KAJIAN TEKNIS DAN BIAYA REVITALISASI JALUR KERETA API DARI STASIUN PIDADA SAMPAI PELABUHAN PANJANG

KAJIAN TEKNIS DAN BIAYA
REVITALISASI JALUR KERETA API
STASIUN PIDADA - PELABUHAN PANJANG

Oleh
Aldino Pratama

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRAK


KAJIAN TEKNIS DAN BIAYA REVITALISASI JALUR KERETA API
DARI STASIUN PIDADA SAMPAI PELABUHAN PANJANG
Oleh

ALDINO PRATAMA

Revitalisasi adalah proses, cara, dan upaya menghidupkan kembali sesuatu hal
yang sebelumnya kurang berguna menjadi berguna kembali. Provinsi Lampung
sebagai penghasil hasil perkebunan dan pertanian dan juga sebagai perlintasan
batu bara. Untuk mengurangi beban jalan dan kepadatan jalan raya barang-barang
yang tadinya di angkut truk besar bisa diangkut dengan kereta api sehingga dapat
meminimalisir kerusakan jalan raya akibat truk bermuatan berlebih. Objek
penelitian ini adalah jalur kereta api dimulai dari Stasiun Pidada - Pelabuhan
Panjang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Metode penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Data diperoleh langsung dari
lapangan yang merupakan hasil pengukuran, pengujian dan tinjauan langsung di
lokasi kegiatan dan berbagai sumber kajian yang pernah dilakukan dan berkaitan
dengan kajian ini. Dari hasil kajian teknis diperoleh hasil pengukuran topografi,
mekanika tanah, dan analisis hidrologi yang memenuhi untuk pelaksanaan
revitalisasi jalur kereta api Stasiun Pidada - Pelabuhan Panjang. Dan dari hasil

kajian biaya dalam perhitungan pendapatan, biaya anggaran untuk pembangunan
revitalisasi jalur kereta api Stasiun Pidada - Pelabuhan Panjang, biaya yang
dikeluarkan sangat efisien.
Kata Kunci : Revitalisasi, Kajian Teknis, Efisiensi biaya.

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Lokasi Pekerjaan ................................................................. 5
B. Kondisi Eksisting Badan Jalan Kereta Api ....................................... 7
C. Kondisi Eksisting Jembatan dan Box Culvert .................................. 11
D. Kajian Teknis yang Akan Dilakukan ................................................ 12
E. Revitalisasi ........................................................................................ 13
F. Definisi Struktur Jalan Rel ................................................................ 15
G. Komponen Struktur Jalan Rel ........................................................... 18

H. Kriteria Struktur Jalan Rel ................................................................ 21
I.

Klasifikasi Jalan Rel menurut PD.10 Tahun 1986 ............................ 23

J.

Jenis-jenis Lokomotif yang digunakan di Indonesia ......................... 25


III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Umum ............................................................................................... 38
B. Objek Penelitian ................................................................................ 38
C. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 39
D. Alur Kerja Penelitian ........................................................................ 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Pengukuran Topografi ..................................................... 41
B. Survey dan Investigasi Mekanika Tanah ........................................... 45
C. Survey dan Analisis Data Hidrologi .................................................. 72
D. Pekerjaan Revialisasi Jalur Kereta Api .............................................. 79
E. Kajian Biaya Pelaksanaan .................................................................. 84
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 86
B. Saran .................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I.

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Seperti kita ketahui manusia tidak pernah lepas dari segala masalah yang
berhubungan dengan tempat di mana manusia itu bernaung dan tinggal dalam
kehidupannya sehari-hari. Salah satunya kebutuhan akan sarana transportasi.
Yang diantaranya adalah kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, kapal
laut, kereta api, dan lain-lain. Moda transportasi kereta api menjadi salah satu
jenis transportasi darat yang cukup penting di Indonesia, sebab merupakan
transportasi massal yang diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan.
Selain harganya yang ekonomis, kereta api juga merupakan kendaraan efektif
yang dapat membebaskan dari kemacetan lalu lintas yang sering menjadi
kendala di transportasi darat.

Namun hingga kini perkembangan industri ini belum maksimal seperti halnya
industri jalan tol yang mengalami perkembangan sangat pesat. Pembangunan
infrastruktur kereta api merupakan salah satu rencana kerja yang mendapat
prioritas pemerintah. Melalui Departemen Perhubungan, pemerintah telah
menyusun program revitalisasi pembangunan infrastruktur transportasi kereta
api dalam tahun ini. Proyek-proyek yang akan segera dikerjakan termasuk

adalah peningkatan jalan kereta api. Permasalahan mendasar di sektor

2

perkeretaapian nasional bila dikaitkan dengan angka kecelakaan yaitu
banyaknya sarana dan prasarana yang sudah tua sehingga tidak layak lagi, oleh
karena itu diadakan program revitalisasi dan modernisasi perkeretaapian.

Keberhasilan sebuah sistem transportasi kereta api tidak bisa dilepaskan
dengan kondisi sarana dan prsarananya. Saat ini kondisi jaringan jalan Kereta
Api sebagian besar merupakan peninggalan jaman pemerintahan Belanda. Dari
jaringan tersebut, ada jaringan yang masih digunakan (aktif), ada juga jaringan
yang tidak lagi digunakan (pasif).

Provinsi Lampung merupakan salah satu dari 5 (lima) provinsi di pulau
Sumatera yang dilintasi jalur kereta api. Jalur ini merupakan jalur track utama
dan menjadi andalan untuk angkutan Batu Bara, Bahan Bakar Minyak, Pulp,
dan angkutan Penumpang dari dan menuju Sumatera Selatan. Jalur yang
digunakan merupakan jalur aktif dari Tanjung Enim – Tarahan. Sementara itu,
ada beberapa jalur KA pasif Salah yaitu lintas Pidada–Pelabuhan Panjang.


Mengingat potensi hasil perkebunan Provinsi Lampung yang sangat besar di
bidang perkebunan, menjadikan provinsi ini merupakan salah satu daerah yang
sangat membutuhkan sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk
distribusi hasil perkebunan dan pertanian. Menurut data dari Bappeda Provinsi
Lampung pada tahun 2010, komoditas hasil perkebunan terbesar di provinsi
Lampung adalah Tebu dengan produksi 799.185 ton, Kelapa sawit 364.826 ton,
dan kopi 145.220 ton. Kebanyakan dari hasil perkebunan tersebut merupakan
hasil usaha yang dikelola oleh BUMN dan pihak Swasta dan hasil perkebunan

3

tersebut setelah diolah kemudian dibawa ke Pelabuhan Panjang melalui
angkutan darat (truk dan kontainer) untuk diekspor.

