Kompetisi Sepak Bola Antar Kampung Di Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

(1)

KOMPETISI SEPAK BOLA ANTAR KAMPUNG

DI KECAMATAN TIGALINGGA

KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi

DISUSUN OLEH

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

LIAS ATE WIBOWO TINAMBUNAN

NIM. 080905012


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Lias Ate Wibowo Tinambunan N I M : 080905012

Departemen : Antropologi

Judul : Kompetisi Sepakbola Antar Kampung Di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi.

Medan, Juli 2013

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Zulkifli, MA Dr. Fikarwin Zuska

NIP. NIP.196212201989031005 Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Kompetisi Sepakbola Antar Kampung Di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi.

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juli 2013 Penulis


(4)

ABSTRAK

Tinambunan, Lias Ate Wibowo. 2013. Kompetisi Sepakbola Antar Kampung Di KecamatanTigalingga,Kabupaten Dairi. Skripsi ini terdiri dari 6 bab + 93 halaman + 8 tabel + 7 gambar + daftar pustaka

Penelitian ini mencakup hubungan kompetisi sepakbola antar kampung dengan partisipasi masyarakat di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi. Kompetisi sepak bola antar kampung menjadi salah satu ajang manfaat bagi kelompok, organisasi, sampai kepentingan individu. Kompetisi sepakbola antar kampung memiliki dampak positif dan dampak negatif terhadap interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat maupun antara masyarakat dengan para pemain sepakbola tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara sehingga dapat dilihat bahwa kompetisi sepakbola antar kampung mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat namun disamping itu masih ada masyarakat yang memanfaatkan kompetisi sepakbola antar kampung menjadi kegiatan yang negatif.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucap puji dan syukur yang tidak terhingga kepada Tuhan Yesus Kristus y a n g senantiasa menjadi inspirasi, penopang, teman terbaik penulis sepanjang hidupnya. Hanya karena kasih setia-Nya lah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak, diantaranya kepada Bapak Drs. Zulkifli, M.A selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, materi dan banyak hal lain dalam membimbing penulis mulai dari proses penyusunan proposal sampai penulisan skripsi ini selesai. Terima kasih atas bimbingan ilmu yang sangat berharga yang selalu beliau berikan, dengan senyum dan dukungan serta ketulusan dan kesabaran dalam membimbing penulis sehingga selalu memberi penulis semangat untuk terus berusaha menyelesaikan skripsi ini. Semoga apa yang telah beliau berikan kepada penulis mendapat balasan yang baik dan melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Terkhusus kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Bapak Drs. Agustrisno, MSP sebagai Sekretaris Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa sabar membimbing perkuliahan penulis.


(6)

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada seluruh dosen – dosen dan pegawai di Departemen Antropologi yang telah mendidik dan mengajar penulis selama proses perkuliahan. Kepada Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, Bapak Drs. Irfan Simatupang M.Si, Bapak Drs. Lister Berutu, M.A, Ibu Dra. Mariana Makmur, M.A, Bapak Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc, Sc, Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si, Ibu Dra. Sabariah Bangun, M.Soc,Sc, Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si, Ibu Dra. Sri Emiyanti, M.Si, Ibu Dra. Tjut Syahriani, M.Soc.Sc, Bapak Drs. Yance, M.Si, Bapak Drs Zulkifli Lubis, M.Si, Bapak Drs. Juara Ginting, M.A, Bapak Drs. Edi Saputra Siregar. Kepada seluruh staf di FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi, juga kepada Kak Nur dan Kak Sofi yang sudah membantu saya dalam mengurus kelancaran administrasi selama dalam masa perkuliahan.

Yang teristimewa, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua yang sangat dihormati dan juga disayangi, Bapak M. Tinambunan, S.Pd (Alm) dan kepada Ibu tercinta D. Br Manik yang selalu ada untuk mendoakan, memotivasi dan memberikan semua keperluan penulis baik materil maupun moril. Semua itu ternilai dan senantiasa seperti bunga yang mekar sepanjang masa dan semakin indah dari waktu ke waktu. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada saudara – saudara penulis yang juga selalu mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi. Kakanda Abdi Sabda P. T. Tinambunan, S.T / D. Manik dan keponakan – keponakanku Lolo dan Marcel, Kakanda Johana S.T Tinambunan AM.Keb / H. Berutu, M.Si, Kakanda Irene M.T Tinambunan S.Hut/ S. Sitinjak, S.P, Kakanda Monika V.A Tinambunan.


(7)

Kepada teman-teman baikku, Junius Tarigan, Riko tanpatti Perangin-angin, Donald Maruli, Fazri Pasaribu, Nelson Siahaan, Batara Silalahi, Kalvin Napitupulu, Hardi Simare-mare, Ramles Malau, Berkat Gulo, Radinton Malau, Deni Gulo, Iskandar Zulkarnaen, Arifin Hasibuan, Haris, Aldo Sitepu, Amin Multazam, Hezron Siahaan, Taufik Azhari, Helen Silalahi, Dea Anindieta, Berti Manurung, Sari Manurung, Harni Siboro, Mardayanti Ginting, Maria Silalahi, Helen Silalahi, Puteri Ananda, Duma Rosdiana, Bethrin Saragih, Santa Silalahi, Santa Panjaitan, Rulianna Sirait, dan kerabat-kerabat seperjuangan Antropologi stambuk 2008 yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat warna-warninya persahabatan yang telah kalian berikan selama ini, persahabatan dengan kalian selama ini membuat saya mempunyai pengalaman-pengalaman baru.

Khusus juga saya sampaikan ucapan terimakasih kepada UKM sepakbola FISIP Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saya kesempatan untuk turut aktif dalam kegiatan UKM di dalam lingkungan fakultas. Terimakasih saya ucapkan kepada Franklin Sitohang (gattuso), Rahmat Novian, Junjung Sahala Tua Manik, Ivri Girsang, Reno pumaniangsah, Riyandiko Nainggolan, M Rozi Simatupang, Doni Siregar, Marco Silalahi, Novian, Duas Jhorgi, Yoangga, dan kepada seluruh anggota UKM sepakbola FISIP, USU, dan juga alumni yang pernah bergabung dalam UKM sepakbola dan telah bersedia menemani dan membantu saya dalam masa perkuliahan yang saya jalani. Juga kepada teman-teman futsal saya yaitu Bintang 5 FC, Frido Sinaga, Riyandiko Nainggolan, Freddy, Dominggo Siregar, Paian Sinaga, Nandho Malau, Aden Sihombing, Adi Chanmaro, Samuel Manik, Rahmat, Faber, dan bagi teman-teman yang tidak bisa


(8)

saya sebutkan namanya satu persatu, saya mengucapakan terimakasih karena pertemanan yang begitu akrab baik dalam pertandingan futsal ataupun diluar pertandingan futsal.

Kepada teman-teman kostku gapen yang selalu memberikan kegiatan-kegiatan positif selama saya berada diluar lingkungan kampus, Derez Xaverius Damanik (monki), Pangeran Bernard Alehandro Panjaitan, Justin Harianja, Sofran Restu, M Arif, bang Rizal (saingan terberat CUP), Mustafa, Ilyasa Nazri, bang Hari, lek Jan W.S, Triananda, Epsan mobil dan printer, Deni, Faisal pecel, Dedi, terimakasih telah menemani dalam menjalani hari-hari bersama setiap hari mulai dari pagi siang dan malam. Yang pasti akan selalu saya ingat adalah kebersamaan yang selalu terjalin dan kekompakan yang tidak akan pernah terlupakan. Terimakasih juga buat bang Rizal yang mengadakan PS3 sehingga kita semua bisa semakin dekat antara satu dengan yang lain dalam permainan CUP dan selalu bergadang. Kegiatan tersebut akan selalu menjadi kenangan yang indah untuk di kenang.

Salam sayang juga untuk Novelina Nababan S.pd, kekasih saya, terimakasih atas kesabaran dan kesetiaannya mendampingi saya dalam mengerjakan skripsi. Terimakasih sudah sabar dalam membantu melawan rasa malas yang ada dalam diriku. Terimakasih juga atas kecerewetannya yang kadang membuat kesal tetapi merupakan alat yang paling ampuh dalam menghadapi orang malas dan itu salah satu cara menunjukkan rasa sayang kepadaku. Terimakasih karena telah memberi semangat kepada saya, sukses dalam pekerjaan dan cinta, JCLUS, JCBWL.


(9)

Tuhanlah kiranya yang mampu membalas segala kebaikan yang telah saya terima dari semua pihak. Menyadari akan keterbatasan saya, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat saya harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Lias Ate Wibowo Tinambunan, lahir pada tanggal 2 Maret 1989 di Tigabalata, Kecamatan Jorlanghataran, Kabupaten Simalungun. Beragama Kristen Protestan, anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Metusael Tinambunan Spd dan Dine Br. Manik.

Riwayat Pendidikan Formal adalah SD Negeri 091494 Tigabalata (1995-2001), SMP Negeri 1 Tigabalata (2001-2004), SMA Negeri 2 Pematang Siantar (2004-2007).

Masuk perguruan tinggi negeri di Universitas Sumatera Utara jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui jalur UMB pada tahun 2008. Selama masa kuliah penulis aktif ikut dalam kegiatan organisasi UKMKP USU, dan kegiatan olahraga di UKM sepakbola FISIP dan USU dan berhasil mendapat medali dalam beberapa kejuaraan sepakbola antar mahasiswa serta ikut beberapa kegiatan organisasi lainnya di kampus Universitas Sumatera Utara. Alamat email saya adalah : liasbowo@yahoo.com.


(11)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Kompetisi Sepak Bola Antar Kampung Di Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi”.

Ketertarikan penulis mengkaji masalah ini adalah untuk memunculkan perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan pembaca mengenai dampak positif dan negatif kompetisi sepak bola antar kampung. Karena kompetisi sepak bola antar kampung menjadi salah satu ajang manfaat bagi kelompok, organisasi, sampai kepada kepentingan individu. Salah satu alasan pelaksanaan kompetisi sepak bola antar kampung saat ini adalah kompetisi yang dijadikan sebagai ajang judi bahkan juga kampanye politik yang menguntungkan sebagian pihak. Pada dasarnya hal ini menjadi suatu kendala dalam memajukan kualitas masyarakat yang sebenarnya.

Dalam skripsi ini penulis menjabarkan penjelasan tentang sepak bola, aturan – aturan dalam sepak bola, bahkan juga penjelasan tentang daerah – daerah yang memiliki hubungan dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan demikian, penulis menyampaikan bahwa pentingnya pelaksanaan kompetisi sepak bola antar kampung untuk mengasah dan menghasilkan pemain sepak bola yang berkualitas. Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan interaksi sosial yang positif dalam


(12)

masyarakat. Hal – hal tersebut diharapkan akan menjadi suatu proses peningkatan kualitas masyarakat yang baik.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Juli 2013

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Metode Penelitian ... 12

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 12

1.6.1.1 Observasi ... 13

1.6.1.2 Wawancara ... 14


(14)

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 15

2.1 Sejarah Desa Tigalingga ... 15

2.2 Letak dan Kondisi Geografis ... 18

2.3 Keadaan Alam ... 19

2.3.1 Iklim ... 19

2.3.2 Keadaan Tanah ... 19

2.4 Pola Pemukiman ... 20

2.4.1 Sarana Jalan dan Transportasi ... 26

2.4.2 Media Massa dan Sarana Kesehatan ... 26

2.5 Penduduk ... 28

2.6 Unsur-unsur Kebudayaan ... 33

BAB III TIGALINGGA SEBAGAI SUATU KOMUNITAS ... 39

3.1 Upacara Warga Komunitas ... 39

3.2 Komunikasi Antar Warga ... 42

3.3 Organisasi Pemerintahan Desa ... 44

3.4 Sistem Mata Pencahrian ... 47

BAB IV KOMPETISI SEPAKBOLA ANTAR KAMPUNG ... 51


(15)

4.1.1 Kompetisi Sistem Jumpa ... 54

4.1.2 Kompetisi Sistem Gugur ... 55

4.2 Kompetisi Sepakbola di Indonesia ... 56

4.3 Kompetisi Sepakbola di Kecamatan Tigalingga ... 60

BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KOMPETISI SEPAKBOLA ANTAR KAMPUNG ... ... 68

5.1 Partisipasi Masyarakat Sebagai Salah Satu Pemain Sepakbola ... ... 69

5.2 Partisipasi Masyarakat Sebagai Pendukung Tim ... 75

5.3 Partisipasi Masyarakat Sebagai Pedagang ... 79

BAB VI PENUTUP ... 89

6.1 Kesimpulan ... 89

6.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ……….. 92


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL 1

Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah ... ... 19

TABEL 2

Pola Pemukiman Penduduk ... ... 25

TABEL 3

Komposisi Penduduk Kecamatan Tigalingga Berdasarkan Usia ... ... 28

TABEL 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Sarana Ibadah Agama dan Desa ... 29

TABEL 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 30

TABEL 6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahrian ... ... 31

TABEL 7


(17)

TABEL 8


(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1

Dua Kompetisi Sepakbola Di Indonesia ... 60

GAMBAR 2

Kondisi Lapangan Sepakbola Pada Saat Banjir di Kecamatan Tigalingga .... 62

GAMBAR 3

Salah Satu Tim Peserta Kompetisi Sepakbola Antar Kampung ... 65

GAMBAR 4

Dua Tim Sepakbola Antar Kampung Yang Akan Bertanding ... 73

GAMBAR 5

Partispasi Masyarakat ... 78

GAMBAR 6

Partisipasi Masyarakat Sebagai Salah Satu Pendukung Tim Sepakbola ... 79

GAMBAR 7


(19)

ABSTRAK

Tinambunan, Lias Ate Wibowo. 2013. Kompetisi Sepakbola Antar Kampung Di KecamatanTigalingga,Kabupaten Dairi. Skripsi ini terdiri dari 6 bab + 93 halaman + 8 tabel + 7 gambar + daftar pustaka

Penelitian ini mencakup hubungan kompetisi sepakbola antar kampung dengan partisipasi masyarakat di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi. Kompetisi sepak bola antar kampung menjadi salah satu ajang manfaat bagi kelompok, organisasi, sampai kepentingan individu. Kompetisi sepakbola antar kampung memiliki dampak positif dan dampak negatif terhadap interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat maupun antara masyarakat dengan para pemain sepakbola tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara sehingga dapat dilihat bahwa kompetisi sepakbola antar kampung mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat namun disamping itu masih ada masyarakat yang memanfaatkan kompetisi sepakbola antar kampung menjadi kegiatan yang negatif.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini membahas tentang kompetisi sepakbola antar kampung. Pilihan terhadap fokus penelitian ini disebabkan sepakbola merupakan cabang olahraga yang paling banyak diminati oleh manusia sekarang ini.Sepakbola yang pada awalnya merupakan salah satu cabang olahraga secara lambat laun berubah menjadi salah satu profesi. Selain itu, sepakbolabukan hanya sekedar olahraga saja, tetapi telah menjadi sebuah industri. Akan tetapi, kompetisi sepakbola yang kita saksikan saat ini seringkali dimulai dari suatu kompetisi lokal, yang sering disebut kompetisi antar kampung atau tarkam.

Tarkam adalah suatu ajang pertandingan yang merupakan kepanjangan dari tarikan kampung atau antar kampung. Dari beberapa cabang olahraga yang dikompetisikan antar kampung, ternyata sepakbola tetap mendominasi warga di lokasi penelitian ini. Hal ini disebabkan dalam pertandingan sepakbola antar kampung tidak hanya melibatkan pemain lokal tetapi juga pemain sepakbola tingkat Pelatda, tingkat Kabupaten, bahkan melibatkan pemain nasional.

Kompetisi sepakbola antar kampung biasanya dilaksanakan pada saat menjelang peringatan hari kemerdekaan RI dimulai pada sekitar bulan Juni dan Juli setiap tahunnya. Dalam proses pelaksanaan kompetisi sepakbola ini sebagian besar masyarakat ikut berpartisipasi sebagai penyumbang dana, menjual berbagai jenis makanan dan minuman di seputaran lapangan sepakbola, bahkan ada


(21)

Pada masa-masa menjelang pemilu, partai politik memanfaatkan kompetisi sepakbola antar kampung sebagai ajang kampanye dengan cara mendanai pertandingan sepakbola tersebut, dengan harapan masyarakat mengetahui siapa dan partai mana yang memberi dana kompetisi.

Selain politik, pemain sepakbola profesional juga ikut berpartisipasi di dalam kompetisi sepakbola antar kampung ini. Kompetisi sepakbola antar kampung menjadi sebuah tantangan bagi para pemain sepakbola. Selain mendapatkan tantangan bermain di kampung orang juga menjadi tantangan mendapatkan permainan yang sedikit jauh dari permainan sepakbola yang sebenarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat sekarang ini gaji dari pemain sepakbola yang tingkatannya sudah bermain di kompetisi nasional terkadang masih terhambat dalam pembayaran terhadap pemain. Hal ini yang menyebabkan para pemain mencari solusi lain dalam pemenuhan kebutuhan materi dan kompetisi sepakbola antar kampung merupakan salah satu solusi terbaik karena sejalan dengan profesi mereka sebagai pemain sepakbola. Pemain yang bermain di kompetisi sepakbola antar kampung biasanya akan mendapatkan bayaran setiap pertandingannya, berbeda pada saat pemain berada di dalam kompetisi nasional yang pembayarannya bersifat kontrak yang akan dilunasi tiap tahunnya. Hal ini yang menyebabkan para pemain mencari solusi untuk mendapatkan uang yang sifatnya relative cepat yaitu bermain di dalam kompetisi sepakbola antar kampung.

Di dalam pelaksanaan kompetisi sepakbola antar kampung juga ada masyarakat yang ikut berpartisipasi sebagai pedagang yang memanfaatkan kompetisi sepakbola antar kampung ini menjadi salah satu waktu yang tepat


(22)

untuk berdagang. Pada saat berlangsungnya kompetisi sepakbola antar kampung ini banyak masyarakat yang hadir di lapangan sepakbola yang secara otomatis memberikan keuntungan bagi pedagang yang memanfaatkan situasi kompetisi sepakbola antar kampung. Masyarakat akan merasa lebih nyaman menyaksikan pertandingan sepakbola jika diselingi dengan jajanan yang ada di sekitar lapangan sepakbola tempat berlangsungnya kompetisi sepakbola antar kampung.

Kompetisi sepakbola antar kampung juga tidak lepas dari apa yang dinamakan judi. Masyarakat yang ikut berpartisipasi di dalam kompetisi sepakbola antar kampung juga memanfaatkan sebagai salah satu sarana permainan judi. Karena menurut Kartini perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian kejadian yang tidak atau belum hasilnya (Kartono,1992: 56). Sedangkan Undang Undang Hukum Pidana, mengartikan perjudian sebagai tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung untungan saja, juga kalau kemungkinan bertambah besarkarena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya (Hamzah, 1986: 154).

Judi ada di dalam kompetisi sepakbola antar kampung mendorong hal lain yang menuntut untuk mendapatkan sesuatu yang dianngap bernilai dengan berbagai cara yang diantaranya ialah bersifat mistik1

1


(23)

satu hal yang wajar dilakukan di dalam sepakbola antar kampung. Secara umum meditasi diartikan sebagai suatu daya pemusatan batin percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk tujuan kesempurnaan hidup manusia, baik secara rohani maupun jasmani. Psikolog David Orme Johnson (1973), menemukan bahwa orang yang mempraktekkan meditasi menunjukkan “Greater autonomic stability” yang amat bermanfaat terhadap stabilitas penampilan seseorang dalam tugas sehari-hari (Gunarsa, 1989: 272). Dengan mengkaji suatu kompetisi sepakbola antar kampung dilihat dari sudut pandang antropologi, diharapkan mengetahui dampak positif dan negative dari kompetisi sepakbola antar kampung.

1.2. Tinjauan Pustaka

Sepakbola adalah tim yang masing-masing beranggotakan 11 (sebelas) orang. Memasuki abad ke-21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta orang di 200 negara, yang menjadikannya olahraga paling populer di dunia2

Dilihat dari subjek sepakbola adalah manusia untuk itu peneliti mencoba untuk memahami dan mengerti pelaku sepakbola. Memang pada dasarnya seorang pemain sepakbola wajib hukumnya untuk memiliki jasmani yang sehat dan tentu

.

Motto Olahraga Nasional, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”, merupakan konsep operasional untuk mewujudkan secara nyata pembangunan manusia seutuhnya sekaligus menjadi konsep pendidikan jasmani dan olahraga Indonesia (Gunarsa. Singgih dkk. 1989: 87).

2


(24)

saja kuat. Harapan tersebut akan tercapai apabila sebuah klub dapat menerapkan latihan fisik yang mencukupi baik dari segi kuantitas, maupun kualitasnya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah latihan fisik bukan hanya harus rutin, tetapi juga harus variatif dan menyenangkan. Akan tetapi dalam olahraga, khususnya sepakbola, bukan sisi jasmani saja yang berpengaruh, melainkan juga faktor psikologi pemain. Jika kita lihat, faktor psikologi banyak diremehkan oleh seorang atlet atau bahkan pelatih sepakbola.

Salah satu ciri massa (penonton) adalah emosi yang labil. Begitu mereka mengalami kekecewaan, maka mereka akan menunjukkan sifat yang agresif, berupa cemoohan terhadap atlet. Disamping pengaruh yang merugikan itu, ada pula pengaruh massa yang dapat membangkitkan semangat atau rasa percaya diri, sehingga dalam situasi yang kritis atlet merasa seakan-akan mendapat “angin”, yang lalu berangsur-angsur ia mampu menguasai keadaan dan menunjukkan penampilan yang lebih baik (Gunarsa. Singgih dkk. 1989: 145 ).

Kompetisi merupakan salah satu cara seleksi di dalam suatu pertandingan baik itu pertandingan olah raga maupun kompetisi di dalam dunia kerja. Kata kompetisi menjadi suatu tantangan bagi siapa saja yang mempunyai saingan. Karena kompetisi tidak lain dengan yang dinamakan seleksi karena kompetisi dan seleksi sama-sama memilih salah satu yang terbaik dari beberapa saingan. Kompetisi merupakan persaingan yang menunjuk kepada kata sifat siap bersaing dalam kondisi nyata dari setiap hal atau aktifitas yang dijalani.

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai


(25)

defenisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik (http://id.wikipedia/politik).

Kampanye adalah sebuah tindakan doktet bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suat guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Dalam sistem politik

elektoral

pencapaian dukungan, di mana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis3

tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam suat

Suatu kampanye isu (persoalan) dilakukan untuk memenangkan isu. Suatu kampanye isu berakhir dalam kemenangan yang jelas. Organisasi mendapatkan sesuatu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Seseorang yang berkuasa menyetujui melakukan sesuatu yang sebelumnya dia tolak. Kampanye merupakan serangkain peristiwa yang saling terkait, meliputi suatu jangka waktu, yang masing-masing membangun kekuatan organisasi dan mendekatkannya kepada kemenangan (Mendoza, Democrito T. 2004: 9).

Judi4

3

http//id.wikipedia.org/wiki/Kampanye-politik 4

http//infoini.com/2012/pengertian-judi.html

adalah tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain.Termasuk permainan judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan


(26)

atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.

Dari pengertian tersebut maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi, Yaitu adanya unsur :

1. Permainan / perlombaan. Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati. Jadi bersifat rekreatif. Namun disini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan. 2. Untung-untungan. Artinya untuk memenangkan permainan atau

perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif / kebetulan atau untung-untungan. Atau faktor kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.

3. Ada taruhan. Dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan kadang istripun bisa dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.


(27)

Diakui atau tidak, perdukunan merupakan fenomena umum yang melanda setiap lapisan masyarakat, dari rakyat kecil yang sekedar ingin menanyakan momor buntut hingga para calon pejabat yang ingin mendapatkan kedudukan tertentu atau yang ingin mempertahankan jabatannya (Ruslani. 2004: 104).

Istilah dukun diartikan sebagai “orang yang mengobati, menolong orang sakit,atau memberi jampi-jampi.” Ada tiga kelompok yang termasuk dalam kategori dukun menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu, (1) dukun beranak, dukun yang pekerjaan nya menolong perempuan melahirkan; (2) dukun klenik, dukun yang membuat dan memberi guna-guna atau kekuatan gaib lainnya; (3) dukun tenung, dukun yang memiliki atau mampu menggunakan kekuatan gaib terhadap manusia (Ruslani. 2004: 105).

Menjadi dukun memang sangat menarik secara ekonomis, karena permintaan akan layanan dukun cukup tinggi. Sejalan dengan tesis bahwa dukun merupakan bagian dari budaya pedesaan, orang mungkin menduga bahwa permintaan akan layanan mereka di kota berakar dari sikap-sikap kampungan yang masih belum pupus. Namun, dukun mempunyai sejumlah fungsi-fungsi baru yang khas bagi masyarakat kota. Secara kasar, kasus-kasus yang dimintakan penyelesaiannya kepada dukun dapat dibagi kedalam empat kategori: penyakit, kesulitan ekonomi, karier, dan persoalan jodoh. Namun, sebenarnya masih ada sebab lain yang membuat orang pergi ke dukun, yaitu dendam dan sakit hati atau campuran dua atau lebih dari lima persoalan tersebut (Ruslani. 2004: 136).

Dukun telah menjadi bagian dari integral dari masyarkat kita yang majemuk. Disatu sisi, dia merupakan sosok yang banyak dicaci masyarakat karena dianggap sesat dan membodohi, di sisi lain, dukun justru dijadikan tempat


(28)

mencari petunjuk disaat orang-orang tertentu mengalami kebingungan dan kebuntuan yang tidak dapat dia temukan jawabannya dalam teori-teori ilmiah maupun analisis para pakar di bidang tertentu (Ruslani, 2004: 105).

Kompetisi sepakbola antar kampung merupakan pergeseran dari olah raga tradisional yang biasanya diselenggarakan pada saat menyambut hari kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya dalam rangka menyambut hari kemerdekaan olah raga tradisional seperti perlombaan makan kerupuk, perlombaan lari goni, panjat pinang telah sedikit bergeser ke arah kompetisi sepakbola antar kampung. Salah satu olah raga tradisional yang telah sedikit bergeser ialah olah raga pencak silat. Asal kata pencak silat ialah, pencak artinya tarian, sedangkan silat artinya silaturahmi (Jas Admar, 2007: 1). Dalam eksistensi pencak silat sebagai suatu sistem mengendap seperangkat nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan sebagai aspek ideal. Dari pencak silat tersebut manifes tindakan-tindakan berpola sebagai aspek sosial dan juga dalam rangka pencak silat tercakup seperangkat peralatan dan teknologi sebagai aspek material (Yunus Ahmad, 1985: 1).

Para ahli media tradisional seperti Ranganath (1976) dan Dissayanake (1977) yang dikutip Kanti Walujo menyatakan, sifat-sifat umum media tradisional yaitu mudah diterima, relevan dengan budaya yang ada, menghibur, menggunakan bahasa lokal, memiliki unsur legitimasi, fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi pesan-pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah dan sebagainya. Fungsi media tradisional sebagai sarana hiburan, sarana pendidikan, sarana kontrol sosial, sarana diseminasi informasi, sarana pelestarian dan pengembangan


(29)

nilai-nilai budaya bangsa dan sarana perekat persatuan dan kesatuan bangsa (Walujo Kanti, 2011: 3).

Kompetisi sepakbola antar kampung menjadi salah satu hiburan bagi banyak masyarakat baik itu kalangan bawah, menengah, sampai kalangan atas. Sepakbola tidak hanya berubah fungsi sebagai salah satu sarana olahraga saja melainkan menjadi kepentingan banyak orang. Dunia industri sekarang ini tidak lepas dari sepakbola, mereka melihat ada banyaknya peluang bisnis di dalam dunia sepakbola, baik itu berupa saham, iklan, sampai transaksi jual beli pemain sepakbola.

Kompetisi sepakbola antar kampung di dalam Antropologi dapat dilihat sebagai suatu kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Oleh karena itu, kompetisi sepakbola antar kampung menjadi salah satu sarana di dalam masyarakat untuk tetap menjalin rasa sosial antara sesama. Ada tujuh (7) unsur kebudayaan yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, kesenian. Salah satu dari tujuh unsur kebudayaan itu ialah organisasi sosial, dengan adanya kompetisi sepakbola antar kampung masyarakat mulai lebih mementingkan sepakbola daripada olahraga tradisional lainnya dimana pengaruh industrialisasi sudah masuk mendalam, tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sektor kehidupan seseorang, biasanya mulai berkurang, dan bersamaan dengan itu adat-istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor (Koentjaraningrat, 2002: 366).


(30)

Dalam menganalisis masyarakat dari kebudayaan umat manusia, salah satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fungsionalisme. Pendekatan ini muncul didasari oleh pemikiran bahwa manusia di sepanjang hayatnya dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain disekitarnya, sehingga manusia tidak pernah seratus persen menentukan pilihan tindakan, sikap, atau perilaku tanpa mempertimbangkan orang lain. Berdasarkan kajian Malinowski, dia menyimpulkan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi sosial terhadap unsur – unsur kebudayaan lainnya.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana kompetisi sepakbola antar kampung (tarkam) bertahan dan berkembang di Kabupaten Dairi?

2. Mengapa masyarakat meminati kompetisi sepakbola antar kampung (tarkam)?

3. Bagaimana hubungan kompetisi sepakbola antar kampung terhadap partisipasi masyarakat?


(31)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui alasan masyarakat mengikuti kompetisi sepakbola antar kampung dalam kehidupan sosial masyarakat, mengetahui dampak positif dan negatif mengikuti kompetisi sepakbola antar kampung, dan bagaimana hubungan antara kompetisi kompetisi sepakbola antar kampung dan aspek – aspek lainnya.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat praktis penelitian ini dibuat agar memunculkan perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan pembaca mengenai dampak positif dan negatif kompetisi sepakbola antar kampung. Karena kompetisi sepakbola antar kampung menjadi salah satu ajang manfaat bagi kelompok, organisasi, sampai kepentingan individu. Adapun manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan tentang kompetisi sepakbola antar kampung serta menjadi bahan bacaan yang bermanfaat dan bahan studi kepustakaan bagi ilmu-ilmu pendidikan yang bersangkutan dengan penelitian ini. Dengan demikian pemerintah,masyarakat, dan pembaca dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak negatif dalam kompetisi sepakbola antar kampung di daerahnya masing-masing.

1.6Metode Penelitian

1.6.1 Teknik pengumpulan data

Dunia antropologi mempunyai pengalaman yang lama dalam hal menghadapi anekawarna (diversitas) yang besar antara beribu-ribu kebudayaan


(32)

dalam masyarakat kecil yang tersebar di seluruh muka bumi, dan ini menyebabkan berkembangnya berbagai metode mengumpulkan bahan yang mengkhusus ke dalam, yang kualitatif; serta berbagai metode pengolahan dan analisa yang bersifat membandingkan, yang komparatif (Koentjaraningrat, 2002: 30).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode etnografi. Menurut Malinowsky (dalam Spradley, 1997) etnogrfi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungan dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangan mengenai dunianya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam dua bagian yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data tambahan untuk menunjang data-data primer yang diperoleh dari internet, buku, jurnal, artikel dan sumber kepustakaan lainnya. Data primer merupakan data utama yang diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara.

1.6.1.1Observasi

Tahap observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan terlibat (observasi partisipasi) terhadap respon masyarakat, pemain. Observasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dairi. Adapun alasan memilih Kabupaten Dairi adalah karena ajang kompetisi sepakbola antar kampung sangat sering dilaksanakan di daerah tersebut, hal ini juga karena pada saat proses penelitian ini sedang berlangsung kompetisi sepakbola antar kampung di daerah tersebut. Dalam hal ini penulis ikut berpartisipasi sebagai peserta. Adapun tujuan observasi


(33)

ini adalah untuk mengamati respon masyarakat dan pemerintah terhadap kompetisi sepakbola antar kampung.

1.6.1.2Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data dimana peneliti dan salah satu informan hadir dalam waktu dan tempat yang sama dalam rangka memperoleh data dan informasi yang diperlukan dala suatu penelitian. Lazimnya dalam penelitian social diterapkan wawancara berstruktur (Siagian, Matias, 2011: 211). Pertanyaan penulis dalam wawancara penelitian ini akan sangat berbeda bentuknya dengan pertanyaan yang ada dalam angket, karena dalam wawancara, peneliti dan salah satu informan berinteraksi secara langsung dan sama-sama aktif. Dalam wawancara ini peneliti memilih salah satu informan yang ikut berpartisipasi dalam kompetisi sepak bola antar kampung.

1.6.2 Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data tergolong proses yang cukup panjang. Langkah awal pengolahan data adalah mempelajari jawaban responden. Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianlisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat ditemukan kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang diteliti.


(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2. 1. Sejarah Desa Tiga lingga

Tigalingga adalah salah satu wilayah perbatasan yang oleh penguasa Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi lima kecamatan yakni Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kebudayaannya memang Karo dan kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah Dairi akibat demarkasi atau batas pemisah, biasanya ditetapkan oleh pihak yang sedang berperang (bersengketa) oleh Belanda.

Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja Sisisngamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.

Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu


(35)

oleh seorang Demang dari penduduk Pribumi/Bumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.

Pemerintah Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon (Jepang) pada tahun 1942. Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer Sekutu.

Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu ileh Komite Nasional Daerah.

Pada masa Agresi Militer I, Belanda berhasil menduduki wilayah Sumatera Timur yakni Sidikalang, Sumbul, Kerajaan, Salak, Tigalingga, dan Tanah Pinem. Disamping itu terjadi juga perjuangan pembentukan daerah otonom yang mengakibatkan Dairi terdiri dari beberapa kecamatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah


(36)

Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang; 2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul; 3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga; 4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh; 5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;

6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;

7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil; 8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja;

Berdasarkan peraturan pemerintah wilayah Tigalingga, terdiri dari : 1. Kecamatan Tigalingga;

2. Kecamatan Tanah Pinem;

3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga; 4. Kecamatan Siempat Nempu;

5. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hulu; 6. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hilir; 7. Perw. Kecamatan Pegagan Hilir;

Kecamatan Tigalingga dahulunya merupakan wilayah Karo dan bisa dikatakan sejak lama menjadi model bagi Dairi dalam hal pertanian. Sejak bersentuhan dengan teknologi pertanian di masa Hindia Belanda, Karo telah menjadi sentra agribisnis utama di Sumatera bahkan di Indonesia. Luas Kecamatan Tigalingga adalah 197 Km2 yang terdiri dari 14desa dan 1 kelurahan, yaitu Lau Sireme, Lau Mel, Lau Bagot, Sukandebi, Lau Molgap, Lau Pakpak,


(37)

Palding, Bertungen Julu, Palding Jaya Sumbul, Sarintonu, Juma Gerat, Ujung Teran dan Sumbul Tengah serta Tigalingga. Kecamatan Tigalingga merupakan Kecamatan Induk dari Kecamatan Gunung Sitember yang dulunya merupakan satu Kecamatan.

2.2. Letak dan Kondisi Geografis

Luas kecamatan Tigalingga adalah 197 Km2, yang terdiri dari 14 desa. Kecamatan Tigalingga terletak antara Lintang Utara : 98o00 – 98o30 dan Bujur Timur : 2o15 – 3o00. Jarak antara kantor Kecamatan Tigalingga dengan Kantor Bupati adalah 28Km.

Adapun batas-batas Kecamatan Tigalingga secara administratif sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Gunung Sitember Sebelah Selatan : Kecamatan Pegagan Hilir

Sebelah Barat : Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Gunung Sitember.

Kecamatan Tigalingga dengan Kota Sidikalang dapat ditempuh selama 50 menit dengan menggunakan angkutan umum yang berjarak 45 Km. Dan Kecamatan Tigalingga berjarak 316 Km dari Kota Medan dan dapat ditempuh selama 6 jam dengan menggunakan angkutan umum.


(38)

2.3. Keadaan Alam

2.3.1. Iklim

Kecamatan Tigalingga berhawa dingin. Kecamatan Tigalingga yang berjarak hanya sekitar 45 Km dari Kota Sidikalang memiliki kesamaan iklim yang dingin. Kecamatan Tigalingga mengalami dua kali pertukaran musim sepanjang tahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan September sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai bulan Agustus.

2.3.2. Keadaan Tanah

Kecamatan Tigalingga berada pada ketinggian 500 sampai dengan 700 m diatas permukaan laut. Pada umumnya penggunaan tanah yang ada di Kecamatan Tigalingga ini adalah tanah kering. Dari 14 desa yang ada di Kecamatan Tigalingga umumnya memilih penggunaan tanah kering dibandingkan dengan tanah sawah, atau penggunaan sebagai bangunan. Adapun luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan desa di Kecamatan Tigalingga dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1: Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah

No Desa Tanah

sawah

Tanah kering

Bangunan/pekarangan Lainnya Jumlah 1 Sumbul

tengah

40 1.288 10 162 1.500

2 Ujung teran 40 1.115 8 37 1.200

3 Sarintonu 76 1.070 20 34 1.200

4 Jumagerat 52 2.822 22 604 3.500

5 Palding - 1.189 14 97 1.300

6 Bertungenjulu - 452 20 28 500

7 Laumolgap - 1.347 25 128 1.500

8 Sukandebi - 1.959 16 125 2.100

9 Lau bagot 60 479 36 25 600


(39)

12 Lau mil - 332 34 34 400

13 Lau pak-pak - 2.314 12 174 2.500

14 Palding jaya - 734 10 56 800

Jumlah 268 17.313 347 1.772 19.700

Sumber :kepala Desa Se Kecamatan Tigalingga

Dari tabel dapat dilihat perbandingan penggunaan tanah kering sangat dominan dibandingkan dengan penggunaan tanah sawah atau bangunan. Penggunaan tanah kering menjadi sangat dominan di masyarakat Kecamatan Tigalingga karena pada umumnya masyarakat Tigalingga melakukan aktivitas berkebun atau berladang.

Penggunaan tanah yang paling luas di Kecamatan Tigalingga adalah untuk tanah ladang. Tanah yang dipergunakan untuk perladangan yang ada di Kecamatan Tigalingga seluas 17.313 ha. Sebagian besar tanah perladangan ditanami dengan tanaman seperti: durian, cokelat, dan kopi.

2.4. Pola Pemukiman

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapatmerupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempattinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan danpenghidupan.Pola pemukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggalmenetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya.

Desa di Indonesia terbentuk dari pembukaan lahan untuk pertanianyang dilakukan oleh individu atau sekelompok yang akhirnya menetap. Di Kecamatan Tigalingga, pemukiman desa dihuni oleh orang – orang yang seketurunan. Mereka memiliki nenek moyang yang sama, yaitu para cikal bakal pendiri desa tersebut. Penduduk Kecamatan Tigalingga terdiri dari


(40)

5.512 kk, dengan jumlah penduduk seluruhnya 21.444 jiwa yang terdiri dari 10.582 jiwa laki-laki dan10.862 jiwa perempuan. Rumah-rumah yang ada di kecamatan ini umumnya memanjang dan yang lainnya menyebar tidak teratur mengikuti jalan kecil.

Jenis jalan umum yang terdapat di Kecamatan Tigalingga adalah jalan aspal. Jenis jalan ini dapat ditemukan mulai dari kota Sidikalang sampai dengan Kecamatan Tigalingga. Kualitas jalan yang terdapat tidak begitu bagus karena sebagian besar jalan sudah rusak dan berlubang. Hal ini disebabkan karena jalan umum ini sudah lama tidak diperbaiki.

Disekitar jalan umum yang terdapat di Kecamatan Tigalingga dapat dilihat perumahan penduduk. Perumahan penduduk masyarakat umumnya bersifat semi permanen, rumah penduduk umumnya terbuat dari papan dan memiliki pondasi yang terbuat dari semen, rumah penduduk juga membuat atap rumah mereka dari seng aluminium. Adapun rumah penduduk yang bersifat gedung berada di pusat kecamatan yang berada dekat dengan pusat pemerintahan dan pasar

Hasil kebun yang dimiliki oleh masyarakat akan dijual di pasar dan akan diperjual belikan oleh masyarakat yang ada di pasar. Puncak pasar di Kecamatan Tigalingga ada pada hari Rabu setiap minggu. Masyarakat yang berinteraksi di pasar berasal dari berbagai daerah yang ada di sekitar Kecamatan Tigalingga. Masyarakat berasal dari berbagai daerah baik itu dari Kota Sidikalang maupun desa-desa lain yang berada dekat dengan Kecamatan Tigalingga. Masyarakat ramai berada di pasar karena puncak pasar hanya sekali dalam seminggu, hal ini mengakibatkan masyarakat harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam jumlah yang besar supaya cukup sampai dengan puncak pasar berikutnya.


(41)

Disekitar pasar terdapat pusat pemerintahan seperti kantor camat, puskesmas dan juga kantor polisi. Pusat pemerintahan yang paling dekat dengan pasar adalah kantor polisi, karena di pasar terdapat interaksi masyarakat dalam jumlah yang besar yang sangat rentan dengan perselisihan paham. Kantor camat dan juga puskesmas berada dekat dengan kantor polisi. Kantor pusat pemerintahan ini berada saling berdekatan supaya masyarakat tidak kesulitan dalam mengurus sesuatu yang berkaitan dengan ketiga kantor pusat pemerintahan tersebut.

Selain dari kantor pusat pemerintahan terdapat juga sekolah di Kecamatan Tigalingga. Tingkatan sekolah yang ada adalah SD, SLTP, SMA. Seluruh sekolah yang ada merupakan sekolah negeri dan tidak terdapat sekolah swasta di kecamatan ini dan lokasi sekolah tidak berada jauh dari pusat pemerintahan. Jenis bangunan dari seluruh sekolah sudah bersifat gedung dan telah menggunakan sistem belajar yang berbasis kompetensi. Siswa dari seluruh sekolah umumnya berasal dari Kecamatan Tigalingga. Sekolah yang memiliki siswa berasal dari daerah lain adalah SMA, karena SMA tidak terdapat di seluruh desa yang ada di sekitar Kecamatan Tigalingga.

Masyarakat di Kecamatan Tigalingga hanya menganut dua agama saja yaitu Kristen dan Islam. Mayoritas agama yang dianut masyarakat adalah agama Kristen. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sarana ibadah, terdapat dua gereja dan 1 mesjid. Jenis bangunan dari sarana ibadah tersebut adalah gedung yang besar seperti gedung sarana ibadah pada umumnya.

Jumlah lapangan sepakbola di Kecamatan Tigalingga adalah dua, lapangan sepakbola berada dekat dengan salah satu sarana ibadah dan dekat dengan gedung sekolah SMA. Lapangan sepakbola merupakan sarana multifungsi bagi


(42)

masyarakat, karena lapangan sepakbola ini dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan masyarakat selain dari fungsi utamanya sebagai lapangan sepakbola. Lapangan sepakbola sering digunakan masyarakat sebagi tempat untuk melakukan pesta pernikahan, pesta tahunan, pelaksanaan upacara bendera pada saat Hari Kemerdekaan 17 Agustus, dan lapangan sepakbola juga merupakan tempat untuk kampanye politik. Akibat dari multifungsi lapangan sepakbola ini maka kondisi lapangan sepakbola kurang begitu baik untuk dijadikan sebagai lapangan untuk bermain sepakbola. Karena kondisi lapangan yang sebagian besar sudah menjadi tanah dan tidak lagi ditumbuhi rumput, selain itu kondisi lapangan yang berlubang juga membuat lapangan sebenarnya kurang layak dijadikan lapangan sepakbola.


(43)

Dengan pola pemukiman yang memadai, perkembangan olahraga di kecamatan Tigalinggamenjadikannya sebagai salah satu kecamatan yang berkembang dengan sangat baik. Dengan adanya lapangan yang cukup luas yang mendukung terlaksananya aktivitas masyarakat, masyarakat cukup antusias untuk memenuhi lapangan yang biasanya dipakai untuk pertandingan – pertandingan olahraga khususnya sepakbola. Lapangan ini kemudian dapat digunakan sebagai tempat untuk berolahraga seperti lari, naik sepeda, raket, bola voli, bola basket dan lain – lain. Di Kecamatan Tigalingga terdapat dua lapangan sepakbola, satu lapangan futsal, satu lapangan bulutangkis, dua lapangan bola voli, satu lapangan bola basket.

Bentuk rumah pada umumnya berbentuk empat persegi panjang dengan luas yang beraneka ragam. Masing-masing rumah bervariasi, ada yang beratap seng, semi permanen, permanen, namun ada juga yang sudah gedung bertingkat. Klasifikasi rumah berdasarkan bangunan fisik yaitu:

Tabel 2: Pola Pemukiman Penduduk

No Desa Permanen Semi

permanen

Darurat Jumlah

1 Sumbul tengah 31 68 179 278

2 Ujung teran 25 74 225 324

3 Sarintonu 32 63 326 421

4 Juma gerat 28 46 390 464

5 Palding 43 47 281 371

6 Bertungen julu 31 88 248 367

7 Lau molgap 17 41 158 216

8 Suka ndebi 46 82 304 432

9 Lau bagot 64 89 404 557

10 Tigalingga 112 40 175 327

11 Lau siereme 67 104 415 586

12 Lau mil 56 169 237 462

13 Lau pakpak 17 48 218 283

14 Palding jaya 58 41 291 390

Jumlah 627 1.000 3.851 5.478


(44)

Data pada tabel 2 dapat dilihat masyarakat di Kecamatan Tigalingga tidak mengutamakan kebutuhan mereka kepada bangunan rumah yang mewah. Masyarakat di desa ini lebih mengutamakan kebutuhan akan lahan pertanian sebagai mata pencaharian hidup dan pendidikan anak-anak.

2.4.1. Sarana Jalan dan Transportasi

Untuk menuju lokasi penelitian ini, tersedia banyak bus penumpang umum yang bisa ditumpangi dari stasiun bus di Padang Bulan Medan. Bus itu adalah Dairi Transport (Datra), Sampri, P.A.S. Dengan menggunakan bus ini dari Medan akan sampai di terminal Kota Sidikalang. Dari terminal Kota Sidikalang menggunakan bus Milja yang menuju Kecamatan Tigalingga. Bus yang langsung menuju Kecamatan Tigalingga dari kota Medan adalah Dairi Transport (Datra), Sampri, dan P.A.S.

Kondisi jalan menuju Kecamatan Tigalingga sudah baik (sudah diaspal). Pejalanan dengan menggunakan bus dari Kota Medan akan menempuh waktu selama enam jam perjalanan. Perjalanan dari Kota Sidikalang akan menempuh waktu satu jam menuju Kecamatan Tigalingga. Dengan adanya sarana jalan yang memadai maka semakin meningkat juga jumlah variasi jenis kendaraan bermotor yang dimiliki oleh masyarakat. Pada saat sekarang banyak yang sudah memiliki kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. Dengan begitu maka untuk mendapatkan income maka masyarakat menggunakan roda empat sebagai angkutan masyarakat pergi keluar dan masuk ke Kecamatan Tigalingga.

2.4.2. Media Massa dan Sarana Kesehatan

Ketersediaan media massa di Kecamatan Tigalingga sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan sudah banyak ditemukan masyarakat yang memiliki


(45)

televisi dan tape di rumah masing-masing. Media massa yang juga ada di Kecamatan Tigalingga juga sudah banyak menggunakan internet atau dengan mengadakan warung internet (warnet). Keadaan jalan yang sudah membaik membantu masyarakat Kecamatan Tigalingga yang kebanyakan mempunyai ladang menjadi mudah dalam penjualan hasil bumi ke Kota Sidikalang. Selain itu informasi melalui media cetak juga tidak ketinggalan di Kecamatan Tigalingga karena setiap pagi dapat ditemui koran dari berbagai percetakan ada di warung-warung yang ada di Kecamatan Tigalingga.

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Tigalingga juga sudah bisa dikatakan baik. Hal ini dikarenakan di dalam setiap desa yang ada di Kecamatan Tigalingga memiliki satu puskemas pembantu, dan memiliki dua posyandu di dalam tiap-tiap desa yang ada di kecamatan. Selain melakukan pengobatan secara medis, masyarakat di dalam Kecamatan Tigalingga juga melakukan pengobatan secara tradisional dengan menggunakan ramuan obat Karo seperti: minyak urut, kuning, tawar, sembur, dan oukup.

Dalam bidang kesehatan Kecamatan Tigalingga hanya memiliki 1 puskesmas yang berada di Desa Lau Bagot. Sedangkan desa lain hanya memiliki Puskesmas Pembantu (Pustu). Kemudian Kecamatan Tigalingga mengadakan program dengan membuat posyandu ada di setiap desa. Program ini wajib karena berhubungan dengan balita yang berpengaruh terhadap masa depan dari sumber daya manusia di Kecamatan Tigalingga. Rumah sakit umum hanya terdapat di Kota Sidikalang yang berjarak 45 Km ditempuh selama 45 menit dengan menggunakan kendaraan umum. Keterbatasan puskesmas dan puskesmas pembantu yang ada di setiap desa di dalam kecamatan tidak menjadi penghalang


(46)

bagi masyarakat untuk pergi ke rumah sakti umum karena jarak antara rumah sakit dan Kecamatan Tigalingga tidak lah begitu jauh.

2.5. Penduduk

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Tigalingga Tahun 2012 adalah 21.444 jiwa dan terdiri dari 5.512 rumah tangga. Dengan perincian laki-laki sebanyak 10.852 jiwa dan perempuan sebanyak 10.862 jiwa. Kepadatan penduduk di kecamatan ini adalah 109 jiwa/Km2 dan rata-rata anggota rumah tangga adalah 4 orang. Dan di Kecamatan Tigalingga tidak ada terdapat warga negara asing.

