BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4.1. DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4.1.1. Sejarah Singkat Riwayat Hidup Obyek Penelitian
Ny. Yulius Sumantri adalah nama yang disandang oleh ibu Endang Sulistyowati setelah resmi menjadi istri dari seorang mantan
tentara dan sekarang menjadi seorang pensiunan pegawai Perusahaan Listrik Negara PLN yang bernama Yulius Sumantri.
Ibu empat 4 orang anak ini lahir di kota Blitar pada 5 Oktober 1953, “Pas mbak sama hari ulang tahunnya ABRI sekarang TNI,
dirayain sama seluruh ABRI”. Kelakar Bu Lies, panggilan akrab dari
saudara dan teman-teman dekatnya. Masa kecil ibu satu ini mempunyai banyak warna bahagia, tapi
banyak dukanya kata bu Lies. Perceraian orang tuanya pada saat beliau
berusia delapan 8 tahun merupakan pukulan berat untuknya dan keempat kakak. Tapi hal itu tidak menjadi sebuah keterpurukan untuk
Lies kecil. Bersama dengan ibunya, beliau dan keempat orang kakaknya memutuskan untuk hijrah ke kota tetangga Blitar yaitu
Malang. Kota yang identik dengan buah apelnya tersebut, adalah tempat belajar tentang kehidupan untuk pertama kalinya dengan
anggota keluarga tidak lengkap. Ibunda dari Ibu Lies bertekad membuat anak-anaknya sukses
walaupun tidak dengan kasih sayang lengkap dari seorang suami maupun ayah, tapi hal tersebut tidak membuat ibu lies dan kakak-
kakaknya menjadi dendam pada ayah mereka. Hal itu ditanamkan dari
sedari kecil, “Apapun yang diperbuat orang tua, mereka tetap orang tua yang wajib dihormati oleh anak-anaknya”
Ibu Lies menirukan kata-kata sang ibu. Dengan keahlian memasak yang dipunyai, akhirnya
ibunda dari ibu Lies membuka warung makan di depan rumah mereka. Setiap hari sebelum matahari terbit ibu Lies selalu sudah bangun dan
bertugas menanak nasi untuk warung mereka dibantu dengan kakak- kakanya yang berbagi tugas mulai belanja ke pasar membersihkan
rumah serta warung. Sebagai adik terkecil dan seorang wanita, beliau menjadi lebih dekat dengan sang ibu daripada keempat kakaknya yang
semua laki-laki. Sehingga tugas utama dalam mengelola masakan di warung adalah makanan sehari-hari beliau dan ibunya, dari masakan
hingga mengatur pemasukan dan pengeluaran dananya. Tekad keras dari sang ibunda membuat beliau juga tidak ingin
mengecewakan dalam hal pendidikan. Meski dengan segala keterbatasan biaya tidak membuat beliau putus asa dalam mencari
ilmu, hal itu juga berlaku untuk keempat kakaknya. Belajar adalah kewajiban utama beliau pada sang ibunda yang susah payah untuk
membiayai pendidikan, hal ini lebih memicu beliau untuk segera menamatkan sekolahnya.
Selepas dari Sekolah Menengah Pertama, akhirnya beliau melanjutkan ke sekolah kejuruan yang dulu disebut SPG Sekolah
Pendidikan Guru di luar Malang yaitu di Kediri. Hidup jauh dari keluarga membuat beliau menjadi wanita yang
kuat dan mandiri. Mulai dari mengatur kehidupan sehari-hari serta
mengelola uang saku yang didapat dari orang tua. Pengalaman itu akhirnya diterapkan dalam kehidupan beliau setelah berumah tangga.
Setelah berumah tangga kehidupan beliau berubah, mempunyai dua pekerjaan sekaligus yaitu menjadi ibu rumah tangga dan seorang
guru. Tidaklah mudah untuk menjalankan dua peran sekaligus, hal tersebut disadari sekali oleh beliau. Sehingga beliau memutuskan
untuk berkonsentrasi pada rumah tangga yang dibangunnya. Memutuskan pekerjaan yang sangat dicintai adalah bagian hal
yang cukup sulit, tetapi bagi beliau menjadi seorang guru pada sebuah sekolah tidak mengalahkan kecintaannya dalam mendidik anak-anak.
Sehingga beliau mengabdikan dirinya pada rumah tangga dan mendidik keempat anaknya. Dengan pekerjaan suami pada saat itu
menjadi seorang tentara, membuat beliau serta keluarga harus mengencangkan ikat pinggang untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Membiayai sekolah empat orang anak bukanlah hal yang mudah dengan kondisi ekonomi seperti itu. Tetapi hal itu tidak membuat
beliau dan suami berputus asa untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang lebih dari SMU.
Segala cara dilakukan mulai dari catering kecil-kecilan untuk sebuah pabrik sampai dengan seorang supir angkutan yang dijalankan
suami setelah bertugas. Akhirnya pengorbanan beliau tidak sia-sia, keempat orang anaknya berhasil dalam studi, dan ketiga orang anaknya
sudah bekerja dan membanggakan orang tua mereka. Keberhasilan dalam mengelola keuangan keluarga yang pas-
pasan hingga dapat membuat empat orang anaknya menjadi seorang
sarjana, serta mempunyai 2 dua buah kontrakkan yang menjadi salah satu penghasilan rutin setiap bulannya selain uang pensiunan.
Membuat banyak orang mempercayakan jabatan bendahara pada beliau, “Kepercayaan itu mahal harganya, makanya kita harus bisa
jaga kepercayaan orang melalui posisi yang diberikan pada kita” hal
itu yang diajarkan pula pada empat orang anaknya. Kejujuran yang beliau tanamkan juga termasuk dalam uang “Harta, uang cuma titipan,
lha wong mati juga gak dibawak” .
Saat ini beliau masih aktif dalam beberapa organisasi social gereja, dan pada beberapa organisasi beliau menjadi bendahara. Posisi
bendahara yang paling lama yaitu pada sebuah perkumpulan Wanita Katolik di sebuah Gereja di jln. Jemur Andayani yaitu hampir 11
tahun. Pergaulan yang luas dan beragam, membuat beliau mempunyai banyak sekali sahabat, baik dari kalangan atas, menengah maupun
bawah pun juga ada. Pada usia yang akan menginjak usia 56 tahun, nenek 2 orang cucu ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
memperbanyak kegiatan social di gereja ataupun di lingkungan rumahnya “Cari kavlingan di surga”.
Keberhasilan beliau dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga termasuk kebehasilannya dalam menyekolahkan anak-
anaknya sampai sesukses sekarang serta kegiatan yang banyak dalam organisasi. Merupakan insipirasi yang kuat dalam penelitian ini, yaitu
pada cara kerja, membagi waktu dan yang terpenting adalah mengatur dan mengelola keuangan keluarga.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN