61 Tabel 10 Korelasi antara konsentrasi N pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi N
daun Koefisien
korelasi N dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
1.80 ± 0.35 0.55
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.32
0.50
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
1.77 ± 0.43 0.43
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.41
0.20 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
1.67 ± 0.19 0.74
Daun ke-1 saat panen, ada buah 1.76 ± 0.25
0.58
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
2.07 ± 0.37 0.87
Daun ke-3 saat panen, ada buah 2.26 ± 0.36
0.61
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 2.35 ± 0.33
0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
1.81 ± 0.18 0.33
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 2.31 ± 0.53
0.54 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
1.89 ± 0.19 0.11
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Tabel 11 Korelasi antara konsentrasi P pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi P
daun Koefisien
korelasi P dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
0.09 ± 0.04 0.59
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 0.10 ± 0.06
0.20
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
0.10 ± 0.05 0.55
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 0.08 ± 0.04
0.39 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
0.19 ± 0.02 0.55
Daun ke-1 saat panen, ada buah 0.19 ± 0.03
0.52
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
0.22 ± 0.04 0.74
Daun ke-3 saat panen, ada buah 0.22 ± 0.05
0.52
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 0.09 ± 0.01
0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
0.17 ± 003 0.62
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 0.10 ± 0.02
0.59 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
0.19 ± 0.03 0.49
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1.
62 Tabel 12 Korelasi antara konsentrasi K pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi K
daun Koefisien korelasi
K dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
1.29 ± 0.27 0.57
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.50 ± 0.49
0.37
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
1.39 ± 0.46 0.70
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.19 ± 0.24
0.51 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
1.77 ± 0.45 0.50
Daun ke-1 saat panen, ada buah
1.79 ± 0.44 0.66
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
2.41 ± 0.63 0.71
Daun ke-3 saat panen, ada buah
2.46 ± 0.80 0.49
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 1.10 ± 0.25
0.43 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
1.92 ± 0.26 0.53
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 1.17 ± 0.19
0.37 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
2.20 ± 0.34 0.21
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1.
Konsentrasi hara N, P dan K pada tanaman buah sangat bervariasi berdasarkan posisi daun pada tajuk. Hasil penelitian pada mangga, daun kelima
dari dasar yang diambil pada saat sedang flush setelah panen merupakan daun yang terbaik dalam penentuan status hara Pushparajah 1994, Menzel et al.
2003 merekomendasikan pengambilan sampel daun pada tanaman leci untuk diagnosis hara adalah dari cabang yang berbunga 1–2 minggu setelah munculnya
panicel. Pada tanaman duku, daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk menentukan status hara N, P, dan K.
Alternatif kedua apabila seluruh cabang berbuah, daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara ketiga
unsur tersebut. Hal ini ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah. Konsentrasi
hara N pada posisi daun tersebut lebih baik dibandingkan posisi daun yang lain dari cabang yang berbuah Tabel 10, walaupun untuk P dan K nilai koefisien
korelasinya lebih kecil dari daun kesatu setelah panen, tetapi secara praktikal lebih mudah menggunakan daun yang sama untuk analisis N, P dan K.
63 Pengambilan sampel daun untuk analisis N, P dan K berasal dari daun
yang sama, memberikan keuntungan tersendiri, karena pengambilan sampel cukup dilakukan satu kali dan pada satu daun, sehingga lebih efisien, karena dapat
menghemat waktu, tenaga dan biaya. Waktu pengambilan sampel pada saat panen juga memberikan keuntungan tersendiri, yaitu sampel daun dapat diambil
bersamaan dengan waktu panen buah, sehingga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.
Konsentrasi N, P, dan K Daun dengan Hasil Relatif
Hubungan antara konsentrasi N, P dan K daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dengan hasil relatif tanaman duku pada tahun I
dan III dapat dilihat pada Gambar 16. Tahun II tanaman duku tidak menghasilkan buah, sehingga tidak diperoleh data produksi pada tahun ini. Tahun I dan II
merupakan kondisi dimana produksi duku sedikit atau dikenal dengan istilah panen kecil off year dan tahun III produksi tinggi yang dikenal dengan istilah
panen raya on year. Hubungan antara daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang berbuah menunjukkan nilai R
2
koefisien determinasi yang lebih baik pada saat on year, kecuali pada K. Nilai R
2
pada kondisi on year yaitu 0.76, 0.54, dan 0.51 sedangkan pada off year yaitu 0.41, 0.54, dan 0.59, masing-masing
untuk N, P dan K. Nilai koefisien korelasi 0.71–1.00, menurut Sulaiman 2002 mempunyai derajat asosiasi yang tinggi, sedangkan nilai korelasi 0.41–0.70
menunjukkan korelasi yang substansial. Berdasarkan hal tersebut hasil yang diperoleh pada kondisi on year lebih tepat digunakan untuk mendiagnosis status
hara N, P dan K pada tanaman duku. Kondisi off year dan on year ini diduga dipengaruhi oleh ketersediaan hara
dan faktor iklim, khususnya curah hujan. Curah hujan di lokasi penelitian lebih berfluktuatif dibandingkan dengan suhu, kelembaban serta tinggi muka air tanah
yang relatif konstan, seperti dapat dilihat pada Lampiran 12–15. Pembungaan dan pembuahan pada tanaman duku dipengaruhi oleh adanya bulan kering.
Berdasarkan klasifikasi iklim Koeppen dan Mohr bulan kering yaitu bila curah hujan kurang dari 60 mmbulan Tjasyono 2004. Pada tahun I terdapat tiga bulan
kering April, Agustus dan September, bulan Oktober terbentuk bunga dan buah dalam jumlah sedikit. Tahun II tidak terdapat bulan kering dan tidak terbentuk
64 bunga dan buah dalam tahun ini. Tahun III terdapat empat bulan kering Februari,
Juli, September dan Desember dan pembungaan pada tahun III terjadi pada bulan Oktober Lampiran 12–13.
Gambar 16 Hubungan antara konsentrasi N, P dan K daun dewasa saat panen dengan hasil relatif tanaman duku tahun I dan III.
y = 54.437x - 60.302 R
2
= 0.7579 y = 55.352x - 45.011
R
2
= 0.3308 y = 90.923x - 99.205
R
2
= 0.5516
y = 38.852x - 35.396 R
2
= 0.3748
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 Konsentrasi N daun tahun III
y = 54.789x - 26.676 R
2
= 0.4142 y = 34.083x + 17.221
R
2
= 0.1306 y = 40.057x + 1.9791
R
2
= 0.2955 y = 17.322x + 46.048
R
2
= 0.1511
20 40
60 80
100 120
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 Konsentrasi N daun tahun I
H a
s il
r e
la ti
f
y = 526.99x - 29.078 R
2
= 0.5388 y = 300.13x + 25.436
R
2
= 0.0977
y = 246.37x + 53.322 R
2
= 0.1576 y = 208.99x + 56.552
R
2
= 0.1233
20 40
60 80
100 120
0.03 0.08
0.13 0.18
0.23 0.28
Konsentrasi P daun tahun I H
a s
il r
e la
ti f
y = 439.87x - 43.127 R
2
= 0.5419 y = 626.37x - 67.717
R
2
= 0.299 y = 461.08x - 37.134
R
2
= 0.2706
y = 234.46x + 1.7862 R
2
= 0.2738
0.10 0.15
0.20 0.25
0.30 0.35
Konsentrasi P daun tahun III
y = 105.04x - 110.06 R
2
= 0.5927 y = 63.096x - 34.848
R
2
= 0.2765
y = 20.309x + 47.219 R
2
= 0.2984 y = 18.737x + 50.401
R
2
= 0.2528
20 40
60 80
100 120
0.80 1.20
1.60 2.00
2.40 2.80
Konsentrasi K daun tahun I H
a s
il r
e la
ti f
y = 25.961x - 10.123 R
2
= 0.5071 y = 26.076x + 6.2874
R
2
= 0.253 y = 34.892x - 9.737
R
2
= 0.4336 y = 14.165x + 17.713
R
2
= 0.2386
0.50 1.00
1.50 2.00
2.50 3.00
3.50 4.00
Konsentrasi K daun tahun III
Daun 3,panen, buah Daun 3, panen, tidak buah
Daun 1, panen, buah Daun 1, panen, tidak buah
65
Konsentrasi N, P, K Daun dan Sifat Kimia Tanah
Konsentrasi N, P dan K daun meningkat sejalan dengan peningkatan produksi, hal ini jelas terlihat pada tahun III Gambar 16, sedangkan konsentrasi
hara di dalam tanah semakin rendah pada tahun III Tabel 13. Konsentrasi hara tanah khususnya N, P dan K yang rendah pada tahun III diduga karena hara
tersebut selalu diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan daun, bunga dan buah, sedangkan penambahan hara tidak seimbang dengan jumlah hara
yang dikeluarkan. Sifat kimia tanah seperti pH, C-organik dan kapasitas tukar kation KTK juga menurun, kecuali Mg dan Ca dapat ditukar yang semakin
tinggi. Hal ini diduga karena konsentrasi K yang rendah dapat meningkatkan konsentrasi Mg dan Ca di dalam tanah. Hal ini dinyatakan oleh Jones 1998
bahwa konsentrasi K yang tinggi dapat menyebabkan defisiensi Mg dan Ca, dan sebaliknya Mg dan Ca yang tinggi menyebabkan defisiensi K.
Tabel 13 Hasil analisis tanah pada uji korelasi tahun I sampai dengan III
Batas horizon Atas-Bawah Tahun I
Tahun II Tahun III Tahun I
Tahun II Tahun III
pH H
2
O 0-30 cm
4.5 4.3
4.0 Masam
Sangat masam Sangat masam 30-60 cm
4.6 4.4
4.0 Masam
Sangat masam Sangat masam C-organik
0-30 cm 1.68
1.41 1.54
Rendah Rendah
Rendah 30-60 cm
0.88 0.77
0.85 Sangat rendah
Sangat rendah Sangat rendah N- total
0-30 cm 0.17
0.10 0.12
Rendah Rendah
Rendah 30-60 cm
0.09 0.07
0.07 Sangat rendah
Sangat rendah Sangat rendah P
2
O
5
Bray I ppm 0-30 cm
8.2 6.8
7.4 Sedang
Rendah Rendah
30-60 cm 4.3
4.0 6.2
Rendah Sangat rendah
Rendah P
2
O
5
HCl 25 0-30 cm
35 31
33 Sedang
Sedang Sedang
mg100g 30-60 cm
34 31
29 Sedang
Sedang Sedang
K
2
O HCl 25 0-30 cm
30 15
14 Sedang
Rendah Rendah
mg100g 30-60 cm
29 16
14 Sedang
Rendah Rendah
Mg cmol
+
kg 0-30 cm
2.47 2.19
2.73 Tinggi
Tinggi Tinggi
30-60 cm 2.15
1.80 2.19
Tinggi Tinggi
Tinggi Ca cmol
+
kg 0-30 cm
1.91 2.16
2.92 Sangat rendah
Rendah Rendah
30-60 cm 1.36
1.37 2.14
Sangat rendah Sangat rendah
Rendah K cmol+kg
0-30 cm 0.24
0.10 0.07
Sangat rendah Rendah
Rendah 30-60 cm
0.17 0.08
0.06 Sangat rendah
Sangat rendah Rendah
KTK cmol
+
kg 0-30 cm
14.42 9.61
9.63 Rendah
Rendah Rendah
30-60 cm 14.27
9.50 9.05
Rendah Rendah
Rendah : Sumber Balittanah 2009
Nilai Kategori
Parameter
66
Kesimpulan
Daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku karena
konsentrasi hara N, P dan K berkorelasi terbaik dengan hasil buah duku; sedangkan daun ketiga atau kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang
berbuah dapat menjadi alternatif kedua untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku apabila seluruh cabang menghasilkan buah.
UJI KALIBRASI HARA N, P DAN K MENGGUNAKAN ANALISIS DAUN PADA TANAMAN DUKU
Abstrak
Hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan produksi tanaman di lapangan dapat ditentukan dengan uji kalibrasi, sedangkan interpretasi data
dilakukan menggunakan model regresi. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi pada bulan Desember 2008 sampai dengan
April 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kategori status hara N, P, K dan rekomendasi pemupukan optimum berdasarkan status hara tersebut.
Perlakuan dosis pupuk N terdiri dari: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; P: 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
; K: 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Otanamantahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hara N sangat rendah 1.81,
rendah 1.81 ≤ N 2.82 dan sedang ≥ 2.82; status hara P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17, status hara K sangat
rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19. Rekomendasi pemupukan pada tanaman duku untuk status hara sangat rendah
adalah 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,900 g K
2
Otanamantahun; untuk status hara rendah: 622 g N, 1,335 g P
2
O
5
dan 1,107 g K
2
Otanamantahun, sedangkan berdasarkan pendekatan multinutrien: 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun biaya produksi terendah.
Kata kunci: Status hara, hasil relatif, rekomendasi.
Abstract
The relationship between the leaf tissue analysis with crop yield response in the field was determined by a calibration test. Interpretation data was done by
using a regression model. The callibration test of N, P, and K was conducted at Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency in Jambi Provinces, from December
2008 to April 2012. The aimed of this study was to determine leaf N, P, K level category and recomendation study determine the optimum fertilizer rate for each
nutrient level category. The treatment were N 0, 400, 800, 1200, 1600 g Nplantyear, P 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
plantyear, and K 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Oplantyear. Each treatments were arranged in RCBD with 5 replications. The results showed that leaf nutrient status of N was very low
1.81, low 1.81 ≤ N 2.82, and medium ≥ 2.82; status of P was very low 0.09, low 0.09 ≤ P 0.17, and medium ≥ 0.17; status of K was
very low 1.16, low 1.16 ≤ K 2.19 and medium ≥ 2.19. Fertilizer recommendation rate on duku plant for very low nutrient status were 858 g N,
1,770 g P
2
O
5
and 1,900 g K
2
Oplantyear; low nutrient status were 622 g N, 1,335 g P
2
O
5
and 1,107 g K
2
Oplantyear; multinutrient approach were 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Oplantyear lower production cost.
Keyword: Nutrient status, relative yield, recommendation.
68
Pendahuluan Latar Belakang
Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan hasil, kualitas dan kandungan nutrisi tanaman hortikultura. Dosis pupuk yang
tepat untuk diaplikasikan pada pohon buah adalah sangat penting. Kelebihan dan kekurangan hara dapat menyebabkan masalah serius pada tanaman buah. Metode
terbaik untuk menentukan dosis pupuk untuk diaplikasikan pada pohon buah adalah dengan analisis daun, yang efektif mengukur kebutuhan hara makro dan
mikro serta memberikan perubahan dalam program pemupukan Cline dan McNeill 1997. Analisis daun juga bermanfaat sebagai petunjuk untuk pemakaian
pupuk yang lebih efisien dan ekonomis serta dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah-masalah hara spesifik. Hara yang diserap dapat dievaluasi status haranya
secara aktual dari suatu tanaman pada waktu diberikan dan dibandingkan dengan level hara optimum Sale 1989; Mooney et al. 1991. Hasil analisis daun yang
mempunyai korelasi terbaik dengan produksi akan digunakan pada uji kalibrasi.
Tujuan utama kalibrasi adalah untuk menggambarkan konsentrasi hara dalam suatu jaringan tanaman sebagai gambaran yang akurat tentang status hara tanaman.
Hal ini dapat diperoleh dari hubungan antara konsentrasi hara jaringan tanaman dan penyerapan hara, pertumbuhan tanaman atau hasil ekonomi dan bagaimana
konsentrasi hara tanaman dipengaruhi oleh aplikasi hara Westermann 2005. Pada uji kalibrasi dicari hubungan antara selang ataupun nilai kritis dari unsur dalam
tanaman dengan produksi tanaman.
Uji kalibrasi memberikan makna nilai agronomis bagi angka-angka analisis daun sehingga menjadi data interpretasi,
sehingga uji kalibrasi tersebut harus dilakukan pada kondisi lapangan. Data interpretasi dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, atau sangat tinggi Kidder 1993. Tanaman yang mempunyai status hara sangat rendah sampai dengan sedang perlu aplikasi pemupukan.
Penggunaan beberapa model statistik dapat membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan Dahnke dan
Olson 1990. Potensial hasil tanaman masing-masing level analisis daun ditunjukkan dalam Tabel 14.
69 Tabel 14 Definisi dari tingkatan analisis daun menurut Kidder 1993
Tingkatan Hasil tanaman yang diharapkan
tanpa penambahan hara Kemungkinan respon positif
dengan penambahan hara Sangat rendah
kurang 50 dari potensial hasil Sangat tinggi
Rendah 50-75 dari potensial hasil
Tinggi Sedang
75 – 100 dari potensial hasil Sedang ke rendah
Tinggi 100 dari potensial hasil
Tidak Sangat tinggi
Kurang 100 potensial hasil pada kasus ekstrem
Tidak
Potensial hasil adalah hasil maksimum yang dapat dicapai dalam musim tanam tertentu.
Tujuan
1. Menentukan status hara N, P dan K pada kategori sangat rendah, rendah,
sedang dan tinggi untuk tanaman duku. 2.
Menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku berdasarkan status hara sangat rendah sampai dengan sedang.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012 di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk
Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jambi dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Metode Penelitian
Percobaan aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal, terdiri atas lima perlakuan dosis pupuk yang disusun dalam
rancangan acak kelompok lengkap, setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman duku umur 30–40 tahun sebagai ulangan Lampiran 6–8. Dosis dan waktu
aplikasi pupuk N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Cara pemberian pupuk kandang, N, P dan K yaitu ditaburkan melingkar tajuk sedalam ± 30 cm.
70 Tabel 15 Perlakuan dosis pupuk N, P dan K pada tanaman duku
Pupuk Dasar Jenis
Pupuk Dosis Perlakuan gtanth
Pukan kgtanth
N, P, K gtanth N
0; 400; 800; 1,200; 1,600 50
P
2
O
5
: 1,500; K
2
O : 1,800 P
2
O
5
0; 500; 1,000; 1,500; 2,000 50
N : 1,000; K
2
O : 1,800 K
2
O 0; 600; 1,200; 1,800; 2,400
50 N : 1,000; P
2
O
5
: 1,500
Tabel 16 Waktu aplikasi pupuk N, P dan K pada tanaman duku Waktu aplikasi
Jenis Pupuk setelah panen
menjelang berbunga 6 bulan setelah panen
pembentukan buah
N 50
20 30
P
2
O
5
20 60
20 K
2
O 20
30 50
Analisis kimia dilakukan terhadap sampel tanah dan tanaman. Sampel tanah diambil sebelum dan setelah pemupukan dari daerah perakaran tanaman
duku pada lima titik dalam satu hamparan lahan, kemudian dikompositkan, masing-masing dengan kedalaman 0–30 cm, dan 30–60 cm. Tanah dikering
udarakan, dan diayak dengan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama, kemudian dilakukan analisis sifat kimia tanah pH, KTK, C-organik, N
total, P dan K potensial, P dan K tersedia, Ca dan Mg dapat ditukar. Sampel tanaman berasal dari daun ke tiga yang dewasa saat panen pada cabang yang tidak
ada buah. Daun tersebut mempunyai konsentrasi N, P dan K yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif berdasarkan percobaaan uji korelasi.
Pengamatan dilakukan terhadap data produksi per pohon. Data produksi dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Penentuan status
hara N, P, K dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut : 1.
Menghitung hasil relatif Relative Yield = RY atau rata-rata dari setiap ulangan sebagai berikut :
Yi Hasil relatif = x 100
Y
maks
Yi = hasil pada perlakuan hara N, P, K ke –i
Y
maks
= hasil maksimum pada status hara N, P, K
71 2.
Nilai hasil relatif sebagai dependent variable Y dihubungkan dengan nilai kandungan hara N, P dan K daun sebagai independent variable X untuk
dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang mempunyai nilai R
2
tertinggi digunakan untuk menentukan status hara N, P dan K tanaman duku.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan kadar hara N, P dan K daun dengan hasil relatif untuk
menentukan status hara. Penentuan kelas status hara N, P dan K berdasarkan persentase hasil relatif menurut Kidder 1993, dapat dilihat pada Gambar 17.
Penentuan dosis optimum pemupukan N, P dan K berdasarkan evaluasi ekonomi biaya operasional dan pupuk ditentukan melalui pendekatan multinutrien
Waugh et al. 1973.
Gambar 17 Kurva penentuan kelas dan batas kritis status hara Kidder 1993.
Hasil dan Pembahasan Interpretasi Status Hara N, P dan K pada Tanaman Duku
Status hara N
Model regresi kuadratik memberikan gambaran terbaik tentang status hara N berdasarkan hasil produksi selama dua tahun yaitu satu kali on year dan satu
kali off year Gambar 18. Kategori status hara N yang diperoleh berdasarkan Gambar 18 tersebut adalah sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82
dan sedang ≥ 2.82, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.47.
RY = a + bK-cK
2
25 50
75 100
20 40
60 80
100 120 140
160 180
200 220 240
K Terekstrak ppm H
a s
il R
e la
tiv e
SR R
S T ST
SR = sangat rendah R = rendah
S = sedang T = tinggi
ST = sangat tinggi
72
y = -9.7145x
2
+ 69.629x - 44.095 R
2
= 0.4716
20 40
60 80
100 120
1.5 2.0
2.5 3.0
3.5 4.0
4.5 Konsentrasi N daun
H a
s il
re la
ti f
SR R
S
Gambar 18 Hubungan konsentrasi N daun dengan hasil relatif tanaman duku. Status hara pada daun menurut Taiz dan Zeiger 2002 menggambarkan
status hara aktual dalam tanah. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa konsentrasi hara N pada tanah juga berada pada kategori sangat rendah sampai
dengan rendah Lampiran 9. Pemberian pupuk N sangat nyata meningkatkan kandungan hara N pada daun, sejalan dengan jumlah dosis pupuk yang diberikan
dengan pola respon linier pada tahun I, kuadratik pada tahun II dan III, seperti terlihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Konsentrasi N daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian pupuk Konsentrasi N daun
Pemupukan N gtanamantahun
Tahun I Tahun II
Tahun III 1.63
1.65 2.22
400 1.88
1.93 2.62
800 2.09
2.28 3.58
1200 2.46
2.05 3.38
1600 2.04
1.91 3.06
F test Pola Respon
L Q
L Q
: nyata pada taraf 1, ns:tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik.
Peningkatan dosis pupuk pada daun dari tahun ke tahun belum mencapai status hara sedang dan tinggi, disebabkan karena tanaman duku selama ini belum
pernah dipupuk, sehingga respon pemupukan yang diberikan sampai dengan tahun III belum maksimal. Menurut Bhargava 2002 dan Hakim 2010 pupuk yang
73 diberikan pada tanaman tahunan akan memberikan respon positif pada tahun
berikutnya atau beberapa tahun kemudian.
Status hara P
Penentuan status hara P terbaik pada tanaman duku adalah menggunakan model regresi linier R
2
= 0.55, dengan kategori sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17 seperti dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Hubungan konsentrasi P daun dengan hasil relatif tanaman duku. Hal ini menunjukkan bahwa P lambat diserap oleh tanaman duku, karena
setelah dilakukan pemupukan selama tiga tahun, status hara P masih berada pada kategori sangat rendah dan rendah. Berdasarkan hasil analisis tanah, P yang
tersedia di dalam tanah juga berada pada kategori sangat rendah sampai dengan rendah, sedangkan P potensial pada kategori sedang sampai dengan tinggi
Lampiran 10. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pupuk P yang diberikan ke dalam tanah berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman.
Menurut Leiwakabessy 1998 dan Hardjowigeno 2003, ketersediaan P rendah pada tanah masam pH 5.5 karena terfiksasi oleh Al dan Fe.
Respon pemupukan P berpengaruh nyata tehadap konsentrasi P daun tahun I–III dengan pola respon linier Tabel 18. Konsentrasi P daun pada tahun II lebih
tinggi dibandingkan tahun I dan III, hal ini disebabkan karena pada tahun II tidak terbentuk bunga dan buah, sedangkan tahun I bunga dan buah yang terbentuk
sedikit off year, sehingga hara P lebih banyak dialokasikan ke daun. Hara P berperan dalam pembentukan bunga dan buah, sehingga konsentrasi P daun tahun
III lebih rendah dibandingkan tahun I dan II. Havlin et al. 1999 menyatakan
y = 345.71x + 17.92 R
2
= 0.5488
20 40
60 80
100 120
0.06 0.10
0.14 0.18
0.22 Konsentrasi P daun
H a
s il
re la
ti f
SR R
S
74 bahwa ketersediaan P cukup penting untuk perkembangan organ reproduktif, yaitu
bunga dan buah. Tabel 18 Konsentrasi hara P daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian
pupuk Konsentrasi P daun
Pemupukan P gtanamantahun
Tahun I Tahun II
Tahun III 0.06
0.17 0.08
500 0.05
0.18 0.09
1000 0.12
0.20 0.12
1500 0.16
0.22 0.14
2000 0.13
0.21 0.11
F test Pola Respon
L L
L
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, L: linier.
Status hara K
Model regresi linier memberikan gambaran terbaik dalam penentuan status hara K R
2
= 0.45, dengan kategori sangat rendah 1.17, rendah 1.17 ≤
K 2.20 dan sedang ≥ 2.20, seperti terlihat pada Gambar 20. Hal ini juga didukung oleh data ketersedian hara K di dalam tanah yang rendah, meskipun
K potensial berada pada kategori sedang dan tinggi Lampiran 11.
Gambar 20 Hubungan konsentrasi K dengan hasil relatif tanaman duku. Kalium yang diberikan dalam bentuk pupuk, menurut Havlin et al. 1999
lambat tersedia untuk dapat diserap oleh tanaman, 90–98 dari total K tanah dalam bentuk tidak tersedia, 1–10 dalam bentuk lambat tersedia dan 0.1–2
y = 24.179x + 21.71 R
2
= 0.4511
20 40
60 80
100 120
1.0 1.4
1.8 2.2
2.6 3.0
Konsentrasi K daun H
a s
il r
e la
ti f
SR R
S
75 yang siap tersedia untuk diserap tanaman. Pupuk K yang diberikan ke dalam
tanah, sebagian bergerak ke permukaan liat dan sebagian K bergerak ke larutan tanah. Kalium yang ada di permukaan liat akan diserap oleh tanaman dan dapat
pula menjadi K yang terikat oleh senyawa lain, sedangkan K yang ada di larutan tanah akan menjadi cadangan K.
Pemupukan K memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsentrasi K daun dengan pola respon kuadratik pada tahun I–III. Konsentrasi K
daun pada tahun II secara umum lebih tinggi dari pada tahun I dan III Tabel 19. Hal ini disebabkan karena pada tahun I pupuk K yang diberikan belum optimal
diserap oleh tanaman duku, sedangkan tahun II tidak terbentuk buah, sehingga K hanya berperan untuk perkembangan daun. Pada tahun III konsentrasi K daun
lebih rendah karena lebih banyak di translokasikan untuk pembentukan buah. Kalium merupakan unsur yang berperan dalam peningkatan jumlah dan kualitas
buah. Tabel 19 Konsentrasi hara K daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian
pupuk Konsentrasi K daun
Pemupukan K gtanamantahun
Tahun I Tahun II
Tahun III 1.02
0.31 1.11
600 0.97
2.93 1.57
1200 2.08
2.48 1.71
1800 2.34
3.31 1.51
2400 1.20
2.52 1.27
F test Pola Respon
Q LQ
Q
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, L: linier
Berdasarkan kategori status hara yang diperoleh dari hasil pemupukan N, P dan K, maka tanaman duku perlu dipupuk, karena secara keseluruhan status
hara berada pada kategori sangat rendah, rendah dan sebagian sedang. Menurut Kidder 1993 pemupukan hanya dilakukan pada status hara sangat rendah sampai
dengan sedang. Pada status hara tinggi dan sangat tinggi penambahan hara tidak memberikan respon positif terhadap hasil relatif, sehingga tidak perlu di pupuk.
Rekomendasi Pemupukan N, P, K pada Tanaman Duku
Penentuan kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada tanaman duku diperoleh dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan hasil relatif
76 sebagai respon pemupukan. Model regresi kuadratik memberikan gambaran
terbaik untuk penentuan dosis pemupukan N, P dan K pada status hara sangat rendah, seperti dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif pada status
hara sangat rendah.
Berdasarkan model regresi kuadratik pada Gambar 21 tersebut, dapat ditentukan dosis maksimum pemupukan N, P dan K pada status hara sangat
rendah, yaitu: 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,693 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCl. Kebutuhan maksimum
pupuk N, P dan K pada status hara rendah dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti Gambar 21. Model regresi kuadratik juga memberikan gambaran
yang terbaik tentang dosis maksimum N, P dan K pada tanaman duku, yaitu 588 g N, 1,393 g P
2
O
5
dan 1,210 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun Gambar 22.
