Sistem penyediaan air minum yang diselenggarakan PDAM terdapat tiga Sistem penyediaan air minum Non PDAM terdapat dua rencana penting untuk

85

3. Sistem penyediaan air minum Non PDAM terdapat dua rencana penting untuk

pengembangan SPAM yaitu : A Pengelolaan air minum berbasis masyarakat; B Pengelolaan sistem komunal; Menurut BapakIbu, dari tingkat kepentingannya maka kriteria tersebut dapat diurutkan menjadi? Rencana Pengembangan Urutan Pengelolaan air minum berbasis masyarakat Pengelolaan sistem komunal Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing- masing kriteria tersebut ? Pengelolaan air minum berbasis masyarakat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pengelolaan sistem komunal Terima Kasih Atas Kerjasamanya 86 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Padang panjang, Sumatera Barat pada tanggal 9 Maret 1981 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Suherman dan Nadiar. Telah menikah dengan Deddy Syefria dan dikaruniai satu orang anak; Haura Dayyini Syaqila. Tahun 1999 penulis lulus SMA Negeri 3 Padang dan diterima di Universitas Andalas melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diangkat menjadi Pengawai Negeri Sipil bertugas di Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi kemudian tahun 2008 penulis mendapat tugas di Dinas Pekerjaan Umum Kota Padang. Tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pasca sarjana dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah PWL IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pusbindiklatren Bappenas. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya Labadie 2004. Air minum dalam konteks ini adalah sumber air bersih untuk air minum, baik yang berasal dari sumber terlindungi, sumber tidak terlindungi, dan air perpipaan Bappenas 2007. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum SPAM seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan sistem perpipaan atau non perpipaan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengembangan SPAM merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah terhadap Millennium Development Goals MDG atau tujuan pembangunan global. MDG disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB dalam Konferensi Tingkat Tinggi KTT Milenium PBB. Terdapat 8 tujuan dan 18 target MDG yang dideklarasikan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan ketujuh dan target kesepuluh MDG adalah menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. Pencapaian Indonesia untuk target ini sebesar 47.71 pada tahun 2009, sedangkan target tahun 2015 adalah 68.87, sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan akses terhadap air minum agar target dapat tercapai Bappenas 2010. Akses penduduk terhadap air minum di kawasan perkotaan terus mengalami penurunan menurut Laporan Pencapaian MDG Indonesia 2010, dimana penduduk perkotaan yang mendapatkan akses air minum pada tahun 2001 adalah 59.50 dan tahun 2009 turun menjadi 49.82, sedangkan target akses terhadap air minum penduduk perkotaan yang harus dicapai pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu 75.29. Relatif rendahnya akses terhadap air minum tersebut mencerminkan tingkat pembangunan infrastruktur air minum belum bisa menyamai pertumbuhan penduduk khususnya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah fasilitas air minum yang tidak terawat dan tidak dikelola secara berkelanjutan. Penyediaan air minum di kawasan perkotaan umumnya ditangani oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. Penyediaan air minum yang lebih andal reliable dan lebih sehat adalah penyediaan air minum sistem perpipaan Bappenas 2007. Disamping itu penyediaan air minum yang disarankan adalah air dengan sumber yang terlindungi. 2 Sistem penyediaan air minum di Kota Bogor ditangani oleh PDAM Tirta Pakuan sebagai Badan Usaha Milik Daerah BUMD Kota Bogor. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 mencatat bahwa pelanggan yang dilayani sebesar 103 841 pelanggan atau sekitar 56.28 penduduk kota, dengan kapasitas produksi 1 499 literdetik dan debit distribusi sebesar 1 416 literdetik. Untuk mencapai target MDG, penduduk yang terlayani tahun 2015 adalah 70.50, dan target tahun 2031 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031, adalah 87.71. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perencanaan penyediaan air minum yang mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kota untuk mencapai target tersebut. Studi Environmental Health Risk Assesment EHRA yang dilaksanakan oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010, mencatat bahwa penduduk Kota Bogor yang menggunakan PDAM sebesar 43.78, menggunakan sumur sumur dangkal, sumur bor, sumur gali, dan sumur tidak terlindungi sebesar 44.85, menggunakan mata air 3.61, dan lainnya 7.78. Studi EHRA menemukan sekitar 10.50 rumah tangga mengalami kelangkaan dari sumber air yang digunakan dalam satu tahun terakhir Bappeda 2010 Sumber utama air baku PDAM Tirta Pakuan berasal dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang berada di Daerah Aliran Sungai DAS Cisadane Hulu, yaitu Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air Palasari. Keandalan mata air sebagai air baku yang ekonomis mengalami penurunan terus menerus karena dampak meningkatnya konversi lahan di catchment area. Sementara air baku dari Sungai Cisadane mengalami pencemaran yang tinggi yang membutuhkan biaya besar dalam pengolahan untuk menjadikannya air bersih dan layak untuk diminum. Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu menyebabkan terjadinya pengurangan luas hutan dari 63.53 tahun 2004 menjadi 15.41 tahun 2008 dan terjadi peningkatan luas permukiman dari 10.13 pada tahun 2004 menjadi 34.66 pada tahun 2008 Stevanus 2010. Tingginya perubahan penutupan lahan menjadi area terbangun menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi berkurang, dan pada akhirnya mempertinggi run off. Dengan kondisi yang demikian, jebakan air tanah akan berada jauh di dalam batuan dasarnya sehingga muka air tanah menjadi turun dan debit air yang tersedia di catchment area akan mengalami penurunan. Laju konversi lahan di catchment area menyebabkan debit mata air semakin berkurang dari perkiraan rencana debit produksi. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 menunjukkan debit Mata air Tangkil dari 170 literdetik turun menjadi 124 literdetik pada tahun 2011, kapasitas debit produksi Mata air Bantarkambing dari 170 literdetik turun menjadi 150 literdetik pada tahun 2011, dan debit Mata air Kotabatu pada tahun 2011 menurun menjadi 48 literdetik, sedangkan debit tahun 2005 adalah 61 literdetik. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat dan kondisi ketersediaan sumber air baku yang semakin menurun perlu direncanakan pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk Kota Bogor dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum SPAM hingga 20 tahun kedepan, dan mensinergiskan rencana tersebut dengan RTRW Kota Bogor dan Rencana Induk PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. 3 Perumusan Masalah Masalah ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan keseimbangan antara supply dan demand air minum penting untuk diestimasi, sehingga perlu diprediksi kebutuhan dan ketersediaan air minum hingga 20 tahun akan datang. Masih jauhnya target yang akan dicapai untuk melayani kebutuhan air minum Kota Bogor perlu dianalisis kemampuan pelayanan air bersih secara spasial untuk mengetahui proporsi penduduk yang dapat terlayani air minum PDAM dan yang dilayani non PDAM. Permasalahan selanjutnya yang menjadi fokus penelitian ini adalah terkait sistem penyediaan air minum yang belum terintegrasi antara pelayanan PDAM dengan non PDAM, agar target pelayanan air minum dapat tercapai maka arahan pengembangan SPAM yang tepat perlu disinergikan antara pihak pengelola, pelaksana dan pemangku kepentingan bidang air minum di Kota Bogor. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menghasilkan beberapa pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu: 1. Berapa besarnya kebutuhan air minum hingga 20 tahun yang akan datang dan bagaimana keandalan air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut? 2. Kelurahan apa yang dapat dilayani melalui sistem PDAM dan kelurahan apa saja yang berpotensi dikembangkan pelayanan non PDAM? 3. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum, dan arahan yang tepat untuk Kota Bogor hingga 20 tahun yang akan datang agar sistem SPAM yang terintegrasi dapat terwujud. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kebutuhan air minum hingga 20 tahun akan datang tahun 2031 dan menganalisis ketersediaan sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. 2. Menganalisis wilayah yang dapat dilayani dan berpotensi tidak terlayani oleh sistem distribusi perpipaan PDAM Tirta Pakuan. 3. Menyusun arahan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor. Manfaat Penelitian Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan untuk review Rencana Tata Ruang Kota Bogor tahun 2011-2031 khususnya arahan pengembangan infrastruktur air minum dalam rencana struktur ruang Kota Bogor. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Indonesia diperkirakan akan terancam krisis air sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, dan pengelolaan sumber daya air yang lemah. Dalam masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air naik tujuh kali lipat Rajasa 2002. Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya ketersediaan pasokan air water supply dibandingkan dengan permintaannya water demand. Menurut pandangan konvensional, air merupakan barang sosial yang dapat diperoleh secara gratis namun sejak kelangkaan air bersih menjadi masalah dunia pandangan air sebagai barang sosial mulai bergeser menjadi barang ekonomi karena keterbatasan air untuk masyarakat Fauzi 2004. Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam kebutuhan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan. Penyediaan air minum merupakan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat sehingga menjadi prioritas utama dalam pengalokasian sumber daya air. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada 5 pilar yaitu; 1 upaya konservasi, 2 pendayagunaan sumber daya air, 3 pengendalian daya rusak air, 4 manajemen pengelolaan sumber daya air yang terbuka, dan 5 keterlibatan peran masyarakat. Sistem Penyediaan Air Minum Penyediaan air minum adalah kegiatan memenuhi kebutuhan air minum masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Sistem penyediaan air minum SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum, meliputi sistem pelayanan untuk suatu komunitas yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan domestik, non domestik sarana umum dan sarana komersial dan industri Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005. Penyediaan air minum dapat dibedakan dalam dua sistem, yaitu; 1 penyediaan air minum individual merupakan sistem untuk penggunaan individu dan untuk pelayanan terbatas, sistem ini sangat sederhana seperti halnya sumur- sumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, 2 penyediaan air minum 5 komunal atau perkotaan disebut juga public water supply system, adalah suatu sistem untuk pelayanan komunitas dan pelayanan untuk keperluan menyeluruh seperti keperluan domestik, sarana perkotaan maupun industri. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, danatau mengevaluasi sistem fisik teknik dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM dilakukan oleh badan usaha milik negarabadan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, danatau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005. Sistem penyediaan air minum perkotaan terbagi dalam tiga komponen, yaitu berturut-turut komponen sumber air, komponen pengolahan air dan komponen distribusi pelayanan air. Pada komponen distribusi pelayanan air, kepuasaan konsumen harus memenuhi standar kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, dan harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan distribusi pelayanan air bersih sangat tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas sumber air Arwin dan Mukmin 2006. Pengambilan air dari sumbernya harus memperhatikan daya dukung sumber daya air tersebut dan dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya serta memperhatikan aspirasi masyarakat setempat dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air. Prediksi keberhasilan pembangunan sistem penyediaan air minum dapat dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu; 1 menghitung persentase jumlah penduduk yang terlayani sistem perpipaan, 2 menghitung persentase jumlah sistem menurut kondisi jaringan perpipaan, 3 menghitung pencapaian pelayanan hingga tahun yang ditargetkan dengan memproyeksikan kondisi eksisting, serta dibandingkan dengan target daerah dan nasional, 4 menentukan faktor yang mempengaruhi kondisi jaringan perpipaan, 5 menganalisis kemungkinan pencapaian target pelayanan dengan memperhatikan kendala yang mungkin terjadi Masduqi et al. 2007. Kebutuhan Air Minum Sistem penyediaan air minum memerlukan besarnya kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Data mengenai keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi sistem distribusi air minum. Kebutuhan air secara garis besar mencakup kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan untuk pemukiman penduduk, sedangkan non domestik memenuhi kebutuhan di sektor kehidupan lainnya. Studi kebutuhan air bersih selain kebutuhan domestik dan non domestik harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehilangan air misal kebocoran, kebutuhan untuk hydrant, dan untuk perawatan kota Mayangsari 2008. Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Kebutuhan rumah tangga adalah hasil perkalian antara jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air rumah tangga yang dapat dilihat pada Tabel 1. 6 Tabel 1 Standar kebutuhan air domestik Kebutuhan non domestik meliputi kebutuhan di sarana perkotaan public use seperti sarana sosial, niaga, industri, pendidikan, kesehatan, lembaga, hiburan, olah raga, tempat ibadah, pasar, dan lainnya. Kebutuhan non domestik dihitung dari jumlah pemakai air dikalikan standar pemakaian kebutuhan domestik, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Konsumsi air berubah sesuai dengan aktivitas masyarakat. Pemakaian rata- rata harian adalah pemakaian rata-rata dalam sehari atau pemakaian setahun dibagi 365 hari. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan atau tahun akan terdapat pemakaian air yang lebih besar daripada kebutuhan rata-rata perhari, pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari maksimum. Kebutuhan hari maksimum Qhm adalah perkalian kebutuhan rata-rata dengan nilai faktor hari maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian air akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari yang dikenal dengan pemakaian jam puncak. Untuk mengetahui kebutuhan jam puncak adalah dengan mengalikan nilai faktor jam puncak dengan kebutuhan air rata-rata perhari. Berdasarkan pedoman standar konsumsi air minum Departemen Pekerjaan Umum 2005 nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 dan nilai faktor jam puncak adalah 1.05. Tabel 2 Standar kebutuhan air non domestik Kategori kota berdasarkan jumlah jiwa Standar konsumsi non domestik loh Metropolitan 2 000 000 20-30 x 210 Metropolitan 1 000 000 – 2 000 000 20-30 x 150-210 Besar 500 000 – 1 000 000 20-30 x 120-150 Besar 100 000 – 500 000 20-30 x 100-150 Sedang 20 000 – 100 000 20-30 x 90-100 Kecil 3 000 – 20 000 20-30 x 60-100 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2005 dalam Bappenas 2006 Jumlah penduduk jiwa Jenis kota Jumlah kebutuhan literoranghari 2 000 000 Metropolitan 210 1 000 000 – 2 000 000 Metropolitan 150-210 500 000 – 1 000 000 Besar 120-150 100 000 – 500 000 Besar 100-150 20 000 – 100 000 Sedang 90-100 3 000 – 20 000 Kecil 60-100 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2005 dalam Bappenas 2006 7 Ketersediaan Air Baku Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat kuat, artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu Acreman 2004. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009 memiliki data bahwa debit aliran air tanah yang relatif besar di Cekungan Air Tanah CAT Bogor. CAT tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh besarnya ketersediaan air tanah yang berkorelasi dengan besarnya pengisian kembali jumlah imbuhan air tanah, berasal dari curah hujan yang masuk ke CAT Bogor, sehingga kapasitas air tanah yang berada di wilayah cekungan Bogor berpotensi dijadikan sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air bersih atau air minum. CAT Bogor meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Meskipun air tanah mempunyai potensi untuk dijadikan sumber air baku, pemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena air tanah juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya secara berkelanjutan guna terjaganya kontinuitas sumber air baku tersebut. Gambar 1 Peta Cekungan Air Tanah CAT Bogor Penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS Citarum-Ciliwung tahun 2007, terdapat mata air pada akuifer DAS Cisadane hulu pada bagian kaki Gunung Salak dan Gunung Pangrango tepatnya di bagian selatan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Daerah yang banyak ditemukan mata air untuk menghasilkan sumber air baku sebagai sumber air bersih atau air minum. Disamping itu dilakukan juga penelitian jejaring DAS Cisadane bahwa air tanah di DAS Cisadane secara umum mengalir dari arah selatan menuju utara, dengan elevasi tertinggi 1 100 meter dari permukaan laut mdpl ke elevasi daerah yang terendah yaitu 0 mdpl. 8 Gambar 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor Sumber: Bappeda 2008 Peta Hidrogeologi CAT Bogor seperti Gambar 2 menunjukkan secara umum Kota Bogor bagian utara merupakan akuifer dengan aliran antar butir produktif sedang dengan sebaran luas dan kedudukan muka air tanah dalam dengan debit umumnya kurang dari 5 literdetik. Kota Bogor bagian tengah, selatan dan barat merupakan akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas tersebar, banyak ditemui mata air dengan debit umumnya lebih dari 5 literdetik. Bagian barat daya Kota Bogor hingga bagian utara Gunung Salak merupakan akuifer dengan aliran antar celah produktif sedang dengan penyebaran luas, air tanah terdapat pada pori- pori dan rekahan endapan vulkanik muda, bagian ini ditemukan mata air dengan debit kurang dari 5 literdetik. Sungai utama yang mengalir di Cekungan Bogor adalah Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Kedua sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air minum di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Fluktuasi debit sungai Cisadane mulai Oktober-Februari debit sungainya meningkat, kemudian menurun dan berfluktuasi dari Maret-Juni. Selanjutnya menurun pada Bulan Juli dan mengalami debit paling minimal pada Bulan Agustus dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sutopo 2011. Prediksi ketersediaan air baku pada suatu DAS dapat menggunakan model hidrologi yang menggambarkan proses-proses fisik yang sesungguhnya dari siklus hidrologi. Model hidrologi menirukan simulasi peristiwa-peristiwa hidrologi yang terjadi secara deterministik, probabilistik ataupun stokastik. Dalam hidrologi deterministik, variabilitas waktu dianggap terjelaskan seluruhnya oleh variabel- variabel lain dalam penerapan model yang tepat. Dalam hidrologi probabilistik, tidak diperhatikan urutan-urutan waktu, yang diperhatikan hanyalah probabilitas atau peluang sama atau terlampauinya suatu kejadian. Sedangkan dalam hidrologi 9 stokastik urutan unit waktu adalah mutlak penting, penyajian stokastik mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan urutan-urutan kejadiannya Nuraeni 2011. Model stokastik berusaha mengungkapkan kembali perilaku statistik dari serangkaian waktu hidrologi tanpa memperhatikan kejadian yang sebenarnya. Hidrologi stokastik mampu mengisi kekosongan yang ada di antara metode- metode deterministik, dan hidrologi probabilistik Weilbull, 2005. Pada model stokastik, karakteristik dan urutan aliran di masa lampau memberikan pertanda untuk aliran dimasa datang. Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti, mungkin aliran tahun berikutnya akan lebih kecil daripada nilai tengahmya. Demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran-aliran besar. Data historis memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Model untuk meregenerasi haruslah menggunakan informasi tersebut untuk menggambarkan aliran di masa datang secara eksak Nuraeni 2011. Model stokastik yang dikenal dan sering dipergunakan antara lain; 1 Model Autoregresive Model AR 2 Model Moving Average Model MA, 3 Model Autoregresive Moving Average Model ARMA, 4 Model Autoregresive Integrated Moving Average Model ARIMA, dan 5 Model Disagregasi. Model Autoregresif adalah model yang paling menarik karena model ini paling sederhana penggunaannya dan mempunyai pola gerakan yang tergantung dari waktu, dimana harga dari variabel pada waktu saat ini tergantung harga pada waktu yang lalu Salas et al. 1980. Model Autoregresif secara umum dikemukakan oleh Thomas dan Fiering pada tahun 1962, Yevjevich pada tahun 1963, serta Box-Jenkins pada tahun 1970. Model Thomas dan Fiering banyak digunakan untuk membangkitkan debit aliran sungai bulanan. Data dari setiap bagian diregresikan terhadap bulan sebelumnya, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linir. Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum EPANET 2.0 adalah program komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titiknodejunction pipa, pompa, katup dan reservoir. Output yang dihasilkan dari program EPANET 2.0 ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing-masing titiknodejunction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan operasi instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah pengembangan. EPANET 2.0 dapat memberikan informasi kepada pengguna mengenai simulasi hidrolika dan perilaku air didalam sistem jaringan perpipaan bertekanan dalam rentang waktu tertentu. Yang dimaksud dengan sistem jaringan perpipaan itu sendiri merupakan sebuah sistem yang terdiri dari kombinasi antara pipa, node, pompa, valve dan tanki atau reservoir, yang saling terhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. EPANET 2.0 mampu menelusuri aliran air didalam pipa, 10 tekanan ditiap node, tinggi muka air didalam tankireservoir dan konsentrasi bahan kimia seperti desinfektan klor Rossman 2000. Data keluaran dari program EPANET 2.0 dapat memberikan gambaran nilai debit aliran air dalam pipa, tinggi tekanan air pada node tertentu, tinggielevasi air pada masing-masing bak tampungan reservoar, dan perkiraan konsentrasi sisa bahan kimia pada node tertentu. Teknik pemodelan EPANET 2.0 urutannya adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan arah aliran secara visual di dalam jaringan dan mengisi properti data masukan model jaringannya sesuai tabel input Suhardi 2007. EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources Division of the US Environmental Protection Agencys National Risk Management Research Laboratory. EPANET 2.0 adalah perangkat lunak publik domain dan terbuka yang dapat melakukan pengeditan terhadap input data, running hydraulic dan simulasi air serta menampilkan jaringan perpipaan dan node dalam berbagai format dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis simulasi tersebut bermanfaat bagi pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana, sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data dalam perencanaan desain sistem distribusi air. Untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih kepada masyarakat maka dibutuhkan pengelolaan suatu sistem distribusi air secara baik. Pengelolaan sistem distribusi air yang baik membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penyajian data yang cepat dan tepat sehingga aktivitas pelayanan akan selalu mengikuti perkembangan secara dinamis. Untuk pengoptimalan pengelolaan distribusi air bersih diperlukan suatu sistem informasi dari distribusi air bersih yang mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan dan penyajian data Suhardi 2007. Penentuan Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat adalah tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi karena mempunyai nilai- nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu identitas bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera Adrianto 2006. Masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat akan sangat mendorong terciptanya suatu hasil pembangunan yang baik, karena biar bagaimanapun masyarakatlah yang mengetahui sekaligus memahami kondisi apa yang ada di wilayahnya. Disamping itu, dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan. Persepsi masyarakat merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut Walgito 2000. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena 11 pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang lain tidak sama Nurcahyo 2005. Untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap sesuatu dapat dilakukan sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Selanjutnya metode analisis deskriptif kuantitatif yang didukung dengan analisa kualitatif dapat dilakukan untuk mempermudah menganalisa persepsi masyarakat tersebut Adrianto 2006. Analisis Hirarki Proses AHP AHP adalah teknik yang digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Menurut Saaty 1993 hirarki suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok–kelompok, lalu diatur menjadi suatu bentuk hirarki. AHP didesain untuk dapat digunakan pada penilaian yang bersifat subyektif untuk menyusun urutan dari prioritas elemen–elemen berdasarkan bobot elemen yang ditinjau dengan menggunakan perbandingan berpasangan antar elemen. AHP digunakan untuk mendapatkan bobot elemen, atau dalam metode ini bisa disebut sebagai skala rasio, dari perbandingan pasangan pada struktur hirarki yang multi level. Model AHP dalam proses pengambilan keputusan menggunakan pendekatan kolektif dari beberapa opini atau pendapat individu. Prinsip dasar kerja metode AHP dalam pengambilan keputusan didasarkan pada, yaitu: 1. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah yang dilakukan untuk mendefinisikan suatu masalah yang rumit dan kompleks hingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dan opini dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan pada bidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan untuk menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut. 2. Penentuan prioritas elemen-elemen kriteria dapat dilihat sebagai kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas dibuat berdasarkan pandangan para pihak yang dianggap ahli dan yang memiliki kepentingan terhadap pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Penilaian kriteria melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan bobot dari elemen keputusan, penilaian pendapat dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hirarki secara berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen 12 dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty 1993, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. 4. Konsistensi logis dari jawaban yang diberikan oleh responden merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika AB dan BC maka secara logis responden harus menyatakan bahwa AC, berdasakan nilai numerik yang telah disediakan. AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Penelitian Sebelumnya Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa Rizali 2007 melakukan analisis keseimbangan neraca air di Sungai Ciliwung Bendung Katulampa. Ketersediaan air di saluran irigasi Katulampa menunjukkan inflow yang terbesar sekitar 6.36 m 3 detik terjadi di hampir seluruh bulan dan yang terkecil terjadi pada bulan Agustus dan September. Ketersediaan air di Bendung Katulampa ditentukan dengan debit andalan dengan membuat hubungan antara debit dengan probabilitas. Kurva durasi debit aliran diperoleh melalui perhitungan debit andalan ditentukan dengan tingkat peluang 80 dan 90. Kebutuhan air dianalisis kebutuhan domestik dan non domestik, kebutuhan irigasi, kebutuhan perikanan, kebutuhan industri dan kebutuhan untuk pemeliharaan saluran. Pemanfaatan air di saluran Irigasi Katulampa dipergunakan untuk keperluan domestik Kota Bogor hanya dialokasikan sebesar 120 literdetik karena sebagian dipasok dari mata air dan Sungai Cisadane dan keperluan non domestik yaitu Istana Bogor sebesar 200 literdetik, industri sebesar 25 literdetik, perikanan sebesar 100 literdetik, situ sebesar 50 literdetik dan untuk 13 pemeliharaan sungai sebesar 636 literdetik. Setelah diketahui ketersediaan dan kebutuhan air selanjutnya dianalisis keseimbangannya dengan neraca air. Ketersediaan air dan kebutuhan air pada tahun 2006 dapat dikatakan bahwa air masih mencukupi untuk sektor yang ada. Proyeksi masa yang akan datang tahun 2020 dengan skenario yang digunakan, ketersediaan air tahun 2020 masih dapat dipenuhi sesuai dengan asumsi yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air domestik, pertanian, industri dan lainnya. Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air Baku PDAM Kota Bogor Arwin dan Mukmin 2006 menganalisis keandalan debit Sungai Cisadane dalam memenuhi kebutuhan debit PDAM Kota Bogor. Debit sumber air baku yang harus dipenuhi untuk memenuhi target pemerintah Kota Bogor 2010 adalah 2 375 literdetik, dimana eksisting sumber air baku tahun 2004 adalah 1 . 225 literdetik, sehingga pada tahun 2010 diperlukan penambahan debit air baku sebesar 1 150 literdetik. Prospek air Sungai Cisadane sebagai air baku PDAM Kota Bogor dalam rangka peningkatan pelayanan hingga tahun 2010 dianalisis secara statistik dengan meneliti perilaku debit air kering yang tercatat di masa lampau untuk dapat menentukan keandalan debit air masa depan sesuai dengan ketentuan teknis penyediaan air minum perkotaan. Dari analisis statistik data aliran minimum Sungai Cisadane pada periode musim-musim kemarau debit air ekstrim kering dari penelurusan debit air kering di Pos Batubelaah 1971-2003 bahwa besaran debit air tidak ditemukan suatu distribusi teoritis yang mutlak seragam untuk semua uji kesesuian distribusi teoritis tetapi ada kecenderungan didominasi oleh distribusi Log-Pearson III. Kisaran sumber air baku domestik dari Intake Ciherang Pondok diperoleh dari analisis keandalan debit rencana kering disarankan yaitu 2 998 literdetik, dan debit rencana kering maksimum diperkenankan adalah 5 660 literdetik. Laju permintaan tambahan air baku Kota Bogor pada tahun 2004 adalah 1 . 225 literdetik dan pada tahun 2010 menjadi 2 375 literdetik sedangkan potensi sumber air baku dengan mengembangkan kapasitas sadap Sungai Cisadane adalah 860 literdetik Intake Ciherang Pondok, Intake Cipaku. Bila pengembangan Penyediaan Air Minum PDAM Kota Bogor, berpedoman kriteria air baku menggunakan keandalan debit air musim kering disarankan adalah 2 . 998 literdetik. 14 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031 adalah 87.71 Bappeda Kota Bogor 2011. Ketersediaan sumber air dalam memenuhi kebutuhan semakin terbatas. Kapasitas penyadapan air baku di intake dan kapasitas instalasi pengolahan air mempunyai ambang batas tertentu. Sementara jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan air minum terus meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan air minum Kota Bogor, dan kapasitas pelayanan air minum maka perlu dilakukan analisis estimasi kebutuhan dan ketersediaan air masa yang akan datang agar kebutuhan penduduk dapat terpenuhi. Penyediaan air minum 20 tahun yang akan datang tahun 2031 dianalisis secara spasial untuk mengetahui wilayah yang penduduknya dilayani PDAM dan non PDAM. Analisis spasial dilakukan dengan analisis pemetaan pelayanan air minum PDAM dan simulasi hidrolika pelayanan perpipaan PDAM untuk melihat kemampuan kapasitas infrastruktur yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis persepsi masyarakat yang pemenuhan kebutuhan air minumnya berasal dari non PDAM, untuk mengetahui sistem pelayanan yang paling tepat dan cocok dalam pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tersebut. Rencana penyediaan air minum PDAM dan Non PDAM mengacu pada RTRW Kota Bogor 2011-2031, Master Plan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, dan Review Rencana Induk SPAM Kota Bogor Tahun 2011. Berbagai rencana yang disusun untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga tahun 2031 perlu ditentukan prioritas arahan yang tepat sasaran dengan menghimpun pendapat- pendapat stakeholders. Analisis Hirarki Proses AHP digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dengan pilihan terbaik dari beberapa alternatif rencana dan arahan pengembangan SPAM Kota Bogor. Rencana dan arahan pengembangan SPAM prioritas akan menjadi masukan untuk review rencana tata ruang wilayah khususnya dalam rencana struktur ruang, rencana sistem jaringan air minum. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor yang terletak diantara 106 43’30”BT-106 51’00”BT dan 6 30’30”LS–6 41’00”LS. Kota Bogor mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer dan mempunyai luas wilayah 118.50 km 2 . Kota Bogor dikelilingi morfologi perbukitan di bagian timur dan barat, serta lereng gunung api di bagian selatan Gunung Salak dan Gunung Pangrango dan Kota Bogor terletak di cekungan yang terbuka kearah utara. Kota Bogor dilalui 2 sungai besar yaitu: Sungai Ciliwung dan Cisadane dengan 7 anak sungai yang berasal dari lereng Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Pengumpulan data, pengolahan dan analisis data hingga penulisan penelitian dilakukan dari Bulan Mei sampai Oktober 2012. 15 Pengembangan SPAM non PDAM Analisis AHP untuk arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Analisis spasial pelayanan air minum perpipaan PDAM 20 tahun akan datang Wilayah terlayani Wilayah tidak terlayani Persepsi masyarakat tentang SPAM yang representatif Pengembangan SPAM PDAM Penambahan jaringan distribusi Pencarian sumber baru Efisiensi operasional maintenance Pengelolaan SPAM berbasis masyarakat Sistem komunal Analisis kebutuhan dan ketersediaan air 20 tahun akan datang Kondisi aktual: -Pertumbuhan dan kebutuhan penduduk semakin meningkat -Ketersediaan air baku ekonomis semakin menurun -Proporsi penduduk terlayani SPAM belum mencapai target RTRW Rencana induk SPAM Gambar 3 Kerangka pikir penelitian 16 Tabel 3 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan output yang diharapkan No Tujuan Jenis data Sumber data Teknik pengumpulan data Teknik analisis data Output yang diharapkan 1 Menganalisis kebutuhan dan ketersediaan air • Jumlah penduduk • Jumlah pelanggan per zona • Data debit mata air • Data debit Sungai Cisadane • BPS • PDAM • Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Ciliwung- Cisadane Pengumpulan data sekunder • Analisis pertumbuhan penduduk growth • Analisis debit bangkitan untuk ketersediaan air baku a.Prediksi kebutuhan air hingga tahun 2031 b. Prediksi ketersediaan air baku 2 Menganalisis wilayah terlayani air bersih yang dikelola PDAM melalui perpipaan • Peta jaringan air bersih • Peta citra Kota Bogor • Peta struktur ruang • Data panjang diameter pipa • Output 1 • PDAM • Bappeda Pengumpulan data sekunder • Analisis spasial perpipaan PDAM • Simulasi EPANET distribusi perpipaan 20 th yad a. Peta wilayah yang terlayani PDAM b. Peta wilayah yang tidak terlayani PDAM 3 Menyusun arahan untuk pengembangan SPAM Kota Bogor • Rencana induk SPAM • RTRW • Data studi EHRA • Output 2a • Output 2b • PDAM • Bappeda • Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman • Wawancara persepsi masyarakat • Wawancara AHP • Analisis persepsi masyarakat • Analisis AHP Arahan pengembangan SPAM 17 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti data dari PDAM Tirta Pakuan, BPS, Bappeda Kota Bogor, Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air PSDA Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane maupun literatur-literatur dari perpustakaan, internet dan jurnal. Adapun data primer diperoleh dari wawancara dengan masyarakat yang tidak terlayani oleh PDAM, dan kuesioner AHP dengan stakeholders yang terkait dengan sistem penyediaan air minum. Jenis data, sumber data, dan metode analisis yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3. Bahan dan Alat Bahan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data primer didapatkan dari wawancara dan kuesioner dari masyarakat dan para pakar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan perangkat lunak Python, ArcGIS, AutoCad, MapInfo dan EPANET 2.0, dan peralatan penunjang lainnya. Metode Analisis Data Penyediaan air minum perkotaan diprioritaskan pelayanan dengan sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM karena lebih andal dan sehat Bappenas 2007, sehingga analisis pertama yang dilakukan adalah terhadap wilayah pelayanan PDAM dengan sistem perpipaan. Analisis Kebutuhan Air Minum Analisis kebutuhan air minum untuk memprediksi kebutuhan 20 tahun mendatang diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk dengan analisis pertumbuhan, kemudian memperkirakan jumlah penduduk yang akan dilayani sesuai target RTRW. Selanjutnya prediksi kebutuhan domestik dihitung dari perkalian jumlah jiwa terhadap kebutuhan domestik Model pertumbuhan penduduk menggunakan persamaan pertumbuhan persamaan 1 sampai 4, dengan menggunakan software pemograman Phyton. Software ini dipilih karena mampu mengeksekusi persamaan yang cukup banyak, jumlah persamaan yang dieksekusi dalam penelitian ini sebanyak 272 persamaan 4 persamaan model proyeksi jumlah penduduk di 68 kelurahan. Discrete Time Model : Pt = Po 1 + r …..….…….……1 Continuous Time Model : Pt = Po + αt … …….…………2 Exponensial : Pt = Po exp αt ………....………3 Kurva GompertzSaturation : Pt = W expα + β t 1 + expα + β t ..…………..……4 18 Pt merupakan prediksi jumlah penduduk pada tahun yang ditentukan dalam satuan jiwa. Po merupakan jumlah penduduk tahun awal. R merupakan pertumbuhan penduduk. t merupakan titik tahun yang akan dihitung prediksinya selisih tahun antar Pt dan Po. W, α, β adalah konstanta. Model yang digunakan adalah model pertumbuhan dengan nilai R 2 tertinggi, yaitu mendekati nilai 1. Analisis Debit Bangkitan untuk Prediksi Ketersediaan Air Baku Prediksi ketersediaan air dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan menggunakan pemodelan stokastik Thomas Fiering. Data debit historis yang dipakai adalah data debit bulanan. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data debit dilihat dari koefisien skewness Cs, jika nilai Cs tidak mendekati nol maka data asli harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi data yang mendekati normal dengan nilai Cs mendekati nol. Transformasi dilakukan dengan menggunakan metode Probability Plot of Correlation Coefficient PPCC dengan rumus: λ λ λ 1 − = j m j tm X X λ ≠ 0 log j m j tm X X = λ λ = 0 dimana : j tm X λ = Debit hasil transformasi λ = Parameter transformasi j m X = Debit historis Selanjutnya adalah melakukan pembangkitan data debit bulanan, persamaan model stokastik dengan metode Thomas Fiering dengan rumus sebagai berikut: 1 2 1 1 1 r q Qx b q Qx j i j i j j i − + − + = + + + σ ξ j j j j r b σ σ 1 . + = Dimana : Qx i+1 , Qx i = nilai sintetik pada bulan ke i+1 dan ke-i 1 , + j j q q = nilai rata-rata bulanan pada saat bulan ke j dan j+1 bj = koefisien regresi least square ξ i = nilai acak pada saat ke i σ j+1 = simpangan baku pada saat bulan ke j+1 rj = koefisien korelasi data bulanan pada saat bulan ke j Untuk mendapatkan pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering maka diperlukan suatu nilai acak ξ yang mengikuti fungsi normal. Bilangan acak tersebut berdistribusi seragam antara 0 dan 1, dapat diperoleh dengan program komputer Excel atau Python dan diubah menjadi bilangan acak berdistribusi normal baku dengan dengan nilai tengah 0 dan variasi 1. 19 Berikutnya melakukan re-transformasi debit bulanan hasil metode Thomas Fiering untuk menghasilkan data debit sebenarnya dengan rumus sebagai berikut: X = Xt.λ +1 1λ Dimana : X = Debit re-transformasi Xt = Debit transformasi λ = Parameter transformasi Analisis Spasial terhadap Wilayah Pelayanan Air Minum Analisis spasial wilayah pelayanan air minum dilakukan pada wilayah pelayanan yang dikelola PDAM Tirta Pakuan, untuk mengetahui wilayah yang terlayani PDAM dan persentase penduduk yang terlayani. Wilayah pelayanan dengan sistem perpipaan dibagi menjadi 6 zona. Pembagian zona ini berdasarkan kemampuan debit dan tekanan air dari reservoir, karena sistem pengaliran mengandalkan sistem gravitasi. Jaringan perpipaan yang telah dibangun dalam bentuk sistem informasi geografis Geographic Information System atau GIS dibentuk jaringan topologi setiap zonanya. Pengecekan fitur line dan point pada koneksi pipa perlu diperhatikan dalam pembentukan GIS network topologi. Topologi tersebut merupakan aturan yang membentuk relasi spasial antar fitur. Setelah topologi terbentuk data GIS tersebut ditransfer ke perangkat lunak EPANET 2.0. Dengan EPANET 2.0 pengecekan fitur dan topologi dapat dilakukan, semua node pipa dipastikan saling terhubung, dan diidentifikasi kemiripan 2 node berdekatan dengan syarat diameter pipa tepat, tidak ada pipa paralel yang overlap dan pompa atau asesoris pipa terkoneksi dengan fitur line Edwards 2009 Dalam menjalankan program EPANET 2.0 data-data yang diperlukan antara lain: 1. Koordinat X dan Y, digunakan untuk menentukan posisi node pada arah horizontal dan vertikal. 2. Titik elevasi node, dimana digunakan untuk perhitungan sisa tekanan. 3. Kebutuhan rata-rata air untuk suplai atau besar debit suplai dari sumber. 4. Pola kebutuhan. 5. Tinggi tekanan pada titik reservoar yang biasanya dimasukkan adalah nilai tinggi elevasi titik reservoar. 6. Titik awal node pipa, dalam pembuatan titik awal sebaiknya dimulai dari titik perkiraan arah aliran dalam pipa. 7. Titik akhir node pipa. 8. Panjang pipa dan diameter pipa. 9. Koefisien kekasaran pipa. 10. Koefisien kehilangan tekanan di aksesoris pipa, jika dimasukan 0 maka minor losses diabaikan. 11. Status keadaan pipa, tertutup, terbuka atau aliran pipa hanya satu arah. Penggunaan aplikasi EPANET 2.0 urutannya adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah mengisi properti data masukan model jaringannya sesuai tabel input. Tahap sebelum simulasi adalah memeriksa ulang kemungkinan adanya node atau pipa yang belum masuk ke dalam model. 20 Analisis Deskriptif Kuantitatif terhadap Persepsi Masyarakat Penentuan persepsi responden terhadap prioritas sistem penyediaan air minum Kota Bogor dilakukan dengan sejumlah pertanyaan melalui wawancara. Responden akan ditanyakan tentang sistem penyediaan air minum yang paling tepat diterapkan di wilayah permukiman mereka. Masing-masing kategori jawaban akan diberi nilai dari 0 sampai 9, dimana nilai terbesar adalah “Sangat Setuju” SS dengan nilai 9 dan yang terkecil adalah “Sangat Tidak Setuju” STS dengan nilai 0. Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden, sehingga dapat diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataantanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan Interval nilai tanggapan Tingkat persepsi 6,00 – 9,00 Tinggi 3,00 – 5,99 Sedang 0,00 – 2,99 Rendah Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum. Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Analisis Hirarki Proses AHP untuk Arahan Pengembangan SPAM Prioritas arahan pengembangan SPAM Kota Bogor ditentukan dengan menggunakan AHP dalam menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dalam penelitian ini memuat dua level hirarki seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 Hirarki AHP penyusunan prioritas arahan pengembangan SPAM Prioritas Pengembangan SPAM di Kota Bogor PDAM Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat Penambahan Jaringan Distribusi Penambahan Sumber Air Baku Baru Efisiensi operasional maintenance Pengelolaan Sistem komunal Non PDAM 21 Menentukan prioritas dari setiap kriteria dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Penilaian kepentingan dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i memiliki salah satu angka tingkat kepentingan pada skala dasar, misalnya dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan 13 kali kebalikannya ketika dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya, sama penting. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Saaty menetapkan skala 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan berpasangan paired comparison. Skala perbandingan berpasangan tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP Nilai skala Keterangan 1 Kriteriaalternatif A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan Nilai-nilai perbandingan kemudian konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Apabila rasio konsistensi consistency ratio atau CR sudah memenuhi syarat dibawah 0.10 maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub-elemen, lalu dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem. Untuk mengetahui prioritas pengembangan SPAM Kota Bogor, disusun sejumlah pertanyaan yang terstruktur dan berhirarki, melibatkan responden berasal dari pemerintah, PDAM, akademisi dan tokoh masyarakat. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sengaja dari stakeholder tersebut. Prinsip penilaian AHP adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara satu elemen dengan elemen lain yang berbeda, pada tingkatan hirarki yang sama berdasarkan pertimbangan tertentu. Data diolah dan dianalisis dengan bantuan program Expert Choice 2000, analisis yang dilakukan mencakup analisis pendapat individu dan analisis pendapat gabungan. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor Kebutuhan air secara umum dikelompokkan menjadi kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan rumah tangga yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, persentase penduduk yang dilayani, dan konsumsi pemakaian air. Kebutuhan non domestik dapat dihitung dari persentase kebutuhan domestik, dimana mencakup kebutuhan air di fasilitas sosial, niaga, perkantoran dan industri. Tingkat kebutuhan air suatu wilayah dengan jumlah populasi yang lebih besar akan lebih tinggi dibandingkan wilayah yang berpopulasi lebih sedikit. Tingkat kebutuhan air di suatu wilayah berkaitan dengan jumlah populasi. Populasi merupakan faktor yang terpenting dalam memperkirakan penggunaan air pada masa mendatang. Prediksi kebutuhan air diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk pada masa yang akan datang. Proyeksi Jumlah Penduduk Perkiraan penggunaan air didasarkan pada proyeksi penduduk, beberapa metode telah dikembangkan sehubungan dengan proyeksi populasi. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang digunakan analisis pertumbuhan growth. Model pertumbuhan penduduk yang digunakan pada penelitian ini adalah discrete time, continuous time, eksponensial dan saturation. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor diproyeksikan per kelurahan karena prediksi kebutuhan air dihitung berdasarkan zona pelayanan yang menggunakan satuan wilayah terkecil kelurahan. Kota Bogor terdiri dari 68 kelurahan, pada kurun waktu 1990-2010 pertumbuhan penduduk pada setiap kelurahan memiliki model pertumbuhan yang berbeda, kelurahan di pusat kota mengalami penurunan jumlah penduduk dan kelurahan di sub pusat kota mengalami peningkatan. Dari empat model pertumbuhan yang digunakan dipilih salah satu model yang memiliki nilai koefisien determinasi R 2 tertinggi untuk memproyeksikan jumlah penduduk. Data eksisting yang digunakan pada penelitian ini adalah data sensus penduduk tahun 1990, 2000 dan 2010, kemudian data Kecamatan Dalam Angka tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009. Dari empat model pertumbuhan yang digunakan, model yang dominan terpilih adalah saturation, dimana 59 kelurahan menggunakan model ini dan 9 kelurahan dengan model ekponensial seperti yang ditampilkan pada Lampiran 1. Jika nilai R 2 suatu model pertumbuhan sama dengan model yang lain, maka model saturation menjadi pilihan utama karena model tersebut paling sesuai dengan perkembangan Kota Bogor. Pertumbuhan Kota Bogor terus meningkat hingga mencapai batas ambang tertentu atau titik jenuh saturation dikarenakan keterbatasan ketersediaan ruang dan keterbatasan kota dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Persamaan proyeksi masing-masing kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan persamaan proyeksi tersebut selanjutnya dihitung prediksi jumlah penduduk masa yang akan datang seperti yang tampilkan pada Tabel 6. 23 Tabel 6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan Kecamatan Kelurahan Jumlah penduduk jiwa Sensus Tahun Proyeksi jumlah pendudukjiwa Tahun 1990 2000 2010 2015 2021 2031 Bogor Selatan Mulyaharja 8 258 12 262 18 164 21 286 26 678 38 822 Pamoyanan 6 026 8 920 13 190 15 450 17 587 20 337 Ranggamekar 6 248 9 440 13 054 15 035 16 708 18 685 Genteng 4 093 5 786 7 660 8 817 9 796 11 062 Kertamaya 2 971 3 898 5 566 6 628 8 077 11 229 Rancamaya 3 525 4 217 6 206 7 517 9 098 12 507 Bojongkerta 4 962 6 124 8 898 10 969 13 420 18 780 Harjasari 5 502 9 711 13 911 16 732 17 862 18 721 Muarasari 6 601 8 241 9 843 10 988 11 732 12 649 Pakuan 4 744 4 966 5 653 5 846 6 171 6 753 Cipaku 7 983 9 944 12 722 14 744 16 156 18 056 Lawanggintung 8 084 7 906 7 676 7 538 7 351 6 979 Batutulis 10 784 10 485 10 301 10 165 10 026 9 798 Bondongan 14 929 13 446 13 482 12 810 12 394 11 731 Empang 18 194 16 760 17 238 17 579 17 903 18 457 Cikaret 12 180 15 401 17 828 17 996 18 883 19 977 Bogor Timur Sindangsari 7 456 7 859 9 796 10 318 11 251 12 996 Sindangrasa 6 382 9 371 13 328 15 970 18 069 20 726 Tajur 6 170 5 989 6 549 6 598 6 719 6 925 Katulampa 7 883 17 774 27 080 28 857 30 624 31 826 Baranangsiang 22 554 24 043 26 781 29 068 30 972 34 428 Sukasari 12 023 11 964 11 564 11 600 11 511 11 161 Bogor Utara Bantarjati 17 509 22 339 24 261 25 152 25 731 26 244 Tegalgundil 14 278 22 577 27 402 31 050 32 166 32 971 Tanahbaru 11 212 17 254 23 222 25 624 27 744 29 948 Cimahpar 8 048 10 936 17 782 22 053 28 408 43 324 Ciluar 6 949 9 016 14 656 18 218 22 645 31 520 Cibuluh 13 794 17 623 18 775 18 961 19 061 19 115 Kedunghalang 12 104 15 658 20 580 22 997 26 165 31 632 Ciparigi 10 156 16 710 23 765 26 973 29 602 32 282 Bogor Tengah Paledang 12 499 10 421 11 520 12 122 12 873 14 231 Gudang 8 831 7 603 7 434 6 934 6 571 6 006 Babakan Pasar 11 967 10 480 10 163 9 549 9 079 8 346 Tegallega 14 766 14 564 18 606 19 669 21 324 24 398 Babakan 8 780 6 039 9 297 9 743 9 971 10 361 Sempur 9 204 7 829 8 117 8 265 8 446 8 757 Pabaton 4 718 3 719 3 007 2 712 2 377 1 908 Cibogor 9 467 7 473 7 581 7 636 7 702 7 813 Panaragan 7 375 6 270 7 147 7 786 8 435 9 638 Kebonkalapa 11 033 10 336 11 128 11 642 12 181 13 137 Ciwaringin 8 323 6 496 7 398 7 895 8 536 9 721 Bogor Barat Pasirmulya 3 617 4 270 4 907 5 321 5 834 6 801 Pasirkuda 10 654 12 053 14 104 14 886 16 152 18 507 Pasirjaya 15 131 17 327 20 549 22 764 24 963 28 892 Gunungbatu 16 940 18 209 18 631 18 852 18 940 19 009 Loji 10 755 12 000 13 506 14 843 15 726 17 044 Menteng 13 954 13 587 15 689 15 741 16 323 17 340 Cilendek Timur 8 091 10 349 16 058 17 986 22 051 30 967 Cilendek Barat 11 560 14 309 16 622 18 319 19 943 22 499 Sindangbarang 11 185 11 893 16 319 17 915 20 344 25 146 Margajaya 3 986 5 040 5 369 5 424 5 455 5 472 Balungbangjaya 6 799 8 577 12 131 12 993 15 280 20 020 Situgede 5 236 6 999 9 054 10 565 12 084 14 619 Bubulak 7 025 8 939 13 952 15 264 18 629 25 968 Semplak 7 395 8 497 10 694 12 157 13 638 16 378 Curugmekar 4 755 7 453 12 152 15 375 17 247 19 071 Curug 5 142 6 925 11 347 13 675 17 488 26 349 Tanah Sareal Kedungwaringin 9 885 16 382 21 315 25 996 27 453 28 565 Kedungjaya 9 125 10 495 12 767 13 926 15 454 18 384 Kebonpedes 21 935 21 109 22 329 22 804 23 544 24 833 Tanahsareal 10 342 8 511 8 847 9 020 9 232 9 596 Kedungbadak 19 594 21 786 27 381 29 456 32 691 38 892 Sukaresmi 5 830 8 662 11 593 13 285 14 836 16 825 Sukadamai 7 949 9 727 13 113 15 285 18 054 23 826 Cibadak 8 794 15 686 25 037 28 866 37 953 59 879 Kayumanis 6 181 8 398 13 233 16 102 20 704 31 476 Mekarwangi 6 675 8 457 18 457 23 558 34 052 62 928 Kencana 5 255 7 329 16 847 23 100 34 948 69 677 Kota Bogor 642 355 750 819 950 334 1 050 970 1 177 023 1 432 920 24 Secara umum prediksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang mengalami peningkatan Tabel 6. Beberapa kelurahan mengalami penurunan jumlah penduduk, yaitu Kelurahan Lawanggintung, Batutulis, Bondongan, Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton. Tujuh kelurahan tersebut telah mengalami titik jenuh saturation dikarenakan beberapa hal, diantaranya keterbatasan ketersediaan ruang seperti yang terjadi di Kelurahan Lawanggintung, Batutulis dan Bondongan, serta adanya keterbatasan fungsi ruang perkotaan yang beralih menjadi pusat perekonomian dan jasa seperti Kelurahan Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton. Prediksi Kebutuhan Air Minum Perkiraan kebutuhan air minum dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang telah dianalisis sebelumnya, selanjutnya persentase penduduk terlayani direncanakan sebesar 87.71 pada tahun 2031. Dari prediksi jumlah penduduk yang akan dilayani dapat diperkirakan jumlah sambungan rumah tangga, dengan asumsi satu rumah tangga terdiri atas 5 jiwa penduduk. Selanjutnya pemakaian air rumah tangga direncanakan sesuai dengan standar pemakaian air untuk sambungan rumah Kota Bogor dalam Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan, yaitu 155 loh pada tahun 2031, dan pemakaian air hidran umum HU adalah 30 loh, dengan asumsi setiap hidran dipergunakan oleh 100 orang. Target pelayanan penduduk melalui HU disetiap zona didasarkan atas rencana pada Rencana Induk SPAM PDAM, dimana tahun 2031 persentase masyarakat dilayani HU sebesar 0.1 dari perkiraan penduduk terlayani. Selanjutnya dihitung merupakan jumlah kebutuhan domestik dari penjumlahan kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan hidran umum tersebut. Perkiraan kebutuhan non domestik dihitung dari persentase kebutuhan domestik. Kebutuhan non domestik Kota Bogor berdasarkan Rencana Induk PDAM adalah 22 terhadap kebutuhan domestik, sehingga angka ini menjadi acuan untuk perhitungan kebutuhan fasilitas non domestik pada penelitian ini. Besaran debit air baku yang dibutuhkan harus memperhitungkan debit kehilangan air baik di pipa distribusi maupun kehilangan air untuk operasional dan maintenance. Tingkat kehilangan air ditargetkan pada tahun 2031 sebesar 29 berdasarkan RTRW. Debit air yang hilang dihitung dengan mengalikan tingkat kehilangan air tersebut dengan total kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan rata-rata harian Qhrt selanjutnya dihitung dengan menjumlahkan kebutuhan domestik dan non domestik ditambahkan dengan prediksi kehilangan air. Dengan mengetahui nilai Qhrt maka debit kebutuhan maksimum Qhm dapat diketahui untuk menentukan volume reservoar dan perkiraan debit untuk operasional dan maintenance sistem distribusi seperti pengurasan dan penggelontoran pipa. Debit kebutuhan maksimum didapatkan dengan mengalikan Qhrt dengan faktor hari maksimum 1.15. Selanjutnya dapat diketahui besar kebutuhan air baku dari perkalian Qhm dengan faktor kehilangan air saat produksi, dalam Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan faktor kehilangan air tersebut adalah 1.05, dimana kehilangan air saat pengolahan air baku terjadinya sebesar 5 dari debit air baku yang diambil dari sumber. Kehilangan air saat produksi terjadi pada saat proses pengolahan di Water Treatment Plant. Perhitungan perkiraan kebutuhan air baku setiap zona terdapat perbedaan pada target penduduk yang dilayani dan tingkat kehilangan air. Target 25 penduduk yang akan dilayani dan tingkat kehilangan air masing-masing zona ditetapkan berdasarkan Rencana induk SPAM PDAM, dimana penentuannya mengacu pada target yang direncanakan dalam RTRW. Perhitungan prediksi penduduk yang terlayani, prediksi kebutuhan domestik dan non domestik hingga prediksi kebutuhan air baku dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Prediksi kebutuhan air minum Kota Bogor Uraian Satuan Kondisi Proyeksi thn 2011 thn 2031 A Jumlah penduduk kota jiwa 990 480 1 432 920 B Target penduduk terlayani a 55.70 87.71 C Penduduk terlayani C = A x B jiwa 526 215 1 256 814 D Keluarga terlayani D = C : 5 unit 105 243 251 363 E Jumlah sambungan rumah unit 97 127 235 125 E = 93.54 b X D F Standar pemakaian air rumahtangga c loh 148 155 G Kebutuhan air rumah tangga literdetik 831.29 2109.05 G = F x E x 5 24 x 3600 H Jumlah hidran umum HU unit 29 215 I Standar pemakaian HU d loh 30 30 J Kebutuhan air melalui HU literdetik 0.10 44.79 J = I x H x 100 e 24 x 3600 K Total kebutuhan domestik K = G + J literdetik 832.30 2 153.84 L Total kebutuhan non domestik literdetik 183.11 538.46 L = f x K M Kehilangan air g 33.46 29.00 N Debit harian rata-rata Qhrt literdetik 1526.01 3791.97 N = K+L x 100 100 – M O Debit harian maksimum Qhm literdetik 1754.91 4360.76 O = 1.15 h x N P Debit kebutuhan air baku literdetik 1842.65 4578.81 P = 1.05 i x O a Target penduduk dilayani berdasarkan RTRW 2011-2031 dan Rencana Induk PDAM tahun 2011 b Jumlah sambungan rumah adalah 93.54 dari total sambungan, 6.46 adalah sambungan niaga sosial, instansi pemerintah dan industri PDAM 2011 c Sesuai dengan rencana standar pemakaian air rumah tangga dalam satuan liter per orang per hari pada Rencana Induk PDAM tahun 2011 d Standar pemakaian air hidran umum berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2005 dalam Bappenas 2006 e Setiap unit hidran umum diasumsikan melayani 100 orang PDAM 2011 f Kebutuhan non domestik di Kota bogor tahun 2011 adalah 22 kebutuhan domestik PDAM 2011, dan pada tahun 2031 diasumsikan kebutuhan non domestik meningkat menjadi 25 kebutuhan domestik. g Target kehilangan air di jaringan distribusi tahun 2015 adalah 32 dan menurun pada tahun 2031 menjadi 29 RTRW 2011-2031 h nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2005 dalam Bappenas 2006 i Diasumsikan terjadi kehilangan air saat produksi sebesar 5 sehingga kebutuhan air baku dikalikan 1.05 PDAM 2011 26 Proyeksi Kebutuhan Air per Zona Pelayanan Perhitungan perkiraan kebutuhan air penduduk Kota Bogor dikelompokkan dalam enam zona Tabel 8. Pengelompokkan tersebut berdasarkan sistem distribusi PDAM Tirta Pakuan, dan zona tersebut terbentuk berdasarkan letak sumber air baku dan pengaliran jaringan perpipaan secara gravitasi. Setiap zona terdiri atas beberapa kelurahan, yaitu: 1. Zona 1 terdiri atas Kelurahan Kertamaya, Rancamaya, Harjasari, Muarasari, Pakuan, Sindangsari, Sindangrasa, Tajur, 45 Kelurahan Genteng, 34 Kelurahan Cipaku, 57 Kelurahan Lawanggintung, 4 Kelurahan Baranangsiang, 91 Kelurahan Katulampa, dan direncanakan akan melayani Kelurahan Bojongkerta yang sebelumnya belum terlayani. 2. Zona 2 terdiri atas 9 Kelurahan Ranggamekar, 55 Kelurahan Genteng, 66 Kelurahan Cipaku, 17 Kelurahan Batutulis. 3. Zona 3 terdiri atas Kelurahan Bondongan, Empang, Sukasari, Paledang Gudang, Babakan Pasar, 5 Kelurahan Mulyaharja, 43 Kelurahan Lawanggintung, 83 Kelurahan Batutulis, 96 Kelurahan Baranangsiang, 9 Kelurahan Katulampa, 24 Kelurahan Panaragan, 36 Kelurahan Pasirjaya. 4. Zona 4 terdiri atas Kelurahan Tegallega, Babakan, Sempur, Pabaton, Cibogor, Panaragan 76, Kebonkalapa, Ciwaringin, Kedungwaringin, Kedungjaya, Kebonpedes, Tanahsareal, Kedungbadak, Sukaresmi, Sukadamai, Cibadak, Kayumanis, Mekarwangi, Kencana, Bantarjati, Tegalgundil, Tanahbaru, Cimahpar, Ciluar, Cibuluh, Kedunghalang, Ciparigi, Menteng, Cilendek Timur, Cilendek Barat, Sindangbarang 7, Margajaya, Bubulak, Semplak Curugmekar, Curug, Balungbangjaya, dan Situgede. 5. Zona 5 terdiri atas Kelurahan Pamoyanan dan Ranggamekar91. 6. Zona 6 terdiri atas Kelurahan Mulyaharja 95, Cikaret, Pasirmulya, Pasirkuda, Pasirjaya 64, Gunungbatu 99, Loji, Sindangbarang 93 Tabel 8 Prediksi kebutuhan air per zona Uraian Satuan Proyeksi tahun 2031 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 1 Proyeksi jumlah penduduk jiwa 166 720 21 349 131 636 915 778 37 340 159 905 2 Target penduduk terlayani 73.00 86.00 97.00 92.00 73.00 75.00 3 Penduduk terlayani jiwa 121 706 18 360 127 687 842 516 27 258 119 929 4 Keluarga terlayani unit 24 341 3 672 25 537 168 503 5 452 23 986 5 Jumlah sambungan rumah unit 22 791 3 556 22 981 158 561 5 288 22 738 6 Kebutuhan air rumah tangga ldtk 204.43 31.90 206.14 1422.28 47.43 203.96 7 Rencana jumlah hidran umum unit 20 4 30 125 6 30 8 Kebutuhan air melalui HU ldtk 0.69 0.14 1.04 4.34 0.21 1.04 9 Kebutuhan domestik ldtk 205.12 32.04 207.18 1 426.62 47.64 205.00 10 Kebutuhan non domestik ldtk 51.28 8.01 51.79 356.65 11.91 51.25 11 Kehilangan air 37 26 43 19 27 20 12 Debit harian rata-rata Qhrt ldtk 406.99 54.12 454.34 2201.57 81.58 320.32 13 Debit harian maksimum Qhm ldtk 468.04 62.24 522.49 2531.81 93.82 368.37 14 Debit kebutuhan air baku ldtk 491.44 65.35 548.62 2658.40

98.51 386.78

27 Analisis Ketersediaan Air Baku Ketersediaan air baku yang dianalisis adalah sumber air baku yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan yang berasal dari Sungai Cisadane dan 4 mata air yang meliputi Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air Palasari. Ketersediaan air baku yang berasal dari mata air semakin menurun dari kapasitas yang telah direncanakan. Mata air adalah sumber air baku yang paling ekonomis, karena air dari mata air tidak memerlukan pengolahan lengkap untuk memenuhi syarat baku mutu air minum, dan tidak memerlukan biaya besar. Pada tahun 2011 pasokan air baku dari empat mata air adalah 21.94 335.10 literdetik dan dari Sungai Cisadane 1191.97 literdetik 78.06. Karena kemampuan mata air semakin menurun menyebabkan Sungai Cisadane menjadi sumber air baku tumpuan Kota Bogor. Sumber air baku yang diambil dari Sungai Cisadane memerlukan pengolahan lengkap karena kualitas air yang belum memenuhi syarat baku mutu air bersih. Analisis Ketersediaan Debit Sungai Cisadane Hulu Sungai Cisadane adalah sumber air baku utama Kota Bogor. Pasokan air baku untuk air minum dari Sungai Cisadane ditangkap dari dua lokasi yaitu Intake Cipaku dan Intake Ciherang Pondok yang selanjutnya diolah di Water Treatment Plant WTP Cipaku dan WTP Dekeng. Ketersediaan air dari Sungai Cisadane hingga tahun 2031 diprediksi menggunakan data debit historis Sungai Cisadane dari Pos Duga Air PDA Legokmuncang yang terletak di hulu sungai. Data ini dipilih karena ketersediaan datanya lengkap dengan interval waktu lebih dari 20 tahun, dan terletak di antara dua intake PDAM, yaitu berjarak sekitar 13 km bagian utara hilir Intake Ciherang Pondok dan berjarak sekitar 1 km ke selatan hulu Intake Cipaku. Prediksi ketersediaan air dari Sungai Cisadane 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan Metode Thomas Fiering. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data dengan melihat nilai koefisien skewness Cs dari data debit historis. Jika data tidak normal atau nilai Cs tidak mendekati nol maka data asli harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi data yang mendekati normal dengan nilai Cs mendekati nol. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien skewness adalah: Cs = 3 3 2 1 x stdev n n x x n − − − ∑ contoh perhitungan nilai koefisien skewness Bulan Januari: Cs = 3 3 3 33 . 19 2 22 1 22 ] 18 . 25 48 . 34 ......... 18 . 25 90 . 10 [ 22 − − − + + − = 2.69 Nilai koefisien skewness debit historis Bulan Januari-Desember yang ditunjukkan pada Tabel 9 tidak mendekati nol, sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi.