Evaluasi Kesesuaian Lahan pada Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr)di desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADA TANAMAN DUKU (Lansium domesticum Corr) DI DESA BAHBALUA KECAMATAN BANGUN PURBA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

FREYSSINET AVILLA SINAGA 050303021

ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Judul Skripsi : Evaluasi Kesesuaian Lahan pada Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) di desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

Nama : Freyssinet Avilla Sinaga NIM : 050303021

Departemen : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh :

(Prof. Ir. Zulkifli Nst, MSc. PhD) (Ir. Sarifuddin, MP

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

)

Mengetahui Oleh :

(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Departemen Ilmu Tanah

)

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

ABSTRAK

Duku merupakan tanaman yang istimewa dimana daging buahnya berwarna putih jernih dan rasanya manis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan pada tanaman duku di Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilakukan di desa Bahbalua kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2010.

Penelitian dilakukan beberapa tahap mulai dari telaah pustaka, pengumpulan data-data dan melengkapi alat-alat yang digunakan dalam penelitian, kemudian survey lahan kemudian ditentukan titik pemboran berdasarkan peta. Kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah pada kedalaman 0-20 dan 20-40 untuk masing-masing tanah dan dikomposit. Data yang dianalisis adalah kapasitas tukar kation (KTK), pH, tekstur, kejenuhan basa dan C-Organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel tanah mempunyai kelas kesesuian lahan potensial S3-wa, rcdengan sub kelas curah hujan dan media perakaran. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman duku tidak berpotensial untuk tanaman duku.


(4)

ABSTRACT

Duku is represent the special crop where its kernel is clear white chromatic and likely beloved. This research aim to to know the class of according to farm at crop duku in Village of Bahbalua Subdistrict Develop Ancient of Regency of Deli Serdang.

This Research is conducted in in Village of Bahbalua subdistrict develop Ancient Regency of Deli Serdang. This Research is started from January 2010.

Research conducted by some phase start from book study, dates gathering and equip the appliance used in research, later survey farm is then determined by a drilling dot of pursuant to map. Is later conducted by intake of sampel land of at deepness 0-20 and 20-40 to each land and composite. Dates analysed by is cation exchange capacity ( KTK), pH, texture, base saturation and C-Organic.

The Result of analyst indicate that all sampel has appropriate class of land potencial of S3-Wa, rc with the sub of class of rainfall and root media. This matter indicate that the crop duku is not potential for the crop of duku.


(5)

RIWAYAT HIDUP

FREYSSINET AVILLA SINAGA, dilahirkan di Medan pada tanggal 29 Oktober 1985

dari ayah Ir. J. A. Sinaga dan ibu L. Simarmata. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1992, menempuh pendidikan di SD. Antonius V & VI Medan. 2. Tahun 1998, menempuh pendidikan di SLTP Tri Sakti 1 Medan 3. Tahun 2001, menempuh pendidikan di SMA Negeri 5 Medan

4. Tahun 2005, menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, melalui jalur SPMB dan memilih minat Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan.

Aktifitas Selama Pendidikan :

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah sejak bulan Agustus 2005 hingga sekarang. 2. Mengikuti Seminar dan Lokakarya Pengolahan dan Pembentukan Forum DAS

Wampu Sei Ular yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Balai Pengolahan DAS Wampu Sei Ular pada tanggal 30 Oktober 2007. 3. Melaksanakan Penanaman Seribu Pohon Pakem di bantaran Sungai Bahorok yang

diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan April 2008.

4. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Tebing Tinggi pada bulan Juli-Agustus 2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan RahmatNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

PADA TANAMAN DUKU (Lansium domesticum Corr) DI DESA BAHBALUA KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPATEN DELI SERDANG” yang

menjadi salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, dan Ir. Sarifuddin, MP, selaku Ketua dan Anggota

Komisi Pembimbing serta seluruh pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu saran dan kritik Penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2010


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 2

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah dan Evaluasi Lahan... 4

Sekilas Desa Bahbalua... 5

Beberapa Sifat Tanah Untuk Evaluasi Lahan... 6

Sifat Fisika Tanah... 6

Sifat Kimia Tanah... 13

Syarat Tumbuh Tanaman Duku... 16

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 18

Bahan dan Alat... 18

Metode Penelitian... 18

Pelaksanaan Penelitian... 19

Tahapan Persiapan... 19

Pelaksanaan di Lapangan ... 19

Analisis Laboratorium... 20

Analisa Kesesuaian Lahan... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 23

Pembahasan... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35

Saran... 35


(8)

ABSTRAK

Duku merupakan tanaman yang istimewa dimana daging buahnya berwarna putih jernih dan rasanya manis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan pada tanaman duku di Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilakukan di desa Bahbalua kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2010.

Penelitian dilakukan beberapa tahap mulai dari telaah pustaka, pengumpulan data-data dan melengkapi alat-alat yang digunakan dalam penelitian, kemudian survey lahan kemudian ditentukan titik pemboran berdasarkan peta. Kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah pada kedalaman 0-20 dan 20-40 untuk masing-masing tanah dan dikomposit. Data yang dianalisis adalah kapasitas tukar kation (KTK), pH, tekstur, kejenuhan basa dan C-Organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel tanah mempunyai kelas kesesuian lahan potensial S3-wa, rcdengan sub kelas curah hujan dan media perakaran. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman duku tidak berpotensial untuk tanaman duku.


(9)

ABSTRACT

Duku is represent the special crop where its kernel is clear white chromatic and likely beloved. This research aim to to know the class of according to farm at crop duku in Village of Bahbalua Subdistrict Develop Ancient of Regency of Deli Serdang.

This Research is conducted in in Village of Bahbalua subdistrict develop Ancient Regency of Deli Serdang. This Research is started from January 2010.

Research conducted by some phase start from book study, dates gathering and equip the appliance used in research, later survey farm is then determined by a drilling dot of pursuant to map. Is later conducted by intake of sampel land of at deepness 0-20 and 20-40 to each land and composite. Dates analysed by is cation exchange capacity ( KTK), pH, texture, base saturation and C-Organic.

