PENUTUP PRODUK PERBANKAN SYARIAH : STUDI KASUS IMPLEMNTASI TRANSAKSI GADAI DI PT. BANK BNI SYARIAH CABANG DHARMAWANGSA SURABAYA.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dikuasai oleh penerima gadai.
4
Begitu pula bahwa si pemegang gadai berhak menguasai benda yang digadaikan kepadanya selama hutang si berhutang
belum lunas, tetapi ia tidak berhak menggunakan benda yang digadaikan tersebut.
Barang yang akan digadaikan harus sudah ada, bisa diserahkan pada orang yang menggadai. Tidak boleh menggadaikan barang yang belum ada,
seperti barang yang masih dipesan, barang yang dipinjam orang, barang yang sudah dirampas orang karena tidak bisa diserahkan. Utang harus jelas pula
jumlahnya. Orang yang menggadaikan harus menyerahkan barang yang digadaikan kepada penerima gadai, kalau tidak maka tidak sah gadai
tersebut.
5
Sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa jaminan dalam gadai itu berkedudukan sebagai kepercayaan atas utang bukan untuk memperoleh laba
atau keuntungan. Jika membolehkan mengambil manfaat kepada orang yang menerima gadai, berarti membolehkan mengambil manfaat kepada bukan
pemiliknya, sedang yang demikian itu tidak dibenarkan oleh sya
ra’. Selain itu apabila penerima gadai mengambil manfaat dari barang
gadaian, sedangkan barang gadaian itu sebagai jaminan utang, maka hal itu termasuk mengguntungkan bagi penerima gadai. Hal itu sesuai sabda
Rasulullah Saw:
4
Zainul Arifin,
Dasar-Dasar manajemen Bank Syariah Cetakan 4
Jakarta: Pusaka Alvabet, 2006.
5
Al-Khusaini Taqyudin Abi Bakar Muhammad,
Kifayatul Ahyar Terjemah ringkas Fiqh Islam lengkap
, h. 143
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Artinya: “Dari Ali Putra Abu Thalib, ra., ia berkata: Bersabda Rasulullah SAW:
tiap-tiap jaminan yang dijalankan dengan dimanfaatkan oleh yang meminjami, maka itu hukumnya riba.
6
Gadai bukan termasuk kepada akad pemindahan hak milik. Tegasnya bukan pemilikan atas suatu benda dan bukan pula akad atas manfaat suatu
benda sewa-menyewa, melainkan hanya sekedar jaminan untuk suatu utang piutang. Itu sebabnya para ulama sepakat bahwa hak milik serta manfaat
atas suatu benda yang dijadikan borg jaminan berada di pihak rahin yang
menggadaikan, murtahin yang menerima gadai tidak boleh mengambil
manfaat barang gadaian kecuali apabila diizinkan oleh rahin dan barang
gadaian itu bukan binatang. Secara umum
rahn gadai dikategorikan sebagai akad yang bersifat derma, sebab apa yang diberikan pegadai
rahin kepada penerima gadai murtahin tidak ditukar dengan sesuatu yang diberikan kepada murtahin
kepada rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikan.
7
Ditinjau dari segi sosial rahn gadai mempunyai nilai yang sangat
penting dalam menjaga keseimbangan hidup masyarakat. Pada umumnya gadai yang ada dalam masyarakat bersifat tidak adil karena telah merugikan
salah satu pihak, misalnya pada pegadaian umum si debitur akan dikenai
6
Zaynuddin Ahmad al-Zubaydi,
Muhtasar Shahih al- Bukhori
Lebanon: Dar Al- Khotob Al- Ilmiah, 2007, No. 1927
7
Rachmad Syafe’I,
Fiqh Muamalah
Bandung: Pustaka Setia, 2004, h 160
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
bunga selain dikenai biaya penitipan. Sedangkan gadai yang ada pada pegadaian syariah maupun bank syariah
rahn bersifat adil yakni salah satu pihak tidak dirugikan saling menguntungkan karena adanya akad dan
kepercayaan antara pihak bank dengan pihak debitur. Maksud saling menguntungkan yaitu, bagi debitur barang akan aman dan hanya akan
dikenai biaya penitipan yang dibayar dimuka tanpa ada bunga, sedangkan bagi pihak bank akan mendapatkan tambahan pendapatan dari biaya
penitipan tersebut. Gadai emas di perbankan syariah merupakan produk pembiayaan atas
dasar jaminan berupa emas dalam bentuk lantakan ataupun perhiasan sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah.
