KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SIO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

(1)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan orang lain dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis sebagai acuan sebagaimana telah disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, saya menyatakan bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila ada pernyataan saya yang tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Desember 2012

Nur Hasanah NPM. 0517041056


(2)

ABSTRAK

KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SiO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN VARIASI SUHU

KALSINASI Oleh NUR HASANAH

Dalam penelitian ini dilakukan preparasi komposit B2O3-SiO2 dari bahan baku sekam padi dan boraks menggunakan metode sol gel, dengan komposisi silika dan boron oksida 4:1. Pencampuran sol silika dan sol boron oksida menghasilkan gel, yang kemudian dipanaskan pada suhu 110oC hingga dihasilkan sampel dalam bentuk serbuk. Sampel kemudian dikalsinasi pada suhu 500, 700 dan 800oC, selanjutnya dikarakterisasi menggunakan XRD dan SEM. Karakterisasi ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh suhu kalsinasi terhadap karakteristik struktur dan mikrostruktur sampel. Sebagai pembanding sampel tanpa kalsinasi dikarakterisasi dengan cara yang sama.

Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa sampel tanpa kalsinasi memiliki struktur amorf, dengan senyawa yang terkandung kristobalit. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perlakuan termal pada sampel. Perlakuan kalsinasi pada suhu 500oC menunjukkan struktur kristal yang tidak jauh berbeda dengan sampel tanpa kalsinasi. Struktur kristal mulai terbentuk pada sampel dengan kalsinasi 700oC yaitu fasa kristobalit dan boron oksida. Pada sampel dengan suhu 800oC, makin banyak dan tajam struktur kristal yang terbentuk yaitu kristobalit, boron oksida dan tridimit.

Hasil karakterisasi SEM tanpa kalsinasi menunjukkan butiran yang masih bertumpuk dan belum menyatu sehingga tidak terlihat batas butir, ukuran butir yang masih kecil dan belum homogen. Pada suhu 500oC morfologi permukaan tidak banyak berubah dibandingkan dengan sampel tanpa kalsinasi. Perlakuan termal yang semakin tinggi (700 dan 800oC) menyebabkan butiran-butiran mulai menyatu sehingga butiran berukuran besar dan homogen, batas butir tampak jelas dan retakan makin hilang seiring meningkatnya suhu.


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan orang lain dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis sebagai acuan sebagaimana telah disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, saya menyatakan bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila ada pernyataan saya yang tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Desember 2012

Nur Hasanah NPM. 0517041056


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 03 Maret 1986, sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak Arnam dan Ibu Urifah.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Hang Tuah IV Prokimal diselesaikan tahun 1992, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Wonomarto, Kotabumi Utara pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTPN 6 Kotabumi diselesaikan tahun 2001 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Kotabumi diselesaikan tahun 2004.

Tahun 2005, penulis terdaftar sebagaicmahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Unila melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada saat penentuan bidang keilmuan, penulis memilih bidang Ilmu Material sebagai bidang yang ditekuni. Pada tahun 2008 penulis melaksakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bukit Asam Tarahan Panjang. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I dan Fisika Dasar II. Selain itu penulis juga aktif di Lembaga Kemahasiswaan Fakultas antara lain Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) sebagai anggota Kerohanian dan Humas pada tahun 2006-2007, Rohani Islam (ROIS) FMIPA sebagai sekretaris bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan. Penulis juga menjadi tentor pelajaran Fisika di Lembaga Bimbingan Belajar Al Qolam.


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya kecil ini untuk

kedua orang tuaku tercinta, yang membesarkan dan mendidikku penuh

cinta serta selalu mendoakanku.

Sosok luar biasa yang dikirim Allah untukku, suamiku tercinta yang

selalu mendampingi dan menguatkanku.

Kakak dan Adikku tersayang, yang selalu menyemangati dan

tersenyum tulus untukku.


(6)

MOTTO

“… ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’d:28)

“jangan merasa tenang dengan apa yang belum terjadi dan jika sesuatu telah terjadi, jalanilah dengan ketegaran dan ketabahan”

(Ali bin Abi Thalib)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah:286)


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun serta menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Struktur dan Mikrostruktur Komposit B2O3-SiO2 Berbasis Silika Sekam Padi dengan Variasi Suhu Kalsinasi “ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi kebaikan kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis


(8)

SANWACANA

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang telah tulus membantu, membimbing dan mendoakan. Karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih beriring doa kebaikan kepada:

1. Ibu Suprihatin, M.Si, sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu, memberi masukan dan saran dengan penuh kelembutan dan ketulusan. 2. Bapak Simon Sembiring, Ph.D, sebagai Pembimbing II yang mengajari

dan menerangkan semua detail penelitian serta memberi masukan.

3. Bapak Pulung Karo-Karo, M.Si, selaku Pembahas yang dengan tulus memberi masukan dan memperbaiki skripsi ini.

4. Ibu Dr. Yanti Yulianti selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Unila. 5. Bapak Akhmad Dzakwan, S.Si selaku Pembimbing Akademik.

6. Bapak dan Mamak tercinta, yang selalu mencurahkan kasih sayang, motivasi dan untaian doa yang tiada pernah terputus untuk keberhasilan penulis.

7. Suamiku tercinta, Mas Munawar yang selalu mendukung, menguatkan serta mendoakan. Semoga Allah senantiasa meridhoi kita.

8. Kakak dan adik-adik yang kusayangi, Cak Solihin, Sulton Habib, si kembar Dessy Nurlaila dan Dewi Nurlaili, yang selalu mampu membuatku tersenyum.


(9)

xii

9. Para murobiyah dan keluarga tarbiyahku, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta selalu menguatkan dan mendo’akan.