The Result of analyst indicate that all sampel has appropriate class of land potencial of S3-Wa, rc with the sub of class of rainfall and root media. This matter indicate that the crop duku is not potential for the crop of duku.


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Duku merupakan tanaman yang istimewa dimana daging buahnya berwarna putih jernih dan rasanya manis. Persentase daging buahnya berkisar antara 52-64%. Ukuran bijinya relatif kecil, kulitnya tipis dengan warna kuning agak kecokelatan. Tanaman duku lebih senang ditanam di tempat yang terlindung. Oleh karena itu, tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan atau tegalan, bersama dengan tanaman tahunan lainnya seperti durian, jengkol, atau petai (Anonimous, 2009).

Tanaman duku ini dapat memberi keuntungan dimana buahnya dapat dimakan dalam keadaan segar setelah dikupas dengan tangan, tetapi buahnya yang tanpa biji dapat dibotolkan dalam sirop. Kayunya yang berwarna coklat muda keras dan tahan lama, dapat digunakan untuk tiang rumah, gagang perabotan, dan sebagainya. Kulit buahnya yang dikeringkan dan dibakar untuk mengusir nyamuk. Kulit buah itu juga dimanfaatkan sebagai obat anti diare, berkat kandungan oleoresinnya (Sunarjono, 2000).

Pengembangan pertanian pada suatu daerah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Secara umum kegiatan pengembangan daerah tersebut meliputi juga pengenalan pola pertanian secara tepat dan sesuai dengan potensi lahannya. Potensi lahan perlu dijabarkan secara baik agar dapat digunakan sesuai dengan rencana pengembangannya.

Bahbalua adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan Bangun Purba pada titik koordinat 03012’30.5’’LU-03012’31.7’’LU dan 98032’40.5’’BT-98032’04.2’’BT


(11)

dengan ketinggian tempat antara 147-210 m dpl. Jenis tanah yang terdapat di desa Bahbalua ada 3 ordo yaitu ultisol, entisol dan inseptisol. Bahbalua mempunyai iklim sebesar 26.780 C. dan kemiringan lereng yang bervariasi antara 0-45 % (datar-curam). Desa Bahbalua mempunyai mata pencaharian dalam bidang pertanian, dimana luas wilayah desa tersebut berkisar 175 hektar Luas areal desa Bahbalua terdiri dari wilayah pemukiman masyarakat (5 hektar), perkebunan swasta (150 hektar) dan perkebunan masyarakat (+ 20 hektar). Desa Bahbalua juga dikelilingi oleh perkebunan swasta Tamiang Sari. Dulunya tanaman duku menjadi salah satu mata pencaharian yang besar sebelum munculnya tanaman sawit yang dikembangkan oleh perkebunan swasta di desa tersebut. Hal ini membuktikan bahwa tanaman duku tidak berpotensial lagi bagi masyarakat dibandingkan tanaman sawit. Pengembangan tanaman duku di desa Bahbalua merupakan alternatif bagi tanaman lain seperti sawit artinya apabila nilai ekonomi tanaman sawit menurun maka tanaman duku dapat menjadi pengganti nilai ekonomi masyarakat untuk dipasarkan dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat, juga sebagai diversifikasi tanaman sehingga perlu dilakukan evaluasi lahan untuk mengetahui apakah daerah tersebut masih potensial atau tidak seperti dulunya dalam upaya pembudidayaan tanaman duku.

Komunikasi pribadi dengan bapak Barrisman Saragih selaku kepala desa Bahbalua pada tanggal 12 November 2008 bahwa tanaman duku yang ditanam di perkebunan masyarakat, mulai ditanam pada tahun 2002 dimana tanaman duku ini masih memperoleh produksi yang melimpah, dan hasil penjualan yang diperoleh masih sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan tidak mengalami kerugian, hal ini yang membuat masyarakat memilih menanam duku. Pada tahun


(12)

2005-2007, produksi tanaman duku semakin berkurang hal ini dikarenakan biaya penjualan termasuk biaya perawatan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (mengalami kerugian) untuk menopang perekonomian masyarakat tersebut. Tahun 2008, awal bulan Februari masyarakat tertarik untuk mencoba menanam tanaman sawit dan tanaman duku sudah mulai berkurang. Tahun 2009 sampai sekarang, masyarakat setempat masih menanam tanaman sawit yang sudah berumur + 2 tahun, namun tanaman duku sudah tidak ditanam lagi. Areal tanaman duku sudah tidak ada lagi, yang tinggal hanya beberapa pohon saja, salah satunya terletak di pekarangan rumah dan kebun masyarakat.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan pada tanaman duku di Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam melakukan pengolahan lahan di Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Survai Tanah

Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survai tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika diteliti dalam memetak (Abdullah, 1993).

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah, sama sifatnya kedalam satuan peta tanah tertentu. Sifat dari satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survai tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut (Hardjowigeno, 1995).

Sistem survai tanah, sistem grid dilakukan pada lahan yang datar atau peta dasar kurang lengkap, sistem bebas dilakukan bila peta dasar dan data penunjang lengkap berdasarkan hasil interpretasi foto udara dan atas dasar land system, sistem sistematik dilakukan bila serupa dengan grid tetapi jarak pengamatannya tidak sama jauh serta peta dasar dan data penunjang lengkap (Beckett, dkk, 1978).

Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif penggunaan. Evaluasi lahan merupakan hal yang biasa digunakan dalam proyek perencanaan penggunaan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi wilayah yang hendak dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang


(14)

dilakukan terhadap lahan akan memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan produktivitas lahan khususnya evaluasi lahan terhadap pembudidayaan tanaman duku (Abdullah, 1993).

Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu daerah (Sinulingga, 2003).

Arsyad, (1989) mengemukakan bahwa evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survai dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lainnya.

Pendekatan menyeluruh dari suatu evaluasi lahan ditunjukkan dalam beberapa aktivitas berikut:

1. Memilih secara relatif jenis penggunaan lahan dalam kaitannya dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah yang bersangkutan.

2. Penentuan keperluan fisik untuk penggunaan lahan yang relevan. 3. Deliniasi untuk setiap Land Mapping Unit

4. Kualitas Lahan.

5. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk Land Utilization Type (LUT) per unit peta. 6. Membandingkan kemungkinan-kemungkinan pengembangan.