Cepat dari pihak nasabah dalam mendapatkan dana pinjaman tanpa prosedur panjang dibandingkan dengan produk pembiayaan lainnya. Aman dari pihak
bank, karena bank memiliki barang jaminan yaitu emas yang bernilai tinggi dan relatif stabil bahkan nilainya cenderung bertambah. Mudah berarti pihak
nasabah dapat kembali memiliki emas yang digadaikan dengan mengembalikan sejumlah uang pinjaman dari bank, sedangkan mudah dari
pihak bank yaitu ketika nasabah tidak mampu mengembalikan pinjamannya utang maka bank dengan mudah dapat menjualnya dengan harga yang
bersaing karena nilai emas yang stabil bahkan bertambah. Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya,
prosedur pengajuan gadai emas syariah dilakukan melalui empat tahapan yaitu tahap permohonan, penaksiran emas, penentuan jangka waktu serta
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
pengeluaran sertifikat gadai syariah sebagai bukti adanya perjanjian gadai emas antara nasabah dengan pihak PT. Bank BNI Syariah Cabang
Dharmawangsa Surabaya. Pelaksanaan perjanjian tersebut dilakukan dengan memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh bank syariah.
Selanjutnya proses dilanjutkan dengan pemberian dana yang sesuai dengan nilai taksir barang jaminan yang telah diberikan. Setelah memperoleh dana
yang dibutuhkan dari hasil penaksiran maka nasabah dalam jangka waktu 4 bulan nasabah harus menebus kembali barang yang digadaikan tersebut.
Dari prosedur gadai syariah sendiri biasanya tidak ada kendala. Baru muncul kendala ketika sang nasabah tidak dapat menebus barang jaminan
yang ia gadaikan setelah jatuh tempo. Serta tidak melakukan perpanjangan gadai ulang kembali. Sehingga perlu dilakukannya beberapa tahap untuk
mengadakan pelelengan barang jaminan. Implementasi operasional gadai syariah secara umum pada perbankan
syariah hampir sama dengan gadai yang diterapkan pegadaian, tetapi perbedaan mendasar antara gadai pada perbankan syariah dan pegadaian
terletak pada pemberian biaya. Perbankan syariah menerapkan produk gadai secara syariah, biaya ditetapkan sekali dan dibayarkan di muka, yaitu untuk
penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Oleh sebab itu, penulis menganggap perlu membahas lebih jauh lagi
mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi di atas, kemudian masalah dialokasi sebagai alasan studi penelitian.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang dapat dijadikan bahan penelitian, antara lain :
1. Perbankan harus mengkaji ulang sistem pembiayaan yang telah dilakukan.
2. Perbankan harus mengkaji sistem gadai syariah yang diterapkan.
3. Prosedur gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa
Surabaya 4.
Sistem gadai syariah bersifat lebih adil daripada sistem gadai konvensional.
Agar dalam penelitian ini sesuai dengan sasaran yang diinginkan maka penulis memberikan batasan masalah. Penelitian ini hanya membahas
tentang hal yang bekaitan dengan gadai syariah pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya.
C.
Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas ada beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai rumusan masalah diantaranya
adalah: 1.
Bagaimana implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya ?
2. Bagaimana analisis implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang
Dharmawangsa Surabaya ?
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
D.
Kajian pustaka
Penelitian yang saya lakukan berjudul “Produk Perbankan Syariah
Studi Kasus Implementasi Transaksi Gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya
”. Penelitian ini tentu tidak lepas dari berbagai penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan juga
sebagai referensi. Peneliti
an saudari Yuyun Khoirun Nisa’ Afidah yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aplikasi Konsep Rahn Pada Produk Gadai Syariah di
Pegadaian Syariah Sidoarjo. Skripsi ini membahas tentang bagaimana aplikasi konsep
rahn yang terjadi di Pegadaian Syariah Sidoarjo. Dalam praktik gadainya terdapat ketentuan kriteria barang jaminan yang dimiliki
dan diterapkan, di mana cabang pegadaian ini belum menerima semua jenis barang jaminan. Fokus kajian pada penelitian ini adalah pemberian kriteria
barang jaminan pada produk gadai syariah di Pegadaian Syariah Sidoarjo.