10.Mang Musyiri sekeluarga (Bibi, Dila, Puput, Ade dan Huda), yang telah menjadikanku bagian dari keluarga. Semoga ukhuwah ini tetap terjaga. 11.Teh Maryati, atas pinjaman laptopnya dari awal hingga skripsi ini selesai. 12.Rekan-rekan seperjuangan, Frissilla Venia Wiranti, Etty Rahmadhany,

Elisabet Fitariasni, Maria Yeni, Prawoto dan Tri Agung Biantoro. Kesuksesan menanti di depan sana.

13.Rekan-rekan yang senantiasa menyemangati, Nurhayati “Olive”, Witanti Apriani, Ekawati dan Hafizah Helma “Kucrit”. Indahnya persabatan ini. 14.Seluruh penghuni asrama Edelweis Kampung Baru, Bandar Lampung

yang selalu welcome dan ceria.

15.Seluruh Aktivis Dakwah Kampus (ADK) FMIPA Unila dan FEB Unila atas warna-warni indah dalam hidupku. Semoga kita senantiasa istiqomah.

Semoga Allah membalas semua usaha dan niat baik kita sekecil apapun dengan kebaikan yang lebih besar. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang tinggi, porositas yang tinggi, anti korosi, titik leleh tinggi dan lain-lain. Maka banyak dilakukan penelitian untuk bisa menghasilkan suatu material dengan kualitas baik.

Salah satu cara untuk memperoleh suatu material yang baik adalah dengan cara menggabungkan dua unsur atau lebih yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang lebih baik yang biasa disebut dengan komposit (Djaprie,1992).

Silika merupakan salah satu material yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik dan lain-lain. Silika mineral biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dicuci untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika tertentu (Keenan,1999).


(11)

Selain diperoleh melalui proses pertambangan, silika dapat diperoleh dari sekam padi dengan metode ekstraksi dan pengabuan. Sekam padi yang merupakan salah satu produk sampingan dari proses penggilingan padi, selama ini hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering hanya digunakan sebagai bahan pembakar bata merah atau dibuang begitu saja. Padahal berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Heru Harsono (2002), Toha Nyono (2008), Septina Triyanti (2008), One Meus Ginting (2009) dan R.A Rachmaini (2010) menunjukkan bahwa sekam padi banyak mengandung silika.

Silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar, yaitu dengan metode sol gel. Metode ini yang paling umum dipakai dalam pembuatan material berbasis silika karena produk yang dihasilkan dari proses sol gel memiliki kehomogenan dan kemurnian yang tinggi (Lambert and Gonzalez, 1998). Selain itu pengerjaan dengan metode ini membutuhkan suhu relatif rendah sehingga kehilangan bahan akibat penguapan dapat diperkecil (Jamarun, 2000). Serta silika pada fase sol adalah silika aktif yang dapat dengan mudah menyatu dengan bahan lain.

Boron oksida merupakan bahan baku industri yang digunakan dalam proses pembuatan keramik-keramik khusus misalnya boron karbida (Linah dkk, 2008). Selain itu, boron oksida juga banyak digunakan dalam proses pembuatan gelas-gelas khusus (lensa optik dan teleskop, gelas-gelas medis, gelas-gelas elektronik, dan gelas-gelas keramik komposit), sebagai katalis dalam proses reaksi kimia, dan sebagai pelarut oksida logam pada temperatur tinggi (Anomim A, 2009).


(12)

3

Boron oksida adalah suatu senyawa kimia dengan harga yang mahal dipasaran. Padahal boron oksida dapat diperoleh dengan cara menghidrolisis boraks menggunakan H2SO4. Boraks (Na2B4O7.10H2O) merupakan senyawa kimia yang selama ini disalahgunakan oleh masyarakat untuk bahan campuaran makanan sebagai pengawet, padahal boraks amat berbahaya bagi kesehatan jika masuk kedalam tubuh. Boraks banyak beredar dipasaran dengan harga relatif murah, bersifat mudah larut dalam air sehingga membuatnya mudah dihidrolisis dengan larutan asam untuk memperoleh boron oksida (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, komposit B2O3-SiO2 dengan kalsinasi 700oC dan 800oC terbentuk gugus fungsi B-O-B (boron oksida) dan B-O-Si (borosiloksan) (Ginting, 2010). Gugus fungsi borosiloksan merupakan gugus fungsi dari keramik borosilikat. Borosilikat merupakan suatu material keramik dan gelas yang memiliki ketahanan terhadap temperatur yang tinggi. Sifat inilah yang menjadikan borosilikat banyak digunakan dalam bidang industri keramik, elektronik, perangkat mekanik dan peralatan laboratorium (Anonim B, 2009).

Selama ini borosilikat dibuat dari bahan baku silika mineral yaitu pasir kuarsa dan boron okside murni dengan metode pelelehan yang membutuhkan suhu 1600 oC (Anonim B). Hal ini disebabkan karena tingginya kekristalan yang mengakibatkan proses pelelehan berlangsung pada temperatur tinggi dan membutuhkan waktu relatif lama (Sriyanti, 2005). Sedangkan pembuatan borosilikat dengan menggunakan metode sol gel menggunakan silika dari sekam padi dan boraks sebagai bahan dasar boron oksida. Metode ini membutuhkan suhu 800oC untuk


(13)

membentuk gugus borosilikat (Ginting, 2009) dan semakin optimal pada suhu 1000oC (Rachmaini, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan sintesis komposit B2O3-SiO2 menggunakan silika sol dari sekam padi dan boron okside hasil hidrolisis dengan asam sulfat. Penggunaan bahan baku ini diharapkan dapat memanfaatkan limbah sekam padi yang berlimpah serta boraks yang selama ini disalah gunakan oleh masyarakat.

Sampel dikalsinasi pada suhu 500 C,700 C dan 800oC. Selanjutnya dilakukan

karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui struktur kristalnya dan

karakterisasi SEM (Scaning Electron Microscopy) untuk mengetahui

mikrostrukturnya (Rachmaini, 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh perlakuan kalsinasi pada suhu 500 C,700 C dan

C

800 terhadap struktur komposit B2O3-SiO2 .

b. Bagaimana pengaruh perlakuan kalsinasi pada suhu 500 C,700 C dan

C

800 terhadap mikrostruktur komposit B2O3-SiO2.

C. Batasan Masalah


(14)

5

1. Metode yang digunakan dalam sintesis komposit B2O3-SiO2 adalah metode sol gel.

2. Perbandingan komposisi silika sol dan boron oksida sol adalah 4:1.

3. Sampel dikalsinasi pada suhu 500 C,700 C dan 800 C dengan kecepatan naik 3oC/menit dan waktu penahanan selama 3 jam.

4. Karakterisasi keramik borosilikat yang dilakukan meliputi XRD untuk mengetahui struktur kristalnya dan SEM untuk mengetahui mikro strukturnya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh variasi suhu kalsinasi terhadap struktur kristal keramik borosilikat

2. Mengetahui pengaruh variasi suhu kalsinasi terhadap mikrostruktur keramik borosilikat.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendapat informasi pembuatan keramik borosilikat dengan metode sol gel 2. Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian

mengenai borosilikat berbasis silika sekam padi.

3. Sebagai media informasi pemanfaatan limbah pertanian (sekam padi) dan boraks yang selama ini sering disalahgunakan sebagai bahan campuran makanan oleh masyarakat.


(15)

F. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka mejelaskan teori dasar tentang borosilikat, boraks, preparasi boron oksida, silika sekam padi, metode sol gel, XRD dan SEM.

BAB III Metode Penelitian menjelaskan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, preparasi sampel, prosedur penelitian dan diagram alir penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan memaparkan hasil dan pembahasan mengenai struktur dan mikrostruktur keramik borosilikat. BAB V Kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian yang


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sekam Padi

Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa hasil pengolahan. Penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna disamping hasil utamanya. Salah satu limbah pertanian adalah sekam yang merupakan buangan pengolahan padi. Limbah sekam padi banyak terdapat didaderah pedesaan dengan potensi yang melimpah (Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian, 2008).

Sekitar 20% berat padi, merupakan sekam padi (Daifullah, 2003). Komposisi utama sekam padi terdiri atas selulosa 33 34 % berat, lignin 19 47 % berat, jika dibakar dengan oksigen akan menghasilkan abu sekam 13- 29 % berat, sekam padi yang mengandung silika cukup tinggi yaitu 87 97 % berat abu sekam padi (Harsono, 2002).

Sekam padi tersusun atas berbagai unsur logam dan nonlogam. Kandungan unsur karbon, oksigen, dan silikon dalam sekam padi lebih dominan dibanding dengan unsur yang lain, seperti tampak pada Tabel 1.


(17)

Tabel 1. Komposisi kimia sekam padi kering.

Komposisi kimia Kandungan (% berat) Karbon Hidrogen Oksigen Nitrogen Silikon Potassium Sodium Sulfur Fosfor Kalsium Besi Magnesium 41.44 4.94 37.32 0.57 14.66 0.59 0.035 0.3 0.07 0.06 0.006 0.003

Sekam padi merupakan bahan dengan kandungan silika yang cukup tinggi yaitu sekitar 87 – 97 % berat abu sekam padi. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi silikon yang dominan dalam sekam padi. (Hartono, 2002).

B. Silika (SiO2)

Senyawa kimia silikon dioksida yang juga dikenal sebagai silika merupakan oksida dari silikon yang memiliki rumus kimia SiO2. Di alam silika dalam keadaan bebas atau dalam senyawa dengan basa mineral silikat, ada 2 golongan yaitu silika kristalin dan silika amorf. Bentuk paling umum silika kristalin adalah kuarsa, tridmit dan kristobalit. Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur Kristal tridmit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870oC dan bila pemanasan dilakukan pada suhu 1470oC dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit (Cotton and Wilkinson, 1989). Silika juga dapat terbentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iller,1979).


(18)

9

Sifat fisis silika dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik fisika, mekanika, termal, dan sifat elektrik silika amorf dan silika kristal (Sigit dan Jetty, 2001)

No Parameter Satuan Silika

Amorf

Silika kristal

1 Densitas g/cm3 2,65 2,2

2 Konduktivitas termal W/mK 1,3 1,4

3 Koefisien ekspansi termal K-1 12,3.10-6 0,4.10-6

4 Kekuatan tarik Mpa 55 110

5 Kekuatan desak Mpa 2070 690 – 1380

6 Rasio Poisson’s 0,17 0,165

7 Kekuatan retak Mpa - 0,79

8 Modulus elastisitas Mpa 70 73

9 Daya tahan kejut termal Baik sekali Baik sekali 10 Permitivitas (ε) 3,8 5,4 3,8 11 Faktor kehilangan (έ) 0,0015 - 12 Kekuatan bidang dielektrik kV/mm 15,0 – 25,0 15,0 – 40,0 13 Resistifitas Ωm 1012 - 1016 > 1018

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 1. memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

Gambar 1. Struktur silika tetrahedral (Shriver, 1999 dan Canham, 2002).

Sudut ikatan di sekitar O-Si-O merupakan sudut tetrahedral sebesar 109 derajat, jarak antara atom Si-O sebesar 1,61 Å. Silika memiliki ikatan yang disebut jembatan oksigen yang terdapat di antara atom silikon, hal inilah yang memberikan sifat unik pada silika. Sudut ikatan pada Si-O-Si sekitar 145 derajat,


(19)

tetapi nilai ini sangat bervariasi antara 100 – 170derajat yang dipengaruhi oleh perubahan energi ikat, sehingga memungkinkan terjadinya rotasi ikatan secara bebas (Shriver, 1999 dan Canham, 2002). Gambar 2. memperlihatkan sudut ikat Si-O-Si.

Gambar 2. Sudut ikat Si-O-Si(Shriver, 1999 dan Canham, 2002).

Struktur SiO2 terbentuk melalui unit-unit SiO4 yang saling berikatan melalui atom oksigen pada sudut-sudut tetrahedralnya, ikatan ini dapat terbentuk dalam berbagai variasi sudut. Variasi sudut yang terbentuk sangat memungkinkan terbentuknya struktur kristal yang berbeda-beda pada silika, dan dapat dengan mudah membentuk struktur amorf. Silika memiliki 35 bentuk kristal dengan berbagai kerapatan yang berbeda-beda yaitu sekitar 17 sampai 43 unit SiO2 per 100 Å3. Beberapa bentuk kristal silika yaitu: kristobalit, tridimit, dan kuarsa (Shriver, 1999 dan Canham, 2002).

Silika yang diperoleh dari sekam padi telah banyak dimanfaatkan dan dikembangkan antara lain sebagai adsorben (Kalaphaty, 2000), adsorben asam lemak jenuh (Farook et al, 2000), filter komposit (Jamarun, 1997), bahan porselen, asbes dan gelas (Daifullah, 2003), bahan keramik (Siriluk & Yuttapong, 2005).


(20)

11

C. Silika Sekam Padi

Untuk memperoleh silika dari sekam padi, digunakan beberapa metode antara lain:

1. Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pengambilan zat terlarut dari suatu larutan oleh suatu pelarut yang tidak dapat dicampur air (Vogel, 1985). Proses ekstraksi yang dilakukan adalah 50 gram sekam padi diletakkan dalam beaker glass, kemudian

diberi larutan KOH 5% sebanyak 500 ml hingga sekam terendam seluruhnya. Setelah itu didihkan, dan dalam keadaan mendidih diaduk-aduk selama 30 menit. Setelah 24 jam, hasil ekstraksi disaring menggunakan corong bucher sehingga

didapatkan filtrat yang mengandung silika terlarut. Selanjutnya adalah proses pengasaman, filtrat hasil ekstraksi yang diletakkan dalam labu erlenmeyer ditetesi

HCL 10% setetes demi setetes. Setiap satu tetes, erlenmeyer digoyang. Tetesan

dihentikan jika pembentukan endapan telah berhenti. Pengasaman bertujuan untuk mendapatkan silika dalam bentuk gel berwarna coklat yang mengendap pada larutan.

Untuk menghilangkan warna coklatnya, maka silika gel perlu dibilas, silika gel dalam erlenmeyer dituangi larutan bayclin, diaduk-aduk beberapa saat, lalu

dituang ke atas kertas saring yang berada dalam corong bucher, kemudian disiram

menggunakan aquades untuk menghilangkan kandungan bayclin yang berlebih.

Selanjutnya dikeringkan dengan tujuan untuk mendapatkan silika dalam bentuk serbuk berwana putih. Prosesnya adalah dengan meletakkan silika gel yang telas dibilas ke dalam cawan tahan panas, kemudian dipanaskan menggunakan kompor listrik sambil terus diaduk-aduk sehingga diperoleh silika padat (Nurhayati, 2006).


(21)

Hasil silika yang diperoleh pada metode ini bersifat amorf, ukuran partikel 50µm3, diameter pori 0,00045 µm, volume pori 4,7297 cm3/g danluas permukaan spesifik 63 m2/g (Yalcin, 2001).

2. Metode Pengabuan

Metode pengabuan dilakukan dengan cara mengarangkan sekam padi pada suhu 300 oC selama 30 menit. Arang sekam padi selanjutnya dioven pada suhu 600 oC selama 1 jam agar menjadi abu. Untuk mendapatkan silika dari abu sekam padi maka dilakukan proses pemurnian menggunakan metode pengasaman dengan larutan HCl pekat. Proses pemurniannya dilakukan dengan cara memasukkan abu sekam padi ke dalam gelas piala dan dibasahi dengan aquades panas. Selanjutnya campuran ditambahkan larutan HCl pekat dan diuapkan sampai kering dengan beberapa kali pengulangan. Campuran tersebut selanjutnya disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades panas. Hasil dari penyaringan berupa residu padat, residu beserta kertas saring dipanaskan mula-mula pada suhu 300 oC selama 30 menit hingga kertas saring menjadi arang, kemudian dilanjutkan dengan memanaskan pada suhu 600 oC hingga yang tersisa hanya endapan silika (SiO2) berwarna putih (Harsono, 2002). Silika yang diperoleh melalui metode pengabuan memiliki luas permukaan spesifik 68 m2/g dan diameter porinya 121 Å (Kamath, 1998).


(22)

13

D. Boron Oksida (B2O3)

Boron oksida berwarna putih seperti kaca dan berwujud padat. Boron oksida juga dikenal dengan nama diboron trioksida. Boron oksida hampir selalu berbentuk

glassy dan bersifat amorf, namun demikian boron oksida dapat berubah menjadi

tersusun atas cincin boroxol dengan enam bagian cincin tersusun atas 3 koordinat

boron dan 2 koordinat oksigen. Cincin tersebut tersusun atas bagian-bagian kecil BO3 segitiga. Rantai cincin yang jumlahnya sangat banyak akhirnya membentuk pita yang berlembar-lembar (Eckert, 1992). Gambar 3. memperlihatkan struktur boron oksida.