(Sitorus, 1985).

Menurut FAO (1975) dalam Djaenuddin, dkk, 2000), kegiatan utama dari evaluasi lahan adalah sebagai berikut:


(15)

1. Konsultasi pendahuluan : meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian serta identitas dan skala survei. 2. Penjabaran (deskripsi) dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan

dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

3. Deskripsi satuan peta lahan (Land Mapping Unit) dan kemudian kualitas lahan (Land Qualities) berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya.

4. Membandingkan jenis pengguanaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evalusai lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan dan informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama.

5. Hasil dari butir ke-4 adalah hasil klasifikasi kesesuaian lahan. 6. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi.

Kesesuaian lahan untuk tanaman duku mempunyai kriteria seperti duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada ketinggian tempat < 300 m dpl pada kondisi tanah dengan tekstur halus sampai agak halus (liat, liat berdebu, liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat) kedalaman efektif tanah > 100 cm, drainase tanah cukup baik, tidak terdapat bahan-bahan kasar (kerikil, batuan) pada lapisan tanah > 15 %, kondisi curah hujan sekitar 2500 mm/thn, dan tidak terkena genangan air maupun banjir (Ritung, dkk, 2007).


(16)

Sekilas Desa Bahbalua

Desa Bahbalua yang berada pada kawasan Kecamatan Bangun Purba terletak pada ketinggian + 150 m dpl. Kemiringan lereng Desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang mempunyai kemiringan lereng + 0-45 % dengan luas wilayah 175 ha, dimana luas lahan yang dimanfaatkan untuk produksi pertanian termasuk perkebunan swasta dan masyarakat sekitar 170 hektar sisanya pemukiman masyarakat.

Curah hujan di kawasan kecamatan Bangun Purba memiliki curah hujan rata-rata pertahun 1364 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, November dan Desember yakni : 1943 mm, 2175 mm, 1609 mm, 1609 mm. Sedangkan temperatur rata - rata pertahun 26,78° C dan kelembaban relatif 83,25 % (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2009).

Beberapa Sifat Tanah Untuk Evaluasi Lahan

Sifat Fisika Tanah 1. Iklim

1.1. Temperatur

Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang. Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul (Guslim, 1996).


(17)

Temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan tanah dan pertumbuhan tanaman. Suhu dapat mengendalikan aktivitas jasad hidup, tanaman dan kegiatan biologisnya. Apabila suhu udara rendah maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi unsur hara terganggu. Suhu udara dapat dikendalikan dengan pembuangan air yang berlebih dalam tanah melalui pembuatan parit-parit drainase, perlindungan tanah dengan tanaman. Tanaman di dataran tinggi memiliki suhu udara rendah karena makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung dengan rumus Braak (1928) yaitu : 26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC )

(Guslim, 1996)

1.2. Curah hujan

Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga angin dilautan minim. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan bulan kering mempunyai curah hujan < 100 mm, sedangkan menurut Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda yakni bulan basah >100 mm, dan bulan kering < 60 mm dan biasanya iklim ini yang digunakan untuk tanaman tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut Schmidt dan Fergusson membagi zona iklim kedalam 5 kelas yaitu :

A = sangat basah B = basah

C = sedang D = kering


(18)

E = sangat kering (Guslim, 1996).

2. Tekstur

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat di dalam tanah. Tanah terdiri dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi : < 0,002 mm (liat), 0,002-0,05 mm (debu) dan 0,05-0,2 mm (pasir) (Hardjowigeno, 1995).

Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut menentukan tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur diklasifikasikan atas :

t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat.

t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat,dan lempung liat berdebu.

t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu.

t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus.

t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir. (Arsyad, 1989).

3. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar


(19)

tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar-akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 1995).

Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut :

Ke1 = > 90 cm (dalam) Ke2 = 50-90 cm (sedang) Ke3 = 25-50 cm (dangkal) Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal)

4. Drainase

Drainase adalah pengumpulan dan pembuangan air dari tanah. Kelas drainase di lapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah. Gejala-gejala tersebut antara lain : warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi (Hardjowigeno, 1995).

Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air tanah untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas daerah perakaran. Ini berarti


(20)

bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan (Hakim, dkk, 1986).

Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim, dkk, 1986).

Drainase dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

d1 = baik (tidak dijumpai karatan besi dan tidak cukup basah)

d2 = agak baik (tidak dijumpai karatan besi dan basah di permukaan) d3 = agak terhambat (tidak dijumpai karatan besi dan basah sampai pada kedalaman > 25 cm)

d4 = terhambat (tanah yang basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan)

d5 = sangat terhambat (tanah yang basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan).

(Arsyad, 1989)

5. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat perlu untuk diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan, karena lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang


(21)

mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi curah hujan. Akibatnya terjadi gangguan kelongsoran tanah dan terhanyut lapisan-lapisan tanah yang subur (Kartasapoetra,1989).

Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir, salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, dkk, 1991)

Kemiringan lereng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : L1 = < 3% (datar)

L2 = 3 sampai 8% (agak landai) L3 = 8 sampai 15% (landai)

L4 = 15 sampai 30% (bergelombang) L5 = 30 sampai 40% (bergunung/berbukit) L6 = 40 sampai 60% (curam)

L7 = > 60% (sangat curam) (Arsyad, 1989)

7. Bahaya Erosi

Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi yang terjadi di lapangan yaitu :


(22)

1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang disebut butiran tanah yang kecil.

2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan angin. 3. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terangkut ke tempat yang lebih rendah

atau dasar sungai.

Kelas erosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : E0 = < 0,15% (sangat ringan)

E1 = 0,15 - 0,9% (ringan) E2 = 0,9 - 1,8% (sedang) E3 = 1,8 - 4,8% (berat) E4 = > 4,8% (sangat berat) (Arsyad, 1989)

7. Bahaya Banjir

Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut :

f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun.

f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak.

f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.


(23)

8. Penyiapan Lahan 8.1. Batuan Permukaan

Terdapatnya batu-batuan baik dipermukaan maupun di dalam tanah dapat mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk berbagai penggunaan. Oleh karena itu jumlah dan ukuran batuan yang ditemukan perlu dicatat dengan baik (Hardjowigeno, 1995).

Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut :

b0 = < 0,01% luas areal (tidak ada) b1 = 0,01 - 3% (sedikit)

b2 = 3 - 15% (sedang) b3 = 15 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak)

Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah. (Arsyad,1989) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut :

b0 = < 2% (tidak ada) b1 = 2 - 10% (sedikit) b2 = 10 - 50% (sedang) b3 = 50 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak)

Sifat Kimia Tanah 1. Kemasaman Tanah

Nilai pH tanah sesungguhnya dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang kompleks sekali. Namun, yang menonjol antara lain : kejenuhan basa, sifat misel (koloid) dan macam kation yang terjerap (Hakim, dkk, 1986).


(24)

Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antara pH 3,5 – 10 atau lebih. Untuk tanah gambut pH tanah dapat kurang dari 3, sebaliknya tanah alkalis bisa menunjukan pH lebih dari 11. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur pertanian, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan sulfur. Sebelum pengapuran, pH tanah harus diketahui terlebih dahulu (Novizan, 2002).

Pengaruh pH tanah yang utama bersifat hayati. Dimana pengaruh pH umumnya terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH terhadap persediaan hara. Persediaan atau kelarutan beberapa hara tanaman berkurang dengan peningkatan pH tanah (Foth, 1998)

Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 6,6 - 7,5 (netral)

pH 4,5 - 5,5 (masam) pH 7,6 - 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 - 6,5 (agak masam) pH >8,5 (alkalis)

(Arsyad,1989)

2. C - Organik

Sisa tanaman atau binatang mula-mula tetap berada di atas (disebut horison O) atau didalam tanah. Setelah sisa-sisa organisme ini tercampur dengan bagian mineral tanah akibat kegiatan organisme hidup, maka awal dari pembentukan horison-horison tanah terjadi. Tanah lapisan atas ini menjadi berwarna lebih gelap dan terbentuk struktur tanah yang lebih stabil sebagai pengaruh dari bahan organik tersebut (Hardjowigeno, 2003).


(25)

Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa – sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, bila persediaan hara tanaman meningkat yang dapat digunakan dalam tanah meningkat, akumulasi bahan organik tanah juga meningkat (Tan, 1998).

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat – sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur – unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi)

- Sumber energi bagi mikroorganisme - Menambah kemampuan tanah (Hardjowigeno, 1995).

4. Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap (Tan, 1998).

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan


(26)

unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995).

Biasanya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, antara lain : reaksi tanah atau pH tanah, tekstur atau jumlah liat, jumlah mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukkan (Hakim, dkk, 1986).

5. Kejenuhan Basa

Kejenuhan basa (KB) merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Ia didefinisikan sebagai berikut :

KB = (Basa–basa yang dapat dipertukarkan) KTK

x 100 %

Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan, 1998).

Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah, kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya > 80%, kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur jika kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa (Tan, 1998).


(27)

Syarat Tumbuh Tanaman Duku

Tanaman duku berasal dari kawasan barat Asia Timur, mulai dari Thailand hingga Kalimantan. Tanaman duku ini kini sudah menyebar ke Vietnam, Burma, Hawai, Srilangka, Australia, Suriname dan Puerto Rico. Syarat-syarat yang dikehendaki untuk tanaman duku mengenai suhu dan kelembaban dapat dipenuhi di Indonesia, yaitu ketinggian sampai 600 m dpl dan curah hujan 1500-2500 mm/tahun. Tanaman ini lebih senang ditanam di tempat yang terlindung. Oleh karena itu, tanaman ini biasanya ditanam di pekarangan atau tegalan bersama tanaman tahunan lainnya seperti durian dan jengkol (Sunarjono, 2000).

Duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada ketinggian tempat < 300 m dpl pada kondisi tanah dengan tekstur halus sampai agak halus (liat, liat berdebu, liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat) kedalaman efektif tanah > 100 cm, drainase tanah cukup baik, tidak terdapat bahan-bahan kasar (kerikil, batuan) pada lapisan tanah > 15 %, kondisi curah hujan sekitar 2500 mm/thn, dan tidak terkena genangan air maupun banjir (Sitorus, 1985).


(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bahbalua daerah Pnampean Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat + 195 m dpl pada titik koordinat 03012’30.5’’LU-03012’31.7’’LU dan 98032’40.5’’BT-98032’04.2’’BT dan analisis tanah dilakukan di laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng, Peta Iklim, Sampel tanah yang diambil dengan bor berdasarkan satuan peta tanah (SPT) serta bahan kimia untuk menganalisa tanah di laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, klinometer, bor tanah, kertas label, kantong plastik, karet gelang, karung goni dan alat tulis serta sejumlah alat untuk analisis kimia di laboratorium.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencocokan (Matching) antara Land requirement (kebutuhan lahan oleh tanaman ) dengan Land Characteristic (sifat atau ciri yang dimiliki oleh lahan) yang didasarkan pada faktor pembatas.


(29)

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dilapangan dan tahap analisis di laboratorium.

Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, konsultasi dengan dosen pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pembuatan peta jenis tanah, pembuatan peta kemiringan lereng, pembuatan peta SPT, pembuatan peta iklim, penyediaan bahan dan peralatan yang digunakan di lapangan dan mengadakan survei pendahuluan untuk mempersiapkan survei utama yang meliputi pencarian informasi yang sesungguhnya memperinci segala sesuatu yang berhubungan dengan segi administrasi data tersebut.

Pelaksanaan dilapangan

Adapun tahap pelaksanaan di lapangan adalah :

a. Disediakan dahulu peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, dan peta SPT (Satuan Peta Tanah), sebelum mengambil sampel tanah.

b. Sampel tanah diambil 3 titik mewakili 1 SPT dilakukan secara acak

c. Pengambilan sampel tanah secara komposit dengan menggunakan bor pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm.

d. Sampel tanah keseluruhan dikomposit sehingga 1 SPT menjadi 1 sampel tanah untuk dianalisis sifat fisik dan kimia.


(30)

e. Melakukan penentuan data-data pendukung seperti : 1. Temperatur

 Rata-rata temperatur tahunan dalam 10 tahun (0C) 2. Ketersediaan Air

 Curah hujan per tahun yaitu besar CH dalam 10 tahun (mm). 3. Bahaya Erosi

 Lereng (%) diukur dengan menggunakan klinometer 4. Kedalaman Efektif

 Diukur sejauh mana akar dapat menembus tanah 5. Ketersediaan Udara

 Drainase tanah artinya tanah yang diamati dilapangan tidak terdapat bercak karatan, dan tanah yang cukup basah sampai basah sampai di permukaan.

6. Batuan Permukaan (%) artinya batuan yang tersebar diatas permukaan tanah, berdiameter > 25 cm berbentuk bulat dan gepeng.

7. Batuan Singkapan (%), artinya batuan yang terungkap diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah.

8. Bahan Kasar (%), artinya persentasi kerikil atau batuan yang terdapat di dalam tanah, yang dibedakan menjadi :

- sedikit = 15 % - banyak = 35-60 % - sedang = 15-35 % - sangat banyak = > 60 %


(31)

f. Analisis sampel tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

g. Pengolahan data berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum Corr)

Analisis Laboratorium

Sampel yang berasal dari lapangan kemudian dianalisis di laboratorium yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah antara lain :

1. Sifat Fisik

 Tekstur dengan metode hidrometer. 2. Sifat Kimia Tanah

 pH H2O dengan metode elektrometri

 Kapasitas Tukar Kation dengan metode ekstraksi 1 N NH4OAc pH 7  C-Organik dengan metode Walkley and Black

 K-tukar dengan metode 1 N NH4OAc pH 7  Ca-tukar dengan metode 1 N NH4OAc pH 7  Mg-tukar dengan metode 1 N NH4OAc pH 7  Na- tukar dengan metode 1 N NH4OAc pH 7 Analisa Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum Corr) dievaluasi dengan membandingkan karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman. Metode ini terdiri dari 4 kategori dan 5 derajat pembatas (0-4) yaitu :


(32)

1. Ordo : menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Dalam hal ini lahan dibedakan atas 2 ordo :

 Ordo S : sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

 Ordo N : tidak sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu.

2. Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada 3 kelas dari ordo tanah yang sesuai dan 2 kelas untuk ordo yang tidak sesuai.

 S1 : sangat sesuai (very suitable), satuan lahan dengan tidak ada atau hanya beberapa pembatas ringan

 S2 : cukup sesuai (moderately suitable), satuan dengan mempunyai pembatas agak besar

 S3 : sesuai marginal (marginally suitable), satuan lahan mempunyai pembatas yang besar

 N1 : tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable), satuan lahan yang mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih mungkin diperbaiki dengan tingkat pengelolaan yang tinggi.

 N2 : tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable), satuan lahan mempunyai pembatas permanent yang sangat berat sehingga mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data Iklim yang digunakan untuk curah hujan dan untuk suhu udara (temperatur) rata-rata selama 10 tahun yaitu dari tahun 1998-2007.

Tabel 1. Data curah hujan & suhu udara pada daerah penelitian 1998-2007 Tahun Curah Hujan (mm/thn) Suhu Udara (0 C)

1998 1153 27.07

1999 1313 26.4

2000 1163 26.64

2001 2129 27.03

2002 1287 26.69

2003 898 26.83

2004 1278 26.36

2005 1154 27.02

2006 1824 26.89

2007 1441 26.91

Rataan 1364 26.78

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali

Penentuan SPT

Penentuan SPT dilakukan dengan cara pengamatan dilapangan, berupa : Kemiringan lereng, tekstur, pH, kedalaman efektif, drainase, batuan permukaan dan batuan singkapan. Diperoleh hasil sebanyak 3 SPT di daerah penelitian, Untuk SPT 4 tidak diamati karena memiliki kemiringan lereng > 45% , peka terhadap erosi dan tidak sesuai menurut kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku yaitu:


(34)

Tabel 2 : Hasil Pengamatan Lapangan dan Analisa Laboratorium SPT 1, SPT 2 dan SPT 3

NO Parameter Data SPT 1 Data SPT 2 Data SPT 3

1 Kemiringan Lereng (%) 0-8 8-16 16-30

2 Tekstur Lempung Liat Liat

3 pH 5.72 5.22 4.95

4 Kedalaman efektif 53 cm 58 cm 59 cm

5 Drainase baik baik agak

terhambat

6 Batuan Permukaan 0 0 0

7 Batuan Singkapan 0 0 0

8 Bahan Kasar < 15 % < 15 % < 15 % 9 Bahaya erosi sangat rendah sangat rendah sedang 10 Kapasitas Tukar Kation

(KTK)

8.87 10.75 8.73

11 Kejenuhan Basa 20.74 14.05 17.41

12 C-Organik 1.44 1.25 1.44

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisa sifat-sifat tanah di laboratorium maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman duku pada SPT 1 ditampilkan pada Tabel 2 sebagai berikut :


(35)

Tabel 3. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Duku pada SPT 1 Karakteristik Lahan Simbol Data Standar

Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Aktual Kelas Kesesuaian Potensial Temperatur

- Rata-rata tahunan tc 26.78 25-28 S1 S1

Ketersediaan Air

- Curah hujan/thn wa 1364 1250-1750 3000-4000

S3 S3

Ketersediaan oksigen

- Drainase Tanah oa baik baik, sedang S1 S1

Media Perakaran - Tekstur tanah

- Bahan kasar (%) - Kedalaman Tanah (cm)

rc sedang < 15 53 halus, agak halus, sedang <15 50-75 S1 S1 S3 S1 S1 S3 Retensi hara

- KTK liat (cmol) - Kejenuhan basa (%) - pH H2O

- c-organik nr 8.87 20.74 5.72 1.44 < 16 20-35 5.0-6.0 >1.2 S2 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Bahaya Erosi

- Lereng (%)

- Bahaya erosi eh

0-8 sangat rendah <8 sangat rendah S1 S1 S1 S1 Penyiapan lahan

- Batuan di permukaan (%)

- Singkapan batuan (%) lp

0 0 <5 <5 S1 S1 S1 S1 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran) Kelas Kesesuaian Lahan Potensial S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisa sifat-sifat tanah di laboratorium maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman duku pada SPT 2 ditampilkan pada Tabel 2 sebagai berikut :


(36)

Tabel 4. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Duku pada SPT 2

Karakteristik Lahan Simbol Data Standar Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Aktual Kelas Kesesuaian Potensial Temperatur

- Rata-rata tahunan tc 26.78 25-28 S1 S1

Ketersediaan Air

- Curah hujan/thn wa 1364 1250-1750 3000-4000

S3 S3

Ketersediaan oksigen

- Drainase Tanah oa baik baik, sedang S1 S1 Media Perakaran

- Tekstur tanah

- Bahan kasar (%) - Kedalaman Tanah (cm)

rc halus <15 58 halus, agak halus, sedang <15 50-75 S1 S1 S3 S1 S1 S3 Retensi hara

- KTK liat (cmol) - Kejenuhan basa (%) - pH H2O

- c-organik nr 10.75 14.05 5.22 1.25 <16 <20 5.0-6.0 >1.2 S2 S3 S1 S1 S1 S2 S1 S1 Bahaya Erosi

- Lereng (%) - Bahaya erosi

eh 8-16 sangat rendah 8-16 sangat rendah S2 S1 S1 S1 Penyiapan lahan

- Batuan di permukaan (%) - Singkapan batuan (%)

lp 0

0 <5 <5 S1 S1 S1 S1 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual S3-wa, rc, nr (curah hujan, media

perakaran, retensi hara)

Kelas Kesesuaian Lahan Potensial S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisa sifat-sifat tanah di laboratorium maka kelas kesesuaian lahan untuk tanaman duku pada SPT 3 ditampilkan pada tabel 2 sebagai berikut :


(37)

Tabel 5. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Duku pada SPT 3

Karakteristik Lahan Simbol Data Standar Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Aktual Kelas Kesesuaian Potensial Temperatur

- Rata-rata tahunan tc 26.78 25-28 S1 S1

Ketersediaan Air

- Curah hujan/thn wa 1364 1250-1750 3000-4000

S3 S3

Ketersediaan oksigen

- Drainase Tanah oa agak terhambat

agak terhambat S2 S1 Media Perakaran

- Tekstur tanah

- Bahan kasar (%) - Kedalaman Tanah (cm)

rc halus <15 59 halus, agak halus, sedang <15 50-75 S1 S1 S3 S1 S1 S3 Retensi hara

- KTK liat (cmol) - Kejenuhan basa (%) - pH H2O

- c-organik nr 8.73 17.41 4.95 1.44 <16 <20 4.5-5.0 >1.2 S2 S3 S2 S1 S1 S2 S1 S1 Bahaya Erosi

- Lereng (%) - Bahaya erosi

eh 16-30 sedang 16-30 rendah-sedang S3 S2 S2 S1 Penyiapan lahan

- Batuan di permukaan (%) - Singkapan batuan (%)

lp 0

0 <5 <5 S1 S1 S1 S1 Kelas Kesesuaian Lahan Aktual S3-wa, rc, nr, rc (curah hujan, media perakaran,

retensi hara, bahaya erosi)


(38)

Kualitas dan Karakteristik Lahan Temperatur

Pada wilayah penelitian diperoleh rata-rata temperatur tahunan 26.78 Data ini diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan. Yang diperoleh selama 10 tahun mulai dari tahun 1998-2007. Nilai tersebut pada kelas kesesuaian lahan adalah S1

Ketersediaan Air

Pada daerah penelitian diperoleh curah hujan pertahun adalah sebesar 1364 mm/thn. Data ini diperoleh dari BMG Sampali, Medan yang diperoleh selama 10 tahun, mulai dari tahun 1998-2007. Nilai tersebut pada kesesuaian lahan masuk ke dalam kelas S3

Untuk faktor pembatas ketersediaan air sub kelas curah hujan yang berada pada kelas S3. Curah hujan merupakan faktor pembatas bagi tanaman duku dan tidak dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga kesesuaian lahan aktual dan potensial tetap berada pada kelas S3.

Ketersediaan Oksigen

Untuk SPT 1 dan SPT 2 pada pengamatan di lapangan tidak terdapat bercak-bercak dan karatan sampai pada kedalaman 58 cm. Ini menunjukkan SPT 1 dan SPT 2 mempunyai drainase yang baik termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1, sehingga tidak perlu lagi dilakukan upaya perbaikan. Sedangkan untuk SPT 3, pada pengamatan dilapangan dijumpai bercak-bercak dan karatan yang sedikit pada kedalaman 59 cm. Hal ini menunjukkan SPT 3 memiliki drainase agak terhambat, termasuk ke dalam kesesuaian lahan aktual S2. Hal ini disebabkan karena SPT 3 mempunyai kemiringan lereng 16-30 %.


(39)

Untuk faktor pembatas ketersediaan oksigen pada SPT 3 subkelas drainase tanah mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual S2, hal ini dapat dilakukan upaya perbaikan seperti pembuatan saluran drainase yang dilakukan oleh masyarakat akan dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensial menjadi S1.

Tekstur tanah pada SPT 1 diperoleh tekstur lempung sedangkan pada SPT 2 dan SPT 3 diperoleh tekstur liat dengan metode hidrometer. Pada kelas kesesuaian lahan untuk tanaman duku SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1, sehingga tidak perlu lagi dilakukan upaya perbaikan.

Untuk kedalaman efektif pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual S3. Karena sampai pada kedalaman 30 cm bor tidak bisa tembus.

Untuk faktor pembatas kedalaman efektif pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual S3, hal ini tidak dapat dilakukan upaya perbaikan sehingga tetap berada pada kelas kesesuaian lahan potensial S3.

Retensi Hara

Pada SPT 1 dan SPT 3 pH tanah yang diukur adalah pH H2O dengan nilai

masing-masing SPT adalah SPT 1 = 5.72 dan SPT 3 = 5.22 SPT tersebut termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1 dengan interval 4.5-5, sedangkan besarnya pH tanah pada SPT 2 bernilai 4.95, sehingga termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2.

Untuk faktor pembatas retensi hara pada SPT 2 sub kelas pH tanah mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual S2, hal ini dapat dilakukan upaya perbaikan seperti


(40)

melakukan pemberian kapur ke tanah yang dilakukan oleh masyarakat akan dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensial menjadi S1.

Nilai C-Organik dengan metode Walkley and Black adalah SPT 1 = 1.44; SPT 2 = 1.44 dan SPT 3 =1.25 ketiga SPT tersebut termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1 dengan nilai > 1.2, sehingga tidak perlu lagi dilakukan upaya perbaikan.

Pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 diperoleh besarnya KTK masing-masing 8.87; 8.73 dan 10.75 tergolong ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2.

Untuk faktor pembatas retensi hara pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 sub kelas KTK tanah mempunyai kelas kesesuaian lahan aktual S2, hal ini dapat dilakukan upaya perbaikan seperti penambahan bahan organik ke dalam tanah oleh masyarakat setempat sehingga dapat ditingkatkan menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1.

Nilai Kejenuhan Basa pada SPT 1 diperoleh sebesar 20.74 termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2, sedangkan besarnya kandungan kejenuhan basa pada SPT 2 dan SPT 3 adalah 14.05 dan 17.41 sehingga termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan aktual S3.

Untuk kelas kesesuian lahan aktual dengan faktor pembatas retensi hara sub kelas kejenuhan basa berada pada kelas S2, dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensial menjadi S1 dengan cara pengapuran, begitu juga dengan SPT 2 dan SPT 3 sub kelas kesesuaian lahan aktual S3 dapat juga ditingkatkan kesesuaian lahan potensial menjadi S2 dengan cara pengapuran.


(41)

Lereng

Lereng untuk SPT 1 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1, bentuk wilayah topografi tergolong datar. SPT 2 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S3 bentuk wilayah topografi tergolong landai dan SPT 3 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2, bentuk wilayah topografi tergolong bergelombang.

Untuk faktor pembatas bahaya erosi sub kelas lereng pada SPT 2 termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S3, hal ini dapat dilakukan upaya perbaikan seperti dengan cara pembuatan terras yang bertujuan mengurangi panjang lereng, mengurangi kecepatan aliran permukaan, menambah laju infiltrasi dan dapat mengurangi bahaya erosi, sehingga dapat ditingkatkan menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2. Tapi dengan pengelolaan yang tinggi serta memakan biaya dan jangka waktu yang lama sub kelas lereng ini masih dapat ditingkatkan menjadi tingkat kesesuaian lahan potensial S1, begitu juga halnya dengan SPT 3 yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2 dapat dilakukan upaya perbaikan yang sama dengan SPT 2 sehingga dapat ditingkatkan menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1.

Untuk batuan singkapan dan batuan permukaan untuk semua SPT bernilai 0, yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1, sehingga tidak perlu dilakukan upaya perbaikan. Adapun cara untuk mencari batuan permukaan ialah dengan melihat persentase batuan yang tersebar lepas di atas permukaan tanah, sedangkan untuk mencari batuan singkapan ialah dengan melihat persentase batuan yang terungkap di atas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah.


(42)

Pembahasan

Hasil evaluasi kesesuaian lahan pada setiap Satuan Peta Tanah di desa Bahbalua kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang untuk tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor akan disajikan pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial pada SPT 1, SPT 2, SPT 3 No SPT Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial

1 1 S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

2 2 S3-wa, rc, nr (curah hujan, media perakaran, retensi hara)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

3 3 S3-wa, rc, nr, eh (curah hujan, media perakaran, retensi hara, lereng)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

Dari tabel diatas diperoleh bahwa pada SPT 1 kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air dan faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran, pada SPT 2 diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc, nr dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air, faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran dan faktor kejenuhan basa pada retensi hara, pada SPT 3 diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc,

nr, eh dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air, faktor pembatas

kedalaman tanah pada media perakaran dan faktor kejenuhan basa pada retensi hara, dan faktor pembatas lereng pada bahaya erosi.

Untuk faktor pembatas curah hujan dan kedalaman tanah tidak dapat dilakukan upaya perbaikan, faktor pembatas kejenuhan basa dapat dilakukan upaya perbaikan dengan cara pengapuran. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa, sehingga kesesuaian lahan


(43)

potensial untuk faktor pembatas kejenuhan basa (SPT 2 dan SPT 3) dapat ditingkatkan menjadi kelas S2. Faktor pembatas lereng dapat dilakukan dengan pembuatan teras dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya erosi. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra (1991) salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras.

Dari tabel diatas diperoleh kelas kesesuaian lahan potensial pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 adalah S3-wa, rc dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air dan faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran.

Untuk faktor pembatas curah hujan dan kedalaman tanah tidak dapat dilakukan upaya perbaikan, sehingga kesesuaian lahan potensial untuk SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 tetap berada pada kelas S3-wa, rc. Hal ini sesuai dengan literatur Sitorus (1985) duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada kedalaman efektif tanah > 100 cm dan curah hujan sekitar 2500 mm/thn.


(44)

KESIMPULAN

1. Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) tidak berpotensi lagi di desa Bahbalua, sehingga masyarakat dianjurkan untuk menanam tanaman yang lain. 2. Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) di desa Bahbalua tidak cocok

ditanam pada kondisi curah hujan 1364 mm/thn dan kedalaman efektif < 60 cm.

SARAN

Pembudidayaan tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) perlu disesuaikan dengan kegiatan usaha tani di desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.


(45)

(46)

Lampiran 1 : Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr)

Persyaratan penggunaan/ Karakeristik lahan

KELAS KESESUAIAN LAHAN

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (0C)

25-26 28-32

22-25

32-35 20-22

>35 <20

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) 2000-3000 1750-2000

3000-3500

1250-1750 3000-4000

<1250 >4000

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase baik,sedang agak terhambat terhambat,

agak cepat

sangat terhambat, cepat

Media perakaran (rc)

Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

halus, agak halus, sedang <15 >100 - 15-35 75-100 agak kasar 35-55 50-75 kasar >55 <50 Gambut Ketebalan (cm)

Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Kematangan <60 <140 saprik 60-140 140-200 saprik, hemik 140-200 200-400 hemik, fibrik >200 >400 fibrik

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O

c-organik >16 <35 5,0-6,0 >1,2 < 16 20-35 4,5-5,0 6,0-7,5 0,8-1,2 <20 <4,5 >7,5 <0,8 Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) <4 4-6 6-8 >8

Sodisitas (xn)

Alkalinitas/ESP (%) <15 15-20 20-25 >25

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm) >125 100-125 60-100 <60

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya erosi <8 sangat rendah 8-16 rendah-sedang 16-30 berat >30 sangat berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan FO F1 F2 >F2

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

<5 <5 5-15 5-15 15-40 15-25 >40 >25


(1)

Lereng

Lereng untuk SPT 1 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S1, bentuk wilayah topografi tergolong datar. SPT 2 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S3 bentuk wilayah topografi tergolong landai dan SPT 3 masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2, bentuk wilayah topografi tergolong bergelombang.

Untuk faktor pembatas bahaya erosi sub kelas lereng pada SPT 2 termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S3, hal ini dapat dilakukan upaya perbaikan seperti dengan cara pembuatan terras yang bertujuan mengurangi panjang lereng, mengurangi kecepatan aliran permukaan, menambah laju infiltrasi dan dapat mengurangi bahaya erosi, sehingga dapat ditingkatkan menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2. Tapi dengan pengelolaan yang tinggi serta memakan biaya dan jangka waktu yang lama sub kelas lereng ini masih dapat ditingkatkan menjadi tingkat kesesuaian lahan potensial S1, begitu juga halnya dengan SPT 3 yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan aktual S2 dapat dilakukan upaya perbaikan yang sama dengan SPT 2 sehingga dapat ditingkatkan menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1.

Untuk batuan singkapan dan batuan permukaan untuk semua SPT bernilai 0, yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1, sehingga tidak perlu dilakukan upaya perbaikan. Adapun cara untuk mencari batuan permukaan ialah dengan melihat persentase batuan yang tersebar lepas di atas permukaan tanah, sedangkan untuk mencari batuan singkapan ialah dengan melihat persentase batuan yang terungkap di atas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah.


(2)

Pembahasan

Hasil evaluasi kesesuaian lahan pada setiap Satuan Peta Tanah di desa Bahbalua kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang untuk tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor akan disajikan pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial pada SPT 1, SPT 2, SPT 3 No SPT Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial

1 1 S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

2 2 S3-wa, rc, nr (curah hujan, media perakaran, retensi hara)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

3 3 S3-wa, rc, nr, eh (curah hujan, media perakaran, retensi hara, lereng)

S3-wa, rc (curah hujan, media perakaran)

Dari tabel diatas diperoleh bahwa pada SPT 1 kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air dan faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran, pada SPT 2 diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc, nr dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air, faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran dan faktor kejenuhan basa pada retensi hara, pada SPT 3 diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual adalah S3-wa, rc,

nr, eh dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air, faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran dan faktor kejenuhan basa pada retensi hara, dan faktor pembatas lereng pada bahaya erosi.


(3)

potensial untuk faktor pembatas kejenuhan basa (SPT 2 dan SPT 3) dapat ditingkatkan menjadi kelas S2. Faktor pembatas lereng dapat dilakukan dengan pembuatan teras dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya erosi. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra (1991) salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras.

Dari tabel diatas diperoleh kelas kesesuaian lahan potensial pada SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 adalah S3-wa, rc dengan faktor pembatas curah hujan pada ketersediaan air dan faktor pembatas kedalaman tanah pada media perakaran.

Untuk faktor pembatas curah hujan dan kedalaman tanah tidak dapat dilakukan upaya perbaikan, sehingga kesesuaian lahan potensial untuk SPT 1, SPT 2 dan SPT 3 tetap berada pada kelas S3-wa, rc. Hal ini sesuai dengan literatur Sitorus (1985) duku tumbuh berkembang dan berproduksi dengan sangat baik pada kedalaman efektif tanah > 100 cm dan curah hujan sekitar 2500 mm/thn.


(4)

KESIMPULAN

1. Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) tidak berpotensi lagi di desa Bahbalua, sehingga masyarakat dianjurkan untuk menanam tanaman yang lain. 2. Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) di desa Bahbalua tidak cocok

ditanam pada kondisi curah hujan 1364 mm/thn dan kedalaman efektif < 60 cm.

SARAN

Pembudidayaan tanaman Duku (Lansium domesticum Corr) perlu disesuaikan dengan kegiatan usaha tani di desa Bahbalua Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.


(5)

(6)

Lampiran 1 : Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr)

Persyaratan penggunaan/ Karakeristik lahan

KELAS KESESUAIAN LAHAN

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (0C)

25-26 28-32

22-25

32-35 20-22

>35 <20

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) 2000-3000 1750-2000

3000-3500

1250-1750 3000-4000

<1250 >4000

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase baik,sedang agak terhambat terhambat,

agak cepat

sangat terhambat, cepat

Media perakaran (rc)

Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

halus, agak halus, sedang <15 >100 - 15-35 75-100 agak kasar 35-55 50-75 kasar >55 <50 Gambut Ketebalan (cm)

Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan Kematangan <60 <140 saprik 60-140 140-200 saprik, hemik 140-200 200-400 hemik, fibrik >200 >400 fibrik

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O

c-organik >16 <35 5,0-6,0 >1,2 < 16 20-35 4,5-5,0 6,0-7,5 0,8-1,2 <20 <4,5 >7,5 <0,8 Toksisitas (xc)

Salinitas (ds/m) <4 4-6 6-8 >8

Sodisitas (xn)

Alkalinitas/ESP (%) <15 15-20 20-25 >25

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm) >125 100-125 60-100 <60

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) Bahaya erosi <8 sangat rendah 8-16 rendah-sedang 16-30 berat >30 sangat berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan FO F1 F2 >F2