Gambar 22 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif pada status
hara rendah.
y = -2E-05x
2
+ 0.0343x + 30.203 R
2
= 0.5101 10
20 30
40 50
60
400 800
1200 1600
Dosis pupuk N gtanth H
a s
il re
la tif
y = -1E-05x
2
+ 0.0354x + 24.19 R
2
= 0.8504 500
1000 1500
Dosis pupuk P
2
O
5
gtanth y = -7E-06x
2
+ 0.0237x + 28.576 R
2
= 0.7733 600
1200 1800
2400 Dosis pupuk K
2
O gtanth
y = -2E-05x
2
+ 0.0235x + 57.763 R
2
= 0.5218 40
50 60
70 80
400 800
1200 1600
Dosis pupuk N gtanth
H a
s il
r e
la ti
f
y = -2E-05x
2
+ 0.0557x + 35.835 R
2
= 0.704 500
1000 1500
2000 Dosis pupuk P
2
O
5
gtanth y = -1E-05x
2
+ 0.0242x + 54.433 R
2
= 0.7099 600
1200 1800
2400 Dosis pupuk K
2
O gtanth
77 Kebutuhan maksimum pupuk P dan K pada status hara sangat rendah dan
rendah lebih tinggi dari pada pupuk N. Hal ini menunjukkan bahwa P dan K lebih pengaruh terhadap fase generatif perkembangan bunga dan buah, sedangkan N
lebih pengaruh terhadap perkembangan daun atau fase vegetatif tanaman. Ketersediaan hara P dan K yang lebih lambat karena sebagian besar berada dalam
bentuk terikat di dalam larutan tanah, juga merupakan salah satu faktor penyebab kebutuhan pupuk P dan K lebih tinggi dari pada N. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil analisis tanah yang menunjukkan bahwa P dan K potensial tinggi di dalam tanah, tetapi dalam bentuk tersedia sangat rendah sampai dengan rendah
Lampiran 10–11. Tanaman duku yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dipupuk
sehingga perakaran tanaman lebih dalam dan sulit untuk mencapai hara yang diberikan pada lapisan top soil ± 30cm, sehingga hara yang tersedia di dalam
tanah belum dapat diserap secara optimal. Menurut Bhargava 2002, suplai hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon buah dan produksi
tanaman pada tahun berikutnya atau beberapa tahun kemudian sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah. Hasil penelitian pemupukan pada tanaman
manggis berdasarkan analisis daun juga baru mendapatkan suatu paket rekomendasi selama lima tahun penelitian Liferdi 2008; Safrizal 2007;
Kurniadinata 2010. Penentuan rekomendasi pemupukan dapat pula ditentukan melalui
pendekatan multinutrien Waugh et al. 1973, apabila tidak ditemukan semua kategori status hara. Pendekatan ini merupakan metode cepat dalam membuat
rekomendasi pemupukan, tidak memperhitungkan analisis tanah dan bersifat spesifik lokasi. Perhitungan dosis pupuk berdasarkan metode ini hanya dapat
digunakan di lokasi tersebut, tidak dapat digunakan di daerah lain, sedangkan perhitungan dosis pupuk berdasarkan status hara dapat digunakan di seluruh
daerah, yaitu dengan melakukan percobaan pemupukan. Berdasarkan pendekatan multinutrien, dapat ditentukan empat alternatif
rekomendasi pemupukan pada tanaman duku, yaitu: 1 dosis maksimum N, P, K berturut-turut yaitu 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun; 2 pada saat N threshold N = 0, dosis P
2
O
5
= 72 gtanamantahun persamaan
78 y = -2E-0.5X
2
+ 0.0626x + 22.289 dan K
2
O = 0 persamaan y = -2E-0.5X
2
+ 0.0595x + 29.766; 3 pada saat P threshold P
2
O
5
= 0, dosis N = 0 persamaan y = -6E-0.5X
2
+ 0.1104x + 25.92 dan K
2
O = 0; dan 4 pada saat K threshold K
2
O = 0, dosis N = 65 gtanamantahun dan P
2
O
5
= 172 gtanamantahun Tabel 20 dan Gambar 23.
Tabel 20 Alternatif pemupukan N, P dan K pada tanaman duku berdasarkan pendekatan multinutrient
Jenis pupuk gtanamantahun Alternatif rekomendasi
pemupukan N
P
2
O
5
K
2
O 1
920 1,565
1,488 2
72 3
4 65
172 Nilai threshold yield pada masing-masing perlakuan pemupukan
menunjukkan bahwa K memberikan hasil relatif terbaik dibanding perlakuan pemupukan N dan P. Tanpa pemupukan K diperoleh hasil relatif tanaman
duku sebesar 32.82, sedangkan nilai threshold yield pada pemupukan N dan P masing-masing sebesar 26.70 dan 20.35. Hasil ini juga menunjukkan
bahwa hara P paling berpengaruh pada tanaman duku, karena tanpa pupuk P akan memberikan hasil relatif yang terendah dibandingkan N dan K. Pemberian pupuk
N, P dan K meningkatkan hasil relatif dengan pola respon kuadratik, yaitu hasil relatif meningkat sampai titik maksimum dan kemudian akan menurun apabila
dosis yang diberikan telah melebihi kebutuhan tanaman Gambar 23.
Gambar 23 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif melalui pendekatan multinutrien.
y = -6E-05x
2
+ 0.1104x + 25.92 R
2
= 0.6664
20 40
60 80
100 120
400 800
1200 1600
2000 Dosis pupuk N gtanth
H a
s il
re la
tif y = -2E-05x
2
+ 0.0626x + 22.289 R
2
= 0.7399
500 1000
1500 2000
2500 Dosis pupuk P P
2
O
5
gtanth y = -2E-05x
2
+ 0.0595x + 29.766 R
2
= 0.6098
600 1200
1800 2400
3000 Dosis pupuk K K
2
O gtanth
N threshold P threshold
K threshold
Tabel 21 Evaluasi ekonomi beberapa alternatif rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku di Kumpeh Ulu Jambi
Alternatif Biaya
Rekomendasi Hasil
Harga Total biaya
relatif NPK
relatif pupuk
2
produksi keseluruhan
4
pada masing Peningkatan
Persentase pohon
Kenaikan Persentase
masing hara hasil relatif
peningkatan
1
tahun biaya
kenaikan threshold
biaya
3
gtanth Rp.
Rp. Rp.
0-0-0P 20
- -
- 150,000
- -
7,500 0-72-0N
27 7
35 400
150,400 400
0.27 5,570
65-179-0K 33
6 22.22
1,260 151,260
860 0.57
4,584 920-1,565-1,488
77 44
133.33 29,254
179,254 27,994
18.51 2,328
Data hasil rekomendasi
rekomendasi Data biaya
Perubahan dari setiap Perubahan dari setiap
1
peningkatan hasil relatif dibagi dengan hasil relatif pada masing-masing hara threshold
2
harga pupuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No:32PermentanSR.13042010 urea:Rp.1,600.-; SP-36: Rp. 2,000.- dan KCl:
Rp. 7,000.-
3
kenaikan biaya dibagi dengan total biaya produksi.
4
total biaya produksi dibagi dengan hasil relatif pada masing-masing hara threshold.
79
Berdasarkan empat alternatif rekomendasi seperti tercantum dalam Tabel 20, dapat ditentukan dosis optimum pemupukan N, P dan K pada tanaman duku,
yaitu dengan cara memperhitungkan aspek ekonomi harga pupuk dan hasil. Rekomendasi pemupukan optimum pada tanaman duku berdasarkan biaya relatif
keseluruhan terkecil Rp. 2,328.- adalah pada saat N, P dan K maksimum, yaitu: 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl Tabel 21.
Kesimpulan
1. Status hara N pada tanaman duku berdasarkan analisis jaringan daun, sangat
rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82 dan sedang ≥ 2.82, untuk P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17,
sedangkan untuk K sangat rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19.
2. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman duku:
a status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,693 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCltanamantahun.
b. status hara rendah: 588 g N, 1,393 g P
2
O
5
dan 1,210 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg
KCltanamantahun. c. pendekatan multinutrien yang memiliki biaya produksi terendah: 920 g N,
1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl.
80
PENGARUH PEMUPUKAN N, P DAN K TERHADAP PERKEMBANGAN BUNGA DAN BUAH TANAMAN DUKU
Abstrak
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap perkembangan bunga dan buah duku. Aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing
dilakukan dalam percobaan tunggal dengan lima perlakuan yaitu: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
, dan 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Otanamantahun, yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman umur 30-40 tahun dan
masing-masing tanaman merupakan suatu ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah matang,
persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I off year; P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah muda dan buah matang, bobot buah dan
serapan hara biji pada tahun I; sedangkan pemupukan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan persentase edibel tahun I serta total padatan terlarut TPT
tahun III on year.
Kata kunci : Off year, on year.
Abstract
The study was carried on Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency, Jambi Provinces, from December 2008 to April 2012. This research was aimed to
study the fertilization effects of N, P and K on duku flower and assess fruit development stage. Fertilization N, P, and K comprised of five treatments, i.e.: 0,
400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
; and 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Oplantyear. Treatment used randomized complete block design. Each treatment was comprised of five plants as replications. The results
showed that N fertilization significantly affected number of flowers and mature fruit, percentage of edibel, seed weight and seed nutrient uptake in the first year;
P significantly affected the number of young fruit and mature fruit, fruit weight and seed nutrient uptake also in first year off year; whereas K fertilization
significantly affected skin thickness, percentage of edibel in the first and third year and total soluble solid TSS in third year on year.
Keyword : Off year, on year.
82
Pendahuluan Latar Belakang
Unsur hara N, P dan K merupakan unsur esensial yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan hasil tanaman Zekri dan Obreza 2009. Ketersediaan N yang cukup selama tahap kritis dari inisiasi dan perkembangan
bunga penting untuk mencapai hasil yang optimal dan kualitas buah yang baik pada jeruk Alva et al. 2006. Kualitas visual dan rasa pada tanaman hortikultura
dipengaruhi oleh ketersediaan hara N. Nitrogen juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena N merupakan bagian integral dari
perkembangan protein, stuktur dan fungsi kloroplas Stefanelli et al. 2010. Hara P penting untuk pembentukan bunga dan buah. Penyerapan P terjadi
pada keseluruhan siklus hidup tanaman sampai proses masak fisiologis. Remobilisasi P signifikan selama perkembangan biji dari daun dan batang serta
tergantung pada genotip tanaman, level P tanah dan lingkungan, seperti: musim kering, temperatur tinggi dan salinitas Dordas 2009. Defisiensi P dapat
menghambat pertumbuhan dan pemasakan buah, mengurangi terbentuknya bunga dan buah serta meningkatkan persentase gugur bunga dan buah sebelum
perkembangan bunga dan buah tersebut sempurna atau masak fisiologis Zekri dan Obreza 2009.
Kalium mempunyai peran penting dalam menentukan hasil, ukuran dan kualitas buah, seperti: mempengaruhi rasa dan warna buah, pembentukan gula,
pati, karbohidrat dan sintesis protein. Penyerapan K terjadi terutama pada saat pengisian biji yaitu sebagian besar dialokasikan untuk perkembangan embrio pada
kondisi pohon on year dan disimpan pada kondisi pohon off year Zeng dan Brown 2001.
Hara N, P dan K, merupakan unsur yang umum digunakan dalam pemupukan pada kebun buah untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman.
Defisiensi atau kelebihan ketiga unsur tersebut akan mengurangi hasil dan kualitas buah Wells dan Wood 2007. Pemupukan N, P dan K adalah faktor penting yang
menentukan hasil tanaman hortikultura, kualitas dan kandungan hara Stefanelli
83 2010. Kebutuhan pupuk N, P dan K tersebut berbeda pada setiap jenis buah dan
lingkungan tumbuh tanaman. Pada tanaman duku sebagian besar tidak pernah di pupuk, sehingga belum diketahui pengaruh pemupukan ketiga unsur tersebut
terhadap peningkatan hasil dan kualitas buah duku. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian tentang pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap
perkembangan bunga dan buah duku.
Tujuan
Mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap perkembangan bunga dan buah serta produksi dan kualitas buah duku.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012 di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk
Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jambi dan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Metode Penelitian
Percobaan aplikasi pupuk N, P dan K, analisis tanah dan tanaman dilakukan sama dengan pada percobaan uji kalibrasi. Pengamatan dilakukan
terhadap data produksi, tinggi muka air tanah dan iklim. Pengamatan produksi meliputi: perkembangan bunga, jumlah buah per tandan, bobot dan diameter buah
30 buah per sampel tanaman, dan produksi per pohon. Kualitas buah diukur berdasarkan tebal kulit buah, persentase edibel, total padatan terlarut TPT
dengan menggunakan refraktometer, serta serapan hara bobot kering x kandungan hara N, P dan K. Data produksi dan kualitas buah dianalisis dengan
analisis ragam dan uji kontras polinomial. Pengamatan tinggi muka air tanah dilakukan dengan membuat lubang sedalam 1.5 meter dengan bor tanah,
kemudian dimasukkan pipa paralon ukuran ¾ inch yang telah dilubangi kiri kanannya dengan jarak 10 cm dan bagian atasnya ditutup dengan penutup pipa
84 Lampiran 5. Lubang dibuat sebanyak 2–3 buah pada lahan pertanaman duku.
Pengamatan dilakukan dua-tiga minggu sekali sampai tanaman panen, sehingga didapatkan gambaran tinggi muka air tanah dalam satu tahun produksi.
Pengamatan iklim dilakukan terhadap suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian berlangsung.
Hasil dan Pembahasan
Aplikasi pupuk N, P dan K akan memberikan hasil yang maksimal terhadap pembungaan tanaman duku apabila didukung oleh kondisi lingkungan
yang optimal, seperti curah hujan, suhu, kelembaban relatif dan tinggi muka air tanah. Rata-rata suhu dan kelembaban relatif selama penelitian berlangsung
cukup stabil yaitu 20–30
o
C dan 70–90, demikian pula halnya dengan tinggi muka air tanah rata-rata 100–150 cm dari permukaan tanah Lampiran 12–13.
Jumlah curah hujan lebih berfluktuasi Gambar 25–27 dan diduga mempengaruhi perkembangan bunga dan buah duku. Hal ini diperoleh dari hasil penelitian di
empat lokasi sentra duku Jambi di Kecamatan Kumpeh Ulu selama tiga tahun 2009–2011 atau tahun I–III. Perkembangan bunga membutuhkan air hujan
setelah periode kering satu sampai dengan dua bulan. Jika kebutuhan air tersebut tidak terpenuhi, maka bunga akan dorman dalam waktu yang cukup lama.
Bunga duku merupakan bunga majemuk tandan, yang keluar dari batang, cabang atau ranting. Bunga muncul sebagai kuncup kecil, berwarna coklat dan
panjang tandan bunga antara 0.5–1.0 cm Gambar 24A. Periode kering selama satu bulan yang diikuti dengan hujan akan merangsang perkembangan tandan
bunga duku menjadi lebih panjang, antara 4–9 cm dan berubah warna menjadi hijau Gambar 24B. Bunga duku ini akan meningkat dengan cepat dan tandan
bunga dapat mencapai panjang 18–24 cm serta tetap berwarna hijau Gambar 24C. Bunga akan mekar setelah 2–3 minggu dari fase C Gambar 24D, dan
pembentukan buah terjadi 2–3 minggu kemudian Tahap perkembangan buah dapat dilihat pada Gambar 24E–24G dan waktu yang dibutuhkan mulai dari buah
muda sampai buah masak fisiologis ± 3 bulan.
85 Gambar 24 Perkembangan bunga duku mulai dari bakal bunga sampai dengan
buah masak fisiologis.
Pengaruh Pemupukan N, P, K terhadap Pembungaan dan Pembuahan Duku Pemupukan N
Pemupukan N tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tandan bunga duku, hal ini dapat dilihat pada Gambar 25A. Hasil penelitian
selama tiga tahun menunjukkan bahwa perkembangan bunga duku meningkat dengan pesat apabila terdapat bulan kering 1–3 bulan dan kemudian diikuti
bulan basah. Tahun 2009 duku mulai berbunga bulan Oktober, setelah terjadi periode kering selama tiga bulan Juli-September. Tahun 2010 tidak terdapat
bulan kering dan bunga tidak terbentuk, sedangkan tahun 2011 perkembangan bunga duku mulai meningkat bulan Agustus setelah terjadi satu bulan kering yaitu
pada bulan Juni Gambar 25B. Bakal bunga duku Gambar 24A, hampir selalu ada sepanjang waktu, tetapi tidak berkembang atau dorman, apabila kebutuhan
bulan kering dan basah tidak tercukupi. A
B C
D
E F
G
86
Perkembangan jumlah bunga dan buah setelah aplikasi pupuk N pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 22. Pengaruh pemupukan N terhadap jumlah
bungatandan dan jumlah buah matangtandan masing-masing berbeda sangat nyata dan nyata dengan pola respon kuadratik; yaitu terjadi peningkatan sampai
batas maksimum 800 g Ntanamantahun kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi. Nitrogen mempengaruhi perkembangan kuncup bunga dan
meningkatkan jumlah bunga pada Apel Marschner 1995. Ketersediaan N yang cukup selama tahap kritis dari inisiasi dan perkembangan bunga juga penting
untuk mencapai hasil yang optimal pada tanaman jeruk Alva et al. 2006. Tabel 22 Pengaruh pemupukan N terhadap perkembangan bunga dan buah duku
Jumlah bunga Jumlah buah muda
Buah Jadi Jumlah buah matang
Buah Gugur tandan buah
tandan buah tandan buah
47.83 6.46
12.64 5.28
76.39 400
51.07 6.02
12.72 4.71
89.17 800
47.47 5.99
13.29 5.57
94.30 1200
50.67 6.89
13.18 4.71
76.49 1600
59.07 6.54
11.45 4.69
73.06 F test
ns ns
ns Pola respon
Q Q
Pemupukan N gtantahun
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Pemupukan P
Pengaruh pemupukan pupuk P terhadap panjang tandan bunga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Gambar 26A. Peningkatan panjang tandan
bunga dipengaruhi oleh bulan kering dan bulan basah, seperti pada pemupukan N. Tahun 2009 terdapat dua bulan kering yaitu pada bulan Juli dan September,
perkembangan bunga duku mulai meningkat bulan Oktober. Tahun 2010 tidak
50 100
150 200
250 300
350 400
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Se
pt em
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2011 C
u ra
h h
u ja
n m
m
2 4
6 8
10 12
14 16
18
H a
ri h
u ja
n curah hujan mm
hari hujan
5 10
15 20
25 30
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Bulan 2011
P a
n ja
n g
b u
n g
a c
m N0
N1 N2
N3 N4
50 100
150 200
250 300
350 400
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Se
pt em
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2011 C
u ra
h h
u ja
n m
m
2 4
6 8
10 12
14 16
18
H a
ri h
u ja
n curah hujan mm
hari hujan
5 10
15 20
25 30
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Bulan 2011
P a
n ja
n g
b u
n g
a c
m N0
N1 N2
N3 N4
A B
Gambar 25 Pengaruh pemupukan N terhadap panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011.
87
3 6
9 12
15 18
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Bulan 2011
P a
n ja
n g
b u
n g
a c
m P0
P1 P2
P3 P4
100 200
300 400
500
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril Me i
Ju ni Ju
li Ag
us tu
s Se
pt em
be r
O kt
ob er
No ve
m be
r De
se m
be r
Bulan 2011 C
u ra
h h
u ja
n m
m
5 10
15 20
25
H a
ri h
u ja
n curah hujan mm
hari hujan
B A
terdapat bulan kering dan tanaman duku tidak menghasilkan bunga. Bulan kering yang terjadi pada tahun 2011 Januari-April dan diikuti bulan basah Mei-Juli,
memperlihatkan perkembangan bunga duku yang pesat pada bulan Agustus Gambar 26.
Pemupukan P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan dengan pola respon kuadratik, yaitu mencapai maksimum pada dosis 500 g
Ptanamantahun, tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga per tandan Tabel 23. Hal ini diduga karena ketersediaan P yang lambat di dalam tanah,
sehingga jumlah hara yang dapat diserap oleh tanaman relatif sama, walaupun dosis pupuk P yang diberikan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis
tanah pada Lampiran 10, P potensial meningkat dari sedang menjadi tinggi dengan peningkatan dosis pupuk P yang diberikan, tetapi dalam bentuk P tersedia
dan dapat diserap oleh tanaman tetap rendah. Perbedaan yang nyata pada jumlah buah diduga karena persentase buah yang lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah bunga, sehingga P yang dapat diserap oleh tanaman lebih optimal dimanfaatkan untuk perkembangan buah.
Gambar 26 Pengaruh pemupukan P terhadap perkembangan panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011.
88 Tabel 23 Pengaruh pemupukan P terhadap perkembangan bunga dan buah duku
Jumlah bunga Jumlah buah muda
Buah Jadi Jumlah buah matang Buah Gugur
tandan buah tandan buah
tandan buah 49.65
6.77 13.68
5.60 82.19
500 54.60
8.70 14.91
7.07 82.36
1000 52.70
6.43 10.90
5.09 79.47
1500 55.73
6.44 11.39
5.23 82.21
2000 51.17
7.28 13.54
5.94 82.43
F test ns
ns ns
Pola respon -
Q -
Q -
Pemupukan P gtantahun
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik, C: kubik.
Pemupukan K
Pemupukan K, seperti ditunjukkan pada Gambar 27A, juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap panjang tandan bunga.
Perkembangan bunga sama halnya dengan N dan P dipengaruhi oleh bulan basah dan bulan kering Gambar 27B. Bulan kering yang terjadi selama tiga bulan
yaitu: April, Juli dan Agustus tahun 2009, menghasikan pembungaan pada tanaman duku di bulan September. Tahun 2010 tidak terbentuk bunga duku
karena tidak ada bulan kering pada tahun tersebut. Perkembangan bunga tahun 2011 mulai terlihat dengan jelas pada bulan Oktober, setelah terdapat tiga bulan
kering yaitu bulan Februari, Mei dan September.
Pengaruh pemupukan K terhadap jumlah bunga dan buah tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata, seperti dapat dilihat pada Tabel 24. Hal
tersebut diduga karena pupuk K yang diberikan sebagian besar berada dalam
100 200
300 400
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
Ma re
t Ap
ril Me i
Ju ni Jul
i Ag
u s tus
Se p t
em be
r Ok
tob e r
No ve
mb er
De se
mb er
Bulan 2011 C
u ra
h h
u ja
n m
m
2 4
6 8
10 12
14
H a
ri h
u ja
n curah hujan mm
hari hujan
3 6
9 12
15 18
21
Fe br
ua ri
Ma re
t Ap
ril Me i
Ju ni Jul
i Ag
us t
Se pt Ok
t No
v Bulan 2011
P a
n ja
n g
b u
n g
a c
m K0
K1 K2
K3 K4
100 200
300 400
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
Ma re
t Ap
ril Me i
Ju ni Jul
i Ag
u s tus
Se p t
em be
r Ok
tob e r
No ve
mb er
De se
mb er
Bulan 2011 C
u ra
h h
u ja
n m
m
2 4
6 8
10 12
14
H a
ri h
u ja
n curah hujan mm
hari hujan
3 6
9 12
15 18
21
Fe br
ua ri
Ma re
t Ap
ril Me i
Ju ni Jul
i Ag
us t
Se pt Ok
t No
v Bulan 2011
P a
n ja
n g
b u
n g
a c
m K0
K1 K2
K3 K4
A B
Gambar 27 Pengaruh pemupukan K terhadap perkembangan panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011.
89 bentuk tidak tersedia bagi tanaman, sehingga walaupun diberikan dalam dosis
yang lebih tinggi belum dapat memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan dosis yang lebih rendah. Hasil analisis tanah pada Lampiran 11 menunjukkan
bahwa K potensial berada pada kategori sedang sampai dengan tinggi, tetapi K tersedia tetap rendah Lampiran 11.
Tabel 24 Pengaruh pemupukan K terhadap perkembangan bunga dan buah duku
Jumlah bunga Jumlah buah muda Buah Jadi Jumlah buah matang Buah Gugur tandan buah
tandan buah tandan buah
37.06 5.66
15.09 5.34
78.13 600
38.05 7.25
19.44 5.29
70.11 1200
40.53 7.69
19.92 5.72
94.42 1800
40.48 7.31
18.51 5.62
82.64 2400
40.27 6.69
16.83 5.58
75.05 Pemupukan K
gtanth
Respon Produksi Tanaman Duku terhadap Pemupukan N, P dan K Pemupukan N
Pemupukan N berpengaruh sangat nyata meningkatkan produksi sejalan dengan peningkatan jumlah dosis pupuk yang diberikan dengan pola respon
kuadratik Tabel 25. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan, produksi duku juga semakin tinggi sampai batas maksimum yaitu 1,200 g Ntanamantahun pada
saat off year dan 800 g Ntanamantahun saat on year, kemudian produksi akan menurun. Kecukupan N penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
N merupakan bagian integral dari perkembangan protein dan stuktur kloroplas. Ketersediaan N yang cukup penting untuk menghasilkan buah yang optimal
dengan kualitas hasil yang baik Alva et al. 2006. Tabel 25 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan N
Produksi setelah pemupukan N kg Pemupukan N
gtanamantahun Produksi sebelum
pemupukan N kg
Tahun I off year Tahun III on year
167 13.28
115.63 400
147 19.12
231.54 800
172 24.24
359.94 1200
211 34.76
325.56 1600
131 15.44
232.83 F test
- Pola respon
- Q
Q
: nyata pada taraf 1, ns:tidak nyata, Q: kuadratik.
90 Pemupukan yang diberikan pada tahun I dan II belum sepenuhnya dapat
diserap oleh tanaman, pada tahun III efek residu pupuk dari tahun sebelumnya diduga berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Hal ini terlihat dari jumlah
produksi duku pada tahun III yang meningkat sampai dengan 109 dari sebelum di pupuk pada dosis pupuk 800 g Ntanamantahun. Menurut Bhargava 2002
dan Hakim 2010, hara yang diberikan pada tanaman buah tahun pertama akan berpengaruh terhadap produksi tanaman tersebut pada tahun berikutnya.
Pemupukan P
Produksi tanaman duku pada saat off year dan on year, nyata dipengaruhi oleh pemupukan P dengan pola respon kuadratik Tabel 26. Produksi maksimum
dicapai pada dosis 1,500 g Ptanamantahun dan kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara P pada tanaman
duku telah terpenuhi pada dosis tersebut dan peningkatan produksi pada tahun III sebesar 345 dari sebelum di pupuk.
Tabel 26 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan P Produksi setelah pemupukan P kg
Pemupukan P gtanamantahun
Produksi sebelum pemupukan P kg
Tahun I off year Tahun III on year
122.40 27.58
108.81 500
64.40 40.79
179.20 1000
111.20 58.95
266.45 1500
76.40 85.96
340.03 2000
71.60 61.59
254.26 F test
- Pola respon
- LQ
LQ : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik.
Pemupukan K
Respon produksi tanaman duku terhadap pemupukan K, sama halnya dengan N dan P berbeda sangat nyata pada saat off year dan on year, juga dengan
pola respon kuadratik. Produksi maksimum dicapai dengan pemupukan 1,800 g Ktanamantahun pada saat off year dan 1,200 g Ktanamantahun pada kondisi on
year Tabel 27. Produksi maksimum pada saat on year dicapai dengan dosis yang lebih rendah karena pupuk K yang diberikan lebih banyak diserap tanaman
dibandingkan pada kondisi off year. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19, konsentrasi K daun pada saat off year juga lebih tinggi pada dosis 1,800 g
91 Ktanamantahun sedangkan pada saat on year, konsentrasi K daun tertinggi pada
dosis 1,200 g Ktanamantahun. Peningkatan produksi tanaman duku pada tahun III sebesar 187 dibandingkan dengan sebelum pemupukan pada dosis 1800 g
Ktanamantahun. Tabel 27 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan K
Produksi setelah pemupukan K kg Pemupukan K
gtanamantahun Produksi sebelum
pemupukan K kg
Tahun I off year Tahun III on year
95.60 28.00
87.99 600
88.40 37.20
207.11 1200
133.80 50.80
268.05 1800
67.80 67.00
194.55 2400
95.00 41.80
178.75 F test
- Pola respon
- LQ
LQ
: nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik.
Pengaruh Pemupukan N, P, K terhadap Perkembangan dan Kualitas Buah Duku
Pemupukan N
Ukuran buah duku untuk konsumsi segar berdasarkan SNI tahun 2009 ditentukan oleh bobot atau diameter buah Tabel 28.