Melihat keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh PT. Kereta Api (Persero)
dalam melaksanakan angkutan batu bara dalam jumlah besar yaitu target 20
juta ton pada tahun 2014, maka Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini
melalui kesepakatan bersama dengan PT. Pelabuhan Indonesia (Persero)
merasa perlu untuk kembali menghidupkan jaringan jalan KA sampai ke

Pelabuhan Panjang melalui kegiatan Revitalisasi Jalur KA antara Pidada–
Pelabuhan Panjang untuk mengangkut hasil perkebunan tersebut.

Revitalisasi adalah proses, cara, dan upaya menghidupkan kembali sesuatu hal
yang sebelumnya kurang berguna menjadi berguna kembali. Pada jalur rel
kereta api Pidada–Pelabuhan Panjang ini akan diadakan revitalisasi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain :
- Lampung sebagai penghasil hasil perkebunan dan pertanian.
- Lampung sebagai perlintasan batu bara.
- Mengurangi beban jalan dan kepadatan jalan raya barang-barang yang
tadinya di angkut truk besar bisa diangkut dengan kereta api sehingga dapat
meminimalisir kerusakan jalan raya akibat truk bermuatan berlebih.
- Pertumbuhan Pelabuhan Panjang yang sangat pesat sehingga jika tidak
didukung dengan transportasi yang tepat maka akan terjadi kerugian seperti
jalan rusak, pendistribusian barang menjadi terganggu.

4


- Sebagai dukungan Pemerintah Lampung terhadap program MP3KI tentang
konektivitas.

C. Pembatasan Masalah

Adapun ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jalur rel kereta api yang akan dijadikan tempat penelitian adalah jalur rel
kereta api Pidada–Pel. Panjang.
2. Kajian teknis meliputi survey pemetaan, survey mekanika tanah, dan survey
hidrologi pekerjaan revitalisasi jalur rel kereta api Pidada – Pel. Panjang.
3. Rincian biaya yang akan diketahui sebatas biaya rancangan pembangunan
revitalisasi jalur rel kereta api Pidada – Pel. Panjang.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknis pengerjaan dan
nilai ekonomis biaya pada pelaksanaan proyek revitalisasi jalur kereta api dari
Stasiun Pidada sampai Pelabuhan Panjang.


E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah peneliti dapat mengetahui teknis
pengerjaan serta nilai ekonomis biaya yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan
pada proyek revitalisasi jalur kereta api dari Stasiun Pidada sampai pelabuhan
Panjang.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Lokasi Pekerjaan
1. Sejarah singkat lintas Pidada – Pelabuhan Panjang
Pelabuhan Panjang yang terletak di Propinsi Lampung, pada mulanya
hanyalah pelabuhan kecil di Teluk Betung yang disinggahi kapal-kapal
motor dan perahu layar yang mengangkut hasil perikanan dan pertanian
keluar daerah, dan sebaliknya mengangkut barang-barang dari luar daerah
untuk memenuhi kebutuhan Propinsi Lampung.


Untuk kelancaran angkutan penumpang Jawa - Sumatera atau sebaliknya,
maka pada tahun 1950 dioperasikan kapal penyeberangan (Ferry) Merak Panjang dan sebaliknya yang dikelola oleh Jawatan Kereta Api, dan di
Pelabuhan Panjang dibangun Stasiun Kereta Api menuju ke Prabumulih
(Palembang).

Saat ini, dengan semakin banyaknya kegiatan pengiriman barang mendesak
untuk dilakukannya penggunaan truk kontainer akan memiliki ukuran 60

6

kaki, atau bertambah panjang dari yang sekarang, yakni 40 kaki. Hal ini
mengakibatkan beban di jalan raya akan bertambah besar.

Melalui APBN Perubahan 2012, jalur kereta api lintas pidada – pelabuhan
panjang akan dihidupkan kembali. Jalur kereta api yang akan dibuka hanya
8 km, yakni dari Pidada - Pelabuhan Panjang sepanjang 6 km, dan koneksi
ke pelabuhan yang akan dibangun di Sebalang 2 km.

2. Letak Geografis

Pelabuhan Panjang terletak di teluk Lampung di bagian selatan Pulau
Sumatera pada posisi : 05° -28’ -03 LS dan 105°-19’ -03 BT. Pelabuhan
Panjang merupakan satu-satunya pelabuhan laut yang terbuka untuk
Pelayaran Samudra (Ocean Going) dan Pelayaran dalam Negeri atau
Pelayaran Nasional (Domestic Shipping) di Propinsi Lampung.

3. Kondisi Hidrologi

Untuk melakukan analisis hidrologi, di lokasi ini telah didata oleh stasiun
curah hujan yaitu BMG maritim Lampung yang berada di daerah Panjang.
Pelabuhan Panjang merupakan pelabuhan alam yang cukup terlindung dari
gangguan gelombang laut karena berada dalam teluk dan dilindungi oleh
beberapa pulau - pulau kecil. Selain itu pelabuhan Panjang mempunyai
perairan yang cukup dalam (-12 M LWS) yang dapat dimasuki kapal-kapal
berukuran besar. Kondisi ini sangat mendukung bagi keselamatan kapal
yang masuk dan keluar Pelabuhan Panjang.

7

B. Kondisi Eksisting Badan Jalan Kereta Api

Sebagai tahap awal observasi, tim melakukan penelusuran jalur KA dari titik
awal sampai dengan titik akhir. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan
gambaran detail tentang kondisi sebenarnya jalur KA yang tidak digunakan
lagi, Selain itu, tim juga melakukan tracking jalur KA dengan menggunakan
GPS. Hal ini dilakukan untuk mengetahui posisi sebenarnya jalur KA tersebut.

Dari hasil penelusuran terlihat bahwa titik pertemuan jalur KA antara Tanjung
Karang – Tarahan dan Tanjung Karang – Pidada berada Km 02+300. Hal ini
terindentifikasi dengan adanya bangunan wesel yang tadinya berfungsi untuk
mengarahkan Kereta Api menuju Tarahan dan Stasiun Pidada.

