Proses Penguasaan Tanah Andulang oleh Kapitalis
90
mudah. Cara-cara yang dilakukan oleh investor dalam menguasai tanah warga desa Andulang tepatnya di Dusun Laok Lorong melalui perangkat desa
tersebut, juga diakui oleh salah seorang warga desa Andulang bernama Pak Mastawi.
Gambar 4.2. Tanah di Sekitar Tambak yang Masih Produktif Ditanami Padi Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pak Mastawi merupakan salah seorang warga yang berperan sebagai aktivis, ia melakukan pendampingan-pendampingan pada masyarakat yang
tanahnya tidak mau dijual kepada investor. Peneliti menemui Pak Mastawi karena dia merupakan salah seorang tokoh idealis yang masih setia membela
kepentingan jangka panjang tanah masyarakat. Pak Mastawi kemudian menuturkan secara menarik bagaimana cara-cara yang dilakukan oleh
perangkat-perangkat desa. “Mon thille e ko’tako’ kan, oreng dhisa kan tak ngarte kan. Dheddi se
ajuel anggheppe e hipnotis sehingga tako’ ngghi. Mereka juga menggunakan kekuatan-kekuatan aparatur desa ben calo-calona.
Lokasinah masok neka, kampong laok lorong..... pelepasan tanah rowah, pihak asing itu banyak menggunakan kekuatan-kekuatan makar,
modusnya macam-macam, misalnya premanis dengan cara penekanan- penekanan, terus yang kedua memepet tanahnya. Engak reyah seng
penting empeyan, tananah epepet, kan tambak neka kan asin kan, dhile
91
epepet tananah se ebelliyeh otomatis kan kena penyerapan air asin, nah enggi accen kan
, otomatis dijual kan.” kalau sudah ditakut-takuti kan, orang desa kan tidak ngerti kan. Jadi yang dijual dianggapnya dihipnotis
sehingga takut ya. Mereka juga menggunakan kekuatan-kekuatan aparatur desa dan calo-calonya. Lokasinya masuk, kampung Laok
Lorong... pelepasan tanah itu, pihak asing itu banyak menggunakan kekuatan-kekuatan makar, modusnya macam-macam, misalnya premanis
dengan cara penekanan-penekanan, terus yang kedua memepet tanahnya. Seperti ini yang penting Anda, tanah dipepet, kan tambak ini asin kan,
kalau tanah yang mau dibeli sudah dipepet otomatis kan terkena penyerapan air asin, nah ya asin kan, otomatis dijual kan.
104
Apa yang dijelaskan Pak Mastawi bahwa proses penguasaan tanah warga
Desa Andulang selalu diiringi dengan cara-cara yang secara subjektif tidak sehat. Penguasaan sumber produksi oleh kapitalis di sini jelas bahwa bukan
hanya tanah yang dikuasai, melainkan kekuatan-kekuatan tangan kekuasaan juga lah yang ikut dikendalikan. Proses-proses pelepasan tanah warga desa
Andulang untuk kepentingan tambak di mana modal sebagai pengendalinya, sangat berpotensi menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak ringan,
seperti akibat kerusakan lahan di sekitarnya tersebut. Sementara itu, Pak Zawawi, Kepala Desa Andulang juga menceritakan
bagaimana terjadinya proses pelepasan tanah warga dan penguasaan tanah oleh investor tersebut dengan sedikit berbeda perspektif. Menurut Pak Zawawi,
pelepasan tanah warga Desa Andulang tidak bisa lepas dari kondisi tanah di sekitarnya yang memang tidak produktif. Pak Zawawi kemudian hanya bisa
menyetujui pembelian tanah oleh investor tersebut, karena memang masalah penjualan tanah tidak ada payung hukum yang mengatur atau melarangnya.
Dengan sangat lugas, Pak Zawawi kemudian menjelaskan.
104 Wawancara dengan Bapak Mastawi seorang guru yang melakukan pendampingan di Desa Andulang, Kecamatan Gapura, Sumenep pada tanggal 2 Desember 2016
92
“Asalah andikna din H. Supyan, mate reng towanah. Asalnya yang punya lahan paling banyak itu H. Sutar, orang Camplong Sampang. Asalanya
mulanya terus diwariskan pada H. Suryan anaknya, mareh itu bedhe dari investor pribumi keyah itu, tapi oreng sorbeje.... Ebelli moso pak Roni,
oreng chena, 1 M duaratus. Terus tanah-tanah yang tidak produktif disekitar tanah itu, ebelli pasan. Karena tidak ada payung hukumnya,
bahwa orang Andulang atau orang Indonesia itu tidak boleh menjual tanah maka saya tidak punya hak silahkan mau membeli, silahkan mau
menjual. Akhinya dibeli, akhirnya diperlebar. dheddi tanahnya memang tidak produktif. bedhe se 70juta, mahal pokok’en, akhirnya ejhuel bik
oreng Andulang, karena tidak produktif. Benyak se kenna abrasi, tanah- tanah yang tidak produktif itu kena abrasi.”Asalnya milik H. Supyan,
mati orang tuanya. Asalnya yang punya lahan paling banyak itu H. Sutar, orang Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. Asalnya. Terus
diwariskan pada H. Suryan ananya, setelah itu ada dari investor pribumi juga itu, tapi orang Surabaya.... dibeli oleh Pak Roni, orang China, 1
miliar duaratus juta. Terus tanah-tanah yang tidak produktif di sekitar tanah itu, dibeli juga. Karena tidak ada payung hukumnya, bahwa orang
Andulang atau orang Indonesia itu tidak boleh menjual tanah maka saya tidak punya hak silahkan mau membeli, silahkan mau menjual. Akhirnya
dibeli, akhirnya diperlebar. Jadi tanahnya memang tidak produktif. Ada yang 70 juta, mahal pokoknya, akhirnya dijual sama warga Andulang,
karena tidak produktif. Banyak yang kena abrasi, tanah-tanah yang tidak produktif itu kena abrasi.
105
Berdasarkan penjelasan Kepala Desa Andulang, Zawawi terlihat jelas
bahwa tanah yang awalnya akan dijadikan lahan tambak itu memang berasal dari lahan tambak yang gagal milik H. Sutar. Akan tetapi, karena lahan H.
Sutar masih kurang, akhirnya investor membeli tanah-tanah milik warga di sekitar tanah H. Sutar sehingga terjadilah pelebaran lahan tambak. Berbeda
dengan pernyataan Kyai Dardiri dan Mastawi, Zawawi mengatakan bahwa lahan-lahan di sekitar tanah H. Sutar tersebut memang sudah tidak produktif
karena sejak lama terkena abrasi.
105
Wawancara dengan Bapak Zawawi Kepala Desa Andulang di Desa Andulang, Gapura, Sumenep pada tanggal 5 Desember 2016
93
Perbedaan pendapat inilah yang kemudian memunculkan tanda tanya besar di benak peneliti, apakah tanah di sekitar milik H. Sutar itu produktif atau
tidak? Peneliti kemudian mendatangi Pak Amin, seorang warga Desa Andulang yang tanahnya juga ikut dijual kepada investor. Pak Amin menceritakan bahwa
tanah milik istrinya yang juga dijual itu sebelumnya memang tanah produktif, tapi karena sudah tercemar tambak, akhirnya terpaksa dijual. Bahkan, di sela-
sela pembicaraannya, Pak Amin terus-terang kalau tanahnya memang dirusak oleh pihak tambak dengan mencemarinya.
“kan se bininah kaule gheneka sobung eparosak keyah...” kan yang tanah istri saya itu sudah nggak ada, dirusak juga....
106
Apa yang dijelaskan Pak Amin cukup beralasan, karena melihat data luas
tanah yang ditanami komoditas di Desa Andulang memang rata-rata adalah lahan produktif. Berdasarkan data yang dihimpun dari blog Desa Andulang
Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep menerangkan bahwa tahun ini sekitar 140 hektar tanah memang ditanami padi, 75 hektar tanah ditanami jagung, 39
hektar tanah ditanami kacang dan 5 hektar tanah ditanami buah semangka, seperti pada tabel 4.4.
Sementara itu, lahan-lahan yang tergolong subur di Desa Andulang Kecamatan Gapura Sumenep relatif menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari data
bahwa sekitar 123,05 hektar merupakan lahan yang subur yang secara intens ditanami, kemudian kondisi lahan yang sedang dan masih tergolong subur
adalah seluas 33,40 hektar. Sementara itu, kondisi lahan kritis hanya tercatat
106
Wawancara dengan Bapak Amin seorang warga yang tanahnya juga dijual kepada investor di Desa Andulang pada tanggal 3 Desember 2016
94
seluas 10 hektar, di mana itu menjadi angka yang sangat sedikit dibanding dengan lahan yang subur, ini dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.4 Luas Tanaman Komoditas Tahun Ini
URAIAN LUAS
PRODUKSI Ha Padi
140 Ha 185 ton
Jagung 75 Ha
2,7 ton Kacang Hijau
27 Ha 0,7 ton
KacangTanah 12 Ha
1 ton Semangka
5 Ha 240 ton
Lain-lain -
-
Sumber: http:desaandulang.blogspot.co.idpprofil-desa.html
Tabel 4.5 Kondisi Kesuburan Tanah Desa Andulang
URAIAN LUAS
Ha KETERANGAN
Sangat subur -
- Subur
123,05 Tadah hujan
Sedang 33,40
Tadah hujan sumur bor Lahan kritis
10 -
Sumber: http:desaandulang.blogspot.co.idpprofil-desa.html
Sebagai orang yang cukup paham dan pengalaman dalam hal produktivitas tanah, Pak Amin juga memahami bagaimana informasi yang
berkembang terkait proses pelepasan tanah kepada investor tersebut. Pak Amin pun bercerita ketika salah seorang pemilik lahan “ditipu” oleh para makelar, di
mana tanah seluas duaribu meter persegi hanya dihargai 10 juta. Ini merupakan harga yang cukup jauh di bawah standar harga tanah, dan tidak masuk akal di
kalangan manusia waras. “Lambek ghi etamenne rowa. Pertanian, pertanian asli. Mon se man
Arsyad ejhuel saneka mpon... Nah gheneka begien pangelar, makelar tanah. Oca’na ejhuelleghiyeh, ah iyeh ajhuellegiyeh, otaonah epherrik
sapolo juta lajhu. Pak lokkek.. Epamasok an rowah di berek jhelen. Ka dejeh. 10 juta. Lajhu epherrik 10 juta. Cuma se 10 juta epamajer ka pak
camat, pah e pangadhep ka sapah nompak motor, man Arsyad pole
95
epangongkos. Pokok rowah di’na man Arsyad rowah sarat edhetenge komeco, komeco ghik Belendhe... Abbe mon eding kabher lajhu paju
saratos, mak pas lajhu sangang polo juta ekalak berekay laju. Kan mon soro juellaghi, tapi pah ghun ngalak sapolo juta.
” Dulu itu memang ditanami. Pertanian asli. Kalau milik ki Arsyad dijual begini. Ya itu para
makelar tanah. Katanya mau dijualkan, iya dijualkan, ternyata hanya dapat 10 juta. Hanya dikasih 10 juta. Cuma yang 10 juta itu masih
dibayarkan ke pak camat, terus dihadapkan ke siapa pake moto, lalu Arsyad juga dikenakan ongkos. Pokoknya itu punya man Arsyad
didatangi oleh komeco
107
, komeco pas Belanda...wah, kalu dengar kabar itu laku seratus juta, kok pas yang 90 juta diambil berekay
108
. Kalau disuruh mau dijualkan, tapi kok hanya ambil 10 juta.
109
Sehingga dari sini jelas bahwa terdaat penipuan dengan cara yang amat
halus terkait persoalan penjualan atau pelepasan tanah masyarakat Desa Andulang. Dalam proses pelepasan tanah itu, Bapak Zawawi sebagai Kepala
Desa Andulang terkesan pasrah. Sikap pasrah ini dilatari karena saat pembangunan tambak dilakukan sekitar lebih dari 1 tahun yang lalu, terjadi
unjuk rasa demonstrasi dari kurang lebih 200 orang warga Desa Andulang Dusun Laok Lorong sehingga pembangunan sempat ditunda, karena
sebelumnya pihak investor memang belum mengantongi ijin dari pemerintah daerah. Akan tetapi, demonstrasi tersebut reda karena Kepala Desa berhasil
mempertemukan pihak tambak dengan warga Andulang, yang menurut Kepala Desa kemudian memunculkan beberapa point kesepekatan.
“Itu kan unjuk rasa sabbhen, karena sudah antara CV dengan masyarakat Laok Lorong itu entara ka balai, rammi wa’, depak oreng duratos. Itu
abid sudah, sebelum ebangun. Karena belum ada surat ijinnya, akhirnya pembangunan itu epamacet. Keputusannya sudah menyepakati dari
beberapa point se esepakati e balai, dheddi jangan melenceng dari itu,
107
Komeco adalah istilah lokal yang digunakan untuk menyebut para penipu ketika di jaman Belanda tempo dulu.
108
Berekay sebuah istilah Madura untuk menyebut anaknya buaya adalah sebutan bagi mereka yang suka memangsa sebangsa.
109
Wawancara dengan Bapak Amin seorang warga Desa Andulang yang tanahnya dijual di Desa Andulang Kecamatan Gapura, Sumenep pada tanggal 3 Desember 2016
96
penerangan lampu, terus CSR dibahas itu, satu tahun 1 kali CSRnya. Keng mang untuk desa 3 kali, cuma dhepaknya ka dhisa 1 kali
aturannya.” Itu kan unjuk rasa dulu, karena sudah antara CV dengan masyarakat Laok Lorong itu pergei ke balai desa, ramai, nyampe
duaratus orang. Itu lama sudah, sebelum dibangun. Karena belum ada surat ijinnya, akhirnya pembangunan tersebut ditunda. Keputusannya
sudah menyepakati dari beberapa point yang disepakati di balai, jadi jangan melenceng dari itu, penerangan lampu, terus CSR dibahas itu, satu
tahun 1 kali CSRnya. Tetapi untuk desa3 kali, Cuma peraturannya memang nyampe ke desa 1 kali.
110
Dari sini terlihat bahwa sebelum didirikannya tambak udang, sudah
terjadi chaos antara pemilik tambak dengan warga Desa Andulang. Namun karena ada tawaran dari pihak tambak bahwa ketika tambak itu sudah berdiri
akan diadakan beberapa bantuan berupa penerangan lampu dan bantuan dalam bentuk CSR Corporate Social Responsibility yang menurut penjelasan
Kepala Desa berupa pemberian santunan beras setiap kali panen. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya yang awalnya dijanjikan 3 kali, namun hanya diberikan
1 kali karena peraturannya seperti itu. Untuk menggali data yang lebih dalam terkait masalah pelepasan tanah
warga Desa Andulang, peneliti lantas menemui seorang warga di mana tanahnya juga “dilepas” kepada investor. Pak Mohamad namanya. Proses
pelepasan tanah yang dialami Pak Mohamad terjadi dengan cara yang bisa dikatakan cukup tidak masuk akal di kalangan orang waras. Betapa tidak, apa
yang dialami Pak Mohamad bukan lagi masalah penjualan tanah, akan tetapi lebih “perampasan” lahan oleh beberapa oknum perangkat desa untuk dijual
kepada investor.
110
Wawancara dengan Bapak Zawawi Kepala Desa Andulang di Desa Andulang Kecamatan Gapura, Sumenep pada tanggal 5 Desember 2016
97
“Kassa’ din kaule tak usah kok, ekaghebey lajhu. SPPTnah tak etemmo. Buktena ghennak, ke Sadiq. Ya alaporan ka ke shadiq, eyentare de’enje,
Sugiyanto yak odhik keyan. Nah itunah mon can saya, napa atas nama Musahan, tananah ongguna di’na emphuk kan. Eparon. Saya usaha
SPPTnah molae sabbhen, tak etemmo.... iya karena lambek la kose lempo, ebhegi jhuel paggun ekalak, tak ebhegi jual paggun ekala
” Itu punya saya tidak usah kok, langsung dibuat. SPPTnya tidak ketemu.
Buktinya lengkap, Ki Sadiq. Ya, saya lapor ka Ki Sadiq, diantar ke sini, Sugiyanto itu juga ndak bisa. Nah itunya kalau kata saya, apa atas nama
Musahan, tanah itu sebenarnya punya embak kan. Diparuh. Sayausaha SPPTnya mulaidulu, tidak ketemu... iya karena dulu sudah capek,
diijinkan dijual pasti diambil, tidak diijinkan juga pasti diambil.
111
Pengalaman Pak Mohamad membuktikan bagaimana penguasaan tanah oleh investor terjadi sangat “kasar”, terutama ketika akan dibangun tambak
udang. Karena SPPTnya tidak ditemukan, pihak-pihak tambak melalui kekuatan-kekuatan perangkat desa langsung mengambil alih lahan yang
sebelumnya dimiliki oleh Pak Mohamad. Dari penjelasan Pak Mohamad terlihat jelas kondisi sosial dan realitas sosial mencekam saat proses
penguasaan tanah. Meskipun tanah yang dimilikinya tidak diijinkan untuk digunakan sebagai tambak udang, tapi tetap saja diambil karena masyarakat
warga Desa Andulang tidak mempunyai kekuatan untuk menolak. Selain itu, penjualan tanah di Desa Andulang juga terkesan sangat murah
di bawah standar. Menurut Pak Mastawi, pembelian tanah yang dilakukan oleh investor tambak udang CV. Madura Marina Lestari cenderung berada di bawah
standar NJOP Nilai Jual Objek Pajak. “Tapi kan ini tetap di bawah standard NJOP, rata-rata penjualan tanah
memang tidak nyampe 20ribu. Itupun di beberapa pihak asing kan. Kalo
111
Wawancara dengan Bapak Mohamad warga yang tanahnya diambil oleh investor di Desa Andulang, Kecamatan Gapura, Sumenep pada tanggal 03 Desember 2016
98
NJOP kan 20 ribu kan. Ini udah pelanggaran lagi. 2016 selesai. Siapa yang salah? Ini kan sebenarnya persoalannya luas”.
112
Apa yang terjadi dengan lahan-lahan warga Desa Andulang tentu tidak
akan lepas dari kerjasama antara pemerintah sebagai penguasa mulai dari tingkat kabupaten hingga desa dengan pihak pengusaha tambak atau investor.
Kyai Dardiri dengan sangat tegas menjelaskan masalah ini. “Antara pemerintah penguasa dan pengusaha melakukan kerja sama
kalau melihat faktanya memang bener begitu. Dheri undang-undang, dheri peraturan daerah itu sudah seolah-olah memang sengaja peraturan
daerah dibuat untuk digunakan oleh pihak asing. Kedua, ada kawasan- kawasan yang tadinya kawasan pertanian mau dirubah menjadi kawasan
tambak yang ditetapkan secara top down oleh pemerintah daerah. Tak pernah melibatkan warga di kawasan itu.
113
Dari sinilah kemudian muncul suatu kesimpulan bahwa pengusaan lahan
milik warga Desa Andulang oleh investor selain melibatkan aparat desa dan pemerintah, ternyata juga ditetapkan secara top down. Pemerintah daerah dari
tingkat kabupaten hingga desa memunculkan kebijakan pembangunan perusahaan bukan melalui masyarakat warga, akan tetapi ditetap secara politis
dan sentralistis tanpa terlebih dahulu memusyawarahkan dengan warga. Dalam proses penguasaan tanah warga Desa Andulang oleh Kapitalisme atau investor
dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.