Tabel 28 Kode ukuran bobot dan diameter buah duku berdasarkan SNI buah duku tahun 2009
Kode ukuran Bobot g
Diameter cm 1
27.5 – 30.0 3
2 25.9 – 27.4
2.5 - 3 3
22.5 – 25.8 2.5
4 19.9 – 22.4
5 15.0 – 19.8
Sumber: BSN 2009
Pengaruh pemupukan N terhadap bobot buah duku tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan dosis pupuk, tetapi cenderung terjadi
peningkatan bobot buah dari tahun I ke tahun III setelah pemupukan Tabel 29.
92 Tabel 29 Pengaruh pemupukan N terhadap bobot buah duku tahun I dan III
Pemupukan N gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar
SNI kecil
SNI Sedang SNI Besar SNI
10.23 -
16.16
5
24.16
3
14.73
-
21.66
4
30.01
1
400 10.42
- 17.24
5 25.19
3 16.14
5 22.90
3 31.95
1
800 10.50
- 17.38
5 25.61
2 15.46
5 22.43
4 30.08
1
1200 11.54
- 17.77
5 26.17
2 15.41
5 22.12
4 29.69
1
1600 11.06
- 17.44
5 24.53
3 14.37
- 20.28
4 28.19
1
Bobot buah grbh Tahun I
Tahun III
Diameter buah ukuran sedang pada tahun I menunjukkan perbedaan yang nyata akibat pemupukan N, dengan pola respon kuadratik, sedangkan pada tahun
III tidak berbeda nyata Tabel 30. Berdasarkan data pada Tabel 29 dan 30, secara umum pemupukan N pada tahun III cenderung meningkatkan bobot dan diameter
buah satu tingkat lebih tinggi dari pada tahun I. Hal ini juga dinyatakan oleh Alva et al. 2006, bahwa bobot buah berubah dari tahun ke tahun tetapi tidak nyata
dipengaruhi oleh N. Perubahan bobot buah diduga akibat pupuk P dan K yang diberikan sebagai pupuk dasar. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada
diameter buah, karena peningkatan bobot buah juga akan meningkatkan diameter buah.
Tabel 30 Pengaruh pemupukan N terhadap diameter buah duku tahun I dan III
Pemupukan N gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
2.56 2
2.94 2
3.43 1
2.59 2
2.97 2
3.36 1
400 2.57
2 2.97
2 3.44
1 2.80
2 3.18
1 3.60
1
800 2.60
2 3.04
1 3.47
1 2.79
2 3.17
1 3.56
1
1200 2.79
2 3.02
1 3.48
1 2.78
2 3.14
1 3.56
1
1600 2.54
2 2.97
2 3.46
1 2.70
2 3.07
1 3.44
1
F test -
- -
- -
Pola respon ns
Q ns
ns ns
ns Diameter buah cm
Tahun I Tahun III
: nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik
Pemupukan N tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan total padatan terlarut TPT, tetapi cenderung menurunkan tebal kulit dan
meningkatkan nilai TPT tahun III dibandingkan dengan tahun I Tabel 31.
93 Tabel 31 Pengaruh pemupukan N terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III
Nilai TPT yang meningkat pada tahun III dapat disebabkan oleh hara N yang diserap oleh tanaman lebih banyak dibandingkan tahun I, sehingga laju
fotosintesis lebih tinggi dan fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Steffanelli et al. 2010 menyatakan bahwa pemupukan N dapat meningkatkan
kualitas internal buah antara lain kadar gula. Pada perlakuan 0 g Ntanamantahun juga terjadi peningkatan nilai TPT, hal ini diduga akibat pemberian pupuk dasar P
dan K. Persentase edibel dan bobot biji pada tahun I menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata, pada buah sedang dan besar dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis 800 g Ntanamantahun. Pada tahun III persentase edibel
dan bobot biji tidak berbeda nyata, tetapi cenderung lebih tinggi dari pada tahun I Tabel 32–33. Pertambahan persentase edibel berbanding terbalik dengan ukuran
buah, semakin kecil ukuran buah, pertambahan persentase edibel semakin tinggi. Hal ini diduga karena bobot biji yang semakin besar dengan meningkatnya ukuran
buah, sehingga persentase edibel cenderung semakin rendah. Tabel 32 Pengaruh pemupukan N terhadap persentase edibel bedasarkan ukuran
buah tahun I dan III Edibel
Tahun I Tahun III
Pemupukan N gtanth
Kecil Sedang
Besar Kecil
Sedang Besar
60.33 60.96
62.14 76.73
75.65 72.50
400 59.61
61.91 61.50
76.63 75.95
72.31 800
64.75 66.53
67.93 76.67
80.72 74.36
1200 60.01
64.84 66.14
75.89 75.34
74.23 1600
60.59 62.92
63.21 75.24
72.63 71.35
F test ns
ns ns
ns Pola respon
- Q
Q -
- -
: nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik
Pemupukan Tebal kulit cm
TPT
o
Brix N gtanamantahun
Tahun I Tahun III
Tahun I Tahun III
0.19 0.17
15.87 18.31
400 0.19
0.18 18.12
18.37 800
0.20 0.15
16.23 18.61
1200 0.17
0.17 16.86
19.10 1600
0.16 0.15
15.35 18.35
94 Tabel 33 Pengaruh pemupukan N terhadap bobot biji bedasarkan ukuran buah
tahun I dan III Bobot biji g
Tahun I Tahun III
Pemupukan N gtanth
Kecil Sedang
Besar Kecil
Sedang Besar
0.41 0.92
2.02 0.55
1.18 2.55
400 0.45
0.85 1.52
0.68 1.29
3.11 800
0.37 0.56
1.45 0.46
1.33 2.71
1200 0.45
0.56 1.36
0.66 1.64
2.95 1600
0.59 1.56
1.97 0.57
1.16 2.86
F test ns
ns ns
ns Pola respon
- Q
Q -
- -
: nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik
Respon pemupukan N berbeda nyata terhadap serapan hara biji tahun I dengan pola respon kuadratik, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap serapan hara pada kulit dan aril. Hal ini disebabkan karena menurut Poerwanto 2008, biji merupakan sink yang paling kuat, dikuti oleh aril dan kulit.
Pada tahun III serapan hara pada kulit, biji dan aril tidak berbeda nyata, tetapi lebih tinggi dari pada tahun I Tabel 34. Peningkatan serapan hara pada tahun
III sebesar 363 pada biji, 240 pada kulit dan 192 pada aril dibandingkan tahun I. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan N yang diberikan lebih banyak
diserap pada tahun III dibandingkan tahun I. Tabel 34 Pengaruh pemupukan N terhadap serapan hara pada kulit, biji dan aril
tahun I dan III Serapan hara N g
Tahun I Tahun III
Pemupukan N gtanth
Kulit Biji
Aril Kulit
Biji Aril
0.13 0.08
0.12 0.33
0.22 0.27
400 0.14
0.05 0.15
0.28 0.24
0.31 800
0.12 0.07
0.11 0.33
0.21 0.32
1200 0.10
0.06 0.13
0.35 0.22
0.32 1600
0.11 0.07
0.12 0.34
0.17 0.29
F test ns
ns ns
ns ns
Pola respon -
Q -
- -
-
: nyata pada taraf 5, ns: tidak nyata, Q: kuadratik
Pemupukan P
Pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap bobot buah besar pada tahun I dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis 1,000 g
Ptanamantahun, dan menurun pada dosis yang lebih tinggi. Bobot buah pada
95 tahun III tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, tetapi terjadi peningkatan
bobot buah dibandingkan tahun I Tabel 35. Tabel 35 Pengaruh pemupukan P terhadap bobot buah duku tahun I dan III
Pemupukan P gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
12.23 -
19.53 5
26.71 2
15.05 5
23.88 3
30.98 1
500 13.14
- 19.81
5 27.89
1 15.29
5 23.78
3 32.09
1
1000 13.88
- 22.03
4 31.64
1 14.04
- 22.96
3 30.90
1
1500 14.21
- 20.30
4 28.57
1 15.24
5 24.72
3 33.15
1
2000 12.49
- 18.13
5
23.68
3
14.76
-
23.30
3
29.82
1
F test ns
ns ns
ns Pola respon
- -
Q -
- Bobot buah grbh
Tahun I Tahun III
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Diameter buah tahun I dan III tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, tetapi terjadi kecenderungan peningkatan diameter buah. Diameter buah
meningkat seiring dengan meningkatnya bobot buah Tabel 36. Hal ini disebabkan oleh peran P dalam proses fotosintesis dan pembentukan buah. Unsur
P merupakan komponen struktural molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Ketersedian P
selama periode ini berperan dalam mengatur rasio patisukrosa pada daun source dan pembagian fotosintesis antara daun source dan organ reptoduktif Havlin et
al. 1999; Marchner 1995; Gardner et al. 1991. Tabel 36 Pengaruh pemupukan P terhadap diameter buah duku tahun I dan III
Pemupukan P gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
2.57 3
3.05 1
3.37 1
2.79 2
3.29 1
3.61 1
500 2.66
3 3.13
1 3.50
1 2.88
2 3.33
1 3.65
1
1000 2.81
3 3.24
1 3.57
1 2.84
2 3.33
1 3.61
1
1500 2.77
3 3.12
1 3.51
1 2.83
2 3.32
1 3.65
1
2000 2.59
3 3.00
2 3.27
1 2.86
2 3.34
1 3.61
1
Diameter buah cm Tahun I
Tahun III
Pemupukan P yang diberikan pada tanaman duku tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata terhadap tebal kulit dan TPT pada tahun I dan tahun III.
Data pada Tabel 37 memperlihatkan terjadi peningkatan tebal kulit dan sebaliknya penurunan nilai TPT pada tahun III. Penurunan nilai TPT pada tahun III diduga
karena selama proses pematangan buah, curah hujan tinggi Gambar 26B,
96 sehingga cahaya matahari berkurang dan laju fotosintesis juga akan berkurang,
sehingga kadar gula pada buah menjadi lebih rendah. Tabel 37 Pengaruh pemupukan P terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III
Pemupukan Tebal kulit cm
TPT
o
Brix P gtanth
Tahun I Tahun III
Tahun I Tahun III
0.17 1.73
18.83 17.64
500 0.16
1.72 18.88
18.16 1000
0.16 1.83
19.16 17.76
1500 0.17
1.56 18.88
17.85 2000
0.17 1.49
18.69 17.61
Pemupukan P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase edibel dan bobot biji, tetapi terjadi peningkatan nilai edibel dan
penurunan bobot biji pada tahun III Tabel 38 dan 39. Fosfor berperan dalam pembentukan biji dan buah, dalam hal ini diduga P lebih banyak ditranslokasikan
untuk perkembangan daging buah, sehingga persentase edibel meningkat. Pemupukan P belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena P yang
diberikan belum optimal diserap oleh tanaman untuk perkembangan buah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah P tersedia yang masih rendah dibandingkan P
potensial Lampiran 10. Tabel 38 Pengaruh pemupukan P terhadap persentase edibel tahun I dan III
Edibel Tahun I
Tahun III Pemupukan
Pgtanthn Kecil
Sedang Besar
Kecil Sedang
Besar 67.56
63.23 66.02
75.93 73.63
73.76 500
59.72 66.76
66.34 78.62
75.06 73.30
1000 67.92
67.57 67.83
78.72 74.25
72.47 1500
69.45 69.16
65.48 76.70
75.50 73.06
2000 67.70
67.68 66.90
77.04 73.61
74.19 Tabel 39 Pengaruh pemupukan P terhadap bobot biji tahun I dan III
Bobot biji g Tahun I
Tahun III Pemupukan
P gtanth Kecil
Sedang Besar
Kecil Sedang
Besar 0.47
1.46 2.53
0.59 1.30
2.09 500
1.79 1.61
3.05 0.40
1.48 2.68
1000 0.77
1.67 3.16
0.55 1.56
3.15 1500
0.93 1.64
3.55 0.67
1.62 3.37
2000 0.64
1.17 2.07
1.01 1.86
2.65
97 Serapan hara P pada biji tahun I, menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis pemupukan 1.500 g Ptanamantahun sedangkan pada kulit dan aril tidak berbeda nyata Tabel 40.
Hal tersebut karena biji merupakan sink yang paling kuat dibandingkan dengan aril dan kulit, seperti telah dijelaskan sebelumnya pada serapan hara N biji.
Penurunan nilai serapan hara pada tahun III diduga karena jumlah buah yang terbentuk lebih banyak dibandingkan tahun I, sehingga pembagian hara P ke
organ reproduktif tersebut akan berkurang. Tabel 40 Pengaruh pemupukan P terhadap serapan hara pada kulit, biji dan aril
tahun I dan III Serapan hara P g
Tahun I Tahun III
Pemupukan P gtanth
kulit biji
Aril kulit
biji Aril
0.016 0.008
0.030 0.007
0.004 0.015
500 0.018
0.012 0.027
0.006 0.004
0.016 1000
0.020 0.013
0.033 0.007
0.005 0.015
1500 0.020
0.015 0.029
0.007 0.006
0.018 2000
0.015 0.010
0.024 0.005
0.005 0.016
F test ns
ns ns
ns ns
Pola respon -
Q -
- -
-
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Pemupukan K
Pemupukan K tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap bobot dan diameter buah, tetapi menunjukkan peningkatan pada tahun III Tabel 41–42.
Tabel 41 Pengaruh pemupukan K terhadap bobot buah duku tahun I dan III
Pemupukan K gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
kecil SNI Sedang SNI Besar SNI
12.61 -
18.42 5
26.75 2
18.04 5
24.07 3
30.47 1
600 10.63
- 17.54
5 25.06
3 18.38
5 24.57
3 32.70
1
1200 12.00
- 15.72
5 25.03
3 17.25
5 25.04
3 30.56
1
1800 11.55
- 18.23
5 26.60
2 18.17
5 26.77
2 35.84
1
2400 12.80
- 18.74
5 26.08
2 18.32
5 25.00
3 32.46
1
Bobot buah grbh Tahun I
Tahun III
98 Tabel 42 Pengaruh pemupukan K terhadap diameter buah duku tahun I dan III
Pemupukan K gtanth
kecil SNI Sedang SNI Besar
SNI kecil
SNI Sedang SNI Besar SNI
2.78
2
2.95
2
3.43
1
3.02
1
3.24
1
3.15
1
600 2.53
2 2.97
2 3.38
1 2.99
2 3.36
1 3.70
1
1200 2.63
2 2.92
2 3.53
1 2.99
2 3.38
1 3.33
1
1800 2.55
2 3.11
1 3.42
1 3.06
1 3.48
1 3.81
1
2400 2.67
2 3.06
1 3.42
1 3.00
2 3.36
1 3.60
1
Tahun I Tahun III
Diameter buah cm
Peningkatan bobot dan diameter buah pada tahun III disebabkan karena K yang dapat diserap oleh tanaman lebih banyak dan K berperan dalam peningkatan
kuantitas dan kualitas buah. Pemupukan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit buah dengan pola respon kuadratik pada tahun I, sedangkan pada tahun III tidak
berbeda nyata, tetapi terjadi peningkatan tebal kulit dibandingkan tahun I Tabel 43. Pengaruh pemupukan K terhadap TPT tahun I tidak menunjukan
perbedaan yang nyata, tetapi pada tahun III berbeda sangat nyata, dengan pola respon kuadratik dan mencapai maksimum pada dosis pupuk 1,200 g
Ktanamantahun Tabel 43. Tabel 43 Pengaruh pemupukan K terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III
Pemupukan Tebal kulit cm
TPT
o
Brix K gtanth
Tahun I Tahun III
Tahun I Tahun III
0.18 1.55
18.26 16.85
600 0.14
1.55 17.97
17.48 1200
0.18 1.46
18.20 18.22
1800 0.18
1.55 17.79
17.86 2400
0.19 1.63
17.84 17.51
F test ns
ns Pola respon
Q -
- Q
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Tanaman memerlukan K untuk produksi molekul fosfat berenergi tinggi ATP pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini digunakan sebagai sumber
energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ tanaman untuk digunakan
dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman Havlin et al. 1999. Pada tanaman yang mendapat suplai K cukup, konsentrasi K dan potensial osmotik
floem sap lebih tinggi dari pada tanaman dengan suplai K lebih rendah. Konsentrasi K yang tinggi meningkatkan laju transfor sukrosa di dalam floem ke
99 bagian-bagian tanaman yang membutuhkan, diantaranya buah, sehingga
peningkatan K berarti juga akan meningkatkan kadar gula dalam bentuk TPT. Persentase edibel juga berbeda nyata pada tahun I untuk buah kecil dan
besar dengan pola respon kuadratik sedangkan pada tahun III tidak terjadi perbedaan yang nyata, tetapi secara keseluruhan persentase edibel meningkat
dibandingkan tahun I Tabel 44. Tabel 44 Pengaruh pemupukan K terhadap persentase edibel tahun I dan III
Edibel Tahun I
Tahun III Pemupukan
K gtanth kecil
Sedang Besar
kecil Sedang
Besar 73.13
70.12 67.51
69.29 67.34
67.01 600
69.61 67.41
71.12 72.57
70.74 66.69
1200 67.99
67.33 63.69
70.80 68.93
67.70 1800
62.70 64.61
66.53 71.43
69.74 67.14
2400 70.70
66.01 65.89
69.02 68.02
65.31 F test
Pola respon Q
Q Pemupukan K tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
biji pada tahun I dan III, tetapi terjadi peningkatan pada tahun III Tabel 45. Peningkatan bobot biji pada tahun III cenderung menurunkan persentase edibel.
Tabel 45 Pengaruh pemupukan K terhadap bobot biji tahun I dan III Bobot biji g
Tahun I Tahun III
Pemupukan K gtanth
kecil Sedang
Besar kecil
Sedang Besar
0.71 1.21
2.45 2.11
3.18 4.22
600 0.62
1.95 2.17
1.61 2.77
4.87 1200
0.92 1.11
2.82 1.85
3.01 4.42
1800 0.59
1.18 2.51
1.86 3.52
5.56 2400
0.38 1.31
2.87 2.06
2.98 5.05
Tabel 46 Pengaruh pemupukan K terhadap serapan hara kulit, biji dan buah tahun I dan III
Serapan hara K g Tahun I
Tahun III Pemupukan
K gtanth kulit
biji Aril
kulit biji
Aril 0.015
0.013 0.032
0.324 0.185
0.316 600
0.013 0.016
0.033 0.349
0.186 0.321
1200 0.019
0.015 0.034
0.320 0.173
0.352 1800
0.014 0.013
0.029 0.353
0.203 0.381
2400 0.019
0.016 0.042
0.315 0.213
0.352
100 Serapan hara K pada tahun I dan III tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap pemupukan K, baik pada kulit, biji dan aril. Respon pemupukan K lebih tinggi pada aril diukuti kulit dan biji Tabel 46.
Kesimpulan
Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah matang; persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I; P
berpengaruh nyata terhadap jumlah buah muda dan buah matang; bobot buah dan serapan hara biji pada tahun I; sedangkan K berpengaruh nyata terhadap tebal
kulit dan edibel tahun I serta TPT tahun III.
PEMBAHASAN UMUM
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori
tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Cara membangun model pemupukan tanaman duku tersebut melalui tahapan sebagai berikut: 1 pengambilan sampel
daun yang tepat, ialah a daun ketiga dewasa dari cabang yang tidak berbuah atau b daun ketiga dewasa dari cabang yang berbuah atau c daun kesatu dewasa dari
cabang yang berbuah; 2 waktu pengambilan sampel daun yang tepat, yaitu pada saat panen. Pada saat panen dilakukan pengamatan data produksi, pengambilan
sampel daun dan analisis daun. Tahap selanjutnya hasil analisis daun dan data produksi yang diperoleh dimasukkan dalam model, apakah tergolong status hara
sangat rendah, rendah atau sedang. Berdasarkan status hara tersebut dapat ditentukan berapa dosis pupuk yang harus diberikan.
Model yang sudah dibangun berdasarkan hasil penelilitian ini, dapat digunakan untuk menyusun rekomendasi pemupukan N, P, K tanaman duku di
Propinsi Jambi. Model terdebut dapat pula digunakan di daerah lain dengan melakukan percobaan uji kalibrasi selama beberapa tahun di berbagai lokasi.
Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan model yang sudah ada, sehingga memiliki validitas yang tinggi. Percobaan uji kalibrasi sampai dengan 20 tahun
akan menghasilkan model pemupukan tanaman duku yang lebih valid dan reliabel, serta dapat digunakan pada seluruh pertanaman duku di Indonesia.
Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku
Alat diagnosis terbaik merupakan salah satu yang direkomendasikan dalam aplikasi hara, sehingga secara langsung memberikan respon ekonomi pada
tanaman buah. Alat diagnosis ini dirancang untuk menghindari defisiensi atau kelebihan hara, dan jika digunakan dengan baik, dapat meningkatkan produksi
dan kualitas buah. Analisis daun menjadi metode yang terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk aplikasi hara tersebut Bhargava 2002.
Konsentrasi hara daun dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status hara tanaman, yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman
Stebbins dan Wilder 2003. Analisis daun menurut Heckman 2001 dan
102 Grubinger 2007, merupakan prosedur untuk menentukan konsentrasi unsur
dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman buah. Hasil ini digunakan untuk menentukan level kesuburan tanah dan aplikasi pupuk yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman buah. Analisis daun umumnya merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada
tanaman buah, karena dapat memberikan informasi aktual tentang penyerapan hara dan mengungkapkan gejala kelebihan dan defisiensi hara Bhargava 2002;
Zwart 2006. Pada bibit duku status hara N, P dan K serta perkiraan kebutuhan dosis
optimum untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum pada tanaman duku juga dapat ditentukan berdasarkan analisis daun baik pada stadia bibit maupun pada
tanaman duku dewasa. Penelitian pada stadia bibit bertujuan untuk mendeteksi gejala defisiensi dan kelebihan hara N, P dan K, yang secara visual sulit
ditemukan pada tanaman duku dewasa. Gejala abnormal gangguan hara N, P, dan K secara umum baru dapat dilihat dengan jelas apabila bibit duku berada pada
kondisi defisiensi atau kelebihan hara yang berat. Defisiensi dan kelebihan hara pada kondisi tersebut menyebabkan laju pertumbuhan menjadi lambat.
Gejala defisiensi N pertama terlihat pada daun tua yang ditandai dengan perubahan warna daun menjadi hijau kekuningan-kuning klorosis, tangkai daun
lemah dan berwarna kuning, pertumbuhan lambat Gambar 2 dan 3, dan konsentrasi N daun 1.36. Marschner 1995 dan Havlin et al. 1999
menyatakan bahwa N merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi N
mulai terlihat pada daun tua. Daun merupakan organ fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa organik untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan klorofil
berfungsi sebagai pigmen penangkap cahaya untuk fotosintesis, yang menghasilkan karbohidrat, sebagai sumber energi pada proses respirasi sehingga
tanaman dapat melangsungkan hidupnya. Nitrogen merupakan komponen esensial dari klorofil. Berdasarkan pentingnya peranan daun dan klorofil tersebut
terhadap pertumbuhan tanaman, maka apabila tanaman defisiensi N pertumbuhan menjadi lambat.
103 Gejala defisiensi P ditandai dengan
pertumbuhan bibit lambat, perubahan warna daun dan tulang daun menjadi hijau kecoklatan, kusam,
dimulai dari daun tua Gambar 8A,
dan konsentrasi P daun 0.14. Rehm dan Schmitt 2002 melaporkan bahwa sebagian besar tanaman yang defisiensi P ukurannya akan
berkurang. Penelitian yang dilakukan pada tanaman jagung, defisiensi P menghambat translokasi karbohidrat di dalam tanaman, sehingga akan
memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Hal ini akan menambah karbohidrat dan perkembangan warna hijau
daun menjadi lebih gelap. Defisiensi P menurut Jones 1998 dan Marscher 1995 akan menyebabkan suatu reduksi pada berbagai proses metabolisme
termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis. Gejala defisiensi K pada bibit terlihat di daun tua yang ditandai dengan
perubahan warna daun menjadi coklat dan kering pada ujung dan tepi daun, pertumbuhan bibit lambat Gambar 12A, dan konsentrasi K daun 1.26.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan K di dalam jaringannya, dimana K memelihara keseimbangan kation:anion dan pH
sitoplasma, yang menjadi prasyarat untuk aktifitas normal sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil Krishna
2002. Menurut Gardner et al. 1991, K berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan, indeks luas daun dan laju
asimilasi CO
2
serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ pengguna sink. Translokasi meningkat karena pembentukan ATP lebih banyak, yang
penting untuk transpor hasil asimilasi ke dalam floem. Kegiatan fotosintesis menurun dengan menurunnya kandungan K dan sebaliknya dapat meningkatkan
respirasi, sehingga penyaluran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga akan berkurang. Laju fotosintesis dan proses metabolisme tanaman menurun
dipengaruhi oleh berkurangnya peranan K dalam mengatur ketersediaan air yang cukup dan turgor dalam tanaman, dimana air mutlak diperlukan dalam proses ini.
Pertumbuhan abnormal juga terjadi pada tanaman yang kelebihan N, P dan K. Bibit duku yang kelebihan N memperlihatkan gejala daun yang berwarna
coklat dan mengalami nekrosis, dimulai dari tepi, menuju ke bagian tengah termasuk tulang daun dan pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung
104 serta rontok Gambar 3D dan 3E, pertumbuhan bibit lambat Gambar 2 dan
konsentrasi N daun 1.46. Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada
bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti djelaskan oleh Liferdi 2010 juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman
duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan
rontok. Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. 1995 kelebihan N menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis di ujung daun
pada tanaman Eucalyptus globulus. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem dan floem, sehingga
transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu. Ketersediaan air dan N yang berkurang
dalam daun, menyebabkan daun defisiensi klorofil dan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan kering. Menurut Wong 2005, kelebihan N juga dapat
menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH
4 +
yang berasal dari pupuk yang bersumber dari CONH
2 2
yang diberikan. Keracunan NH
4 +
menunjukkan pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun
menggulung. Faktor lain akibat dari kelebihan hara N adalah terjadinya keracunan yang disebabkan oleh biuret Mikkelsen 2007 dan indeks garam
Mortvedt 2001 yang berasal dari pupuk urea, menyebabkan daun menjadi kuning dan mengering dimulai dari ujung dan tepi daun, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi lambat. Gejala kelebihan P memperlihatkan pertumbuhan bibit lambat Gambar 6,
daun berwarna hijau dengan bercak kuning dan nekrotik pada helaian daun Gambar 8C, dan konsentrasi P daun 0.25. Kelebihan P juga dapat
mengakibatkan perkembangan akar lebih lambat Gambar 7C. Hochmuth et al. 2009 melaporkan bahwa kelebihan P pada daerah perakaran dapat mengurangi
pertumbuhan tanaman karena kelebihan P akan mengurangi penyerapan Zn, Fe dan Cu, sehingga terjadi defisiensi ketiga unsur tersebut.
105 Tanaman dengan konsentrasi K daun 1.62, memperlihatkan gejala
daun berwarna hijau pucat kekuningan dengan tepi daun kering Gambar 12C dan pertumbuhan bibit lambat Gambar 11. Gejala ini diduga bukan gejala
kelebihan K, karena pada K dikenal istilah konsumsi mewah yaitu tanaman dapat
menyerap K dalam jumlah yang berlebih. Gejala yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh plasmolisis yang terjadi pada jaringan akar, akibat indeks garam
yang tinggi dari pupuk KCl yaitu 116. Gejala akibat garam terlarut yang berlebihan, pertama terjadi klorosis kemudian berkembang menjadi nekrosis pada
ujung dan tepi daun, selanjutnya daun terlihat seperti terbakar Mortvedt 2001, hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada bibit duku yang diberi pupuk K
dengan konsentrasi tinggi 200 dan 400 ppm. Kelebihan K dapat pula menyebabkan defisiensi hara Mg atau Ca, seperti dinyatakan oleh McCauley et
al. 2009 kelebihan K akan mengurangi penyerapan hara Mg, sehingga terjadi defisiensi Mg dan dalam beberapa kasus juga menyebabkan defisiensi Ca.
Gejala defisiensi N, P dan K akan muncul pada saat status hara rendah konsentrasi N, P dan K daun berada pada tingkat minimum, sedangkan gejala
kelebihan N, P dan K mulai telihat pada saat status hara sangat tinggi atau konsentrasi N, P dan K daun memberikan pertumbuhan melewati batas
maksimum Gambar 4, 9 dan 13. Nilai status hara untuk N, P dan K pada bibit duku diperoleh dari model regresi hubungan antara pertambahan tinggi relatif
dengan konsentrasi hara N, P dan K daun dapat dilihat pada Tabel 47. Status kecukupan hara N 1.36 – 1.46, P 0.14 – 0.25 tanaman
duku yang didapatkan dari hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada manggis yaitu kecukupan N: 0.94–1.18 dan P: 0.10–0.19, sedangkan K: 0.67–1.26
Liferdi 2010, tetapi lebih rendah dari pada kecukupan hara N bibit jeruk, yaitu sebesar 1.80–2.60 Bondada et al 2001.
106 Tabel 47 Status hara N, P dan K bibit duku pada kategori sangat rendah sampai
dengan sangat tinggi Konsentrasi hara daun
Status hara N
P K
Sangat rendah 1.20
0.09 1.00
Rendah 1.20 ≤ N 1.36
0.09 ≤ P 0.14 1.00 ≤ K 1.26
Sedang 1.36 ≤ N 1.46
0.14 ≤ P 0.25 1.26 ≤ K 1.62
Sangat tinggi ≥
1.46 ≥
0.25 ≥
1.62 Berdasarkan status pada Tabel 47, dapat ditentukan dosis pemupukan
untuk mencapai pertumbuhan bibit duku maksimum umur dua tahun pada status hara sangat rendah yaitu: 398 ppm N, 195 ppm P dan 177 ppm K, dengan cara
fertigasi masing-masing 50 ml setiap dua hari sekali, setara dengan 79 g urea, 115 g P
2
O
5
dan 32 g K
2
Otahun dengan interval waktu pemberian dua hari sekali Gambar 5, 10 dan 14.
Uji Korelasi dan Kalibrasi Konsentrasi Hara N, P dan K daun dengan Hasil Tanaman Duku
Status hara N, P dan K serta perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan produksi yang maksimum pada tanaman duku dewasa umur 30–40
tahun dapat ditentukan berdasarkan uji korelasi dan kalibrasi. Uji korelasi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi suatu unsur hara dalam daun dengan hasil relatif tanaman. Konsentrasi N, P dan K daun duku pada berbagai posisi daun mempengaruhi
konsentrasi hara dan menunjukkan hasil yang berbeda. Daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan hasil relatif tanaman duku adalah daun ketiga yang
dewasa pada saat panen dari dahan yang tidak ada buah. Hasil ini diperoleh dari nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu 0.87, 0.74 dan 0.71, berturut-turut untuk N,
P dan K. Daun tersebut, secara fisiologis berfungsi sebagai source dan dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman
duku yang dilakukan pada uji kalibrasi. Alternatif kedua, daun ketiga atau kesatu yang dewasa pada saat panen dapat pula digunakan untuk mendiagnosis status
hara N, P dan K apabila seluruh cabang menghasilkan buah. Tanaman duku mempunyai sifat bienial bearing yaitu berbunga dan
berbuah yang tidak stabil atau berbuah banyak pada suatu tahun on year dan berbuah sedikit atau tidak berbuah pada tahun berikutnya off year. Pada
107 penelitian ini kondisi off year terjadi pada tahun I dan II, sedangkan kondisi on
year terjadi pada tahun III. Tahun I terjadi panen kecil produksi duku sedikit yaitu 7–34 dari on year, tahun II tidak berproduksi sama sekali dan tahun III
panen besar atau panen raya. Status hara N, P dan K selama tiga tahun penelitian berkorelasi positif
dengan peningkatan hasil relatif tanaman duku berdasarkan model regresi kuadratik, dengan kriteria sangat rendah, rendah dan sedang Tabel 48.
Tabel 48 Status hara N, P dan K pada kategori sangat rendah sampai dengan sedang pada tanaman duku
Konsentrasi hara daun Status hara
N P
K Sangat rendah
1.81 0.09
1.16 Rendah
1.81 – 2.82 0.09 – 0.17
1.16 – 2.19 Sedang
≥ 2.82
≥ 0.17
≥ 2.19
Nilai konsentrasi hara N dan K tanaman duku pada status hara rendah lebih tinggi dibandingkan tanaman manggis, alpokat, mangga dan jeruk,
sedangkan untuk P lebih rendah dari tanaman manggis, dan lebih tinggi dari pada tanaman alpokat, mangga dan jeruk. Kecukupan hara N dan K tanaman duku juga
lebih tinggi dibandingkan dengan keempat tanaman buah lainnya, sedangkan untuk P lebih tinggi dari jeruk, tetapi lebih rendah daripada manggis, alpokat dan
mangga Tabel 49. Hal ini menunjukkan bahwa unsur P merupakan faktor pembatas dan sangat menentukan pada tanaman duku dibandingkan tanaman buah
lainnya, karena konsentrasi P umumnya lebih rendah. Status kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku dewasa lebih tinggi
dibandingkan pada duku stadia bibit, seperti yang terlihat pada Tabel 47 dan 48. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara tanaman berbeda berdasarkan umur
tanaman, semakin bertambah umur tanaman diduga kebutuhan hara N, P dan K tanaman duku juga akan semakin tinggi, terutama pada duku stadia bibit sampai
dengan tanaman belum berproduksi, tetapi pada tanaman duku yang telah berproduksi diduga kebutuhan ketiga unsur tersebut tidak mengalami peningkatan
relatif sama. Rekomendasi pemupukan yang diperoleh berdasarkan status hara pada bibit duku seperti dijelaskan sebelumnya dapat dijadikan pedoman untuk
pemberian hara N, P dan K apabila kita akan melakukan pengembangan bibit
108 duku dan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peningkatan kebutuhan
akan hara tersebut setiap tahunnya. Tabel 49 Status hara N, P dan K pada kategori rendah dan sedang pada beberapa
tanaman buah Konsentrasi hara daun
Rendah Sedang cukup
Tanaman buah
N P
K N
P K
Manggis
1 0.99– 1.35
0.11–0.21 0.69–0.90
1.35–2.10 0.21–0.31
0.90–1.12
Alpokat
2
1.60 0.05
–
0.08 0.35
–
0.74 1.60
–2.00
0.08
–0.25
0.75
–2.0
Mangga
3
0.70
–0.99
0.05
–0.07
0.25
–0.39
1.00
–1.50
0.08
–0.25
0.40
–0.90
Jeruk
2
2.20
–2.30
0.09
–0.11
0.40
–0.69
2.40
–2.60
0.12
–0.16
0.70
–1.5
Keterangan:
1
Liferdi 2008,
2
Reuter dan Robonson 1997,
3
Jones et al. 1991
Kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada status hara sangat rendah untuk tanaman duku diperoleh dari model regresi hubungan antara dosis pupuk
dengan hasil relatif sebagai respon pemupukan. Model regresi kuadratik merupakan yang terbaik untuk penentuan dosis maksimum pemupukan N, P dan
K pada status hara sangat rendah yaitu 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,693 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCl Gambar 21. Pada status hara rendah diperoleh dosis maksimum 588 g N,
1,393 g P
2
O
5
dan 1,200 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun Gambar 22.
Kebutuhan maksimum pupuk P dan K lebih tinggi dari pada N karena P dan K lebih besar pengaruhnya terhadap produksi buah duku, yaitu pada saat
perkembangan bunga dan buah, sedangkan N lebih besar pengaruhnya terhadap perkembangan daun atau fase vegetatif tanaman. Hal ini dapat pula disebabkan
karena P dan K yang diberikan kedalam tanah belum seluruhnya berada dalam bentuk tersedia bagi tanaman, tetapi sebagian terikat di dalam tanah, seperti
terlihat pada Lampiran 10–11 yang menunjukkan bahwa P dan K potensial tinggi di dalam tanah, tetapi dalam bentuk tersedia sangat rendah sampai dengan rendah.
Pendekatan multinutrient dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi pemupukan, apabila tidak semua kategori status hara diperoleh. Metode ini
merupakan metode cepat dan bersifat spesifik lokasi serta tidak berdasarkan pada hasil analisis tanah. Kelemahan metode ini rekomendasi yang kita dapatkan pada
suatu daerah tidak dapat digunakan pada daerah lain, sedangkan rekomendasi
109 berdasarkan status hara dapat kita terapkan pada semua daerah pertanaman duku.
Berdasarkan metode tersebut diperoleh rekomendasi pemupukan optimum pada tanaman duku, yaitu 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl Gambar 23. Hal ini
didasarkan pada biaya operasional dan pembelian pupuk terkecil yaitu 2,328 Tabel 21.
Pengaruh pemupukan N, P dan K nyata terhadap konsentrasi hara tersebut pada daun tahun I dan II, dengan pola respon linier dan kuatratik Tabel 17–19.
Konsentrasi N dan K pada tahun III lebih tinggi dari pada tahun I dan II, sebaliknya untuk P daun justru lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada
tahun I dan II tanaman duku berada pada kondisi off year, bunga yang terbentuk sedikit sehingga hara P yang diserap dari dalam tanah lebih banyak
ditranslokasikan ke daun, sedangkan pada saat tahun III atau kondisi on year hara P sangat berperan dalam pembentukan bunga, sehingga konsentrasi P daun
berkurang. Perkembangan daun dan bunga terjadi pada waktu yang sama karena flush terjadi hampir besamaan dengan munculnya bunga.
Pengaruh Pemupukan N, P dan K terhadap Perkembangan Bunga dan Buah Tanaman Duku
Proses pembungaan dan pembuahan pada tanaman duku selain dipengaruhi oleh ketersedian hara N, P dan K yang berasal dari pemupukan,
secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor iklim. Faktor iklim yang sangat berpengaruh adalah curah hujan, sedangkan suhu dan kelembaban, relatif stabil
dan memenuhi syarat optimal untuk tanaman duku, yaitu 20–30
o
C dan 70– 90 Lampiran 13. Hasil penelitian di empat lokasi sentra duku Jambi pada tahun
2009–2011 tahun I–III, menunjukkan bahwa perkembangan bakal bunga pacal menjadi bunga membutuhkan air hujan setelah periode kering minimal satu bulan.
Jika kebutuhan air tersebut tidak terpenuhi, maka bakal bunga akan dorman dalam waktu yang cukup lama. Periode kering selama satu bulan yang diikuti dengan
hujan akan merangsang perkembangan bunga duku. Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bungatangkai dan
jumlah buah matangtangkai, sedangkan pemupukan P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah, masing-masing dengan pola respon kuadratik. Semakin
110 banyak jumlah bungatangkai, semakin sedikit jumlah buah yang dihasilkan pada
saat panen. Nitrogen penting dalam pembentukan klorofil, yang berperan dalam reaksi fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat yang cukup dan
N yang cukup akan membentuk bunga dan buah. Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap produksi sangat nyata, baik
pada kondisi off year maupun on year dengan pola respon kuadratik Tabel 25–27. Pemberian pupuk N, P dan K pada tahun III dapat meningkatkan
produksi masing-masing sebesar 109, 345 dan 187 dibandingkan dengan produksi sebelum pemupukan. Produksi pada tahun III dan sebelum pemupukan
berada pada kondisi yang sama yaitu on year. Pemupukan yang diberikan pada saat off year tahun I dan II belum
sepenuhnya dapat diserap oleh tanaman, sehingga pada saat on year tahun III efek residu pupuk dari tahun sebelumnya diduga berpengaruh terhadap
peningkatan produksi. Tanaman duku yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dipupuk sehingga perakaran tanaman lebih dalam dan sulit untuk
mencapai hara yang diberikan pada lapisan top soil ± 30 cm, sehingga hara yang tersedia di dalam tanah belum dapat diserap secara optimal pada tahun I dan II.
Hal ini juga dinyatakan oleh Bhargava 2002 dan Hakim 2010, yang menyatakan bahwa suplai hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama
pada hara pohon buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah.
Pemupukan N, P dan K masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot buah, diameter buah, bobot biji, persentase edibel, tebal
kulit, total padatan terlarut TPT, dan serapan hara. Pengamatan bobot buah, diameter buah, bobot biji dan persentase edibel dibedakan menjadi tiga yaitu
ukuran buah kecil, sedang dan besar berdasarkan grade yang umum dilakukan di tingkat petani. Respon pemupukan N, P dan K terhadap peubah-peubah tersebut
cenderung menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kondisi on year dibandingkan dengan off year.
Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap diameter buah sedang, bobot biji dan persentase edibel pada buah sedang dan besar, serta serapan hara pada
biji, dengan pola respon kuadratik untuk kondisi off year. Pemupukan P
111 memberikan pengaruh terhadap bobot buah besar dan serapan hara pada biji untuk
kondisi off year dengan pola respon kuadratik, sedangkan pemupukan K menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase edibel untuk buah kecil dan
besar serta tebal kulit pada kondisi off year dan TPT pada kondisi on year dengan pola respon kuadratik. Tanaman memerlukan K untuk produksi molekul fosfat
berenergi tinggi ATP pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula selama
fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman Havlin et
al.1999. Pada tanaman yang mendapat suplai K cukup, konsentrasi K dan potensial osmotik floem sap lebih tinggi dari pada tanaman dengan suplai K lebih
rendah. Konsentrasi K yang tinggi meningkatkan laju transpor sukrosa di dalam floem ke bagian-bagian tanaman yang membutuhkan, diantaranya buah, sehingga
peningkatan K berarti juga akan meningkatkan kadar gula dalam bentuk TPT.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku dapat disusun
berdasarkan model yang dibangun berdasarkan sampel daun dan waktu pengambilan sampel yang tepat, serta penentuan kelas dan batas kritis status
hara. 2.
Kategori kecukupan hara N pada bibit duku yaitu: 1.36–1.46 , defisiensi: 1.36 dan kelebihan 1.46; kecukupan P: 0.14–0.25, defisiensi:
0.14 dan kelebihan: 0.25; sedangkan kecukupan K: 1.26–1.62, defisiensi 1.26 dan kelebihan 1.62.
3. Dosis pupuk N, P dan K untuk mencapai pertumbuhan bibit duku maksimum
umur dua tahun pada status hara sangat rendah yaitu: 398 ppm N, 195 ppm P dan 177 ppm K atau setara dengan 79 g urea, 115 g SP-36 dan 32 g KCltahun
dengan interval waktu pemberian dua hari sekali. 4.
Daun yang dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K berturut-turut adalah: a daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang
yang tidak ada buah, b daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang ada buah dan c daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang ada
buah 5.
Kategori kecukupan hara N, P dan K berdasarkan analisis jaringan daun pada tanaman duku dewasa berturut-turut adalah: ≥ 2.82, ≥ 0.17, dan ≥ 2.19.
6. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman duku:
a status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,693 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCltanamantahun.
b. status hara rendah: 588 g N, 1,393 g P
2
O
5
dan 1,210 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg
KCltanamantahun. c. pendekatan multinutrient yang memiliki biaya produksi terendah: 920 g N,
1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl.
114
7. Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah, serta persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I; P
berpengaruh nyata terhadap jumlah buah serta bobot buah dan serapan hara biji pada tahun I sedangkan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan
edibel tahun I serta TPT tahun III.
Saran 1.
Pengambilan sampel daun untuk penentuan status hara dan kebutuhan pupuk optimum pada tanaman duku produktif dapat dilakukan pada saat panen on
year, yaitu daun ketiga dari cabang yang tidak berbuah atau daun kesatu atau ketiga dari cabang yang berbuah.
2. Penelitian lanjutan diperlukan untuk memperoleh produksi duku selama lima
tahun, sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap, valid dan terpercaya untuk menyusun rekomendasi pemupukan duku pada status hara sangat
rendah, rendah dan sedang. 3.
Dosis pupuk pada status hara sangat rendah dan rendah pada tanaman duku yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini perlu diaplikasikan ke lapangan
dan diperlukan penelitian lebih lanjut pada lokasi dan jenis tanah yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Alva AK, Paramasivamb S, Obreza TA, Schumann AW. 2006. Nitrogen best management practice for citrus trees, I. Fruit yield, quality, and leaf
nutritional status. Sci Hort 107: 233–244. Amstrong DL. 1999. Functions of phosphorus in plant. Better Crop 83: 6–7.
Amrullah, Dharma S, Ferdinal. 2002. Buah Unggul Khas Propinsi Jambi. Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jambi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi.
Amtmann A, Armengaud P. 2009. Effect of N, P, K, and S on metabolism: new knowledge gained from multi-level analysis. Plant Biol 12: 275–283.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 2009. Standar Nasional Indonesia SNI Duku. BSN. Jakarta.
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Ed. 2. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Baswarsiati M, Siniati T. 2004. Mengenal Sosok Duku Prunggahan. Jawa Timur
: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bell PF et al. 2003. Relationship between leaf-blade nitrogen and relative
seedcotton yield. Crop Sci 43: 1367–1374. Benson NR. 1994. Nutrient Disorder in Tree Fruits. A Pacific Northwest
Extension Publication. Washington State University. Bhargava BS. 2002. Leaf analysis for nutrient diagnosis, recommendation and
management in fruit crops. J Indian Soc of Soil Sci 504:352–373. Bierman PM, Rosen CJ. 2005. Diagnosing Nutrient Disorders in Fruit and
Vegetable Crops. University of Minnesota Extension, p. 1-10. Bondada BR, Syvertsen JP, Albrigo LG. 2001. Urea nitrogen uptake by citrus
leaves. Hort Sci 366:1061–1065. Boussadia O et al. 2010. Effects of nitrogen deficiency on leaf photosynthesis,
carbohydrate status and biomass production in two olive cultivars ‘Meski’ and ‘Koroneiki’. Sci Hort 123 : 336–342.
Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soil. Ed ke-10. New York: Macmillan.
116 Brito DT, Kronzucker HJ. 2002. NH
4 +
toxicity in higher plants: a critical review. J Plant Physiol 159: 567–584.
Cline RA, McNeill B. 1997. Leaf Analysis for Fruit Crop Nutrition. Horticultural Research Institute of Ontario.
Correia JP, Anastacio I, Candeias FM,. Loucao MAM. 2002. Nutritional diagnosis in carob-tree: relationships between yield and leaf mineral
consentration. Crop Sci. 42:1577–1583. Dahnke WC, Olson RA. 1990. Soil Test Correlation, Calibration and
Recommendation. In Westerman RL ed. Soil Testing and Plant Analysis. Ed ke-3. Madison.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2000. Pedoman Budidaya Maju Buah-Buahan. Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina
Produksi Hortikultura. Jakarta:Deptan. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Budidaya Duku. Direktorat Jenderal
Hortikultura. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Jakarta. [Dirjen Dikti] Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 1991. Kesuburan Tanah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. [Dispertan Prov. Jambi] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. 2009.
Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2008. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Provinsi Jambi.
Dordas C. 2009. Dry matter, nitrogen and phosphorus accumulation, partitioning and remobilization as affected by N and P fertilization and source-sink
relation. Europ J Agronomy 30: 129-139. Drotleff T. 2010. Potassium is important. Keep almond orchads well-fertilized to
avoid potassium depletion. ProQuest Agric J 130:3
Fernández-Escobar R, García-Novelo JM, Restrepo-Díaz H. 2011. Mobilization of nitrogen in the olive bearing shoots after foliar application of urea. Sci
Hort 127: 452–454. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
H, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plant. Garcia ME. Foliar Sampling for Fruit Crops. Agriculture and Natural Resources.
University of Arkansas, United States Department of Agriculture, and County Governments Cooperating.
117 Grubinger V. 2007. Small Fruit Leaf Analysis. University of Vermont Extension.
http: www.uvm.edu vtvegandberryfactsheetstissuetest.html. [1 April 2010].
Hakim M. 2010. Analisa Daun Pada Tebu dan Kaitannya dengan Pembuatan Rekomendasi Pemupukan Suatu Paradigma Baru dalam Menggali
Produksi.http:www.scribd.comdoc22535738Analysa-Daun-Pada- Tebu [3 Desember 2010].
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Havlin JI, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertility.
An introduction to Nutrient Management. Ed ke-6. Prentise Hall Inc. New Jersey.
Heckman J. 2001. Leaf Analysis for Fruit Tress. Rutgers Cooperative Research dan Extension N.J. Agricultural Experiment Station. Rutgers, The State
University Of New Jersey, New Brunswick. Hernita D, Asni N. 2006. Teknologi pemupukan duku Kumpeh. J Agron Faperta
Unja 10: 105–108. Hochmuth G, Maynard D, Vavrina C, Hanlon E, Simonne E. 2009. Plant
Tissue Analysis and Interpretation for Vegetable Crops in Florida. Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural
Sciences, University of Florida.
Hopkins WG, Huner NPA. 2004. Introduction to Plant Physiology 4th edition. John Wiley dan Sons Inc.
Jones JB. 1998. Plant Nutrition Manual. New York: CRC Pr. Jones JB, Wolf B, Mills HA. 1991. Plant Analysis Handbook. A practical
sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. USA: Micro - Macro, Inc.
Jones EV. 2004. Phosphorus in Environmental Technologies: Principle and Aplication. IWA Publishing.
Kidder G. 1993. Metodhology for calibrating soil test. Soil and Crop Sci Soc 52:70–73.
Krishna, KR. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publishers,Inc. United State of America.
Kurniadinata OF. 2010. Determinasi status hara N, P, K pada jaringan daun untuk rekomendasi pemupukan dan prediksi produksi manggis [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
118 Leiwakabessy FM. 1998. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian,
IPB. Bogor. Liferdi, Poerwanto R, Susila AD. 2008. Uji korelasi konsentrasi hara nitrogen,
fosfor dan kalium daun dengan produksi dan kualitas buah manggis. Di dalam Efendi E, Widodo WD, Editor. Manajemen Rantai Pasokan Produk
Hortikultura Berkualitas. Prosiding Seminar Nasional Perhorti; Bogor 2006. Bogor: Perhorti Indonesia dengan Direktorat Jenderal Hortikultura,
Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB, dan Pusat Kajian Buah- Buahan Tropika IPB. hlm 115–130.
Liferdi. 2010. Status hara nitrogen sebagai pedoman rekomendasi pupuk pada bibit manggis. J Agrivita 321:76–82.
Lozano FC. 1990. Soil and Plant Analysis : A Diagnostic Tool for Nursery Soil Management, in Planting Stock Production Technology. Training Course
Proceeding. No.1. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants.New York:Academic Pr.
Maathuis FJM. 2009. Physiological functions of mineral macronutrients. Plant
Biol 12:250–258. McCauley A, Jones C, Jacobsen J. 2009. Plant Nutrient Functions and
Deficiency and Toxicity Symptoms. Montana State University Extension, page 1–16.
Mengel K, Kirkby EA. 2001. Principles of Plant Nutrition. Netherlands. Kluwer Academic Publishers.
Menzel CM, Carseldine ML, Haydon GF, Simpson DR. 2003. A review of existing and proposed new leaf nutrient standards for lychee. [Abstract]
Scientia Horticulturae 49 1-2:33–53. Mikkelsen RL. 2007. Biuret and urea fertilizer. Better Crop 913:6–7.
Miller AJ, Shen Q, Xu G. 2009. Freeways in the plant: transporters for N, P and S and their regulation. Plant Biol 12:284–290.
Minsyah NI, Firdaus, Mildaerizanti, Izhar N. 2000. Laporan Kegiatan Identifikasi Kendala dan Prospek Pemasaran Duku Kumpeh. Jambi:
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Mooney PA. 1992. Citrus Nutrition-Leaf Nutrien Analysis. New Zealand.
119 Mooney PA, Richardson A, Harty AR. 1991 Citrus nitrogen nutrition - A
fundamental approach. N.Z. Kerikeri Horticultural Research Station Citrus Research Seminar, June:69-88.
Morton JF. 1987. Fruits of Warm Climates. Miami, FL. Mortvedt JJ. 2001. Calculating salt index. Fluid J: 1–3.
Olson RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil Testing Philosophies,
Consequences of Varying Recommendations. Crap and Soil Magazine. Madison. Wiconsin.
Perry E, Hickman GW. 2001. A survey to determine the leaf nitrogen concentrations of 25 landscape tree species. J. of Arboricult. 273:
152–159. Poerwanto R. 2003. Bahan Ajar Budidaya Buah-Buahan. Modul VII.
Pengelolaan Tanah dan Pemupukan Kebun Buah-Buahan. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Poerwanto R. 2008. Fotosintesis dan Hubungan Source dan Sink pada Tanaman. Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Pushparajah E. 1994. Leaf Analysis and Soil Testing for Plantation Tree Crop.
International Board for Soil Research and Management IBSRAM, Bangkok. Thailand.
Rehm G, Schmitt M. 2002. Understanding Phosphorus in Minnesota Soil. Reagent of the University of Minnesota.
Reuter DJ, Robinson JB. 1997. Plant Análisis an Interpretation Manual. CSIRO Publishing. Australia.
Sa’ad A, Ridwan A, Zuhdi M, Izhar N, Mugiyanto. 2000. Laporan Hasil Penelitian Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Duku Lansium
domesticum: Spesifik Lokasi Kumpeh Kabupaten Muara Jambi. Lembaga Penelitian Universitas Jambi bekerjasama dengan Bagian
Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ARMP.
Safrizal. 2007. Studi pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman manggis tahun produksi ketiga [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Sale P. 1989. Survey Highlights Nutritional Trouble Spots. The Orchardist of N.Z.
February: 14–15
120 Shedley E, Dell B, Grove T. 1995. Diagnosis of nitrogen deficiency and toxicity
of Eucalyptus globulus seedlings by foliar analysis. Plant and Soil 177:183–189.
Stebbins RL, Wilder KL. 2003. Leaf Analysis of Nutrient Disorders in Tree
Fruits and Small Fruits. Extension Service, Oregon State University.
Stefanelli D, Goodwin I, Jones R. 2010. Minimal nitrogen and water use in horticulture: Effects on quality and content of selected nutrients. Food
Research International 43:1833–1843.
Stevens G, Motavalli P, Scharf P, Nathan M, Dunn D. 2002. Integrated Pest Management: Crop Nutrient Deficiencies and Toxicities. Plant Protection
Programs.College of Agriculture, Food and Natural Resources. MU Extension, University of Missouri-Columbia., page 3 – 18.
Subhan, Nurtika N, Gunadi N. 2009. Respon tanaman tomat terhadap penggunaan pupuk majemuk NPK 15:15:15 pada tanah latosol pada
musim kemarau. J Hort. 19 1:40–48. Sulaiman W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta : Andi Pr.
Suparwoto, Hutapea Y. 2005. Keragaan buah duku dan pemasarannya di
Sumatera Selatan. J Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 83: 436–444.
Susila AD. 2002. Rekomendasi Pemupukan. Bogor. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB.
Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Ed ke-3. Sinauer Associates, Inc., Publisher Sunderland, Massachusetts.
Tjasyono BHK. 2004. Klimatologi. Edisi kedua. Bandung: ITB. Tisdale SL, WL. Nelson, JD. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertility. Ed ke-4.
Macmillan, New York. Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Prosea. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara
2, Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. Yaacob O, Bamroongrigsa N, penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Bekerja Sama dengan
Prosea Indonesia dan European Commision. Terjemahan dari: Plant Resurces of South East Asia, No.2, Edible Fruits and Nuts.
Wall B. 2010. Leaf analysis helps optimize yields. ProQuest Agric. J 30:22.
121 Waugh DL, Cate RB, Nelson LA. 1973. Discontinous Models for Rapid
Correlation, Interpretation, and Utilization of Soil Analysis and Fertilizer Response Data. International Soil Fertility Evaluation and Program. North
Carolina State university at Raleigh.
Wells ML, Wood BW. 2007. Realation between leaflet nitrogen:potassium ratio and yield of pecan. Hort. Technology 17 4: 473–479.
Westermann DT. 2005. Phosphorus: Agriculture and the Environment, Agronomy Monograph no. 46. American Society of Agronomy, Crop
Science Society of America, Soil Science Society of America. Madison. Wijayanti, A, Indradewa D. 2004. Deteksi kahat hara N, P, K, Mg dan Ca pada
tanaman bunga matahari dengan sistem hidroponik. Agrosains 6 1: 1-4. Winarno M, Sunarjono HH, Ismijati, Kusumo S. 1990. Teknik Perbanyakan
Cepat Buah-Buahan Tropika. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta.
Wong M. 2005. Visual Symptoms of Plant Nutrient Deficiencies in Nursery and Landscape Plants. Soil and Crop Management. Cooperative Extension
Service. College of tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawai’I at Manoa, p. 1–4.
Yoshida S, Forno DA, Cock JH, Gomez KA. 1972. Laboratory Manual for Physiologycal Studies of Rice. Ed ke-2 Los Banos.
Zekri M, Obreza TA. 2009. Macronutrient Deficiencies in Citrus: Nitrogen,
Phosphorus, and Potassium. Soil and Water Science Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural
Sciences, University of Florida. http:edis.ifas.ufl.edu. [26 Oktober 2011].
