Islam dan Ekonomi Analisis kebijakan pemerintah tentang koperasi syariah ditinjau dari perspektif Islam

BAB II TINJAUAN ISLAM TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA

MIKRO PADA SEKTOR USAHA KOPERASI SYARIAH

A. Islam dan Ekonomi

Menurut ilmu bahasa etimologi, Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata salima yang berarti “selamat sentosa.” Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya “memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa,” dan berarti juga “menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.” Seseorang yang bersikap sebagaimana yang dimaksud oleh pengertian Islam tersebut disebut muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri dan tunduk kepada Allah SWT. 6 Secara terminolgis, Islam berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. Atau lebih tegas lagi Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. 7 Adapun kata Ekonomi berasal dari bahasa yunani, yakni dari kata oikos yang berarti rumah tangga household dan Nomos yang berarti aturan, kaidah atau pengelolaan. Secara sederhana, ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah- kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Ekonomi pada 6 Abuddin Nata, “Al-Quran dan Hadits Dirasah Islamiyah I”,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992, Ed. Revisi, h. 23, review buku Khursid Ahmad, Islam its Meaning and Message, London: Islamic Council of Europe, 1976 h. 21 7 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I Jakarta: UI Pres, 1979, h. 17 umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk produksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi. Dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi. 8 Menurut Jean Baptiste Say 1767-1832, ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang kesejahteraan. 9 Manusia hidup dalam suatu kelompok masyarakat, yang secera keseluruhan membentuk sebuah sistem. Sistem tersebut secara sederhana membentuk dapat diartikan sebagai interaksi, atau kaitan, atau hubungan dari unsur-unsur yang lebih kecil membentuk suatu kesatuan yang lebih kompleks sifatnya. Manusia juga memeliki kebutuhan yang beraneka ragam seperti belitan dikehidupan keluarga, keinginan, agama, kewajiaban dan kontak sosial dengan teman-temannya. Pada akhirnya, manusia harus memenuhi kebutuhan akhirnya dan berusaha keras untuk mendapatkan kebutuhan ekonominya demi memenuhi segala keinginannya. Masalah utama pada dasarnya terletak pada bermulanya kelangkaan scarcity barang dan sumber daya yang dibutuhkan manusia, di sisi lain kebutuhan manusia tidak terbatas sehingga yang muncul adalah persaingan competition untuk mendapatkan barang dan sumber daya tersebut. Manusia 8 Paul A. Samuelson, Economics New York: McGraw-Hill Book Co., 1973, h.3 9 Mehr Muhammad Nawaz Khan, Islamic and Other Economic System Lahore: Islamic Book Service, 1989 h.10 tidak pernah merasa puas atas apa yang diperoleh dan dicapai. Apabila keinginan sebelumnya sudah terepenuhi, maka keinginan-keinginan yang lain akan muncul. Dengan ditandainya keterbatasan dan kelangkaan sumber daya yang tersedia, manusia harus menentukan pilihan-pilihannya choice dalam menentukan kebutuhannya yang kompleks. Semua urusan dan kebutuhan manusia sebenarnya sudah diatur oleh Islam yang terangkum dalam kitab suci Al-Quran, yakni Allah telah memfasilitasi itu semua melalui sumber daya alam yang melimpah ruah. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada manusia sebagai khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Pernyataan ini ditegaskan dalam Al-Quran yang berbunyi: ☺ ⌧ ☺ “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan” Lukman: 20 Di samping itu, Islam juga sebagai agama terakhir yang sudah disempurnakan Allah SWT, artinya hanya agama Islam-lah yang menjadi satu- satunya agama yang diridhai Allah sebagai agama yang harus diikuti oleh seluruh makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi: ☺ ☺ ☺ “Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. Al- Maaidah: 3 Tujuan agama Islam secara umum adalah membawa manusia kepada kehidupan baik, sejahtera lahir dan batin sehingga memperoleh kedamaian dan ketentraman hidup di dunia dan akhirat. Agama Islam berpedoman kepada Al- Quran karim dan Sunah Rasul. Membicarakan ajaran Islam tidak dapat dilepaskan hubungan kedua pedoman utama tersebut. Oleh karena itu, ajaran Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan hanya menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan, sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. Komprehensif berarti syariah Islam mengintegralkan seluruh aspek kehidupan, baik ritual ibadah maupun sosial muamalah. Ibadah berkaitan dngan interaksi vertikal antara makhluk dengan Sang Pencipta. Sedangkan, muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game dalam kehidupan antar makhluk. Universal bermakna bahwa ajaran Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari Akhir. Universalitas ini nampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali ra., “Dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.” Dalam sektor ekonmi misalnya, larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain yang merupakan bagian dari prinsip pelaksanaan aktifitas ekonomi. Adapun variabelnya diantaranya adalah aplikasi prinsip jual-beli dalam modal kerja, penerapan asa mudharabah dalam investasi, atau penerapan ba’i salam dalam pembangunan suatu proyek. Sifat muamalah itu menjadi acuan utama dalam aktifitas ekonomi karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai Prinsiples and variabels tsawabit wa mutaghayyirat. Ekonomi yang diyakini sebagai salah satu cabang ilmu secara otomatis tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Terlebih lagi Al-Quran dan As-Sunah sebagai sumber hukum dari semua perkara, memberikan porsi yang cukup besar dalam membahas berbagai hal berkaitan ekonomi. Bahkan prinsip, metodologi dan hukum pengaturan perekonomian dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan Islam sebagai agama. Misalnya, dalam mekanisme zakat, yang merupakan salah satu rukun atau pilar utama agama, dimana urgensi zakat dapat dipersamakan dengan empat pilar utama lainnya yaitu dua kalimat syahadat, salat lima waktu, puasa dan haji. Mengabaikan zakat sama saja dengan mengamputasi Islam sebagai agama, karena zakat menjadi salah satu rukunnya. Demikian sebaliknya, dalam aktifitas ekonomi, zakat menjadi pilar penting agar mekanisme atau proses ekonomi dapat terus berlangsung. Zakat pada dasarnya menjaga agar daya beli masyarakat khususnya golongan bawah mustahik selalu ada, atau zakat memberikan kesempatan pada masyarakat yang tidak memiliki akses pada ekonomi, sehingga semua elemen masyarakat terlibat dapat aktif dalam aktifitas ekonomi. Dengan kata lain, zakat adalah satu instrumen ekonomi yang menjaga agar tingkat minimum permintaan yang dubutuhkan oleh pasar agar pasar berjalan selalu terpelihara. Zakat juga secara tidak langsung mampu menekan atau bahkan menghindarkan masyarakat dari masalah-masalah sosial lainnya, seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan konflik sosial 10 . Berdasarkan alasan ini, mustahil mendikotomikan Islam dan ekonomi, karena ekonomi menjadi salah satu sistem berkehidupan yang diatur oleh agama, agar harmonisasi, keseimbangan dan kesejahteraan dapat dicapai dan terjaga keberlangsungannya. Islam juga mengajarkan pemeluknya untuk mengejar kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Kesejahteraan di akhirat tntu saja menjadi acuan utama dalam ajaran Islam. Sedangkan kesejahteraan dunia adalah tidak bsa dilepas dari terwujudnya hidup yang meliputi kesejahteraan harta. Jelas sekali bahwa miskin, bodoh, terbelakang dan semacamnya tidak akan disebut baik dalam hidupnya. Dan ini semua tidak menjadi cita-cita Islam secara doktrinal. Dalil lain yang lebih cocok dan sering dijadikan dalil untuk berusaha memperoleh kesejahteraan dunia adalah: 10 Ali sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, ttp. : Paradigma Aa Publishing, 2007, h.10 ☺ ☯ ☺ ⌧ ☺ “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Al-Qashash: 77 Oleh karena itu, permasalahan ekonomi dalam Islam lebih terletak pada perputaran harta dibandingkan dengan masalah kelangkaan dan pilihan. Orientasi ekonomi tidak sempit hanya tertuju pada pencapaian materi, tetapi juga pencapaian spiritual. Sebagaimana keterangan di atas, Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi, pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut 11 : 1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada dimuka bumi adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan keteentuan Allah. 11 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta: Tazkia Institute, 2001, h.42 review materi Pelatihan Perbankan Syariah TAZKIA oleh Dr. H Didin Hafiduddin ☺ ⌧ ⌦ ⌧ “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” Al-Hadid: 7 2. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai: a. Titipan dari Allah dan manusia sebagai pemegang amanah. b. perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. c. Ujian keimanan terutama menyangkut soal cara mendapatkannya dan memanfaatkannya. d. Bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah Allah dan melaksanakan muamalah sesama manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. 3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha atau mata pencaharian ma’isyah yang halal sesuai dengan aturan-Nya. 4. Islam melarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan dzikrullah, melupakan salat dan zakat dan memusatkan kekayaan pada sekelompok orang saja. 5. Islam melarang menepuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual-beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok, penggasaban, curang dalam takaran, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, dan melalui suap-menyuap. sumber: M. Syafi’i Antonio

B. Peran Dan Tanggung Jawab Negara dalam Pengembangan Usaha