TINJAUAN PUSTAKA POPULASI DAN PERFORMANS REPRODUKSI BABI BALI BETINA DI KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI SEBAGAI PLASMA NUTFAH ASLI BALI.
4
Tipe kedua adalah babi bali yang merupakan bangsa babi yang sudah dianggap babi asli asal Bali, walaupun dari segi sejarah didatangkan dari China, yang kemudian berkembang dan
terkenal sebagai salah satu tipe babi bali yang terdapat di utara, tengah, barat, dan selatan Pulau Bali. Menurut Tan Hok Seng 1957 disebutkan bahwa babi yang ada di Bali
merupakan peranakan dari babi liar setempat Sus vitatus dengan Babi Tiongkok Selatan. Hasil persilangan ini yang sering disebut sebagai babi bali oleh masyarakat di Pulau Bali
bagian Utara, Tengah, Barat dan Selatan, dengan ciri-ciri:
• Kepala pendek, cungur pendek.
• Telinga pendek, kecil, dan tegak.
• Punggung melengkung kebawah dropping back~lordosis dan sifat ini menurun pada
anak-anaknya. •
Perut besar, dan apabila sedang bunting akan menyentuh tanah. •
Bulu jarang dan kasar. •
Warna bulu bagian atas kepala adala hitam, bagian perut dan keempat kaki adalah putih, dan bagian dahi kadang-kadang ada putih.
• Bulu hitam dengan kulit hitam, dan apabila terdapat bulu putih maka kulinya pasti
putih. Konsentrasi ternak babi yang tinggi di Pulau Bali disebabkan karena adanya
kesesuaian babi bali tersebut dengan lingkungannya. Hal ini dapat dilihat bahwa ternak babi bukanlah merupakan suatu hal yang asing bagi penduduk di Bali, yang dibuktikan dengan
pemeliharaan ternak babi hampir pada setiap rumah tangga di Bali, didukung pula oleh adat dan tradisi kebudayaan di Bali yang menggunakan ternak babi dalam setiap kegiatan upacara
agama dan adat, serta di beberapa daerah di Bali ada yang masih fanatik harus menggunakan babi bali dalam kegiatan upacara agama dan adat.
Pemeliharaan babi bali sudah jarang dilakukan, namun konsentrasi terbanyak terdapat di Bali bagian timur, utara, barat dan selatan Pulau Nusa Penida. Umumnya babi bali
banyak dijumpai di daerah-daerah yang kering, mengingat daya adaptasi babi bali terhadap lingkungan yang kritis cukup bagus. Menurut Budaarsa 2012 bahwa di Kecamatan Kubu,
Karangasem, khususnya di Desa Tianyar Barat, masih banyak orang memelihara babi bali, yang oleh peternak di sana memberi istilah babi bali itu dadi ajak lacur bisa diajak
menderita, sehingga babi bali cenderung banyak dipelihara oleh mereka yang kehidupannya kurang mampu. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali
2012 jumlah populasi ternak babi pada periode tahun 2007 - 2011 adalah berkisar antara 879.740 - 922.739 ekor dengan laju peningkatan populasi rata-rata sebesar 1,23 per tahun
yang tersebar di delapan kabupaten dan kota di Bali. Dari total populasi tersebut sejumlah 492.961 ekor atau sekitar 50 adalah babi Landrace dan persilangannya; 272.528 ekor babi
Bali 30 dan sekitar 157.250 ekor 20 adalah babi Saddleback. Jumlah pemotongan ternak babi untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat dan sektor pariwisata di daerah
Bali pada tahun 2007 - 2011 mencapai 1.341.806 - 1.608.362 ekor dan produksi daging babi mencapai 75.141,12 - 90.068,25 ton dengan peningkatan rata-rata 4,77 per tahun.
2.2. Reproduksi Babi Bali
Dalam usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas babi bali, performans reproduksi memegang peranan penting dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi ternak
babi bali tersebut. Performans reproduksi tersebut meliputi: siklus estrus, tanda-tanda estrus, lama kebuntingan, litter size, farrowing rate, umur sapih, dan berat sapih. Produktivitas
seekor induk babi ditentukan utamanya oleh jumlah anak yang lahir seperindukan litter size
5
dan oleh angka melahirkan anak farrowing rate dalam setahunnya. Makin tinggi litter size dan farrowing rate dari seekor induk, dapat diharapkan makin tinggi pula produktivitasnya
dalam setahun atau selama umur reproduksi induk tersebut Ardana dan Putra, 2008.
Menurut Toelihere 1993 dan Feradis 2010 bahwa seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur dianjurkan untuk perkawinan pertama adalah 8-10
bulan. Sedangkan babi jantan dibiarkan mencapai umur 8-9 bulan sebelum dipakai untuk mengawini babi betina. Babi betina memiliki siklus estrus rata-rata 21 hari dan lama estrus 2-
3 hari dengan angka ovulasi 10-20 sel telur. Lama kebuntingan pada babi rata-rata 114 hari dan induk mengalami estrus kembali setelah 4-7 hari sesudah penyapihan.
Babi bali secara genetik termasuk tipe lemak dengan serat daging yang lebih halus, berbeda dengan babi ras yang sebagian besar tipe daging. Babi bali mudah menimbun lemak
dalam tubuhnya, khususnya pada bagian punggung. Hal ini yang menjadi kelebihan babi bali untuk dijadikan babi guling Budaarsa, 2012. Babi bali banyak digunakan sebagai babi
guling oleh masyarakat di Pulau Bali, yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat maupun wisatawan domestik, mancanegara serta internasional. Selain itu, babi bali juga digunakan
untuk menunjang sarana ritual keagamaan Hindu di Bali. Di beberapa daerah di Bali ada yang masih fanatik harus menggunakan babi bali dalam kegiatan upacara agama dan adat,
bahkan harus menggunakan babi bali jantan yang tidak dikastrasi kucit butuan. Hal ini merupakan peluang besar untuk pengembangan babi bali secara intensif sekaligus
mengembangkan salah satu sumber daya genetik Bali.