Zeng Q, Brown PH. 2001. Potassium fertilization affect soil K, leaf K concentration, and nut yield and quality of mature pistachio tress. Hort
science 361:85–89. Zwart P. 2006. Fruit Tree Leaf Analysis. www.omafra.gov.on.ca2006htm.
[12 Agust 2008].
GLOSARI
ADP adenosin diphosphate
= Suatu senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam pemindahan energi hasil kegiatan pernapasan
respirasi dan berperan dalam menangkap energi matahari pada kegiatan fotosintesis.
Aerasi = Ketersedian rongga udara di dalam tanah yang
menunjukan terjadinya pernapasan akar dan proses oksidasi di dalam tanah.
Aliran massa Gerakan unsur hara di dalam tanah menuju permukaan
akar tanaman bersama-sama gerakan massa air. Anion
= Ion yang bermuatan listrik negatif. ATP adenosin tri
phosphate = Senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam
menangkap energi dari cahaya matahari pada proses fotosintesis.
Bienial bearing = Suatu keadaan tanaman berbuah banyak pada suatu
tahun dan tidak berbuah pada tahun berikutnya, atau berbuah hanya sedikit.
DNA deoxyribo nucleic acid
= Senyawa organik yang dikandung oleh ribosom di dalam sitoplasma yang berisi informasi genetik. DNA adalah
jembatan keturunan antar generasi. Dormansi
= Keadaan dimana pertumbuhan terhenti dalam rentang waktu tertentu akibat adanya faktor – faktor internal
maupun eksternal, tetapi aktivitas metabolik tetap berjalan walaupun rendah.
Difusi = Peristiwa mengalirnyaberpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah.
Enzim = Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yang
menyebabkan atau mempercepat terjadinya proses reaksi kimia. Enzim adalah katalisator untuk reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh makluk hidup.
Fotosintat = Hasil dari proses fotosintesis atau hasil dari proses
pembentukan energi di dalam tumbuhan berklorofil dengan bantuan sinar matahari, berupa karbohidrat pati,
gula dan protein.
Hara = zat yang diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhan,
pembentukan jaringan, dan kegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahan mineral seperti nitrogen, fosfor,
kalium dan lainnya.
140 Indeks garam
= Angka indeks yang menunjukan besar pengaruh suatu jenis pupuk terhadap peningkatan konsentrasi garam di
dalam larutan tanah. Semakin tinggi angka indeks garam, semakin besar kemungkinan tanaman rusak atau
mati karena keracunan pupuk.
Kapasitas tukar kation KTK
= Jumlah kation-kation dapat tukar pada tanah, penyusun tanah, atau bahan lain yang dapat menjerap pada pH
tertentu. Biasanya dilambangkan dalam centimole per kilogram kation penukar, dengan muatan ion kation
penukar ditentukan + atau 2+.
Kation =
Ion yang bermuatan positif seperti Ca
2+
, Mg
2+
, K
+
, Na
+
, NH
4 +
, H
+
, Al
3+
dan sebagainya. Kejenuhan basa
= Perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan KTK semua kation basa dan kation asam yang terdapat
dalam komplek jerapan tanah kali 100. Kejenuhan basa yang tinggi menunjukan ketersedian
hara yang tinggi, artinya, tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian. Nilai kejenuhan basa yang rendah
dapat ditingkatkan hingga mencapai 90 melalaui program pengapuran.
Klorofil = Sel pembentuk warna hijau pada daun dan tempat
terjadinya proses fotosintesis. Korelasi
= Suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya
kuantitatif Koefisien korelasi
= Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatan antara 2 variabel yang disimbolkan dengan huruf r. Nilai absolut
dari r berada pada interval -1≤ r ≤1tanda – dan + menunjukan arah hubungan
Koloid tanah = Bagian tanah yang sangat aktif dalam proses
fisikokimia. Koloid berukuran sangat halus dengan diameter kurang dari 1 mikron dan umumnya bermuatan
negatif.
Luxury Comsumption
= Penyerapan salah satu unsur hara melebihi batas yang dibutuhkan tanaman. Biasanya terjadi pada unsur
kalium, terutama jika ketersediannya di dalam tanah terlalu tinggi.
Metabolisme = Proses penyusunan dan perombakan protein, lemak, dan
karbohidrat melalui fotosintesis dan respirasi. On year
= Musim saat tanamanpohon berbuah banyak. Off year
= Musim saat tanamanpohon tidak berbuah atau berbuah sedikit.
pH pontetial of = Derajat kemasaman, suatu kondisi yang menggambarkan
jumlah ion hidrogen, yang ada pada larutan tanah.
141 Hydrogen
Semakin tinggi jumlah ion hidrogen semakin tinggi juga derajat keasaman tanah.
Plasmolisis = Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar, akibat
perbedaan konsentrasi garam di dalam sel akar dan di dalam larutan tanah.
Pucuk = Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda
Unsur hara esensial
Unsur yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman dan apabila tidak tersedia, tanaman menunjukkan gejala
defisiensi dan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan oleh hara
lain.
Unsur hara makro = Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
relatif lebih besar dibandingkan dengan unsur lain, misalnya N, P dan K.
Sink = Organ-organ yang tidak mampu memenuhi fotosintat
untuk kebutuhan sendiri, sehingga harus mengimpor dari organ yang berfungsi sebagai source
Source = Organ tanaman yang sudah mampu memenuhi fotosintat
untuk kebutuhan sendiri atau mengekspor sebagian hasil fotosintesisnya untuk organ lain yang membutuhkan
sink, biasanya source tersebut adalah daun yang telah terbuka penuh.
Studi kalibrasi = Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap suatu
nilai analisis jaringan tanaman. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong rendah, sedang
atau tinggi.
Tekanan turgor = Tekanan yang disebabkan oleh masuknya air ke dalam
sel, sehingga menimbulkan tekanan pada dinding sel. Threshold
= Titik awal, atau permulaan dalam suatu efek fisiologi. Threshold yield
= Hasil dimana respon untuk hara tertentu dimulai. Bila beberapa hara serentak, diperlukan interpretasi respon
secara bersamaan multiple nutrient. Trubus
= Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai dari pecah tunas awal sampai dengan perkembangan tunas
mencapai ukuran maksimum pada stadium trubus dewasa.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta titik pohon percobaan uji korelasi di Desa Pemunduran
Koordinat m Pohon
X Y
D1 372188
9826681 D2
372185 9826688
D3 372196
9826678 D4
372200 9826680
D5 372202
9826695 D6
372207 9826694
D7 372206
9826702 D8
372219 9826696
D9 372224
9826692 D10
372231 9826693
D11 372230
9826696 D12
372226 9826702
D13 372234
9826707 D14
372231 9826719
D15 372153
9826643 D16
372140 9826636
D17 372136
9826630 D18
372118 9826643
D19 372129
9826658 D20
372143 9826650
125
126 Lampiran 2 Prosedur penetapan N total dengan metode Kjeldahl
Sumber : Balitanah 2009.
Timbang 0.250 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion
+ 1 g selen + 2.5 ml H
2
SO
4
p.a., biarkan satu malam
Destruksi contoh Pengukuran N
Panaskan dalam blok digestion dengan suhu 350
o
C sampai keluar uap putih dan di dapat ekstrak jernih
± 4 jam, angkat dan dinginkan
Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml dan dikocok
sampai homogen
Ekstrak jernih diukur dengan cara kolorimetri warna biru indofenol
Pipet 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung reaksi + 9 ml air bebas ion
dan dikocok hingga homogen
Pipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 2 ml ekstrak encer
dan deret standar N 0–20 ppm N
Tambahkan larutan sangga tartrat dan Na-fenat masing-masing 4 ml,
dikocok dan biarkan 10 menit
Tambahkan 4 ml NaOCl 5, dikocok, biarkan 10 menit dan
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm
127 Lampiran 3 Prosedur penetapan P total dengan cara pengabuan basah
Sumber : Balitanah 2009.
Timbang 0.500 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion
+ 5ml HNO
3
p.a.+ 5 ml HClO
4
p.a.,
biarkan satu malam Destruksi contoh
Pengukuran P
Panaskan dalam blok digestion, suhu 100
o
C selama 1 jam, ditingkatkan 150
o
C, kemudian 200
o
C setelah uap kuning habis Destruksi selesai setelah keluar asap
putih dan sisa ekstrak ± 0.5 ml, diangkat dan didinginkan
Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml,
dikocok hingga homogen Pipet 1 ml ekstrak contoh dan deret
standar 0–20 ppm P ke dalam tabung reaksi + 9 ml air bebas ion
dan dikocok pengenceran 10x
Pipet 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar P ke dalam tabung
reaksi
Tambahkan 10 ml pereaksi pewarna P dan dikocok hingga homogen,
biarkan selama 30 menit
Ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm
128 Lampiran 4 Prosedur penetapan K total dengan cara pengabuan basah
Sumber : Balitanah 2009. Lampiran 5 Gambar pipa paralon untuk mengukur tinggi muka air tanah
Timbang 0.500 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion
+ 5ml HNO
3
p.a.+ 5 ml HClO
4
p.a.,
biarkan satu malam Destruksi contoh
Pengukuran K
Panaskan dalam blok digestion, suhu 100
o
C selama 1 jam, ditingkatkan 150
o
C, kemudian 200
o
C setelah uap kuning habis Destruksi selesai setelah keluar asap
putih dan sisa ekstrak ± 0.5 ml, diangkat dan didinginkan
Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml,
dikocok hingga homogen Pipet 1 ml ekstrak contoh dan deret
standar 0–250 ppm K ke dalam tabung reaksi
Tambahkan 9 ml larutan La 0.25 dan kocok hingga homogen
Ukur dengan spektrofotometer serapan atom SSA
1,5 m Permukaan tanah
Dasar tanah 10 cm
129 Lampiran 6 Peta titik pohon pada uji kalibrasi aplikasi pupuk N di Desa Arang-Arang
Koordinat m Pohon
X Y
N0 1 366467
9823361 N1 1
366465 9823356
N2 1 366472
9823354 N3 1
366462 9823365
N4 1 366476
9823362 N0 2
366536 9823440
N1 2 366486
9823424 N2 2
366484 9823399
N3 2 366502
9823432 N4 2
366460 9823409
N0 3 366578
9823436 N1 3
366585 9823433
N2 3 366593
9823463 N3 3
366557 9823450
N4 3 366586
9823429 N0 4
366567 9823437
N1 4 366553
9823447 N2 4
366549 9823428
N3 4 366561
9823441 N4 4
366576 9823422
N0 5 366578
9823480 N1 5
366585 9823458
N2 5 366566
9823471 N3 5
366590 9823507
N4 5 366572
9823469
129
130 Lampiran 7 Peta titik pohon pada uji kalibrasi aplikasi pupuk P di Desa Lopak Alai
Koordinat m Pohon
X Y
P0 1 354853
9826882 P1 1
354898 9826879
P2 1 354888
9826883 P3 1
354865 9826882
P4 1 354852
9826899 P0 2
354971 9826797
P1 2 354979
9826799 P2 2
354990 9826798
P3 2 354965
9826805 P4 2
354981 9826813
P0 3 355016
9826860 P1 3
354999 9826829
P2 3 354989
9826835 P3 3
354998 9826822
P4 3 354990
9826827 P0 4
355012 9826780
P1 4 355002
9826796 P2 4
355008 9826797
P3 4 355006
9826815 P4 4
355000 9826801
P0 5 355037
9826752 P1 5
355020 9826749
P2 5 355022
9826795 P3 5
355033 9826773
P4 5 355013
9826752
129 130
131 Lampiran 8 Peta titik pohon pada Uji Kalibrasi aplikasi pupuk K di Desa Teluk Raya
Koordinat m Pohon
X Y
K0 1 370881
9828651 K1 1
370880 9828668
K2 1 370885
9828637 K3 1
370896 9828627
K4 1 370903
9828629 K0 2
370912 9828627
K1 2 370904
9828621 K2 2
370909 9828631
K3 2 370907
9828625 K4 2
370910 9828630
K0 3 370922
9828590 K1 3
370923 9828598
K2 3 370913
9828603 K3 3
370911 9828597
K4 3 370924
9828600 K0 4
370904 9828589
K1 4 370907
9828591 K2 4
370907 9828601
K3 4 370897
9828599 K4 4
370899 9828595
K0 5 370891
9828601 K1 5
370891 9828595
K2 5 370907
9828613 K3 5
370893 9828608
K4 5 370899
9828611
131
132 Lampiran 9 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk N tahun III
Batas horizon Atas-Bawah
pH H
2
O 0-30 cm
5.6 AM
5.0 M
5.2 M
4.9 M
4.9 M
30-60 cm 5.1
M 4.8
M 4.7
M 4.8
M 4.8
M C-organik
0-30 cm 2.21
S 1.49
R 1.43
R 1.51
R 1.16
R 30-60 cm
1.07 R
0.69 SR
0.69 SR
0.65 SR
0.58 SR
N- total 0-30 cm
0.15 R
0.11 R
0.11 R
0.11 R
0.09 SR
30-60 cm 0.08
SR 0.07
SR 0.05
SR 0.05
SR 0.05
SR P
2
O
5
Bray I ppm 0-30 cm
5.2 R
8.2 S
8.5 S
9.6 S
10 S
30-60 cm 3.1
SR 3.7
SR 3.1
SR 6.0
R 7.0
R P
2
O
5
HCl 25 0-30 cm
32 S
37 S
45 T
60 T
69 ST
mg100g 30-60 cm
29 S
32 S
39 S
41 T
49 T
K
2
O HCl 25 0-30 cm
53 T
81 ST
66 ST
54 T
38 S
mg100g 30-60 cm
35 S
59 T
41 T
33 S
32 S
Mg cmol
+
kg 0-30 cm
4.78 T
2.22 T
3.21 T
2.82 T
2.99 T
30-60 cm 4.01
T 1.40
S 2.70
T 1.99
S 2.49
T Ca cmol
+
kg 0-30 cm
9.95 S
2.46 R
3.56 S
3.27 S
2.96 R
30-60 cm 5.61
S 1.78
SR 3.32
S 2.80
R 2.85
R K cmol+kg
0-30 cm 0.48
S 0.72
T 0.78
T 0.34
S 0.29
R 30-60 cm
0.26 R
0.57 T
0.35 S
0.23 R
0.14 R
KTK cmol
+
kg 0-30 cm
11.92 R
8.97 R
11.05 R
8.97 R
9.20 R
30-60 cm 13.12
R 8.43
R 9.63
R 7.87
R 9.71
R :sumber Balittanah 2009, AM: agak masam, M: masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
Pemberian pupuk N gtanamantahun Parameter
400 800
1200 1600
133 Lampiran 10 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk P tahun III
Batas horizon Atas-Bawah
pH H
2
O 0-30 cm
5.0 M
4.6 M
4.7 M
5.0 M
4.4 SM
30-60 cm 5.0
M 4.8
M 4.7
M 4.9
M 4.4
SM C-organik
0-30 cm 1.25
R 1.41
R 1.18
R 1.64
R 1.20
R 30-60 cm
0.75 SR
0.58 SR
0.47 SR
0.66 SR
0.86 SR
N- total 0-30 cm
0.09 SR
0.11 R
0.09 SR
0.13 R
0.09 SR
30-60 cm 0.05
SR 0.05
SR 0.04
SR 0.05
SR 0.07
SR P
2
O
5
Bray I ppm 0-30 cm
3.4 SR
4.1 R
4.2 R
4.2 R
4.1 R
30-60 cm 1.5
SR 3.7
SR 2.9
SR 2.4
SR 3.5
SR P
2
O
5
HCl 25 0-30 cm
34 S
32 S
38 S
42 T
42 T
mg100g 30-60 cm
29 S
28 S
34 S
39 T
38 T
K
2
O HCl 25 0-30 cm
38 T
38 S
42 S
40 S
43 T
mg100g 30-60 cm
30 S
34 S
35 S
30 S
35 S
Mg cmol
+
kg 0-30 cm
2.64 T
2.33 T
2.30 T
3.67 T
0.48 R
30-60 cm 2.54
T 1.82
S 2.02
T 2.41
S 0.24
SR Ca cmol
+
kg 0-30 cm
4.28 R
2.34 R
1.64 SR
4.15 R
1.14 SR
30-60 cm 3.97
R 2.19
R 0.72
SR 2.21
R 0.80
SR K cmol+kg
0-30 cm 0.23
R 0.26
R 0.12
SR 0.30
SR 0.11
R 30-60 cm
0.17 R
0.20 R
0.15 SR
0.12 SR
0.06 SR
KTK cmol
+
kg 0-30 cm
9.03 R
9.77 R
9.96 R
10.76 R
5.31 R
30-60 cm 8.93
R 10.68
R 7.38
R 9.33
R 4.77
SR :sumber Balittanah 2009, AM: agak masam, M: masam, SM: sangat masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang,
T: tinggi, ST: sangat tinggi Parameter
Pemberian pupuk N gtanamantahun 500
1000 1500
2000
134 Lampiran 11 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk K tahun III
Batas horizon Atas-Bawah
pH H
2
O 0-30 cm
5.0 M
4.8 M
4.8 M
4.7 M
4.7 M
30-60 cm 5.0
M 4.8
M 4.9
M 4.9
M 4.8
M C-organik
0-30 cm 1.57
R 1.56
R 1.02
R 1.26
R 1.46
R 30-60 cm
0.46 SR
0.75 SR
0.60 SR
0.57 SR
0.67 SR
N- total 0-30 cm
0.13 R
0.13 R
0.09 SR
0.10 R
0.11 R
30-60 cm 0.03
SR 0.07
SR 0.06
SR 0.05
SR 0.05
SR P
2
O
5
Bray I ppm 0-30 cm
4.4 R
5.6 R
5.8 R
6.5 R
6.6 R
30-60 cm 2.7
SR 3.0
SR 4.2
R 3.2
SR 3.3
SR P
2
O
5
HCl 25 0-30 cm
49 ST
49 T
57 T
64 T
70 T
mg100g 30-60 cm
42 T
57 T
81 ST
59 T
41 T
K
2
O HCl 25 0-30 cm
41 T
38 S
39 S
42 T
35 S
mg100g 30-60 cm
33 S
32 S
35 S
34 S
30 S
Mg cmol
+
kg 0-30 cm
3.32 T
1.70 S
2.02 T
2.3 T
2.71 T
30-60 cm 2.26
T 1.58
S 1.82
S 2.1
T 2.35
T Ca cmol
+
kg 0-30 cm
4.00 R
4.65 R
2.67 R
3.40 R
3.52 R
30-60 cm 2.63
R 3.04
R 2.62
R 2.69
R 2.32
R K cmol+kg
0-30 cm 0.32
R 0.27
R 0.20
R 0.31
R 0.21
R 30-60 cm
0.12 R
0.18 R
0.19 R
0.15 R
0.15 R
KTK cmol
+
kg 0-30 cm
11.58 R
10.9 R
9.92 R
11.62 R
10.35 R
30-60 cm 10.78
R 11.74
R 9.12
R 9.50
R 9.75
R :sumber Balittanah 2009, M: masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
600 1200
1800 2400
Parameter Pemberian pupuk N gtanamantahun
135 Lampiran 12 Jumlah curah hujan di lokasi penelitian tahun 2009–2012
PM AA
LA TR
PM AA
LA TR
PM AA
LA TR
Januari 268
200 78
213 228
238 98
197 307
162 57
229 Februari
195 177
142 189
321 234
245 306
68 119
39 72
Maret 203
94 170
326 250
191 310
422 156
363 30
229 April
39 47
183 56
149 185
127 277
292 316
27 337
Mei 221
203 172
226 99
108 323
141 142
344 138
87 Juni
286 309
166 211
136 166
355 200
127 45
125 123
Juli 202
63 89
173 300
101 172
63 69
199 122
Agustus 16
60 113.5
59 274
493 311
366 123
74 72
143 September
92 27
106 196
283 521
254 52
109 32
36 Oktober
245 216
265 106
207 319
394 360
188 269
205 202
November 343
379 336
336 180
284 630
228 236
178 305
154 Desember
122 283
266 255
185 343
266 254
57 188
419 125
Jumlah 1566
1681 1672
1770 2398
3144 3681
3177 1811
2236 1648
1859 Keterangan: PM:pemunduran, AA: Arang-Arang, LA: Lopak Alai, TR: Teluk Raya
Tahun 2011 Bulan
Tahun 2009 Tahun 2010
Lampiran 13 Jumlah bulan basah dan bulan kering di lokasi penelitian tahun
2009–2012
BB BK
BB BK
BB BK
Pemunduran 10
2 12
10 2
Arang-Arang 10
2 12
11 1
Lopak Alai 10
2 12
7 5
Teluk Raya 10
2 12
11 1
Keterangan: BB: bulan basah, BK: bulan kering 2009
2010 2011
LOKASI TAHUN
136 Lampiran 14 Tinggi muka air tanah selama tiga tahun penelitian
20 40
60 80
100 120
140 160
Ja nu
a ri
Fe br
ua ri
M ar
e t
A pr
il M
ei Ju
ni Ju
li A
gu st
us S
ep te
m be
r O
kt ob
er N
o ve
m be
r D
es em
be r
Bulan 2010 T
in g
g i
m u
k a
a ir
t a
n a
h
c m
d p
t
Lopak Alai Arang-Arang
Teluk Raya Pemunduran
110 120
130 140
150 160
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et A
pr il
M ei
Ju ni
Ju li
A gu
st us
S ep
te m
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2011 T
in g
g i
p e
rm u
k a
a n
a ir
t a
n a
h
c m
d p
t
Lopak Alai Arang-Arang
Teluk Raya Pemunduran
80 90
100 110
120 130
140 150
160
Fe br
ua ri
M ar
et A
pr il
M ei
Ju ni
Ju li
A gu
st us
S ep
te m
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2009
T in
g g
i m
u k
a a
ir t
a n
a h
c m
d p
t
Lopak Alai Arang-Arang
Teluk Raya Pemunduran
137 Lampiran 15 Suhu dan kelembaban pada kondisi on year di Desa Arang-Arang
A, Lopak Alai B, Teluk Raya C dan Pemunduran D
22 24
26 28
30
Ja nu
ari Fe
bru ar
i M
ar et
A pri
l M
ei Ju
ni Ju
li A
gu st
us S
ep te
m be
r O
kt ob
er N
ov em
be r
D es
em be
r
Bulan 2011 S
u h
u
o
C
60 65
70 75
80 85
90 95
K e
le m
b a
b a
n r
e la
ti f
23 24
25 26
27 28
29
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et A
pr il
M ei
Ju ni
Ju li
A gu
st us
S ep
te m
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2011 S
u h
u
o
C
70 75
80 85
90 95
100
K e
le m
b a
b a
n r
e la
ti f
suhu oC kelembaban relatif
20 22
24 26
28 30
Ja nu
ar i
F eb
ru ar
i M
ar et
A pr
il M
ei Ju
ni Ju
li A
gu st
us S
ep te
m be
r O
kt ob
er N
ov em
be r
D es
em be
r Bulan 2011
S u
h u
o
C
60 65
70 75
80 85
90
K e
le m
b a
b a
n r
e la
tif
20 22
24 26
28 30
32
Ja nu
ar i
Fe br
ua ri
M ar
et Ap
ril M
ei Ju
ni Ju
li Ag
us tu
s Se
pt em
be r
O kt
ob er
N ov
em be
r D
es em
be r
Bulan 2011 S
u h
u
o
C
60 65
70 75
80 85
K e
le m
b a
b a
n r
e la
tif
A
B
C
D
ABSTRACT
DESI HERNITA . The Recommendation for N, P and K Fertilization of Duku
Lansium domesticum Based on Leaf Analysis. Under direction of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, and SYAIFUL ANWAR
Fertilizer recommendation rate of N, P and K for duku Lansium domesticum based on leaf analysis have been established. The study comprise of
four parts, i.e. 1 Determination of N, P, K concentration to built nutrient level category for duku seedling, and to find out the optimum rate of fertilizer
aplication, 2 Correlation study to find out the best leaf sample for nutrient leaf analysis, 3 Callibration study to determine leaf N, P, K level category and
recomendation study determine the optimum fertilizer rate for each nutrient level category 4 NPK fertilization to find out the effect of NPK fertilization on fruit
yield and quality. The first study was conducted from March 2010 to March 2011 at Jambi and the second to the fourth study were carry on from December 2008 to
April 2012, in area of duku central production at Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency. The first study consist of three experimens each for N, P and K
study. Nitrogen treatment 0, 100, 200, 400, 800 ppm, P treatment 0, 50, 100, 200, 400 ppm, and K treatment 0, 50, 100, 200, 400 ppm was arranged in the
Randomized Completely Block Design RCBD with three replication. In the second study, the treatment were three leaves sample from the most recently
mature leaves with position in the first and the third leaves from fruiting and non- fruiting branches, and sampled before harvest time, at harvest time, and after
harvest. The third and fourth research treatment were N 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g Nplantyear, P 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
plantyear, and K 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Oplantyear. Each treatments were arranged in RCBD with 5 replications. The results showed that leaf nutrient status on duku seedling
of N was
deficiency
: 1.36 dry weight, adequacy: 1.36–1.46, and excessive 1.46; status of P was
deficiency
0.14, adequacy: 0.14–0.25, and excessive 0.25; status of K was
deficiency
1.26, adequacy: 1.26–1.62, and excessive 1.62. The optimum fertilizer rate of duku seedling for very low
nutrient status was 398 ppm N, 195 ppm P and 177 ppm K, each of 50 ml per plant aplied two days times or equivalent to 79 g urea, 115 g SP-36 and 32 g
KClyear. The best leaf sample of duku was the third mature leaves at harvest time of non fruiting branches correlation coefficient 0.87, 0.74, and 0.71 for N, P
and K respectively. The second alternative were the third or the first mature leaves at harvest time of fruiting branches. The leaf nutrient status of N was very
low 1.81, low 1.81 ≤ N 2.82, and medium ≥ 2.82; status of P was very low 0.09, low 0.09 ≤ P 0.17, and medium ≥ 0.17; status of K
was very low 1.16, low 1.16 ≤ K 2.19 and medium ≥ 2.19. Fertilizer recommendation rate on duku plant 1 for very low nutrient status were
858 g N, 1,770 g P
2
O
5
and 1,900 g K
2
Oplantyear, 2 for low nutrient status were 622 g N, 1,335 g P
2
O
5
and 1,107 g K
2
Oplantyear, 3 multinutrient approach were 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
O lower production cost Fertilization of N, P and K can increased fruit yield and quality of duku.
Keywords : Relatif yield; nutrient status, correlation, callibration.
RINGKASAN
DESI HERNITA . Penetapan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Tanaman
Duku Lansium domesticum Berdasarkan Analisis Daun. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, dan SYAIFUL
ANWAR.
Duku Lansium domesticum merupakan salah satu buah tropis penting di Indonesia yang memiliki pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga
supermarket modern, sehingga mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Di Provinsi Jambi, duku merupakan salah satu komoditi buah-
buahan yang mempunyai nilai komersial tinggi, banyak ditanam dan menjadi sumber pendapatan petani. Hasil penelitian di daerah sentra produksi duku
Kumpeh menunjukkan bahwa produksi duku masih rendah karena permasalahan pada aspek budidaya, terutama masalah pemupukan. Analisis daun akan
menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat pemupukan. Konsentrasi hara dalam daun dipengaruhi
oleh posisi daun pada tajuk.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori
tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1 menetapkan kategori defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan
K pada bibit duku; 2 nenentukan dosis pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku; 3 menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis
status hara N, P dan K pada tanaman duku; 4 menetapkan kategori kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku; 5 menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk
N, P dan K pada tanaman duku; and 6 mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil dan kualitas buah duku. Hasil penelitian ini akan menjadi
acuan untuk penentuan pemupukan pada tanaman duku, khususnya di Provinsi Jambi dan di Indonesia pada umumnya.
Penelitian penetapan status kecukupan hara N, P dan K pada bibit duku dilaksanakan di Kota Jambi pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011.
Analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal dengan
lima perlakuan konsentrasi pupuk yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap RAKL. Perlakuan N terdiri dari: 0, 100, 200, 400, 800 ppm, P: 0, 50,
100, 200, 400 ppm dan K: 0, 50, 100, 200, 400 ppm. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan tiga ulangan sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang
berumur dua tahun. Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam
dan uji kontras polinomial. Penentuan status hara dan dosis pupuk N, P dan K pada bibit duku dilakukan dengan model regresi kuadratik.