8
Selanjutnya penelitian saudari Hidayah Mauidoh yang berjudul Penerapan Akad Sewa pada Pembiayaan Ar-Rahn Usaha Mikro ARRUM di
Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya Analisis Konsep Rahn, meneliti tentang penggunaan tarif ijarah sebagai biaya atas jasa simpanan
barang gadai yang disediakan Murtahin dibebankan kepada Rahin. Karena
pada akad sewa tersebut Murtahin tidak menyebutkan objek akad dari akad
sewa, sehingga dari pihak Rahin menganggap bahwa tarif ijarah tersebut
8
Yuyun Khoirun Nisa’ Afidah.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aplikasi Konsep Rahn Pada Produk Gadai Syariah di pegadaian Syariah Sidoarjo
. Skripsi pada Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
merupakan pembayaran bunga. Karena pada pegadaian tersebut produk menggunakan akad sewa sebagai penaksir atas barang yang digadaikan,
sedangkan penyerahan barang menggunakan jaminan fidusia barang tetap
ditangan Rahin.
9
Sedangkan pada penelitian yang berjudul Analisis Hukum Islam Terhadap Produk
Rahn Investasi Gadai Investasi di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Surabaya yang ditulis oleh Meita Swavi Diana Sari,
membahas tentang bagaimana produk rahn investasi yang diluncurkan oleh
PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Surabaya yang dimana didalamnya menggunakan 3 akad yang merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan. Dalam skripsi tersebut penelitian fokus pada kegiatan gadai investasi yang dilakukan di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah
Surabaya.
10
Berlandaskam pada beberapa karya diatas dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian selama ini hanya membahas tentang kriteria barang
yang bisa digadaikan, bagaimana akad sewa yang menggunakan jaminan fidusia dan bagaimana perspektif hukum Islam tentang gadai investasi.
Untuk itu, penulis dalam hal ini tertarik untuk mengambil arah yang berbeda dengan penelitian tent
ang “Produk Perbankan Syariah Studi Kasus Implementasi Transaksi Gadai di PT. bank BNI Syariah Cabang
9
Hidayah mauidhoh, Penerapan Akad Sewa Pada Pembiayaan Ar-Rahn Usaha Mikro ARRUM Di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya Analisis Konsep Ar-Rahn. Skripsi pada Jurusan
Muamalah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.
10
Meita Swavi Diana, Analisis Hukum Islam Terhadap Produk Rahn Investasi Gadai Investasi di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Surabaya. Skripsi pada Jurusan Muamalah
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dharmawangsa Surabaya ” yang mencoba membahas gadai sebagai suatu
transaksi di bank syariah, sehingga penelitian bukan mengulangi penelitian- penelitian terdahulu, tetapi penelitian ini benar-benar memiliki nuansa yang
berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya.
E.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti ini adalah: 1.
Untuk mengetahui implementasi gadai di PT. bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya.
2. Untuk menganalisis implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang
Dharmawangsa Surabaya.
F.
Kegunaan Hasil penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna : 1.
Teoritis Sebagai wahana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
dalam bidang penelitian, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang produk perbankan di Bank BNI Syariah Cabang
Dharmawangsa Surabaya. 2.
Praktis Yakni dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi kalangan
praktisi perbankan syariah dalam menjalankan Syariat Islam pada tiap- tiap produk yang dihasilkan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
G.
Definisi operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, serta untuk menghindari kesalapahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, penulis
memandang perlu menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan judul penelitian, sebagai berikut:
1. Produk-Produk Perbankan adalah seluruh fasilitas layanan dan jasa yang
ditawarkan oleh bank kepada masyarakat baik pada sisi aset misalnya kredit termasuk kredit yang ada pada
off balance shet letter of creditbank garansi dan sisi leabilities berupa simpanan masyarakat dan
jasa-jasa lainnya. 2.
Gadai : a.
Pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah untuk memperoleh pinjaman dari Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya
dengan menggunakan jaminan berupa emas lantakan bukan emas perhiasan dan lain-lain.
b. Menahan salah satu harta milik rahin sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. 3.
Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa adalah suatu lembaga keuangan yang berbasis Syariah yang merupakan Kantor Cabang Bank
BNI Syariah yang bertempat di Jalan Dharmawangsa Surabaya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
H.
Metode penelitian
1.
Jenis Penelitian
Metode penelitian sangat dipengaruhi oleh desain penelitian oleh peneliti yang bersangkutan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode
kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
11
Metode kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya,
12
tetapi suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap praktik Gadai di
PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya . 2.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa. Jl. Dharmawangsa 115A Surabaya.
3. Data
Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang Implementasi Transaksi Gadai Syariah di Bank BNI Syariah Cabang
Dharmawangsa Surabaya.
11
M. Kasiram,
Metodologi penelitian kualitatif-kuantitatif
Yogyakarta: UIN Malik Press, 2010, hal 175.
12
Anselm Strauss,
Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal 4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4.
Sumber data
a. Sumber data primer
Sumber data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di PT. Bank BNI Syariah Dharmawangsa Surabaya.
1 Customer Service di Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa
Surabaya. 2
Account Officer di Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya.
3 Dokumen-dokumen pembiayaan gadai dan Nasabah Bank BNI
Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya. b.
Sumber data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dari hasil penelitian, meliputi dokumen dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penelitian:
1 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Dan Praktek
2 Drs. Ismail, Perbankan Syariah
3 H. Karnaen A.Perwataatmaja, Apa dan Bagaimana Bank Islam
4 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalat
5 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya Dalam
Tata Hukum perbankan Indonesia. 6
Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan 7
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah 8
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5.
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara peneliti yaitu penulis mengumpulkan data secara langsung dari lapangan yang
berkaitan dengan permasalahan di atas. Dalam pengumpulan data tersebut penulis menggunakan beberapa teknik yaitu:
a. Metode wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung, dengan menggunakan lisan. Dalam
teknik ini, penulis bertanya langsung kepada karyawan dan nasabah PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya.
13
b. Metode dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumentasi yang
dimaksud adalah alat pengumpulan data tentang pemahaman produk yang berupa dokumentasi dan catatan dari sumber yang diteliti.
Teknik yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dokumen dan arsip yang berkaitan dengan prosedur pembiayaan di PT. Bank BNI
Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya. 6.
Teknik pengolahan data
a. Editing yaitu pemeriksaan kembali data yang diperoleh terutama dari
segi kelengkapan, kejelasan makna, keserasian dan keselarasan antara
13
Haris Hardiansyah,
Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial,
Jakarta: Salemba Humanika, 2012, hal 118.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
yang satu dengan yang lainnya, relevansi, dan keseragamannya baik satuan maupun kelompok.
b. Coding yaitu usaha-usaha untuk mengkategorikan data dan
memeriksa data yang relevan dengan tema riset ini agar lebih
fungsional. c.
Organizing yaitu menyusun dan mensistemasikan data yang diperoleh dari kerangka uraian yang telah direncanakan.
7.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat tersebut dapat dengan mudah
dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Sedangkan metode yang digunakan
dalam menganalisis data yang diperoleh adalah Deskriptif Analisis, yaitu
suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif.
14
Dengan menggunakan teknik
Deskriptif Analisis,
penulis akan
memaparkan dan
mendeskripsikan data yang berkaitan dengan judul yang menjelaskan tentang implementasi gadai sebagai suatu transaksi di Bank BNI Syariah
Cabang Dharmawangsa Surabaya .
14
Ahmad Suyuti, “
Pengertian Deskriptif Analisis
” dalam http:www.damandiri.or.idfileahmad suyuti unair bab 4. Pdf 20-juni-2013
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
I.
Sistematika pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Memuat uraian latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Teoritis Merupakan bab yang membahas landasan teori tentang gadai yang meliputi pengertian, syarat dan rukun dari akad, dan
gadai. Bab III PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya Data
penelitian tentang deskripsi umum PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya yang meliputi latar belakang, lokasi perusahaan,
visi dan misi, struktur organisasi, dan produk-produk PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya.
Bab IV Analisis Gadai di PT. Bank Bni Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya Bab ini berisi analisis data dan hasil analisis serta
pembahasannya yang disesuaikan dengan metode penelitian sehingga memberi jawaban-jawaban dari pertanyaan yang telah disebutkan dalam
rumusan masalah. BAB V PENUTUP Penutup yang berisi tentang kesimpulan mengenai
hasilpenelitian dan saran-saran yang bermanfaat bagi banyak pihak.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17 BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Gadai Syariah
1.
Pengertian Gadai Syariah
Menurut pengertian bahasa gadai berasal dari kata
” artinya menggadaikan atau merungguhkan.
1
Gadai juga diartikan
sebagai berikut: artinya: Gadai adalah menguatkan
hutang dengan jaminan barang. Dalam pengertian lain, gadai diartikan sebagai al-Khabs
َثبخلا artinya penahan. Penahan yaitu mengharuskan tetapnya sesuatu.
2
Pengertian lain, gadai menurut bahasa adalah pinjam meminjam uang dengan menyerahkan barang dengan batas waktu atau pinjaman uang
dengan tanggungan barang.
3
Sebagaimana juga disebutkan dalam firman Allah Swt, dalam surat al-Maidah ayat 1:
1
Mahmud Yunus,
Kamus Arab Indonesia
h. 148
2
Sayyid Sabiq,
Fiqh Sunnah 12
h. 139
3
Hartono,
Kamus Praktis Bahasa indonesia
h. 41
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad
itu ”.
4
Pengertian lain dari gadai dikemukakan oleh ulama fiqh adalah
sebagai berikut:
5
a. Menurut ulama Malikiyah gadai adalah:
“Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat atau menjadi tetap
.”
6
b. Menurut ulama Hanafiyah gadai adalah:
“Menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak piutang
itu, baik seluruhnya maupun sebagainya.”
7
c. Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabilah gadai adalah:
“Menjadikan materi barang sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa
membayar utangn ya itu.”
Pengertian gadai yang ada dalam syariat Islam agak berbeda dengan pengertian yang ada dalam hukum positif serta ketentuan hukum
adat. Gadai menurut ketentuan syariat Islam adalah merupakan kombinasi
4
Departemen Agama,
al-Quran dan Terjemahnya
h. 107
5
Nasrun Haroen,
Fiqh Muamalah
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, h. 252
6
Wahbah Zuhaili,
Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4
Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989, h. 180
7
Sayyid Sabiq,
Fiqh As-Sunnah, Juz 3
Beirut: Dar Al-Fikr, 1981, h. 187
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
pengertian gadai yang terdapat dalam KUH Perdata dan hukum adat, terutama sekali menyangkut obyek perjanjian. Gadai menurut syariat
Islam itu meliputi barang yang mempunyai nilai harta dan tidak dipersoalkan apakah dia merupakan benda bergerak ataupun tidak
bergerak.
8
Dari beberapa definisi dapat diambil pengertian bahwa gadai adalah menjadikan barang milik orang yang berhutang sebagai jaminan
atas hutang tersebut sehingga ia melunasi hutangnya secara keseluruhan. Selain itu dapat dipahami bahwa gadai adalah menahan sesuatu dengan
hak yang memungkinkan pengambilan manfaat darinya, atau menjadikan sesuatu yang bernilai ekonomis pada pandangan syariah sebagai
kepercayaan atas harta yang memungkinkan pengambilan hutang secara keseluruhan atau sebagian dari barang itu.
2.
Landasan Hukum Gadai
a. Al-Qur’an
“Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang...” al- Baqarah: 283
Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang”. Dalam dunia
8
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis,
Hukum Perjanjian...,
h. 141
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan collateral atau objek pegadaian.
b.
Al-Hadits
“Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” HR Bukhari No.
1926, kitab al-buyu, dan Muslim
Anas r.a. berkata, “Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk
keluarga beliau”. HR Bukhari no. 1927, kitab al-buyu, Ahmad, nasa’i, dan Ibnu Majah
Abi Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. b ersabda, “Apabila
ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya.
Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai karena ia telah mengeluarkan
biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus
mengeluarkan biaya perawatannya.” HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i, Bukhari no 2329, kitab ar-rahn
Abu Hurairah r.a. berkata bahwasanya rasulullah saw. Bersabda, “Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya.” HR. Syafi’i dan
Daruqutni
c.
Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa gadai itu boleh. Maka tidak pernah mempertentangkan kebolehannya. Jumhur berpendapat
disyariatkan pada waktu tidak bepergian dan waktu bepergian, berargumentasi pada perbuatan Rasulullah Saw. Adapun dalam masa
perjalanan penjelasan tentang jahir ayat yang menjelaskan gadai dalam perjalanansafar, mereka jumhur berpendapat bahwa apa
yang dijelaskan pada ayat diatas, merupakan suatu kebiasaan atau kezaliman pada saat itu, pada umumnya gadai dilakukan pada waktu
bepergian.
9
Berbeda dengan paham yang dianut oleh Madzab Zahiri, Mujahid dan al-Dahak yang berpendapat bahwa gadai hanya
diperbolehkan dalam keadaan bepergian saja. Mereka berpegang pada zahir Q.S. Al-Baqarah ayat 283 yang menjelaskan tentang gadai
dalam bepergian safar. Padahal ada hadits yang dijadikan hujjah tentang kebolehan gadai yang dilakukan tidak dalam bepergian
safar seperti halnya yang dilakukan oleh pihak perbankan syariah saat ini.
9
Sayyid Sabiq,
Fiqh Sunnah 12
h. 140-141
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3.
Rukun dan Syarat Gadai
a.
Rukun Gadai
Rukun merupakan salah satu unsur yang harus dipenuhi secara tertib dalam setiap perbuatan hukum. Adapun yang menjadi
rukun dalam perjanjian gadai adalah sebagai berikut: 1
Kalimat akad 2
Yang merungguhkan dan yang menerima rungguhan 3
Barang yang dirungguhkan 4
Ada hutang disyaratkan keadaan telah tetap.
10
Rukun gadai menurut Heri Sudarsono juga meliputi: 1
Ar-Rahin yang menggadaikan 2
Al-Murtahin yang menerima gadai 3
Al-Marhun atau Rahn barang yang digadaikan 4
Al-Marhun bih hutang 5
Sighat hutang.
11
Dari sekian banyak rukun yang telah disebutkan di atas, sebenarnya yang paling pokok adalah
1 Sighat akad gadai
2 Rahin orang yang menggadaikan barang
3 Murtahin orang yang menerima barang gadai
4 Marhun barang yang digadaikan
10
Sudarsono,
Pokok-pokok hukum Islam
, h. 474
11
Heri Sudarsono,
Bank dan Lembaga....,
h. 157
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun gadai itu hanya ijab pernyataan penyerahan barang sebagai agunanjaminan oleh
pemilik barang dan Qabul pernyataan kesediaan memberi hutang
dan menerima barang agunanjaminan. Selain itu menurut mereka untuk kesempurnaan dan mengikatnya, akad
rahn diperlukan al-Qabd penguasa barang oleh pemberi hutang.
12
b.
Syarat Gadai
Tentang pemberi dan penerima gadai disyaratkan keduanya merupakan orang yang cakap untuk melakukan sesuatu perbuatan
hukum sesuai dengan ketentuan syariat Islam, yaitu berakal dan baligh.
Syarat sahnya akad dalam perjanjian gadai adalah sebagai berikut:
1 Berakal
2 Baligh
3 Barang yang dijadikan jaminan itu ada pada saat akad sekalipun
tidak satu jenis. 4
Barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima gadai murtahin atau wakilnya.
13
Sedangkan menurut Rachmad Syafe’i, syarat gadai meliputi: 1
Syarat Aqid kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria
12
Nasrun Haroen,
Fiqh Muamalah
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000 h. 254
13
Sayyid Sabiq,
Fiqh Sunnah 12
, h. 141
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2 Syarat Sigat ijab Qabul
3 Syarat Marhun bih hak yang diberikan ketika gadai
4 Syarat Marhun barang yang dijadikan jaminan oleh rahin
5 Syarat kesempurnaan rahn memegang barang.
14
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid dijelaskan bahwa syarat sah
yang disebutkan syara’ mengenai gadai ada dua macam, yaitu syarat
sah dan syarat kerusakan. Kemudian mengenai syarat sah yang disebutkan oleh
syara’ dalam gadai yaitu dalam keadaan sebagai gadai, maka ada dua syarat, pertama syarat yang disepakati garis
besarnya tapi diperselisihkan segi syaratnya, yaitu penguasaan atas barang. Kedua, syarat yang keperluannya masih diperselisihkan.
15
4.
Barang yang dijadikan Jaminan
Barang yang dijadikan jaminan merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian gadai. Di dalam al-
Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ tidak ada yang menjelaskan secara pasti apakah barang tersebut
berupa barang bergerak atau barang yang tidak bergerak. Adapun ketentuan atau syarat barang jaminan adalah:
a. Barang jaminan itu milik rahin
b. Nilai barang jaminan diperkirakan seimbang dengan nilai hutang
c. Identitas barang jaminan cukup jelas
d. Barang jaminan merupakan barang yang halal bagi seorang muslim
e. Barang jaminan itu bisa diserahkan baik benda maupun manfaatnya
14
Rachmad Syafe’i,
Fiqh Muamalah
, h. 162-164
15
Ibnu rusdy,
Bidayatul Mujtahid. Terj. M.A Abdurrahman dan Haris Abdullah
, h. 308
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
f. Barang jaminan tersebut bisa dijual.
16
Ulama’ Hanafiyah mensyaratkan barang jaminan antara lain: a.
Dapat dijualbelikan b.
Bermanfaat c.
Jelas d.
Milik rahin e.
Bisa diserahkan f.
Tidak bersatu dengan harta lain g.
Dipegang dikuasai oleh rahin.
17
Sedangkan dalam kitab Kifayatul Akhyar dijelaskan syarat marhun barang jaminan antara lain:
a. Barang tersebut sudah tersedia
Tidak boleh menggadaikan barang yang tidak ada, seperti barang yang masih dipesan, barang yang dipinjam orang lain dan
sebagainya. Barang yang dijadikan jaminan harus sudah ada. b.
Untuk hutang yang jelas Hutang harus jelas jumlahnya, sehingga kedua belah pihak bisa
memperkirakan harga barang yang dijadikan jaminan tersebut setara apa tidak dengan jumlah hutang.
18
16
Hasan Mu’arif Ambary,
Suplemen Ensiklopedi Islam2
, h. 119
17
Sutan Remy Sjahdeni,
Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan indonesia
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 h. 79-80
18
Imam Taqyudin Abi Bakar Muhammad Al-Khusaini,
Kifayatul Ahyar
. Terj. Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmad, h. 143
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5.
Manfaat dan Resiko Barang Gadai
a.
Manfaat barang gadai
Dalam fiqh Islam, barang gadai dipandang sebagai amanat di tangan
murtahin, sama halnya dengan amanat lain. Ia tidak harus membayar kalau barang itu rusak, kecuali karena tindakan atau
kelalaiannya. Murtahin hanya bertanggung jawab untuk menjaga,
memelihara, dan berusaha semaksimal mungkin agar barang tersebut tidak rusak atau berkurang nilainya.
Sebagai amanat murtahin tidak diperbolehkan memakai,
memanfaatkan, dan mengambil hasilnya untuk kepentingan sendiri, sedangkan pengambilan manfaat barang gadai sama dengan
Qirad semua pinjaman yang mengambil manfaat dan setiap
Qirad yang mengambil manfaat adalah riba. Dan hukum riba dalam Islam adalah
haram.
19
Al-Syaukani membolehkan pemegang gadai murtahin
mengambil manfaat dari barang gadai agunan, kendati tanpa izin
dari penggadai rahin, selama barang gadaian itu adalah barang yang
memerlukan pemeliharaan dan perawatan seperti binatang ternak yang memerlukan makanan dan minuman.
Menurut sebagian ulama Hanafiyah membolehkannya selama ada izin dari
rahin, dan sebagian lainnya tidak membolehkannya sekalipun ada izin dari pemiliknya bahkan mengkategorikan sebagai
19
Sayyid Sabiq,
Fiqh Sunnah 12
, h. 141
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
riba. Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat bahwa murtahin boleh memanfaatkan barang gadai jika diizinkan oleh
rahin atau disyaratkan ketika
akad dengan ketentuan barang yang digadaikan tersebut merupakan barang yang bisa diperjual belikan. Dengan demikian
apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka pemanfaatan barang gadai oleh
murtahin adalah batal. Namun apabila barang gadai itu berupa binatang ternak yang berhak memanfaatkan barang gadai tersebut
adalah rahin. Adapun pendapat ulama Hanabilah berbeda dengan
jumhur ulama, mereka berpendapat apabila barang jaminan berupa binatang,
murtahin boleh memanfaatkannya. Seperti mengendarai atau mengambil susunya. Sekedar penganti biaya yang dikeluarkan
untuk pemeliharaan binatang tersebut. Meskipun tidak diizinkan oleh rahin. Adapun barang selain binatang tidak boleh dimanfaatkan
kecuali atas izin rahin.
20
Pendapat ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw.
“Binatang tunggangan boleh ditunggangi karena pembiayaannya apabila digadaikan, binatang boleh diambil susunya untuk
diminum karena pembiayaan bila digadaikan bagi orang yang memegang dan me
minumnya wajib memberikan biaya”.
21
20
Rachmad Syafe’i,
Fiqh Muamalah
, h. 173-174
21
Al-kahlani,
Subul al-Salam
, h. 51
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Sedangkan peng arang kitab “al-Mina” diambil dari Abdullah
Muhammad bin Aslam as-Samarqandy, bahwa pemegang gadai murtahin tidak halal mengambil manfaat apapun dari barang gadaian
dengan jalan apapun walaupun diizinkan oleh yang menggadaikan. Karena yang demikian berarti izin mengenai riba, karena piutangnya
akan dibayar lengkap, maka manfaat itu berarti lebih maka menjadilah ia itu
riba.
22
Mengenai pengambilan manfaat oleh pihak rahin pemilik
gadai, Syafi’i berpendapat bahwa rahin dibolehkan memanfaatkan barang gadai tanpa seizin
murtahin. Tetapi pemilik gadai tidak boleh menghilangkan atau mengurangi nilai dari barang yang digadaikan.
Apabila ada barang gadai bisa berkurang maka harus ada izin dari murtahin. Bank islam sebagai pemegang gadai harus mengambil
manfaat dari barang tanggungan sebagai imbalan atas pemeliharaan barang tersebut.
23
Adapun pengambilan manfaat oleh murtahin dalam bentuk
keuntungan bukan merupakan riba, selama ada kesepakatan. Misalnya seseorang menggadaikan barang dengan meminjam uang sebesar Rp.
5.000 dan mengembalikan sebesar Rp. 5.300,-. Hal ini telah disepakati kedua belah pihak dan uang sebesar Rp. 300,- tersebut merupakan
pemberian rahin kepada murtahin sebagai ungkapan terima kasih
karena perawatan dan pemeliharaan terhadap barang yang digadaikan.
22
Syaikh Mahmoud Syaltout dan Syaikh M Ali As-Sayis,
Perbandingan Madzab
, h. 311
23
Rachmad Syafe’i,
Fiqh Muamalah
, h. 173
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Hal ini pun berdasarkan pendapat Imam Hanafi. Penggadaian termasuk beban atas barang gadaian untuk suatu batas pinjaman.
Sebagai contoh, sehelai kain seharga 10 dirham digadaikan seharga 10 dirham. Pemegang gadai tidak dapat dituntut oleh penggadai
sekiranya barang gadaian hilang di tangan pemegang gadai. Tetapi, ia harus berunding dengan penggadai mengenai bayar sisa dari sebagian
dari hutang itu, misalnya 5 dirham sekiranya kain tersebut 5 dirham akan dibayar kepada penggadai atau memegangnya sebagai amanat
apabila kain tersebut bernilai lebih dari jumlah pinjaman.
24
Adapun manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip gadai adalah sebagai berikut:
1 Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main
dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank. 2
Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika
nasabah peminjam ingkar janji jarena ada suatu asset atau barang marhun yang dipegang oleh bank.
3 Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang
tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah.
25
24
Muhammad Muislehuddin,
Sistem Perbankan dalam Islam
, h. 85
25
Syafi’i Antonio,
Bank Syariah dari Teori ke Praktik
Jakarta: Gema insani, 2001, h. 130
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b.
Resiko barang gadai
Sesuatu kalau ada manfaatnya kadang juga mengandung resiko karena memang sifatnya. Karena resiko
risk sharing merupakan dasar utama dari semua transaksi keuangan Islam. Adapun resiko yang
mungkin terjadi pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah:
26
1 Resiko tidak terbayarnya hutang nasabah wanprestasi resiko ini
terjadi apabila nasabah kesulitan dalam melunasi kembali barang yang telah dijaminkan karena beberapa alasan. Nasabah gadai
dapat saja terbebas dari kewajiban membayar cicilan karena dalam perjalanan waktu nasabah berniat untuk mengorbankan
barang gadainya. 2
Resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak, walaupun telah ditaksir nilai barang yang digadaikan memungkinkan
adanya penurunan nilai barang dari awal penafsiran akan terjadi. Hal ini disebabkan oleh berbagai masalah ekonomi misalnya,
menurunnya nilai rupiah terhadap dollar. 6.
Waktu dan Berakhirnya Akad dalam Pejanjian Gadai
Menurut hukum Islam jika telah jatuh tempo membayar hutang maka
rahin wajib melunasi, dan murtahin wajib menyerahkan barangnya dengan segera. Sedangkan kebanyakan
fuqaha ’ berpendapat bahwa bila
waktu pembayaran telah tiba kedua belah pihak boleh membuat syarat
26
Ibid, h. 130-131
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
penjualan barang gadai tersebut, dan penerima gadai berhak melakukannya.
Adapun akad gadai dipandang habis hapus dengan beberapa cara, antara lain:
a. Barang jaminan diserahkan kepada pemiliknya
b. Dipaksa menjual jaminan tersebut
c. Rahin melunasi semua hutangnya
d. Pembebasan hutang
e. Pembatalan rahn dari pihak murtahin
f. Rahin meninggal dunia
g. Barang jaminan tersebut rusak
h. Barang jaminan tersebut dijadikan hadiah, hibah, sedekah, dan lain-
lain atas seizin pemiliknya.
27
Jika rahin meninggal dunia atau pailit maka murtahin lebih berhak
atas marhun daripada semua kreditur. Jika hasil penjualan marhun tidak
mencukupi piutangnya, maka murtahin memiliki hak yang sama bersama
para kreditur terhadap harta peninggalan rahin.
27
Muhammad jamil, “
hokum gadai syariah
”, http:jamilkusuka.wordpress.comtaghukum- gadai-syariah tgl 25-10-2013 jam 18:33
32