Gambar 3. Struktur boron oksida (Eckert, 1992).

Pada keadaan normal boron oksida tidak memiliki titik lebur yang pasti. Boron oksida merupakan produk higroskopik, maka apabila boron oksida terkontaminasi oleh air maupun kelembaban akan terjadi reaksi eksoterm yang berakibat pada


(23)

pembentukan asam borik (Anonim C, 2009). Sifat fisika dan kimia boron oksida ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat fisika dan kimia boron oksida (Anonim C, 2009)

No Parameter Satuan Besar

1 Berat molekul gr/mol 69,62

2 Spesicivic grafity 1,84

3 Titik lebur oC 450 – 465

4 Kalor jenis J/kg 4,9

Boron oksida merupakan bahan baku industri yang digunakan dalam proses pembuatan keramik-keramik khusus misalnya boron karbida (Linah dkk, 2008). Selain itu, boron oksida juga banyak digunakan dalam proses pembuatan gelas-gelas khusus (lensa optik dan teleskop, gelas-gelas medis, gelas-gelas elektronik, dan gelas-gelas keramik komposit), sebagai katalis dalam proses reaksi kimia, dan sebagai pelarut oksida logam pada temperatur tinggi (Anomim D, 2009).

Boron oksida (B2O3) dapat diperoleh dengan mereaksikan boraks (Na2B4O7.10H2O) dengan larutan H2SO4. Preparasi dilakukan dengan melarutkan boraks ke dalam larutan H2SO4. Larutan tersebut selanjutnya diaduk menggunakan

magnetic stirrer hingga terbentuk larutan yang homogen. Persamaan reaksi proses

hidrolisis Na2B4O7.10H2O dituliskan pada Persamaan 1.

O 5H SO Na OH 4B SO H O .10H O B

Na2 4 7 2 2 4 3 2 4 2 ... (1)

Untuk mendapatkan senyawa boron oksida (B2O3) maka larutan yang diperoleh dari proses hidrolisis selanjutnya dipanaskan agar Na2SO4 dan H2O hilang, kemudian disaring dan diendapkan. Larutan yang sudah disaring dan diendapkan


(24)

15

dipanaskan kembali untuk menghilangkan pelarut H2O pada senyawa B(OH)3, persamaan reaksinya dituliskan pada Persamaan 2, 3, dan 4.

O H HBO BO

H3 3 2 2 ... (2)

O H O B H

4HBO2 2 4 7 2 ... (3)

O H O B 2 O B

H2 4 7 2 3 2 ... (4)

(Kotz dan Purcell, 1987).

Dari reaksi 2,3 dan 4 menunjukkan bahwa 1 mol Na2B4O7.10H2O menghasilkan 2 mol B2O3.

E. Borosilikat

Borosilikat (B2SiO5) merupakan material padat yang bersifat amorf yang terbuat dari silika yang dipadu dengan oksida-oksida tertentu. Keramik borosilikat umumnya tersusun atas silika (SiO2) dan oksida-oksida seperti B2O3, Na2O, dan Al2O3 (Anonim B, 2009) dengan komposisi 80,6 % SiO2, 13,0 % B2O3, 4,0 % Na2O, dan 2 % Al2O3 (Shelby, 2005). Berdasarkan komposisi tersebut, terlihat bahwa silika dan boron oksida merupakan komposisi terbanyak dalam borosilikat (Ginting, 2010).

Borosilikat memiliki sifat fisis tahan terhadap serangan bahan kimia, tahan terhadap thermal shock karena memiliki koefisien ekspansi termal yang kecil,

tahanan listrik yang tinggi serta pergeseran koefisien dielektrif yang rendah (El Khesen, 2003). Sifat fisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.


(25)

Tabel 4. Karakteristik keramik borosilikat

No Parameter Satuan Besar

1 Koefisien ekspansi termal (20 °C – 300 °C) K-1 3,3 x 10-6

2 Densitas gr/cm3 2,23

3 Indeks refraksi 1,474

4 Konstanta dielektrik (1 MHz, 20 °C) 4,6

5 Kalor jenis (20 °C) J/kg°C 750

6 Konduktifitas thermal (20 °C) W/m°C 1,14 7 Rasio Poisson’s (25 °C – 400 °C) 0,2 8 Modulus Young’s (25 °C) kg/mm2 6400 9 Strain Point °C 510

10 Anneal Point °C 560

11 Soften Point °C 821

12 Max. Thermal Shock °C 160

Keramik borosilikat dapat dibuat dengan beberapa metode antara lain metode pelelehan dan metode sol gel. Pembuatan borosilikat dengan metode pelehan menggunakan bahan dengan persentase berat sebagai berikut: SiO2 (50%), B2O3(18%), Na2O (24%). Silika yang digunakan adalah silika mineral yang berasal dari pasir silika. Semua bahan baku dicampur dan dilelehkan bersama. Proses pelelehan membutuhkan suhu 1400oC-1600oC (Assefa, 1996). Hal ini dikarenakan titik leleh silika mineral yang tinggi (Sriyanti, 2005), sedangkan silika adalah komponen pembentuk borosilikat paling dominan. Yang menjadi kekurangan dari metode ini adalah suhu reaksi yang tinggi, sehingga digagas penelitian pembuatan borosilikat dengan metode sol gel.

Pembuatan borosilikat dengan metode sol gel, menggunakan silika sol berbasis sekam padi yang dicampur dengan boron oksida yang diperoleh dari hidrolisis asam boraks. Dari percampuran keduanya akan terbentuk borosilikat gel yang kemudian dikeringkan. Borosilikat yang telah kering kemudian disintering. Pada


(26)

17

suhu 800oC mulai terbentuk gugus borosilikat (Ginting, 2009) dan akan terbentuk fasa optimal borosilikat pada suhu 1000oC (Rachmaini, 2010).

F. Metode Sol Gel

Metode sol gel merupakan metode yang sering digunakan dalam pembuatan material keramik dan gelas karena metode ini dapat dilangsungkan pada suhu kamar. Keuntungan dari metode ini dapat menghasilkan lapisan yang homogen, murni dan stokiometris akibat pencampuran dalam skala molekuler,temperatur pembakaran yang rendah, serta peralatan yang digunakan relatif sederhana. (Triyanti, 2008). Selain itu dengan metode sol gel tidak memerlukan energi dan biaya yang besar (Hardiananto, 2011).

Secara umum, metode sol gel dibagi menjadi beberapa tahap yaitu pembentukan larutan, pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan dan pemadatan. (Shelby,

2005). Beberapa penelitian yang menggunakan metode ini antara lain: pembuatan keramik cordierite (Triyanti, 2008), borosilikat (Ginting, 2009; Riyanto, 2009; Rachmaini, 2010), bahan pendukung katalis (Nyono, 2008) dan pembuatan lapisan tipis MgO (Nirmalasari, 2007).

G. Kalsinasi

Kalsinasi merupakan proses pemanasan suatu benda hingga temperatur tinggi, tetapi masih dibawah titik lebur untuk menghilangkan kandungan yang dapat menguap, karbonat dan air (Anonim E, 2011). Memanaskan suatu bahan dalam keadaan padat merupakan cara yang dilakukan untuk menguji apakah terjadi perubahan fasa yang akan berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis suatu bahan.


(27)

Selain itu proses perlakuan panas dapat mempengaruhi fungsionalitas (Ginting, 2010). Proses perlakuan panas dipengaruhi beberapa faktor, yaitu suhu pemanasan, waktu penahanan suhu dan kecepatan pendinginan (Sembiring, 2008).

H. X Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar X merupakan teknik terbaik untuk mengkarakterisasi fase kristal, karena dengan teknik ini fasa-fasa yang memiliki komposisi kimia yang sama tetapi mempunyai struktur kristal yang berbeda dapat terdeteksi (Nirmalasari, 2007).

Sinar X terjadi jika suatu bahan ditembakkan dengan elektron dengan kecepatan dan tegangan yang tinggi dalam suatu tabung vakum. Elektron – elektron dipercepat yang berasal dari filamen (anoda) menumbuk target (katoda) yang berada dalam tabung sinar X sehingga elektron elektron tersebut mengalami perlambatan. Sebagian energi kinetik elektron pada filamen diserahkan pada elektron target yang mengakibatkan ketidakstabilan elektron. Keadaan tidak stabil ini akan kembali pada kondisi normal dalam waktu 10-8 detik sambil melepaskan energi kinetik elektron dalam bentuk gelombang elektromagnetik dalam bentuk sinar yang disebut Sinar X primer (Cullity, 1992).

Prinsip analisis XRD didasarkan pada atom atom dalam suatu struktur bahan yang didifraksikan pada panjang gelombang tertentu pada sudut – sudut (2θ)

tertentu. Identifikasi struktur fasa yang ada pada sampel secara umum dilakukan dengan menggunakan standar melalui data base Join Commite on Powder Diffraction Standar, JCPDS (1996) International Centre for Diffraction Data,


(28)

19

ICPDF (1978). Analisis kualitatif didasarkan pada intensitas dari sampel dibandingkan atau dicocokkan menggunakan standar internal maupun standar eksternal (Cullity, 1992).

Sinar X yang jatuh pada kristal akan didifraksikan , artinya sinar yang sefase akan saling menguatkan dan yang tidak sefase akan saling meniadakan atau melemahkan (Cullity, 1992). Berkas yang terdifraksi tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu berkas yang tersusun dari sejumlah besar sinar – sinar terhambur yang secara mutual saling memperkuat satu sama lain (Manurung, 2005), seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.

.

Gambar 4. Berkas sinar X yang mengenai bidang kristal

Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1 yang terpisah oleh jarak d. Dianggap bahwa dua berkas sinar-X i1 dan i2 yang bersifat paralel,

monokromatik dan koheren dengan panjang gelombang λ datang pada bidang dengan sudut θ. Jika kedua berkas sinar tersebut berturut-turut terdifraksi oleh M

dan N menjadi i1’ dan i2’ yang masing-masing membentuk sudut θ terhadap

bidang dan bersifat paralel, monokromatik dan koheren, perbedaan panjang antara i1 – M – i1’ dengan i2 – N – i2’ adalah sama dengan n kali panjang gelombang,


(29)

n λ = ON + NP atau

n λ = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ ……….………..(1)

Persamaan (1) dikenal sebagai Hukum Bragg, dengan n adalah bilangan refleksi

yang bernilai bulat ( 1, 2, 3, 4, . . ) dan pengamatan berada pada interval 0 < θ < π/2 serta nilai n terkecil (n=1), sehingga persamaan tersebut menjadi:

λ < d ……….. (2) Persamaan (2) menjelaskan bahwa panjang gelombang sinar-X yang digunakan untuk menentukan struktur kristal harus lebih kecil dari jarak antar atom (Zakaria, 2003).

I. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Mikroskop elektron yang dikenal dengan SEM (Scanning Elektron Mikroscopy)

adalah suatu teknik analisis yang telah banyak digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan analisis struktur mikro dan morfologi yang mampu memberikan hasil analisis secara rinci dalam berbagai material seperti keramik, komposit dan polimer. Dengan resolusi yang tinggi, SEM mampu memberikan informasi dalam skala atomik. SEM dilengkapi dengan sistem pencahayaan menggunakan radiasi elektron yang mempunyai daya pisah dalam ukuran 1 – 200 Angstrom, sehingga dapat difokuskan dalam bentuk titik yang sangat kecil atau dengan perbesaran 1.000.000 kali. SEM memiliki daya pisah dalam skala nano dengan kemampuan perbesaran sekitar 500.000 kali (Sembiring, 2007).

SEM mempunyai ketajaman gambar yang sangat tinggi dan mempunyai daya pisah sekitar 0,5 nm dengan perbesaran maksimum 500.000 kali. Kemampuan daya pisah ini disebabkan karena SEM menggunakan elektron sebagai sumber


(30)

21

radiasinya. Gambar yang dihasilkan adalah dalam bentuk gambar tiga dimensi dengan ketajaman yang sangat tinggi akibat adanya high depth of field (Brendon,

1991).

Pada prinsipnya SEM terdiri dari beberapa komponen yaitu kolom elektron

(electron coloum), ruang sampel (specimen chamber), sistem pompa vakum (vacuum pumping system), kontrol elektronik dan sistem bayangan. Kolom

elektron terdiri dari elektron gun dan beberapa lensa. Bagian dari electron gun

adalah katoda (Nyono, 2008). Katoda berupa filamen berbentuk v, yang biasanya dibuat dari bahan tungsen dan lanthanum hexaboride, yang berfungsi sebagai penghasil elektron. Dengan aliran arus listrik bertegangan tinggi melalui filamen akan menimbulkan perbedaan potensial hingga 1000-30.000 eV, dan menghasilkan elektron. Berkas elektron (electron beam) yang dihasilkan

selanjutnya akan melewati celah pelindung menuju anoda setelah difokuskan oleh sebuah lensa magnetik dan dua buah lensa kondenser (condenser lens) dan sebuah

lensa objektif ke suatu titik untuk menghasilkan bayangan (Sembiring, 2007). Skematik kerja SEM ditunjukkan pada Gambar 5.


(31)

(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Fisika FMIPA UNILA dan Laboratorium Kimia Instrumentasi, Jurusan Kimia FMIPA UNILA. Karakterisasi XRD dilakukan di Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Serpong Tangerang dan SEM dilakukan di Pusat Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) Bandung. Waktu pelaksanaan penelitian ini, mulai dari April-Oktober 2012.

B. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca, beaker glass, kompor

listrik, spatula, labu kimia, gelas ukur, kertas saring, hot plate stirrer, furnace,

XRD, SEM.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sekam padi, boraks (Na2B4O7.10H2O), larutan KOH 5%, larutan HCl 10%, larutan H2SO4 5% dan kertas saring.


(33)

C. Preparasi Sampel

1. Preparasi Sekam Padi

Proses yang dilakukan dalam preparasi sekam pada adalah sebagai berikut: 1. Sekam padi dicuci menggunakan air hingga bersih. Selanjutnya

direndam dalam air sejenak.

2. Sekam padi yang mengapung dibuang dan yang tenggelam diambil. 3. Sekam direndam menggunakan air panas selama 6 jam, tujuannya

adalah untuk menghilangkan pengotor-pengotor pada sekam.

4. Selanjutnya, sekam dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih 2 jam agar kering.

2. Pembuatan Silika Sol

Proses dalam pembuatan silika sol adalah sebagai berikut:

1. Sekam padi sebanyak 50 gram direndam dalam larutan KOH 5% sebanyak 500 ml.

2. Selanjutnya sekam dipanaskan menggunakan kompor listrik hingga mendidih selama 30 menit.

3. Selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat berupa silika sol. Silika sol kemudian didiamkan selama 24 jam.

3. Pengukuran Kandungan Silika

Pengukuran kandungan silika bertujuan untuk mengetahui massa silika padat yang terkandung dalam silika sol. Prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut:


(34)

25

2. Silika sol ditetesi dengan HCl 10% sedikit demi sedikit menggunakan pipet tetes sehingga terbentuk silika gel.

3. Selanjutnya silika gel disaring lalu dikeringkan menggunakan furnace

pada suhu 110 selama satu jam kemudian ditimbang.

4. Pembuatan Boron Oksida (B2O3)

Pembuatan boron oksida meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Boraks sebanyak 100 gram dimasukkan ke labu kimia.

2. Kemudian ditambahkkan larutan H2SO4 5% hingga volumenya menjadi 500 ml.

3. Labu dikocok agar boraks tercampur merata, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan diaduk dengan magnetic stirer selama 8 jam

hingga terbentuk B2O3 sol yang homogen.

5. Pembuatan Borosilikat

Borosilikat pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode sol gel dengan perbandingan massa silika dan boron oksida sebesar 4:1. Adapun proses pembuatannya adalah:

1. Silika sol dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian diaduk dengan

magnetic stirer.

2. Ditambahkan B2O3 sol sesuai perbandingan

3. Campuran terus diaduk menggunakan magnetic stirer selama satu jam

sambil ditetesi HCl 10% hingga terbentuk gel, kemudian didiamkan selama 24 jam agar terjadi proses penuaan (aging).


(35)

5. Endapan dipanaskan menggunakan furnace pada suhu 110 selama 3

jam.

6. Sampel yang diperoleh kemudian ditumbuk dan ditimbang.

6. Kalsinasi

Proses selanjutnya adalah kalsinasi menggunakan tungku pembakaran (furnace). Pada proses ini sampel dikalsinasi dengan pemanasan

menggunakan laju kenaikan suhu (heat rate) 3o/menit dari suhu kamar hingga

mencapai puncak, yakni 500oC, 700oC dan 800o C, dan waktu penahanan selama 3 jam pada suhu puncak. Sebagai pembanding, digunakan satu sampel yang tidak dikalsinasi.

Langkah – langkah kerja pada proses kalsinasi adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang akan dikalsinasi disiapkan.

2. Sampel dimasukkan ke dalam furnace.

3. Aliran listrik dengan furnacedihubungkan dan menekan tombol “ON

untuk menghidupkan furnace.

4. Suhu yang diinginkan diatur dengan kenaikan 3˚/menit dan pada

puncaknya ditahan selama 3 jam.

5. Setelah proses kalsinasi selesai, suhu akan kembali ke suhu kamar. 6. Aliran listrik dari furnace diputuskan dan sampel dikeluarkan dari

furnace.


(36)

27

D. Karakterisasi

a. X Ray Diffraction (XRD)

Langkah – langkah kerja dalam penggunaan alat XRD adalah:

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada kaca, kemudian dipasang pada tempatnya, berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder).

2. Sampel yang dipasang pada sampel holder kemudian diletakkan pada sampel stand di bagian goniometer.

3. Parameter pengukuran dimasukkan pada software pengukuran melalui

komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan

rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan

memberi nomor urut file data.

4. Alat difraktometer dioperasikan dengan perintah “Start” pada menu

komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

5. Hasil difraksi dapat dilihat pada komputer dan intensitas difraksi pada sudut 2θ tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

b. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Langkah kerja yang dilakukan dalam penggunaan alat SEM adalah:

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada specimen holder (dolite, double sticy tape).

2. Sampel yang telah dipasang pada holder kemudian dibersihkan dengan hand blower.


(37)

3. Sampel dimasukkan dalam mesin coating untuk diberi lapisan tipis yang

berupa gold-poladium selama 4 menit sehingga menghasilkan lapisan dengan ketebalan 200-400 Å.

4. Sampel dimasukkan ke dalam specimen chamber.

5. Dilakukan pengamatan dan pengambilan gambar pada layar monitor dengan mengatur perbesaran yang diinginkan.


(38)

29

E. Diagram Alir Penelitian

Secara umum percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini, ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir penelitian

Sekam Boraks

Pencucian dan pengeringan Penghalusan

Ekstraksi Hidrolisis

Silika Sol B2O3 Sol

Pencampuran

Gel Borosilikat

Kalsinasi

Karakterisasi XRD dan SEM Pengeringan dan Penghalusan


(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis sampel borosilikat yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sampel tanpa kalsinasi menunjukkan bahwa sampel memiliki fasa amorf dengan puncak tertinggi pada 2 =22,24o yang merupakan kristobalit. 2. Perlakuan kalsinasi menjadi 700oC terhadap sampel mengakibatkan

terbentuknya fase kristobalit pada 2 =21,7 o

, boron oksida pada 2 =35,9497o.

3. Pada suhu 800oC muncul fase tridimit pada 2 =20,5408 o

4. Kenaikan suhu kalsinasi menyebabkan meningkatnya pembentukan fasa kristobalit dan boron oksida pada komposit B2O3-SiO2.

5. Semakin meningkat suhu kalsinasi bentuk butir semakin homogen, batas butir semakin jelas dan makin hilangnya retakan.


(40)

44

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan:

1. Menganalisis sampel dengan perlakuan suhu di atas 1100oC

2. Melakukan penelitian dengan komposisi silika dan boron oksida yang berbeda


(41)

KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SiO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

(Skripsi)

Oleh NUR HASANAH

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(42)

KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SiO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

Oleh NUR HASANAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(43)

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SIO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

Nama Mahasiswa : Nur Hasanah Nomor Pokok Mahasiswa : 0517041056

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Suprihatin, M.Si. Simon Sembiring, Ph.D.

NIP 197304141997022001 NIP 196110031991031002

2. Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M.Si. NIP 197512192000121001


(44)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Suprihatin, M.Si.

Sekretaris : Simon Sembiring, Ph.D.

Penguji

Bukan Pembimbing : Pulung Karo-Karo, M.Si

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D

NIP 196905301995121001


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis sampel borosilikat yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sampel tanpa kalsinasi menunjukkan bahwa sampel memiliki fasa amorf dengan puncak tertinggi pada 2 =22,24o yang merupakan kristobalit. 2. Perlakuan kalsinasi menjadi 700oC terhadap sampel mengakibatkan

terbentuknya fase kristobalit pada 2 =21,7 o

, boron oksida pada 2 =35,9497o.

3. Pada suhu 800oC muncul fase tridimit pada 2 =20,5408 o

4. Kenaikan suhu kalsinasi menyebabkan meningkatnya pembentukan fasa kristobalit dan boron oksida pada komposit B2O3-SiO2.

5. Semakin meningkat suhu kalsinasi bentuk butir semakin homogen, batas butir semakin jelas dan makin hilangnya retakan.


(2)

44

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan:

1. Menganalisis sampel dengan perlakuan suhu di atas 1100oC

2. Melakukan penelitian dengan komposisi silika dan boron oksida yang berbeda


(3)

KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SiO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

(Skripsi)

Oleh NUR HASANAH

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SiO2 BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

Oleh NUR HASANAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT B2O3-SIO2

BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN VARIASI SUHU KALSINASI

Nama Mahasiswa : Nur Hasanah Nomor Pokok Mahasiswa : 0517041056

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Suprihatin, M.Si. Simon Sembiring, Ph.D. NIP 197304141997022001 NIP 196110031991031002

2. Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M.Si. NIP 197512192000121001


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Suprihatin, M.Si.

Sekretaris : Simon Sembiring, Ph.D.

Penguji

Bukan Pembimbing : Pulung Karo-Karo, M.Si

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D

NIP 196905301995121001