 170.630 165.179 103 25-29 329.124 168.676 160.448 105 30-34 334.060 167.236 166.824 100 35-39 344.345 173.304 171.041 101 40-44 338.072 170.527 167.545 102 45-49 302.485 152.117 150.368 101 50-54 229.564 114.576 114.988 100 55-59 181.121 89.995 91.126 99 60-64 139.672 68.602 71.070 97 65-69 107.376 50.808 56.568 90 70-74 78.990 36.615 42.375 86 75+ 89.995 38.775 51.220 76 Seluruhnya: 4.171.950 2.100.482 2.071.468 101 Catatan : Rasio Jenis Kelamin = Penduduk laki-lakiPenduduk perempuan X 100 Setelah memperoleh gambaran tentang komposisi penduduk menurut umur, berikut ini disajikan pula informasi tentang komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat diperoleh dari rasio jenis kelamin RJK penduduk, yaitu jumlah penduduk laki-laki dibandingkan jumlah penduduk perempuan dan hasil akhir dikalikan 100. Apabila RJK-nya 100 berarti jumlah penduduk laki-laki akan sama dengan jumlah penduduk perempuan, sedangkan jika RJK-nya lebih besar dari 100 berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan. Sebaliknya jika RJK-nya kurang dari 100, berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Pada awal-awal kehidupan, RJK penduduk umumnya lebih besar dari 100, artinya bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dilahirkan dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Sebaliknya, menjelang akhir kehidupan RJK penduduk umumnya lebih kecil dari 100, Artinya, bahwa jumlah penduduk PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 8 perempuan cenderung lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Dengan perkataan lain bahwa penduduk perempuan cenderung memiliki harapan hidup lebih panjang daripada laki-laki. Selain beberapa pola umum RJK yang digambarkan di atas, masih perlu dibahas mengenai pola RJK yang lain. Daerah-daerah yang menjadi tujuan kaum migran cenderung memiliki RJK lebih besar dari 100, dan begitu pula sebaliknya daerah-daerah yang menjadi sumber migran cenderung memiliki RJK kurang dari 100. Hal ini tentu tidak terlepas dari pola umum migrasi, yang oleh Ravenstein disebut sebagai hukum-hukum migrasi. Bahwa penduduk laki-laki cenderung lebih banyak yang melakukan migrasi daripada penduduk perempuan. Hal ini disebabkan oleh posisi laki-laki yang umumnya menjadi tiang ekonomi rumah tangga, sehingga akan berakibat RJK penduduk di daerah tujuan lebih besar dari 100. Sebaliknya daerah-daerah yang ditinggalkan cenderung memiliki RJK kurang dari 100. Tentu saja pola umum yang diungkapkan di atas bukan harga mati, karena hukum-hukum migrasi di atas sudah cukup lama dan belum mempertimbangkan mengenai emansipasi wanita dan kesetaraan gender. Misalnya, dewasa ini Indonesia terkenal sebagai pengirim pekerja migran wanita atau tenaga kerja wanita TKW. Semakin besarnya migran TKW yang meninggalkan daerahnya, sementara para suami atau penduduk laki-laki memilih tetap tinggal di daerah asal, maka RJK penduduk di daerah asal daerah pengirim akan lebih besar dari 100. Komposisi penduduk berikutnya yang akan dibahas adalah komposisi penduduk menurut rasio beban ketergantungan RBK. Rasio beban ketergantungan adalah perbandingan antara penduduk usia nonproduktif dengan penduduk usia produktif. Penduduk usia nonproduktif merupakan jumlah antara penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah penduduk lansia umur 60 tahun ke atas, sedangkan penduduk usia produktif adalah mereka yang berusia antara 15-59 tahun. Rasio beban ketergantungan menunjukkan banyaknya jumlah penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh setiap 100 orang penduduk usia