± 0.37 0.87 ± 0.44 0.66 ± 0.63 0.71 ± 0.80 0.49 Penetapan rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman duku (Lansium domesticum) berdasarkan analisis daun

61 Tabel 10 Korelasi antara konsentrasi N pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi N daun Koefisien korelasi N dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 1.80 ± 0.35 0.55 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.32 0.50 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 1.77 ± 0.43 0.43 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.41 0.20 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 1.67 ± 0.19 0.74 Daun ke-1 saat panen, ada buah 1.76 ± 0.25 0.58 Daun ke-3 saat panen, tidak buah

2.07 ± 0.37 0.87

Daun ke-3 saat panen, ada buah 2.26 ± 0.36 0.61 Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 2.35 ± 0.33 0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 1.81 ± 0.18 0.33 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 2.31 ± 0.53 0.54 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 1.89 ± 0.19 0.11 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Tabel 11 Korelasi antara konsentrasi P pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi P daun Koefisien korelasi P dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 0.09 ± 0.04 0.59 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 0.10 ± 0.06 0.20 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 0.10 ± 0.05 0.55 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 0.08 ± 0.04 0.39 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 0.19 ± 0.02 0.55 Daun ke-1 saat panen, ada buah 0.19 ± 0.03 0.52 Daun ke-3 saat panen, tidak buah

0.22 ± 0.04 0.74

Daun ke-3 saat panen, ada buah 0.22 ± 0.05 0.52 Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 0.09 ± 0.01 0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 0.17 ± 003 0.62 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 0.10 ± 0.02 0.59 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 0.19 ± 0.03 0.49 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. 62 Tabel 12 Korelasi antara konsentrasi K pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi K daun Koefisien korelasi K dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 1.29 ± 0.27 0.57 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.50 ± 0.49 0.37 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 1.39 ± 0.46 0.70 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.19 ± 0.24 0.51 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 1.77 ± 0.45 0.50 Daun ke-1 saat panen, ada buah

1.79 ± 0.44 0.66

Daun ke-3 saat panen, tidak buah

2.41 ± 0.63 0.71

Daun ke-3 saat panen, ada buah

2.46 ± 0.80 0.49

Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 1.10 ± 0.25 0.43 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 1.92 ± 0.26 0.53 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 1.17 ± 0.19 0.37 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 2.20 ± 0.34 0.21 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Konsentrasi hara N, P dan K pada tanaman buah sangat bervariasi berdasarkan posisi daun pada tajuk. Hasil penelitian pada mangga, daun kelima dari dasar yang diambil pada saat sedang flush setelah panen merupakan daun yang terbaik dalam penentuan status hara Pushparajah 1994, Menzel et al. 2003 merekomendasikan pengambilan sampel daun pada tanaman leci untuk diagnosis hara adalah dari cabang yang berbunga 1–2 minggu setelah munculnya panicel. Pada tanaman duku, daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk menentukan status hara N, P, dan K. Alternatif kedua apabila seluruh cabang berbuah, daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara ketiga unsur tersebut. Hal ini ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah. Konsentrasi hara N pada posisi daun tersebut lebih baik dibandingkan posisi daun yang lain dari cabang yang berbuah Tabel 10, walaupun untuk P dan K nilai koefisien korelasinya lebih kecil dari daun kesatu setelah panen, tetapi secara praktikal lebih mudah menggunakan daun yang sama untuk analisis N, P dan K. 63 Pengambilan sampel daun untuk analisis N, P dan K berasal dari daun yang sama, memberikan keuntungan tersendiri, karena pengambilan sampel cukup dilakukan satu kali dan pada satu daun, sehingga lebih efisien, karena dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Waktu pengambilan sampel pada saat panen juga memberikan keuntungan tersendiri, yaitu sampel daun dapat diambil bersamaan dengan waktu panen buah, sehingga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan. Konsentrasi N, P, dan K Daun dengan Hasil Relatif Hubungan antara konsentrasi N, P dan K daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dengan hasil relatif tanaman duku pada tahun I dan III dapat dilihat pada Gambar 16. Tahun II tanaman duku tidak menghasilkan buah, sehingga tidak diperoleh data produksi pada tahun ini. Tahun I dan II merupakan kondisi dimana produksi duku sedikit atau dikenal dengan istilah panen kecil off year dan tahun III produksi tinggi yang dikenal dengan istilah panen raya on year. Hubungan antara daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang berbuah menunjukkan nilai R 2 koefisien determinasi yang lebih baik pada saat on year, kecuali pada K. Nilai R 2 pada kondisi on year yaitu 0.76, 0.54, dan 0.51 sedangkan pada off year yaitu 0.41, 0.54, dan 0.59, masing-masing untuk N, P dan K. Nilai koefisien korelasi 0.71–1.00, menurut Sulaiman 2002 mempunyai derajat asosiasi yang tinggi, sedangkan nilai korelasi 0.41–0.70 menunjukkan korelasi yang substansial. Berdasarkan hal tersebut hasil yang diperoleh pada kondisi on year lebih tepat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku. Kondisi off year dan on year ini diduga dipengaruhi oleh ketersediaan hara dan faktor iklim, khususnya curah hujan. Curah hujan di lokasi penelitian lebih berfluktuatif dibandingkan dengan suhu, kelembaban serta tinggi muka air tanah yang relatif konstan, seperti dapat dilihat pada Lampiran 12–15. Pembungaan dan pembuahan pada tanaman duku dipengaruhi oleh adanya bulan kering. Berdasarkan klasifikasi iklim Koeppen dan Mohr bulan kering yaitu bila curah hujan kurang dari 60 mmbulan Tjasyono 2004. Pada tahun I terdapat tiga bulan kering April, Agustus dan September, bulan Oktober terbentuk bunga dan buah dalam jumlah sedikit. Tahun II tidak terdapat bulan kering dan tidak terbentuk 64 bunga dan buah dalam tahun ini. Tahun III terdapat empat bulan kering Februari, Juli, September dan Desember dan pembungaan pada tahun III terjadi pada bulan Oktober Lampiran 12–13. Gambar 16 Hubungan antara konsentrasi N, P dan K daun dewasa saat panen dengan hasil relatif tanaman duku tahun I dan III. y = 54.437x - 60.302 R 2 = 0.7579 y = 55.352x - 45.011 R 2 = 0.3308 y = 90.923x - 99.205 R 2 = 0.5516 y = 38.852x - 35.396 R 2 = 0.3748 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 Konsentrasi N daun tahun III y = 54.789x - 26.676 R 2 = 0.4142 y = 34.083x + 17.221 R 2 = 0.1306 y = 40.057x + 1.9791 R 2 = 0.2955 y = 17.322x + 46.048 R 2 = 0.1511 20 40 60 80 100 120 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 Konsentrasi N daun tahun I H a s il r e la ti f y = 526.99x - 29.078 R 2 = 0.5388 y = 300.13x + 25.436 R 2 = 0.0977 y = 246.37x + 53.322 R 2 = 0.1576 y = 208.99x + 56.552 R 2 = 0.1233 20 40 60 80 100 120 0.03 0.08 0.13 0.18 0.23 0.28 Konsentrasi P daun tahun I H a s il r e la ti f y = 439.87x - 43.127 R 2 = 0.5419 y = 626.37x - 67.717 R 2 = 0.299 y = 461.08x - 37.134 R 2 = 0.2706 y = 234.46x + 1.7862 R 2 = 0.2738 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Konsentrasi P daun tahun III y = 105.04x - 110.06 R 2 = 0.5927 y = 63.096x - 34.848 R 2 = 0.2765 y = 20.309x + 47.219 R 2 = 0.2984 y = 18.737x + 50.401 R 2 = 0.2528 20 40 60 80 100 120 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 Konsentrasi K daun tahun I H a s il r e la ti f y = 25.961x - 10.123 R 2 = 0.5071 y = 26.076x + 6.2874 R 2 = 0.253 y = 34.892x - 9.737 R 2 = 0.4336 y = 14.165x + 17.713 R 2 = 0.2386 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 Konsentrasi K daun tahun III Daun 3,panen, buah Daun 3, panen, tidak buah Daun 1, panen, buah Daun 1, panen, tidak buah 65 Konsentrasi N, P, K Daun dan Sifat Kimia Tanah Konsentrasi N, P dan K daun meningkat sejalan dengan peningkatan produksi, hal ini jelas terlihat pada tahun III Gambar 16, sedangkan konsentrasi hara di dalam tanah semakin rendah pada tahun III Tabel 13. Konsentrasi hara tanah khususnya N, P dan K yang rendah pada tahun III diduga karena hara tersebut selalu diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan daun, bunga dan buah, sedangkan penambahan hara tidak seimbang dengan jumlah hara yang dikeluarkan. Sifat kimia tanah seperti pH, C-organik dan kapasitas tukar kation KTK juga menurun, kecuali Mg dan Ca dapat ditukar yang semakin tinggi. Hal ini diduga karena konsentrasi K yang rendah dapat meningkatkan konsentrasi Mg dan Ca di dalam tanah. Hal ini dinyatakan oleh Jones 1998 bahwa konsentrasi K yang tinggi dapat menyebabkan defisiensi Mg dan Ca, dan sebaliknya Mg dan Ca yang tinggi menyebabkan defisiensi K. Tabel 13 Hasil analisis tanah pada uji korelasi tahun I sampai dengan III Batas horizon Atas-Bawah Tahun I Tahun II Tahun III Tahun I Tahun II Tahun III pH H 2 O 0-30 cm 4.5 4.3 4.0 Masam Sangat masam Sangat masam 30-60 cm 4.6 4.4 4.0 Masam Sangat masam Sangat masam C-organik 0-30 cm 1.68 1.41 1.54 Rendah Rendah Rendah 30-60 cm 0.88 0.77 0.85 Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah N- total 0-30 cm 0.17 0.10 0.12 Rendah Rendah Rendah 30-60 cm 0.09 0.07 0.07 Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah P 2 O 5 Bray I ppm 0-30 cm 8.2 6.8 7.4 Sedang Rendah Rendah 30-60 cm 4.3 4.0 6.2 Rendah Sangat rendah Rendah P 2 O 5 HCl 25 0-30 cm 35 31 33 Sedang Sedang Sedang mg100g 30-60 cm 34 31 29 Sedang Sedang Sedang K 2 O HCl 25 0-30 cm 30 15 14 Sedang Rendah Rendah mg100g 30-60 cm 29 16 14 Sedang Rendah Rendah Mg cmol + kg 0-30 cm 2.47 2.19 2.73 Tinggi Tinggi Tinggi 30-60 cm 2.15 1.80 2.19 Tinggi Tinggi Tinggi Ca cmol + kg 0-30 cm 1.91 2.16 2.92 Sangat rendah Rendah Rendah 30-60 cm 1.36 1.37 2.14 Sangat rendah Sangat rendah Rendah K cmol+kg 0-30 cm 0.24 0.10 0.07 Sangat rendah Rendah Rendah 30-60 cm 0.17 0.08 0.06 Sangat rendah Sangat rendah Rendah KTK cmol + kg 0-30 cm 14.42 9.61 9.63 Rendah Rendah Rendah 30-60 cm 14.27 9.50 9.05 Rendah Rendah Rendah : Sumber Balittanah 2009 Nilai Kategori Parameter 66 Kesimpulan Daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku karena konsentrasi hara N, P dan K berkorelasi terbaik dengan hasil buah duku; sedangkan daun ketiga atau kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah dapat menjadi alternatif kedua untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku apabila seluruh cabang menghasilkan buah. UJI KALIBRASI HARA N, P DAN K MENGGUNAKAN ANALISIS DAUN PADA TANAMAN DUKU Abstrak Hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan produksi tanaman di lapangan dapat ditentukan dengan uji kalibrasi, sedangkan interpretasi data dilakukan menggunakan model regresi. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kategori status hara N, P, K dan rekomendasi pemupukan optimum berdasarkan status hara tersebut. Perlakuan dosis pupuk N terdiri dari: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; P: 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 ; K: 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Otanamantahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hara N sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82 dan sedang ≥ 2.82; status hara P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17, status hara K sangat rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19. Rekomendasi pemupukan pada tanaman duku untuk status hara sangat rendah adalah 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,900 g K 2 Otanamantahun; untuk status hara rendah: 622 g N, 1,335 g P 2 O 5 dan 1,107 g K 2 Otanamantahun, sedangkan berdasarkan pendekatan multinutrien: 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun biaya produksi terendah. Kata kunci: Status hara, hasil relatif, rekomendasi. Abstract The relationship between the leaf tissue analysis with crop yield response in the field was determined by a calibration test. Interpretation data was done by using a regression model. The callibration test of N, P, and K was conducted at Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency in Jambi Provinces, from December 2008 to April 2012. The aimed of this study was to determine leaf N, P, K level category and recomendation study determine the optimum fertilizer rate for each nutrient level category. The treatment were N 0, 400, 800, 1200, 1600 g Nplantyear, P 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 plantyear, and K 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Oplantyear. Each treatments were arranged in RCBD with 5 replications. The results showed that leaf nutrient status of N was very low 1.81, low 1.81 ≤ N 2.82, and medium ≥ 2.82; status of P was very low 0.09, low 0.09 ≤ P 0.17, and medium ≥ 0.17; status of K was very low 1.16, low 1.16 ≤ K 2.19 and medium ≥ 2.19. Fertilizer recommendation rate on duku plant for very low nutrient status were 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 and 1,900 g K 2 Oplantyear; low nutrient status were 622 g N, 1,335 g P 2 O 5 and 1,107 g K 2 Oplantyear; multinutrient approach were 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Oplantyear lower production cost. Keyword: Nutrient status, relative yield, recommendation. 68 Pendahuluan Latar Belakang Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan hasil, kualitas dan kandungan nutrisi tanaman hortikultura. Dosis pupuk yang tepat untuk diaplikasikan pada pohon buah adalah sangat penting. Kelebihan dan kekurangan hara dapat menyebabkan masalah serius pada tanaman buah. Metode terbaik untuk menentukan dosis pupuk untuk diaplikasikan pada pohon buah adalah dengan analisis daun, yang efektif mengukur kebutuhan hara makro dan mikro serta memberikan perubahan dalam program pemupukan Cline dan McNeill 1997. Analisis daun juga bermanfaat sebagai petunjuk untuk pemakaian pupuk yang lebih efisien dan ekonomis serta dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah-masalah hara spesifik. Hara yang diserap dapat dievaluasi status haranya secara aktual dari suatu tanaman pada waktu diberikan dan dibandingkan dengan level hara optimum Sale 1989; Mooney et al. 1991. Hasil analisis daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan produksi akan digunakan pada uji kalibrasi. Tujuan utama kalibrasi adalah untuk menggambarkan konsentrasi hara dalam suatu jaringan tanaman sebagai gambaran yang akurat tentang status hara tanaman. Hal ini dapat diperoleh dari hubungan antara konsentrasi hara jaringan tanaman dan penyerapan hara, pertumbuhan tanaman atau hasil ekonomi dan bagaimana konsentrasi hara tanaman dipengaruhi oleh aplikasi hara Westermann 2005. Pada uji kalibrasi dicari hubungan antara selang ataupun nilai kritis dari unsur dalam tanaman dengan produksi tanaman. Uji kalibrasi memberikan makna nilai agronomis bagi angka-angka analisis daun sehingga menjadi data interpretasi, sehingga uji kalibrasi tersebut harus dilakukan pada kondisi lapangan. Data interpretasi dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi Kidder 1993. Tanaman yang mempunyai status hara sangat rendah sampai dengan sedang perlu aplikasi pemupukan. Penggunaan beberapa model statistik dapat membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan Dahnke dan Olson 1990. Potensial hasil tanaman masing-masing level analisis daun ditunjukkan dalam Tabel 14. 69 Tabel 14 Definisi dari tingkatan analisis daun menurut Kidder 1993 Tingkatan Hasil tanaman yang diharapkan tanpa penambahan hara Kemungkinan respon positif dengan penambahan hara Sangat rendah kurang 50 dari potensial hasil Sangat tinggi Rendah 50-75 dari potensial hasil Tinggi Sedang 75 – 100 dari potensial hasil Sedang ke rendah Tinggi 100 dari potensial hasil Tidak Sangat tinggi Kurang 100 potensial hasil pada kasus ekstrem Tidak Potensial hasil adalah hasil maksimum yang dapat dicapai dalam musim tanam tertentu. Tujuan 1. Menentukan status hara N, P dan K pada kategori sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi untuk tanaman duku. 2. Menyusun rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku berdasarkan status hara sangat rendah sampai dengan sedang. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012 di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Metode Penelitian Percobaan aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal, terdiri atas lima perlakuan dosis pupuk yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap, setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman duku umur 30–40 tahun sebagai ulangan Lampiran 6–8. Dosis dan waktu aplikasi pupuk N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Cara pemberian pupuk kandang, N, P dan K yaitu ditaburkan melingkar tajuk sedalam ± 30 cm. 70 Tabel 15 Perlakuan dosis pupuk N, P dan K pada tanaman duku Pupuk Dasar Jenis Pupuk Dosis Perlakuan gtanth Pukan kgtanth N, P, K gtanth N 0; 400; 800; 1,200; 1,600 50 P 2 O 5 : 1,500; K 2 O : 1,800 P 2 O 5 0; 500; 1,000; 1,500; 2,000 50 N : 1,000; K 2 O : 1,800 K 2 O 0; 600; 1,200; 1,800; 2,400 50 N : 1,000; P 2 O 5 : 1,500 Tabel 16 Waktu aplikasi pupuk N, P dan K pada tanaman duku Waktu aplikasi Jenis Pupuk setelah panen menjelang berbunga 6 bulan setelah panen pembentukan buah N 50 20 30 P 2 O 5 20 60 20 K 2 O 20 30 50 Analisis kimia dilakukan terhadap sampel tanah dan tanaman. Sampel tanah diambil sebelum dan setelah pemupukan dari daerah perakaran tanaman duku pada lima titik dalam satu hamparan lahan, kemudian dikompositkan, masing-masing dengan kedalaman 0–30 cm, dan 30–60 cm. Tanah dikering udarakan, dan diayak dengan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama, kemudian dilakukan analisis sifat kimia tanah pH, KTK, C-organik, N total, P dan K potensial, P dan K tersedia, Ca dan Mg dapat ditukar. Sampel tanaman berasal dari daun ke tiga yang dewasa saat panen pada cabang yang tidak ada buah. Daun tersebut mempunyai konsentrasi N, P dan K yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif berdasarkan percobaaan uji korelasi. Pengamatan dilakukan terhadap data produksi per pohon. Data produksi dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Penentuan status hara N, P, K dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut : 1. Menghitung hasil relatif Relative Yield = RY atau rata-rata dari setiap ulangan sebagai berikut : Yi Hasil relatif = x 100 Y maks Yi = hasil pada perlakuan hara N, P, K ke –i Y maks = hasil maksimum pada status hara N, P, K 71 2. Nilai hasil relatif sebagai dependent variable Y dihubungkan dengan nilai kandungan hara N, P dan K daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang mempunyai nilai R 2 tertinggi digunakan untuk menentukan status hara N, P dan K tanaman duku. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan kadar hara N, P dan K daun dengan hasil relatif untuk menentukan status hara. Penentuan kelas status hara N, P dan K berdasarkan persentase hasil relatif menurut Kidder 1993, dapat dilihat pada Gambar 17. Penentuan dosis optimum pemupukan N, P dan K berdasarkan evaluasi ekonomi biaya operasional dan pupuk ditentukan melalui pendekatan multinutrien Waugh et al. 1973. Gambar 17 Kurva penentuan kelas dan batas kritis status hara Kidder 1993. Hasil dan Pembahasan Interpretasi Status Hara N, P dan K pada Tanaman Duku Status hara N Model regresi kuadratik memberikan gambaran terbaik tentang status hara N berdasarkan hasil produksi selama dua tahun yaitu satu kali on year dan satu kali off year Gambar 18. Kategori status hara N yang diperoleh berdasarkan Gambar 18 tersebut adalah sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82 dan sedang ≥ 2.82, dengan nilai koefisien determinasi R 2 = 0.47. RY = a + bK-cK 2 25 50 75 100 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 K Terekstrak ppm H a s il R e la tiv e SR R S T ST SR = sangat rendah R = rendah S = sedang T = tinggi ST = sangat tinggi 72 y = -9.7145x 2 + 69.629x - 44.095 R 2 = 0.4716 20 40 60 80 100 120 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 Konsentrasi N daun H a s il re la ti f SR R S Gambar 18 Hubungan konsentrasi N daun dengan hasil relatif tanaman duku. Status hara pada daun menurut Taiz dan Zeiger 2002 menggambarkan status hara aktual dalam tanah. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa konsentrasi hara N pada tanah juga berada pada kategori sangat rendah sampai dengan rendah Lampiran 9. Pemberian pupuk N sangat nyata meningkatkan kandungan hara N pada daun, sejalan dengan jumlah dosis pupuk yang diberikan dengan pola respon linier pada tahun I, kuadratik pada tahun II dan III, seperti terlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Konsentrasi N daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian pupuk Konsentrasi N daun Pemupukan N gtanamantahun Tahun I Tahun II Tahun III 1.63 1.65 2.22 400 1.88 1.93 2.62 800 2.09 2.28 3.58 1200 2.46 2.05 3.38 1600 2.04 1.91 3.06 F test Pola Respon L Q L Q : nyata pada taraf 1, ns:tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik. Peningkatan dosis pupuk pada daun dari tahun ke tahun belum mencapai status hara sedang dan tinggi, disebabkan karena tanaman duku selama ini belum pernah dipupuk, sehingga respon pemupukan yang diberikan sampai dengan tahun III belum maksimal. Menurut Bhargava 2002 dan Hakim 2010 pupuk yang 73 diberikan pada tanaman tahunan akan memberikan respon positif pada tahun berikutnya atau beberapa tahun kemudian. Status hara P Penentuan status hara P terbaik pada tanaman duku adalah menggunakan model regresi linier R 2 = 0.55, dengan kategori sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17 seperti dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Hubungan konsentrasi P daun dengan hasil relatif tanaman duku. Hal ini menunjukkan bahwa P lambat diserap oleh tanaman duku, karena setelah dilakukan pemupukan selama tiga tahun, status hara P masih berada pada kategori sangat rendah dan rendah. Berdasarkan hasil analisis tanah, P yang tersedia di dalam tanah juga berada pada kategori sangat rendah sampai dengan rendah, sedangkan P potensial pada kategori sedang sampai dengan tinggi Lampiran 10. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pupuk P yang diberikan ke dalam tanah berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Leiwakabessy 1998 dan Hardjowigeno 2003, ketersediaan P rendah pada tanah masam pH 5.5 karena terfiksasi oleh Al dan Fe. Respon pemupukan P berpengaruh nyata tehadap konsentrasi P daun tahun I–III dengan pola respon linier Tabel 18. Konsentrasi P daun pada tahun II lebih tinggi dibandingkan tahun I dan III, hal ini disebabkan karena pada tahun II tidak terbentuk bunga dan buah, sedangkan tahun I bunga dan buah yang terbentuk sedikit off year, sehingga hara P lebih banyak dialokasikan ke daun. Hara P berperan dalam pembentukan bunga dan buah, sehingga konsentrasi P daun tahun III lebih rendah dibandingkan tahun I dan II. Havlin et al. 1999 menyatakan y = 345.71x + 17.92 R 2 = 0.5488 20 40 60 80 100 120 0.06 0.10 0.14 0.18 0.22 Konsentrasi P daun H a s il re la ti f SR R S 74 bahwa ketersediaan P cukup penting untuk perkembangan organ reproduktif, yaitu bunga dan buah. Tabel 18 Konsentrasi hara P daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian pupuk Konsentrasi P daun Pemupukan P gtanamantahun Tahun I Tahun II Tahun III 0.06 0.17 0.08 500 0.05 0.18 0.09 1000 0.12 0.20 0.12 1500 0.16 0.22 0.14 2000 0.13 0.21 0.11 F test Pola Respon L L L : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, L: linier. Status hara K Model regresi linier memberikan gambaran terbaik dalam penentuan status hara K R 2 = 0.45, dengan kategori sangat rendah 1.17, rendah 1.17 ≤ K 2.20 dan sedang ≥ 2.20, seperti terlihat pada Gambar 20. Hal ini juga didukung oleh data ketersedian hara K di dalam tanah yang rendah, meskipun K potensial berada pada kategori sedang dan tinggi Lampiran 11. Gambar 20 Hubungan konsentrasi K dengan hasil relatif tanaman duku. Kalium yang diberikan dalam bentuk pupuk, menurut Havlin et al. 1999 lambat tersedia untuk dapat diserap oleh tanaman, 90–98 dari total K tanah dalam bentuk tidak tersedia, 1–10 dalam bentuk lambat tersedia dan 0.1–2 y = 24.179x + 21.71 R 2 = 0.4511 20 40 60 80 100 120 1.0 1.4 1.8 2.2 2.6 3.0 Konsentrasi K daun H a s il r e la ti f SR R S 75 yang siap tersedia untuk diserap tanaman. Pupuk K yang diberikan ke dalam tanah, sebagian bergerak ke permukaan liat dan sebagian K bergerak ke larutan tanah. Kalium yang ada di permukaan liat akan diserap oleh tanaman dan dapat pula menjadi K yang terikat oleh senyawa lain, sedangkan K yang ada di larutan tanah akan menjadi cadangan K. Pemupukan K memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsentrasi K daun dengan pola respon kuadratik pada tahun I–III. Konsentrasi K daun pada tahun II secara umum lebih tinggi dari pada tahun I dan III Tabel 19. Hal ini disebabkan karena pada tahun I pupuk K yang diberikan belum optimal diserap oleh tanaman duku, sedangkan tahun II tidak terbentuk buah, sehingga K hanya berperan untuk perkembangan daun. Pada tahun III konsentrasi K daun lebih rendah karena lebih banyak di translokasikan untuk pembentukan buah. Kalium merupakan unsur yang berperan dalam peningkatan jumlah dan kualitas buah. Tabel 19 Konsentrasi hara K daun duku tahun I, II dan III setelah pemberian pupuk Konsentrasi K daun Pemupukan K gtanamantahun Tahun I Tahun II Tahun III 1.02 0.31 1.11 600 0.97 2.93 1.57 1200 2.08 2.48 1.71 1800 2.34 3.31 1.51 2400 1.20 2.52 1.27 F test Pola Respon Q LQ Q : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, L: linier Berdasarkan kategori status hara yang diperoleh dari hasil pemupukan N, P dan K, maka tanaman duku perlu dipupuk, karena secara keseluruhan status hara berada pada kategori sangat rendah, rendah dan sebagian sedang. Menurut Kidder 1993 pemupukan hanya dilakukan pada status hara sangat rendah sampai dengan sedang. Pada status hara tinggi dan sangat tinggi penambahan hara tidak memberikan respon positif terhadap hasil relatif, sehingga tidak perlu di pupuk. Rekomendasi Pemupukan N, P, K pada Tanaman Duku Penentuan kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada tanaman duku diperoleh dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan hasil relatif 76 sebagai respon pemupukan. Model regresi kuadratik memberikan gambaran terbaik untuk penentuan dosis pemupukan N, P dan K pada status hara sangat rendah, seperti dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif pada status hara sangat rendah. Berdasarkan model regresi kuadratik pada Gambar 21 tersebut, dapat ditentukan dosis maksimum pemupukan N, P dan K pada status hara sangat rendah, yaitu: 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,693 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCl. Kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada status hara rendah dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti Gambar 21. Model regresi kuadratik juga memberikan gambaran yang terbaik tentang dosis maksimum N, P dan K pada tanaman duku, yaitu 588 g N, 1,393 g P 2 O 5 dan 1,210 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun Gambar 22. Gambar 22 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif pada status hara rendah. y = -2E-05x 2 + 0.0343x + 30.203 R 2 = 0.5101 10 20 30 40 50 60 400 800 1200 1600 Dosis pupuk N gtanth H a s il re la tif y = -1E-05x 2 + 0.0354x + 24.19 R 2 = 0.8504 500 1000 1500 Dosis pupuk P 2 O 5 gtanth y = -7E-06x 2 + 0.0237x + 28.576 R 2 = 0.7733 600 1200 1800 2400 Dosis pupuk K 2 O gtanth y = -2E-05x 2 + 0.0235x + 57.763 R 2 = 0.5218 40 50 60 70 80 400 800 1200 1600 Dosis pupuk N gtanth H a s il r e la ti f y = -2E-05x 2 + 0.0557x + 35.835 R 2 = 0.704 500 1000 1500 2000 Dosis pupuk P 2 O 5 gtanth y = -1E-05x 2 + 0.0242x + 54.433 R 2 = 0.7099 600 1200 1800 2400 Dosis pupuk K 2 O gtanth 77 Kebutuhan maksimum pupuk P dan K pada status hara sangat rendah dan rendah lebih tinggi dari pada pupuk N. Hal ini menunjukkan bahwa P dan K lebih pengaruh terhadap fase generatif perkembangan bunga dan buah, sedangkan N lebih pengaruh terhadap perkembangan daun atau fase vegetatif tanaman. Ketersediaan hara P dan K yang lebih lambat karena sebagian besar berada dalam bentuk terikat di dalam larutan tanah, juga merupakan salah satu faktor penyebab kebutuhan pupuk P dan K lebih tinggi dari pada N. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis tanah yang menunjukkan bahwa P dan K potensial tinggi di dalam tanah, tetapi dalam bentuk tersedia sangat rendah sampai dengan rendah Lampiran 10–11. Tanaman duku yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dipupuk sehingga perakaran tanaman lebih dalam dan sulit untuk mencapai hara yang diberikan pada lapisan top soil ± 30cm, sehingga hara yang tersedia di dalam tanah belum dapat diserap secara optimal. Menurut Bhargava 2002, suplai hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya atau beberapa tahun kemudian sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah. Hasil penelitian pemupukan pada tanaman manggis berdasarkan analisis daun juga baru mendapatkan suatu paket rekomendasi selama lima tahun penelitian Liferdi 2008; Safrizal 2007; Kurniadinata 2010. Penentuan rekomendasi pemupukan dapat pula ditentukan melalui pendekatan multinutrien Waugh et al. 1973, apabila tidak ditemukan semua kategori status hara. Pendekatan ini merupakan metode cepat dalam membuat rekomendasi pemupukan, tidak memperhitungkan analisis tanah dan bersifat spesifik lokasi. Perhitungan dosis pupuk berdasarkan metode ini hanya dapat digunakan di lokasi tersebut, tidak dapat digunakan di daerah lain, sedangkan perhitungan dosis pupuk berdasarkan status hara dapat digunakan di seluruh daerah, yaitu dengan melakukan percobaan pemupukan. Berdasarkan pendekatan multinutrien, dapat ditentukan empat alternatif rekomendasi pemupukan pada tanaman duku, yaitu: 1 dosis maksimum N, P, K berturut-turut yaitu 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun; 2 pada saat N threshold N = 0, dosis P 2 O 5 = 72 gtanamantahun persamaan 78 y = -2E-0.5X 2 + 0.0626x + 22.289 dan K 2 O = 0 persamaan y = -2E-0.5X 2 + 0.0595x + 29.766; 3 pada saat P threshold P 2 O 5 = 0, dosis N = 0 persamaan y = -6E-0.5X 2 + 0.1104x + 25.92 dan K 2 O = 0; dan 4 pada saat K threshold K 2 O = 0, dosis N = 65 gtanamantahun dan P 2 O 5 = 172 gtanamantahun Tabel 20 dan Gambar 23. Tabel 20 Alternatif pemupukan N, P dan K pada tanaman duku berdasarkan pendekatan multinutrient Jenis pupuk gtanamantahun Alternatif rekomendasi pemupukan N P 2 O 5 K 2 O 1 920 1,565 1,488 2 72 3 4 65 172 Nilai threshold yield pada masing-masing perlakuan pemupukan menunjukkan bahwa K memberikan hasil relatif terbaik dibanding perlakuan pemupukan N dan P. Tanpa pemupukan K diperoleh hasil relatif tanaman duku sebesar 32.82, sedangkan nilai threshold yield pada pemupukan N dan P masing-masing sebesar 26.70 dan 20.35. Hasil ini juga menunjukkan bahwa hara P paling berpengaruh pada tanaman duku, karena tanpa pupuk P akan memberikan hasil relatif yang terendah dibandingkan N dan K. Pemberian pupuk N, P dan K meningkatkan hasil relatif dengan pola respon kuadratik, yaitu hasil relatif meningkat sampai titik maksimum dan kemudian akan menurun apabila dosis yang diberikan telah melebihi kebutuhan tanaman Gambar 23. Gambar 23 Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil relatif melalui pendekatan multinutrien. y = -6E-05x 2 + 0.1104x + 25.92 R 2 = 0.6664 20 40 60 80 100 120 400 800 1200 1600 2000 Dosis pupuk N gtanth H a s il re la tif y = -2E-05x 2 + 0.0626x + 22.289 R 2 = 0.7399 500 1000 1500 2000 2500 Dosis pupuk P P 2 O 5 gtanth y = -2E-05x 2 + 0.0595x + 29.766 R 2 = 0.6098 600 1200 1800 2400 3000 Dosis pupuk K K 2 O gtanth N threshold P threshold K threshold Tabel 21 Evaluasi ekonomi beberapa alternatif rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku di Kumpeh Ulu Jambi Alternatif Biaya Rekomendasi Hasil Harga Total biaya relatif NPK relatif pupuk 2 produksi keseluruhan 4 pada masing Peningkatan Persentase pohon Kenaikan Persentase masing hara hasil relatif peningkatan 1 tahun biaya kenaikan threshold biaya 3 gtanth Rp. Rp. Rp. 0-0-0P 20 - - - 150,000 - - 7,500 0-72-0N 27 7 35 400 150,400 400 0.27 5,570 65-179-0K 33 6 22.22 1,260 151,260 860 0.57 4,584 920-1,565-1,488 77 44 133.33 29,254 179,254 27,994 18.51 2,328 Data hasil rekomendasi rekomendasi Data biaya Perubahan dari setiap Perubahan dari setiap 1 peningkatan hasil relatif dibagi dengan hasil relatif pada masing-masing hara threshold 2 harga pupuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No:32PermentanSR.13042010 urea:Rp.1,600.-; SP-36: Rp. 2,000.- dan KCl: Rp. 7,000.- 3 kenaikan biaya dibagi dengan total biaya produksi. 4 total biaya produksi dibagi dengan hasil relatif pada masing-masing hara threshold. 79 Berdasarkan empat alternatif rekomendasi seperti tercantum dalam Tabel 20, dapat ditentukan dosis optimum pemupukan N, P dan K pada tanaman duku, yaitu dengan cara memperhitungkan aspek ekonomi harga pupuk dan hasil. Rekomendasi pemupukan optimum pada tanaman duku berdasarkan biaya relatif keseluruhan terkecil Rp. 2,328.- adalah pada saat N, P dan K maksimum, yaitu: 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl Tabel 21. Kesimpulan 1. Status hara N pada tanaman duku berdasarkan analisis jaringan daun, sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82 dan sedang ≥ 2.82, untuk P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17 dan sedang ≥ 0.17, sedangkan untuk K sangat rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19. 2. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman duku: a status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,693 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCltanamantahun. b. status hara rendah: 588 g N, 1,393 g P 2 O 5 dan 1,210 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun. c. pendekatan multinutrien yang memiliki biaya produksi terendah: 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl. 80 PENGARUH PEMUPUKAN N, P DAN K TERHADAP PERKEMBANGAN BUNGA DAN BUAH TANAMAN DUKU Abstrak Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap perkembangan bunga dan buah duku. Aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal dengan lima perlakuan yaitu: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 , dan 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Otanamantahun, yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman umur 30-40 tahun dan masing-masing tanaman merupakan suatu ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah matang, persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I off year; P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah muda dan buah matang, bobot buah dan serapan hara biji pada tahun I; sedangkan pemupukan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan persentase edibel tahun I serta total padatan terlarut TPT tahun III on year. Kata kunci : Off year, on year. Abstract The study was carried on Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency, Jambi Provinces, from December 2008 to April 2012. This research was aimed to study the fertilization effects of N, P and K on duku flower and assess fruit development stage. Fertilization N, P, and K comprised of five treatments, i.e.: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 ; and 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Oplantyear. Treatment used randomized complete block design. Each treatment was comprised of five plants as replications. The results showed that N fertilization significantly affected number of flowers and mature fruit, percentage of edibel, seed weight and seed nutrient uptake in the first year; P significantly affected the number of young fruit and mature fruit, fruit weight and seed nutrient uptake also in first year off year; whereas K fertilization significantly affected skin thickness, percentage of edibel in the first and third year and total soluble solid TSS in third year on year. Keyword : Off year, on year. 82 Pendahuluan Latar Belakang Unsur hara N, P dan K merupakan unsur esensial yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan hasil tanaman Zekri dan Obreza 2009. Ketersediaan N yang cukup selama tahap kritis dari inisiasi dan perkembangan bunga penting untuk mencapai hasil yang optimal dan kualitas buah yang baik pada jeruk Alva et al. 2006. Kualitas visual dan rasa pada tanaman hortikultura dipengaruhi oleh ketersediaan hara N. Nitrogen juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena N merupakan bagian integral dari perkembangan protein, stuktur dan fungsi kloroplas Stefanelli et al. 2010. Hara P penting untuk pembentukan bunga dan buah. Penyerapan P terjadi pada keseluruhan siklus hidup tanaman sampai proses masak fisiologis. Remobilisasi P signifikan selama perkembangan biji dari daun dan batang serta tergantung pada genotip tanaman, level P tanah dan lingkungan, seperti: musim kering, temperatur tinggi dan salinitas Dordas 2009. Defisiensi P dapat menghambat pertumbuhan dan pemasakan buah, mengurangi terbentuknya bunga dan buah serta meningkatkan persentase gugur bunga dan buah sebelum perkembangan bunga dan buah tersebut sempurna atau masak fisiologis Zekri dan Obreza 2009. Kalium mempunyai peran penting dalam menentukan hasil, ukuran dan kualitas buah, seperti: mempengaruhi rasa dan warna buah, pembentukan gula, pati, karbohidrat dan sintesis protein. Penyerapan K terjadi terutama pada saat pengisian biji yaitu sebagian besar dialokasikan untuk perkembangan embrio pada kondisi pohon on year dan disimpan pada kondisi pohon off year Zeng dan Brown 2001. Hara N, P dan K, merupakan unsur yang umum digunakan dalam pemupukan pada kebun buah untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman. Defisiensi atau kelebihan ketiga unsur tersebut akan mengurangi hasil dan kualitas buah Wells dan Wood 2007. Pemupukan N, P dan K adalah faktor penting yang menentukan hasil tanaman hortikultura, kualitas dan kandungan hara Stefanelli 83 2010. Kebutuhan pupuk N, P dan K tersebut berbeda pada setiap jenis buah dan lingkungan tumbuh tanaman. Pada tanaman duku sebagian besar tidak pernah di pupuk, sehingga belum diketahui pengaruh pemupukan ketiga unsur tersebut terhadap peningkatan hasil dan kualitas buah duku. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian tentang pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap perkembangan bunga dan buah duku. Tujuan Mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap perkembangan bunga dan buah serta produksi dan kualitas buah duku. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012 di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Metode Penelitian Percobaan aplikasi pupuk N, P dan K, analisis tanah dan tanaman dilakukan sama dengan pada percobaan uji kalibrasi. Pengamatan dilakukan terhadap data produksi, tinggi muka air tanah dan iklim. Pengamatan produksi meliputi: perkembangan bunga, jumlah buah per tandan, bobot dan diameter buah 30 buah per sampel tanaman, dan produksi per pohon. Kualitas buah diukur berdasarkan tebal kulit buah, persentase edibel, total padatan terlarut TPT dengan menggunakan refraktometer, serta serapan hara bobot kering x kandungan hara N, P dan K. Data produksi dan kualitas buah dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Pengamatan tinggi muka air tanah dilakukan dengan membuat lubang sedalam 1.5 meter dengan bor tanah, kemudian dimasukkan pipa paralon ukuran ¾ inch yang telah dilubangi kiri kanannya dengan jarak 10 cm dan bagian atasnya ditutup dengan penutup pipa 84 Lampiran 5. Lubang dibuat sebanyak 2–3 buah pada lahan pertanaman duku. Pengamatan dilakukan dua-tiga minggu sekali sampai tanaman panen, sehingga didapatkan gambaran tinggi muka air tanah dalam satu tahun produksi. Pengamatan iklim dilakukan terhadap suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian berlangsung. Hasil dan Pembahasan Aplikasi pupuk N, P dan K akan memberikan hasil yang maksimal terhadap pembungaan tanaman duku apabila didukung oleh kondisi lingkungan yang optimal, seperti curah hujan, suhu, kelembaban relatif dan tinggi muka air tanah. Rata-rata suhu dan kelembaban relatif selama penelitian berlangsung cukup stabil yaitu 20–30 o C dan 70–90, demikian pula halnya dengan tinggi muka air tanah rata-rata 100–150 cm dari permukaan tanah Lampiran 12–13. Jumlah curah hujan lebih berfluktuasi Gambar 25–27 dan diduga mempengaruhi perkembangan bunga dan buah duku. Hal ini diperoleh dari hasil penelitian di empat lokasi sentra duku Jambi di Kecamatan Kumpeh Ulu selama tiga tahun 2009–2011 atau tahun I–III. Perkembangan bunga membutuhkan air hujan setelah periode kering satu sampai dengan dua bulan. Jika kebutuhan air tersebut tidak terpenuhi, maka bunga akan dorman dalam waktu yang cukup lama. Bunga duku merupakan bunga majemuk tandan, yang keluar dari batang, cabang atau ranting. Bunga muncul sebagai kuncup kecil, berwarna coklat dan panjang tandan bunga antara 0.5–1.0 cm Gambar 24A. Periode kering selama satu bulan yang diikuti dengan hujan akan merangsang perkembangan tandan bunga duku menjadi lebih panjang, antara 4–9 cm dan berubah warna menjadi hijau Gambar 24B. Bunga duku ini akan meningkat dengan cepat dan tandan bunga dapat mencapai panjang 18–24 cm serta tetap berwarna hijau Gambar 24C. Bunga akan mekar setelah 2–3 minggu dari fase C Gambar 24D, dan pembentukan buah terjadi 2–3 minggu kemudian Tahap perkembangan buah dapat dilihat pada Gambar 24E–24G dan waktu yang dibutuhkan mulai dari buah muda sampai buah masak fisiologis ± 3 bulan. 85 Gambar 24 Perkembangan bunga duku mulai dari bakal bunga sampai dengan buah masak fisiologis. Pengaruh Pemupukan N, P, K terhadap Pembungaan dan Pembuahan Duku Pemupukan N Pemupukan N tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tandan bunga duku, hal ini dapat dilihat pada Gambar 25A. Hasil penelitian selama tiga tahun menunjukkan bahwa perkembangan bunga duku meningkat dengan pesat apabila terdapat bulan kering 1–3 bulan dan kemudian diikuti bulan basah. Tahun 2009 duku mulai berbunga bulan Oktober, setelah terjadi periode kering selama tiga bulan Juli-September. Tahun 2010 tidak terdapat bulan kering dan bunga tidak terbentuk, sedangkan tahun 2011 perkembangan bunga duku mulai meningkat bulan Agustus setelah terjadi satu bulan kering yaitu pada bulan Juni Gambar 25B. Bakal bunga duku Gambar 24A, hampir selalu ada sepanjang waktu, tetapi tidak berkembang atau dorman, apabila kebutuhan bulan kering dan basah tidak tercukupi. A B C D E F G 86 Perkembangan jumlah bunga dan buah setelah aplikasi pupuk N pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 22. Pengaruh pemupukan N terhadap jumlah bungatandan dan jumlah buah matangtandan masing-masing berbeda sangat nyata dan nyata dengan pola respon kuadratik; yaitu terjadi peningkatan sampai batas maksimum 800 g Ntanamantahun kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi. Nitrogen mempengaruhi perkembangan kuncup bunga dan meningkatkan jumlah bunga pada Apel Marschner 1995. Ketersediaan N yang cukup selama tahap kritis dari inisiasi dan perkembangan bunga juga penting untuk mencapai hasil yang optimal pada tanaman jeruk Alva et al. 2006. Tabel 22 Pengaruh pemupukan N terhadap perkembangan bunga dan buah duku Jumlah bunga Jumlah buah muda Buah Jadi Jumlah buah matang Buah Gugur tandan buah tandan buah tandan buah 47.83 6.46 12.64 5.28 76.39 400 51.07 6.02 12.72 4.71 89.17 800 47.47 5.99 13.29 5.57 94.30 1200 50.67 6.89 13.18 4.71 76.49 1600 59.07 6.54 11.45 4.69 73.06 F test ns ns ns Pola respon Q Q Pemupukan N gtantahun : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik. Pemupukan P Pengaruh pemupukan pupuk P terhadap panjang tandan bunga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Gambar 26A. Peningkatan panjang tandan bunga dipengaruhi oleh bulan kering dan bulan basah, seperti pada pemupukan N. Tahun 2009 terdapat dua bulan kering yaitu pada bulan Juli dan September, perkembangan bunga duku mulai meningkat bulan Oktober. Tahun 2010 tidak 50 100 150 200 250 300 350 400 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 C u ra h h u ja n m m 2 4 6 8 10 12 14 16 18 H a ri h u ja n curah hujan mm hari hujan 5 10 15 20 25 30 Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Bulan 2011 P a n ja n g b u n g a c m N0 N1 N2 N3 N4 50 100 150 200 250 300 350 400 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 C u ra h h u ja n m m 2 4 6 8 10 12 14 16 18 H a ri h u ja n curah hujan mm hari hujan 5 10 15 20 25 30 Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Bulan 2011 P a n ja n g b u n g a c m N0 N1 N2 N3 N4 A B Gambar 25 Pengaruh pemupukan N terhadap panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011. 87 3 6 9 12 15 18 Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Bulan 2011 P a n ja n g b u n g a c m P0 P1 P2 P3 P4 100 200 300 400 500 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et Ap ril Me i Ju ni Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er No ve m be r De se m be r Bulan 2011 C u ra h h u ja n m m 5 10 15 20 25 H a ri h u ja n curah hujan mm hari hujan B A terdapat bulan kering dan tanaman duku tidak menghasilkan bunga. Bulan kering yang terjadi pada tahun 2011 Januari-April dan diikuti bulan basah Mei-Juli, memperlihatkan perkembangan bunga duku yang pesat pada bulan Agustus Gambar 26. Pemupukan P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan dengan pola respon kuadratik, yaitu mencapai maksimum pada dosis 500 g Ptanamantahun, tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga per tandan Tabel 23. Hal ini diduga karena ketersediaan P yang lambat di dalam tanah, sehingga jumlah hara yang dapat diserap oleh tanaman relatif sama, walaupun dosis pupuk P yang diberikan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis tanah pada Lampiran 10, P potensial meningkat dari sedang menjadi tinggi dengan peningkatan dosis pupuk P yang diberikan, tetapi dalam bentuk P tersedia dan dapat diserap oleh tanaman tetap rendah. Perbedaan yang nyata pada jumlah buah diduga karena persentase buah yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bunga, sehingga P yang dapat diserap oleh tanaman lebih optimal dimanfaatkan untuk perkembangan buah. Gambar 26 Pengaruh pemupukan P terhadap perkembangan panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011. 88 Tabel 23 Pengaruh pemupukan P terhadap perkembangan bunga dan buah duku Jumlah bunga Jumlah buah muda Buah Jadi Jumlah buah matang Buah Gugur tandan buah tandan buah tandan buah 49.65 6.77 13.68 5.60 82.19 500 54.60 8.70 14.91 7.07 82.36 1000 52.70 6.43 10.90 5.09 79.47 1500 55.73 6.44 11.39 5.23 82.21 2000 51.17 7.28 13.54 5.94 82.43 F test ns ns ns Pola respon - Q - Q - Pemupukan P gtantahun : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik, C: kubik. Pemupukan K Pemupukan K, seperti ditunjukkan pada Gambar 27A, juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap panjang tandan bunga. Perkembangan bunga sama halnya dengan N dan P dipengaruhi oleh bulan basah dan bulan kering Gambar 27B. Bulan kering yang terjadi selama tiga bulan yaitu: April, Juli dan Agustus tahun 2009, menghasikan pembungaan pada tanaman duku di bulan September. Tahun 2010 tidak terbentuk bunga duku karena tidak ada bulan kering pada tahun tersebut. Perkembangan bunga tahun 2011 mulai terlihat dengan jelas pada bulan Oktober, setelah terdapat tiga bulan kering yaitu bulan Februari, Mei dan September. Pengaruh pemupukan K terhadap jumlah bunga dan buah tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata, seperti dapat dilihat pada Tabel 24. Hal tersebut diduga karena pupuk K yang diberikan sebagian besar berada dalam 100 200 300 400 Ja nu ar i Fe br ua ri Ma re t Ap ril Me i Ju ni Jul i Ag u s tus Se p t em be r Ok tob e r No ve mb er De se mb er Bulan 2011 C u ra h h u ja n m m 2 4 6 8 10 12 14 H a ri h u ja n curah hujan mm hari hujan 3 6 9 12 15 18 21 Fe br ua ri Ma re t Ap ril Me i Ju ni Jul i Ag us t Se pt Ok t No v Bulan 2011 P a n ja n g b u n g a c m K0 K1 K2 K3 K4 100 200 300 400 Ja nu ar i Fe br ua ri Ma re t Ap ril Me i Ju ni Jul i Ag u s tus Se p t em be r Ok tob e r No ve mb er De se mb er Bulan 2011 C u ra h h u ja n m m 2 4 6 8 10 12 14 H a ri h u ja n curah hujan mm hari hujan 3 6 9 12 15 18 21 Fe br ua ri Ma re t Ap ril Me i Ju ni Jul i Ag us t Se pt Ok t No v Bulan 2011 P a n ja n g b u n g a c m K0 K1 K2 K3 K4 A B Gambar 27 Pengaruh pemupukan K terhadap perkembangan panjang tandan bunga duku A dan curah hujan di lokasi penelitian B tahun 2011. 89 bentuk tidak tersedia bagi tanaman, sehingga walaupun diberikan dalam dosis yang lebih tinggi belum dapat memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan dosis yang lebih rendah. Hasil analisis tanah pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa K potensial berada pada kategori sedang sampai dengan tinggi, tetapi K tersedia tetap rendah Lampiran 11. Tabel 24 Pengaruh pemupukan K terhadap perkembangan bunga dan buah duku Jumlah bunga Jumlah buah muda Buah Jadi Jumlah buah matang Buah Gugur tandan buah tandan buah tandan buah 37.06 5.66 15.09 5.34 78.13 600 38.05 7.25 19.44 5.29 70.11 1200 40.53 7.69 19.92 5.72 94.42 1800 40.48 7.31 18.51 5.62 82.64 2400 40.27 6.69 16.83 5.58 75.05 Pemupukan K gtanth Respon Produksi Tanaman Duku terhadap Pemupukan N, P dan K Pemupukan N Pemupukan N berpengaruh sangat nyata meningkatkan produksi sejalan dengan peningkatan jumlah dosis pupuk yang diberikan dengan pola respon kuadratik Tabel 25. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan, produksi duku juga semakin tinggi sampai batas maksimum yaitu 1,200 g Ntanamantahun pada saat off year dan 800 g Ntanamantahun saat on year, kemudian produksi akan menurun. Kecukupan N penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, N merupakan bagian integral dari perkembangan protein dan stuktur kloroplas. Ketersediaan N yang cukup penting untuk menghasilkan buah yang optimal dengan kualitas hasil yang baik Alva et al. 2006. Tabel 25 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan N Produksi setelah pemupukan N kg Pemupukan N gtanamantahun Produksi sebelum pemupukan N kg Tahun I off year Tahun III on year 167 13.28 115.63 400 147 19.12 231.54 800 172 24.24 359.94 1200 211 34.76 325.56 1600 131 15.44 232.83 F test - Pola respon - Q Q : nyata pada taraf 1, ns:tidak nyata, Q: kuadratik. 90 Pemupukan yang diberikan pada tahun I dan II belum sepenuhnya dapat diserap oleh tanaman, pada tahun III efek residu pupuk dari tahun sebelumnya diduga berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Hal ini terlihat dari jumlah produksi duku pada tahun III yang meningkat sampai dengan 109 dari sebelum di pupuk pada dosis pupuk 800 g Ntanamantahun. Menurut Bhargava 2002 dan Hakim 2010, hara yang diberikan pada tanaman buah tahun pertama akan berpengaruh terhadap produksi tanaman tersebut pada tahun berikutnya. Pemupukan P Produksi tanaman duku pada saat off year dan on year, nyata dipengaruhi oleh pemupukan P dengan pola respon kuadratik Tabel 26. Produksi maksimum dicapai pada dosis 1,500 g Ptanamantahun dan kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara P pada tanaman duku telah terpenuhi pada dosis tersebut dan peningkatan produksi pada tahun III sebesar 345 dari sebelum di pupuk. Tabel 26 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan P Produksi setelah pemupukan P kg Pemupukan P gtanamantahun Produksi sebelum pemupukan P kg Tahun I off year Tahun III on year 122.40 27.58 108.81 500 64.40 40.79 179.20 1000 111.20 58.95 266.45 1500 76.40 85.96 340.03 2000 71.60 61.59 254.26 F test - Pola respon - LQ LQ : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik. Pemupukan K Respon produksi tanaman duku terhadap pemupukan K, sama halnya dengan N dan P berbeda sangat nyata pada saat off year dan on year, juga dengan pola respon kuadratik. Produksi maksimum dicapai dengan pemupukan 1,800 g Ktanamantahun pada saat off year dan 1,200 g Ktanamantahun pada kondisi on year Tabel 27. Produksi maksimum pada saat on year dicapai dengan dosis yang lebih rendah karena pupuk K yang diberikan lebih banyak diserap tanaman dibandingkan pada kondisi off year. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19, konsentrasi K daun pada saat off year juga lebih tinggi pada dosis 1,800 g 91 Ktanamantahun sedangkan pada saat on year, konsentrasi K daun tertinggi pada dosis 1,200 g Ktanamantahun. Peningkatan produksi tanaman duku pada tahun III sebesar 187 dibandingkan dengan sebelum pemupukan pada dosis 1800 g Ktanamantahun. Tabel 27 Produksi tanaman duku sebelum dan setelah pemupukan K Produksi setelah pemupukan K kg Pemupukan K gtanamantahun Produksi sebelum pemupukan K kg Tahun I off year Tahun III on year 95.60 28.00 87.99 600 88.40 37.20 207.11 1200 133.80 50.80 268.05 1800 67.80 67.00 194.55 2400 95.00 41.80 178.75 F test - Pola respon - LQ LQ : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, L: linier, Q: kuadratik. Pengaruh Pemupukan N, P, K terhadap Perkembangan dan Kualitas Buah Duku Pemupukan N Ukuran buah duku untuk konsumsi segar berdasarkan SNI tahun 2009 ditentukan oleh bobot atau diameter buah Tabel 28. Tabel 28 Kode ukuran bobot dan diameter buah duku berdasarkan SNI buah duku tahun 2009 Kode ukuran Bobot g Diameter cm 1 27.5 – 30.0 3 2 25.9 – 27.4 2.5 - 3 3 22.5 – 25.8 2.5 4 19.9 – 22.4 5 15.0 – 19.8 Sumber: BSN 2009 Pengaruh pemupukan N terhadap bobot buah duku tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan dosis pupuk, tetapi cenderung terjadi peningkatan bobot buah dari tahun I ke tahun III setelah pemupukan Tabel 29. 92 Tabel 29 Pengaruh pemupukan N terhadap bobot buah duku tahun I dan III Pemupukan N gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 10.23 - 16.16 5 24.16 3 14.73 - 21.66 4 30.01 1 400 10.42 - 17.24 5 25.19 3 16.14 5 22.90 3 31.95 1 800 10.50 - 17.38 5 25.61 2 15.46 5 22.43 4 30.08 1 1200 11.54 - 17.77 5 26.17 2 15.41 5 22.12 4 29.69 1 1600 11.06 - 17.44 5 24.53 3 14.37 - 20.28 4 28.19 1 Bobot buah grbh Tahun I Tahun III Diameter buah ukuran sedang pada tahun I menunjukkan perbedaan yang nyata akibat pemupukan N, dengan pola respon kuadratik, sedangkan pada tahun III tidak berbeda nyata Tabel 30. Berdasarkan data pada Tabel 29 dan 30, secara umum pemupukan N pada tahun III cenderung meningkatkan bobot dan diameter buah satu tingkat lebih tinggi dari pada tahun I. Hal ini juga dinyatakan oleh Alva et al. 2006, bahwa bobot buah berubah dari tahun ke tahun tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh N. Perubahan bobot buah diduga akibat pupuk P dan K yang diberikan sebagai pupuk dasar. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada diameter buah, karena peningkatan bobot buah juga akan meningkatkan diameter buah. Tabel 30 Pengaruh pemupukan N terhadap diameter buah duku tahun I dan III Pemupukan N gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 2.56 2 2.94 2 3.43 1 2.59 2 2.97 2 3.36 1 400 2.57 2 2.97 2 3.44 1 2.80 2 3.18 1 3.60 1 800 2.60 2 3.04 1 3.47 1 2.79 2 3.17 1 3.56 1 1200 2.79 2 3.02 1 3.48 1 2.78 2 3.14 1 3.56 1 1600 2.54 2 2.97 2 3.46 1 2.70 2 3.07 1 3.44 1 F test - - - - - Pola respon ns Q ns ns ns ns Diameter buah cm Tahun I Tahun III : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik Pemupukan N tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan total padatan terlarut TPT, tetapi cenderung menurunkan tebal kulit dan meningkatkan nilai TPT tahun III dibandingkan dengan tahun I Tabel 31. 93 Tabel 31 Pengaruh pemupukan N terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III Nilai TPT yang meningkat pada tahun III dapat disebabkan oleh hara N yang diserap oleh tanaman lebih banyak dibandingkan tahun I, sehingga laju fotosintesis lebih tinggi dan fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Steffanelli et al. 2010 menyatakan bahwa pemupukan N dapat meningkatkan kualitas internal buah antara lain kadar gula. Pada perlakuan 0 g Ntanamantahun juga terjadi peningkatan nilai TPT, hal ini diduga akibat pemberian pupuk dasar P dan K. Persentase edibel dan bobot biji pada tahun I menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, pada buah sedang dan besar dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis 800 g Ntanamantahun. Pada tahun III persentase edibel dan bobot biji tidak berbeda nyata, tetapi cenderung lebih tinggi dari pada tahun I Tabel 32–33. Pertambahan persentase edibel berbanding terbalik dengan ukuran buah, semakin kecil ukuran buah, pertambahan persentase edibel semakin tinggi. Hal ini diduga karena bobot biji yang semakin besar dengan meningkatnya ukuran buah, sehingga persentase edibel cenderung semakin rendah. Tabel 32 Pengaruh pemupukan N terhadap persentase edibel bedasarkan ukuran buah tahun I dan III Edibel Tahun I Tahun III Pemupukan N gtanth Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar 60.33 60.96 62.14 76.73 75.65 72.50 400 59.61 61.91 61.50 76.63 75.95 72.31 800 64.75 66.53 67.93 76.67 80.72 74.36 1200 60.01 64.84 66.14 75.89 75.34 74.23 1600 60.59 62.92 63.21 75.24 72.63 71.35 F test ns ns ns ns Pola respon - Q Q - - - : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik Pemupukan Tebal kulit cm TPT o Brix N gtanamantahun Tahun I Tahun III Tahun I Tahun III 0.19 0.17 15.87 18.31 400 0.19 0.18 18.12 18.37 800 0.20 0.15 16.23 18.61 1200 0.17 0.17 16.86 19.10 1600 0.16 0.15 15.35 18.35 94 Tabel 33 Pengaruh pemupukan N terhadap bobot biji bedasarkan ukuran buah tahun I dan III Bobot biji g Tahun I Tahun III Pemupukan N gtanth Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar 0.41 0.92 2.02 0.55 1.18 2.55 400 0.45 0.85 1.52 0.68 1.29 3.11 800 0.37 0.56 1.45 0.46 1.33 2.71 1200 0.45 0.56 1.36 0.66 1.64 2.95 1600 0.59 1.56 1.97 0.57 1.16 2.86 F test ns ns ns ns Pola respon - Q Q - - - : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik Respon pemupukan N berbeda nyata terhadap serapan hara biji tahun I dengan pola respon kuadratik, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap serapan hara pada kulit dan aril. Hal ini disebabkan karena menurut Poerwanto 2008, biji merupakan sink yang paling kuat, dikuti oleh aril dan kulit. Pada tahun III serapan hara pada kulit, biji dan aril tidak berbeda nyata, tetapi lebih tinggi dari pada tahun I Tabel 34. Peningkatan serapan hara pada tahun III sebesar 363 pada biji, 240 pada kulit dan 192 pada aril dibandingkan tahun I. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan N yang diberikan lebih banyak diserap pada tahun III dibandingkan tahun I. Tabel 34 Pengaruh pemupukan N terhadap serapan hara pada kulit, biji dan aril tahun I dan III Serapan hara N g Tahun I Tahun III Pemupukan N gtanth Kulit Biji Aril Kulit Biji Aril 0.13 0.08 0.12 0.33 0.22 0.27 400 0.14 0.05 0.15 0.28 0.24 0.31 800 0.12 0.07 0.11 0.33 0.21 0.32 1200 0.10 0.06 0.13 0.35 0.22 0.32 1600 0.11 0.07 0.12 0.34 0.17 0.29 F test ns ns ns ns ns Pola respon - Q - - - - : nyata pada taraf 5, ns: tidak nyata, Q: kuadratik Pemupukan P Pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap bobot buah besar pada tahun I dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis 1,000 g Ptanamantahun, dan menurun pada dosis yang lebih tinggi. Bobot buah pada 95 tahun III tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, tetapi terjadi peningkatan bobot buah dibandingkan tahun I Tabel 35. Tabel 35 Pengaruh pemupukan P terhadap bobot buah duku tahun I dan III Pemupukan P gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 12.23 - 19.53 5 26.71 2 15.05 5 23.88 3 30.98 1 500 13.14 - 19.81 5 27.89 1 15.29 5 23.78 3 32.09 1 1000 13.88 - 22.03 4 31.64 1 14.04 - 22.96 3 30.90 1 1500 14.21 - 20.30 4 28.57 1 15.24 5 24.72 3 33.15 1 2000 12.49 - 18.13 5 23.68 3 14.76 - 23.30 3 29.82 1 F test ns ns ns ns Pola respon - - Q - - Bobot buah grbh Tahun I Tahun III : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik. Diameter buah tahun I dan III tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, tetapi terjadi kecenderungan peningkatan diameter buah. Diameter buah meningkat seiring dengan meningkatnya bobot buah Tabel 36. Hal ini disebabkan oleh peran P dalam proses fotosintesis dan pembentukan buah. Unsur P merupakan komponen struktural molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADH yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Ketersedian P selama periode ini berperan dalam mengatur rasio patisukrosa pada daun source dan pembagian fotosintesis antara daun source dan organ reptoduktif Havlin et al. 1999; Marchner 1995; Gardner et al. 1991. Tabel 36 Pengaruh pemupukan P terhadap diameter buah duku tahun I dan III Pemupukan P gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 2.57 3 3.05 1 3.37 1 2.79 2 3.29 1 3.61 1 500 2.66 3 3.13 1 3.50 1 2.88 2 3.33 1 3.65 1 1000 2.81 3 3.24 1 3.57 1 2.84 2 3.33 1 3.61 1 1500 2.77 3 3.12 1 3.51 1 2.83 2 3.32 1 3.65 1 2000 2.59 3 3.00 2 3.27 1 2.86 2 3.34 1 3.61 1 Diameter buah cm Tahun I Tahun III Pemupukan P yang diberikan pada tanaman duku tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata terhadap tebal kulit dan TPT pada tahun I dan tahun III. Data pada Tabel 37 memperlihatkan terjadi peningkatan tebal kulit dan sebaliknya penurunan nilai TPT pada tahun III. Penurunan nilai TPT pada tahun III diduga karena selama proses pematangan buah, curah hujan tinggi Gambar 26B, 96 sehingga cahaya matahari berkurang dan laju fotosintesis juga akan berkurang, sehingga kadar gula pada buah menjadi lebih rendah. Tabel 37 Pengaruh pemupukan P terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III Pemupukan Tebal kulit cm TPT o Brix P gtanth Tahun I Tahun III Tahun I Tahun III 0.17 1.73 18.83 17.64 500 0.16 1.72 18.88 18.16 1000 0.16 1.83 19.16 17.76 1500 0.17 1.56 18.88 17.85 2000 0.17 1.49 18.69 17.61 Pemupukan P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase edibel dan bobot biji, tetapi terjadi peningkatan nilai edibel dan penurunan bobot biji pada tahun III Tabel 38 dan 39. Fosfor berperan dalam pembentukan biji dan buah, dalam hal ini diduga P lebih banyak ditranslokasikan untuk perkembangan daging buah, sehingga persentase edibel meningkat. Pemupukan P belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena P yang diberikan belum optimal diserap oleh tanaman untuk perkembangan buah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah P tersedia yang masih rendah dibandingkan P potensial Lampiran 10. Tabel 38 Pengaruh pemupukan P terhadap persentase edibel tahun I dan III Edibel Tahun I Tahun III Pemupukan Pgtanthn Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar 67.56 63.23 66.02 75.93 73.63 73.76 500 59.72 66.76 66.34 78.62 75.06 73.30 1000 67.92 67.57 67.83 78.72 74.25 72.47 1500 69.45 69.16 65.48 76.70 75.50 73.06 2000 67.70 67.68 66.90 77.04 73.61 74.19 Tabel 39 Pengaruh pemupukan P terhadap bobot biji tahun I dan III Bobot biji g Tahun I Tahun III Pemupukan P gtanth Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Besar 0.47 1.46 2.53 0.59 1.30 2.09 500 1.79 1.61 3.05 0.40 1.48 2.68 1000 0.77 1.67 3.16 0.55 1.56 3.15 1500 0.93 1.64 3.55 0.67 1.62 3.37 2000 0.64 1.17 2.07 1.01 1.86 2.65 97 Serapan hara P pada biji tahun I, menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, maksimum pada dosis pemupukan 1.500 g Ptanamantahun sedangkan pada kulit dan aril tidak berbeda nyata Tabel 40. Hal tersebut karena biji merupakan sink yang paling kuat dibandingkan dengan aril dan kulit, seperti telah dijelaskan sebelumnya pada serapan hara N biji. Penurunan nilai serapan hara pada tahun III diduga karena jumlah buah yang terbentuk lebih banyak dibandingkan tahun I, sehingga pembagian hara P ke organ reproduktif tersebut akan berkurang. Tabel 40 Pengaruh pemupukan P terhadap serapan hara pada kulit, biji dan aril tahun I dan III Serapan hara P g Tahun I Tahun III Pemupukan P gtanth kulit biji Aril kulit biji Aril 0.016 0.008 0.030 0.007 0.004 0.015 500 0.018 0.012 0.027 0.006 0.004 0.016 1000 0.020 0.013 0.033 0.007 0.005 0.015 1500 0.020 0.015 0.029 0.007 0.006 0.018 2000 0.015 0.010 0.024 0.005 0.005 0.016 F test ns ns ns ns ns Pola respon - Q - - - - : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik. Pemupukan K Pemupukan K tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap bobot dan diameter buah, tetapi menunjukkan peningkatan pada tahun III Tabel 41–42. Tabel 41 Pengaruh pemupukan K terhadap bobot buah duku tahun I dan III Pemupukan K gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 12.61 - 18.42 5 26.75 2 18.04 5 24.07 3 30.47 1 600 10.63 - 17.54 5 25.06 3 18.38 5 24.57 3 32.70 1 1200 12.00 - 15.72 5 25.03 3 17.25 5 25.04 3 30.56 1 1800 11.55 - 18.23 5 26.60 2 18.17 5 26.77 2 35.84 1 2400 12.80 - 18.74 5 26.08 2 18.32 5 25.00 3 32.46 1 Bobot buah grbh Tahun I Tahun III 98 Tabel 42 Pengaruh pemupukan K terhadap diameter buah duku tahun I dan III Pemupukan K gtanth kecil SNI Sedang SNI Besar SNI kecil SNI Sedang SNI Besar SNI 2.78 2 2.95 2 3.43 1 3.02 1 3.24 1 3.15 1 600 2.53 2 2.97 2 3.38 1 2.99 2 3.36 1 3.70 1 1200 2.63 2 2.92 2 3.53 1 2.99 2 3.38 1 3.33 1 1800 2.55 2 3.11 1 3.42 1 3.06 1 3.48 1 3.81 1 2400 2.67 2 3.06 1 3.42 1 3.00 2 3.36 1 3.60 1 Tahun I Tahun III Diameter buah cm Peningkatan bobot dan diameter buah pada tahun III disebabkan karena K yang dapat diserap oleh tanaman lebih banyak dan K berperan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas buah. Pemupukan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit buah dengan pola respon kuadratik pada tahun I, sedangkan pada tahun III tidak berbeda nyata, tetapi terjadi peningkatan tebal kulit dibandingkan tahun I Tabel 43. Pengaruh pemupukan K terhadap TPT tahun I tidak menunjukan perbedaan yang nyata, tetapi pada tahun III berbeda sangat nyata, dengan pola respon kuadratik dan mencapai maksimum pada dosis pupuk 1,200 g Ktanamantahun Tabel 43. Tabel 43 Pengaruh pemupukan K terhadap tebal kulit dan TPT tahun I dan III Pemupukan Tebal kulit cm TPT o Brix K gtanth Tahun I Tahun III Tahun I Tahun III 0.18 1.55 18.26 16.85 600 0.14 1.55 17.97 17.48 1200 0.18 1.46 18.20 18.22 1800 0.18 1.55 17.79 17.86 2400 0.19 1.63 17.84 17.51 F test ns ns Pola respon Q - - Q : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik. Tanaman memerlukan K untuk produksi molekul fosfat berenergi tinggi ATP pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman Havlin et al. 1999. Pada tanaman yang mendapat suplai K cukup, konsentrasi K dan potensial osmotik floem sap lebih tinggi dari pada tanaman dengan suplai K lebih rendah. Konsentrasi K yang tinggi meningkatkan laju transfor sukrosa di dalam floem ke 99 bagian-bagian tanaman yang membutuhkan, diantaranya buah, sehingga peningkatan K berarti juga akan meningkatkan kadar gula dalam bentuk TPT. Persentase edibel juga berbeda nyata pada tahun I untuk buah kecil dan besar dengan pola respon kuadratik sedangkan pada tahun III tidak terjadi perbedaan yang nyata, tetapi secara keseluruhan persentase edibel meningkat dibandingkan tahun I Tabel 44. Tabel 44 Pengaruh pemupukan K terhadap persentase edibel tahun I dan III Edibel Tahun I Tahun III Pemupukan K gtanth kecil Sedang Besar kecil Sedang Besar 73.13 70.12 67.51 69.29 67.34 67.01 600 69.61 67.41 71.12 72.57 70.74 66.69 1200 67.99 67.33 63.69 70.80 68.93 67.70 1800 62.70 64.61 66.53 71.43 69.74 67.14 2400 70.70 66.01 65.89 69.02 68.02 65.31 F test Pola respon Q Q Pemupukan K tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot biji pada tahun I dan III, tetapi terjadi peningkatan pada tahun III Tabel 45. Peningkatan bobot biji pada tahun III cenderung menurunkan persentase edibel. Tabel 45 Pengaruh pemupukan K terhadap bobot biji tahun I dan III Bobot biji g Tahun I Tahun III Pemupukan K gtanth kecil Sedang Besar kecil Sedang Besar 0.71 1.21 2.45 2.11 3.18 4.22 600 0.62 1.95 2.17 1.61 2.77 4.87 1200 0.92 1.11 2.82 1.85 3.01 4.42 1800 0.59 1.18 2.51 1.86 3.52 5.56 2400 0.38 1.31 2.87 2.06 2.98 5.05 Tabel 46 Pengaruh pemupukan K terhadap serapan hara kulit, biji dan buah tahun I dan III Serapan hara K g Tahun I Tahun III Pemupukan K gtanth kulit biji Aril kulit biji Aril 0.015 0.013 0.032 0.324 0.185 0.316 600 0.013 0.016 0.033 0.349 0.186 0.321 1200 0.019 0.015 0.034 0.320 0.173 0.352 1800 0.014 0.013 0.029 0.353 0.203 0.381 2400 0.019 0.016 0.042 0.315 0.213 0.352 100 Serapan hara K pada tahun I dan III tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemupukan K, baik pada kulit, biji dan aril. Respon pemupukan K lebih tinggi pada aril diukuti kulit dan biji Tabel 46. Kesimpulan Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah matang; persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I; P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah muda dan buah matang; bobot buah dan serapan hara biji pada tahun I; sedangkan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan edibel tahun I serta TPT tahun III. PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Cara membangun model pemupukan tanaman duku tersebut melalui tahapan sebagai berikut: 1 pengambilan sampel daun yang tepat, ialah a daun ketiga dewasa dari cabang yang tidak berbuah atau b daun ketiga dewasa dari cabang yang berbuah atau c daun kesatu dewasa dari cabang yang berbuah; 2 waktu pengambilan sampel daun yang tepat, yaitu pada saat panen. Pada saat panen dilakukan pengamatan data produksi, pengambilan sampel daun dan analisis daun. Tahap selanjutnya hasil analisis daun dan data produksi yang diperoleh dimasukkan dalam model, apakah tergolong status hara sangat rendah, rendah atau sedang. Berdasarkan status hara tersebut dapat ditentukan berapa dosis pupuk yang harus diberikan. Model yang sudah dibangun berdasarkan hasil penelilitian ini, dapat digunakan untuk menyusun rekomendasi pemupukan N, P, K tanaman duku di Propinsi Jambi. Model terdebut dapat pula digunakan di daerah lain dengan melakukan percobaan uji kalibrasi selama beberapa tahun di berbagai lokasi. Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan model yang sudah ada, sehingga memiliki validitas yang tinggi. Percobaan uji kalibrasi sampai dengan 20 tahun akan menghasilkan model pemupukan tanaman duku yang lebih valid dan reliabel, serta dapat digunakan pada seluruh pertanaman duku di Indonesia. Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku Alat diagnosis terbaik merupakan salah satu yang direkomendasikan dalam aplikasi hara, sehingga secara langsung memberikan respon ekonomi pada tanaman buah. Alat diagnosis ini dirancang untuk menghindari defisiensi atau kelebihan hara, dan jika digunakan dengan baik, dapat meningkatkan produksi dan kualitas buah. Analisis daun menjadi metode yang terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk aplikasi hara tersebut Bhargava 2002. Konsentrasi hara daun dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status hara tanaman, yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman Stebbins dan Wilder 2003. Analisis daun menurut Heckman 2001 dan 102 Grubinger 2007, merupakan prosedur untuk menentukan konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman buah. Hasil ini digunakan untuk menentukan level kesuburan tanah dan aplikasi pupuk yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman buah. Analisis daun umumnya merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada tanaman buah, karena dapat memberikan informasi aktual tentang penyerapan hara dan mengungkapkan gejala kelebihan dan defisiensi hara Bhargava 2002; Zwart 2006. Pada bibit duku status hara N, P dan K serta perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum pada tanaman duku juga dapat ditentukan berdasarkan analisis daun baik pada stadia bibit maupun pada tanaman duku dewasa. Penelitian pada stadia bibit bertujuan untuk mendeteksi gejala defisiensi dan kelebihan hara N, P dan K, yang secara visual sulit ditemukan pada tanaman duku dewasa. Gejala abnormal gangguan hara N, P, dan K secara umum baru dapat dilihat dengan jelas apabila bibit duku berada pada kondisi defisiensi atau kelebihan hara yang berat. Defisiensi dan kelebihan hara pada kondisi tersebut menyebabkan laju pertumbuhan menjadi lambat. Gejala defisiensi N pertama terlihat pada daun tua yang ditandai dengan perubahan warna daun menjadi hijau kekuningan-kuning klorosis, tangkai daun lemah dan berwarna kuning, pertumbuhan lambat Gambar 2 dan 3, dan konsentrasi N daun 1.36. Marschner 1995 dan Havlin et al. 1999 menyatakan bahwa N merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi N mulai terlihat pada daun tua. Daun merupakan organ fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa organik untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan klorofil berfungsi sebagai pigmen penangkap cahaya untuk fotosintesis, yang menghasilkan karbohidrat, sebagai sumber energi pada proses respirasi sehingga tanaman dapat melangsungkan hidupnya. Nitrogen merupakan komponen esensial dari klorofil. Berdasarkan pentingnya peranan daun dan klorofil tersebut terhadap pertumbuhan tanaman, maka apabila tanaman defisiensi N pertumbuhan menjadi lambat. 103 Gejala defisiensi P ditandai dengan pertumbuhan bibit lambat, perubahan warna daun dan tulang daun menjadi hijau kecoklatan, kusam, dimulai dari daun tua Gambar 8A, dan konsentrasi P daun 0.14. Rehm dan Schmitt 2002 melaporkan bahwa sebagian besar tanaman yang defisiensi P ukurannya akan berkurang. Penelitian yang dilakukan pada tanaman jagung, defisiensi P menghambat translokasi karbohidrat di dalam tanaman, sehingga akan memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Hal ini akan menambah karbohidrat dan perkembangan warna hijau daun menjadi lebih gelap. Defisiensi P menurut Jones 1998 dan Marscher 1995 akan menyebabkan suatu reduksi pada berbagai proses metabolisme termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis. Gejala defisiensi K pada bibit terlihat di daun tua yang ditandai dengan perubahan warna daun menjadi coklat dan kering pada ujung dan tepi daun, pertumbuhan bibit lambat Gambar 12A, dan konsentrasi K daun 1.26. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan K di dalam jaringannya, dimana K memelihara keseimbangan kation:anion dan pH sitoplasma, yang menjadi prasyarat untuk aktifitas normal sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil Krishna 2002. Menurut Gardner et al. 1991, K berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan, indeks luas daun dan laju asimilasi CO 2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ pengguna sink. Translokasi meningkat karena pembentukan ATP lebih banyak, yang penting untuk transpor hasil asimilasi ke dalam floem. Kegiatan fotosintesis menurun dengan menurunnya kandungan K dan sebaliknya dapat meningkatkan respirasi, sehingga penyaluran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga akan berkurang. Laju fotosintesis dan proses metabolisme tanaman menurun dipengaruhi oleh berkurangnya peranan K dalam mengatur ketersediaan air yang cukup dan turgor dalam tanaman, dimana air mutlak diperlukan dalam proses ini. Pertumbuhan abnormal juga terjadi pada tanaman yang kelebihan N, P dan K. Bibit duku yang kelebihan N memperlihatkan gejala daun yang berwarna coklat dan mengalami nekrosis, dimulai dari tepi, menuju ke bagian tengah termasuk tulang daun dan pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung 104 serta rontok Gambar 3D dan 3E, pertumbuhan bibit lambat Gambar 2 dan konsentrasi N daun 1.46. Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti djelaskan oleh Liferdi 2010 juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. 1995 kelebihan N menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis di ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem dan floem, sehingga transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu. Ketersediaan air dan N yang berkurang dalam daun, menyebabkan daun defisiensi klorofil dan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan kering. Menurut Wong 2005, kelebihan N juga dapat menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH 4 + yang berasal dari pupuk yang bersumber dari CONH 2 2 yang diberikan. Keracunan NH 4 + menunjukkan pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun menggulung. Faktor lain akibat dari kelebihan hara N adalah terjadinya keracunan yang disebabkan oleh biuret Mikkelsen 2007 dan indeks garam Mortvedt 2001 yang berasal dari pupuk urea, menyebabkan daun menjadi kuning dan mengering dimulai dari ujung dan tepi daun, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Gejala kelebihan P memperlihatkan pertumbuhan bibit lambat Gambar 6, daun berwarna hijau dengan bercak kuning dan nekrotik pada helaian daun Gambar 8C, dan konsentrasi P daun 0.25. Kelebihan P juga dapat mengakibatkan perkembangan akar lebih lambat Gambar 7C. Hochmuth et al. 2009 melaporkan bahwa kelebihan P pada daerah perakaran dapat mengurangi pertumbuhan tanaman karena kelebihan P akan mengurangi penyerapan Zn, Fe dan Cu, sehingga terjadi defisiensi ketiga unsur tersebut. 105 Tanaman dengan konsentrasi K daun 1.62, memperlihatkan gejala daun berwarna hijau pucat kekuningan dengan tepi daun kering Gambar 12C dan pertumbuhan bibit lambat Gambar 11. Gejala ini diduga bukan gejala kelebihan K, karena pada K dikenal istilah konsumsi mewah yaitu tanaman dapat menyerap K dalam jumlah yang berlebih. Gejala yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh plasmolisis yang terjadi pada jaringan akar, akibat indeks garam yang tinggi dari pupuk KCl yaitu 116. Gejala akibat garam terlarut yang berlebihan, pertama terjadi klorosis kemudian berkembang menjadi nekrosis pada ujung dan tepi daun, selanjutnya daun terlihat seperti terbakar Mortvedt 2001, hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada bibit duku yang diberi pupuk K dengan konsentrasi tinggi 200 dan 400 ppm. Kelebihan K dapat pula menyebabkan defisiensi hara Mg atau Ca, seperti dinyatakan oleh McCauley et al. 2009 kelebihan K akan mengurangi penyerapan hara Mg, sehingga terjadi defisiensi Mg dan dalam beberapa kasus juga menyebabkan defisiensi Ca. Gejala defisiensi N, P dan K akan muncul pada saat status hara rendah konsentrasi N, P dan K daun berada pada tingkat minimum, sedangkan gejala kelebihan N, P dan K mulai telihat pada saat status hara sangat tinggi atau konsentrasi N, P dan K daun memberikan pertumbuhan melewati batas maksimum Gambar 4, 9 dan 13. Nilai status hara untuk N, P dan K pada bibit duku diperoleh dari model regresi hubungan antara pertambahan tinggi relatif dengan konsentrasi hara N, P dan K daun dapat dilihat pada Tabel 47. Status kecukupan hara N 1.36 – 1.46, P 0.14 – 0.25 tanaman duku yang didapatkan dari hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada manggis yaitu kecukupan N: 0.94–1.18 dan P: 0.10–0.19, sedangkan K: 0.67–1.26 Liferdi 2010, tetapi lebih rendah dari pada kecukupan hara N bibit jeruk, yaitu sebesar 1.80–2.60 Bondada et al 2001. 106 Tabel 47 Status hara N, P dan K bibit duku pada kategori sangat rendah sampai dengan sangat tinggi Konsentrasi hara daun Status hara N P K Sangat rendah 1.20 0.09 1.00 Rendah 1.20 ≤ N 1.36 0.09 ≤ P 0.14 1.00 ≤ K 1.26 Sedang 1.36 ≤ N 1.46 0.14 ≤ P 0.25 1.26 ≤ K 1.62 Sangat tinggi ≥ 1.46 ≥ 0.25 ≥ 1.62 Berdasarkan status pada Tabel 47, dapat ditentukan dosis pemupukan untuk mencapai pertumbuhan bibit duku maksimum umur dua tahun pada status hara sangat rendah yaitu: 398 ppm N, 195 ppm P dan 177 ppm K, dengan cara fertigasi masing-masing 50 ml setiap dua hari sekali, setara dengan 79 g urea, 115 g P 2 O 5 dan 32 g K 2 Otahun dengan interval waktu pemberian dua hari sekali Gambar 5, 10 dan 14. Uji Korelasi dan Kalibrasi Konsentrasi Hara N, P dan K daun dengan Hasil Tanaman Duku Status hara N, P dan K serta perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan produksi yang maksimum pada tanaman duku dewasa umur 30–40 tahun dapat ditentukan berdasarkan uji korelasi dan kalibrasi. Uji korelasi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi suatu unsur hara dalam daun dengan hasil relatif tanaman. Konsentrasi N, P dan K daun duku pada berbagai posisi daun mempengaruhi konsentrasi hara dan menunjukkan hasil yang berbeda. Daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan hasil relatif tanaman duku adalah daun ketiga yang dewasa pada saat panen dari dahan yang tidak ada buah. Hasil ini diperoleh dari nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu 0.87, 0.74 dan 0.71, berturut-turut untuk N, P dan K. Daun tersebut, secara fisiologis berfungsi sebagai source dan dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku yang dilakukan pada uji kalibrasi. Alternatif kedua, daun ketiga atau kesatu yang dewasa pada saat panen dapat pula digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K apabila seluruh cabang menghasilkan buah. Tanaman duku mempunyai sifat bienial bearing yaitu berbunga dan berbuah yang tidak stabil atau berbuah banyak pada suatu tahun on year dan berbuah sedikit atau tidak berbuah pada tahun berikutnya off year. Pada 107 penelitian ini kondisi off year terjadi pada tahun I dan II, sedangkan kondisi on year terjadi pada tahun III. Tahun I terjadi panen kecil produksi duku sedikit yaitu 7–34 dari on year, tahun II tidak berproduksi sama sekali dan tahun III panen besar atau panen raya. Status hara N, P dan K selama tiga tahun penelitian berkorelasi positif dengan peningkatan hasil relatif tanaman duku berdasarkan model regresi kuadratik, dengan kriteria sangat rendah, rendah dan sedang Tabel 48. Tabel 48 Status hara N, P dan K pada kategori sangat rendah sampai dengan sedang pada tanaman duku Konsentrasi hara daun Status hara N P K Sangat rendah 1.81 0.09 1.16 Rendah 1.81 – 2.82 0.09 – 0.17 1.16 – 2.19 Sedang ≥ 2.82 ≥ 0.17 ≥ 2.19 Nilai konsentrasi hara N dan K tanaman duku pada status hara rendah lebih tinggi dibandingkan tanaman manggis, alpokat, mangga dan jeruk, sedangkan untuk P lebih rendah dari tanaman manggis, dan lebih tinggi dari pada tanaman alpokat, mangga dan jeruk. Kecukupan hara N dan K tanaman duku juga lebih tinggi dibandingkan dengan keempat tanaman buah lainnya, sedangkan untuk P lebih tinggi dari jeruk, tetapi lebih rendah daripada manggis, alpokat dan mangga Tabel 49. Hal ini menunjukkan bahwa unsur P merupakan faktor pembatas dan sangat menentukan pada tanaman duku dibandingkan tanaman buah lainnya, karena konsentrasi P umumnya lebih rendah. Status kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku dewasa lebih tinggi dibandingkan pada duku stadia bibit, seperti yang terlihat pada Tabel 47 dan 48. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara tanaman berbeda berdasarkan umur tanaman, semakin bertambah umur tanaman diduga kebutuhan hara N, P dan K tanaman duku juga akan semakin tinggi, terutama pada duku stadia bibit sampai dengan tanaman belum berproduksi, tetapi pada tanaman duku yang telah berproduksi diduga kebutuhan ketiga unsur tersebut tidak mengalami peningkatan relatif sama. Rekomendasi pemupukan yang diperoleh berdasarkan status hara pada bibit duku seperti dijelaskan sebelumnya dapat dijadikan pedoman untuk pemberian hara N, P dan K apabila kita akan melakukan pengembangan bibit 108 duku dan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peningkatan kebutuhan akan hara tersebut setiap tahunnya. Tabel 49 Status hara N, P dan K pada kategori rendah dan sedang pada beberapa tanaman buah Konsentrasi hara daun Rendah Sedang cukup Tanaman buah N P K N P K Manggis 1 0.99– 1.35 0.11–0.21 0.69–0.90 1.35–2.10 0.21–0.31 0.90–1.12 Alpokat 2 1.60 0.05 – 0.08 0.35 – 0.74 1.60 –2.00 0.08 –0.25 0.75 –2.0 Mangga 3 0.70 –0.99 0.05 –0.07 0.25 –0.39 1.00 –1.50 0.08 –0.25 0.40 –0.90 Jeruk 2 2.20 –2.30 0.09 –0.11 0.40 –0.69 2.40 –2.60 0.12 –0.16 0.70 –1.5 Keterangan: 1 Liferdi 2008, 2 Reuter dan Robonson 1997, 3 Jones et al. 1991 Kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada status hara sangat rendah untuk tanaman duku diperoleh dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan hasil relatif sebagai respon pemupukan. Model regresi kuadratik merupakan yang terbaik untuk penentuan dosis maksimum pemupukan N, P dan K pada status hara sangat rendah yaitu 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,693 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCl Gambar 21. Pada status hara rendah diperoleh dosis maksimum 588 g N, 1,393 g P 2 O 5 dan 1,200 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun Gambar 22. Kebutuhan maksimum pupuk P dan K lebih tinggi dari pada N karena P dan K lebih besar pengaruhnya terhadap produksi buah duku, yaitu pada saat perkembangan bunga dan buah, sedangkan N lebih besar pengaruhnya terhadap perkembangan daun atau fase vegetatif tanaman. Hal ini dapat pula disebabkan karena P dan K yang diberikan kedalam tanah belum seluruhnya berada dalam bentuk tersedia bagi tanaman, tetapi sebagian terikat di dalam tanah, seperti terlihat pada Lampiran 10–11 yang menunjukkan bahwa P dan K potensial tinggi di dalam tanah, tetapi dalam bentuk tersedia sangat rendah sampai dengan rendah. Pendekatan multinutrient dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi pemupukan, apabila tidak semua kategori status hara diperoleh. Metode ini merupakan metode cepat dan bersifat spesifik lokasi serta tidak berdasarkan pada hasil analisis tanah. Kelemahan metode ini rekomendasi yang kita dapatkan pada suatu daerah tidak dapat digunakan pada daerah lain, sedangkan rekomendasi 109 berdasarkan status hara dapat kita terapkan pada semua daerah pertanaman duku. Berdasarkan metode tersebut diperoleh rekomendasi pemupukan optimum pada tanaman duku, yaitu 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl Gambar 23. Hal ini didasarkan pada biaya operasional dan pembelian pupuk terkecil yaitu 2,328 Tabel 21. Pengaruh pemupukan N, P dan K nyata terhadap konsentrasi hara tersebut pada daun tahun I dan II, dengan pola respon linier dan kuatratik Tabel 17–19. Konsentrasi N dan K pada tahun III lebih tinggi dari pada tahun I dan II, sebaliknya untuk P daun justru lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada tahun I dan II tanaman duku berada pada kondisi off year, bunga yang terbentuk sedikit sehingga hara P yang diserap dari dalam tanah lebih banyak ditranslokasikan ke daun, sedangkan pada saat tahun III atau kondisi on year hara P sangat berperan dalam pembentukan bunga, sehingga konsentrasi P daun berkurang. Perkembangan daun dan bunga terjadi pada waktu yang sama karena flush terjadi hampir besamaan dengan munculnya bunga. Pengaruh Pemupukan N, P dan K terhadap Perkembangan Bunga dan Buah Tanaman Duku Proses pembungaan dan pembuahan pada tanaman duku selain dipengaruhi oleh ketersedian hara N, P dan K yang berasal dari pemupukan, secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor iklim. Faktor iklim yang sangat berpengaruh adalah curah hujan, sedangkan suhu dan kelembaban, relatif stabil dan memenuhi syarat optimal untuk tanaman duku, yaitu 20–30 o C dan 70– 90 Lampiran 13. Hasil penelitian di empat lokasi sentra duku Jambi pada tahun 2009–2011 tahun I–III, menunjukkan bahwa perkembangan bakal bunga pacal menjadi bunga membutuhkan air hujan setelah periode kering minimal satu bulan. Jika kebutuhan air tersebut tidak terpenuhi, maka bakal bunga akan dorman dalam waktu yang cukup lama. Periode kering selama satu bulan yang diikuti dengan hujan akan merangsang perkembangan bunga duku. Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bungatangkai dan jumlah buah matangtangkai, sedangkan pemupukan P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah, masing-masing dengan pola respon kuadratik. Semakin 110 banyak jumlah bungatangkai, semakin sedikit jumlah buah yang dihasilkan pada saat panen. Nitrogen penting dalam pembentukan klorofil, yang berperan dalam reaksi fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat yang cukup dan N yang cukup akan membentuk bunga dan buah. Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap produksi sangat nyata, baik pada kondisi off year maupun on year dengan pola respon kuadratik Tabel 25–27. Pemberian pupuk N, P dan K pada tahun III dapat meningkatkan produksi masing-masing sebesar 109, 345 dan 187 dibandingkan dengan produksi sebelum pemupukan. Produksi pada tahun III dan sebelum pemupukan berada pada kondisi yang sama yaitu on year. Pemupukan yang diberikan pada saat off year tahun I dan II belum sepenuhnya dapat diserap oleh tanaman, sehingga pada saat on year tahun III efek residu pupuk dari tahun sebelumnya diduga berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Tanaman duku yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dipupuk sehingga perakaran tanaman lebih dalam dan sulit untuk mencapai hara yang diberikan pada lapisan top soil ± 30 cm, sehingga hara yang tersedia di dalam tanah belum dapat diserap secara optimal pada tahun I dan II. Hal ini juga dinyatakan oleh Bhargava 2002 dan Hakim 2010, yang menyatakan bahwa suplai hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah. Pemupukan N, P dan K masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot buah, diameter buah, bobot biji, persentase edibel, tebal kulit, total padatan terlarut TPT, dan serapan hara. Pengamatan bobot buah, diameter buah, bobot biji dan persentase edibel dibedakan menjadi tiga yaitu ukuran buah kecil, sedang dan besar berdasarkan grade yang umum dilakukan di tingkat petani. Respon pemupukan N, P dan K terhadap peubah-peubah tersebut cenderung menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kondisi on year dibandingkan dengan off year. Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap diameter buah sedang, bobot biji dan persentase edibel pada buah sedang dan besar, serta serapan hara pada biji, dengan pola respon kuadratik untuk kondisi off year. Pemupukan P 111 memberikan pengaruh terhadap bobot buah besar dan serapan hara pada biji untuk kondisi off year dengan pola respon kuadratik, sedangkan pemupukan K menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase edibel untuk buah kecil dan besar serta tebal kulit pada kondisi off year dan TPT pada kondisi on year dengan pola respon kuadratik. Tanaman memerlukan K untuk produksi molekul fosfat berenergi tinggi ATP pada proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi karbondioksida menjadi gula selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan di transportasikan ke organ tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau disimpan oleh tanaman Havlin et al.1999. Pada tanaman yang mendapat suplai K cukup, konsentrasi K dan potensial osmotik floem sap lebih tinggi dari pada tanaman dengan suplai K lebih rendah. Konsentrasi K yang tinggi meningkatkan laju transpor sukrosa di dalam floem ke bagian-bagian tanaman yang membutuhkan, diantaranya buah, sehingga peningkatan K berarti juga akan meningkatkan kadar gula dalam bentuk TPT. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku dapat disusun berdasarkan model yang dibangun berdasarkan sampel daun dan waktu pengambilan sampel yang tepat, serta penentuan kelas dan batas kritis status hara. 2. Kategori kecukupan hara N pada bibit duku yaitu: 1.36–1.46 , defisiensi: 1.36 dan kelebihan 1.46; kecukupan P: 0.14–0.25, defisiensi: 0.14 dan kelebihan: 0.25; sedangkan kecukupan K: 1.26–1.62, defisiensi 1.26 dan kelebihan 1.62. 3. Dosis pupuk N, P dan K untuk mencapai pertumbuhan bibit duku maksimum umur dua tahun pada status hara sangat rendah yaitu: 398 ppm N, 195 ppm P dan 177 ppm K atau setara dengan 79 g urea, 115 g SP-36 dan 32 g KCltahun dengan interval waktu pemberian dua hari sekali. 4. Daun yang dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K berturut-turut adalah: a daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak ada buah, b daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang ada buah dan c daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang ada buah 5. Kategori kecukupan hara N, P dan K berdasarkan analisis jaringan daun pada tanaman duku dewasa berturut-turut adalah: ≥ 2.82, ≥ 0.17, dan ≥ 2.19. 6. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman duku: a status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,693 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCltanamantahun. b. status hara rendah: 588 g N, 1,393 g P 2 O 5 dan 1,210 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCltanamantahun. c. pendekatan multinutrient yang memiliki biaya produksi terendah: 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl. 114 7. Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan buah, serta persentase edibel, bobot biji dan serapan hara biji pada tahun I; P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah serta bobot buah dan serapan hara biji pada tahun I sedangkan K berpengaruh nyata terhadap tebal kulit dan edibel tahun I serta TPT tahun III. Saran 1. Pengambilan sampel daun untuk penentuan status hara dan kebutuhan pupuk optimum pada tanaman duku produktif dapat dilakukan pada saat panen on year, yaitu daun ketiga dari cabang yang tidak berbuah atau daun kesatu atau ketiga dari cabang yang berbuah. 2. Penelitian lanjutan diperlukan untuk memperoleh produksi duku selama lima tahun, sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap, valid dan terpercaya untuk menyusun rekomendasi pemupukan duku pada status hara sangat rendah, rendah dan sedang. 3. Dosis pupuk pada status hara sangat rendah dan rendah pada tanaman duku yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini perlu diaplikasikan ke lapangan dan diperlukan penelitian lebih lanjut pada lokasi dan jenis tanah yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Alva AK, Paramasivamb S, Obreza TA, Schumann AW. 2006. Nitrogen best management practice for citrus trees, I. Fruit yield, quality, and leaf nutritional status. Sci Hort 107: 233–244. Amstrong DL. 1999. Functions of phosphorus in plant. Better Crop 83: 6–7. Amrullah, Dharma S, Ferdinal. 2002. Buah Unggul Khas Propinsi Jambi. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jambi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi. Amtmann A, Armengaud P. 2009. Effect of N, P, K, and S on metabolism: new knowledge gained from multi-level analysis. Plant Biol 12: 275–283. BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 2009. Standar Nasional Indonesia SNI Duku. BSN. Jakarta. [Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Ed. 2. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Baswarsiati M, Siniati T. 2004. Mengenal Sosok Duku Prunggahan. Jawa Timur : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bell PF et al. 2003. Relationship between leaf-blade nitrogen and relative seedcotton yield. Crop Sci 43: 1367–1374. Benson NR. 1994. Nutrient Disorder in Tree Fruits. A Pacific Northwest Extension Publication. Washington State University. Bhargava BS. 2002. Leaf analysis for nutrient diagnosis, recommendation and management in fruit crops. J Indian Soc of Soil Sci 504:352–373. Bierman PM, Rosen CJ. 2005. Diagnosing Nutrient Disorders in Fruit and Vegetable Crops. University of Minnesota Extension, p. 1-10. Bondada BR, Syvertsen JP, Albrigo LG. 2001. Urea nitrogen uptake by citrus leaves. Hort Sci 366:1061–1065. Boussadia O et al. 2010. Effects of nitrogen deficiency on leaf photosynthesis, carbohydrate status and biomass production in two olive cultivars ‘Meski’ and ‘Koroneiki’. Sci Hort 123 : 336–342. Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soil. Ed ke-10. New York: Macmillan. 116 Brito DT, Kronzucker HJ. 2002. NH 4 + toxicity in higher plants: a critical review. J Plant Physiol 159: 567–584. Cline RA, McNeill B. 1997. Leaf Analysis for Fruit Crop Nutrition. Horticultural Research Institute of Ontario. Correia JP, Anastacio I, Candeias FM,. Loucao MAM. 2002. Nutritional diagnosis in carob-tree: relationships between yield and leaf mineral consentration. Crop Sci. 42:1577–1583. Dahnke WC, Olson RA. 1990. Soil Test Correlation, Calibration and Recommendation. In Westerman RL ed. Soil Testing and Plant Analysis. Ed ke-3. Madison. [Deptan] Departemen Pertanian. 2000. Pedoman Budidaya Maju Buah-Buahan. Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Produksi Hortikultura. Jakarta:Deptan. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Budidaya Duku. Direktorat Jenderal Hortikultura. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Jakarta. [Dirjen Dikti] Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 1991. Kesuburan Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. [Dispertan Prov. Jambi] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi. 2009. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2008. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pemerintah Provinsi Jambi. Dordas C. 2009. Dry matter, nitrogen and phosphorus accumulation, partitioning and remobilization as affected by N and P fertilization and source-sink relation. Europ J Agronomy 30: 129-139. Drotleff T. 2010. Potassium is important. Keep almond orchads well-fertilized to avoid potassium depletion. ProQuest Agric J 130:3 Fernández-Escobar R, García-Novelo JM, Restrepo-Díaz H. 2011. Mobilization of nitrogen in the olive bearing shoots after foliar application of urea. Sci Hort 127: 452–454. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plant. Garcia ME. Foliar Sampling for Fruit Crops. Agriculture and Natural Resources. University of Arkansas, United States Department of Agriculture, and County Governments Cooperating. 117 Grubinger V. 2007. Small Fruit Leaf Analysis. University of Vermont Extension. http: www.uvm.edu vtvegandberryfactsheetstissuetest.html. [1 April 2010]. Hakim M. 2010. Analisa Daun Pada Tebu dan Kaitannya dengan Pembuatan Rekomendasi Pemupukan Suatu Paradigma Baru dalam Menggali Produksi.http:www.scribd.comdoc22535738Analysa-Daun-Pada- Tebu [3 Desember 2010]. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Havlin JI, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertility. An introduction to Nutrient Management. Ed ke-6. Prentise Hall Inc. New Jersey. Heckman J. 2001. Leaf Analysis for Fruit Tress. Rutgers Cooperative Research dan Extension N.J. Agricultural Experiment Station. Rutgers, The State University Of New Jersey, New Brunswick. Hernita D, Asni N. 2006. Teknologi pemupukan duku Kumpeh. J Agron Faperta Unja 10: 105–108. Hochmuth G, Maynard D, Vavrina C, Hanlon E, Simonne E. 2009. Plant Tissue Analysis and Interpretation for Vegetable Crops in Florida. Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Hopkins WG, Huner NPA. 2004. Introduction to Plant Physiology 4th edition. John Wiley dan Sons Inc. Jones JB. 1998. Plant Nutrition Manual. New York: CRC Pr. Jones JB, Wolf B, Mills HA. 1991. Plant Analysis Handbook. A practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. USA: Micro - Macro, Inc. Jones EV. 2004. Phosphorus in Environmental Technologies: Principle and Aplication. IWA Publishing. Kidder G. 1993. Metodhology for calibrating soil test. Soil and Crop Sci Soc 52:70–73. Krishna, KR. 2002. Soil Fertility and Crop Production. Science Publishers,Inc. United State of America. Kurniadinata OF. 2010. Determinasi status hara N, P, K pada jaringan daun untuk rekomendasi pemupukan dan prediksi produksi manggis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 118 Leiwakabessy FM. 1998. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Liferdi, Poerwanto R, Susila AD. 2008. Uji korelasi konsentrasi hara nitrogen, fosfor dan kalium daun dengan produksi dan kualitas buah manggis. Di dalam Efendi E, Widodo WD, Editor. Manajemen Rantai Pasokan Produk Hortikultura Berkualitas. Prosiding Seminar Nasional Perhorti; Bogor 2006. Bogor: Perhorti Indonesia dengan Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB, dan Pusat Kajian Buah- Buahan Tropika IPB. hlm 115–130. Liferdi. 2010. Status hara nitrogen sebagai pedoman rekomendasi pupuk pada bibit manggis. J Agrivita 321:76–82. Lozano FC. 1990. Soil and Plant Analysis : A Diagnostic Tool for Nursery Soil Management, in Planting Stock Production Technology. Training Course Proceeding. No.1. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants.New York:Academic Pr. Maathuis FJM. 2009. Physiological functions of mineral macronutrients. Plant Biol 12:250–258. McCauley A, Jones C, Jacobsen J. 2009. Plant Nutrient Functions and Deficiency and Toxicity Symptoms. Montana State University Extension, page 1–16. Mengel K, Kirkby EA. 2001. Principles of Plant Nutrition. Netherlands. Kluwer Academic Publishers. Menzel CM, Carseldine ML, Haydon GF, Simpson DR. 2003. A review of existing and proposed new leaf nutrient standards for lychee. [Abstract] Scientia Horticulturae 49 1-2:33–53. Mikkelsen RL. 2007. Biuret and urea fertilizer. Better Crop 913:6–7. Miller AJ, Shen Q, Xu G. 2009. Freeways in the plant: transporters for N, P and S and their regulation. Plant Biol 12:284–290. Minsyah NI, Firdaus, Mildaerizanti, Izhar N. 2000. Laporan Kegiatan Identifikasi Kendala dan Prospek Pemasaran Duku Kumpeh. Jambi: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Mooney PA. 1992. Citrus Nutrition-Leaf Nutrien Analysis. New Zealand. 119 Mooney PA, Richardson A, Harty AR. 1991 Citrus nitrogen nutrition - A fundamental approach. N.Z. Kerikeri Horticultural Research Station Citrus Research Seminar, June:69-88. Morton JF. 1987. Fruits of Warm Climates. Miami, FL. Mortvedt JJ. 2001. Calculating salt index. Fluid J: 1–3. Olson RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil Testing Philosophies, Consequences of Varying Recommendations. Crap and Soil Magazine. Madison. Wiconsin. Perry E, Hickman GW. 2001. A survey to determine the leaf nitrogen concentrations of 25 landscape tree species. J. of Arboricult. 273: 152–159. Poerwanto R. 2003. Bahan Ajar Budidaya Buah-Buahan. Modul VII. Pengelolaan Tanah dan Pemupukan Kebun Buah-Buahan. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Poerwanto R. 2008. Fotosintesis dan Hubungan Source dan Sink pada Tanaman. Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Pushparajah E. 1994. Leaf Analysis and Soil Testing for Plantation Tree Crop. International Board for Soil Research and Management IBSRAM, Bangkok. Thailand. Rehm G, Schmitt M. 2002. Understanding Phosphorus in Minnesota Soil. Reagent of the University of Minnesota. Reuter DJ, Robinson JB. 1997. Plant Análisis an Interpretation Manual. CSIRO Publishing. Australia. Sa’ad A, Ridwan A, Zuhdi M, Izhar N, Mugiyanto. 2000. Laporan Hasil Penelitian Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Duku Lansium domesticum: Spesifik Lokasi Kumpeh Kabupaten Muara Jambi. Lembaga Penelitian Universitas Jambi bekerjasama dengan Bagian Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ARMP. Safrizal. 2007. Studi pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman manggis tahun produksi ketiga [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sale P. 1989. Survey Highlights Nutritional Trouble Spots. The Orchardist of N.Z. February: 14–15 120 Shedley E, Dell B, Grove T. 1995. Diagnosis of nitrogen deficiency and toxicity of Eucalyptus globulus seedlings by foliar analysis. Plant and Soil 177:183–189. Stebbins RL, Wilder KL. 2003. Leaf Analysis of Nutrient Disorders in Tree Fruits and Small Fruits. Extension Service, Oregon State University. Stefanelli D, Goodwin I, Jones R. 2010. Minimal nitrogen and water use in horticulture: Effects on quality and content of selected nutrients. Food Research International 43:1833–1843. Stevens G, Motavalli P, Scharf P, Nathan M, Dunn D. 2002. Integrated Pest Management: Crop Nutrient Deficiencies and Toxicities. Plant Protection Programs.College of Agriculture, Food and Natural Resources. MU Extension, University of Missouri-Columbia., page 3 – 18. Subhan, Nurtika N, Gunadi N. 2009. Respon tanaman tomat terhadap penggunaan pupuk majemuk NPK 15:15:15 pada tanah latosol pada musim kemarau. J Hort. 19 1:40–48. Sulaiman W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta : Andi Pr. Suparwoto, Hutapea Y. 2005. Keragaan buah duku dan pemasarannya di Sumatera Selatan. J Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 83: 436–444. Susila AD. 2002. Rekomendasi Pemupukan. Bogor. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Ed ke-3. Sinauer Associates, Inc., Publisher Sunderland, Massachusetts. Tjasyono BHK. 2004. Klimatologi. Edisi kedua. Bandung: ITB. Tisdale SL, WL. Nelson, JD. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertility. Ed ke-4. Macmillan, New York. Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Prosea. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2, Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. Yaacob O, Bamroongrigsa N, penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Bekerja Sama dengan Prosea Indonesia dan European Commision. Terjemahan dari: Plant Resurces of South East Asia, No.2, Edible Fruits and Nuts. Wall B. 2010. Leaf analysis helps optimize yields. ProQuest Agric. J 30:22. 121 Waugh DL, Cate RB, Nelson LA. 1973. Discontinous Models for Rapid Correlation, Interpretation, and Utilization of Soil Analysis and Fertilizer Response Data. International Soil Fertility Evaluation and Program. North Carolina State university at Raleigh. Wells ML, Wood BW. 2007. Realation between leaflet nitrogen:potassium ratio and yield of pecan. Hort. Technology 17 4: 473–479. Westermann DT. 2005. Phosphorus: Agriculture and the Environment, Agronomy Monograph no. 46. American Society of Agronomy, Crop Science Society of America, Soil Science Society of America. Madison. Wijayanti, A, Indradewa D. 2004. Deteksi kahat hara N, P, K, Mg dan Ca pada tanaman bunga matahari dengan sistem hidroponik. Agrosains 6 1: 1-4. Winarno M, Sunarjono HH, Ismijati, Kusumo S. 1990. Teknik Perbanyakan Cepat Buah-Buahan Tropika. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Wong M. 2005. Visual Symptoms of Plant Nutrient Deficiencies in Nursery and Landscape Plants. Soil and Crop Management. Cooperative Extension Service. College of tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawai’I at Manoa, p. 1–4. Yoshida S, Forno DA, Cock JH, Gomez KA. 1972. Laboratory Manual for Physiologycal Studies of Rice. Ed ke-2 Los Banos. Zekri M, Obreza TA. 2009. Macronutrient Deficiencies in Citrus: Nitrogen, Phosphorus, and Potassium. Soil and Water Science Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. http:edis.ifas.ufl.edu. [26 Oktober 2011]. Zeng Q, Brown PH. 2001. Potassium fertilization affect soil K, leaf K concentration, and nut yield and quality of mature pistachio tress. Hort science 361:85–89. Zwart P. 2006. Fruit Tree Leaf Analysis. www.omafra.gov.on.ca2006htm. [12 Agust 2008]. GLOSARI ADP adenosin diphosphate = Suatu senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam pemindahan energi hasil kegiatan pernapasan respirasi dan berperan dalam menangkap energi matahari pada kegiatan fotosintesis. Aerasi = Ketersedian rongga udara di dalam tanah yang menunjukan terjadinya pernapasan akar dan proses oksidasi di dalam tanah. Aliran massa Gerakan unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan massa air. Anion = Ion yang bermuatan listrik negatif. ATP adenosin tri phosphate = Senyawa di dalam sel tanaman yang berperan dalam menangkap energi dari cahaya matahari pada proses fotosintesis. Bienial bearing = Suatu keadaan tanaman berbuah banyak pada suatu tahun dan tidak berbuah pada tahun berikutnya, atau berbuah hanya sedikit. DNA deoxyribo nucleic acid = Senyawa organik yang dikandung oleh ribosom di dalam sitoplasma yang berisi informasi genetik. DNA adalah jembatan keturunan antar generasi. Dormansi = Keadaan dimana pertumbuhan terhenti dalam rentang waktu tertentu akibat adanya faktor – faktor internal maupun eksternal, tetapi aktivitas metabolik tetap berjalan walaupun rendah. Difusi = Peristiwa mengalirnyaberpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Enzim = Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yang menyebabkan atau mempercepat terjadinya proses reaksi kimia. Enzim adalah katalisator untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makluk hidup. Fotosintat = Hasil dari proses fotosintesis atau hasil dari proses pembentukan energi di dalam tumbuhan berklorofil dengan bantuan sinar matahari, berupa karbohidrat pati, gula dan protein. Hara = zat yang diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan, dan kegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahan mineral seperti nitrogen, fosfor, kalium dan lainnya. 140 Indeks garam = Angka indeks yang menunjukan besar pengaruh suatu jenis pupuk terhadap peningkatan konsentrasi garam di dalam larutan tanah. Semakin tinggi angka indeks garam, semakin besar kemungkinan tanaman rusak atau mati karena keracunan pupuk. Kapasitas tukar kation KTK = Jumlah kation-kation dapat tukar pada tanah, penyusun tanah, atau bahan lain yang dapat menjerap pada pH tertentu. Biasanya dilambangkan dalam centimole per kilogram kation penukar, dengan muatan ion kation penukar ditentukan + atau 2+. Kation = Ion yang bermuatan positif seperti Ca 2+ , Mg 2+ , K + , Na + , NH 4 + , H + , Al 3+ dan sebagainya. Kejenuhan basa = Perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan KTK semua kation basa dan kation asam yang terdapat dalam komplek jerapan tanah kali 100. Kejenuhan basa yang tinggi menunjukan ketersedian hara yang tinggi, artinya, tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian. Nilai kejenuhan basa yang rendah dapat ditingkatkan hingga mencapai 90 melalaui program pengapuran. Klorofil = Sel pembentuk warna hijau pada daun dan tempat terjadinya proses fotosintesis. Korelasi = Suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif Koefisien korelasi = Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatan antara 2 variabel yang disimbolkan dengan huruf r. Nilai absolut dari r berada pada interval -1≤ r ≤1tanda – dan + menunjukan arah hubungan Koloid tanah = Bagian tanah yang sangat aktif dalam proses fisikokimia. Koloid berukuran sangat halus dengan diameter kurang dari 1 mikron dan umumnya bermuatan negatif. Luxury Comsumption = Penyerapan salah satu unsur hara melebihi batas yang dibutuhkan tanaman. Biasanya terjadi pada unsur kalium, terutama jika ketersediannya di dalam tanah terlalu tinggi. Metabolisme = Proses penyusunan dan perombakan protein, lemak, dan karbohidrat melalui fotosintesis dan respirasi. On year = Musim saat tanamanpohon berbuah banyak. Off year = Musim saat tanamanpohon tidak berbuah atau berbuah sedikit. pH pontetial of = Derajat kemasaman, suatu kondisi yang menggambarkan jumlah ion hidrogen, yang ada pada larutan tanah. 141 Hydrogen Semakin tinggi jumlah ion hidrogen semakin tinggi juga derajat keasaman tanah. Plasmolisis = Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar, akibat perbedaan konsentrasi garam di dalam sel akar dan di dalam larutan tanah. Pucuk = Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda Unsur hara esensial Unsur yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman dan apabila tidak tersedia, tanaman menunjukkan gejala defisiensi dan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan oleh hara lain. Unsur hara makro = Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif lebih besar dibandingkan dengan unsur lain, misalnya N, P dan K. Sink = Organ-organ yang tidak mampu memenuhi fotosintat untuk kebutuhan sendiri, sehingga harus mengimpor dari organ yang berfungsi sebagai source Source = Organ tanaman yang sudah mampu memenuhi fotosintat untuk kebutuhan sendiri atau mengekspor sebagian hasil fotosintesisnya untuk organ lain yang membutuhkan sink, biasanya source tersebut adalah daun yang telah terbuka penuh. Studi kalibrasi = Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap suatu nilai analisis jaringan tanaman. Dengan demikian dapat ditentukan apakah suatu angka tergolong rendah, sedang atau tinggi. Tekanan turgor = Tekanan yang disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel, sehingga menimbulkan tekanan pada dinding sel. Threshold = Titik awal, atau permulaan dalam suatu efek fisiologi. Threshold yield = Hasil dimana respon untuk hara tertentu dimulai. Bila beberapa hara serentak, diperlukan interpretasi respon secara bersamaan multiple nutrient. Trubus = Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai dari pecah tunas awal sampai dengan perkembangan tunas mencapai ukuran maksimum pada stadium trubus dewasa. LAMPIRAN Lampiran 1 Peta titik pohon percobaan uji korelasi di Desa Pemunduran Koordinat m Pohon X Y D1 372188 9826681 D2 372185 9826688 D3 372196 9826678 D4 372200 9826680 D5 372202 9826695 D6 372207 9826694 D7 372206 9826702 D8 372219 9826696 D9 372224 9826692 D10 372231 9826693 D11 372230 9826696 D12 372226 9826702 D13 372234 9826707 D14 372231 9826719 D15 372153 9826643 D16 372140 9826636 D17 372136 9826630 D18 372118 9826643 D19 372129 9826658 D20 372143 9826650 125 126 Lampiran 2 Prosedur penetapan N total dengan metode Kjeldahl Sumber : Balitanah 2009. Timbang 0.250 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion + 1 g selen + 2.5 ml H 2 SO 4 p.a., biarkan satu malam Destruksi contoh Pengukuran N Panaskan dalam blok digestion dengan suhu 350 o C sampai keluar uap putih dan di dapat ekstrak jernih ± 4 jam, angkat dan dinginkan Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml dan dikocok sampai homogen Ekstrak jernih diukur dengan cara kolorimetri warna biru indofenol Pipet 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung reaksi + 9 ml air bebas ion dan dikocok hingga homogen Pipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar N 0–20 ppm N Tambahkan larutan sangga tartrat dan Na-fenat masing-masing 4 ml, dikocok dan biarkan 10 menit Tambahkan 4 ml NaOCl 5, dikocok, biarkan 10 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm 127 Lampiran 3 Prosedur penetapan P total dengan cara pengabuan basah Sumber : Balitanah 2009. Timbang 0.500 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion + 5ml HNO 3 p.a.+ 5 ml HClO 4 p.a., biarkan satu malam Destruksi contoh Pengukuran P Panaskan dalam blok digestion, suhu 100 o C selama 1 jam, ditingkatkan 150 o C, kemudian 200 o C setelah uap kuning habis Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak ± 0.5 ml, diangkat dan didinginkan Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml, dikocok hingga homogen Pipet 1 ml ekstrak contoh dan deret standar 0–20 ppm P ke dalam tabung reaksi + 9 ml air bebas ion dan dikocok pengenceran 10x Pipet 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar P ke dalam tabung reaksi Tambahkan 10 ml pereaksi pewarna P dan dikocok hingga homogen, biarkan selama 30 menit Ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm 128 Lampiran 4 Prosedur penetapan K total dengan cara pengabuan basah Sumber : Balitanah 2009. Lampiran 5 Gambar pipa paralon untuk mengukur tinggi muka air tanah Timbang 0.500 g contoh tanaman 0.5 mm ke dalam tabung digestion + 5ml HNO 3 p.a.+ 5 ml HClO 4 p.a., biarkan satu malam Destruksi contoh Pengukuran K Panaskan dalam blok digestion, suhu 100 o C selama 1 jam, ditingkatkan 150 o C, kemudian 200 o C setelah uap kuning habis Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak ± 0.5 ml, diangkat dan didinginkan Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml, dikocok hingga homogen Pipet 1 ml ekstrak contoh dan deret standar 0–250 ppm K ke dalam tabung reaksi Tambahkan 9 ml larutan La 0.25 dan kocok hingga homogen Ukur dengan spektrofotometer serapan atom SSA 1,5 m Permukaan tanah Dasar tanah 10 cm 129 Lampiran 6 Peta titik pohon pada uji kalibrasi aplikasi pupuk N di Desa Arang-Arang Koordinat m Pohon X Y N0 1 366467 9823361 N1 1 366465 9823356 N2 1 366472 9823354 N3 1 366462 9823365 N4 1 366476 9823362 N0 2 366536 9823440 N1 2 366486 9823424 N2 2 366484 9823399 N3 2 366502 9823432 N4 2 366460 9823409 N0 3 366578 9823436 N1 3 366585 9823433 N2 3 366593 9823463 N3 3 366557 9823450 N4 3 366586 9823429 N0 4 366567 9823437 N1 4 366553 9823447 N2 4 366549 9823428 N3 4 366561 9823441 N4 4 366576 9823422 N0 5 366578 9823480 N1 5 366585 9823458 N2 5 366566 9823471 N3 5 366590 9823507 N4 5 366572 9823469 129 130 Lampiran 7 Peta titik pohon pada uji kalibrasi aplikasi pupuk P di Desa Lopak Alai Koordinat m Pohon X Y P0 1 354853 9826882 P1 1 354898 9826879 P2 1 354888 9826883 P3 1 354865 9826882 P4 1 354852 9826899 P0 2 354971 9826797 P1 2 354979 9826799 P2 2 354990 9826798 P3 2 354965 9826805 P4 2 354981 9826813 P0 3 355016 9826860 P1 3 354999 9826829 P2 3 354989 9826835 P3 3 354998 9826822 P4 3 354990 9826827 P0 4 355012 9826780 P1 4 355002 9826796 P2 4 355008 9826797 P3 4 355006 9826815 P4 4 355000 9826801 P0 5 355037 9826752 P1 5 355020 9826749 P2 5 355022 9826795 P3 5 355033 9826773 P4 5 355013 9826752 129 130 131 Lampiran 8 Peta titik pohon pada Uji Kalibrasi aplikasi pupuk K di Desa Teluk Raya Koordinat m Pohon X Y K0 1 370881 9828651 K1 1 370880 9828668 K2 1 370885 9828637 K3 1 370896 9828627 K4 1 370903 9828629 K0 2 370912 9828627 K1 2 370904 9828621 K2 2 370909 9828631 K3 2 370907 9828625 K4 2 370910 9828630 K0 3 370922 9828590 K1 3 370923 9828598 K2 3 370913 9828603 K3 3 370911 9828597 K4 3 370924 9828600 K0 4 370904 9828589 K1 4 370907 9828591 K2 4 370907 9828601 K3 4 370897 9828599 K4 4 370899 9828595 K0 5 370891 9828601 K1 5 370891 9828595 K2 5 370907 9828613 K3 5 370893 9828608 K4 5 370899 9828611 131 132 Lampiran 9 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk N tahun III Batas horizon Atas-Bawah pH H 2 O 0-30 cm 5.6 AM 5.0 M 5.2 M 4.9 M 4.9 M 30-60 cm 5.1 M 4.8 M 4.7 M 4.8 M 4.8 M C-organik 0-30 cm 2.21 S 1.49 R 1.43 R 1.51 R 1.16 R 30-60 cm 1.07 R 0.69 SR 0.69 SR 0.65 SR 0.58 SR N- total 0-30 cm 0.15 R 0.11 R 0.11 R 0.11 R 0.09 SR 30-60 cm 0.08 SR 0.07 SR 0.05 SR 0.05 SR 0.05 SR P 2 O 5 Bray I ppm 0-30 cm 5.2 R 8.2 S 8.5 S 9.6 S 10 S 30-60 cm 3.1 SR 3.7 SR 3.1 SR 6.0 R 7.0 R P 2 O 5 HCl 25 0-30 cm 32 S 37 S 45 T 60 T 69 ST mg100g 30-60 cm 29 S 32 S 39 S 41 T 49 T K 2 O HCl 25 0-30 cm 53 T 81 ST 66 ST 54 T 38 S mg100g 30-60 cm 35 S 59 T 41 T 33 S 32 S Mg cmol + kg 0-30 cm 4.78 T 2.22 T 3.21 T 2.82 T 2.99 T 30-60 cm 4.01 T 1.40 S 2.70 T 1.99 S 2.49 T Ca cmol + kg 0-30 cm 9.95 S 2.46 R 3.56 S 3.27 S 2.96 R 30-60 cm 5.61 S 1.78 SR 3.32 S 2.80 R 2.85 R K cmol+kg 0-30 cm 0.48 S 0.72 T 0.78 T 0.34 S 0.29 R 30-60 cm 0.26 R 0.57 T 0.35 S 0.23 R 0.14 R KTK cmol + kg 0-30 cm 11.92 R 8.97 R 11.05 R 8.97 R 9.20 R 30-60 cm 13.12 R 8.43 R 9.63 R 7.87 R 9.71 R :sumber Balittanah 2009, AM: agak masam, M: masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi Pemberian pupuk N gtanamantahun Parameter 400 800 1200 1600 133 Lampiran 10 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk P tahun III Batas horizon Atas-Bawah pH H 2 O 0-30 cm 5.0 M 4.6 M 4.7 M 5.0 M 4.4 SM 30-60 cm 5.0 M 4.8 M 4.7 M 4.9 M 4.4 SM C-organik 0-30 cm 1.25 R 1.41 R 1.18 R 1.64 R 1.20 R 30-60 cm 0.75 SR 0.58 SR 0.47 SR 0.66 SR 0.86 SR N- total 0-30 cm 0.09 SR 0.11 R 0.09 SR 0.13 R 0.09 SR 30-60 cm 0.05 SR 0.05 SR 0.04 SR 0.05 SR 0.07 SR P 2 O 5 Bray I ppm 0-30 cm 3.4 SR 4.1 R 4.2 R 4.2 R 4.1 R 30-60 cm 1.5 SR 3.7 SR 2.9 SR 2.4 SR 3.5 SR P 2 O 5 HCl 25 0-30 cm 34 S 32 S 38 S 42 T 42 T mg100g 30-60 cm 29 S 28 S 34 S 39 T 38 T K 2 O HCl 25 0-30 cm 38 T 38 S 42 S 40 S 43 T mg100g 30-60 cm 30 S 34 S 35 S 30 S 35 S Mg cmol + kg 0-30 cm 2.64 T 2.33 T 2.30 T 3.67 T 0.48 R 30-60 cm 2.54 T 1.82 S 2.02 T 2.41 S 0.24 SR Ca cmol + kg 0-30 cm 4.28 R 2.34 R 1.64 SR 4.15 R 1.14 SR 30-60 cm 3.97 R 2.19 R 0.72 SR 2.21 R 0.80 SR K cmol+kg 0-30 cm 0.23 R 0.26 R 0.12 SR 0.30 SR 0.11 R 30-60 cm 0.17 R 0.20 R 0.15 SR 0.12 SR 0.06 SR KTK cmol + kg 0-30 cm 9.03 R 9.77 R 9.96 R 10.76 R 5.31 R 30-60 cm 8.93 R 10.68 R 7.38 R 9.33 R 4.77 SR :sumber Balittanah 2009, AM: agak masam, M: masam, SM: sangat masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi Parameter Pemberian pupuk N gtanamantahun 500 1000 1500 2000 134 Lampiran 11 Hasil analisis tanah pada aplikasi pupuk K tahun III Batas horizon Atas-Bawah pH H 2 O 0-30 cm 5.0 M 4.8 M 4.8 M 4.7 M 4.7 M 30-60 cm 5.0 M 4.8 M 4.9 M 4.9 M 4.8 M C-organik 0-30 cm 1.57 R 1.56 R 1.02 R 1.26 R 1.46 R 30-60 cm 0.46 SR 0.75 SR 0.60 SR 0.57 SR 0.67 SR N- total 0-30 cm 0.13 R 0.13 R 0.09 SR 0.10 R 0.11 R 30-60 cm 0.03 SR 0.07 SR 0.06 SR 0.05 SR 0.05 SR P 2 O 5 Bray I ppm 0-30 cm 4.4 R 5.6 R 5.8 R 6.5 R 6.6 R 30-60 cm 2.7 SR 3.0 SR 4.2 R 3.2 SR 3.3 SR P 2 O 5 HCl 25 0-30 cm 49 ST 49 T 57 T 64 T 70 T mg100g 30-60 cm 42 T 57 T 81 ST 59 T 41 T K 2 O HCl 25 0-30 cm 41 T 38 S 39 S 42 T 35 S mg100g 30-60 cm 33 S 32 S 35 S 34 S 30 S Mg cmol + kg 0-30 cm 3.32 T 1.70 S 2.02 T 2.3 T 2.71 T 30-60 cm 2.26 T 1.58 S 1.82 S 2.1 T 2.35 T Ca cmol + kg 0-30 cm 4.00 R 4.65 R 2.67 R 3.40 R 3.52 R 30-60 cm 2.63 R 3.04 R 2.62 R 2.69 R 2.32 R K cmol+kg 0-30 cm 0.32 R 0.27 R 0.20 R 0.31 R 0.21 R 30-60 cm 0.12 R 0.18 R 0.19 R 0.15 R 0.15 R KTK cmol + kg 0-30 cm 11.58 R 10.9 R 9.92 R 11.62 R 10.35 R 30-60 cm 10.78 R 11.74 R 9.12 R 9.50 R 9.75 R :sumber Balittanah 2009, M: masam, R: rendah, SR: sangat rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi 600 1200 1800 2400 Parameter Pemberian pupuk N gtanamantahun 135 Lampiran 12 Jumlah curah hujan di lokasi penelitian tahun 2009–2012 PM AA LA TR PM AA LA TR PM AA LA TR Januari 268 200 78 213 228 238 98 197 307 162 57 229 Februari 195 177 142 189 321 234 245 306 68 119 39 72 Maret 203 94 170 326 250 191 310 422 156 363 30 229 April 39 47 183 56 149 185 127 277 292 316 27 337 Mei 221 203 172 226 99 108 323 141 142 344 138 87 Juni 286 309 166 211 136 166 355 200 127 45 125 123 Juli 202 63 89 173 300 101 172 63 69 199 122 Agustus 16 60 113.5 59 274 493 311 366 123 74 72 143 September 92 27 106 196 283 521 254 52 109 32 36 Oktober 245 216 265 106 207 319 394 360 188 269 205 202 November 343 379 336 336 180 284 630 228 236 178 305 154 Desember 122 283 266 255 185 343 266 254 57 188 419 125 Jumlah 1566 1681 1672 1770 2398 3144 3681 3177 1811 2236 1648 1859 Keterangan: PM:pemunduran, AA: Arang-Arang, LA: Lopak Alai, TR: Teluk Raya Tahun 2011 Bulan Tahun 2009 Tahun 2010 Lampiran 13 Jumlah bulan basah dan bulan kering di lokasi penelitian tahun 2009–2012 BB BK BB BK BB BK Pemunduran 10 2 12 10 2 Arang-Arang 10 2 12 11 1 Lopak Alai 10 2 12 7 5 Teluk Raya 10 2 12 11 1 Keterangan: BB: bulan basah, BK: bulan kering 2009 2010 2011 LOKASI TAHUN 136 Lampiran 14 Tinggi muka air tanah selama tiga tahun penelitian 20 40 60 80 100 120 140 160 Ja nu a ri Fe br ua ri M ar e t A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N o ve m be r D es em be r Bulan 2010 T in g g i m u k a a ir t a n a h c m d p t Lopak Alai Arang-Arang Teluk Raya Pemunduran 110 120 130 140 150 160 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 T in g g i p e rm u k a a n a ir t a n a h c m d p t Lopak Alai Arang-Arang Teluk Raya Pemunduran 80 90 100 110 120 130 140 150 160 Fe br ua ri M ar et A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2009 T in g g i m u k a a ir t a n a h c m d p t Lopak Alai Arang-Arang Teluk Raya Pemunduran 137 Lampiran 15 Suhu dan kelembaban pada kondisi on year di Desa Arang-Arang A, Lopak Alai B, Teluk Raya C dan Pemunduran D 22 24 26 28 30 Ja nu ari Fe bru ar i M ar et A pri l M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 S u h u o C 60 65 70 75 80 85 90 95 K e le m b a b a n r e la ti f 23 24 25 26 27 28 29 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 S u h u o C 70 75 80 85 90 95 100 K e le m b a b a n r e la ti f suhu oC kelembaban relatif 20 22 24 26 28 30 Ja nu ar i F eb ru ar i M ar et A pr il M ei Ju ni Ju li A gu st us S ep te m be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 S u h u o C 60 65 70 75 80 85 90 K e le m b a b a n r e la tif 20 22 24 26 28 30 32 Ja nu ar i Fe br ua ri M ar et Ap ril M ei Ju ni Ju li Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er N ov em be r D es em be r Bulan 2011 S u h u o C 60 65 70 75 80 85 K e le m b a b a n r e la tif A B C D ABSTRACT DESI HERNITA . The Recommendation for N, P and K Fertilization of Duku Lansium domesticum Based on Leaf Analysis. Under direction of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, and SYAIFUL ANWAR Fertilizer recommendation rate of N, P and K for duku Lansium domesticum based on leaf analysis have been established. The study comprise of four parts, i.e. 1 Determination of N, P, K concentration to built nutrient level category for duku seedling, and to find out the optimum rate of fertilizer aplication, 2 Correlation study to find out the best leaf sample for nutrient leaf analysis, 3 Callibration study to determine leaf N, P, K level category and recomendation study determine the optimum fertilizer rate for each nutrient level category 4 NPK fertilization to find out the effect of NPK fertilization on fruit yield and quality. The first study was conducted from March 2010 to March 2011 at Jambi and the second to the fourth study were carry on from December 2008 to April 2012, in area of duku central production at Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency. The first study consist of three experimens each for N, P and K study. Nitrogen treatment 0, 100, 200, 400, 800 ppm, P treatment 0, 50, 100, 200, 400 ppm, and K treatment 0, 50, 100, 200, 400 ppm was arranged in the Randomized Completely Block Design RCBD with three replication. In the second study, the treatment were three leaves sample from the most recently mature leaves with position in the first and the third leaves from fruiting and non- fruiting branches, and sampled before harvest time, at harvest time, and after harvest. The third and fourth research treatment were N 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g Nplantyear, P 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 plantyear, and K 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Oplantyear. Each treatments were arranged in RCBD with 5 replications. The results showed that leaf nutrient status on duku seedling of N was deficiency : 1.36 dry weight, adequacy: 1.36–1.46, and excessive 1.46; status of P was deficiency 0.14, adequacy: 0.14–0.25, and excessive 0.25; status of K was deficiency 1.26, adequacy: 1.26–1.62, and excessive 1.62. The optimum fertilizer rate of duku seedling for very low nutrient status was 398 ppm N, 195 ppm P and 177 ppm K, each of 50 ml per plant aplied two days times or equivalent to 79 g urea, 115 g SP-36 and 32 g KClyear. The best leaf sample of duku was the third mature leaves at harvest time of non fruiting branches correlation coefficient 0.87, 0.74, and 0.71 for N, P and K respectively. The second alternative were the third or the first mature leaves at harvest time of fruiting branches. The leaf nutrient status of N was very low 1.81, low 1.81 ≤ N 2.82, and medium ≥ 2.82; status of P was very low 0.09, low 0.09 ≤ P 0.17, and medium ≥ 0.17; status of K was very low 1.16, low 1.16 ≤ K 2.19 and medium ≥ 2.19. Fertilizer recommendation rate on duku plant 1 for very low nutrient status were 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 and 1,900 g K 2 Oplantyear, 2 for low nutrient status were 622 g N, 1,335 g P 2 O 5 and 1,107 g K 2 Oplantyear, 3 multinutrient approach were 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 O lower production cost Fertilization of N, P and K can increased fruit yield and quality of duku. Keywords : Relatif yield; nutrient status, correlation, callibration. RINGKASAN DESI HERNITA . Penetapan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Tanaman Duku Lansium domesticum Berdasarkan Analisis Daun. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, dan SYAIFUL ANWAR. Duku Lansium domesticum merupakan salah satu buah tropis penting di Indonesia yang memiliki pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern, sehingga mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Di Provinsi Jambi, duku merupakan salah satu komoditi buah- buahan yang mempunyai nilai komersial tinggi, banyak ditanam dan menjadi sumber pendapatan petani. Hasil penelitian di daerah sentra produksi duku Kumpeh menunjukkan bahwa produksi duku masih rendah karena permasalahan pada aspek budidaya, terutama masalah pemupukan. Analisis daun akan menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat pemupukan. Konsentrasi hara dalam daun dipengaruhi oleh posisi daun pada tajuk. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1 menetapkan kategori defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan K pada bibit duku; 2 nenentukan dosis pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku; 3 menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku; 4 menetapkan kategori kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku; 5 menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk N, P dan K pada tanaman duku; and 6 mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil dan kualitas buah duku. Hasil penelitian ini akan menjadi acuan untuk penentuan pemupukan pada tanaman duku, khususnya di Provinsi Jambi dan di Indonesia pada umumnya. Penelitian penetapan status kecukupan hara N, P dan K pada bibit duku dilaksanakan di Kota Jambi pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011. Analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal dengan lima perlakuan konsentrasi pupuk yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap RAKL. Perlakuan N terdiri dari: 0, 100, 200, 400, 800 ppm, P: 0, 50, 100, 200, 400 ppm dan K: 0, 50, 100, 200, 400 ppm. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan tiga ulangan sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Penentuan status hara dan dosis pupuk N, P dan K pada bibit duku dilakukan dengan model regresi kuadratik. Penelitian uji korelasi konsentrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif tanaman duku dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012, di daerah sentra duku Jambi Desa Pemunduran. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Sampel yang digunakan adalah pohon duku yang relatif seragam umur 30–40 tahun sebanyak 20 pohon. Daun sampel yang diambil adalah daun dewasa pada cabang terminal yaitu: 1 daun yang dewasa sebelum panen, 2 daun yang dewasa saat panen dan 3 daun dewasa setelah panen. Posisi pengambilan daun adalah anak daun kesatu dan ketiga. Pengamatan dilakukan terhadap konsentrasi hara N, P dan K daun, sifat kimia tanah pH, KTK, C-organik, N total, P tersedia dan potensial, K tersedia dan potensial, Ca dan Mg dapat ditukar, produksipohon serta data pendukung berupa tinggi muka air tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban. Data analisis daun dikorelasikan dengan hasil relatif untuk memperoleh daun yang tepat untuk mendiagnosa hara N, P dan K pada tanaman duku. Penelitian uji kalibrasi hara N, P, K menggunakan analisis jaringan daun dan pengaruh pemupukan N, P, K terhadap perkembangan bunga dan buah tanaman duku dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012; di daerah sentra duku Jambi Desa Lopak Alai, Arang-Arang dan Teluk Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara Jambi. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Aplikasi pupuk N, P dan K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal dengan lima perlakuan yaitu: 0, 400, 800, 1,200, 1,600 g N; 0, 500, 1,000, 1,500, 2,000 g P 2 O 5 , dan 0, 600, 1,200, 1,800, 2,400 g K 2 Otanamantahun, yang disusun dalam RAKL. Setiap perlakuan terdiri atas lima tanaman umur 30-40 tahun dan masing-masing tanaman merupakan ulangan. Sampel daun adalah daun yang mempunyai koefisien korelasi terbaik antara konsentrasi hara N, P, K dengan hasil relatif, hasil dari uji korelasi. Pengamatan yang dilakukan sama dengan percobaan dua. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Penentuan status hara dan dosis pupuk dilakukan dengan model regresi linier dan kuadratik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kecukupan hara N pada bibit duku berdasarkan analisis jaringan daun yaitu 1.36–1.46 berat kering, defisiensi: 1.36 dan kelebihan 1.46; kecukupan hara P: 0.14–0.25, defisiensi: 0.14, dan kelebihan 0.25; kecukupan hara K: 1.26–1.62, defisiensi: 1.26 dan kelebihan 1.62. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada dosis 398 ppm N, 195 ppm P, dan 177 ppm K, setara dengan 79 g urea, 115 g SP-36 dan 32 g KCltahun. Daun yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif tanaman duku adalah daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0.87, 0.74, dan 0.71 untuk N, P dan K. Alternatif kedua apabila semua cabang berbuah daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K. Status hara N sangat rendah 1.81, rendah 1.81 ≤ N 2.82, dan sedang ≥ 2.82; P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.17, dan sedang ≥ 0.17; K sangat rendah 1.16, rendah 1.16 ≤ K 2.19 dan sedang ≥ 2.19. Rekomendasi pemupukan pada tanaman duku berdasarkan: 1 status hara sangat rendah: 858 g N, 1,770 g P 2 O 5 dan 1,900 g K 2 Otanamantahun, 2 status hara rendah: 622 g N, 1,335 g P 2 O 5 dan 1,107 g K 2 Otanamantahun dan 3 pendekatan multinutrien: 920 g N, 1,565 g P 2 O 5 dan 1,488 g K 2 Otanamantahun biaya produksi terendah. Pemupukan N, P dan K dapat meningkatkan hasil dan kualitas buah duku. Kata kunci : Hasil relatif, status hara, korelasi, kalibrasi. PENDAHULUAN Latar Belakang Duku merupakan buah penting di Indonesia dan memiliki pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern. Buah duku banyak digemari karena rasa yang manis dan aroma tidak menyengat serta baik dikonsumsi karena kandungan nilai gizi tinggi. Di Provinsi Jambi, duku merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang mempunyai nilai komersial tinggi, banyak ditanam dan menjadi sumber pendapatan petani. Duku unggul di Provinsi Jambi antara lain adalah duku Kumpeh, yang mempunyai kelebihan dibanding duku lain, yaitu rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging kenyal tidak berserat, dan hampir tidak berbiji Amrullah et al. 2002. Luas pertanaman duku di Provinsi Jambi pada tahun 2008 mencapai 7,660.36 ha dengan luas panen 1,661.50 ha dan rata-rata hasil 12.40 tonha. Hasil ini lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 14.66 tonha dengan luas panen yang lebih sempit yaitu sebesar 1,474 ha Dispertan Prov. Jambi 2009. Hasil penelitian Sa’ad et al. 2000; Minsyah et al. 2000; Hernita dan Asni 2006; dan hasil survey tahun 2008-2009 di daerah sentra produksi duku Kumpeh diketahui bahwa permasalahan tanaman duku adalah aspek teknologi budidaya, terutama pemupukan. Hal ini dapat dilihat dari nilai pH, C organik, N- total, KTK, P dan K tanah rendah, sehingga menyebabkan produksi semakin berkurang setiap tahun. Petani duku hampir tidak pernah melakukan pemupukan dan belum mengetahui berapa jumlah pupuk yang harus diberikan terhadap tanaman duku produktif dengan kisaran umur tanaman rata-rata 20–50 tahun atau bahkan ada yang berumur lebih dari 100 tahun. Menurut Suparwoto dan Hutapea 2005, duku berproduksi optimal pada umur 50–75 tahun dan tidak akan menghasilkan lagi pada umur lebih dari 120 tahun. Budidaya duku sebagian besar masih dilakukan secara konvensional yang menyebabkan rendahnya kualitas, kuantitas, serta kontinuitas duku di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi. Rendahnya produksi duku selain kurang pupuk juga disebabkan belum tersedianya pengetahuan tentang hara mineral yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi. Dahnke dan Olson 1990 menyatakan 2 bahwa pemupukan yang rasional dan ilmiah apabila didasari pada potensi atau status hara dan kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan filosofi pemupukan yaitu ”pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum”. Pendekatan pemberian pupuk yang tepat didasarkan pada analisis tanah atau tanaman Lozano 1990. Analisis tanah banyak digunakan sebagai alat manajemen untuk tanaman semusim, sedangkan untuk pohon buah-buahan agak sulit diinterpretasikan, karena korelasi antara hasil analisis tanah dan produksi buah sering kali tidak baik serta sulit memprediksi kedalaman efektif dari hara tanaman dibandingkan dengan tanaman semusim Poerwanto 2003. Analisis daun menurut Heckman 2001, merupakan prosedur untuk menentukan konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman buah. Hasil ini digunakan untuk menentukan level kesuburan tanah dan aplikasi pupuk yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Analisis tanah merefleksikan hara potensial yang tersedia untuk tanaman dari tanah, tetapi tidak dapat menggambarkan berapa besar hara mineral untuk kebutuhan aktual atau yang dapat diabsorsi oleh tanaman. Informasi ini lebih baik ditentukan oleh analisis jaringan tanaman Taiz dan Zeiger 2002. Bhargava 2002, Mooney 1992 dan Zwart 2006 juga menyatakan bahwa analisis daun umumnya merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada tanaman buah, karena dapat memberikan informasi aktual tentang penyerapan hara dan mengungkapkan gejala kelebihan dan kekurangan hara. Status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara aktual dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah Susila 2002. Duku mempunyai perakaran yang dalam sehingga sulit untuk memperoleh sampel tanah yang representatif pada daerah perakaran yang luas dan bervariasi. Menurut Cline dan McNeill 1997, uji tanah mempunyai nilai terbatas untuk pohon buah yang mempunyai perakaran yang dalam, misalnya nitrogen N merupakan hara yang sangat kritis dan uji tanah untuk N tidak memuaskan 3 sedangkan uji tanah untuk kalium K tidak selalu menunjukkan K tersedia untuk pertumbuhan pohon. Prinsip yang umum digunakan sebagai petunjuk dalam pengambilan sampel daun adalah daun yang telah dewasa. Tipe daun mana yang sebaiknya digunakan untuk menentukan status hara pada tanaman buah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah posisi daun pada tajuk. Pengambilan contoh daun yang tepat dapat dilaksanakan apabila perubahan konsentrasi hara pada periode perkembangan tanaman mempunyai korelasi terbaik dengan produksi Bhargava 2002. Daun tanaman duku merupakan tipe daun majemuk yang terdiri 5–7 anak daun dan belum diketahui daun mana yang dapat menggambarkan status hara tersebut. Bila daun sampel telah diketahui maka dapat digunakan untuk menentukan kategori status hara serta model yang sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk dan menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman duku. Rekomendasi pupuk yang tepat akan meningkatkan produksi. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menetapkan kategori kecukupan, defisiensi dan kelebihan hara N, P dan K pada bibit duku. 2. Menentukan dosis pupuk N, P dan K untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku. 3. Menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku, yaitu daun yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K daun dengan hasil relatif. 4. Menetapkan kategori kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku. 5. Menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk N, P dan K pada tanaman duku untuk meningkatkan hasil. 6. Mempelajari pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap hasil dan kualitas buah duku. 4 Manfaat Penelitian Paket rekomendasi pemupukan yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan meningkatkan produksi dan kualitas buah duku sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani duku juga meningkat. Hasil penelitian ini, secara luas dapat diterima dan diterapkan oleh petani duku serta menjadi acuan untuk penentuan pemupukan pada tanaman duku di Provinsi Jambi khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Hipotesis 1. Konsentrasi N, P dan K pada status hara yang berbeda akan memberikan pertumbuhan yang berbeda pada bibit duku. 2. Terdapat hubungan antara dosis pupuk N, P dan K dengan status hara pada bibit duku. 3. Konsentrasi hara N, P dan K pada posisi daun yang berbeda mempunyai keeratan hubungan yang berbeda dengan hasil relatif. 4. Konsentrasi N, P dan K pada status hara yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pada tanaman duku. 5. Terdapat hubungan antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara pada tanaman duku. 6. Pemupukan N, P dan K akan meningkatkan produksi dan kualitas buah duku. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan empat rangkaian percobaan yang bertujuan untuk menentukan status hara dan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman duku berdasarkan analisis jaringan daun. Penelitian satu dilaksanakan pada tanaman duku varietas Kumpeh stadia bibit yang berumur dua tahun dalam polybag, sedangkan penelitian 2–4 dilaksanakan pada tanaman duku varietas Kumpeh produktif berumur 30–40 tahun di daerah sentra produksi duku Desa Lopak Alai, Arang-Arang, Teluk Raya dan Pemunduran Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Hasil dari penelitian ini akan digunakan untuk menyusun rekomendasi kebutuhan pupuk N, P dan K pada 5 tanaman duku sehingga dapat dicapai pertumbuhan dan produksi maksimum dengan aplikasi pemupukan yang optimum. Ruang lingkup penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bagan alir pelaksanaan penelitian. MEMBANGUN REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P DAN K PADA TANAMAN DUKU BERDASARKAN ANALISIS DAUN Uji kalibrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif Status hara N, P dan K rendah, sedang, tinggi Uji korelasi kosentrasi hara N, P dan K daun dengan hasil relatif Posisi daun yang konsentrasi hara N, P, K berkorelasi terbaik dengan hasil relatif Uji optimasi N, P dan K Dosis optimum N, P, K untuk mendapatkan hasil maksimum Status hara N, P dan K rendah, sedang, tinggi Tanaman duku stadia bibit Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan hara N, P dan K Dosis N, P dan K untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum Tanaman duku produktif Umur 30–40 PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA NITROGEN PADA BIBIT DUKU Abstrak Nitrogen N merupakan unsur yang sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman, karena N adalah komponen esensial dari klorofil, protein, hormon dan enzim. Defisiensi atau kelebihan N akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga perlu upaya untuk mencegah terjadinya gejala tersebut pada tanaman duku Lansium domesticum. Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat dilihat pada daun dengan pengamatan secara visual dan menentukan konsentrasi hara N pada masing-masing kondisi tersebut. Penelitian status hara N dilakukan di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi N: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada status hara sangat rendah N daun 1.20 dan rendah N daun 1.20 ≤ N 1.36; terdapat gejala defisiensi N pada daun tua yang ditandai dengan adanya bercak-bercak kuning pada helaian daun sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau, tetapi pada tahap lanjut seluruh daun akan mengalami klorosis; jumlah daun 4.22 helai dan pertumbuhan lambat. Pada status hara sedang atau kecukupan N ditandai dengan pertumbuhan yang normal, daun berwarna hijau tua, jumlah daun berkisar antara 4.22–5.50 helai dan konsentrasi N daun 1.36 ≤ N 1.46. Pada status hara tinggi dan sangat tinggi terdapat gejala kelebihan N yang terlihat pada daun yang berwarna coklat, kering dan tepi daun menggulung, jumlah daun kurang dari 3.78 helai, pertumbuhan bibit terhambat, konsentrasi N daun ≥ 1.46. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g urea2 bulan. Kata kunci : Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi N daun. Abstract Nitrogen is greatly affects crop growth, development and production. Nitrogen is an essential component of chlorophyl, proteins, hormones and enzymes. Deficiency or excessive of N will have negative effects on the crop growth and production, so it is necessary to avoid those unusual occurrences. Nitrogen deficiency or excessive symptoms can be seen mainly in the leaves, that can be detected visually and analyze N concentration in every conditions. The study of N status on duku Lansium domesticum seedling was conducted in Jambi Provinces, which planted in sand. The study was in randomized complete block design, with five treatments. It consisted of three plants in each treatment and three replications. The treatments were five levels N fertilization: 0, 100, 200, 400, and 800 ppm, that used an irrigation solution for the seedling in every two days. The results was showed that N deficiency symptoms appear in older leaves 18 in which yellow spots on the upper leaf surfaces, leaves color changed to light green and yellowish chlorosis. The leaves number was 4.22, stunted growth and leaf N concentration if 1.20 very low nutrient status and 1.20 ≤ N 1.36 low nutrient status. Adequate N was characterized by normal growth, dark green leaves, numbers of leaves were 4.22–5.50, and leaves N concentration were 1.36 ≤ N 1.46 medium nutrient status. Symptoms of N excessive showed by brown leaves, dry leaves necrosis, leaf margins that will roll, number of leaves ≤ 3.78, inhibited seedling growth, N concentration of leaf was ≥ 1.46 very high nutrient status. The maximum growth of duku seedling for very low nutrient status was 398 ppm N, which was equivalent to 79 g ureayear or 13 g urea2 month. Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf N concentration. Pendahuluan Latar Belakang Nitrogen N merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah paling banyak oleh tanaman, dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan daun, cabang dan produksi buah. Status hara N merupakan salah satu dasar dari program pemupukan bagi tanaman hortikultura. Nitrogen merupakan komponen dasar dalam sintesis protein, enzim, asam amino, asam nukleat dan bagian integral dari klorofil. Nitrogen juga berperan dalam mengontrol semua reaksi metabolisme di dalam tanaman Stefanelli et al. 2010; Subhan et al. 2009; Mathuis 2009. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat NO 3 - dan amonium NH 4 + . Nitrat NO 3 - bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh tanaman tetapi lebih mudah tercuci. Sebaliknya amonium NH 4 + bermuatan positif sehingga terikat oleh kaloid tanah, dan tidak mudah tercuci. Amonium baru dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui pertukaran ion Havlin et al. 1999; Miller et al. 2009. Nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman berbeda-beda pada setiap jenis tanaman. Tingkat defisiensi atau kelebihan N menurut Perry dan Hickman 2001, dapat diukur dengan beratnya gejala dan tingkat pertumbuhan tanaman. Gejala defisiensi atau kelebihan N dapat diamati secara visual dan analisis daun tanaman. Analisis daun dilakukan untuk membantu memberikan identifikasi yang lebih akurat, karena gejala yang tampak 19 dapat menyerupai gejala yang ditimbulkan oleh penyakit atau keracunan pestisida Bhargava 2002; Bierman dan Rosen 2005. Analisis daun juga merupakan cara yang tepat untuk menentukan status hara pada tanaman buah, terutama hara yang mobil seperti N Alva et al. 2006; Correia et al. 2002; Fernández-Escobar et al. 2011. Gejala defisiensi N secara umum menyebabkan daun menguning, pertumbuhan daun dan ranting terbatas, tanaman kerdil, bunga mekar sedikit dan produksi buah rendah. Gejala yang lebih spesifik akibat defisiensi dan kelebihan N pada setiap jenis tanaman buah akan berbeda. Pada tanaman duku belum ada informasi yang diketahui tentang gejala defisiensi dan kelebihan N, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. Hal ini sulit dideteksi pada tanaman duku dewasa, tetapi dapat diamati pada duku stadia bibit dengan menggunakan media pasir. Tujuan 1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2. Menentukan status hara N berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 3. Menentukan konsentrasi pemupukan N untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27–29 o C. Persiapan sampel untuk analisis hara N dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, sedangkan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. 20 Metode Penelitian Percobaan aplikasi pupuk N terdiri atas lima perlakuan konsentrasi yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Konsentrasi pupuk N terdiri dari: 0, 100, 200, 400, dan 800 ppm N. Nitrogen sebagai perlakuan bersumber dari CONH 2 2 . Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat 7 kg. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 50 ppm P, 100 ppm K, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl yang terdiri dari unsur Ca 0.03 , Mg 2.6, Fe 0.74, S 0.3, B 0.085, Mn 0.14, Zn 0.55, Cu 0.006 dan Mo 0.02. Larutan pupuk perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan N dilakukan pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00–09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi N. Analisis N total dilakukan dengan metode Kjeldahl, sedangkan pengukuran N total dengan spektrofotometer ultraviolet visible Lampiran 2. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun, sedangkan analisis kandungan hara N dilakukan pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan N berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Status hara N dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif pertambahan tinggi tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif = 100 x Y Yi maks Yi = Pertumbuhan pada perlakuan hara N ke-i Y maks = Pertumbuhan maksimum pada status hara N. Nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable Y selanjutnya dihubungkan dengan nilai kandungan hara N daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang 21 mempunyai nilai R 2 tertinggi dipakai untuk menentukan status hara N pada bibit duku. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara N daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu: 1 sangat rendah 50, 2 rendah 50 ≤ Y 75, 3 cukup 75 ≤ Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Bibit Duku terhadap Pemberian Nitrogen Tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak berbeda nyata. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi N, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 200 ppm, kemudian menurun pada konsentrasi 400 dan 800 ppm Tabel 1. Tabel 1 Pengaruh pemberian N terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada bibit duku setelah 12 bulan Perlakuan ppm N Tinggi Tanaman cm Jumlah Daun lembar Diameter Batang cm 36.25 4.22 0.78 100 45.52 5.00 0.78 200 47.78 5.50 0.81 400 42.17 3.44 0.79 800 34.88 3.78 0.66 F test: ns Pola Respon Q Q - : nyata pada taraf uji 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik. Konsentrasi N 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0 dan 100 ppm serta konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 400 dan 800 ppm Gambar 2. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 200 ppm pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan jumlah daun lebih sedikit, hal ini disebabkan karena N yang dibutuhkan untuk tanaman dapat tumbuh optimal tidak terpenuhi. Nitrogen 22 merupakan bagian dari klorofil yang dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Hasil penelitian Boussadia et al 2010 pada tanaman zaitun yang defisiensi N kandungan klorofil daun dan laju fotosintesis menurun. Nitrogen juga berperan penting pada pembentukan protoplasma dan sebagai penyusun struktur sel tanaman serta dalam pembelahan sel, sehingga N merupakan komponen yang sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman duku juga lebih lambat pada konsentrasi N 400 ppm dan 800 ppm dibandingkan dengan konsentrasi 200 ppm, hal ini disebabkan karena kebutuhan N telah melebihi kebutuhan optimal untuk pertumbuhan bibit duku. Pertumbuhan tanaman yang kelebihan N terhambat diduga karena urea mengalami hidrolisis pada kondisi media yang lembab menjadi NH 4 + . Menurut Wong 2005, NH 4 + dalam jumlah yang berlebih dapat menimbulkan gejala keracunan yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada ujung akar dan kerusakan jaringan xilem. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke batang dan daun berkurang, daun mengalami kekeringan dan stomata menutup, selanjutnya laju fotosintesis rendah dan akhirnya pertumbuhan tanaman terhambat. Gejala Defisiensi dan Kelebihan Nitrogen pada Bibit Duku Secara visual gejala defisiensi N yang terjadi pada perlakuan 0 ppm dan 100 ppm N, diawali dengan adanya bercak-bercak warna kuning yang bentuknya tidak beraturan pada helaian daun, warna daun menjadi hijau kekuningan, tetapi tulang daun tetap berwarna hijau Gambar 3A. Gejala ini bila terus berlanjut akan memperlihatkan warna kuning yang semakin banyak pada helaian daun Gambar 3B dan akhirnya seluruh permukaan daun akan berwarna kuning, termasuk tulang daun dan daun akan gugur. Defisiensi N juga menyebabkan ukuran daun yang baru terbentuk menjadi lebih kecil, karena suplai N dari dalam tanah melalui akar berkurang. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sumbangan N ke daun muda menurun dengan menguning dan menuanya daun-daun bagian bawah. Bila ketersediaan N tidak cukup, protein pada daun tua dihidrolisis dan asam amino yang dihasilkan diredistribusikan ke daun muda. Protein kloroplas dihidrolisis dan kandungan klorofil akan berkurang, akibatnya akan muncul warna kuning pada daun tua yang merupakan gejala pertama dari defisiensi N. 23 Gambar 2 Bibit duku umur 12 bulan 0, 100 dan 200 ppm; umur 6 bulan 400 ppm dan umur 3 bulan 800 ppm setelah pemberian pupuk N. Gambar 3 Gejala defisiensi A, B, kecukupan C dan kelebihan D, E N pada daun duku dewasa. Warna kuning pertama terlihat pada daun tua atau daun bagian bawah, disebabkan karena pada saat konsentrasi N rendah pada daun, N ditranslokasikan dari daun tua ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi N mulai kelihatan dari daun tua. Daun merupakan organ fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa organik untuk pertumbuhan tanaman Marschner 1995, sedangkan klorofil berfungsi sebagai pigmen penangkap cahaya untuk fotosintesis, yang menghasilkan karbohidrat, sebagai sumber energi pada proses respirasi sehingga tanaman dapat melangsungkan hidupnya Marschner 1995; Havlin et al. 1999. Berdasarkan pentingnya peranan daun dan klorofil tersebut terhadap pertumbuhan tanaman, maka apabila tanaman defisiensi N pertumbuhannya akan terhambat Kebutuhan N terpenuhi pada perlakuan 200 ppm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3C, dimana daun berwarna hijau tua dan mengkilat serta pertumbuhan ppm ppm 100 ppm 200 ppm 400 ppm 800 ppm 24 tanaman juga lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya Gambar 2. Pada perlakuan 400 ppm dan 800 ppm N, daun berwarna hijau kecoklatan dan kemudian berubah warna menjadi coklat yang dimulai dari tepi daun, menuju ke bagian tengah, terakhir tulang daun bagian tengah juga akan berwarna coklat. Pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung ke atas atau kearah dalam dan akhirnya rontok Gambar 3D dan 3E. Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua di bagian bawah dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti dijelaskan oleh Liferdi 2010 juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. 1995 kelebihan N menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis pada ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus. Konsentrasi N 400 ppm dan 800 ppm tersebut melebihi konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal bibit duku. Nitrogen yang berlebih akan menyebabkan daun kering warna coklat dan menggulung. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem dan floem. Rusaknya jaringan xilem dan floem mengakibatkan transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu. Kerusakan jaringan tersebut diduga karena kandungan garam terlarut berlebih, yang berasal dari urea yang diberikan, nilai salt index urea 75 Mortvedt 2001. Garam terlarut ini cepat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, diakumulasikan pada ujung dan tepi daun, sehingga terlihat gejala nekrosis. Pada konsentrasi 800 ppm diduga garam terlarut sudah berada pada tingkat meracuni tanaman dengan karakteristik gejala daun kering terbakar, pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun menggulung. Penyebab lain dapat berasal dari sumber pupuk N yang diberikan dalam hal ini urea atau CONH 2 2 bereaksi dengan H 2 O dengan bantuan enzim urease menghasilkan amoniun karbamat atau NH 4 2 CO 3 yang selanjutnya terurai 25 menjadi NH 4 + dan CO 3 2- Havlin et al. 1999. Amonium yang berlebihan menurut Wong 2005 menyebabkan gejala keracunan yang ditandai dengan terjadinya nekrosis pada ujung akar dan kerusakan jaringan xilem. Pendapat ini didukung oleh Brito dan Kronzucker 2002 yang menyatakan bahwa tanaman yang mengalami keracunan NH 4 + menyebabkan jaringan akar mengalami kerusakan dan perkembangannya terhambat. Hal ini menyebabkan serapan air dan hara N ke batang dan daun berkurang. Daun mengalami defisiensi air, akibatnya stomata menutup dan laju fotosintesis rendah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Pertumbuhan yang lambat pada konsentrasi N yang berlebih diduga juga dapat disebabkan oleh senyawa biuret yang berasal dari pupuk urea. Menurut Mikkelsen 2007, konsentrasi biuret yang tinggi akan mengganggu metabolisme N dan menghambat pembentukan protein di dalam tanaman. Biuret menyebabkan konsentrasi N rendah dan menimbulkan gejala kering pada daun. Biuret juga mengganggu aktifitas normal beberapa enzim penting untuk pertumbuhan tanaman, meningkatkan beberapa enzim dan menurunkan yang lainnya, dibandingkan daun yang sehat. Pupuk urea mengandung 1.0–2.0 biuret, dan ini umumnya masih dapat ditoleransi oleh tanaman, tetapi ada tanaman yang sensitif terhadap konsentrasi biuret 1.0, seperti jeruk dan nenas. Daun tanaman jeruk yang keracunan biuret akan berwarna kuning dimulai dari bagian ujung daun dan tidak pernah kembali berwarna normal, karena metabolisme biuret di dalam tanaman lambat, dikuti pemupukan N selanjutnya yang kemungkinan terjadi efek kumulatif khususnya pada tanaman tahunan. Keracunan biuret ini mungkin juga terjadi pada bibit tanaman duku yang diberi pupuk 400 dan 800 ppm N, dan dalam hal ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi minimal biuret untuk tanaman duku. Secara ringkas uraian kenampakan gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N pada bibit duku dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis daun dapat memverifikasi defisiensi hara atau mengidentifikasi keracunan atau kelebihan akumulasi hara yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Analisis daun dan tangkai daun akan membantu kita menunjukkan dengan tepat masalah produksi yang berhubungan dengan hara Wall 2010. Diagnosis berdasarkan 26 analisis daun lebih akurat dari pada diagnosis gejala itu sendiri untuk mengetahui defisiensi hara. Analisis daun meningkatkan kesempatan membuat diagnosis yang benar dan terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi gejala tersembunyi atau defisiensi hara palsu Bell et al. 2003. Analisis daun yang dilakukan terhadap gejala visual yang tampak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan N secara visual pada bibit duku Gejala Organ tanaman Defisiensi Kecukupan Kelebihan Daun tua Klorosis, diawali dengan munculnya bercak-bercak kuning pada helaian daun, warna daun menjadi hijau kekuningan, selanjutnya warna kuning semakin banyak dan menutupi seluruh permukaan daun Gambar 3A dan 3B. Hijau tua dan permukaan daun mengkilat Gambar 3C. Nekrotik, diawali dengan perubahan warna daun menjadi hijau kecoklatan pada tepi daun menuju ke tangah helaian daun, selanjutnya daun kering dan warna coklat menutupi seluruh permukaan daun serta daun menggulung keatas Gambar 3D dan 3E Daun muda Hijau terang, ukuran lebih kecil Hijau tua Daun kering berwarna coklat Tulang daun Tulang daun berubah warna menjadi hijau muda - kuning. Hijau tua Tulang daun berubah warna menjadi coklat. Tangkai daun Hijau muda – kuning Hijau tua Hijau-coklat Pertama muncul Tepi daun tua menuju ke tengah helaian daun. - Tepi daun tua menuju ke tengah helaian daun. Tabel 3 Rata-Rata konsentrasi nitrogen daun berdasarkan gejala visual Perlakuan ppm N Konsentrasi N Daun Tingkat Gejala secara visual 1.12 Sangat kurang 100 1.30 Kurang-cukup 200 1.39 Cukup 400 1.49 Cukup-lebih 800 1.80 Berlebih F test: Pola Respon L : nyata pada taraf uji 1, L: linier. 27 a : defisiensi N berat b : level kritis defisiensi N c : level kritis kelebihan N SR : sangat rendah R : rendah S : sedang T : tinggi ST : sangat tinggi y = -436.75x 2 + 1277.5x - 854.77 R 2 = 0.6752 20 40 60 80 100 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Konsentrasi N Daun P e rt a m b a h a n t in g g i r e la tif SR R S T ST c b a Peningkatan konsentrasi N akan meningkatkan kandungan N pada daun dengan pola respon linier, seperti terlihat pada Tabel 3. Peningkatan konsentrasi N juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman sampai konsentrasi 200 ppm dan menurun pada konsentrasi 400 ppm dan 800 ppm Tabel 1. Hasil analisis daun pada Tabel 3 bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 1, maka diperoleh nilai konsentrasi N sangat kurang: 1.12, kurang: 1.12 ≤ N 1.30, cukup 1.30 ≤ N 1.49 dan berlebih bila 1.49. Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Nitrogen pada Bibit Duku Status hara N daun dengan pertambahan tinggi relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R 2 sebesar 0.68. Status hara N sangat rendah: 1.20, rendah: 1.20 ≤ N 1.36, sedang: 1.36 ≤ N 1.46, tinggi dan sangat tinggi ≥ 1.46 Gambar 4. Peningkatan konsentrasi N daun sampai dengan 1.46 dapat meningkatkan pertambahan tinggi relatif, tetapi pada konsentrasi N 1.46 laju pertumbuhan menurun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi N yang terlalu tinggi dapat bersifat merusak atau meracuni tanaman, dalam hal ini merusak jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem, sehingga transfort air dan hara N terhambat atau berkurang dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan tanaman. Gambar 4 Hubungan konsentrasi N daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku. Kisaran kecukupan hara N merupakan konsentrasi kritis minimal yang diperlukan untuk memelihara pertumbuhan tanaman. Level kritis didefinisikan 28 sebagai level dimana pertumbuhan atau hasil 5–10 dibawah maksimum Marschner 1995. Keadaan di bawah dan diatas kisaran kecukupan, akan menyebabkan terjadinya gejala defisiensi dan kelebihan N. Gejala defisiensi N akan muncul pada saat status hara rendah atau konsentrasi N daun berada pada tingkat minimum, sedangkan gejala kelebihan N mulai telihat pada saat konsentrasi N daun memberikan pertumbuhan melewati batas maksimum Gambar 4. Status hara N sangat rendah pada bibit duku 1.20 lebih tinggi dari hasil penelitian Liferdi 2010 pada daun manggis yaitu 0.73. Hal yang sama juga terjadi untuk konsentrasi N status sedang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum bibit duku yaitu 1.36 ≤ N 1.46 lebih tinggi dari bibit manggis yaitu 0.94–1.18. Namun demikian, status hara N sedang pada bibit duku lebih rendah dari pada kebutuhan N optimum yang setara dengan status sedang pada penelitian ini bibit jeruk yaitu 1.80–2.6 yang didapatkan oleh Bondada et al. 2001. Konsentrasi N daun duku 1.46 akan menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi N 1.18 . Pertumbuhan bibit duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g urea2 bulan Gambar 5. Penambahan N pada status hara sangat rendah akan meningkatkan pertumbuhan dan kandungan unsur N di dalam jaringan tanaman. y = -0.0003x 2 + 0.239x + 56.167 R 2 = 0.7113 20 40 60 80 100 120 100 200 300 400 500 600 700 800 Konsentrasi pupuk N ppm P e rt a m b a h a n t in g g i r e la tif Gambar 5 Pengaruh konsentrasi pupuk N terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah. 29 Kesimpulan 1. Gejala defisiensi N pada bibit duku dapat dilihat dari daun tua yang ditandai dengan bercak-bercak kuning pada helaian daun, tulang daun tetap berwarna hijau, pada tahap lanjut seluruh daun mengalami klorosis dan pertumbuhan bibit lambat; kecukupan N memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun berwarna hijau tua; gejala kelebihan N pada bibit duku terlihat pada daun tua yang kering, berwarna coklat, tepi daun menggulung dan pertumbuhan bibit lambat. 2. Status hara N sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi N daun 1.20, rendah: 1.20 ≤ N 1.36, sedang: 1.36 ≤ N 1,46, tinggi dan sangat tinggi: ≥ 1.46. 3. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 398 ppm N, setara dengan 79 g ureatahun atau 13 g urea2 bulan. PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA FOSFOR PADA BIBIT DUKU Abstrak Fosfor P merupakan salah satu hara utama tanaman, unsur pokok dari sel tanaman, penting untuk pembelahan dan perkembangan sel tanaman. Fosfor khususnya berperan dalam menangkap dan mengkonversi energi matahari ke dalam bentuk senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Penelitian status hara P dilaksanakan di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi P: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala defisiensi P ditandai dengan pertumbuhan bibit lambat, perubahan warna daun menjadi hijau kecoklatan, jumlah daun 4.56 helai dan konsentrasi P daun pada status hara sangat rendah 0.09 dan rendah 0.09 ≤ P 0.14. Kecukupan P ditandai dengan pertumbuhan yang normal, daun berwarna hijau tua mengkilat, jumlah daun 4.56–7.00 helai dan konsentrasi P daun pada status hara sedang 0.14 ≤ P 0.25. Gejala kelebihan P memperlihatkan pertumbuhan bibit lambat, daun berwarna hijau dengan bercak kuning dan nekrotik pada helaian daun, jumlah daun kurang dari 4.56 helai, dan konsentrasi P daun pada status hara tinggi dan sangat tinggi ≥ 0.25. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 195 ppm P, setara dengan 115 g SP-36tahun atau 58 g SP-366 bulan. Kata kunci : Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi P daun. Abstract Phosphorus, one of the major plant nutrients which is a constituent of plant cells, is essential for cell division and development of the growing tip of the plant. Symptoms of P deficiency or excessive can be seen mainly in the leaves. The sign can be detected visually and can be done by to identifying P concentration in the each condition. The study of P status was conducted in Jambi Provinces, which was apply on duku seedling that planted in sand culture. The study was conducted in randomized complete block design, with five treatments that consisted of three plants each treatment and in three replications. The treatments consisted of five P levels: 0, 50, 100, 200, and 400 ppm. The results showed that P deficiency symptoms were characterized by stunted growth of seedlings, green- brownish and lusterless discoloration, number of leaves 4.56 and leaf P concentration 0.09 very low nutrient status and 0.09 ≤ P 0.14 low nutrient status. Adequacy of P concentration was characterized by normal growth, shiny green leaves, number of leaves 4.56–7.00 and leaf P concentration 0.14 ≤ P 0.25 medium nutrient status. Symptoms of excessive P was showed by stunted growth of seedlings, green leaves with yellow and necrotic spots on the leaf blade, number of leaves 4.56, P concentrations in the leaf ≥ 32 0.25 high and very high nutrient status. The maximum growth of duku seedling for very low nutrient status was 195 ppm P, equivalent to 115 g SP- 36year or 58 g SP-366 month. Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf P concentration. Pendahuluan Latar Belakang Fosfor P penting untuk pertumbuhan tanaman dan ditemukan dalam setiap sel tanaman yang hidup. Fosfor terlibat dalam transfer energi dalam bentuk ATP, fotosintesis, transformasi gula dan pati, pergerakan hara dalam tanaman dan transfer karakter genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya Amstrong 1999. Fosfor adalah komponen penting dari DNA dan RNA untuk membentuk protein, ATP yang dibentuk selama fotosintesis dan berperan penting dalam reaksi fosforilasi, kegiatan enzim dan metabolisme tanaman Amtmann dan Armengaud 2009; Jones 2004. Fungsi penting P menurut Hochmuth et al. 2009 adalah perannya dalam asam nukleat, membangun blok untuk material kode genetik dalam sel tanaman. Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat H 2 PO 4 - dan bersifat sangat mobil di dalam tanaman Hochmuth et al. 2009. Transfor P ke dalam sel tanaman melalui membran plasma eflux dan influx yang merupakan mekanisme utama memelihara homostatis P Jones 2004. Konsentrasi P di dalam tanaman 0.1–1.0 dari berat kering, dengan nilai kecukupan 0.2–0.4 pada daun yang baru dewasa. Defisiensi P bila kurang dari 0.2 dan berlebih diatas 1.0 Jones et al. 1991 . Gejala defisiensi dan kelebihan fosfor dapat dideteksi dengan pengamatan visual dan analisis daun. Analisis daun membantu mendeteksi gejala defisiensi hara sebelum mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil. Heckman 2001 menyatakan bahwa analisis daun dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi gejala visual apakah mengalami defisiensi atau kelebihan hara. Kadar unsur hara tertentu di daun dapat dijadikan indikator adanya defisiensi, kecukupan atau kelebihan hara pada tanaman Hochmuth et al. 2004. Defisiensi hara biasanya dikenali dengan gejala khusus yang sebagian besar sering terjadi 33 pada daun. Pada beberapa kasus, gejala defisiensi, kelebihan atau kombinasi keduanya sulit diidentifikasi secara visual, sehingga dalam hal ini analisis daun dapat memberikan identifikasi yang lebih akurat Zekri dan Obreza 2009. Defisiensi P menyebabkan laju fotosintesis berkurang dengan cepat. Hal ini diduga karena beberapa tahap fiksasi karbon melibatkan gula fosfat Maathuis 2009. Defisiensi atau kelebihan P dapat menjadi masalah pada semua tanaman buah, ditandai dengan pohon buah tidak tumbuh dengan baik, buah rontok sebelum waktu panen normal, perkembangan bunga terbatas, persentase bunga menjadi buah dan buah yang dihasilkan berkurang Zekri dan Obreza 2009, menunda kematangan buah, mengurangi kualitas buah, sayuran dan tanaman biji- bijian serta ketahanan terhadap penyakit Amstrong 1999 Jumlah P yang optimal untuk pertumbuhan maksimum setiap tanaman buah berbeda-beda. Informasi tentang gejala defisiensi dan kelebihan P pada tanaman duku belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui gejala tersebut secara visual dan berdasarkan analisis daun tanaman. Gejala tersebut lebih mudah dideteksi dengan perlakuan pemberian hara P pada tanaman duku stadia bibit dari pada tanaman yang telah dewasa di lapang. Tujuan 1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P pada bibit duku secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2. Menentukan status hara P berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 3. Menentukan rekomendasi pemupukan P untuk pertumbuhan maksimum pada bibit duku. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27–29 o C. Persiapan sampel untuk analisis hara P dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 34 sedangkan analisis kimia dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Metode Penelitan Percobaan aplikasi pupuk P terdiri atas lima perlakuan konsentrasi yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Konsentrasi pupuk P bersumber dari CaH 2 PO 4 +CaSO 4 . terdiri dari: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm P. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat tujuh kg. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 200 ppm N, 100 ppm K, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl yang terdiri dari unsur Ca: 0.03 , Mg: 2.60, Fe: 0.74, S: 0.30, B: 0.085, Mn: 0.14, Zn: 0.55, Cu: 0.006 dan Mo: 0.02. Larutan pupuk perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan P dilakukan pada daun, karena sebagian besar terjadi pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00 – 09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi P. Analisis P total dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian diukur dengan spektrofotometer ultraviolet visible Lampiran 3. Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun. Kandungan hara P dianalisis pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan P berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras polinomial. Status hara P dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif pertambahan tinggi tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif = 100 x Y Yi maks Yi = Pertumbuhan pada perlakuan hara P ke-i. Y maks = Pertumbuhan maksimum pada status hara P. 35 Nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable Y selanjutnya dihubungkan dengan nilai kandungan hara P daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang mempunyai nilai R 2 tertinggi dipakai untuk menentukan status hara P pada bibit duku. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu: 1 sangat rendah 50, 2 rendah 50 ≤ Y 75, 3 cukup 75 ≤ Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Fosfor Tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi P, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 200 ppm, kemudian menurun pada konsentrasi 400 ppm. Pemberian pupuk P 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah dan konsentrasi yang lebih tinggi Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh pemberian P terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada bibit duku setelah 12 Bulan Perlakuan ppm P Tinggi Tanaman cm Jumlah Daun lembar Diameter Batang cm 35.60 4.56 0.70 50 39.02 5.22 0.70 100 40.53 5.44 0.67 200 45.85 7.00 0.81 400 35.48 4.56 0.74 F test: ns Pola Respon Q Q - : nyata pada taraf uji 5, = nyata pada taraf 1, ns = tidak nyata, Q = kuadratik 36 Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 200 ppm laju pertumbuhan tanaman menurun dan jumlah daun lebih sedikit, hal ini disebabkan karena P yang dibutuhkan untuk tanaman dapat tumbuh optimal tidak terpenuhi. Defisiensi dan kelebihan P menghasilkan pertumbuhan yang terbatas, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Fosfor merupakan komponen dari struktur asam nukleat yang kompleks dari tanaman, yang mengatur sintesis protein karena itu penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan baru tanaman. Kecukupan suplai P penting untuk perkembangan sel-sel baru dan untuk transfer kode genetik dari satu sel ke sel-sel lainnya yang baru dibentuk. Proses-proses tersebut dapat berlangsung optimum bila P cukup tersedia pada tanaman sehingga pertumbuhan serta perkembangan tanaman akan tampak normal Gambar 6. Bila suplai P rendah, proses tersebut akan terhambat dan pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Hal ini juga disebabkan karena transfer energi melalui pembentukan dan reduksi ikatan fosfat ATP berkurang, sedangkan pergerakan hara dalam tanaman sebagian besar tergantung pada transfort melalui membran sel yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP dan senyawa P energi tinggi lainnya untuk melawan tekanan osmosis. Fosfor juga berperan menyimpan dan mentransfer energi yang dihasilkan oleh proses fotosintesis untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan reproduktif tanaman. Defisiensi P juga akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman karena salah satu peran P dalam tanaman adalah mendorong vigor akar dan pertumbuhan tajuk Jones 1998; Marscher 1995 . Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan lambat pada tanaman duku yang defisiensi P, berhubungan dengan peran P dalam merangsang perkembangan akar . Konsentrasi P yang terlalu rendah atau tinggi pada tanaman menyebabkan akar yang terbentuk lebih sedikit Gambar 7, P yang dapat diserap oleh akar melalui difusi dan aliran massa juga lebih rendah, sehingga perkembangan tanaman menjadi lebih lambat. Fosfor yang masuk ke dalam akar tanaman, menurut Amstrong 1999 dapat disimpan di dalam akar atau di transfor ke bagian atas tanaman, melalui berbagai reaksi kimia, menyatu dengan senyawa-senyawa organik, termasuk asam nukleat DNA dan RNA, fosfoprotein, fosfolipid, gula fosfat, enzim dan senyawa fosfat berenergi tinggi ATP. Fosfor berperan penting pada proses-proses ini dan suplainya akan berkurang bila tanaman berada pada 37 kondisi defisiensi atau kelebihan P, yang pada tingkat lanjut akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Gambar 6 Bibit duku umur 12 bulan setelah pemberian pupuk P. Gambar 7 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C P pada akar bibit duku. Gejala Defisiensi dan Kelebihan Fosfor pada Bibit Duku Gejala defisiensi P terlihat pada konsentrasi 0 ppm sampai dengan 100 ppm P. Defisiensi P pada bibit duku ini pada awalnya menunjukkan pertumbuhan yang lambat, dan secara visual sulit dibedakan dengan tanaman yang kecukupan P pada konsentrasi 200 ppm. Daun dan tulang daun berwarna hijau kecoklatan dan tidak mengkilat atau kusam, dan jumlah daun lebih sedikit Gambar 8A. Gambar 8 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C P pada daun duku dewasa. A B C ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm 400 ppm A B C 38 Gejala ini pertama terlihat pada daun tua, hal ini disebabkan karena P ditranslokasikan melalui floem dari daun tua ke daun muda atau jaringan meristem yang aktif. Rehm dan Schmitt 2002 melaporkan bahwa sebagian besar tanaman yang defisiensi P ukurannya akan berkurang. Penelitian yang dilakukan pada tanaman jagung, defisiensi P menghambat translokasi karbohidrat di dalam tanaman, sehingga akan memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan terus menerus melalui proses fotosintesis. Hal ini akan menambah karbohidrat dan perkembangan warna hijau daun menjadi lebih gelap. Warna daun hijau gelap sampai hijau kebiruan dengan warna keunguan pada tangkai daun dan tulang daun bagian bawah dari daun muda. Secara ringkas kenampakan gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P pada bibit duku dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan P secara visual pada bibit duku Gejala Organ tanaman Defisiensi Kecukupan Kelebihan Daun tua Daun berubah warna menjadi hijau kecoklat- coklatan atau keunguan pada helaian daun dan tampak buram tidak bercahaya Gambar 8A. Hijau tua dan permukaan atas helaian daun mengkilat Gambar 8B. Bulatan yang tidak beraturan bentuknya, berwarna kuning, kemudian berubah warna menjadi putih dan coklat pada bagian tepi,dan dibagian luarnya warna kuning kembali. Bercak ini mulai tampak dari ujung dan tepi daun Gambar 8C. Tulang daun Hijau kecoklatan Hujau tua Hijau tua Tangkai daun Hijau kekuningan Hijau tua Hujau kekuningan Pertama muncul Ujung dan tepi daun tua - Ujung dan tepi daun tua Akar Akar serabut lebih sedikit Gambar 7A Akar serabut lebih banyak Gambar 7B Akar serabut lebih sedikit, rapuh dan mudah patah Gambar 7C 39 Kelebihan P menimbulkan gejala berbentuk bulatan yang tidak beraturan berwarna kuning, kemudian berubah warna menjadi putih dengan warna coklat nekrotik pada bagian tepi kemudian warna kuning di bagian luarnya. Gejala ini mulai tampak dari ujung dan tepi daun, menuju ke bagian pangkal daun Gambar 8C. Kelebihan P juga dapat mengakibatkan perkembangan akar lebih lambat Gambar 7C daripada akar yang mendapatkan cukup P Gambar 7B, akar rapuh dan mudah patah. Hochmuth et al. 2009 melaporkan bahwa kelebihan P pada daerah perakaran dapat mengurangi pertumbuhan tanaman karena kelebihan P akan mengurangi penyerapan Zn, Fe dan Cu, sehingga terjadi defisiensi ketiga unsur tersebut. Defisiensi P dapat pula dideteksi dengan analisis daun selain pengamatan secara visual. Analisis daun memberikan informasi terjadinya defisiensi dan besarnya penyerapan hara tanaman . Analisis daun digunakan untuk mendapatkan tingkat ketepatan yang tinggi dalam pengelolaan pemupukan. Tingkat hara aktual dalam tanaman yaitu defisiensi, kecukupan dan kelebihan dapat diperoleh dari analisis daun. Kisaran kecukupan hara adalah konsentrasi minimal yang diperlukan untuk memelihara pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Keadaan di bawah dan di atas kisaran kecukupan hara, akan menyebabkan kerusakan pada penampilan tanaman secara menyeluruh. Analisis daun yang dilakukan terhadap gejala visual dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-Rata konsentrasi P daun berdasarkan gejala visual Perlakuan ppm P Konsentrasi P Daun Tingkat Gejala secara visual 0.07 Sangat kurang 50 0.09 Kurang 100 0.13 Kurang-cukup 200 0.21 Cukup 400 0.43 Berlebih F test: Pola Respon L : nyata pada taraf uji 1, L: linier. Konsentrasi P daun meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi P dengan pola respon linier, seperti terlihat pada Tabel 6. Peningkatan konsentrasi 40 P juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman, sampai konsentrasi 200 ppm dan menurun pada konsentrasi 400 ppm Tabel 4. Hasil analisis daun pada Tabel 6, bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 4, maka diperoleh nilai konsentrasi P kurang bila 0.13, cukup 0.13 ≤ P ≤ 0.21 dan berlebih bila 0.21. Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Fosfor pada Bibit Duku Status hara P daun dengan pertumbuhan relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R 2 sebesar 0,77. Status hara P sangat rendah 0.09, rendah 0.09 ≤ P 0.14, sedang 0.14 ≤ P 0.25, tinggi dan sangat tinggi ≥ 0.25, seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Peningkatan konsentrasi P daun sampai dengan 0.25 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif, tetapi konsentrasi lebih dari 0.25 menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Pada saat konsentrasi P dibawah optimal atau diatas optimal akan muncul gejala defisiensi atau kelebihan P, seperti terlihat pada Gambar 9. Gambar 9 Hubungan konsentrasi P daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku. Konsentrasi hara P dikatakan cukup bila pertumbuhan tanaman normal, dan relatif konstan. Konsentrasi kritis terjadi saat pertumbuhan relatif tanaman berkurang 10 dari pertumbuhan maksimal dan merupakan zona transisi antara kecukupan dan defisiensi hara. Zona defisiensi terjadi pada saat konsentrasi hara y = -1949.5x 2 + 960.41x - 23.142 R 2 = 0.7709 20 40 60 80 100 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Konsentrasi P daun P e rt a m b a h a n t in g g i r e la tif SR R S T ST c b a a : defisiensi P berat b : level kritis defisiensi P c : level kritis kelebihan P SR : sangat rendah R : rendah S : sedang T : tinggi ST : sangat tinggi 41 daun berada di bawah zona transisi dan pertumbuhan tanaman berkurang drastis, sedangkan zona kelebihan terjadi saat konsentrasi hara lebih besar dari konsentrasi kecukupan Hochmuth et al. 2009. Konsentrasi P rendah atau tinggi akan menghambat pertumbuhan, dimana P merupakan unsur yang penting dalam merangsang pembentukan akar dan daun serta berperan dalam proses metabolisme pembawa energi dalam bentuk ATP dan mempunyai peran kunci dalam berbagai reaksi enzimatis. Defisiensi P akan menyebababkan suatu reduksi pada berbagai proses metabolisme termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis Jones 1998; Marscher 1995. Konsentrasi P berdasarkan status hara untuk pertumbuhan maksimum tanaman duku 0.14 ≤ P 0.25 lebih tinggi dari pada kebutuhan optimum pada tanaman manggis yaitu 0.10–0.19. Konsentrasi P daun duku 0.25 akan menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi P 0.19. Pertumbuhan bibit duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 195 ppm P, setara dengan 115 gtahun atau 58 g6 bulanGambar 10. y = -0.0015x 2 + 0.5846x + 65.955 R 2 = 0.4228 10 30 50 70 90 110 130 50 100 150 200 250 300 350 400 Konsentrasi pupuk P ppm P e rt a m b a h a n t in g g i re la tif Gambar 10 Pengaruh konsentrasi pupuk P terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah. 42 Kesimpulan 1. Gejala defisiensi P pada bibit duku ditandai dengan pertumbuhan yang lambat dan daun tua berwarna hijau kecoklatan; kecukupan P memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun warna hijau mengkilat; gejala kelebihan P dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman lambat, daun tua warna hijau dengan bercak-bercak kuning dan nekrotik. 2. Status hara P sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi P daun 0.09, rendah: 0.09 ≤ P 0.14, sedang: 0.14 ≤ P 0.25, tinggi dan sangat tinggi: ≥ 0.25. 3. Pertumbuhan maksimum pada bibit duku diperoleh pada konsentrasi 195 ppm P, setara dengan 115 g SP-36tahun atau 58 g SP-366 bulan. PENETAPAN STATUS KECUKUPAN HARA KALIUM PADA BIBIT DUKU Abstrak Kalium K merupakan unsur hara makro yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Kalium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi enzimatik dan keseimbangan kation-anion di dalam sitoplasma. Defisiensi atau kelebihan K akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi tanaman, sehingga perlu upaya untuk mencegah terjadinya gejala tersebut pada tanaman duku Lansium domesticum. Gejala defisiensi atau kelebihan K dapat dideteksi secara visual dan dengan mengetahui konsentrasi hara K pada masing-masing kondisi tersebut. Penelitian status hara K dilakukan di Jambi pada bibit duku umur dua tahun yang ditanam pada media pasir. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima level konsentrasi K: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm yang diaplikasikan dalam bentuk air irigasi setiap dua hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala defisiensi K terlihat pada tepi daun tua yang berwarna coklat dan kering, pertumbuhan bibit terhambat, jumlah daun 4.89 helai dan konsentrasi K daun pada status hara sangat rendah 1.00 dan rendah 1.00 ≤ K 1.26. Kecukupan K ditandai dengan pertumbuhan bibit normal, daun berwarna hijau tua, jumlah daun 4.89–5.67 helai dan konsentrasi K daun pada status hara sedang 1.26 ≤ K 1.62. Kelebihan K terlihat pada daun yang berwarna pucat, tepi daun kering berwarna coklat muda, pertumbuhan tanaman terhambat dan konsentrasi K daun tinggi dan sangat tinggi ≥ 1.62. Pertumbuhan maksimum bibit duku untuk status hara sangat rendah diperoleh pada konsentrasi 177 ppm K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan. Kata kunci : Gejala, defisiensi, kelebihan, konsentrasi K daun. Abstract Potassium K is an essential nutrient that influences crops growth, development and production. The functions of K in plants are the catalyst for a variety of enzymatic reactions and cation-anion balance in the cytoplasm. Both deficiency and excessive of potassium will inhibit growth and decrease crop production. It is important to know an occurrence of these symptoms on Duku Lansium domesticum. Symptoms of K deficiency or K excessive can be seen mainly in the leaves. The sign can be detected visually and can be related to identify K concentration in the each condition. The study of K status was conducted in Jambi Provinces, which was apply on duku seedling that planted in sand culture. The study was conducted in randomized complete block design, with five treatments that consisted of three plants each treatment and three replications. The treatments were consisted of five K levels: 0, 50, 100, 200, and 400 ppm. The results showed that K deficiency symptoms appear on older leaves which were characterized by color changes to brown and dry leaves on the margin 44 of leaves; stunted growth of seedlings; number of leaves 4.90 and leaf K concentration on very low nutrient status 1.00 and low nutrient status 1.00 ≤ K 1.26. Adequacy of K concentration was characterized by normal growth, dark green leaves, number of leaves 4.89–5.67 and leaf K concentration 1.26 ≤ K 1.62 medium nutrient status. Symptoms of excessive K was showed by pale green leaves with dry leaf edges number of leaves 4, stunted growth of seedlings, K concentrations in the leaf ≥ 1.62 high and very high nutrient status. The maximum growth of duku seedling for very low nutrient status was 177 ppm K, equivalent to 32 g KClyear or 5 g KCl2 month. Keywords : Symptom, deficiency, excessive, leaf K concentration. Pendahuluan Latar Belakang Gangguan hara pada tanaman buah merupakan salah satu masalah utama bagi petani atau pekebun buah di dunia. Apabila tanaman tidak menerima hara yang cukup maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak abnormal. Menurut Wijayani dan Indradewa 2004; diagnosis gangguan hara pada tanaman dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman. Analisis tanaman merupakan alat yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis gangguan hara yang terjadi selama pertumbuhan dan membantu menyempurnakan program efisiensi pemupukan sebelum gejala defisiensi atau kelebihan hara muncul, khususnya bermanfaat untuk tanaman tahunan. Teknik ini menentukan komposisi unsur dari jaringan tanaman selama pertumbuhan dan membandingkan nilai ini dengan ketentuan yang sudah ada untuk tanaman sehat dan normal. Hasil perbandingan ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu tanaman defisiensi atau kelebihan hara. Kalium merupakan salah satu unsur hara esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi. Peran K dalam tanaman adalah merangsang pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan ukuran buah, terlibat dalam pembentukan karbohidrat, translokasi gula dan dalam pembentukan jaringan xilem Drotleff 2010. Kalium juga mempunyai peranan sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi kekeringan dan penyakit yang menyerang. Kalium terlibat dalam memelihara status air tanaman dan tekanan turgor sel serta 45 membuka dan menutupnya stomata. Kalium erat kaitannya dengan pengaturan osmotik sel, stabilitas pH dan proses transpor membran dalam penyerapan air dan unsur hara Marschner 1995; Jones 1998. Peran utama K yang juga penting adalah sebagai aktifator katalisator dalam beberapa reaksi enzim pada tanaman. Beberapa enzim yang bertanggungjawab untuk reaksi sel membutuhkan K sebagai ko-faktor Hochmuth et al. 2009; Gardner et al. 1991; Dirjen Dikti 1991. Hopkins dan Hunner 2004 menambahkan tanaman membutuhkan K untuk sintesis protein, fotosintesis, dan memelihara keseimbangan kation:anion dalam sitosol dan vakuola. Kalium diserap dalam bentuk K + dan banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti-inti sel tidak mengandung K. Pada sel-sel K terdapat sebagai ion di dalam cairan sel dan merupakan bagian penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis. Defisiensi atau kelebihan K dapat menjadi masalah pada semua tanaman buah, dimana pohon buah tidak tumbuh dengan baik atau menghasilkan daun abnormal. Defisiensi K akan mengurangi hasil dan kualitas buah, karena peran K dalam memperkuat tubuh tanaman terhambat, sehingga daun, bunga, dan buah lebih mudah gugur. Defisiensi K dapat terjadi pada semua tipe tanah, akan tetapi sering berhubungan dengan drainase dan kehalusan tekstur tanah Benson 1994. Jumlah K yang optimal untuk pertumbuhan maksimum setiap tanaman buah berbeda-beda. Informasi tentang gejala defisiensi dan kelebihan K pada tanaman duku belum diketahui, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui gejala tersebut secara visual dan berdasarkan analisis daun tanaman. Gejala tersebut lebih mudah dideteksi dengan perlakuan pemberian hara K pada tanaman duku stadia bibit dari pada tanaman yang telah dewasa di lapang. Tujuan 1. Mendeteksi gejala defisiensi, kecukupan dan kelebihan K pada bibit duku secara visual dan berdasarkan analisis daun. 2. Menentukan status hara K berdasarkan pertumbuhan relatif bibit duku pada kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 3. Menentukan rekomendasi pemupukan K untuk pertumbuhan maksimum bibit duku. 46 Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Maret 2011 di Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27–29 o C. Persiapan sampel untuk analisis hara K dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Metode Penelitan Percobaan aplikasi pupuk K terdiri atas lima perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap. Pupuk K bersumber dari KCl terdiri dari: 0, 50, 100, 200, dan 400 ppm K. Setiap perlakuan terdiri atas tiga tanaman dan diulang tiga kali sehingga keseluruhan berjumlah 45 bibit duku yang berumur dua tahun. Bibit duku yang digunakan dipindahkan ke dalam polybag warna hitam ukuran 30 cm dengan media pasir seberat 7 kg. Pemindahan bibit dilakukan dengan cara membuang media tumbuh asal, akarnya dicuci hingga bersih, dan ditanam kembali pada polybag yang telah disediakan. Aplikasi pupuk selain perlakuan juga diberikan pupuk dasar yaitu 200 ppm N, 50 ppm P, dan pupuk majemuk sebanyak 1 gl yang terdiri dari unsur Ca 0.03 , Mg 2.60, Fe 0.74, S 0.30, B 0.085, Mn 0.14, Zn 0.55, Cu 0.006 dan Mo 0.02. Larutan pupuk perlakuan dan pupuk dasar diberikan dua hari sekali dengan cara menyiramkan ke dalam polybag, masing-masing dengan volume 50 ml. Deteksi gejala defisiensi dan kelebihan K dilakukan pada daun, karena sebagian besar terjadi pada daun. Pengambilan sampel daun dilakukan pukul 07.00 – 09.00 WIB pada daun ketiga dewasa yang mengalami gejala defisiensi K dan dianalisis dengan metode pengabuan basah, selanjutnya K total di ukur dengan spektrofotometer serapan atom Lampiran 4. Pengamatan pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun. Analisis kandungan hara K dilakukan pada daun yang mengalami defisiensi, kecukupan dan kelebihan K berdasarkan deteksi gejala secara visual. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam dan uji kontras 47 polinomial. Status hara K dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan relatif pertambahan tinggi tanaman, dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan relatif = 100 x Y Yi maks Yi = Pertumbuhan pada perlakuan hara K ke-i Y maks = Pertumbuhan maksimum pada status hara K. Nilai pertumbuhan relatif sebagai dependent variable Y selanjutnya dihubungkan dengan nilai kandungan hara K daun sebagai independent variable X untuk dianalisis dengan model regresi linier dan kuadratik. Model yang mempunyai nilai R 2 tertinggi dipakai untuk menentukan status hara K pada bibit duku. Berdasarkan model yang telah ditetapkan maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara K daun dengan pertumbuhan relatif untuk menentukan kelas ketersediaan hara. Kidder 1993 membagi ke dalam lima kategori kelas ketersedian hara berdasarkan persentase pertumbuhan relatif yaitu: 1 sangat rendah 50, 2 rendah 50 ≤ Y 75, 3 cukup 75 ≤ Y 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi 100. Hasil dan Pembahasan Respon Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Kalium Tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda sangat nyata dengan pola respon kuadratik, sedangkan diameter batang tidak berbeda nyata. Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi K, dan mencapai maksimum pada konsentrasi 100 ppm, kemudian menurun pada konsentrasi 200 dan 400 ppm Tabel 7. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi K 100 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik pada bibit duku dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 100 ppm. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan K di dalam jaringan, dimana K memelihara keseimbangan kation:anion dan pH sitoplasma, yang menjadi prasyarat untuk aktifitas normal sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil Krishna 2002. 48 Gardner et al. 1991 menambahkan K juga berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan, indeks luas daun dan laju asimilasi CO 2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ pengguna sink. Tanaman membutuhkan K untuk memproduksi molekul fosfat berenergi tinggi ATP, yang dihasilkan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Jumlah CO 2 yang diasimilasi menjadi gula selama fotosintesis menurun dengan tajam bila terjadi defisiensi K dan 50 dari jumlah total unsur ini di daun terkonsentrasi dalam kloroplas, sehingga gejala defisiensi umumnya tampak pada daun dan pertumbuhan yang lambat Tisdale et al. 1985. Tabel 7 Pengaruh pemberian K terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada bibit duku setelah 12 Bulan Perlakuan ppm K Tinggi Tanaman cm Jumlah Daun lembar Diameter Batang cm 36.20 4.89 0.79 50 39.72 5.44 0.73 100 42.56 5.67 0.81 200 39.03 4.00 0.72 400 35.19 4.00 0.76 F test: ns Pola Respon Q L - : nyata pada taraf uji 5, : nyata pada taraf 1, ns: tidak nyata, Q: kuadratik, L: linier Secara visual perbedaan pertumbuhan tanaman pada bibit duku umur 12 bulan setelah perlakuan K dapat dilihat pada Gambar 11. Gejala Defisiensi dan Kelebihan Kalium pada Bibit Duku Gejala defisiensi K secara visual terlihat pada pemberian konsentrasi K 0 ppm dan 50 ppm. Defisiensi K tidak segera menunjukkan gejala yang tampak pada awalnya, tetapi hanya terjadi penurunan laju pertumbuhan. Gejala akan tampak pada tahap lanjut atau gejala berat yaitu tepi dan ujung daun berwarna coklat dan kering, mulai dari daun bagian bawah atau daun tua Gambar 12A. Hal ini juga dinyatakan oleh Mengel dan Kirkby 2001, bahwa defisiensi K tidak segera memperlihatkan gejala gejala tersembunyi, laju pertumbuhan menurun pada tahap awal dan selanjutnya terjadi klorosis dan nekrosis pada daun. Pada daun tua terjadi burik yang berkelompok atau klorosis dan tepi daun kering. 49 Gambar 11 Bibit duku umur 12 bulan setelah pemberian pupuk K. Kalium diangkut dari akar ke daun melalui batang dan tulang-tulang daun, di bagian tersebut kadar K lebih tinggi daripada bagian helai daun, sehingga gejala defisiensi K dimulai dari helai daun. Pada saat konsentrasi K rendah pada daun, K ditranslokasikan dari daun tua daun bagian bawah ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk tanaman. Kalium merupakan unsur hara yang pergerakannya mobil dan dapat ditranslokasikasikan dari jaringan tua ke jaringan muda, sehingga gejala defisiensi K mulai terlihat pada daun tua Jones 1998; Hopkins 2004. Gambar 12 Gejala defisiensi A, kecukupan B dan kelebihan C K pada daun duku dewasa. Kegiatan fotosintesis menurun dengan menurunnya kandungan K dan sebaliknya dapat meningkatkan respirasi, sehingga penyaluran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga akan berkurang. Laju fotosintesis dan proses metabolisme tanaman menurun dipengaruhi oleh berkurangnya peranan K dalam A B C ppm 100 ppm 200 ppm 400 ppm 50 ppm 50 mengatur ketersediaan air yang cukup dan turgor dalam tanaman, dimana air mutlak diperlukan dalam proses ini. Kebutuhan K terpenuhi pada perlakuan 100 ppm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 12B, dimana daun berwarna hijau cerah dan pertumbuhan tanaman juga lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya Gambar 11. Gejala yang tampak pada perlakuan 200 ppm dan 400 ppm yaitu helaian daun berwarna hijau pucat, tepi daun berwarna coklat muda dan kering, kemudian menyebar ke bagian tengah daun. Gejala ini pertama terdeteksi pada daun tua Gambar 12C. Gejala ini diduga bukan gejala kelebihan K, karena pada K dikenal istilah konsumsi mewah yaitu tanaman dapat menyerap K dalam jumlah yang berlebih. Gejala yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh plasmolisis yang terjadi pada jaringan akar, akibat indeks garam yang tinggi dari pupuk KCl yaitu 116. Gejala akibat garam terlarut yang berlebihan tersebut, pertama menimbulkan klorosis, kemudian berkembang menjadi nekrosis pada ujung dan tepi daun, selanjutnya daun terlihat seperti terbakar Mortvedt 2001. Hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada bibit duku yang diberi pupuk K dengan konsentrasi tinggi 200 dan 400 ppm. Kelebihan K dapat pula menyebabkan defisiensi hara Mg atau Ca, seperti dinyatakan oleh McCauley et al. 2009, kelebihan K akan mengurangi penyerapan hara Mg, sehingga terjadi defisiensi Mg dan dalam beberapa kasus juga menyebabkan defisiensi Ca. Gejala defisiensi dan kelebihan K selain dideteksi melalui pengamatan secara visual, juga dilakukan dengan analisis daun. Analisis daun dapat memverifikasi defisiensi hara atau mengidentifikasi keracunan atau kelebihan akumulasi hara yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Analisis daun dan tangkai daun akan membantu kita menunjukkan dengan tepat masalah produksi yang berhubungan dengan hara Wall 2010. Diagnosis berdasarkan analisis daun mendukung diagnosis gejala visual untuk mengetahui defisiensi hara. Analisis daun meningkatkan kesempatan membuat diagnosis yang benar dan terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi gejala tersembunyi atau defisiensi hara palsu Stefen et al. 2002; McCauley et al. 2009. Analisis daun yang dilakukan terhadap gejala visual yang tampak akibat defisiensi dan kelebihan K dapat dilihat pada Tabel 8. 51 Tabel 8 Rata-Rata konsentrasi K daun berdasarkan gejala visual Perlakuan ppm K Kandungan K Daun Tingkat Gejala secara visual 0,92 Kurang 50 1,20 kurang 100 1,67 Cukup - berlebih 200 2,01 Berlebih 400 2,33 Berlebih F test: Pola Respon L : nyata pada taraf uji 1. L: linier Peningkatan konsentrasi K akan meningkatkan kandungan K pada daun, seperti terlihat pada Tabel 8. Peningkatan konsentrasi K juga diikuti oleh peningkatan pertumbuhan tanaman sampai konsentrasi 100 ppm dan menurun pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm Tabel 7. Hasil analisis daun pada Tabel 8 bila dihubungkan dengan respon pertumbuhan bibit duku Tabel 7, maka diperoleh nilai konsentrasi K kurang bila 1.20, cukup 1.20 ≤ K 1.67 dan berlebih bila ≥ 1.67. Status Hara dan Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Bibit Duku Status hara K daun dengan pertumbuhan relatif mengikuti model regresi kuadratik dengan nilai R 2 sebesar 0.68. Status hara K sangat rendah 1.00, rendah 1.00 ≤ K 1.26, sedang 1.26 ≤ K 1.62, tinggi dan sangat tinggi ≥ 1.62 Gambar 13. Peningkatan konsentrasi K daun sampai dengan 1.62 dapat meningkatkan pertambahan tinggi relatif, tetapi konsentrasi lebih dari 1.62 menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Konsentrasi K berdasarkan status hara untuk pertumbuhan maksimum bibit duku 1.26 ≤ K 1.62 lebih tinggi dari pada kebutuhan optimum pada tanaman manggis yaitu 0.67–1.26 . Konsentrasi K daun duku 1.62 akan menurunkan pertumbuhan relatif sedangkan pada manggis pertumbuhan akan menurun pada konsentrasi K 1.26. Pupuk K yang diberikan melebihi kebutuhan optimum tanaman dapat menyebabkan defisiensi Mg dan ketidakseimbangan Ca. Kedua unsur tesebut merupakan unsur hara makro 52 y = -100.32x 2 + 325.04x - 175.28 R 2 = 0.8644 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 Konsentrasi K daun P e rt a m b a h a n t in g g i r e la tif SR R S T ST a b c esensial yang berperan dalam pembentukan klorofil dan pembelahan sel, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat Jones, 1998. Pertumbuhan bibit duku maksimum pada status hara sangat rendah dapat dicapai dengan pemberian 177 ppm K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan Gambar 14. Gambar 13 Hubungan konsentrasi K daun dengan pertambahan tinggi relatif bibit duku y = -0.0009x 2 + 0.3186x + 66.447 R 2 = 0.5671 30 50 70 90 110 50 100 150 200 250 300 350 400 Konsentrasi pupuk K ppm P e rt a m b a h a n t in g g i re la tif Gambar 14 Pengaruh konsentrasi pupuk K terhadap pertambahan tinggi relatif bibit duku pada status hara sangat rendah. a : defisiensi K berat b : level kritis defisiensi K c : level kritis kelebihan K SR : sangat rendah R : rendah S : sedang T : tinggi ST : sangat tinggi 53 Kesimpulan 1. Gejala defisiensi K pada bibit duku dapat terlihat dari tepi daun tua yang berwarna coklat atau kering, pertumbuhan terhambat; kecukupan K memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan daun berwarna hijau tua; gejala kelebihan K pada bibit duku terlihat pada daun yang berwarna pucat, tepi daun kering berwarna coklat muda dan pertumbuhan tanaman lambat. 2. Status hara K sangat rendah pada bibit duku apabila konsentrasi K daun 1.00, rendah: 1.00 ≤ K 1.26, sedang: 1.26 ≤ K 1.62 dan tinggi dan sangat tinggi: ≥ 1.62. 3. Pertumbuhan maksimum pada bibit duku diperoleh pada konsentrasi 177 ppm K, setara dengan 32 g KCltahun atau 5 g KCl2 bulan. UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P DAN K DAUN DENGAN HASIL TANAMAN DUKU Abstrak Analisis daun akan lebih tepat menggambarkan perubahan status hara tanaman yang berhubungan dengan perubahan produksi akibat pemupukan. Konsentrasi hara daun dipengaruhi oleh posisi daun pada tajuk. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku. Penelitian dilaksanakan di Desa Pemunduran, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2012. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Sampel yang digunakan adalah pohon duku yang relatif seragam umur 30–40 tahun dan terletak pada satu hamparan sebanyak 20 pohon. Sampel daun diambil dari cabang terminal yaitu: daun dewasa sebelum panen, saat panen dan setelah panen. Posisi pengambilan daun adalah daun yang terkena sinar matahari, pada tajuk bagian bawah dari anak daun kesatu dan ketiga dari cabang yang ada buah dan tidak ada buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun yang berkorelasi terbaik dengan hasil relatif pada tanaman duku adalah daun ketiga dewasa saat panen dari cabang yang tidak ada buah, dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0.87, 0.74, dan 0.71 untuk N, P dan K. Kata kunci : Daun dewasa, analisis daun, hasil relatif. Abstract Analysis of the leaves will be more accurately reflects changes in plant nutrient status associated with changes in production due to fertilization. Nutrient concentrations in the leaves were influenced by leaves position on the canopy. The objectives of this research were to determine proper leaves as diagnosis and to determine optimum N, P, K nutrients status of duku. The research was conducted in Pemunduran Village, Kumpeh Ulu District, Muaro Jambi Regency. Chemical analysis was carried on at laboratory of Indonesian Soil Research Institute. The were twenty samples of duku tree, with relatively the same aged 30–40 years, and located in the same area. Leaves samples were mature leaves in the terminal branches, i.e. mature leaves before harvest time, mature leaves at harvest time, and mature leaves after harvest. The leaves samples position were at the first and the third leaves from fruiting and non-fruiting branches. The research indicated that the leaves which have the best correlation with the relative yield located in the third mature leaves at harvest time of non fruiting branches correlation coefficient 0.87, 0.74, and 0.71 for N, P and K, respectively. Keywords : Mature leaf, leaf analysis, relative yield. 56 Pendahuluan Latar Belakang Analisis daun adalah suatu metode untuk menduga kebutuhan hara tanaman berdasarkan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu, ada hubungan positif antara ketersediaan hara, kandungan hara daun dan hasil atau kualitas. Ketersediaan hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah Bhargava 2002. Analisis daun telah digunakan secara luas sebagai alat diagnosis selama beberapa tahun untuk menentukan kebutuhan hara tanaman sebelum terjadi gangguan hara. Konsentrasi hara daun dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status hara tanaman, yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman Stebbins dan Wilder 2003. Konsentrasi hara daun antara lain dipengaruhi oleh posisi daun pada tajuk. Tipe tajuk pada tanaman buah ada tiga, pertama: tajuk yang muncul satu kali dan semua daun mempunyai umur yang sama, kedua: tajuk yang tumbuh secara terus menerus dan setiap daun mempunyai umur yang berbeda dan ketiga: tajuk yang memberi pertumbuhan baru seperti halnya memberikan cabang setiap setelah dua daun Bhargava 2002. Tanaman duku mempunyai tipe tajuk yang pertama, yaitu muncul satu kali dan semua daun mempunyai umur yang sama. Pengambilan contoh daun yang tepat dapat dilaksanakan apabila perubahan konsentrasi hara pada periode perkembangan tanaman mempunyai korelasi terbaik dengan produksi Bhargava 2002. Kidder 1993 menyatakan bahwa, untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun dilakukan melalui uji korelasi. Daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan produksi digunakan pada uji kalibrasi. Nilai analisis daun yang diperoleh dari laboratorium dihubungkan dengan produksi sehingga diperoleh status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pada tanaman duku Lansium domesticum, belum diketahui daun mana yang dapat menggambarkan status hara tersebut. Bila daun sampel telah diketahui maka dapat digunakan untuk menentukan kategori status hara serta model yang 57 sesuai untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan penelitian tentang korelasi antara konsentrasi hara N, P dan K pada berbagai posisi daun dengan hasil tanaman duku. Tujuan Menetapkan daun yang tepat untuk diagnosis status hara N, P, dan K berdasarkan posisi daun, yaitu daun yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi hara N, P, dan K daun dengan hasil relatif tanaman duku. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Maret 2012, di daerah sentra duku Jambi yaitu Desa Pemunduran, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut. Persiapan sampel untuk analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor. Metode Penelitian Sampel daun berasal dari pohon duku yang relatif seragam umur 30–40 tahun dan terletak pada satu hamparan sebanyak 20 pohon Lampiran 1. Sampel daun diambil dari cabang terminal, dengan kriteria seperti pada Tabel 9 dan Gambar 15. Daun pada Tabel 9 tersebut dikorelasikan dengan hasil relatif dan dipilih yang mempunyai korelasi terbaik, selanjutnya daun terpilih ini dipakai pada uji kalibrasi. Daun yang diambil adalah daun yang terkena sinar matahari dan terletak pada tajuk bagian bawah. Pengambilan sampel daun dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00 WIB. Daun sampel tersebut kemudian dibersihkan dengan menggunakan tisu, dikeringkan dalam oven pada suhu 90 o C untuk dua jam pertama dan selanjutnya 70 o C sampai berat konstan. Daun yang telah kering diblender dan diayak dengan ayakan 0.5 mm, kemudian dilakukan analisis konsentrasi hara N, P dan K. Analisis N total menggunakan metode Kjeldahl, 58 sedangkan P dan K dengan pengabuan basah. Pengukuran N dan P dilakukan dengan spektrofotometer ultraviolet visible sedangkan K dengan spektrofotometer serapan atom Lampiran 2–4. Gambar 15 Pengambilan sampel berdasarkan posisi daun pada tajuk. Tabel 9 Posisi dan waktu pengambilan sampel daun Posisi daun Kondisi cabang Kondisi daun Waktu sampel daun Daun ke-1 Tidak ada buah Dewasa Sebelum panen Daun ke-1 Ada buah Dewasa Sebelum panen Daun ke-3 Tidak ada buah Dewasa Sebelum panen Daun ke-3 Ada buah Dewasa Sebelum panen Daun ke-1 Tidak ada buah Dewasa Saat panen Daun ke-1 Ada buah Dewasa Saat panen Daun ke-3 Tidak ada buah Dewasa Saat panen Daun ke-3 Ada buah Dewasa Saat panen Daun ke-1 Tidak ada buah Dewasa Setelah panen Daun ke-1 Ada buah Dewasa Setelah panen Daun ke-3 Tidak ada buah Dewasa Setelah panen Daun ke-3 Ada buah Dewasa Setelah panen 2 1 1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah daun dewasa sebelum panen daun dewasa saat panen daun dewasa setelah panen daun ke-1 daun ke-3 2 1 2 1 2 1 1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah daun dewasa sebelum panen daun dewasa saat panen daun dewasa setelah panen daun ke-1 daun ke-3 1. Dahan ada buah 2. Dahan tidak ada buah daun dewasa sebelum panen daun dewasa saat panen daun dewasa setelah panen daun dewasa sebelum panen daun dewasa saat panen daun dewasa setelah panen daun ke-1 daun ke-3 59 Sampel tanah berasal dari daerah perakaran tanaman duku pada lima titik dalam satu hamparan lahan, kemudian dikompositkan, masing-masing pada kedalaman 0–30 cm dan 30–60 cm. Tanah dikering udarakan dan diayak dengan ayakan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama, kemudian dilakukan analisis kimia tanah pH, KTK, C-organik, N total, P dan K potensial, P dan K tersedia serta Mg dan Ca dapat ditukar. Pengamatan dilakukan terhadap data produksi per pohon, tinggi muka air tanah dan iklim. Tinggi muka air tanah dilakukan dengan membuat lubang sedalam 1.5 meter dengan bor tanah, kemudian dimasukkan pipa paralon ukuran ¾ inch yang telah dilubangi kiri kanannya dengan jarak 10 cm dan bagian atas ditutup dengan penutup pipa Lampiran 5. Lubang dibuat sebanyak tiga buah pada lahan pertanaman duku dan dilakukan pengamatan dua-tiga minggu sekali sampai tanaman panen, sehingga didapatkan gambaran tinggi muka air tanah dalam satu tahun produksi. Pengamatan iklim dilakukan terhadap suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian berlangsung. Data produksi buah per pohon dalam bentuk hasil relatif RY dikorelasikan dengan konsentrasi hara N, P dan K daun pada setiap posisi daun X dan dianalisis dengan korelasi linear sederhana sebagai berikut: nΣX i Y i - ΣX i ΣY i r xy = √ [nΣX i 2 - ΣX i 2 ] [nΣY i 2 - ΣY i 2 ] Nilai r menunjukkan kekuatan hubungan linear. Nilai korelasi berada pada interval -1 ≤ r ≤ 1. Tanda – dan + menunjukkan arah hubungan. Menurut Sulaiman 2002 ukuran korelasi adalah sebagai berikut: 0.70–1.00 baik plus atau minus menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi. Nilai korelasi 0.40–0.69 baik plus atau minus artinya ada korelasi yang substansial, 0.20–0.39 baik plus atau minus artinya ada korelasi yang rendah, sedangkan 0.00–0.19 baik plus atau minus artinya korelasi dapat diabaikan. Hasil relatif RY dihitung dengan rumus sebagai berikut: 60 Yi Hasil relatif = x 100 Y maks Yi = hasil tanaman duku ke –i Y maks = hasil maksimum tanaman duku Konsentrasi hara N, P dan K daun yang mempunyai nilai korelasi tinggi ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman duku, selanjutnya digunakan pada uji kalibrasi. Hasil dan Pembahasan Konsentrasi N, P dan K pada berbagai Posisi Daun Konsentrasi N, P dan K daun duku pada berbagai posisi daun menunjukkan hasil yang berbeda. Konsentrasi ketiga unsur tersebut pada cabang terminal tidak ada buah lebih tinggi daripada cabang yang ada buah Tabel 10– 11. Hal tersebut menurut Jones et al. 1991, disebabkan oleh unsur N, P dan K bersifat mobil dan dapat berpindah dari daun ke buah. Poerwanto 2008 menyatakan bahwa pada saat pertumbuhan buah, akan terjadi peralihan arah pergerakan hasil fotosintesis, buah menjadi kompetitor utama untuk makanan dan hasil fotosintesis, sehingga konsentrasi N, P dan K lebih rendah pada daun cabang terminal yang ada buah. Daun ketiga dewasa saat panen dari cabang terminal yang tidak ada buah, mempunyai korelasi tertinggi dengan hasil relatif untuk N, P dan K dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0.87, 0.74 dan 0.71 Tabel 10–11. Daun tersebut selanjutnya dugunakan pada uji kalibrasi. Daun duku merupakan daun majemuk dengan 5–7 anak daun Verheij dan Coronel 1997 dan daun ketiga merupakan daun yang terletak di tengah karena umumnya daun keenam dan ketujuh mengalami kerusakan atau tidak utuh. kandungan hara N, P dan K pada daun ketiga tersebut diduga lebih stabil dan optimal dibandingkan daun kesatu. Nilai koefisien korelasi N, P dan K lebih rendah pada cabang yang ada buah diduga karena menurut Yen 2010, ketiga unsur hara tersebut mempunyai variasi yang lebih besar pada daun dari cabang yang ada buah. 61 Tabel 10 Korelasi antara konsentrasi N pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi N daun Koefisien korelasi N dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 1.80 ± 0.35 0.55 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.32 0.50 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 1.77 ± 0.43 0.43 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.56 ± 0.41 0.20 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 1.67 ± 0.19 0.74 Daun ke-1 saat panen, ada buah 1.76 ± 0.25 0.58 Daun ke-3 saat panen, tidak buah

2.07 ± 0.37 0.87

Daun ke-3 saat panen, ada buah 2.26 ± 0.36 0.61 Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 2.35 ± 0.33 0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 1.81 ± 0.18 0.33 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 2.31 ± 0.53 0.54 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 1.89 ± 0.19 0.11 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Tabel 11 Korelasi antara konsentrasi P pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi P daun Koefisien korelasi P dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 0.09 ± 0.04 0.59 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 0.10 ± 0.06 0.20 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 0.10 ± 0.05 0.55 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 0.08 ± 0.04 0.39 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 0.19 ± 0.02 0.55 Daun ke-1 saat panen, ada buah 0.19 ± 0.03 0.52 Daun ke-3 saat panen, tidak buah

0.22 ± 0.04 0.74

Daun ke-3 saat panen, ada buah 0.22 ± 0.05 0.52 Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 0.09 ± 0.01 0.51 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 0.17 ± 003 0.62 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 0.10 ± 0.02 0.59 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 0.19 ± 0.03 0.49 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. 62 Tabel 12 Korelasi antara konsentrasi K pada berbagai posisi daun dengan hasil relatif RY tanaman duku Posisi daun Rata-rata konsentrasi K daun Koefisien korelasi K dengan RY Daun ke-1 sebelum panen, tidak buah 1.29 ± 0.27 0.57 Daun ke-1 sebelum panen, ada buah 1.50 ± 0.49 0.37 Daun ke-3 sebelum panen, tidak buah 1.39 ± 0.46 0.70 Daun ke-3 sebelum panen, ada buah 1.19 ± 0.24 0.51 Daun ke-1 saat panen, tidak buah 1.77 ± 0.45 0.50 Daun ke-1 saat panen, ada buah

1.79 ± 0.44 0.66

Daun ke-3 saat panen, tidak buah

2.41 ± 0.63 0.71

Daun ke-3 saat panen, ada buah

2.46 ± 0.80 0.49

Daun ke-1 setelah panen, tidak buah 1.10 ± 0.25 0.43 Daun ke-1 setelah panen, ada buah 1.92 ± 0.26 0.53 Daun ke-3 setelah panen, tidak buah 1.17 ± 0.19 0.37 Daun ke-3 setelah panen, ada buah 2.20 ± 0.34 0.21 : nyata pada taraf 5, : nyata pada taraf 1. Konsentrasi hara N, P dan K pada tanaman buah sangat bervariasi berdasarkan posisi daun pada tajuk. Hasil penelitian pada mangga, daun kelima dari dasar yang diambil pada saat sedang flush setelah panen merupakan daun yang terbaik dalam penentuan status hara Pushparajah 1994, Menzel et al. 2003 merekomendasikan pengambilan sampel daun pada tanaman leci untuk diagnosis hara adalah dari cabang yang berbunga 1–2 minggu setelah munculnya panicel. Pada tanaman duku, daun ketiga yang dewasa saat panen dari cabang yang tidak berbuah dapat digunakan untuk menentukan status hara N, P, dan K. Alternatif kedua apabila seluruh cabang berbuah, daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dapat digunakan untuk mendiagnosis status hara ketiga unsur tersebut. Hal ini ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi daun ketiga atau daun kesatu yang dewasa saat panen dari cabang yang berbuah. Konsentrasi hara N pada posisi daun tersebut lebih baik dibandingkan posisi daun yang lain dari cabang yang berbuah Tabel 10, walaupun untuk P dan K nilai koefisien korelasinya lebih kecil dari daun kesatu setelah panen, tetapi secara praktikal lebih mudah menggunakan daun yang sama untuk analisis N, P dan K.