Landasan Teori dan Kerangka konseptual Kajian Penelitian Sebelumnya

Tasawuf Haji Hasan Mustapa, yang disalin ulang pada Bulan Desember 1990 Masehi, yang juga penyalinnya tidak mencantumkan nama. Naskah-naskah tersebut akan dikaji dan diteliti dengan menggunakan kajian filologi, sejarah, atau yang lainnya. Peneliti akan melihat setiap naskahdengan detail, baik dari sistematika isi naskah, simbol-simbol yang digunakan, tema yang dimunculkan, dan termnama yang digunakan. Selain itu peneliti akan mencoba untuk mengungkap kekhasan martabat tujuh Haji Hasan Mustapa, yang terdapat dalam dua sumber tersebut, yang diperkirakan ada pengaruh budaya, sosial pada isi naskah tersebut. Selain itu peneliti juga menggunakan data skunder seperti buku, laporan, artikel, kamus, dan ensiklopedi yang ada relevansinya dengan pembahasan ini. Data-data tersebut dipahami dan dianalisis secara sistimatis dan komprehensif serta memadukannya dengan konsep-konsep atau teori tasawuf lainnya, kemudian disimpulkan sehingga makna dari data-data tersebut bisa ditemukan.

D. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui secara mendalam konsep Martabat Tujuh yang dianut oleh Haji Hasan Mustapa 2. Untuk menelusuri secara historis bagaimana teori martabat tujuh diterima oleh Haji Hasan Mustapa

E. Landasan Teori dan Kerangka konseptual

Menurut bahasa, martabat tujuh berarti tujuh tingkatan atau tahapan. Sedangkan menurut istilah , martabat tujuh merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan tentang terjadinya alam semesta dalam kerangka sistem emanasi.Teori tersebut walaupun dikemukakan dalam berbagai bentuk dan versi, namun semuanya besifat monistik dan didasarkan pada pandangnan dunia yang sama, yaitu bahwa dunia yang nampak ini mengalir dari Yang Tunggal. Dunia yang nampak memperlihatkan dunia yang tidak nampak, tak terpisahkan dan terikat padanya, serta manunggal dalam Ada . 10 Teori martabat tujuh ini adalah bentuk lain dari faham wahdat al-wujud yang merupakan corak tasawuf pertama yang banyak dianut dan berkembang di Nusantara sekitar abad XVII M. Oleh karenanya martabat tujuh ini juga bisa diartikan sebagai satu wujud dengan tujuh martabatnya.

F. Kajian Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang Haji Hasan Mustapa sudah dilakukan oleh Jajang Jahroni dalam tesisnya, dengan judul Haji Hasan Mustapa 1852-1930 as The Great Sundanese Mystic Haji Hasan Mustapa 1852-1930 Seorang Sufi Besar Sunda, sebuah penelitian tentang karakteristik dan tipologi pemikiran tasawuf K.H. Hasan Mustapa sebagai salah seorang tokoh sufi Sunda. Tulisan ini merupakan tugas akhir studinya di Belanda untuk mendapat gelar M.A. Jajang adalah seorang Dosen Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jajang menjelaskan bahwa Haji Hasan Mustapa telah berhasil merelasikan antara tradisi mistik lokal Jawa-Sunda dan tradisi tasawuf klasik Islam. Hal tersebut, katanya, tampak dalam membandingkan antara term-term kosmologi Jawa-Sunda baik dalam mitologi maupun pewayangan dengan term-term yang dikenal dalamtasawuf.Naskah Martabat Tujuh- nya Haji Hasan Mustapa menjelaskan fase lanjutan dari fase-fase yang dilalui dalam Gelaran Sasaka di Kaislaman. Suatu fase puncak dalam sikap dan cara pandang keagamaan yang 10 Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa. Suatu Studi Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1991 h. 115-127. berakhir pada maqomat Insan Kamil. Maqom yang tidak lagi melihat perbedaan dan pertentangan dalam kehidupan di dunia sebagai kenyataan hakikiah. Perbedaan yang paling menonjol dari tesis Jajang Jahroni dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah, Jajang Jahroni menyoroti ajaran Haji Hasan Mustopa dalam ajaran Tasawuf secara umum, sedangakan yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah mengupas dengan detail dan mendalam khusus tentang ajaran Martabat Tujuh Haji Hasan Mustapa. Selain itu ada penelitian yang berjudul “Kinanti Tutur Teu Kacatur Batur: Tasawuf Alam Kesundaan Haji Hasan Mustapa 1852-1930”. Penelitian ini memfokuskan pada aspek nuansa alam kesundaan yang menjadi wadah tasawuf Haji Hasan Mustapa. Meski dalam beberapa kajian nama Hasan Mustapa sudah mulai dikenal, namun nuansa lokal Sunda sebagai wadah interpretasi tasawufnya belum banyak dieksplorasi. Sementara penelitian lain yang sama-sama mengkaji tokoh Haji Hasan Mustapa, seperti Kajian Abas 1976, dan Gibson 2005 misalnya, cenderung melihat sisi pemikiran tasawuf Haji Hasan Mustapa dihubungkan dengan genealogi tasawuf yang mempengaruhinya.

G. Sistematika Pembahasan