produktif. Semakin besar proporsi penduduk nonproduktif anak-anak umur 0-14 tahun dan penduduk lansia dibandingkan dengan penduduk usia produktif, maka semakin berat beban pembangunan di suatu wilayah atau suatu negara. Kondisi penduduk Provinsi Bali jika dikaitkan dengan besarnya RBK, dapat diikuti pada Tabel 2.3. Gambaran tentang komposisi penduduk nonproduktif dan penduduk produktif dalam kurun waktu lima tahun terakhir tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 9 Selama periode 2010-2015 proporsi penduduk umur 0-14 tahun mengalami penurunan, penduduk lansia mengalami peningkatan, dan di pihak lain proporsi penduduk usia produktif 15-59 tahun mengalami sedikit peningkatan. Perubahan- perubahan yang digambarkan di atas tidak berdampak besar terhadap perubahan rasio beban ketergantungan selama periode 2010-2015. RBK penduduk hanya menurun dari 56 menjadi 54 selama periode lima tahun terakhir. Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Nonproduktif, Usia Produktif, dan Rasio Beban Ketergantungan RBK Selama Periode 2010-2015 Kelompok Umur tahun Hasil SP 2010 Hasil Proyeksi 2015 Orang Persen Orang Persen 0-14 1.009.223 25,94 1.043.013 25,00 15-59 2.501.420 64,29 2.712.904 65,03 60+ 380.114 9,77 416.033 9,97 Jumlah: 3.890.757 100,00 4.171.950 100,00 0-14 dan 60+ 1.389.337 1.459.046 15-59 2.501.420 2.712.904 RBK: 56 54 Sumber: Data Penduduk Tabel 2.2. Besarnya rasio beban ketergantungan RBK penduduk di suatu daerah juga dapat digunakan untuk menggambarkan pencapaian bonus demografi di daerah tersebut. Bonus demografi yang sering pula disebut demographic gift merupakan keuntungan ekonomis yang diperoleh dengan menurunnya proporsi anak-anak dan di pihak lain meningkatnya proporsi penduduk produktif. Logikanya adalah, apabila jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita semakin berkurang, maka berkurang pula waktu yang dikonsumsi untuk memelihara dan membesarkan anak. Dengan demikian akan terbuka peluang yang lebih besar bagi wanita untuk memasuki pasar kerja atau sektor publik, sehingga dapat membantu meningkatkan penghasilan keluarga. Meningkatnya penghasilan keluarga dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi keluarga untuk menabung sebagian penghasilannya, dan hal ini akan dapat mendorong terjadinya pemupukan modal. Pemupukan modal ini sangat penting sebagai sumber investasi yang sangat berguna untuk meningkatkan laju pembangunan ekonomi. Pertanyaannya adalah: apakah Provinsi Bali sudah mencapai bonus demografi selama periode 2010-2015? Bonus demografi akan terjadi, apabila RBK penduduk di suatu daerah sudah mencapai kurang dari 50, artinya apabila setiap PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 10 100 orang penduduk usia produktif menanggung kurang dari 50 orang penduduk nonproduktif. Berdasarkan data hasil SP 2010 dan hasil proyeksi penduduk tahun 2015 secara berturut-turut diperoleh RBK sebesar 56 dan 54. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Bali belum mencapai bonus demografi. Salah satu penyebabnya adalah belum tercapainya angka kelahiran total sesuai dengan target MDGs Millenium Development Goals yang mencanangkan TFR sebesar 2,1 anak per wanita tahun 2015. Hasil SDKI 2012 untuk Provinsi Bali cukup mencengangkan karena TFR Bali saat itu mencapai 2,3 anak per wanita. Padahal, menurut hasil SDKI 20022003 dan SDKI 2007, TFR yang dicapai Bali sudah stagnan pada 2,1 anak per wanita. Implikasi dari kondisi tersebut adalah masih dibutuhkan kerja keras untuk memantapkan pelaksanaan program KB secara konsisten dan berkelanjutan.

2.3 Distribusi Penduduk Menurut KabupatenKota

Kemampuan suatu daerah untuk menghidupi masyarakatnya berkaitan erat dengan distribusi penduduk pada tingkat kabupatenkota di provinsi yang bersangkutan. Salah satu indikator kependudukan yang lazim digunakan untuk menggambarkan distribusi penduduk di suatu wilayahdaerah adalah kepadatan penduduknya. Berkaitan dengan kajian ini, kepadatan penduduk di masing-masing kabupatenkota di Provinsi Bali dapat diikuti pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Kepadatan Penduduk di Provinsi Bali Dirinci Menurut KabupatenKota Pada Tahun 2010 dan 2015 Kabupaten Kota Luas Wilayah Tahun 2010 Tahun 2015 Penduduk Kepadatan Penduduk Kepadatan Km 2 Orang Orangkm 2 Orang Orangkm 2 1. Jembrana 841,80 261.638 311 272.272 323 2. Tabanan 839,33 420.913 501 437.153 521 3. Badung 418,52 543.332 1.298 621.658 1.485 4. Gianyar 368,00 469.777 1.276 497.172 1.351 5. Klungkung 315,00 170.543 541 176.158 559 6. Bangli 520,81 215.353 413 223.107 428 7. Karangasem 839,54 396.487 472 409541 458 8. Buleleng 1.365,88 624.125 457 647.883 474 9. Denpasar 127,78 788.589 6.171 887.006 6.942 Jumlah: 5.636,66 3.890.757 690 4.171.950 740 Sumber: Hasil SP 2010 Provinsi Bali dan Hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2015. Secara keseluruhan ditemukan bahwa kepadatan penduduk Provinsi Bali mengalami peningkatan dari 690 orang menjadi 740 orang per km 2 selama periode 2010-2015. Ditinjau dari segi polanya, terdapat kemiripan kepadatan penduduk menurut kabupatenkota di Provinsi Bali antara tahun 2010 dan 2015. Kabupaten PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 11 yang memiliki kepadatan penduduk terendah dijumpai di Kabupaten Jembrana, sementara kabupaten dengan kepadatan penduduk tertinggi ditemukan di Kota Denpasar. Terdapat tiga kabupatenkota yang memiliki kepadatan penduduk di atas 1.000 orang per km 2 ; seperti Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar. Tingginya kepadatan penduduk di ketiga kabupatenkota yang disebutkan di atas tidak dapat dilepaskan dari pesatnya perkembangan aktivitas pariwisata di ketiga wilayah yang diungkapkan di atas. Perkembangan aktivitas pariwisata di ketiga wilayah tersebut juga memberikan imbas terhadap munculnya kegiatan- kegiatan ekonomi lainnya, dan pada gilirannya akan meningkatkan peluang kerja di wilayah-wilayah tersebut. Bertambahnya peluang kerja sejalan dengan semakin menggeliatnya kegiatan ekonomi di ketiga wilayah di atas akan menjadi penarik utama para migran, baik dari kabupaten lain di Bali maupun migran dari luar Bali. Akibatnya, ketiga wilayah tujuan para migran tersebut akan semakin padat. Kehadiran migran yang semakin banyak di daerah tujuan, tidak hanya membawa dampak positif, akan tetapi juga akan muncul dampak negatif. Dari segi penyediaan tenaga kerja, kehadiran para migran tersebut akan memudahkan dalam merekrut tenaga kerja. Di pihak lain, kehadiran para migran tersebut justru akan menimbulkan permasalahan apabila mereka kurang berpendidikan, tidak memiliki keterampilan tertentu. Mereka tidak mampu bersaing di sektor formal, dan akibatnya sebagian diantara mereka memilih melakukan kegiatan di sektor informal. Ciri umum pekerja sektor informal adalah skala usahanya kecil, pendapatannya rendah upahnya rendah, dan jam kerjanya panjang. Sisanya, yang tidak terserap di sektor formal maupun informal akan terpaksa menganggur. Rendahnya pendapatan migran yang bekerja di sektor informal akan menyebabkan mereka terpaksa menempati rumah yang tidak layak huni atau sering disebut sebagai permukiman kumuh. Demikian pula jika sebagian para migran tidak memperoleh pekerjaan, baik di sektor formal maupun informal akan mengakibatkan mereka terpaksa menjadi penganggur. Permukiman kumuh dan pengangguran merupakan masalah-masalah sosial yang segera harus dipecahkan oleh pemerintah, agar tidak memicu munculnya berbagai tindak kriminalitas yang dapat meresahkan masyarakat.

2.4 Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk suatu daerah atau negara adalah salah satu indikator penting dalam pembangunan, karena laju pertumbuhan penduduk yang