Gambar 1. Posisi Jalur KA Pasif STA 0+700 (pada gambar 0+000)
Panjang Sampai dengan Wesel Km 03+000 (pada gambar 2+300)

8

Berdasarkan hasil tinjauan lapangan yang dilakukan pada Km 00+700 s.d
03+000 kondisi badan jalan KA hampir tidak terlihat lagi. Akan tetapi, dapat
diidentifikasi karena pada sebagian titik masih terdapat rel dan bantalan
kayu/beton.

Gambar 2. Kondisi Eksisting Km 0+700 Long Shiding Pelabuhan Panjang

Pada lokasi pertemuan jalur KA (wessel) menuju Pel. Panjang dan Menuju
Stasiun Tarahan masih terlihat dengan jelas. Hanya saja terlihat perbedaan
yang jelas antara jalur yang masih digunakan dengan jalur yang tidak lagi
digunakan.

9

Gambar 3. Lokasi (Wessel) Menuju Stasiun Pidada dan Stasiun
Tarahan

Selain itu, pada lokasi lain terlihat bahwa kondisi jalan KA masih terlihat
dengan jelas dan masih terlihat infrastruktur penunjang jalan Kereta Api
seperti rumah sinyal. Selain itu, jalur KA ini juga melintasi pabrik semen
Batu Raja yang menggunkan jasa kereta api untuk mengangkut semen dari
Sumatera Selatan menuju pabrik ini, Selain itu, hasil observasi lapangan
juga memperlihatkan kondisi Stasiun Pidada juga terlihat masih berdiri
dengan kokoh meskipun jalur KA ini tidak lagi digunakan.

Gambar 4. Lokasi Rumah Sinyal

10

Gambar 5. Bangunan di Stasiun Pidada
Pada beberapa lokasi, kondisi eksisting badan jalan KA berada pada daerah
permukiman yang padat. Lokasi ini bertepatan setelah stasiun Pidada menuju
Pelabuhan Panjang. Hal ini teridentifikasi dengan masih terlihatnya rel kereta
api dan sebagian masih terdapat bantalan kayu di lokasi tersebut.

Gambar 6. Kondisi Badan Jalan yang Ada di Tengah Pemukiman Warga

11

C. Kondisi Eksisting Jembatan dan Box Culvert
Di lokasi lain juga terdapat bekas jembatan KA yang kondisi relnya terputus.
Jalur KA di daerah ini saat ini berada di tengah permukiman warga yang padat
penduduk. Menurut informasi yang diterima dari wawancara dengan
penduduk setempat, putusnya jalan KA pada jembatan disebabkan oleh
terhambatnya aliran air dan tersangkutnya sampah pada saluran sehingga
bagian rel dan bantalan di cabut untuk melancarkan aliran.
Pada beberapa lokasi juga terdapat bangunan box culvert yang tidak berfungsi
dengan baik sehingga diperlukan penanganan agar nantinya jika jalur ini
dihidupkan kembali tidak akan terjadi banjir. Dari hasil penelusuran di
lapangan terdapat 5 (lima) buah box culvert yang akan dibenahi. Selain box
culvert dibutuhkan juga saluran yang melintang badan jalan KA yang disebut
Open doorlagh. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan air yang melintang
badan jalan KA. Biasanya saluran ini banyak ditemukan pada daerah yang
berada di dekat stasiun KA.

Gambar 7. Kondisi Jembatan KA yang Tidak Digunakan Lagi dan
Kondisi Box Culvert yang Tidak Berfungsi dengan Baik

12

Gambar 8. Kondisi Jalan KA Diatas Saluran Air Sehingga Dibutuhkan
Desain Box Culvert dan Jalan KA yang Dilintasi Saluran Air
Dibutuhkan Desain Open Doorlagh

D. Kajian Teknis yang Akan Dilakukan
Dari hasil observasi lapangan yang telah dilakukan ada beberapa kajian teknis
yang akan dilakukan sebagai upaya untuk merevitalisasi Jalur KA antara
Stasiun Piadada – Pelabuhan Panjang, antara lain :
a. Memetakan Jalur Kereta Api dari pertemuan (wesel) sampai dengan
stasiun panjang melalui survey dan pengukuran topografi
b. Penyelidikan tanah dengan menggunakan DCP test dan melakukan uji
Sondir pada titik lokasi yang akan dibangun box culvert
c. Analisis data hidrologi pada beberapa titik yang akan dibuat box culvert

13

E. Revitalisasi
Dalam kamus besarBahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan
perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang
berfungsi. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan
menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu
sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya
revitalisasi bias berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan
atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas
revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian
revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu
menjadi penting dan perlu sekali.

Revitalisasi termasuk di dalamnya adalah konservasi-preservasi merupakan
bagian dari upaya perancangan kota untuk mempertahankan warisan fisik
budaya masa lampau yang memiliki nilai sejarah dan estetika-arsitektural.
Atau tepatnya merupakan upaya pelestarian lingkungan binaan agar tetap pada
kondisi aslinya yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakan.

Tergantung dari kondisi lingkungan binaan yang akan dilestarikan, maka
upaya ini biasanya disertai pula dengan upaya restorasi, rehabilitasi dan atau
rekonstruksi. Jadi, revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu
kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi
kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Selain itu, revitalisasi adalah
kegiatan memodifikasi suatu lingkungan atau benda cagar-budaya untuk
pemakaian baru. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik

14

(termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang.
Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi
(economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta
aspek lingkungan (environmental objectives). Hal ini mutlak diperlukan
karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah
sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan
fasilitas dan infrastruktur kota.

Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah
kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi
lingkungan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada
penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan
peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada.
Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat.
Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek
formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu
masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebutsaja,
tapi masyarakat luas. Ada beberapa aspeklain yang penting dan sangat
berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi,
khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak pihak untuk menunjang
kegiatan revitalisasi. Selain itu revitalisasi juga dapat ditinjau dari aspek
keunikan lokasi dan tempat bersejarah atau revitalisasi dalam rangka untuk
mengubah citra suatu kawasan.

15

Dengan dukungan mekanisme kontrol/pengendalian rencana revitalisasi harus
mampu

mengangkat

isu-isu

strategis

kawasan,

baik

dalam

bentuk

kegiatan/aktifitas sosial-ekonomi maupun karakter fisik kota. Rancang kota
merupakan perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan
lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi
baru.

F. Definisi Struktur Jalur Rel

Prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api termasuk fasilitas yang
diperlukan agar sarana kereta api dapat dioperasikan. Fasilitas penunjang
kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan
kereta api yang dapat memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi
pengguna jasa angkutan kereta api. Prasarana kereta api lebih terperinci lagi
dapat digolongkan sebagai :

a. Jalur atau jalan rel,
b. Bangunan stasiun,
c. Jembatan,
d. Sinyal dan telekomunikasi.

Untuk kajian di bidang ketekniksipilan, lebih banyak terfokus kepada
prasarana kereta api pada pembangunan jalur atau jalan rel, bangunan stasiun
dan jembatan. Meskipun demikian, dalam lingkup kajian prasarana
transportasi disini, pembahasan materi studi lebih ditumpukan kepada
perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalur dan jalan rel.

16

Struktur jalan rel merupakan suatu konstruksi yang direncanakan sebagai
prasarana atau infrastruktur perjalanan kereta api. Gambar konstruksi jalan rel
yang tampak secara visual ditunjukkan seperti pada Gambar 10 dan secara
skematik yang digambarkan potongan melintang seperti pada Gambar 11.

Gambar 9. Tampak Konstruksi Jalan Rel Secara Visual

Gambar 10. Potongan Melintang Jalan Rel

17

Secara konstruksi, jalan rel dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu :
a. Jalan rel dalam konstruksi timbunan,
b. Jalan rel dalam konstruksi galian.
Jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah
persawahan atau daerah rawa, sedangkan jalan rel pada konstruksi galian
umumnya terdapat pada medan pergunungan. Contoh potongan konstruksi
jalan rel pada daerah timbunan dan galian adalah sebagai berikut :

Gambar 11. Potongan Melintang Jalan Rel dalam Konstruksi Timbunan

Gambar 12. Potongan Melintang Jalan Rel dalam Konstruksi Galian

18

G. Komponen Struktur Jalan Rel
Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yang terdiri dari
kumpulan komponen-komponen jalan rel yaitu :
a. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari
komponen-komponen seperti rel (rail), penambat (fastening) dan bantalan
(sleeper, tie).
b. Struktur bagian bawah, atau dikenal sebagai substructure, yang terdiri dari
komponen balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improve
subgrade) dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar merupakan lapisan
tanah di bawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempatan atau tanah
yang didatangkan (jika kondisi tanah asli tidak baik), dan telah
mendapatkan perlakuan pemadatan (compaction) atau diberikan perlakuan
khusus (treatment). Pada kondisi tertentu, balas juga dapat disusun dalam
dua lapisan, yaitu : balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom
ballast).

Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun
komponen-komponennya seperti rel, bantalan, penambat dan lapisan fondasi
serta tanah dasar secara terpadu dan disusun dalam sistem konstruksi dan
analisis tertentu untuk dapat dilalui kereta api secara aman dan nyaman.
Gambar dibawah menjelaskan bagian-bagian struktur atas dan bawah
konstruksi jalan rel dan secara skematik menjelaskan keterpaduan komponenkomponennya dalam suatu sistem struktur.

19

Gambar 13. Struktur Jalan Rel dan Sistem Komponen Penyusunnya

Secara umum komponen-komponen penyusun jalan rel dijelaskan sebagai
berikut :
1. Rel (Rail)
Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara
langsung, dan memberikan tuntunan dan tumpuan terhadap pergerakan
roda kereta api secara berterusan. Oleh karena itu, rel juga harus memiliki
nilai kekakuan tertentu untuk menerima dan mendistribusikan beban roda
kereta api dengan baik.

20

2. Penambat (Fastening System)
Untuk menghubungkan diantara bantalan dengan rel digunakan suatu
sistem penambat yang jenis dan bentuknya bervariasi sesuai dengan jenis
bantalan yang digunakan serta klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.
3. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi yang penting, diantaranya menerima
beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan
tingkat tekanan yang kecil, mempertahankan sistem penambat untuk
mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel arah
longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan
konstruksinya, seperti bantalan besi, kayu maupun beton. Perancangan
bantalan yang baik sangat diperlukan supaya fungsi bantalan dapat
optimal.
4. Lapisan Fondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran dan
diletakkan sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur.
Material balas yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras,
bergradasi yang sama, bebas dari debu kotoran dan tidak pipih (prone).
Meskipun demikian, pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar
untuk diperoleh/dipertahankan, oleh yang demikian, permasalahan
pemilihan material balas yang ekonomis dan memungkinkan secara teknis
masih mendapat perhatian dalam kajian dan penelitian. Lapisan balas
berfungsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan

21

longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat
mempertahankan jalan rel pada posisi yang diisyaratkan.
5. Lapisan Fondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)
Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan
subbalas. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya
mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada
lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya.
6. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang
harus dibangun terlebih dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar
adalah menyediakan landasan yang stabil untuk lapisan balas dan
subbalas. Perilaku tanah dasar adalah komponen substruktur yang sangat
penting yang mana memiliki peranan yang signifikan berkait pada sifat
teknis dan perawatan rel.

H. Kriteria Struktur Jalan Rel
1. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi
vertikal yang diakibatkan oleh distribusi beban lalu lintas kereta api
merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan kualitas jalan rel.
Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rl
tidak baik dan keausan yang besar diantara komponen-komponen struktur
jalan rel.

22

2. Elastisitas (Elastic/Resilience)
Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga
patahnya as roda, meredam kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur
jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan pemakaian bantalan beton, maka
untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat karet
(rubber pads) di bawah kaki rel.
3. Ketahanan terhadap Deformasi Tetap
Deformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung manjadi deformasi
tetap sehingga geometrik jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan
puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya kenyamanan dan keamanan
terganggu.
4. Stabilitas
Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang
tetap/semula (vertikal dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk
ini diperlukan balas dengan mutu dan kepadatan yang baik, bantalan
dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.
5. Kemudahan untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)
Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan
pemeliharaan sehingga dapat dikembalikan ke posisi geometrik dan
struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan geometri akibat beban
yang berjalan.

23

I. Klasifikasi Jalan Rel menurut PD.10 Tahun 1986
Secara umum jalan rel dibedakan menurut beberapa klasifikasi, antara lain :
1. Penggolongan menurut Lebar Sepur
Lebar sepur merupakan jarak terkecil diantara kedua sisi kepada rel,
diukur pada daerah 0 – 14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel.

Gambar 14. Ukuran Lebar Sepur pada Struktur Jalan Rel


Sepur standar (standard gauge), lebar sepur 1435 mm, digunakan di
negara-negara Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang.



Sepur lebar (broael gauge), lebar sepur > 1435 mm, digunakan pada
negara Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol, Pakistan, Portugal dan
India (1676 mm).



Sepur sempit (narrow gauge) lebar sepur < 1435 mm, digunakan di
negara Indonesia, Amerika Latin, Jepang, Afrika Selatan (1067 mm),
Malaysia, Birma, Thailand dan Kamboja (1000 mm).

2. Penggolongan kelas jalan rel menurut Kecepatan Maksimum yang
diijinkan untuk Indonesia :


Kelas Jalan I

: 120 km/jam



Kelas Jalan II

: 110 km/jam

24



Kelas Jalan III

: 100 km/jam



Kelas Jalan IV

: 90 km/jam



Kelas Jalan V

: 80 km/jam

3. Penggolongan kelas jalan rel menurut Daya Lintas Kereta Api (juta
ton/tahun) yang diijinkan untuk Indonesia :
Tabel 1. Ukuran Lebar Sepur pada Struktur Jalan Rel
Daya Angkut Lintas
Kelas Jalan
(dalam

x Ton/Tahun)

I

>20

II

10 – 20

III

5 – 10

IV

2,5 – 5

V

< 2,5

4. Penggolongan berdasarkan Kelandaian (tanjakan) Jalan


Lintas Datar

: kelandaian 0 – 10



Lintas Pegunungan

: kelandaian 10 – 40 ‰



Lintas dengan rel gigi

: kelandaian 40 – 80 ‰



Kelandaian di emplasemen

: kelandaian 0 s.d. 1,5 ‰

5. Penggolongan menurut Jumlah Jalur


Jalur Tunggal

: jumlah jalur di lintas bebas hanya satu,

diperuntukan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 2
arah.

25



Jalur Ganda

: jumlah jalur di lintas > 1 (2 arah) dimana masing-

masing jalur hanya diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas
angkutan jalan rel dari 1 arah.

J. Jenis-jenis lokomotif yang digunakan di Indonesia
1. BB200
Lokomotif BB200 buatan General Motors adalah lokomotif diesel elektrik
tipe pertama dengan transmisi daya DC – DC yang sudah digunakan di
Jawa sejak tahun 1957. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 950 HP
dengan susunan gandar lokomotif ini adalah (A1A). Hal ini dibuat agar
tekanan gandarnya rendah, karena berat lokomotif ini sebesar 75 ton .
Kecepatan maksimumnya adalah 110 km/jam.

Gambar 15. Lokomotif BB200

26

2. BB201
Lokomotif BB201 buatan Generals Motors adalah lokomotif diesel
elektrik tipe kedua degan transmisi DC – DC yang sudah dioperasikan
sejak tahun 1964. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1425 HP.

Gambar 16. Lokomotif BB201
3. BB202
Lokomotif BB202 buatan General Motors adalah lokomotif diesel elektrik
tipe ketiga dengan transmisi daya DC – DC yang mulai beroprasi sejak
tahun 1970-an. Lokomotif ini berbeda dengan lokomotif BB200 dan
BB201 ataupun lokomotif diesel elektrik lain, lokomotif yang mempunyai
satu kabin masinis ini tdak memiliki hidung. Lokomotif ini berdaya mesin
sebesar 1100 HP.

27

Gambar 17. Lokomotif BB202
4. BB203
Lokomotif BB203 buatan General Electric adalah lokomotif diesel elektrik
tipe keempat (U18B) dengan transmisi daya DC – DC yang mulai
beroprasi sejak tahun 1978. Bentuk, ukuran, dan komponen utama
lokomotif ini sama seperti lokomotif CC201, yang membedakan adalah
susunan gandarnya. Jika lokomotif CC201 bergandar CO – CO, dimana
setiap bigienya memiliki tiga gandar penggerak, lokomotif BB203
bergandar (A1A)(A1A), dimana setiap bogienya juga memiliki tiga
gandar, tetapi hanya dua gandar dalam setiap bogienya yang dugunakan
sebagai gandar penggerak.

28

Gambar 18. Lokomotif BB203
5. BB204
Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1230 HP, di gunakan di Indonesia
sejak tahun 1981 dengan kecepatan maksimumnya 60 km/jam. Lokomotif
ini terdapat di Divisi Regional II SumBar yang relnya bergigi.

Gambar 19. Lokomotif BB204

29

6. BB300
Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 680 HP. Lokomotif ini biasa
digunakan untuk langsir kereta penumpang ataupun kereta barang.
Lokomotif ini dapat berjalan dengan kecepatan 75 km/jam, buatan pabrik
Fried Krupp, Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1958.

Gambar 20. Lokomotif BB300
7. BB301
Adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried Krupp, Jerman.
Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1964 sebanyak 10 buah. Lokomotif
ini berdaya mesin sebesar 1350 HP dengan berat lokomotif sebesar 52 ton.
Lokomotif ini biasa digunakan untuk langsir kereta penumpang ataupun
kereta barang. Lokomotif ini dapat berjalan dengan kecepatan 120 km/jam.

30

Gambar 21. Lokomotif BB301
8. BB303
Lokomotif BB303 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik
Henschell, Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1973.
Lokomotif ini berdaya mesin 1010 HP. Lokomotif ini biasa digunakan
untuk dinasan kereta penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini
dapat berjalan dengan kecepatan 90 km/jam.

Gambar 22. Lokomotif BB303
9. BB304
Lokomotif BB304 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried
Krupp, Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1976. Lokomotif ini
berdaya mesin sebesar 1550 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk

31

dinasan kereta penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat
berjalan dengan kecepatan maksimum 120 km/jam.

Gambar 23. Lokomotif BB304
10. BB305 (CFD)
Lokomotif BB305 adalah lokomotif diesel hidrolik generasi keenam oleh
PT Kereta Api. Lokomotif ini diproduksi di pabriknya CFD, Prancis.
Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1978. Lokomotif ini berdaya mesin
sebesar 1550 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk dinasan kereta
barang.

Gambar 24. Lokomotif BB305 (CFD)

32

11. BB305 (Jenbach)
Lokomotif BB305 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik
Jenbacher, Austria. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1978. Lokomotif ini
hanya memiliki satu kabin masinis. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar
1550 HP dan dapat berjalan dengan kecepatan maksimum 120 km/jam.

Gambar 25. Lokomotif BB305
12. BB306
Lokomotif BB306 adalah lokomotif diesel hidrolik yang dipunyai oleh
Dipo Kereta-kereta Besar di Jakarta Kota. Lokomotif ini kerap digunakan
untuk melangsir kereta penumpang yang akan diberangkatkan dari Stasiun
Jakarta Kota (JAKK). Lokomotif ini sering digunakan pada tahun 1980-an
hingga 1990-an. Sejak datangnya era KRL, lokomotif ini mulai terlupakan
dan kebanyakan rusak termakan usia dan kurang suku cadang.

33

Gambar 26. Lokomotif BB306
13. CC200
Lokomotif CC200 merupakan lokomotif diesel pertama yang dipesan
pemerintah Indonesia dari General Electric Amerika Serikat awal tahun
1950-an, dan memiliki tenaga 1750 HP.

Gambar 27. Lokomotif CC200
14. CC201
Lokomotif CC201 adalah lokomotif buatan General Electric. Memiliki
daya mesin 1950 HP.

34

Gambar 28. Lokomotif CC201
15. CC202
Lokomotif buatan General Motors Kanada ini merupakan lokomotif
terberat di Indonesia yaitu 108 ton. Lokomotif ini mempunyai spesifikasi
teknik dan karakteristik khusus untuk menarik kereta api barang.
Lokomotif ini hanya terdapat di Sumatera Selatan untuk melayani kereta
api pengangkut batu bara. Lokomotif ini berdaya mesin 2250 HP.

Gambar 29. Lokomotif CC202

35

16. CC203
Lokomotif CC203 buatan General Electric seri U20C merupakan
pengembangan desain dari lokomotif CC201, yaitu pada bentuk kabin
masinis ujung pendek yang aerodinamis, serta diperlebar untuk
kenyamanan dan mengurangi penumpang liar. Yang membedakan adalah
lokomotif CC203 menggunakan motor diesel dengan dua tingkat
turbocharger sehingga dayanya 2150 HP.

Gambar 30. Lokomotif CC203
17. CC204
Lokomotif CC204 adalah salah satu jenis lokomotif yang dibuat khusus di
Indonesia, yaitu hasil kerjasama antara PT General Electric Lokomotif
Indonesia dan Industri Kereta Api Madiun (INKA). Lokomotif ini terbagi
menjadi dua jenis, yaitu CC204 produksi pertama yang bentuknya seperti
CC201, dan CC204 produksi kedua yang bentuknya seperti CC203.

36

Gambar 31. Lokomotif CC204
18. D300
Lokomotif D300 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried
Krupp Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1968. Lokomotif ini
berdaya mesin sebesar 340 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk
langsir kereta penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat
berjalan dengan kecepatan maksimum 50 km/jam.

Gambar 32. Lokomotif D300

37

19. D301
Lokomotif D301 adalah lokomotif diesel buatan pabrik Fried Krupp
Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak tahun 1962. Lokomotif ini
merupakan tipe kedua setelah D300 dan berdaya mesin 340 HP.

Gambar 33. Lokomotif D301

III.

METODE PENELITIAN

A. Umum
Studi mengenai pola kerja dirinci untuk tiap-tiap kegiatan yang juga
didasarkan pada hasil observasi lapangan. Kegiatan lapangan merupakan salah
satu cara untuk mendapatkan data pelaksanaan kegiatan.

B. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah jalur kereta api dimulai dari Stasiun Pidada sampai
ke Pelabuhan Panjang Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung.

Gambar 34. Peta Lokasi Jalur Kereta Api Stasiun Pidada sampai ke
Pelabuhan Panjang

39

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam studi ini data-data yang didapat diperoleh dari 2 metode pengumpulan
data, yaitu :
1. Data Primer; merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan
yang merupakan hasil pengukuran, pengujian dan tinjauan langsung di
lokasi kegiatan. Pengambilan data perimer pada kegiatan DED
Revitalisasi Jalur KA antara Pidada – Pelabuhan Panjang.
2. Data sekunder; merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber
kajian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan kajian ini. Data ini
diperoleh dari instansi – instansi atau media cetak maupun elektronik.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam kajian ini antara lain data curah
hujan, klimatologi, tataguna lahan, laporan-laporan terdahulu dan lain
sebagainya.

D. Alur Kerja Penelitian

Penelitian untuk tugas akhir ini dimulai dengan menentukan topik pembahasan
dan tujuan yang hendak dicapai. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan
objek penelitian, baik jenis maupun lokasi, yang disusul dengan pengumpulan
data dari objek yang telah ditentukan tersebut. Tahapan selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data yang telah diperoleh dari lapangan dengan
penentuan parameter yang digunakan sebelumnya. Setelah melakukan
pembahasan

hasil

pengolahan,

tahap

selanjutnya

adalah

kesimpulan dan saran sebagai bagian akhir dari penelitian ini.

mengambil

40

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data, Berupa :
- Data Lokasi
- Data Badan Jalan Rel
- Data Box Culvert
- Data Hidrologi

Melakukan survey lapangan agar mendapatkan
hasil yang lebih akurat

Analisis Data yang Telah
Didapat

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai
Gambar 35. Diagram Alir Penelitian

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
1.

Dari hasil kajian teknis revitalisasi jalur kereta api Stasiun Pidada sampai
Pelabuhan Panjang diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis topografi menunjukkan nilai kelandaian jalur kereta
api di lokasi penelitian yaitu 0‰ – 6,7‰. Hal tersebut masih sesuai
dengan PD 10 tahun 1986 dan jalan tersebut merupakan klasifikasi
jalan lintas datar.
2. Dari hasil analisis mekanika tanah ditunjukkan bahwa :
1. Nilai CBR tanah dasar yang masuk dalam standar PD 10 tahun
1986 sebesar 6%, ditemukan pada kedalaman 20cm – 90cm.
2. Nilai Konus 150 kg/

diperoleh pada kedalaman 2m –

14,40m.
3. Hasil perhitungan daya dukung box culvert dari nilai konus
membutuhkan sebanyak 6 batang mini pile per meter.
3. Dari hasil analisis hidrologi diperoleh :
1. Debit banjir kala ulang 50 tahunan berkisar antara 3,139 –
15,695

/detik.

88

2. Dimensi Box Culvert yang dibutuhkan adalah :
Tabel 14. Dimensi Box Culvert
No

Lokasi

Jumlah

1
2
3
4

Semen Batu Raja
Perumahan Penduduk
Jalan Ambon
Jalan Ambon

1
1
2
1

Dimensi
(m x m)
2,00
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,00

2. Dari hasil kajian biaya pelaksanaan jalur kereta api Stasiun Pidada
sampai Pelabuhan Panjang diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai investasi pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Pidada
sampai Pelabuhan Panjang secara keseluruhan sebesar Rp.
9.481.210.000, yang terdiri dari :
1. Total biaya pengadaan material

: Rp. 4.140.277.200.

2. Total biaya pelaksanaan pekerjaan

: Rp. 4.455.255.111.

3. Total biaya pekerjaan penyelesaian

: Rp.

23.750.000.

4. PPN 10%

: Rp.

861.928.231.

2. Biaya investasi per meter diperoleh sebesar :
=

=

3. Biaya yang dikeluarkan sangat ekonomis, jika dibandingkan
pendapatan yang akan didapat. Dan dalam kurun waktu sekitar 1,4
tahun, biaya yang digunakan untuk melaksanakan revitalisasi
tersebut juga sudah kembali.

89

B.

Saran
1. Perlu

dilakukan

pengujian

daya

dukung

tanah

dasar

dengan

menggunakan metode CBR Plat Bearing, karena hasilnya lebih akurat
dibandingkan dengan menggunakan metode DCP.
2. Untuk data curah hujan dibutuhkan data stasiun pembanding yang
berdekatan dengan stasiun hujan yang dikaji agar memperoleh hasil yang
lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifaini, N. 2012. Penyusunan Dokumen Studi Revitalisasi Jalur Rel Pidada –
Pelabuhan Panjang. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Atmaja, S. 1999. Rekayasa Struktur Jalan Rel. Biro Penerbit. Yogyakarta.
Hapsoro, S. 1994. Jalan Rel. Gramedia. Jakarta.
http://dewiultralight0x.wordpress.com/2011/03/10/pengertian-revitalisasi/
http://google.com/gambar tahapan pekerjaan rel kereta api/
http://www.wikipedia.com
Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

1) Kegiatan Angkatan Track Dengan Metode Konvensional
Pada bagian ini metode angkatan yang dilakukan adalah menentukan titik – titik
perdoman angkatan. Tiap titik tinggi bukanlah sebagai titik pedoman, tetapi titik
pedoman merupakan titik tinggi.
Pencarian dilakukan dengan mata titik tinggi pada rel dengan memperhatikan
lendutan yang ada pada rel. Dari titik – titik ini nantinya akan ditentukan titik
pedoman. Satu orang melihat langsung dan satunya lagi bergerak maju dari titik
posisi orang pertama dengan menyentuhkan mistar angkatan ke kepala rel. Orang
pertama harus menyuruh berhenti pada orang yang membawa mistar pada saat
mistar berada pada posisi tertinggi. Untuk lebih tepatnya lagi oarang pertama
harus mendekati titik yang dtentukan kira – kira 4 atau 5 meter. Titik pedoman
akan ditentukan pada rel yang tinggi. Gambar di bawah ini menunjukkan prosedur
penentuan titik pedoman.

Gambar Penentuan Titik Pedoman Untuk Angkatan
Jika pertinggian titik M diukur, misalnya rel B lebih rendah, maka untuk
penentuan titik pedoman dilakukan pada titik M karena rentangan tertinggi terjadi
pada titik M. Untuk selanjutnya, pada titik M kemudian dibuat tanda pada kaki
rel. Kemudian pada bagian bantalan ditulis semacam kode yang menyebutkan
“Angkatan Menyeluruh” atau “Angkatan Pilih – Pilih”.

Gambar. Metode angkatan pada posisi lengkung
Pertinggian dengan nilai nol pada bagian lurus harus berubah secara bertahap
sampai mencapai titik pertinggian untuk lengkung penuh. Perubahan pertinggian
dimulai pada awal lengkung peralihan parabolis (Mulai Busur Alih (MBA) dan
berakhir pada akhir lengkungan peralihan (ABA = Akhir Busur Akhir).
Garis Pengaruh Pada Titik Pedoman
Angkatan pada satu rentangan tanpa megangkat rentangan yang lain menimbulkan
keamblesan ujung bantalan di sebelah rentangan rel yang tidak diangkat. Untuk
menghindari hal tersebut, nilai angkatan pada rentangan dimana angkatan paling
kecil seharusnya sama atau lebih besar dari 1/3 perbedaan antara kedua nilai
angkatan kedua rentangan. Jika 1/3 perbedaan nilai angkatan kedua rentangan
lebih dari 2 mm untuk angkatan di atas TP = 5 mm, maka nilai angkatan kedua
rentangan harus ditinggikan dengan 1/3 perbedaan tersebut, dikurangi nilai
angkatan pada rentangan titik pedoman.

Gambar. Ilustrasi Garis Pengaruh Pengangkatan Rel

RENCANA ANGGARAN BIAYA
PEKERJAAN

: DED REVITALISASI JALUR KA ANTARA PIDADA - PELABUHAN PANJANG

LINTAS

: TARAHAN - TANJUNGENIM

No

Uraian Pekerjaan

1

2

A.

Volume
Pekerjaan
3

Satuan
4

Harga Satuan
(Rp)
5

PENGADAAN MATERIAL :
1 Bantalan beton lengkap dengan penambat elastis rel R.54

3,810

btg

500,000.00

1,905,000,000.00

2 Bantalan Wesel 22 X 26 X 400 lengkap dengan penambat elastis rel R.54

25.00

btg

3,355,300.00

83,882,500.00
1,151,150,000.00

4 Balas batu pecah uk. 2 - 6 cm di site

4,604.60

m3

250,000.00

3 Sirtu (sub balas) di site

4,347.00

m3

230,100.00
JUMLAH A

B.

Jumlah
(Rp)
6

1,000,244,700.00
4,140,277,200.00

PELAKSANAAN PEKERJAAN :
I. Persiapan
1 Mobilisasi
2 Pengukuran, pasang patok profil track dan gambar
3 Pembuatan direksi keet dan gudang material
4 Pembuatan papan nama proyek

1.00
2,300.00

ls

8,000,000.00

8,000,000.00

m'sp

26,100.00

60,030,000.00

40.00

m2

298,900.00

11,956,000.00

1.00

ls

1,100,000.00

1,100,000.00

5 Penerangan lengkap peralatan direksi

1.00

ls

8,250,000.00

8,250,000.00

6 Penjagaan keamanan lingkungan pekerjaan

1.00

ls

12,500,000.00

12,500,000.00

Jumlah B. I

101,836,000.00

II. Pekerjaan Badan Jalan KA
1 Membongkar rel eksisting dan bantalan
2 Mengupas, menggali permukaan tanah humus pd lokasi timbunan

1
10,894.38

ls

25,000,000.00
16,100.00

25,000,000.00

4 Mengurug tanah (tubuh baan) sesuai normalisasi jalan KA / m3

2,713.29

m2
m3

97,400.00

175,399,558.25
264,274,689.50

5 Pemadatan tanah tubuh jalan rel lapis demi lapis

2,713.29

m3

86,900.00

235,785,118.25

6 Biaya pengujian pekerjaan pemadatan tanah dasar

23.00

titik

350,000.00

8,050,000.00

7 Pembuatan jalan sementara lebar 3 m, lapis sirtu digilas padat

50.00

m'

141,900.00

7,095,000.00

dengan menggunakan alat berat dan tes kepadatan tanah

Jumlah B. II
III Pekerjaan Jalan Rel
1 Melangsir, bongkar/muat, susun bantalan beton lengkap penambat

3,810.000

btg

715,604,366.00
30,800.00

117,348,000.00

elastis untuk track rel R.54
2 Ecer bantalan beton sampai lokasi

3,810.000

btg

28,400.00

108,204,000.00

3 Memasang bantalan beton lengkap dengan alat penambat

3,810.000

btg

78,900.00

300,609,000.00

Jumlah B. III

526,161,000.00

IV Pekerjaan Balas
1 Mengerjakan, menghampar/memasukan batu balas kedalam track

4,604.60

m3

13,700.00

63,083,020.00

4,347.00

m3

48,300.00

209,960,100.00

termasuk profil jalan ka
2 Menghampar, meratakan/memasukan sub balas sirtu ke dalam track
(baru), berikut pemadatan dengan mesin berat / gilas
Jumlah B. IV

273,043,120.00

V PEKERJAAN BOX CULVERT
BOX CULVERT 1 X 1 M (1 Bh)
1 Galian Tanah termasuk buang

1.70

m3

57,300.00

97,410.00

2 Mini pile L = 6 m

16.00

btg

694,606.00

11,113,696.00

3 Sirtu dipadatkan

0.80

m3

48,300.00

38,640.00

0.40

m3

1,049,900.00

419,960.00

39.48

m2

134,600.00

5,314,008.00

6 Beton K - 225

7.80

m3

1,155,900.00

9,016,020.00

7 Besi Tulangan

1,084.00

kg

28,700.00

31,110,800.00

4 Beton tumbuk
5 Begisting

BOX CULVERT 1.5 X 1 M (3 Bh)
7.65

m3

57,300.00

438,345.00

2 Mini pile L = 6 m

16.00

btg

694,606.00

11,113,696.00

3 Sirtu dipadatkan

3.00

m3

48,300.00

4 Beton tumbuk

1.50

m3

1,049,900.00

1,574,850.00

39.48

m2

134,600.00

5,314,008.00

6 Beton K - 225

27.90

m3

1,155,900.00

32,249,610.00

7 Besi Tulangan

4,194.00

kg

28,700.00

120,367,800.00

1 Galian Tanah termasuk buang

5 Begisting

144,900.00

BOX CULVERT 2 X 2 X 1.5 M (1 Bh)
1 Galian Tanah termasuk buang

13.60

m3

57,300.00

2 Mini pile L = 6 m

32.00

btg

694,606.00

779,280.00

3 Sirtu dipadatkan

2.40

m3

48,300.00

4 Beton tumbuk

1.20

m3

1,049,900.00

22,227,392.00
115,920.00
1,259,880.00

5 Begisting

39.48

m2

134,600.00

5,314,008.00

6 Beton K - 225

23.60

m3

1,155,900.00

27,279,240.00

7 Besi Tulangan

3,414.00

kg

28,700.00

97,981,800.00

BOX CULVERT 2 X 1.5 M (1 Bh)
1 Galian Tanah termasuk buang
2 Mini pile L = 6 m
3 Sirtu dipadatkan
4 Begisting

3.40

m3

57,300.00

16.00

btg

694,606.00

194,820.00

1.20

m3

48,300.00

39.48

m2

134,600.00

11,113,696.00
57,960.00
5,314,008.00

5 Beton tumbuk

0.60

m3

1,049,900.00

629,940.00

6 Beton K - 225

11.80

m3

1,155,900.00

13,639,620.00

7 Besi Tulangan

1,707.00

kg

28,700.00

48,990,900.00

Jumlah B. V

463,212,207.00

VI PEKERJAAN PERLINTASAN SEBIDANG JALAN UTAMA
62.00

btg

3,700,000.00

2 Pekerjaan beton bertulang

6.00

m3

8,183,500.00

49,101,000.00

3 Plat t = 2.5 mm

1.00

ls

122,460,000.00

122,460,000.00

18.00

m3

4,500,000.00

81,000,000.00

229,400,000.00

1 Pancang rel

4 Perkerasan hotmix

229,400,000.00

VI PEKERJAAN PERLINTASAN SEBIDANG JALAN KEPELABUHAN
62.00

btg

3,700,000.00

2 Pekerjaan beton bertulang

6.00

m3

8,183,500.00

49,101,000.00

3 Plat t = 2.5 mm

1.00

ls

122,460,000.00

122,460,000.00

18.00

m3

1 Pancang rel

4 Perkerasan hotmix

4,500,000.00
Jumlah B. VI

81,000,000.00
963,922,000.00

VII Pekerjaan Drainase, Saluran
1 Membuat, pasang saluran air dari pasangan batu
2 Normalisasi drainase karena sedimentasi, tertimbun dan rumput.

1,609.28

M3

875,600.00

60.00

m3

39,847.50
Jumlah B. VII

1,409,085,568.00
2,390,850.00
1,411,476,418.00

JUMLAH B ( I s.d VII )

4,455,255,111.00

C. PEKERJAAN PENYELESAIAN
1 Demobilisasi

1.00

ls

8,000,000.00

2 Pembersihan lokasi / lapangan

1.00

ls

8,250,000.00

8,250,000.00

3 Dokumentasi dan gambar akhir

1.00

ls

7,500,000.00

7,500,000.00

JUMLAH C

8,000,000.00

23,750,000.00

REKAPITULASI :
A. PENGADAAN MATERIAL

= Rp.

4,140,277,200.00

B. PELAKSANAAN PEKERJAAN

= Rp.

4,455,255,111.00

C. PEKERJAAN PENYELESAIAN

= Rp.

23,750,000.00

JUMLAH

= Rp.

8,619,282,311.00

PPN 10%

= Rp.

861,928,231.10

JUMLAH

= Rp.

9,481,210,542.10

DIBULATKAN

= Rp.

9,481,210,000.00