Penelitian uji korelasi konsentrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif tanaman duku dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan
April 2012, di daerah sentra duku Jambi Desa Pemunduran. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Sampel yang
digunakan adalah pohon duku yang relatif seragam umur 30–40 tahun sebanyak 20 pohon. Daun sampel yang diambil adalah daun dewasa pada cabang terminal
yaitu: 1 daun yang dewasa sebelum panen, 2 daun yang dewasa saat panen dan 3 daun dewasa setelah panen. Posisi pengambilan daun adalah anak daun kesatu
dan ketiga. Pengamatan dilakukan terhadap konsentrasi hara N, P dan K daun, sifat kimia tanah pH, KTK, C-organik, N total, P tersedia dan potensial, K
tersedia dan potensial, Ca dan Mg dapat ditukar, produksipohon serta data pendukung berupa tinggi muka air tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban.
Data analisis daun dikorelasikan dengan hasil relatif untuk memperoleh daun yang tepat untuk mendiagnosa hara N, P dan K pada tanaman duku.
Penelitian uji kalibrasi hara N, P, K menggunakan analisis jaringan daun dan pengaruh pemupukan N, P, K terhadap perkembangan bunga dan buah
tanaman duku dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012; di daerah sentra duku Jambi Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk
Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Aplikasi pupuk N, P
dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal dengan lima perlakuan yaitu: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P
2
O
5
, dan 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K
2
Otanamantahun, yang disusun dalam RAKL. Setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman umur 30-40 tahun dan masing-masing
tanaman merupakan ulangan. Sampel daun adalah daun yang mempunyai koefisien korelasi terbaik antara konsentrasi hara N, P, K dengan hasil relatif,
hasil dari uji korelasi. Pengamatan yang dilakukan sama dengan percobaan dua. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras
polinomial. Penentuan status hara dan dosis pupuk dilakukan dengan model regresi linier dan kuadratik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kecukupan hara N pada bibit duku berdasarkan analisis jaringan daun yaitu 1.36–1.46 berat kering,
defisiensi: 1.36 dan kelebihan 1.46; kecukupan hara P: 0.14–0.25, defisiensi: 0.14, dan kelebihan 0.25; kecukupan hara K: 1.26–1.62,
defisiensi: 1.26 dan kelebihan 1.62. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada dosis 398 ppm N, 195 ppm P, dan
177 ppm K, setara dengan 79 g urea, 115 g SP-36 dan 32 g KCltahun. Daun yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif tanaman duku adalah daun ketiga
dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.87, 0.74, dan 0.71 untuk N, P dan K. Alternatif kedua
apabila semua cabang berbuah daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara
N, P dan K. Status hara N sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82, dan sedang ≥ 2.82; P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17,
dan sedang ≥ 0.17; K sangat rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19. Rekomendasi pemupukan pada tanaman duku
berdasarkan: 1 status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P
2
O
5
dan 1,900 g K
2
Otanamantahun, 2 status hara rendah: 622 g N, 1,335 g P
2
O
5
dan 1,107 g K
2
Otanamantahun dan 3 pendekatan multinutrien: 920 g N, 1,565 g P
2
O
5
dan 1,488 g K
2
Otanamantahun biaya produksi terendah. Pemupukan N, P dan K dapat meningkatkan hasil dan kualitas buah duku.
Kata kunci : Hasil relatif, status hara, korelasi, kalibrasi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Duku merupakan buah penting di Indonesia dan memiliki pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern. Buah duku banyak
digemari karena rasa yang manis dan aroma tidak menyengat serta baik dikonsumsi karena kandungan nilai gizi tinggi. Di Provinsi Jambi, duku
merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang mempunyai nilai komersial tinggi, banyak ditanam dan menjadi sumber pendapatan petani. Duku unggul di
Provinsi Jambi antara lain adalah duku Kumpeh, yang mempunyai kelebihan dibanding duku lain, yaitu rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging
kenyal tidak berserat, dan hampir tidak berbiji Amrullah et al. 2002. Luas pertanaman duku di Provinsi Jambi pada tahun 2008 mencapai 7,660.36 ha
dengan luas panen 1,661.50 ha dan rata-rata hasil 12.40 tonha. Hasil ini lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 14.66 tonha dengan luas panen yang
lebih sempit yaitu sebesar 1,474 ha Dispertan Prov. Jambi 2009. Hasil penelitian Sa’ad et al. 2000; Minsyah et al. 2000; Hernita dan
Asni 2006; dan hasil survey tahun 2008-2009 di daerah sentra produksi duku Kumpeh diketahui bahwa permasalahan tanaman duku adalah aspek teknologi
budidaya, terutama pemupukan. Hal ini dapat dilihat dari nilai pH, C organik, N- total, KTK, P dan K tanah rendah, sehingga menyebabkan produksi semakin
berkurang setiap tahun. Petani duku hampir tidak pernah melakukan pemupukan dan belum mengetahui berapa jumlah pupuk yang harus diberikan terhadap
tanaman duku produktif dengan kisaran umur tanaman rata-rata 20–50 tahun atau bahkan ada yang berumur lebih dari 100 tahun. Menurut Suparwoto dan Hutapea
2005, duku berproduksi optimal pada umur 50–75 tahun dan tidak akan menghasilkan lagi pada umur lebih dari 120 tahun.
Budidaya duku sebagian besar masih dilakukan secara konvensional yang menyebabkan rendahnya kualitas, kuantitas, serta kontinuitas duku di
Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi. Rendahnya produksi duku selain kurang pupuk juga disebabkan belum tersedianya pengetahuan tentang hara mineral yang
optimum untuk pertumbuhan dan produksi. Dahnke dan Olson 1990 menyatakan
2 bahwa pemupukan yang rasional dan ilmiah apabila didasari pada potensi atau
status hara dan kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan filosofi pemupukan yaitu ”pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu
menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum”. Pendekatan pemberian pupuk yang tepat didasarkan pada analisis tanah
atau tanaman Lozano 1990. Analisis tanah banyak digunakan sebagai alat manajemen untuk tanaman semusim, sedangkan untuk pohon buah-buahan agak
sulit diinterpretasikan, karena korelasi antara hasil analisis tanah dan produksi buah sering kali tidak baik serta sulit memprediksi kedalaman efektif dari hara
tanaman dibandingkan dengan tanaman semusim Poerwanto 2003. Analisis daun menurut Heckman 2001, merupakan prosedur untuk menentukan
konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman buah. Hasil ini digunakan untuk menentukan level kesuburan tanah dan aplikasi pupuk
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Analisis tanah merefleksikan hara potensial yang tersedia untuk tanaman dari tanah, tetapi tidak dapat
menggambarkan berapa besar hara mineral untuk kebutuhan aktual atau yang dapat diabsorsi oleh tanaman. Informasi ini lebih baik ditentukan oleh analisis
jaringan tanaman Taiz dan Zeiger 2002. Bhargava 2002, Mooney 1992 dan Zwart 2006 juga menyatakan
bahwa analisis daun umumnya merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada tanaman buah, karena dapat memberikan informasi
aktual tentang penyerapan hara dan mengungkapkan gejala kelebihan dan kekurangan hara. Status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran
status hara aktual dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor
yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah Susila 2002. Duku mempunyai perakaran yang dalam sehingga sulit untuk memperoleh
sampel tanah yang representatif pada daerah perakaran yang luas dan bervariasi. Menurut Cline dan McNeill 1997, uji tanah mempunyai nilai terbatas untuk
pohon buah yang mempunyai perakaran yang dalam, misalnya nitrogen N merupakan hara yang sangat kritis dan uji tanah untuk N tidak memuaskan
3 sedangkan uji tanah untuk kalium K tidak selalu menunjukkan K tersedia untuk
pertumbuhan pohon. Prinsip yang umum digunakan sebagai petunjuk dalam pengambilan
sampel daun adalah daun yang telah dewasa. Tipe daun mana yang sebaiknya digunakan untuk menentukan status hara pada tanaman buah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adalah posisi daun pada tajuk. Pengambilan contoh daun yang tepat dapat dilaksanakan apabila perubahan konsentrasi hara pada
periode perkembangan tanaman mempunyai korelasi terbaik dengan produksi Bhargava 2002. Daun tanaman duku merupakan tipe daun majemuk yang terdiri
5–7 anak daun dan belum diketahui daun mana yang dapat menggambarkan status hara tersebut. Bila daun sampel telah diketahui maka dapat digunakan untuk
menentukan kategori status hara serta model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk dan menyusun rekomendasi
pemupukan pada tanaman duku. Rekomendasi pupuk yang tepat akan meningkatkan produksi.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat
kecukupan hara pada bibit duku. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menetapkan kategori kecukupan, defisiensi dan kelebihan hara N, P dan K
pada bibit duku. 2.
Menentukan dosis pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku.
3. Menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P dan K pada
tanaman duku, yaitu daun yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun dengan hasil relatif.
4. Menetapkan kategori kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku.
5. Menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk N, P dan K pada tanaman duku
untuk meningkatkan hasil. 6.
Mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil dan kualitas buah duku.
4
Manfaat Penelitian
Paket rekomendasi pemupukan yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan meningkatkan produksi dan kualitas buah duku sehingga pendapatan dan
kesejahteraan petani duku juga meningkat. Hasil penelitian ini, secara luas dapat diterima dan diterapkan oleh petani duku serta menjadi acuan untuk penentuan
pemupukan pada tanaman duku di Provinsi Jambi khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Hipotesis
1. Konsentrasi N, P dan K pada status hara yang berbeda akan memberikan
pertumbuhan yang berbeda pada bibit duku. 2.
Terdapat hubungan antara dosis pupuk N, P dan K dengan status hara pada bibit duku.
3. Konsentrasi hara N, P dan K pada posisi daun yang berbeda mempunyai
keeratan hubungan yang berbeda dengan hasil relatif. 4.
Konsentrasi N, P dan K pada status hara yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pada tanaman duku.
5. Terdapat hubungan antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara
pada tanaman duku. 6.
Pemupukan N, P dan K akan meningkatkan produksi dan kualitas buah duku.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan empat rangkaian percobaan yang bertujuan untuk menentukan status hara dan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman
duku berdasarkan analisis jaringan daun. Penelitian satu dilaksanakan pada tanaman duku varietas Kumpeh stadia bibit yang berumur dua tahun dalam
polybag, sedangkan penelitian 2–4 dilaksanakan pada tanaman duku varietas Kumpeh produktif berumur 30–40 tahun di daerah sentra produksi duku Desa
Lopak Alai, Arang-Arang, Teluk Raya dan Pemunduran Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Analisis tanah dan jaringan tanaman
dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Hasil dari penelitian ini akan digunakan untuk menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk N, P dan K pada
5 tanaman duku sehingga dapat dicapai pertumbuhan dan produksi maksimum
dengan aplikasi pemupukan yang optimum. Ruang lingkup penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan alir pelaksanaan penelitian.
MEMBANGUN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN DUKU BERDASARKAN ANALISIS DAUN
Uji kalibrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif
Status hara N, P dan K rendah, sedang, tinggi
Uji korelasi kosentrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif
Posisi daun yang konsentrasi hara N, P, K berkorelasi
terbaik dengan hasil relatif
Uji optimasi N, P dan K
Dosis optimum N, P, K untuk mendapatkan hasil maksimum
Status hara N, P dan K rendah, sedang, tinggi
Tanaman duku stadia bibit
Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan K
Dosis N, P dan K untuk mendapatkan pertumbuhan
maksimum
Tanaman duku produktif Umur 30–40
PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA NITROGEN PADA BIBIT DUKU
Abstrak
Nitrogen N merupakan unsur yang sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman, karena N adalah komponen esensial dari
klorofil, protein, hormon dan enzim. Defisiensi atau kelebihan N akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga perlu upaya untuk
mencegah terjadinya gejala tersebut pada tanaman duku Lansium domesticum. Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat dilihat pada daun dengan pengamatan
secara visual dan menentukan konsentrasi hara N pada masing-masing kondisi tersebut. Penelitian status hara N dilakukan di Jambi pada bibit duku umur dua
tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga
tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi N: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari
sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada status hara sangat rendah N daun 1.20 dan rendah N daun 1.20 ≤ N 1.36; terdapat gejala defisiensi
N pada daun tua yang ditandai dengan adanya bercak-bercak kuning pada helaian daun sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau, tetapi pada tahap lanjut seluruh
daun akan mengalami klorosis; jumlah daun 4.22 helai dan pertumbuhan lambat. Pada status hara sedang atau kecukupan N ditandai dengan pertumbuhan
yang normal, daun berwarna hijau tua, jumlah daun berkisar antara 4.22–5.50 helai dan konsentrasi N daun 1.36 ≤ N 1.46. Pada status hara tinggi dan
sangat tinggi terdapat gejala kelebihan N yang terlihat pada daun yang berwarna coklat, kering dan tepi daun menggulung, jumlah daun kurang dari 3.78 helai,
pertumbuhan bibit terhambat, konsentrasi N daun ≥ 1.46. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi
398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g urea2 bulan. Kata kunci
: Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi N daun.
Abstract
Nitrogen is greatly affects crop growth, development and production. Nitrogen is an essential component of chlorophyl, proteins, hormones and
enzymes. Deficiency or excessive of N will have negative effects on the crop growth and production, so it is necessary to avoid those unusual occurrences.
Nitrogen deficiency or excessive symptoms can be seen mainly in the leaves, that can be detected visually and analyze N concentration in every conditions. The
study of N status on duku Lansium domesticum seedling was conducted in Jambi Provinces, which planted in sand. The study was in randomized complete block
design, with five treatments. It consisted of three plants in each treatment and three replications. The treatments were five levels N fertilization: 0, 100, 200,
400, and 800 ppm, that used an irrigation solution for the seedling in every two days. The results was showed that N deficiency symptoms appear in older leaves
18 in which yellow spots on the upper leaf surfaces, leaves color changed to light
green and yellowish chlorosis. The leaves number was 4.22, stunted growth and leaf N concentration if 1.20 very low nutrient status and 1.20 ≤ N
1.36 low nutrient status. Adequate N was characterized by normal growth, dark green leaves, numbers of leaves were 4.22–5.50, and leaves N concentration
were 1.36 ≤ N 1.46 medium nutrient status. Symptoms of N excessive showed by brown leaves, dry leaves necrosis, leaf margins that will roll, number
of leaves ≤ 3.78, inhibited seedling growth, N concentration of leaf was ≥ 1.46 very high nutrient status. The maximum growth of duku seedling for very low
nutrient status was 398 ppm N, which was equivalent to 79 g ureayear or 13 g urea2 month.
Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf N concentration.
Pendahuluan Latar Belakang
Nitrogen N merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah paling banyak oleh tanaman, dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan
daun, cabang dan produksi buah. Status hara N merupakan salah satu dasar dari program pemupukan bagi tanaman hortikultura. Nitrogen merupakan komponen
dasar dalam sintesis protein, enzim, asam amino, asam nukleat dan bagian integral dari klorofil. Nitrogen juga berperan dalam mengontrol semua reaksi
metabolisme di dalam tanaman Stefanelli et al. 2010; Subhan et al. 2009; Mathuis 2009.
Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat NO
3 -
dan amonium NH
4 +
. Nitrat NO
3 -
bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh tanaman tetapi lebih mudah tercuci.
Sebaliknya amonium NH
4 +
bermuatan positif sehingga terikat oleh kaloid tanah, dan tidak mudah tercuci. Amonium baru dapat dimanfaatkan oleh tanaman
melalui pertukaran ion Havlin et al. 1999; Miller et al. 2009. Nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
berbeda-beda pada setiap jenis tanaman. Tingkat defisiensi atau kelebihan N menurut Perry dan Hickman 2001, dapat diukur dengan beratnya gejala dan
tingkat pertumbuhan tanaman. Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat diamati secara visual dan analisis daun tanaman. Analisis daun dilakukan untuk
membantu memberikan identifikasi yang lebih akurat, karena gejala yang tampak
19 dapat menyerupai gejala yang ditimbulkan oleh penyakit atau keracunan pestisida
Bhargava 2002; Bierman dan Rosen 2005. Analisis daun juga merupakan cara yang tepat untuk menentukan status hara pada tanaman buah, terutama hara yang
mobil seperti N Alva et al. 2006; Correia et al. 2002; Fernández-Escobar et al. 2011.
Gejala defisiensi N secara umum menyebabkan daun menguning, pertumbuhan daun dan ranting terbatas, tanaman kerdil, bunga mekar sedikit dan
produksi buah rendah. Gejala yang lebih spesifik akibat defisiensi dan kelebihan N pada setiap jenis tanaman buah akan berbeda. Pada tanaman duku belum ada
informasi yang diketahui tentang gejala defisiensi dan kelebihan N, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. Hal ini sulit
dideteksi pada tanaman duku dewasa, tetapi dapat diamati pada duku stadia bibit dengan menggunakan media pasir.
Tujuan
1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku
secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2.
Menentukan status hara N berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
3. Menentukan konsentrasi pemupukan N untuk pertumbuhan maksimum pada
bibit duku.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan
laut dengan suhu rata-rata 27–29
o
C. Persiapan sampel untuk analisis hara N dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi,
sedangkan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
20
Metode Penelitian
Percobaan aplikasi pupuk N terdiri atas lima perlakuan konsentrasi yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Konsentrasi pupuk N terdiri
dari: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm N. Nitrogen sebagai perlakuan bersumber dari CONH
2 2
. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit
duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat 7 kg. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara
membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan
juga diberikan pupuk dasar yaitu 50 ppm P, 100 ppm K, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl yang terdiri dari unsur Ca 0.03 , Mg 2.6, Fe 0.74, S 0.3, B
0.085, Mn 0.14, Zn 0.55, Cu 0.006 dan Mo 0.02. Larutan pupuk perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke
dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan N dilakukan pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul
07.00–09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi N. Analisis N total dilakukan dengan metode Kjeldahl, sedangkan pengukuran N
total dengan spektrofotometer ultraviolet visible Lampiran 2. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, diameter batang dan
jumlah daun, sedangkan analisis kandungan hara N dilakukan pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan N berdasarkan deteksi gejala
secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Status hara N dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif
pertambahan tinggi tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif =
100 x
Y Yi
maks
Yi = Pertumbuhan pada perlakuan hara N ke-i Y
maks
= Pertumbuhan maksimum pada status hara N. Nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable Y selanjutnya
dihubungkan dengan nilai kandungan hara N daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang
21 mempunyai nilai R
2
tertinggi dipakai untuk menentukan status hara N pada bibit duku.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu:
1 sangat rendah 50, 2 rendah 50 ≤ Y 75, 3 cukup 75 ≤ Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100.
Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Bibit Duku terhadap Pemberian Nitrogen
Tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak berbeda nyata.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi N, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 200 ppm, kemudian
menurun pada konsentrasi 400 dan 800 ppm Tabel 1. Tabel 1 Pengaruh pemberian N terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan
diameter batang pada bibit duku setelah 12 bulan Perlakuan
ppm N Tinggi Tanaman
cm Jumlah Daun
lembar Diameter Batang
cm 36.25
4.22 0.78
100 45.52
5.00 0.78
200 47.78
5.50 0.81
400 42.17
3.44 0.79
800 34.88
3.78 0.66
F test: ns
Pola Respon Q
Q -
: nyata pada taraf uji 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik.
Konsentrasi N 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0 dan 100 ppm serta
konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 400 dan 800 ppm Gambar 2. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 200 ppm pertumbuhan tanaman menjadi
lambat dan jumlah daun lebih sedikit, hal ini disebabkan karena N yang dibutuhkan untuk tanaman dapat tumbuh optimal tidak terpenuhi. Nitrogen
22 merupakan bagian dari klorofil yang dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat
dalam proses fotosintesis. Hasil penelitian Boussadia et al 2010 pada tanaman zaitun yang defisiensi N kandungan klorofil daun dan laju fotosintesis menurun.
Nitrogen juga berperan penting pada pembentukan protoplasma dan sebagai penyusun struktur sel tanaman serta dalam pembelahan sel, sehingga N
merupakan komponen yang sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman duku juga lebih lambat pada konsentrasi N 400
ppm dan 800 ppm dibandingkan dengan konsentrasi 200 ppm, hal ini disebabkan karena kebutuhan N telah melebihi kebutuhan optimal untuk pertumbuhan bibit
duku. Pertumbuhan tanaman yang kelebihan N terhambat diduga karena urea mengalami hidrolisis pada kondisi media yang lembab menjadi NH
4 +
. Menurut Wong 2005, NH
4 +
dalam jumlah yang berlebih dapat menimbulkan gejala keracunan yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada ujung akar dan
kerusakan jaringan xilem. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke batang dan daun berkurang, daun mengalami kekeringan dan stomata menutup,
selanjutnya laju fotosintesis rendah dan akhirnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Gejala Defisiensi dan Kelebihan Nitrogen pada Bibit Duku
Secara visual gejala defisiensi N yang terjadi pada perlakuan 0 ppm dan 100 ppm N, diawali dengan adanya bercak-bercak warna kuning yang bentuknya
tidak beraturan pada helaian daun, warna daun menjadi hijau kekuningan, tetapi tulang daun tetap berwarna hijau Gambar 3A. Gejala ini bila terus berlanjut
akan memperlihatkan warna kuning yang semakin banyak pada helaian daun Gambar 3B dan akhirnya seluruh permukaan daun akan berwarna kuning,
termasuk tulang daun dan daun akan gugur. Defisiensi N juga menyebabkan ukuran daun yang baru terbentuk menjadi lebih kecil, karena suplai N dari dalam
tanah melalui akar berkurang. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sumbangan N ke daun muda menurun dengan menguning dan menuanya daun-daun bagian
bawah. Bila ketersediaan N tidak cukup, protein pada daun tua dihidrolisis dan asam amino yang dihasilkan diredistribusikan ke daun muda. Protein kloroplas
dihidrolisis dan kandungan klorofil akan berkurang, akibatnya akan muncul warna kuning pada daun tua yang merupakan gejala pertama dari defisiensi N.
23
Gambar 2 Bibit duku umur 12 bulan 0, 100 dan 200 ppm; umur 6 bulan 400 ppm dan umur 3 bulan 800 ppm setelah pemberian pupuk N.
Gambar 3 Gejala defisiensi A, B, kecukupan C dan kelebihan D, E N pada daun duku dewasa.
Warna kuning pertama terlihat pada daun tua atau daun bagian bawah, disebabkan karena pada saat konsentrasi N rendah pada daun, N ditranslokasikan
dari daun tua ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikan dari
jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi N mulai kelihatan dari daun tua. Daun merupakan organ fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa
organik untuk pertumbuhan tanaman Marschner 1995, sedangkan klorofil berfungsi sebagai pigmen penangkap cahaya untuk fotosintesis, yang
menghasilkan karbohidrat, sebagai sumber energi pada proses respirasi sehingga tanaman dapat melangsungkan hidupnya Marschner 1995; Havlin et al. 1999.
Berdasarkan pentingnya peranan daun dan klorofil tersebut terhadap pertumbuhan tanaman, maka apabila tanaman defisiensi N pertumbuhannya akan terhambat
Kebutuhan N terpenuhi pada perlakuan 200 ppm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3C, dimana daun berwarna hijau tua dan mengkilat serta pertumbuhan
ppm
ppm 100
ppm
200 ppm
400 ppm
800 ppm
24 tanaman juga lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya Gambar 2. Pada
perlakuan 400 ppm dan 800 ppm N, daun berwarna hijau kecoklatan dan kemudian berubah warna menjadi coklat yang dimulai dari tepi daun, menuju ke
bagian tengah, terakhir tulang daun bagian tengah juga akan berwarna coklat. Pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung ke atas atau kearah dalam
dan akhirnya rontok Gambar 3D dan 3E. Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua di bagian
bawah dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti dijelaskan oleh Liferdi
2010 juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat
menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. 1995 kelebihan N
menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis pada ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus.
Konsentrasi N 400 ppm dan 800 ppm tersebut melebihi konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal bibit duku. Nitrogen yang berlebih akan
menyebabkan daun kering warna coklat dan menggulung. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem
dan floem. Rusaknya jaringan xilem dan floem mengakibatkan transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun
juga terganggu. Kerusakan jaringan tersebut diduga karena kandungan garam terlarut berlebih, yang berasal dari urea yang diberikan, nilai salt index urea 75
Mortvedt 2001. Garam terlarut ini cepat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, diakumulasikan pada ujung dan tepi daun, sehingga terlihat gejala
nekrosis. Pada konsentrasi 800 ppm diduga garam terlarut sudah berada pada tingkat meracuni tanaman dengan karakteristik gejala daun kering terbakar,
pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun menggulung.
Penyebab lain dapat berasal dari sumber pupuk N yang diberikan dalam hal ini urea atau CONH
2 2
bereaksi dengan H
2
O dengan bantuan enzim urease menghasilkan amoniun karbamat atau NH
4 2
CO
3
yang selanjutnya terurai
25 menjadi NH
4 +
dan CO
3 2-
Havlin et al. 1999. Amonium yang berlebihan menurut Wong 2005 menyebabkan gejala keracunan yang ditandai dengan terjadinya
nekrosis pada ujung akar dan kerusakan jaringan xilem. Pendapat ini didukung oleh Brito dan Kronzucker 2002 yang menyatakan bahwa tanaman yang
mengalami keracunan NH
4 +
menyebabkan jaringan akar mengalami kerusakan dan perkembangannya terhambat. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke
batang dan daun berkurang. Daun mengalami defisiensi air, akibatnya stomata menutup dan laju fotosintesis rendah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
lambat. Pertumbuhan yang lambat pada konsentrasi N yang berlebih diduga juga
dapat disebabkan oleh senyawa biuret yang berasal dari pupuk urea. Menurut Mikkelsen 2007, konsentrasi biuret yang tinggi akan mengganggu metabolisme
N dan menghambat pembentukan protein di dalam tanaman. Biuret menyebabkan konsentrasi N rendah dan menimbulkan gejala kering pada daun. Biuret juga
mengganggu aktifitas normal beberapa enzim penting untuk pertumbuhan tanaman, meningkatkan beberapa enzim dan menurunkan yang lainnya,
dibandingkan daun yang sehat. Pupuk urea mengandung 1.0–2.0 biuret, dan ini umumnya masih dapat ditoleransi oleh tanaman, tetapi ada tanaman yang sensitif
terhadap konsentrasi biuret 1.0, seperti jeruk dan nenas. Daun tanaman jeruk yang keracunan biuret akan berwarna kuning dimulai dari bagian ujung daun dan
tidak pernah kembali berwarna normal, karena metabolisme biuret di dalam tanaman lambat, dikuti pemupukan N selanjutnya yang kemungkinan terjadi efek
kumulatif khususnya pada tanaman tahunan. Keracunan biuret ini mungkin juga terjadi pada bibit tanaman duku yang diberi pupuk 400 dan 800 ppm N, dan dalam
hal ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi minimal biuret untuk tanaman duku.
Secara ringkas uraian kenampakan gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis daun dapat
memverifikasi defisiensi hara atau mengidentifikasi keracunan atau kelebihan akumulasi hara yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Analisis daun
dan tangkai daun akan membantu kita menunjukkan dengan tepat masalah produksi yang berhubungan dengan hara Wall 2010. Diagnosis berdasarkan
26 analisis daun lebih akurat dari pada diagnosis gejala itu sendiri untuk mengetahui
defisiensi hara. Analisis daun meningkatkan kesempatan membuat diagnosis yang benar dan terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi gejala tersembunyi
atau defisiensi hara palsu Bell et al. 2003. Analisis daun yang dilakukan terhadap gejala visual yang tampak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2 Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N secara visual pada bibit duku
Gejala Organ
tanaman Defisiensi
Kecukupan Kelebihan
Daun tua Klorosis, diawali
dengan munculnya bercak-bercak kuning
pada helaian daun, warna daun menjadi
hijau kekuningan, selanjutnya warna
kuning semakin banyak dan menutupi
seluruh permukaan daun Gambar 3A
dan 3B. Hijau tua dan
permukaan daun mengkilat
Gambar 3C. Nekrotik, diawali
dengan perubahan warna daun menjadi
hijau kecoklatan pada tepi daun menuju ke
tangah helaian daun, selanjutnya daun
kering dan warna coklat menutupi
seluruh permukaan daun serta daun
menggulung keatas Gambar 3D dan 3E
Daun muda
Hijau terang, ukuran lebih kecil
Hijau tua Daun kering berwarna
coklat Tulang
daun Tulang daun berubah
warna menjadi hijau muda - kuning.
Hijau tua Tulang daun berubah
warna menjadi coklat.
Tangkai daun
Hijau muda – kuning Hijau tua Hijau-coklat
Pertama muncul
Tepi daun tua menuju ke tengah helaian
daun. -
Tepi daun tua menuju ke tengah helaian
daun.
Tabel 3 Rata-Rata konsentrasi nitrogen daun berdasarkan gejala visual Perlakuan
ppm N Konsentrasi N
Daun Tingkat Gejala secara
visual 1.12
Sangat kurang 100
1.30 Kurang-cukup
200 1.39
Cukup 400
1.49 Cukup-lebih
800 1.80
Berlebih F test:
Pola Respon L
: nyata pada taraf uji 1, L: linier.
27
a : defisiensi N berat b : level kritis defisiensi N
c : level kritis kelebihan N SR : sangat rendah
R : rendah S : sedang
T : tinggi ST : sangat tinggi
y = -436.75x
2
+ 1277.5x - 854.77 R
2
= 0.6752
20 40
60 80
100
1.00 1.20
1.40 1.60
1.80 2.00
Konsentrasi N Daun P
e rt
a m
b a
h a
n t
in g
g i r
e la
tif
SR R
S T ST
c b
a
Peningkatan konsentrasi N akan meningkatkan kandungan N pada daun dengan pola respon linier, seperti terlihat pada Tabel 3. Peningkatan konsentrasi
N juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman sampai konsentrasi 200 ppm dan menurun pada konsentrasi 400 ppm dan 800 ppm Tabel 1. Hasil
analisis daun pada Tabel 3 bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 1, maka diperoleh nilai konsentrasi N sangat kurang: 1.12,
kurang: 1.12 ≤ N 1.30, cukup 1.30 ≤ N 1.49 dan berlebih bila 1.49.
Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Nitrogen pada Bibit Duku
Status hara N daun dengan pertambahan tinggi relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R
2
sebesar 0.68. Status hara N sangat rendah: 1.20, rendah: 1.20 ≤ N 1.36, sedang: 1.36 ≤ N 1.46, tinggi dan sangat
tinggi ≥ 1.46 Gambar 4. Peningkatan konsentrasi N daun sampai dengan 1.46 dapat meningkatkan pertambahan tinggi relatif, tetapi pada konsentrasi N
1.46 laju pertumbuhan menurun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi N yang terlalu tinggi dapat bersifat merusak atau meracuni tanaman, dalam hal ini
merusak jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem, sehingga transfort air dan hara N terhambat atau berkurang dan pada akhirnya akan menghambat
pertumbuhan tanaman.
Gambar 4 Hubungan konsentrasi N daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku.
Kisaran kecukupan hara N merupakan konsentrasi kritis minimal yang diperlukan untuk memelihara pertumbuhan tanaman. Level kritis didefinisikan
28 sebagai level dimana pertumbuhan atau hasil 5–10 dibawah maksimum
Marschner 1995. Keadaan di bawah dan diatas kisaran kecukupan, akan menyebabkan terjadinya gejala defisiensi dan kelebihan N. Gejala defisiensi N
akan muncul pada saat status hara rendah atau konsentrasi N daun berada pada tingkat minimum, sedangkan gejala kelebihan N mulai telihat pada saat
konsentrasi N daun memberikan pertumbuhan melewati batas maksimum Gambar 4.
Status hara N sangat rendah pada bibit duku 1.20 lebih tinggi dari hasil penelitian Liferdi 2010 pada daun manggis yaitu 0.73. Hal yang sama juga
terjadi untuk konsentrasi N status sedang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum bibit duku yaitu 1.36 ≤ N 1.46 lebih tinggi dari bibit manggis yaitu
0.94–1.18. Namun demikian, status hara N sedang pada bibit duku lebih rendah dari pada kebutuhan N optimum yang setara dengan status sedang pada penelitian
ini bibit jeruk yaitu 1.80–2.6 yang didapatkan oleh Bondada et al. 2001. Konsentrasi N daun duku 1.46 akan menurunkan pertumbuhan relatif
sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi N 1.18 .
Pertumbuhan bibit duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g
urea2 bulan Gambar 5. Penambahan N pada status hara sangat rendah akan meningkatkan pertumbuhan dan kandungan unsur N di dalam jaringan tanaman.
y = -0.0003x
2
+ 0.239x + 56.167 R
2
= 0.7113
20 40
60 80
100 120
100 200
300 400
500 600
700 800
Konsentrasi pupuk N ppm P
e rt
a m
b a
h a
n t
in g
g i r
e la
tif
Gambar 5 Pengaruh konsentrasi pupuk N terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah.
29
Kesimpulan
1. Gejala defisiensi N pada bibit duku dapat dilihat dari daun tua yang ditandai
dengan bercak-bercak kuning pada helaian daun, tulang daun tetap berwarna hijau, pada tahap lanjut seluruh daun mengalami klorosis dan pertumbuhan
bibit lambat; kecukupan N memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun berwarna hijau tua; gejala kelebihan N pada bibit duku terlihat pada daun
tua yang kering, berwarna coklat, tepi daun menggulung dan pertumbuhan bibit lambat.
2. Status hara N sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi N daun
1.20, rendah: 1.20 ≤ N 1.36, sedang: 1.36 ≤ N 1,46, tinggi dan sangat tinggi: ≥ 1.46.
3. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh
pada konsentrasi 398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g urea2 bulan.
PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA FOSFOR PADA BIBIT DUKU
Abstrak
Fosfor P merupakan salah satu hara utama tanaman, unsur pokok dari sel tanaman, penting untuk pembelahan dan perkembangan sel tanaman. Fosfor
khususnya berperan dalam menangkap dan mengkonversi energi matahari ke dalam bentuk senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Penelitian status
hara P dilaksanakan di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan
lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi P: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm yang
diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala defisiensi P ditandai dengan
pertumbuhan bibit lambat, perubahan warna daun menjadi hijau kecoklatan,
jumlah daun 4.56 helai dan konsentrasi P daun pada status hara sangat rendah 0.09 dan
rendah 0.09 ≤ P 0.14. Kecukupan P ditandai dengan pertumbuhan yang normal, daun berwarna hijau tua mengkilat, jumlah daun 4.56–7.00 helai dan
konsentrasi P daun pada status hara sedang 0.14 ≤ P 0.25. Gejala kelebihan P memperlihatkan pertumbuhan bibit lambat, daun berwarna hijau dengan bercak
kuning dan nekrotik pada helaian daun, jumlah daun kurang dari 4.56 helai, dan konsentrasi P daun pada status hara tinggi dan sangat tinggi ≥ 0.25.
Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 195 ppm P, setara dengan 115 g SP-36tahun atau 58 g SP-366
bulan.
Kata kunci : Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi P daun.
Abstract
Phosphorus, one of the major plant nutrients which is a constituent of plant cells, is essential for cell division and development of the growing tip of the plant.
Symptoms of P deficiency or excessive can be seen mainly in the leaves. The sign can be detected visually and can be done by to identifying P concentration in
the each condition. The study of P status was conducted in Jambi Provinces, which was apply on duku seedling that planted in sand culture. The study was
conducted in randomized complete block design, with five treatments that consisted of three plants each treatment and in three replications. The treatments
consisted of five P levels: 0, 50, 100, 200, and 400 ppm. The results showed that P deficiency symptoms were characterized by stunted growth of seedlings, green-
brownish and lusterless discoloration, number of leaves 4.56 and leaf P concentration 0.09 very low nutrient status and 0.09 ≤ P 0.14 low
nutrient status. Adequacy of P concentration was characterized by normal growth, shiny green leaves, number of leaves 4.56–7.00 and leaf P concentration
0.14 ≤ P 0.25 medium nutrient status. Symptoms of excessive P was showed by stunted growth of seedlings,
green leaves with yellow and necrotic spots on the leaf blade, number of leaves 4.56, P concentrations in the leaf ≥
32 0.25 high and very high nutrient status. The maximum growth of duku
seedling for very low nutrient status was 195 ppm P, equivalent to 115 g SP- 36year or 58 g SP-366 month.
Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf P concentration.
Pendahuluan Latar Belakang
Fosfor P penting untuk pertumbuhan tanaman dan ditemukan dalam setiap sel tanaman yang hidup. Fosfor terlibat dalam transfer energi dalam bentuk
ATP, fotosintesis, transformasi gula dan pati, pergerakan hara dalam tanaman dan transfer karakter genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya Amstrong
1999. Fosfor adalah komponen penting dari DNA dan RNA untuk membentuk protein, ATP yang dibentuk selama fotosintesis dan berperan penting dalam reaksi
fosforilasi, kegiatan enzim dan metabolisme tanaman Amtmann dan Armengaud 2009; Jones 2004. Fungsi penting P menurut Hochmuth et al. 2009 adalah
perannya dalam asam nukleat, membangun blok untuk material kode genetik dalam sel tanaman.
Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat H
2
PO
4 -
dan bersifat sangat mobil di dalam tanaman Hochmuth et al. 2009. Transfor P ke
dalam sel tanaman melalui membran plasma eflux dan influx yang merupakan mekanisme utama memelihara homostatis P Jones 2004. Konsentrasi P di dalam
tanaman 0.1–1.0 dari berat kering, dengan nilai kecukupan 0.2–0.4 pada daun yang baru dewasa. Defisiensi P bila kurang dari 0.2 dan berlebih diatas
1.0 Jones et al. 1991 .
Gejala defisiensi dan kelebihan fosfor dapat dideteksi dengan pengamatan visual dan analisis daun. Analisis daun membantu mendeteksi gejala
defisiensi hara sebelum mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil. Heckman 2001 menyatakan bahwa analisis daun dapat juga digunakan untuk
mengkonfirmasi gejala visual apakah mengalami defisiensi atau kelebihan hara. Kadar unsur hara tertentu di daun dapat dijadikan indikator adanya defisiensi,
kecukupan atau kelebihan hara pada tanaman Hochmuth et al. 2004. Defisiensi hara biasanya dikenali dengan gejala khusus yang sebagian besar sering terjadi
33 pada daun. Pada beberapa kasus, gejala defisiensi, kelebihan atau kombinasi
keduanya sulit diidentifikasi secara visual, sehingga dalam hal ini analisis daun dapat memberikan identifikasi yang lebih akurat Zekri dan Obreza 2009.
Defisiensi P menyebabkan laju fotosintesis berkurang dengan cepat. Hal ini diduga karena beberapa tahap fiksasi karbon melibatkan gula fosfat Maathuis
2009. Defisiensi atau kelebihan P dapat menjadi masalah pada semua tanaman buah,
ditandai dengan pohon buah tidak tumbuh dengan baik, buah rontok
sebelum waktu panen normal, perkembangan bunga terbatas, persentase bunga menjadi buah dan buah yang dihasilkan berkurang Zekri dan Obreza 2009,
menunda kematangan buah, mengurangi kualitas buah, sayuran dan tanaman biji- bijian serta ketahanan terhadap penyakit Amstrong 1999
Jumlah P yang optimal untuk pertumbuhan maksimum setiap tanaman buah berbeda-beda. Informasi tentang gejala defisiensi dan kelebihan P pada
tanaman duku belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui gejala tersebut secara visual dan berdasarkan analisis daun tanaman. Gejala
tersebut lebih mudah dideteksi dengan perlakuan pemberian hara P pada tanaman duku stadia bibit dari pada tanaman yang telah dewasa di lapang.
Tujuan
1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P pada bibit duku
secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2.
Menentukan status hara P berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
3. Menentukan rekomendasi pemupukan P untuk pertumbuhan maksimum pada
bibit duku.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan
laut dengan suhu rata-rata 27–29
o
C. Persiapan sampel untuk analisis hara P dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi,
34 sedangkan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
Metode Penelitan
Percobaan aplikasi pupuk P terdiri atas lima perlakuan konsentrasi yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Konsentrasi pupuk P
bersumber dari
CaH
2
PO
4
+CaSO
4
.
terdiri dari: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm P. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga
keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan
media pasir seberat tujuh kg. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada
polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 200 ppm N, 100 ppm K, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl
yang terdiri dari unsur Ca: 0.03 , Mg: 2.60, Fe: 0.74, S: 0.30, B: 0.085, Mn: 0.14, Zn: 0.55, Cu: 0.006 dan Mo: 0.02. Larutan pupuk perlakuan
dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan
kelebihan P dilakukan pada daun, karena sebagian besar terjadi pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00 – 09.00 WIB pada daun ketiga
dewasa yang mengalami gejala defisiensi P. Analisis P total dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian diukur dengan spektrofotometer ultraviolet
visible Lampiran 3. Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang dan
jumlah daun. Kandungan hara P dianalisis pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan P berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil
pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Status hara P dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif pertambahan tinggi
tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif =
100 x
Y Yi
maks
Yi = Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i. Y
maks
= Pertumbuhan maksimum pada status hara P.
35 Nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable Y selanjutnya
dihubungkan dengan nilai kandungan hara P daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang
mempunyai nilai R
2
tertinggi dipakai untuk menentukan status hara P pada bibit duku.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu:
1 sangat rendah 50, 2 rendah 50 ≤ Y 75, 3 cukup 75 ≤ Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100.
Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor
Tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi P, dan mencapai maksimum pada konsentrasi
200 ppm, kemudian menurun pada konsentrasi 400 ppm. Pemberian pupuk P 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan
konsentrasi yang lebih rendah dan konsentrasi yang lebih tinggi Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh pemberian P terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan
diameter batang pada bibit duku setelah 12 Bulan Perlakuan
ppm P Tinggi Tanaman
cm Jumlah Daun
lembar Diameter Batang
cm 35.60
4.56 0.70
50 39.02
5.22 0.70
100 40.53
5.44 0.67
200 45.85
7.00 0.81
400 35.48
4.56 0.74
F test: ns
Pola Respon Q
Q -
: nyata pada taraf uji 5, = nyata pada taraf 1, ns = tidak nyata, Q = kuadratik
36 Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 200 ppm laju pertumbuhan
tanaman menurun dan jumlah daun lebih sedikit, hal ini disebabkan karena P yang dibutuhkan untuk tanaman dapat tumbuh optimal tidak terpenuhi. Defisiensi dan
kelebihan P menghasilkan pertumbuhan yang terbatas, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Fosfor merupakan komponen dari struktur asam nukleat yang
kompleks dari tanaman, yang mengatur sintesis protein karena itu penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan baru tanaman. Kecukupan suplai P
penting untuk perkembangan sel-sel baru dan untuk transfer kode genetik dari satu sel ke sel-sel lainnya yang baru dibentuk. Proses-proses tersebut dapat
berlangsung optimum bila P cukup tersedia pada tanaman sehingga pertumbuhan serta perkembangan tanaman akan tampak normal Gambar 6. Bila suplai P
rendah, proses tersebut akan terhambat dan pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Hal ini juga disebabkan karena transfer energi melalui pembentukan dan
reduksi ikatan fosfat ATP berkurang, sedangkan pergerakan hara dalam tanaman sebagian besar tergantung pada transfort melalui membran sel yang membutuhkan
energi dalam bentuk ATP dan senyawa P energi tinggi lainnya untuk melawan tekanan osmosis. Fosfor juga berperan menyimpan dan mentransfer energi yang
dihasilkan oleh proses fotosintesis untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan reproduktif tanaman. Defisiensi P juga akan menghambat pertumbuhan
vegetatif tanaman karena salah satu peran P dalam tanaman adalah mendorong vigor akar dan pertumbuhan tajuk Jones 1998; Marscher 1995
. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan lambat pada tanaman duku
yang defisiensi P, berhubungan dengan peran P dalam merangsang perkembangan akar
. Konsentrasi P yang terlalu rendah atau tinggi pada tanaman menyebabkan
akar yang terbentuk lebih sedikit Gambar 7, P yang dapat diserap oleh akar melalui difusi dan aliran massa juga lebih rendah, sehingga perkembangan
tanaman menjadi lebih lambat. Fosfor yang masuk ke dalam akar tanaman, menurut Amstrong 1999 dapat disimpan di dalam akar atau di transfor ke bagian
atas tanaman, melalui berbagai reaksi kimia, menyatu dengan senyawa-senyawa organik, termasuk asam nukleat DNA dan RNA, fosfoprotein, fosfolipid, gula
fosfat, enzim dan senyawa fosfat berenergi tinggi ATP. Fosfor berperan penting pada proses-proses ini dan suplainya akan berkurang bila tanaman berada pada
37 kondisi defisiensi atau kelebihan P, yang pada tingkat lanjut akan menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Gambar 6 Bibit duku umur 12 bulan setelah pemberian pupuk P.
Gambar 7 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C P pada akar bibit duku.
Gejala Defisiensi dan Kelebihan Fosfor pada Bibit Duku
Gejala defisiensi P terlihat pada konsentrasi 0 ppm sampai dengan 100 ppm P. Defisiensi P pada bibit duku ini pada awalnya menunjukkan pertumbuhan
yang lambat, dan secara visual sulit dibedakan dengan tanaman yang kecukupan P pada konsentrasi 200 ppm. Daun dan tulang daun berwarna hijau kecoklatan dan
tidak mengkilat atau kusam, dan jumlah daun lebih sedikit Gambar 8A.
Gambar 8 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C P pada daun duku dewasa.
A B
C
ppm 50
ppm 100
ppm
200 ppm
400 ppm
A B
C
38 Gejala ini pertama terlihat pada daun tua, hal ini disebabkan karena P
ditranslokasikan melalui floem dari daun tua ke daun muda atau jaringan meristem yang aktif. Rehm dan Schmitt 2002 melaporkan bahwa sebagian besar
tanaman yang defisiensi P ukurannya akan berkurang. Penelitian yang dilakukan pada tanaman jagung, defisiensi P menghambat translokasi karbohidrat di dalam
tanaman, sehingga akan memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan terus menerus melalui proses fotosintesis. Hal ini akan menambah
karbohidrat dan perkembangan warna hijau daun menjadi lebih gelap. Warna daun hijau gelap sampai hijau kebiruan dengan warna keunguan pada tangkai
daun dan tulang daun bagian bawah dari daun muda. Secara ringkas kenampakan gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P pada bibit duku dapat dilihat pada
Tabel 5. Tabel 5 Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P secara visual pada bibit
duku Gejala
Organ tanaman
Defisiensi Kecukupan
Kelebihan Daun tua
Daun berubah warna menjadi
hijau kecoklat- coklatan atau
keunguan pada helaian daun dan
tampak buram tidak bercahaya
Gambar 8A. Hijau tua dan
permukaan atas helaian daun
mengkilat Gambar 8B.
Bulatan yang tidak beraturan bentuknya,
berwarna kuning, kemudian berubah
warna menjadi putih dan coklat pada
bagian tepi,dan dibagian luarnya
warna kuning kembali. Bercak ini
mulai tampak dari ujung dan tepi daun
Gambar 8C.
Tulang daun Hijau kecoklatan Hujau tua Hijau tua
Tangkai daun
Hijau kekuningan Hijau tua Hujau kekuningan
Pertama muncul
Ujung dan tepi daun tua
- Ujung dan tepi daun
tua Akar
Akar serabut lebih sedikit
Gambar 7A Akar serabut lebih
banyak Gambar 7B
Akar serabut lebih sedikit, rapuh dan
mudah patah Gambar 7C
39 Kelebihan P menimbulkan gejala berbentuk bulatan yang tidak beraturan
berwarna kuning, kemudian berubah warna menjadi putih dengan warna coklat nekrotik pada bagian tepi kemudian warna kuning di bagian luarnya. Gejala ini
mulai tampak dari ujung dan tepi daun, menuju ke bagian pangkal daun Gambar 8C. Kelebihan P juga dapat mengakibatkan perkembangan akar lebih lambat
Gambar 7C daripada akar yang mendapatkan cukup P Gambar 7B, akar rapuh dan mudah patah. Hochmuth et al. 2009 melaporkan bahwa kelebihan P pada
daerah perakaran dapat mengurangi pertumbuhan tanaman karena kelebihan P akan mengurangi penyerapan Zn, Fe dan Cu, sehingga terjadi defisiensi ketiga
unsur tersebut. Defisiensi P dapat pula dideteksi dengan analisis daun selain pengamatan
secara visual. Analisis daun memberikan informasi terjadinya defisiensi dan besarnya penyerapan hara tanaman
. Analisis daun digunakan untuk mendapatkan
tingkat ketepatan yang tinggi dalam pengelolaan pemupukan. Tingkat hara aktual dalam tanaman yaitu defisiensi, kecukupan dan kelebihan dapat diperoleh dari
analisis daun. Kisaran kecukupan hara adalah konsentrasi minimal yang diperlukan untuk memelihara pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Keadaan
di bawah dan di atas kisaran kecukupan hara, akan menyebabkan kerusakan pada penampilan tanaman secara menyeluruh. Analisis daun yang dilakukan terhadap
gejala visual dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-Rata konsentrasi P daun berdasarkan gejala visual
Perlakuan ppm P
Konsentrasi P Daun
Tingkat Gejala secara visual
0.07 Sangat kurang
50 0.09
Kurang 100
0.13 Kurang-cukup
200 0.21
Cukup 400
0.43 Berlebih
F test: Pola Respon
L : nyata pada taraf uji 1, L: linier.
Konsentrasi P daun meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi P dengan pola respon linier, seperti terlihat pada Tabel 6. Peningkatan konsentrasi
40 P juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman, sampai konsentrasi 200
ppm dan menurun pada konsentrasi 400 ppm Tabel 4. Hasil analisis daun pada Tabel 6, bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 4, maka
diperoleh nilai konsentrasi P kurang bila 0.13, cukup 0.13 ≤ P ≤ 0.21 dan berlebih bila 0.21.
Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Fosfor pada Bibit Duku
Status hara P daun dengan pertumbuhan relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R
2
sebesar 0,77. Status hara P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.14, sedang 0.14 ≤ P 0.25, tinggi dan sangat tinggi
≥ 0.25, seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Peningkatan konsentrasi P daun sampai dengan 0.25 dapat
meningkatkan pertumbuhan relatif, tetapi konsentrasi lebih dari 0.25 menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Pada saat konsentrasi P dibawah
optimal atau diatas optimal akan muncul gejala defisiensi atau kelebihan P, seperti terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Hubungan konsentrasi P daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku.
Konsentrasi hara P dikatakan cukup bila pertumbuhan tanaman normal, dan relatif konstan. Konsentrasi kritis terjadi saat pertumbuhan relatif tanaman
berkurang 10 dari pertumbuhan maksimal dan merupakan zona transisi antara kecukupan dan defisiensi hara. Zona defisiensi terjadi pada saat konsentrasi hara
y = -1949.5x
2
+ 960.41x - 23.142 R
2
= 0.7709
20 40
60 80
100
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
Konsentrasi P daun P
e rt
a m
b a
h a
n t
in g
g i r
e la
tif
SR R
S T ST
c b
a
a : defisiensi P berat b : level kritis defisiensi P
c : level kritis kelebihan P SR : sangat rendah
R : rendah S : sedang
T : tinggi ST : sangat tinggi
41 daun berada di bawah zona transisi dan pertumbuhan tanaman berkurang drastis,
sedangkan zona kelebihan terjadi saat konsentrasi hara lebih besar dari konsentrasi kecukupan Hochmuth et al. 2009.
Konsentrasi P rendah atau tinggi akan menghambat pertumbuhan, dimana P merupakan unsur yang penting dalam merangsang pembentukan akar dan daun
serta berperan dalam proses metabolisme pembawa energi dalam bentuk ATP dan mempunyai peran kunci dalam berbagai reaksi enzimatis. Defisiensi P akan
menyebababkan suatu reduksi pada berbagai proses metabolisme termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis Jones 1998;
Marscher 1995. Konsentrasi P berdasarkan status hara untuk pertumbuhan maksimum
tanaman duku 0.14 ≤ P 0.25 lebih tinggi dari pada kebutuhan optimum pada tanaman manggis yaitu 0.10–0.19. Konsentrasi P daun duku 0.25 akan
menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi P 0.19. Pertumbuhan bibit duku maksimum pada
status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 195 ppm P, setara dengan 115 gtahun atau 58 g6 bulanGambar 10.
y = -0.0015x
2
+ 0.5846x + 65.955 R
2
= 0.4228
10 30
50 70
90 110
130
50 100
150 200
250 300
350 400
Konsentrasi pupuk P ppm P
e rt
a m
b a
h a
n t
in g
g i
re la
tif
Gambar 10 Pengaruh konsentrasi pupuk P terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah.
42
Kesimpulan
1. Gejala defisiensi P pada bibit duku ditandai dengan pertumbuhan yang lambat
dan daun tua berwarna hijau kecoklatan; kecukupan P memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun warna hijau mengkilat; gejala kelebihan P
dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman lambat, daun tua warna hijau dengan bercak-bercak kuning dan nekrotik.
2. Status hara P sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi P daun
0.09, rendah: 0.09 ≤ P 0.14, sedang: 0.14 ≤ P 0.25, tinggi dan sangat tinggi: ≥ 0.25.
3. Pertumbuhan maksimum pada bibit duku diperoleh pada konsentrasi 195 ppm
P, setara dengan 115 g SP-36tahun atau 58 g SP-366 bulan.
PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA KALIUM PADA BIBIT DUKU
Abstrak
Kalium K merupakan unsur hara makro yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Kalium berfungsi sebagai
katalisator berbagai reaksi enzimatik dan keseimbangan kation-anion di dalam sitoplasma. Defisiensi atau kelebihan K akan menghambat pertumbuhan dan
menurunkan produksi tanaman, sehingga perlu upaya untuk mencegah terjadinya gejala tersebut pada tanaman duku Lansium domesticum. Gejala defisiensi atau
kelebihan K dapat dideteksi secara visual dan dengan mengetahui konsentrasi hara K pada masing-masing kondisi tersebut. Penelitian status hara K dilakukan
di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima
perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi K: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm
yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala defisiensi K terlihat pada tepi daun tua yang berwarna
coklat dan kering, pertumbuhan bibit terhambat, jumlah daun 4.89 helai dan konsentrasi K daun pada status hara sangat rendah 1.00 dan rendah 1.00 ≤
K 1.26. Kecukupan K ditandai dengan pertumbuhan bibit normal, daun berwarna hijau tua, jumlah daun 4.89–5.67 helai dan konsentrasi K daun pada
status hara sedang 1.26 ≤ K 1.62. Kelebihan K terlihat pada daun yang berwarna pucat, tepi daun kering berwarna coklat muda, pertumbuhan tanaman
terhambat dan konsentrasi K daun tinggi dan sangat tinggi ≥ 1.62. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh
pada konsentrasi 177 ppm K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan.
Kata kunci : Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi K daun.
Abstract
Potassium K is an essential nutrient that influences crops growth, development and production. The functions of K in plants are the catalyst for a
variety of enzymatic reactions and cation-anion balance in the cytoplasm. Both deficiency and excessive of potassium will inhibit growth and decrease crop
production. It is important to know an occurrence of these symptoms on Duku Lansium domesticum. Symptoms of K deficiency or K excessive can be seen
mainly in the leaves. The sign can be detected visually and can be related to identify K concentration in the each condition. The study of K status was
conducted in Jambi Provinces, which was apply on duku seedling that planted in sand culture. The study was conducted in randomized complete block design,
with five treatments that consisted of three plants each treatment and three replications. The treatments were consisted of five K levels: 0, 50, 100, 200, and
400 ppm. The results showed that K deficiency symptoms appear on older leaves which were characterized by color changes to brown and dry leaves on the margin
44 of leaves; stunted growth of seedlings; number of leaves 4.90 and leaf K
concentration on very low nutrient status 1.00 and low nutrient status 1.00 ≤
K 1.26. Adequacy of K concentration was characterized by normal growth, dark green leaves, number of leaves 4.89–5.67 and leaf K concentration
1.26 ≤ K 1.62 medium nutrient status. Symptoms of excessive K was showed by pale green leaves with dry leaf edges number of leaves 4, stunted
growth of seedlings, K concentrations in the leaf ≥ 1.62 high and very high nutrient status. The maximum growth of duku seedling for very low nutrient
status was 177 ppm K, equivalent to 32 g KClyear or 5 g KCl2 month.
Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf K concentration.
Pendahuluan Latar Belakang
Gangguan hara pada tanaman buah merupakan salah satu masalah utama bagi petani atau pekebun buah di dunia. Apabila tanaman tidak menerima hara
yang cukup maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak abnormal. Menurut Wijayani dan Indradewa 2004; diagnosis gangguan hara
pada tanaman dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman. Analisis tanaman
merupakan alat yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis gangguan hara yang terjadi selama pertumbuhan dan membantu menyempurnakan program
efisiensi pemupukan sebelum gejala defisiensi atau kelebihan hara muncul, khususnya bermanfaat untuk tanaman tahunan. Teknik ini menentukan komposisi
unsur dari jaringan tanaman selama pertumbuhan dan membandingkan nilai ini dengan ketentuan yang sudah ada untuk tanaman sehat dan normal. Hasil
perbandingan ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu tanaman defisiensi atau kelebihan hara.
Kalium merupakan salah satu unsur hara esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi. Peran K dalam tanaman adalah
merangsang pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan ukuran buah, terlibat dalam pembentukan karbohidrat, translokasi gula dan dalam pembentukan
jaringan xilem Drotleff 2010. Kalium juga mempunyai peranan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi kekeringan dan penyakit yang menyerang. Kalium
terlibat dalam memelihara status air tanaman dan tekanan turgor sel serta
45 membuka dan menutupnya stomata. Kalium erat kaitannya dengan pengaturan
osmotik sel, stabilitas pH dan proses transpor membran dalam penyerapan air dan unsur hara Marschner 1995; Jones 1998. Peran utama K yang juga penting
adalah sebagai aktifator katalisator dalam beberapa reaksi enzim pada tanaman. Beberapa enzim yang bertanggungjawab untuk reaksi sel membutuhkan K sebagai
ko-faktor Hochmuth et al. 2009; Gardner et al. 1991; Dirjen Dikti 1991. Hopkins dan Hunner 2004 menambahkan tanaman membutuhkan K untuk
sintesis protein, fotosintesis, dan memelihara keseimbangan kation:anion dalam sitosol dan vakuola. Kalium diserap dalam bentuk K
+
dan banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti-inti sel
tidak mengandung K. Pada sel-sel K terdapat sebagai ion di dalam cairan sel dan merupakan bagian penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh
tekanan osmosis. Defisiensi atau kelebihan K dapat menjadi masalah pada semua tanaman
buah, dimana pohon buah tidak tumbuh dengan baik atau menghasilkan daun abnormal. Defisiensi K akan mengurangi hasil dan kualitas buah, karena peran K
dalam memperkuat tubuh tanaman terhambat, sehingga daun, bunga, dan buah lebih mudah gugur. Defisiensi K dapat terjadi pada semua tipe tanah, akan tetapi
sering berhubungan dengan drainase dan kehalusan tekstur tanah Benson 1994. Jumlah K yang optimal untuk pertumbuhan maksimum setiap tanaman buah
berbeda-beda. Informasi tentang gejala defisiensi dan kelebihan K pada tanaman duku belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui gejala
tersebut secara visual dan berdasarkan analisis daun tanaman. Gejala tersebut lebih mudah dideteksi dengan perlakuan pemberian hara K pada tanaman duku
stadia bibit dari pada tanaman yang telah dewasa di lapang.
Tujuan
1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan K pada bibit duku
secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2.
Menentukan status hara K berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
3. Menentukan rekomendasi pemupukan K untuk pertumbuhan maksimum bibit
duku.
46
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan
laut dengan suhu rata-rata 27–29
o
C. Persiapan sampel untuk analisis hara K dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi,
sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Metode Penelitan
Percobaan aplikasi pupuk K terdiri atas lima perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Pupuk K bersumber dari KCl terdiri
dari: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm K. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur
dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat 7 kg. Pemindahan bibit
dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk
selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 200 ppm N, 50 ppm P, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl yang terdiri dari unsur Ca 0.03 , Mg 2.60, Fe
0.74, S 0.30, B 0.085, Mn 0.14, Zn 0.55, Cu 0.006 dan Mo 0.02. Larutan pupuk perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara
menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan K dilakukan pada daun, karena sebagian besar
terjadi pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00 – 09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi K dan dianalisis
dengan metode pengabuan basah, selanjutnya K total di ukur dengan spektrofotometer serapan atom Lampiran 4.
Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun. Analisis kandungan hara K dilakukan pada daun yang mengalami
defisiensi, kecukupan dan kelebihan K berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras
47 polinomial. Status hara K dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif
pertambahan tinggi tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif =
100 x
Y Yi
maks
Yi
= Pertumbuhan pada perlakuan hara K ke-i
Y
maks
= Pertumbuhan maksimum pada status hara K. Nilai pertumbuhan relatif sebagai
dependent variable
Y selanjutnya dihubungkan dengan nilai kandungan hara K daun sebagai
independent variable
X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang mempunyai nilai R
2
tertinggi dipakai untuk menentukan status hara K pada bibit duku.
Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara K daun dengan pertumbuhan relatif untuk
menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu:
1 sangat rendah 50, 2 rendah 50
≤
Y 75, 3 cukup 75
≤
Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100.
Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Kalium
Tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda sangat nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak berbeda nyata. Peningkatan tinggi
tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi K, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 100 ppm, kemudian menurun pada
konsentrasi 200 dan 400 ppm Tabel 7. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi K 100 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan
konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 100 ppm. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan K di dalam
jaringan, dimana K memelihara keseimbangan kation:anion dan pH sitoplasma, yang menjadi prasyarat untuk aktifitas normal sebagian besar sistem enzim yang
terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil Krishna 2002.
48 Gardner et al. 1991 menambahkan K juga berperan dalam proses fotosintesis,
karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan, indeks luas daun dan laju asimilasi CO
2
serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ pengguna sink. Tanaman membutuhkan K untuk memproduksi molekul fosfat berenergi
tinggi ATP, yang dihasilkan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Jumlah CO
2
yang diasimilasi menjadi gula selama fotosintesis menurun dengan tajam bila terjadi defisiensi K dan 50 dari jumlah total unsur ini di daun terkonsentrasi
dalam kloroplas, sehingga gejala defisiensi umumnya tampak pada daun dan pertumbuhan yang lambat Tisdale et al. 1985.
Tabel 7 Pengaruh pemberian K terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada bibit duku setelah 12 Bulan
Perlakuan ppm K
Tinggi Tanaman cm
Jumlah Daun lembar
Diameter Batang cm
36.20 4.89
0.79 50
39.72 5.44
0.73 100
42.56 5.67
0.81 200
39.03 4.00
0.72 400
35.19 4.00
0.76 F test:
ns Pola Respon
Q L
-
: nyata pada taraf uji 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik, L: linier
Secara visual perbedaan pertumbuhan tanaman pada bibit duku umur 12 bulan setelah perlakuan K dapat dilihat pada Gambar 11.
Gejala Defisiensi dan Kelebihan Kalium pada Bibit Duku
Gejala defisiensi K secara visual terlihat pada pemberian konsentrasi K 0 ppm dan 50 ppm. Defisiensi K tidak segera menunjukkan gejala yang tampak
pada awalnya, tetapi hanya terjadi penurunan laju pertumbuhan. Gejala akan tampak pada tahap lanjut atau gejala berat yaitu tepi dan ujung daun berwarna
coklat dan kering, mulai dari daun bagian bawah atau daun tua Gambar 12A. Hal ini juga dinyatakan oleh Mengel dan Kirkby 2001, bahwa defisiensi K tidak
segera memperlihatkan gejala gejala tersembunyi, laju pertumbuhan menurun pada tahap awal dan selanjutnya terjadi klorosis dan nekrosis pada daun. Pada
daun tua terjadi burik yang berkelompok atau klorosis dan tepi daun kering.
49
Gambar 11 Bibit duku umur 12 bulan setelah pemberian pupuk K. Kalium diangkut dari akar ke daun melalui batang dan tulang-tulang daun,
di bagian tersebut kadar K lebih tinggi daripada bagian helai daun, sehingga gejala defisiensi K dimulai dari helai daun. Pada saat konsentrasi K rendah pada daun,
K ditranslokasikan dari daun tua daun bagian bawah ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk tanaman. Kalium merupakan unsur hara yang
pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi K mulai terlihat pada daun tua Jones 1998;
Hopkins 2004.
Gambar 12 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C K pada daun duku dewasa.
Kegiatan fotosintesis menurun dengan menurunnya kandungan K dan sebaliknya dapat meningkatkan respirasi, sehingga penyaluran karbohidrat untuk
pertumbuhan tanaman juga akan berkurang. Laju fotosintesis dan proses metabolisme tanaman menurun dipengaruhi oleh berkurangnya peranan K dalam
A B
C
ppm 100
ppm
200 ppm
400 ppm
50 ppm
50 mengatur ketersediaan air yang cukup dan turgor dalam tanaman, dimana air
mutlak diperlukan dalam proses ini. Kebutuhan K terpenuhi pada perlakuan 100 ppm, hal ini dapat dilihat pada
Gambar 12B, dimana daun berwarna hijau cerah dan pertumbuhan tanaman juga lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya Gambar 11. Gejala yang tampak
pada perlakuan 200 ppm dan 400 ppm yaitu helaian daun berwarna hijau pucat, tepi daun berwarna coklat muda dan kering, kemudian menyebar ke bagian tengah
daun. Gejala ini pertama terdeteksi pada daun tua Gambar 12C. Gejala ini diduga bukan gejala kelebihan K,
karena pada K dikenal istilah konsumsi mewah yaitu tanaman dapat menyerap K dalam jumlah yang berlebih. Gejala yang
muncul tersebut diduga disebabkan oleh plasmolisis yang terjadi pada jaringan akar, akibat indeks garam yang tinggi dari pupuk KCl yaitu 116. Gejala akibat
garam terlarut yang berlebihan tersebut, pertama menimbulkan klorosis, kemudian berkembang menjadi nekrosis pada ujung dan tepi daun, selanjutnya daun terlihat
seperti terbakar Mortvedt 2001. Hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada bibit duku yang diberi pupuk K dengan konsentrasi tinggi 200 dan 400
ppm. Kelebihan K dapat pula menyebabkan defisiensi hara Mg atau Ca, seperti dinyatakan oleh McCauley et al. 2009, kelebihan K akan mengurangi
penyerapan hara Mg, sehingga terjadi defisiensi Mg dan dalam beberapa kasus juga menyebabkan defisiensi Ca.
Gejala defisiensi dan kelebihan K selain dideteksi melalui pengamatan secara visual, juga dilakukan dengan analisis daun. Analisis daun dapat
memverifikasi defisiensi hara atau mengidentifikasi keracunan atau kelebihan akumulasi hara yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Analisis daun
dan tangkai daun akan membantu kita menunjukkan dengan tepat masalah produksi yang berhubungan dengan hara Wall 2010. Diagnosis berdasarkan
analisis daun mendukung diagnosis gejala visual untuk mengetahui defisiensi hara. Analisis daun meningkatkan kesempatan membuat diagnosis yang benar
dan terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi gejala tersembunyi atau defisiensi hara palsu Stefen et al. 2002; McCauley et al. 2009. Analisis daun
yang dilakukan terhadap gejala visual yang tampak akibat defisiensi dan kelebihan K dapat dilihat pada Tabel 8.
51 Tabel 8 Rata-Rata konsentrasi K daun berdasarkan gejala visual
Perlakuan ppm K
Kandungan K Daun
Tingkat Gejala secara visual
0,92 Kurang
50 1,20
kurang 100
1,67 Cukup - berlebih
200 2,01
Berlebih 400
2,33 Berlebih
F test: Pola Respon
L
: nyata pada taraf uji 1. L: linier
Peningkatan konsentrasi K akan meningkatkan kandungan K pada daun, seperti terlihat pada Tabel 8. Peningkatan konsentrasi K juga diikuti oleh
peningkatan pertumbuhan tanaman sampai konsentrasi 100 ppm dan menurun pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm Tabel 7. Hasil analisis daun pada Tabel
8 bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 7, maka diperoleh nilai konsentrasi K kurang bila 1.20, cukup 1.20 ≤ K 1.67 dan
berlebih bila ≥ 1.67.
Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Bibit Duku
Status hara K daun dengan pertumbuhan relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R
2
sebesar 0.68. Status hara K sangat rendah 1.00, rendah 1.00 ≤ K 1.26, sedang 1.26 ≤ K 1.62, tinggi dan sangat tinggi
≥ 1.62 Gambar 13. Peningkatan konsentrasi K daun sampai dengan 1.62
dapat meningkatkan pertambahan tinggi relatif, tetapi konsentrasi lebih dari 1.62 menyebabkan laju pertumbuhan menurun.
Konsentrasi K berdasarkan status hara untuk pertumbuhan maksimum bibit duku 1.26 ≤ K 1.62 lebih tinggi dari pada kebutuhan optimum pada
tanaman manggis yaitu 0.67–1.26 . Konsentrasi K daun duku 1.62 akan menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan
menurun pada konsentrasi K 1.26. Pupuk K yang diberikan melebihi kebutuhan optimum tanaman dapat menyebabkan defisiensi Mg dan
ketidakseimbangan Ca. Kedua unsur tesebut merupakan unsur hara makro
52
y = -100.32x
2
+ 325.04x - 175.28 R
2
= 0.8644
20 30
40 50
60 70
80 90
100
0.50 0.75
1.00 1.25
1.50 1.75
2.00 2.25
2.50 Konsentrasi K daun
P e
rt a
m b
a h
a n
t in
g g
i r e
la tif
SR R
S T ST
a b
c
esensial yang berperan dalam pembentukan klorofil dan pembelahan sel, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat Jones, 1998. Pertumbuhan bibit
duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 177 ppm K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan Gambar 14.
Gambar 13 Hubungan konsentrasi K daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku
y = -0.0009x
2
+ 0.3186x + 66.447 R
2
= 0.5671
30 50
70 90
110
50 100
150 200
250 300
350 400
Konsentrasi pupuk K ppm P
e rt
a m
b a
h a
n t
in g
g i
re la
tif
Gambar 14 Pengaruh konsentrasi pupuk K terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah.
a : defisiensi K berat b : level kritis defisiensi K
c : level kritis kelebihan K SR : sangat rendah
R : rendah S : sedang
T : tinggi ST : sangat tinggi
53
Kesimpulan
1. Gejala defisiensi K pada bibit duku dapat terlihat dari tepi daun tua yang
berwarna coklat atau kering, pertumbuhan terhambat; kecukupan K memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun berwarna hijau tua;
gejala kelebihan K pada bibit duku terlihat pada daun yang berwarna pucat, tepi daun kering berwarna coklat muda dan pertumbuhan tanaman lambat.
2. Status hara K sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi K daun
1.00, rendah: 1.00 ≤ K 1.26, sedang: 1.26 ≤ K 1.62 dan tinggi dan sangat tinggi: ≥ 1.62.
3. Pertumbuhan maksimum pada bibit duku diperoleh pada konsentrasi 177 ppm
K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan.
UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU
Abstrak
Analisis daun akan lebih tepat menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat pemupukan.
Konsentrasi hara daun dipengaruhi oleh posisi daun pada tajuk. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P dan
K pada tanaman duku. Penelitian dilaksanakan di Desa Pemunduran, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada bulan Desember
2008 sampai dengan April 2012. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Sampel yang digunakan adalah pohon duku yang relatif
seragam umur 30–40 tahun dan terletak pada satu hamparan sebanyak 20 pohon. Sampel daun diambil dari cabang terminal yaitu: daun dewasa sebelum panen,
saat panen dan setelah panen. Posisi pengambilan daun adalah daun yang terkena sinar matahari, pada tajuk bagian bawah dari anak daun kesatu dan ketiga dari
cabang yang ada buah dan tidak ada buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif pada tanaman duku adalah daun
ketiga dewasa saat panen dari cabang yang tidak ada buah, dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0.87, 0.74, dan 0.71 untuk N, P dan K.
Kata kunci : Daun dewasa, analisis daun, hasil relatif.
Abstract
Analysis of the leaves will be more accurately reflects changes in plant nutrient status associated with changes in production due to fertilization. Nutrient
concentrations in the leaves were influenced by leaves position on the canopy. The objectives of this research were to determine proper leaves as diagnosis and
to determine optimum N, P, K nutrients status of duku. The research was conducted in Pemunduran Village, Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency.
Chemical analysis was carried on at laboratory of Indonesian Soil Research Institute. The were twenty samples of duku tree, with relatively the same aged
30–40 years, and located in the same area. Leaves samples were mature leaves in the terminal branches, i.e. mature leaves before harvest time, mature leaves at
harvest time, and mature leaves after harvest. The leaves samples position were at the first and the third leaves from fruiting and non-fruiting branches. The
research indicated that the leaves which have the best correlation with the relative yield located in the third mature leaves at harvest time of non fruiting branches
correlation coefficient 0.87, 0.74, and 0.71 for N, P and K, respectively.
Keywords : Mature leaf, leaf analysis, relative yield.
56
Pendahuluan Latar Belakang
Analisis daun adalah suatu metode untuk menduga kebutuhan hara tanaman berdasarkan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu, ada hubungan
positif antara ketersediaan hara, kandungan hara daun dan hasil atau kualitas. Ketersediaan hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon
buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah Bhargava 2002.
Analisis daun telah digunakan secara luas sebagai alat diagnosis selama beberapa tahun untuk menentukan kebutuhan hara tanaman sebelum terjadi
gangguan hara. Konsentrasi hara daun dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status hara tanaman, yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
produksi tanaman Stebbins dan Wilder 2003. Konsentrasi hara daun antara lain dipengaruhi oleh posisi daun pada tajuk. Tipe tajuk pada tanaman buah ada tiga,
pertama: tajuk yang muncul satu kali dan semua daun mempunyai umur yang sama, kedua: tajuk yang tumbuh secara terus menerus dan setiap daun mempunyai
umur yang berbeda dan ketiga: tajuk yang memberi pertumbuhan baru seperti halnya memberikan cabang setiap setelah dua daun Bhargava 2002. Tanaman
duku mempunyai tipe tajuk yang pertama, yaitu muncul satu kali dan semua daun mempunyai umur yang sama. Pengambilan contoh daun yang tepat dapat
dilaksanakan apabila perubahan konsentrasi hara pada periode perkembangan tanaman mempunyai korelasi terbaik dengan produksi Bhargava 2002.
Kidder 1993 menyatakan bahwa, untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun dilakukan melalui uji korelasi.
Daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan produksi digunakan pada uji kalibrasi. Nilai analisis daun yang diperoleh dari laboratorium dihubungkan
dengan produksi sehingga diperoleh status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Pada tanaman duku Lansium domesticum, belum diketahui daun mana yang dapat menggambarkan status hara tersebut. Bila daun sampel telah diketahui
maka dapat digunakan untuk menentukan kategori status hara serta model yang
57 sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk.
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan penelitian tentang korelasi antara konsentrasi hara N, P dan K pada berbagai posisi daun dengan hasil tanaman
duku.
Tujuan
Menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P, dan K berdasarkan posisi daun, yaitu daun yang mempunyai korelasi terbaik antara
konsentrasi hara N, P, dan K daun dengan hasil relatif tanaman duku.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Maret 2012, di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Pemunduran, Kecamatan Kumpeh
Ulu, Kabupaten Muaro Jambi dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di Laboratorium
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Metode Penelitian
Sampel daun berasal dari pohon duku yang relatif seragam umur 30–40 tahun dan terletak pada satu hamparan sebanyak 20 pohon Lampiran 1. Sampel
daun diambil dari cabang terminal, dengan kriteria seperti pada Tabel 9 dan Gambar 15. Daun pada Tabel 9 tersebut dikorelasikan dengan hasil relatif dan
dipilih yang mempunyai korelasi terbaik, selanjutnya daun terpilih ini dipakai pada uji kalibrasi. Daun yang diambil adalah daun yang terkena sinar matahari
dan terletak pada tajuk bagian bawah. Pengambilan sampel daun dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00 WIB. Daun sampel tersebut kemudian dibersihkan dengan
menggunakan tisu, dikeringkan dalam oven pada suhu 90
o
C untuk dua jam pertama dan selanjutnya 70
o
C sampai berat konstan. Daun yang telah kering diblender dan diayak dengan ayakan 0.5 mm, kemudian dilakukan analisis
konsentrasi hara N, P dan K. Analisis N total menggunakan metode Kjeldahl,
58 sedangkan P dan K dengan pengabuan basah. Pengukuran N dan P dilakukan
dengan spektrofotometer ultraviolet visible sedangkan K dengan spektrofotometer serapan atom Lampiran 2–4.
Gambar 15 Pengambilan sampel berdasarkan posisi daun pada tajuk. Tabel 9 Posisi dan waktu pengambilan sampel daun
Posisi daun Kondisi cabang
Kondisi daun Waktu sampel daun
Daun ke-1 Tidak ada buah
Dewasa Sebelum panen
Daun ke-1 Ada buah
Dewasa Sebelum panen
Daun ke-3 Tidak ada buah
Dewasa Sebelum panen
Daun ke-3 Ada buah
Dewasa Sebelum panen
Daun ke-1 Tidak ada buah
Dewasa Saat panen
Daun ke-1 Ada buah
Dewasa Saat panen
Daun ke-3 Tidak ada buah
Dewasa Saat panen
Daun ke-3 Ada buah
Dewasa Saat panen
Daun ke-1 Tidak ada buah
Dewasa Setelah panen
Daun ke-1 Ada buah
Dewasa Setelah panen
Daun ke-3 Tidak ada buah
Dewasa Setelah panen
Daun ke-3 Ada buah
Dewasa Setelah panen
2 1
1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah
daun dewasa sebelum panen
daun dewasa saat panen
daun dewasa setelah panen
daun ke-1 daun ke-3
2 1
2 1
2 1
1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah
daun dewasa sebelum panen
daun dewasa saat panen
daun dewasa setelah panen
daun ke-1 daun ke-3
1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah
daun dewasa sebelum panen
daun dewasa saat panen
daun dewasa setelah panen
daun dewasa sebelum panen
daun dewasa saat panen
daun dewasa setelah panen
daun ke-1 daun ke-3
59 Sampel tanah berasal dari daerah perakaran tanaman duku pada lima titik
dalam satu hamparan lahan, kemudian dikompositkan, masing-masing pada kedalaman 0–30 cm dan 30–60 cm. Tanah dikering udarakan dan diayak dengan
ayakan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama, kemudian dilakukan analisis kimia tanah pH, KTK, C-organik, N total, P dan K potensial, P
dan K tersedia serta Mg dan Ca dapat ditukar. Pengamatan dilakukan terhadap data produksi per pohon, tinggi muka air tanah dan iklim. Tinggi muka air tanah
dilakukan dengan membuat lubang sedalam 1.5 meter dengan bor tanah, kemudian dimasukkan pipa paralon ukuran ¾ inch yang telah dilubangi kiri
kanannya dengan jarak 10 cm dan bagian atas ditutup dengan penutup pipa Lampiran 5. Lubang dibuat sebanyak tiga buah pada lahan pertanaman duku
dan dilakukan pengamatan dua-tiga minggu sekali sampai tanaman panen, sehingga didapatkan gambaran tinggi muka air tanah dalam satu tahun produksi.
Pengamatan iklim dilakukan terhadap suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian berlangsung.
Data produksi buah per pohon dalam bentuk hasil relatif RY dikorelasikan dengan konsentrasi hara N, P dan K daun pada setiap posisi daun
X dan dianalisis dengan korelasi linear sederhana sebagai berikut: nΣX
i
Y
i
- ΣX
i
ΣY
i
r
xy
= √
[nΣX
i 2
- ΣX
i 2
] [nΣY
i 2
- ΣY
i 2
] Nilai r menunjukkan kekuatan hubungan linear. Nilai korelasi berada pada
interval -1 ≤
r ≤
1. Tanda – dan + menunjukkan arah hubungan. Menurut Sulaiman 2002 ukuran korelasi adalah sebagai berikut: 0.70–1.00 baik plus atau minus
menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi. Nilai korelasi 0.40–0.69 baik plus atau minus artinya ada korelasi yang substansial, 0.20–0.39 baik plus atau
minus artinya ada korelasi yang rendah, sedangkan 0.00–0.19 baik plus atau minus artinya korelasi dapat diabaikan.
Hasil relatif RY dihitung dengan rumus sebagai berikut:
60 Yi
Hasil relatif = x 100 Y
maks
Yi = hasil tanaman duku ke –i
Y
maks
= hasil maksimum tanaman duku Konsentrasi hara N, P dan K daun yang mempunyai nilai korelasi tinggi
ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman duku, selanjutnya digunakan pada uji kalibrasi.
Hasil dan Pembahasan Konsentrasi N, P dan K pada berbagai Posisi Daun
Konsentrasi N, P dan K daun duku pada berbagai posisi daun menunjukkan hasil yang berbeda. Konsentrasi ketiga unsur tersebut pada cabang
terminal tidak ada buah lebih tinggi daripada cabang yang ada buah Tabel 10– 11. Hal tersebut menurut Jones et al. 1991, disebabkan oleh unsur N, P dan K
bersifat mobil dan dapat berpindah dari daun ke buah. Poerwanto 2008 menyatakan bahwa pada saat pertumbuhan buah, akan terjadi peralihan arah
pergerakan hasil fotosintesis, buah menjadi kompetitor utama untuk makanan dan hasil fotosintesis, sehingga konsentrasi N, P dan K lebih rendah pada daun cabang
terminal yang ada buah. Daun ketiga dewasa saat panen dari cabang terminal yang tidak ada buah,
mempunyai korelasi tertinggi dengan hasil relatif untuk N, P dan K dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0.87, 0.74 dan 0.71 Tabel 10–11. Daun tersebut
selanjutnya dugunakan pada uji kalibrasi. Daun duku merupakan daun majemuk dengan 5–7 anak daun Verheij dan Coronel 1997 dan daun ketiga merupakan
daun yang terletak di tengah karena umumnya daun keenam dan ketujuh mengalami kerusakan atau tidak utuh. kandungan hara N, P dan K pada daun
ketiga tersebut diduga lebih stabil dan optimal dibandingkan daun kesatu. Nilai koefisien korelasi N, P dan K lebih rendah pada cabang yang ada buah diduga
karena menurut Yen 2010, ketiga unsur hara tersebut mempunyai variasi yang lebih besar pada daun dari cabang yang ada buah.
61 Tabel 10 Korelasi antara konsentrasi N pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi N
daun Koefisien
korelasi N dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
1.80 ± 0.35 0.55
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.32
0.50
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
1.77 ± 0.43 0.43
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.41
0.20 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
1.67 ± 0.19 0.74
Daun ke-1 saat panen, ada buah 1.76 ± 0.25
0.58
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
2.07 ± 0.37 0.87
Daun ke-3 saat panen, ada buah 2.26 ± 0.36
0.61
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 2.35 ± 0.33
0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
1.81 ± 0.18 0.33
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 2.31 ± 0.53
0.54 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
1.89 ± 0.19 0.11
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Tabel 11 Korelasi antara konsentrasi P pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi P
daun Koefisien
korelasi P dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
0.09 ± 0.04 0.59
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 0.10 ± 0.06
0.20
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
0.10 ± 0.05 0.55
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 0.08 ± 0.04
0.39 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
0.19 ± 0.02 0.55
Daun ke-1 saat panen, ada buah 0.19 ± 0.03
0.52
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
0.22 ± 0.04 0.74
Daun ke-3 saat panen, ada buah 0.22 ± 0.05
0.52
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 0.09 ± 0.01
0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
0.17 ± 003 0.62
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 0.10 ± 0.02
0.59 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
0.19 ± 0.03 0.49
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1.
62 Tabel 12 Korelasi antara konsentrasi K pada berbagai posisi daun dengan hasil
relatif RY tanaman duku
Posisi daun
Rata-rata konsentrasi K
daun Koefisien korelasi
K dengan RY
Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah
1.29 ± 0.27 0.57
Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.50 ± 0.49
0.37
Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah
1.39 ± 0.46 0.70
Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.19 ± 0.24
0.51 Daun ke-1 saat panen, tidak buah
1.77 ± 0.45 0.50
Daun ke-1 saat panen, ada buah
1.79 ± 0.44 0.66
Daun ke-3 saat panen, tidak buah
2.41 ± 0.63 0.71
Daun ke-3 saat panen, ada buah
2.46 ± 0.80 0.49
Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 1.10 ± 0.25
0.43 Daun ke-1 setelah panen, ada buah
1.92 ± 0.26 0.53
Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 1.17 ± 0.19
0.37 Daun ke-3 setelah panen, ada buah
2.20 ± 0.34 0.21
: nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1.
Konsentrasi hara N, P dan K pada tanaman buah sangat bervariasi berdasarkan posisi daun pada tajuk. Hasil penelitian pada mangga, daun kelima
dari dasar yang diambil pada saat sedang flush setelah panen merupakan daun yang terbaik dalam penentuan status hara Pushparajah 1994, Menzel et al.
2003 merekomendasikan pengambilan sampel daun pada tanaman leci untuk diagnosis hara adalah dari cabang yang berbunga 1–2 minggu setelah munculnya
panicel. Pada tanaman duku, daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk menentukan status hara N, P, dan K.
Alternatif kedua apabila seluruh cabang berbuah, daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara ketiga
unsur tersebut. Hal ini ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah. Konsentrasi
hara N pada posisi daun tersebut lebih baik dibandingkan posisi daun yang lain dari cabang yang berbuah Tabel 10, walaupun untuk P dan K nilai koefisien
korelasinya lebih kecil dari daun kesatu setelah panen, tetapi secara praktikal lebih mudah menggunakan daun yang sama untuk analisis N, P dan K.