Tabel 3: Komposisi Penduduk Kecamatan Tigalingga Berdasarkan Usia

No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0-4 1.252 1.216 2.468

2 5-9 1.384 1.290 2.674

3 10-14 1.354 1.279 2.633

4 15-19 960 810 1.770

5 20-24 646 500 1.146

6 25-29 746 714 1.460

7 30-34 733 717 1.450

8 35-39 622 665 1.287

9 40-44 644 697 1.341

10 45-49 569 681 1.250

11 50-54 508 631 1.139

12 55-59 426 552 978

13 60-64 291 351 642

14 65-69 198 289 487

15 70-74 112 179 291

16 75+ 137 291 428

Jumlah 10.582 10.862 21.444


(47)

Tabel 4: Komposisi Penduduk Bedasarkan Sarana Ibadah Agama Dan Desa

No Desa Mesjid Muholla Gereja Kuil Wihara Jumlah

1 Sumbul tengah - - 8 - - 8

2 Ujung teran 3 - 3 - - 6

3 Sarintonu 1 - 7 - - 8

4 Juma gerat 3 - 8 - - 11

5 Palding 1 - 3 - - 4

6 Bertungen julu 1 - 8 - - 9

7 Lau molgap - - 6 - - 6

8 Suka ndebi 1 - 6 - - 7

9 Lau bagot 1 - 9 - - 10

10 Tigalingga - - 2 - - 2

11 Lau siereme 2 - 5 - - 7

12 Lau mil - - 9 - - 9

13 Lau pakpak - - 6 - - 6

14 Palding jaya 2 - 4 - - 6

Jumlah 15 - 84 - - 99

Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Tigalingga

Data penduduk Kecamata Tigalingga menganut 2 agama yaitu Kristen dan Islam. Perincian jumlah penganut agama tersebut adalah dilihat dari banyaknya sarana ibadah yang ada di setiap desa. Jumlah penduduk yang lebih banyak di Kecamatan Tigalingga adalah penganut Agama Kristen karena memiliki 84 sarana ibadah di dalam kecamatan. Dan disusul oleh Agama Islam yang memiliki 15 sarana ibadah yang ada di dalam kecamatan ini. Sedangkan sarana ibadah kuil dan wihara tidak ada di dalam Kecamatan Tigalingga.

Kecamatan Tigalingga memiliki agama yang berbeda-beda tetapi itu bukanlah merupakan suatu halangan atau hambatan bagi masyarakat dalam bersosialisi. Masyarakat sadar bahwa perbedaan agama bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan apalagi menjadi pemicu konflik di dalam lingkungan bermasyarakat. Masyarakat bebas memeluk suatu agama dan itu menjadi


(48)

pedoman bagi masyarakat di Kecamatan Tigalingga sehingga masyarakat saling menghargai satu dengan yang lain.

Toleransi antar umat beragama di dalam masyarakat dapat dilihat pada hari-hari besar agama. Pada saat suasana Natal, hari Lebaran, dan pada saat Tahun baru seluruh masyarakat saling bersilaturahmi antar sesama umat beragama tanpa melihat agama apa yang dianut. Selain itu masyarakat juga saling menghargai dan membantu antar sesama umat beragama dalam menjalankan hari besar agama masing-masing baik itu Agama Kristen dan Agama Islam.

Dalam bidang keagamaan didukung dengan 84 gereja dari setiap desa yang ada di Kecamatan Tigalingga. Dan ada 15 mesjid dari setiap desa yang ada di dalam kecamatan. Perbandingan gereja yang ada di Kecamatan Tigalingga adalah lebih banyak gereja HKBP dengan GBKP dibandingkan gerja lain seperti gereja Katolik dan gereja pentakosta. Hal ini disebabkan karena masyarakat Kecamatan Tigalingga ini di dominasi oleh masyarakat suku bangsa Batak Toba dengan suku bangsa Batak Karo.

Tabel 5: Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Desa

Pak-pak

Toba Karo Simalungun Lainnya Jumlah 1 Sumbul

tengah

208 867 168 37 23 1.303

2 Ujung teran 503 312 682 19 27 1.543

3 Sarintonu 202 276 1.077 33 28 1.616

4 Juma gerat 563 457 435 345 28 1.828

5 Palding 87 237 789 128 67 1.308

6 Bertungen julu

66 422 558 445 8 1.501

7 Lau molgap 21 893 38 31 13 996

8 Suka ndebi 75 1.275 498 73 - 1.921

9 Lau bagot 47 1.440 355 174 126 2.142

10 Tigalingga 37 383 782 21 15 1.237


(49)

13 Lau pakpak 25 1.119 16 35 9 1.204

14 Palding jaya 100 276 989 149 7 `1.521

Jumlah 2.355 10.827 7.611 1.569 392 22.754 Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Tigalingga

Penduduk Kecamatan Tigalingga mayoritas adalah suku bangsa Batak Toba. Selain itu suku bangsa Batak Karo juga banyak terdapat di kecamatan ini. Kecamatan Tigalingga memiliki suku bangsa yang beragam karena banyak terdapat suku bangsa yang berbeda. Bahasa yang sering digunakan di Kecamatan Tigalingga ini adalah bahasa Toba dan bahasa Karo. Hal menarik yang terdapat di Kecamatan Tigalingga ini adalah masyarakat mengerti dua bahasa yaitu bahasa Toba dan bahasa Karo. Masyarakat Batak Toba yang berbicara bahasa Toba akan dibalas dengan bahasa Karo oleh Masyarakat Batak Karo begitu juga dengan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kecamatan Tigalingga ini memiliki rasa sosialisasi yang tinggi antar sesama suku bangsa yang berbeda.

Tabel 6: Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahrian

No Desa Pertanian Industri PNS dan ABRI

Lainnya Jumlah 1 Sumbul

tengah

1.069 5 12 - 1.086

2 Ujung teran 898 8 20 - 926

3 Sarintonu 691 6 9 - 706

4 Juma gerat 502 13 28 - 543

5 Palding 898 21 5 6 930

6 Bertungen julu

1.049 10 16 - 1.075

7 Lau molgap 852 6 15 - 873

8 Suka ndebi 1.349 16 22 - 1.387

9 Lau bagot 1.399 91 67 10 1.567

10 Tigalingga 672 98 71 9 850

11 Lau siereme 3.018 33 43 7 3.101

12 Lau mil 688 19 29 - 736

13 Lau pakpak 1.651 10 11 - 1.372


(50)

Jumlah 15.490 368 371 32 16.261 Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Tigalingga

Mata pencahrian utama di Kecamatan Tigalingga adalah sebagai petani. Selain petani mata pencahrian lain yang ada di kecamatan ini adalah sebagai wiraswasta atau bekerja sebagai PNS dan ABRI. Selain itu masyarakat ada yang berdagang tapi itu biasanya dilakukan pada saat hari tertentu seperti hari Rabu, karena puncak pasar yang ada di Kecamatan Tigalingga ada pada hari Rabu dan disituah para masyarakat berkumpul untuk saling bersosialisai.

Tabel 7: Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Desa Sekolah Tidak Sekolah Jumlah

1 Sumbul tengah 115 110 225

2 Ujung teran 184 151 335

3 Sarintonu 188 156 344

4 Juma gerat 231 129 360

5 Palding 119 89 208

6 Bertungen julu 130 148 278

7 Lau molgap 117 192 309

8 Suka ndebi 215 150 365

9 Lau bagot 127 138 265

10 Tigalingga 123 123 265

11 Lau siereme 136 132 246

12 Lau mil 168 173 268

13 Lau pakpak 113 186 341

14 Palding jaya 142 101 299

Jumlah 2.108 1.978 4.086

Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Tigalingga

Tabel menunjukkan bahwa Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan masih seimbang jumlahnya antara masyarakat yang sekolah dengan masyarakat yang tidak sekolah atau putus sekolah. Ini menandakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih minim setelah dilihat


(51)

nya pendidikan sudah meningkat, karena dapat dilihat semkin banyaknya masyarakat dari Kecamatan Tigalingga mengikuti kuliah di luar kota seperti Kota Medan.

Banyaknya jumlah masyarakat yang tidak sekolah kemungkinan besar diakibatkan oleh kurang nya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kebiasaan itu semakin pudar karena pemikiran masyarakat yang sudah mengerti akan pentingnya pendidikan untuk masa depan bagi anak-anak mereka atau generasi penerus bangsa.

Kecamatan Tigalingga dalam hal pendidikan telah memiliki sekolah dasar yang menjadi salah satu program pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun. Kecamatan Tigalingga memiliki 25 sekolah dasar dari setiap desa yang ada. Data dari dinas pendidikan dan pengajaran hanya ada 1 desa yang tidak memiliki sekolah dasar yaitu Desa Palding. Berbeda dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Kecamatan Tigalingga hanya memiliki 3 gedung sekolah. Yang berada di Desa Lau Sireme, Lau Pak-pak, dan Desa Lau Bagot. Sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hanya ada 1 gedung sekolah saja yang berada di Desa Lau Bagot.

2.6. Unsur-Unsur Kebudayaan

Adapun tujuh unsur kebudayaan di Kecamatan Tigalingga adalah: 1. Sistem Religi

Masyarakat Kecamatan Tigalingga menganut dua agama yaitu agama Kristen dan agama Islam. Masing-masing agama menjalankan ajaran agama masing-masing dengan baik tanpa ada gangguan. Kedua agama di Kecamatan ini saling


(52)

menjaga kerukunan antar umat beragama. Masyarakat yang beragama Islam membentuk kegitatan perwiridan kaum bapak, kaum ibu, dan kaum muda-mudi. Masyarakat yang beragama Kristen juga membentuk kegiatan kebaktian keluarga, pendalaman Alkitab, dan doa syafaat.

Kegiatan kerohanian yang ada di Kecamatan Tigalingga dilakukan setiap minggu secara rutin. Kegiatan kerohanian ini dilakukan terpisah antara kaum bapak dengan kaum muda-mudi, ini dilakukan suapaya kegiatan rohani yang dilakukan rutin setiap minggu tidak jenuh atau membosankan jadi kegiatan rohani disesuaikan dengan kategori tertentu. Kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Sistem Organisasi dan Kemasyarakatan

Masyarakat Kecamatan Tigalingga memiliki sistem organisasi dan kemasyarakatan di dalam lingkungan seperti organisasi Pemuda Pancasila. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi yang digerakkan oleh pemuda kecamatan. Organisasi ini mempunyai beberapa kegiatan di dalam masyarakat, seperti melakukan kegiatan-kegiatan yang positif yang tujuannya diutamakan terhadap para pemuda. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh organisai Pemuda Pancasila adalah dengan mengadakan kompetisi sepakbola antar kampung yang ada di Kecamatan Tigalingga. Kegiatan ini memang ditujukan bagi para pemuda, kegiatan ini diharapkan nantinya bisa menjalin kekompakan antar sesama pemuda yang ada di Kecamatan Tigalingga.

Kegiatan organisasi ini sudah lama diselenggarakan. Kegiatan ini merupakan sudah menjadi salah satu kegiatan rutin di dalam Kecamatan Tigalingga. Kegiatan ini biasanya diadakan pada saat-saat tertentu seperti penyambutan perayaan hari


(53)

raya Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus setiap tahunnya dan sudah menjadi salah satu kegiatan yang wajib diadakan oleh organisasi ini.

3. Sistem Ilmu Pengetahuan

Masyarakat Kecamatana Tigalingga dalam bidang pendidikan memanfaatkan sekolah yang ada di setiap desa yang ada di kecamtan. Wajib belajar 9 tahun yang telah ditetapkan pemerintah dapat dilaksanakan oleh masyarakat Kecamtan Tigalingga karena sudah memiliki sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama. Sedangkan untuk perguruan tinggi masyarakat Kecamatan Tigalingga dapat melanjutkan pendidikan ke ibukota provinsi dan ibukota kabupaten.

Dalam bidang ilmu pengetahuan kesehatan, masyarakat Kecamatan Tigalingga melakukan upaya dengan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang merupakan pengetahuan masyarakat adalah pengobatan dengan menggunakan ramuan obat-obat tradisional karo. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih ada orang pintar dalam membuat obat tradisional karo di Kecamatan Tigalingga, seperti minyak kem-kem dan minak alun. Obat tradisional karo yang dihasilkan ini biasanya diproduksi dalam bentuk minyak urut. Obat tradisional karo ini juga telah banyak dipasarkan ke masyarakat luas sebagai salah satu obat tradisional.

Masyarakat Kecamatan Tigalingga memiliki orang yang pandai dalam pengerajin pembuatan keranjang. Hal ini dapat dilihat pada saat musim durian, banyak masyarakat yang menjadi pengrajin keranjang yang akan di jual dan digunakan sebagai tempat hasil panen durian yang akan dibawa ke pasar atau dijual kepada agen durian.


(54)

4. Sistem Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat Kecamatan Tigalingga sehari-hari adalah bahasa Toba dan bahasa Karo. Masyarakat Kecamatan Tigalingga bisa menggunakan dua bahasa ini. Masyarakat Toba bisa berkomunikasi dengan masyarakat Karo dengan menggunakan bahasa Karo, dan sebaliknya masyarakat Karo bisa berkomunikasi dengan masyarakat Toba dengan menggunakan bahasa Toba. Ini menandakan bahwa masyarakat di Kecamatan Tigalingga memiliki rasa sosisalisasi antar suku yang sangat erat. Bahasa Indonesia digunakan dalam bidang pendidikan di sekolah dan di dalam perkantoran. Umumnya masyarakat Kecamatan Tigalingga bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Jadi bagi masyarakat luar yang datang ke kecamatan ini bisa berkomunikasi dengan masyarakat Kecamatan Tigalingga dengan baik.

5. Sistem Kesenian

Kesenian adat masih dapat ditemukan di Kecamatan Tigalingga. Kesenian adat Toba dan Karo biasanya ditemukan pada saat acara adat seperti acara pernikahan, acara adat, acara kematian. Kesenian suku Karo bisa juga ditemukan pada saat acara tahunan dan acara guro-guro aro. Guro-guro aron adalah pesta seni Karo khususnya bagi kaum muda. Kesenian adat Toba dapat dilihat pada acara-acara adat dengan gondang dan tarian tor-tor. Tarian ini merupakan salah satu kesenian yang masih tetap dilaksanakan di Kecamatan Tigalingga. Gondang merupakan salah satu yang wajib di dalam pelaksanaan adat batak Toba. Pakaian adat dalam pelaksanaan acara adat juga menjadi salah satu yang tidak boleh dilupakan, contoh pakaian adat yang harus ada adalah ulos. Ulos adalah kain, Warna dominan pada ulos adal


(55)

tenunan dari adat Batak, namun kini banyak dijumpai di dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal

6. Sistem Ekonomi dan Mata Pencahrian

Masyarakat Kecamatan Tigalingga pada umumnya adalah petani. Petani di kecamatan ini biasanya mengolah ladang yang ditanami cokelat, kopi, dan tanaman yang paling banyak yang ada di kecamatan ini adalah buah durian. Buah durian dari Kecamatan Tigalingga sudah terkenal dan pemasarannya sudah sampai di Kota Medan. Buah durian merupakan salah satu pemasukan bagi masyarakat pada bulan tertentu. Buah durian biasanya panen pada awal bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Selain buah durian masyarakat juga mengolah cokelat dan kopi yang dapat dipanen lebih cepat. Cokelat dan kopi dapat dipanen sekali dalam seminggu yang membuat masyarakat di kecamatan ini mengkombinasikan ladang cokelat, kopi, dan durian pada satu ladang saja. Selain menjadi petani, masyarakat Kecamatan Tigalingga juga bermata pencaharian sebagai buruh, pegawai, pedagang dan lain sebagainya. Dan jumlah ini sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang profesinya sebagai petani, karena Kecamatan Tigalingga masih banyak dikelilingi oleh ladang.

7. Sistem Alat dan Teknologi

Masyarakat Kecamatan Tigalingga sudah menggunakan teknologi modern dalam pertanian. Pada saat sekarang para petani sudah menggunakan alat-alat pertanian dengan menggunakan mesin bahkan sudah sampai menggunakan mesin traktor dalam pengolahan pertanian. Kemajuan teknologi itu meninggalkan


(56)

kebiasaan masyarakat petani yang hanya menggunakan alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, pisau, bajak, dan sabit. Perawatan petani terhadap tanaman digunakan masyarakat dalam pembasmian hama dilakukan masyarakat dengan menggunakan pupuk kimia dan disemprotkan dengan menggunakan alat pompa.


(57)

BAB III

TIGALINGGA SEBAGAI SUATU KOMUNITAS

1. Upacara Warga Komunitas

Banyaknya hasil pertanian yang dihasilkan di Kecamatan Tigalingga menjadikan masyarakat melakukan aktivitas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Kerja tahunan merupakan salah satu aktivitas sosial masyarakat dan rutin dilaksanakan setiap tahun yaitu setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai.

Pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap pertama, cikor-kor.Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi kekor-kor

untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.

Hari kedua, cikurung.Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Masyarakat akan mencari binatang ini di berbagai tempat, ada masyarakat yang mencari binatang ini di ladang atau di sawah mereka sendiri atau ada juga masyarakat yang mencari binatang ini di tempat umum seperti di tanah yang basah. Masyarakat akan bersama-sama mencari binatang Kurung untuk dikumpulkan supaya nantinya bisa


(58)

dimakan secara bersama-sama pada hari itu. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.

Hari ketiga, ndurung.Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari

nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pencarian ikan ini dilakukan

pada hari ketiga karena pada hari berikutnya penduduk akan memakan lauk daging, jadi pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas

dan sering ditemukan penduduk di sungai ataupun hasil peternakan penduduk itu sendiri seperti lele dan belut.

Hari keempat, mantem atau motong.Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Masyarakat akan berkumpul di suatu tempat untuk mempersiapkan segala hal sebelum hari perayaan puncak. Masyarakat yang berkumpul pada hari itu biasanya bapak-bapak. Karena pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk. Hal ini dilakukan supaya nantinya makanan pada hari berikutnya cukup untuk dibagikan bagi seluruh penduduk yang ada untuk merayakan kerja tahunan.

Hari kelima, matana.Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan

mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen

sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat


(59)

melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.

Hari keenam, nimpa.Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.

Hari ketujuh, rebu.Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasanya.

Selain pesta tahunan yang terdapat di Kecamatan Tigalingga, aktivitas sosial lain yang ada adalah pemuda-pemudi yang ada di kecamatan ini memiliki


(60)

rasa solidaritas yang tinggi. Ini dapat dilihat dari reaksi masyarakat apabila terdapat kemalangan salah satu masyarakat atau terdapat masyarakat yang melakukan acara pesta pernikahan atau pesta lainnya. Suku yang terdapat di kecamatan ini memang bercampur antara suku Batak Toba dengan suku Batak Karo. Dengan adanya perbedaan ini tidak menjadi halangan bagi masyarakat untuk membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan. Pernikahan beda suku menjadi salah satu faktor perekat hubungan antara masyarakat yang ada di kecamatan ini. Dengan pernikahan beda suku secara otomatis akan lebih semakin mendekatkan hubungan sosial sesama masyarakat walaupun berbeda suku.

Aktivitas lain yang ada di Kecamatan Tigalingga adalah adanya kompetisi sepakbola antar kampung. Kompetisi sepakbola ini telah menjadi salah satu aktivitas sosial yang paling diminati oleh masyarkat. Kompetisi sepakbola antar kampung diikuti oleh setiap desa yang ada di kecamatan ini. Setiap desa harus memiliki pemain sepakbola yang tangguh untuk bisa memenangkan kompetisi sepakbola. Dan menjadi seorang pemain sepakbola yang membela kampung masing-masing merupakan salah satu kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Untuk memilih pemain sepakbola yang bisa bersaing dengan pemain sepakbola lain yang berasal dari kampung lain maka akan diadakan pemilihan pemain sepakbola.

2. Komunikasi Antar Warga

Dengan adanya campuran suku masyarakat yang ada di Kecamatan Tigalingga bukan menjadi salah satu pengahalang bagi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Kecamatan Tigalingga dapat dihuni oleh masyarakat yang berasal dari dua suku yang berbeda karena daerah Tigalingga


(61)

dihapit oleh Kecamatan Tanah Pinem dengan Kabupaten Dairi. Kecamatan Tanah Pinem adalah kecamatan yang memiliki penduduk mayoritas suku Batak Karo. Sedangkan Kabupaten Dairi memiliki penduduk mayoritas suku Batak Toba dan Batak Pakpak. Tetapi masyarakat Batak Pakpak sedikit terdapat di Kecamatan Tigalingga karena masyarakat Batak Pakpak lebih banyak terdapat di daerah Pakpak Bharat.

Salah satu contoh nyata kerukunan antar suku yang ada di Kecamatan Tigalingga adalah masyarakat yang tercampur dalam lingkungan berbeda suku dapat berinteraksi dengan menggunakan bahasa dari suku lain. Banyak masyarakat yang tidak mengerti dalam pengucapan bahasa dari suku lain. Misalnya salah seorang masyarakat suku Batak Toba sedang berkomunikasi dengan masyarakat dengan suku Batak Karo. Jika dilihat dari segi bahasa, kedua bahasa daerah ini memiliki pengucapan dan nada yang berbeda. Tetapi kedua suku masyarakat ini dapat saling berkomunikasi dan saling mengerti satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat di kecamatan ini dapat mengerti arti dari bahasa suku lain tetapi tidak bisa dalam pengungkapan.

Masyarkat suku Batak Toba berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Toba kepada masyarakat lain yang berasal dari suku Batak Karo. Masyarakat hanya mengerti arti dari pengungkapan seseorang tetapi tidak bisa mengungkapkannya. Dengan kata lain seseorang berbicara bahasa Batak Toba dan dijawab dengan bahasa Batak Karo. Hal ini merupakan salah satu contoh bagi masyarakat yang berasal dari suku lain agar tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Salah satu kutipan percakapan yang ada dalam masyarakat sebagai berikut:


(62)

“enggo kam man? (sudah kah kamu makan?)” bahasa Karo. “dang mangan dope au bah, satokkin nai pe. (belum makan aku, sebentar lagi lah”) Bahasa Toba.

3. Organisasi Pemerintahan Desa Tigalingga

Terbentuknya Kecamatan Tigalingga diawali pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda yang disebut dengan ONDERDISTRICK VAN KARO KAMPUNG yang dipimpin oleh Asisten demang David Tobing. Tidak lama kemudian diganti oleh Kontroleur yang kemudian diserahkan kepada Asisten Demang Junus Siahaan sampai dengan penjajahan Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, Kecamatan Tigalingga dipimpin oleh Asisten Wedana G.B Pinem. Pada Agresi Militer II Tahun 1948-1952. Kecamatan Tigalingga dipimpin oleh Ng. Pinem yang kemudian digantikan oleh Gayus Siahaan.

Adapun yang menjabat di Kecamtan Tigalingga sejak Tahun 1958 adalah: 1. Urbanun Rajagukguk Tahun 1958-1959

2. J.S. Meliala Tahun 1959-1972

3. Saurdin Manik Tahun 1972-1974

4. Drs Masal Munthe Tahun 1974-1980 5. Drs Masahat Panggabean Tahun 1980-1982

6. Drs O.B. Sinamo Tahun 1982-1986

7. Junanggur Damanik Tahun 1986-1988 8. Drs Pontas Togatorop Tahun 1988-1990

9. Drs Tigor Solin Tahun 1990-1994


(63)

12.Ir Y.S Ginting Tahun 2001-2004 13.Tumpak Banurea S.H Tahun 2004-2008 14.Adil Tarigan S.sos Tahun 2008-2010 15.Drs Tambar Barus Tahun 2010-sekarang

Berdasarkan data camat yang menjabat di Kecamatan Tigalingga sejak Tahun 1958 dapat dilihat bahwa camat yang berasal dari Suku Batak Toba yang lebih banyak menjabat berbeda sedikit dengan Suku Batak Karo. Hal ini mendakan bahwa masyarakat di Kecamatan Tigalingga mayoritas percampuran antara masyarakat Suku Batak Karo dan Batak Toba.

Camat merupakan pemimpin kecamatan. Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui skretaris daerah kabupaten/kota. Tugas camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kepala desa adalah pimpinan dari pemerintah lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada adalah bagan struktur organisasi pemerintahan desa di Kecamatan Tigalingga:


(64)

Bagan 1.1 Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa di Kecamatan Tigalingga

Berdasarkan bagan struktur organisasi pemerintahan desa di Kecamatan Tigalingga tersebut yang menjabat sebagai kepala desa adalah Bapak Riduan Sembiring dan sudah dua kali menjabat sebagai kepala desa. Dan yang menjadi sekertaris desa adalah Bapak Jakaria Karo-karo dan telah menjadi sekertaris desa sejak Bapak Riduan Sembiring menjabat sebagai kepala desa. Tetapi yang menjadi kepala di bagian urusan pemerintahan, urusan pembangunan, urusan kesejahteraan rakyat, urusan keuangan, dan urusan umum sudah tiga periode menjabat sebagai kepala bagian masing-masing. Percampuran suku yang ada di Desa Tigalingga dapat dilihat dari bagan struktur pemerintahan. Suku Karo

Kepala Desa

(Riduan Sembiring) Badan Permusyawaratan Desa

Sekertaris Desa (Jakaria Karo-karo) Kepala Urusan Umum (Artia Hutasohit) Kepala Urusan Keuangan (Ferdinand Simamora) Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Edi Sembiring) Kepala Urusan Pembangunan (Dameken Tarigan) Kepala Urusan Pemerintahan (Jemput Tarigan)


(65)

merupakan suku yang mendominasi di bagan struktur tersebut. Hanya dua orang saja suku Toba yang menjabat di pemerintahan Desa Tigalingga yaitu Kepala Urusan Keuangan dan Kepala Urusan Umum. Ini menandakan Suku Karo yang lebih aktif dalam pemerintahan yang terdapat di Desa Tigalingga, selain itu kepala desa dan kepala urusan lainnya sudah menjabat sejak dua dan tiga periode sebelumnya.

4. Sistem Mata Pencahrian

Disamping bagian pemerintahan, lancarnya komunikasi membuat masyarakat semakin mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari termasuk dalam mata pencahrian masyarakat. Masyarakat di Kecamatan Tigalingga umumnya berprofesi sebagai petani baik itu berladang maupun disawah. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani umunya bekerja di ladang dibandingkan dengan petani yang bekerja d sawah. Sawah yang terdapat di kecamatan ini terbagi menjadi dua yaitu sawah yang menanami padi darat dan padi air. Padi yang ada di darat berbeda luasnya dibandingkan dengan padi yang ditanam di air, masyarkat lebih meminati menanam padi di air karena pengairan di Kecamatan Tigalingga cukup untuk mengairi banyak sawah, selain itu hasil panen dari padi air lebih banyak dibadingkan dengan padi darat. Hasil panen dari petani yang bekerja di sawah biasanya pada saat setiap 6 bulan sekali. Sedangkan petani padi darat biasanya membuka lahan pertanian jarang dalam jumlah yang sangat luas.

Mata pencahrian masyarkat di kecamatan ini selain dari petani adalah berkebun. Hasil kebun yang terdapat di Kecamatan Tigalingga ini merupakan


(1)

amasing-masing. Masyarakatberamai-ramaiberkumpul di lapangansepakbolauntukmendukungtimmereka yang akanbertanding.

Masyarakatmeluangkanwaktudankegiatansehari-harimerekauntukmendukungtimmerekabertanding.Selain itu masyarakat jugabekerjasamauntukmeluangkanwaktuuntukmemberikanparapemainsepakbolata mbahansemangatberupamakananbergiziuntukmenambahtenagaparapemainsepakb oladalampertandingan.

Salah

satuhalpositifpadasaatkompetisisepakbolaberlangsungadalahmasyarakatmemanfaa tkankompetisisepakbolaantarkampungsebagaitempatmendapatkankeuntungan.Lok asi yang tepatdanwaktu yang tepatmerupakansalahsatukuncibagimasyarakat yang akanmendapatkankeuntungandengancaraberjualan. Banyakmasyarakat yang menyaksikanpertandingansepakboladanitumerupakansalahsatukesempatanuntukm asyarakatuntukberjualandanmendapatkankeuntunganpadasaatberlangsungnyakom petisisepakbolaantarkampung.

6.2 Saran

Melihat perkembangan kompetisi sepakbola saat ini, maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:

1. Pemerintah maupun individu tetap melaksanakan adanya kompetisi sepakbola antar kampung secara rutin untuk menghasilkanpemainsepakbola yang berasaldariseluruhdaerah yang ada di Indonesia.


(2)

2. Kompetisi sepakbola antar kampung diharapkan tetap menarik perhatian masyarakat dimana hal ini dapat menumbuhkan interaksi sosial yang positif dalam masyarakat.

3. Pemain sepakbola berperan penting dalam kompetisi sepakbola antar kampung. Dengan memberikan permainan yang terbaik, pemain sepakbola telah memberikan pengaruh yang positif dalam interaksi sosial masyarakat, demikian juga sebaliknya.


(3)

Daftar Pustaka

Gunarsa, Prof. dr Singgih dkk. Psikologi Olahraga. PT. BPK Gunung Mulia. 1989.

Hamzah, Andi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Ghaila Indonesia. 1986.

Jas, admar. PENCAK SILAT PENINJAUAN Sunur-Kurai taji di Pariaman. Medan: USU Press. 2007.

Kartono, kartini. Patologi social: jilid I Edisi baru. Jakarta: Rajawali Pers. 1992. Koentjaraningrat, Prof. Dr. PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.

Mendoza T, Democrito. Kampanye Isu dan Cara Melobi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.2004.

Ruslani. Tabir Mistik, Alam Gaib Dan Perdukunan. Yogyakarta: CV. QALAM. 2004.

Siagian Matias. METODE PENELITIAN SOSIAL. Medan: Grasindo Monorotama. 2011.

Walujo, Kanti. Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam

Disemsinasi Informasi. Jakarta: KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA RI DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK. 2011.


(4)

Yunus, Ahmad. Pencak Silat Daerah Bali. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. 1985.

Sumber lain :


(5)

Daftar nama-nama informan dalam penelitian

1. Nama : Living Hutapea Umur : 30 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Dolly Tarigan Umur : 19 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pelajar

3. Nama : R. Situmorang Umur : 55 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani

4. Nama : Jakaria Karo-karo Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Sekretaris Desa


(6)

5. Nama : Armando Ginting Umur : 22 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa

6. Nama : Erwin Pasaribu Umur : 22 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa

7. Nama : Rico Simanjuntak Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pemain sepakbola professional (PSMS Medan)

8. Nama : Riduan Sembiring Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki