Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal

9 sehingga diperlukan jarak-jarak bangunan terhadap lingkungan sekitar. Jarak ini menggunakan modul dari ukuran antropometri manusia dari ajengkal, amusti, atapak, adepa, apenimpugan apeneleng alit sampai apeneleng agung . Implementasi tata ruang akan memperhitungkan secara cermat ruang-ruang luar sebagai ruang antara bangunan satu dengan bangunan lainnya, terutama bangunan suci yang sakral seperti : Pura Kahyangan Jagat, Pura Kahyangan Tiga , Pura Swagina dan sebagainya. Berdasarkan atas cakupan fungsinyanya maka tata ruang tradisional Bali yang akan dikemukakan disini dibatasi sebanyak dua jenis yaitu : 1. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa 2. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal Pekarangan 2.3 Tata Ruang LingkunganTeritorial Desa Tata ruang lingkungan teritorial desa berpedoman pada konsep Tri Hita Karana yang didasarkan atas tiga arah tujuan hidup beragama menurut tradisi di Bali Tri Para Artha : bhakti, punia dan asih . Tiga hal tersebut membutuhkan tata ruang yang disebut dengan Parhyangan, Pawongan dan Palemahan . Konsep ini sebagai landasan operasional dalam menata tata ruang wilayah desa yang dalam penataannya disesuaikan dengan Desa, Kala, Patra tempat, waktu dan keadaan. Pola-pola yang umum dikembangkan untuk daerah dataran adalah pola Pempatan AgungCatuspatha , disamping pola-pola lain seperti : pola desa Tenganan, pola desa Bugbug, pola desa Timbrah, pola desa Bugbug, serta pola linier terutama di daerah-daerah pegunungan. UTAMA MADYA NISTA UT A M A M A DY A M A DY A NIS T A NIS T A Gambar 1. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa TAK PURA PERMUKIMAN SETRA Utama Madya Nista Gambar 2. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa

2.4 Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal

Pekarangan Pola tata ruang pekarangan berpedoman pada konsep Sanga Mandala, “ ruang dalam alam dan alam di tengah ruang” dengan Natah sebagai ruang utamapengikat. Membangun arsitektur meniru Alam semesta bhuana agung atau meniru manusia bhuana alit . Bangunan diletakkan membentuk cluste r berorientasi ke tiap-tiap natah natah Sanggah, Bale dan Paon sesuai dengan fungsi masing-masing. 10 NATAH SUB NATAH RUMAH TRADISIOAL DESA NATAH Gambar 3. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dan territorial desa Konsepsi keharmonisan dengan lingkungan dapat dijabarkan atas dasar sebagai berikut : pengutamaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam setempat, pengutamaan pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat dan pengutamaan penerapan potensi pola-pola fisik arsitektur setempat. Terdapat tata nilai yang mempengaruhi tata letak rumah tinggal dalam kaitannya dengan lingkungan dan fasilitas umum pada arsitektur tradisional Bali, seperti : rumah tidak langsung berada di hulu Bale BanjarPuraPuri serta rumah harus dibatasi dengan jalan atau tanah kosong karang tuang Tata letak rumah ditentukan juga oleh stratifikasi sosial tradisonal sehingga penataan menghasilkan konfigurasi sedemikian rupa sehingga rumah sulinggih brahmana pendeta rohaniawan terletak di hulu bagian yang dianggap utama, rumah penguasa raja di tengah atau ring satu di sudut catuspatha, rumah pejabat di ring kedua dan rumah rakyat di ring ketiga Konsistensi tata nilai ruang dan bangunan dapat diwujudkan dengan perletakan bangunan yang beragam, nilai fungsinya diserasikan dengan struktur hirarkhi nilai ruangnya, ketinggian lantai disesuaikan nilai fungsi bangunan sehingga ada keserasian antara nIlai ruang dan nIlai bangunan. 13122010 AB I, M10 18 I II III IV V VI IX VIII VII I : mrajan, sumur II : mrajan, sumur,meten III : mrajan, sumur, penunggun karang IV : bale dangin V : natah, pengijeng VI : bale dauh, penunggun karang VII : kebun VIII: bale delod, dapur, jineng IX: bada, dapur, jineng, sumur UTAMA MADYA KANISTA Gambar 4. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dengan pola sanga mandala 010 AB I, M10 Penentuan Tata Letak Bangunan GURU GURU UMA KALA KALA SRI BRAHMA RUDRA INDRA YAMA meten bale delod bale dangin bale dauh lum- bung paon penunggun karang pengijeng Gambar 5. Model pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar perhitungan tradisional 11 A A B B C C D E E F F G G F EG B H H I J H I K L M U M N U M N U = Utama M = Madya N = Nista NATAH NATAH NATAH Gambar 6. Model pola-pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional 2.5 Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali Dasar-dasar ukuran dalam arsitektur tradisional Bali sebagai berikut : Gambar 7. Dasar-dasar ukuran bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional Gambar 8. Dimensi tiang bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional 12 Gambar 9. Dimensi tiang bangunan dan ukuran bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional Gambar 10. Struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional Gambar 11. Bentuk, struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional 2.6 Pengertian Konservasi Konsep konservasi atau pelestarian terdiri atas berbagai sub konsep, yaitu : 1. Proteksi adalah memberikan perlindungan-perlindungan agar suatu tempat atupun objek terhindar dari gangguan, kerusakan-kerusakan dan penghancuran, 2. Preservasi adalah sebagai pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa perubahan, termasuk didalamnya mencegah pengahancuran. 3. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat kepada keadaan yang semirip mungkin dengan keadaan semula, baik dengan menggunakan dengan bahan yang lama, maupun dengan menghadirkan bahan-bahan yang baru. 13 4. Restorasi bermakna sebagai usaha mrngembalikan sesuatu kepada keadaan semula tanpa melakukan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa memasang bahan-bahan yang baru. Restorasi sering diidentikkan dengan rehabilitasi. 5. Reparasi sebagai upaya-upaya untuk melakukan perbaikan dengan upaya yang semirip mungkin dengan aslinya, 6. Adaptasi adalah mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, dengan menghindarkan perubahan yang drastis dan menimbulkan dampak yang seminimal mungkin. Dalam beberapa kasus dan kondisi, kegiatan adaptasi ini disetarakan dengan revitalisasi. Masing-masing sub konsep memiliki focus dan makna tersendiri, namun secara prinsipiil ada makna dasar yang merupakan koridor setiap usaha konservasi, yakni : adanya prinsip keutuhan dan kelestarian, adanya prinsip stabilitas dalam dinamika, adanya prinsip keterbukaan terhadap wawasan, teknologi dan nilai-nilai universal dari perspektif kesejarahan, ilmu pengetahuan dan seni. Kalau dikaitkan dengan tradisi Hindu di Bali maka proses konservasi itu meliputi proses utpati penciptaan, stithi dipertahankan dan pralina ditinggalkan, arsitektur sebagai suatu ciptaan tidak dapat terlepas dari hukum itu yang disebut Tri Kona. Cakupan pelestarian yang sudah berjalan di Indonesia hingga saat ini meliputi empat bidang besar, yaitu : Alam, Kesenian, Arkeologi dan Lingkungan Binaan. Untuk arsitektur akan tercakup dalam 2 - 3 bidang cakupan pelestarian, karena dapat mencakup seninya, arkeologi maupun arsitekturnya sebagai bagiandari lingkungan binaan. 2.7 Dasar Hukum Konservasi Arsitektur Bali adalah satu wujud produk dari kebudyaan Bali, memiliki keunikan- keunikan yang perlu dilestarikan dengan cara melindungi dan menjaga keasliannya. Salah satu upaya pelestarian warisan budaya Bali ialah dengan mengaturnya dalam berbagai bentuk hukum, baik dalam hukum adat maupun dalam peraturan perundang-undangan. Kedua bentuk hukum ini mengandung keharusan dan larangan untuk menjadi pedoman berprilaku melestarikan produk budaya. Hukum adat terdiri atas unsur tradisi yang telah ada secara turun temurun dan unsur agama yang dianut oleh masyarakat, baik tertulis maupun tidak. Beberapa bentuk peraturan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak lansung mengatur pelestarian arsitektur Bali adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 Th. 1992 menentukan keharusan melestarikan, memanfaatkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia, serta benda alambuatan manusia, baik yang bisa dipindahkan maupun tidak. Benda cagar budaya dikuasai oleh Negara dan dalam pengelolaannya bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, kelompok, dan perorangan demi kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dengan adanya undang-undang ini maka secara langsung seluruh lapisan masyarakat berkewajiban untuk melestarikan benda-benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa. 2. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada konsiderennya menentukan bahwa desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup di Bali sangat besar perannya dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi, dilestarikan, dan diberdayakan. Dalam upaya pelestarian warisan budaya Bali desa pakraman berupaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai adat budaya masyarakat 14 Bali terutama etika, moral, dan peradaban yang merupakan inti adat istiadat dan tradisi masyarakat Bali agar keberadannya tetap terjaga dan berlanjut. Ini berarti juga bahwa arsitektur yang teraplikasi dalam tata ruang dan bangunan sebagai wujud budaya perlu dijaga dan dilestarikan oleh desa pakraman. 2.8 Strategi dan Model Konservasi Beberapa model dari metode pelestarian dapat dilakukan dengan melakukan konservasi, modifikasi ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub konsepvariasinya yang akan dipilhditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan status dari objeknya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti sebagaian kecil bangunan agar karakter bangunannya masih nampak. Repetisi dapat dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang sama sehingga dapat dianggap “reinkarnasi”. Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi” arsitektur tradisional Bali, sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya keagamaan dan sebagai kebanggaan identitasjati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas estetika. PELES- TARIAN MODEFI- KASI KONSER- VASI REPETISI IDE NTIFIKAS I INVENTARISASI, E V ALUAS I, S TATUS , ADAPTASI REINKAR- NASI FORMULASI PENGENDA- LIAN Gambar 12. Skema model dari metode pelestarian PURA SETRA PE- RU- MAH AN P P P P P P Jalan lingkar Gambar 13.Model pelestarian pola lingkungan dan pengembangan Dalam rangka menata dan merancang lingkungan baru yang dapat menampilkan karakter pola lingkungan arsitektur tradisional Bali, sebagai bagian dari pelestarian maka dapat dilakukan langkah-lankah sebagai berikut: 1. Adopsi dan modefikasi pola-pola lingkungan tradisional yang mapan; 2. Sesuaikan dengan kawasan pembangunan: perdesaan – perkotaan; 3. Akomodasikan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibutuhkan saat ini. P P P P Gambar 14. Model pelestarian pola lingkungan Desa Bugbug Gambar 15. Model pelestarian pola lingkungan Desa Tenganan P= Parkir 15 Dalam rangka penataan pola tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan dapat dilakukan dengan prinsip yang dapat membangun identitas prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali, antara lain sebagai berikut : 1. Prinsip tata ruang dan tata letak 2. Prinsip tata bangunan 3. Prinsip struktur 4. Prinsip utilitas dan ergonomi 5. Prinsip ornamen dan bahan bangunan 12132010 AB III, M6 Merajan dan pelinggih asli tradisional Bale meten dengan modefikasi ruang tidur Bale semanggen asli tradisional Modefikasi bale dauh Unifikasi paon, gudang, dan garase Gambar 16. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan 12112010 AB III, M6 Modefikasi rancangan tapak, model 2 Orang MObil asli Modefikasi Gambar 17. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan 2.9 Permasalahan Konservasi Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pelestarian arsitektur tradisional Bali antara lain : 1. Permasalahan umum terdapat pada pemahaman tentang konservasi, dilakukan pada apa saia, oleh siapa dan kapan jangka waktunya. Kejelasan tentang hak-hak dan tanggung jawab dari berbagai pihak yang terlibat dan terpengaruh didalamnya. 2. Permasalahan khususnya adalah kesepakatan tentang pemahaman konservasi, pedoman tata caranya, tenaga ahli, pemetaan objek dan pendanaan, skala prioritas serta dalam prakteknya masih terjadi sebaliknya yang tidak disadaridisadari banyak pihak menjadi agen pelanggaran prinsip konservasi. 16

BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian