STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

HOUSEHOLD SURVIVAL STRATEGY OF POOR FISHERMEN IN SUKARAJA VILLAGE, BUMI WARAS DISTRICT,

BANDAR LAMPUNG

by

Arini Nur Hidayati

This research’s goal is to identify and explain the survival strategies of poor fishermen households. This research did in Sukaraja Village, Bumi Waras District, Bandar Lampung where the society used natural resources located in Teluk Lampung as the main source of their livelihood. This type of research is descriptive quantitative approach. The sample of research totaled 81 poor fishermen households. Data collection techniques in this research is questionnaires, interviews, observation, and documentation, while the data analysis was done by analysis of frequency tables through processing programs of the statistical data, that called SPSS. Based on the research results, it is known that the survival strategies used by fishermen’s households in the Sukaraja villageto face the poverty is employment diversification, build/develop social networks, debt and reduce costs.


(2)

RINGKASAN

STRATEGI BERTAHAN HIDUP

RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

Oleh

Arini Nur Hidayati

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung dimana masyarakatnya memanfaatkan sumberdaya alam yang berada di Teluk Lampung sebagai sumber utama matapencaharian mereka. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 81 rumahtangga nelayan miskin. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara analisis tabel frekuensi melalui program pengolahan data statistik, yaitu SPSS. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa strategi bertahan hidup yang digunakan oleh rumahtangga nelayan di Kelurahan Sukaraja dalam menghadapi kemiskinan adalah diversifikasi pekerjaan, membangun/mengembangkan jaringan sosial, berhutang dan menekan pengeluaran.


(3)

(4)

STRATEGI BERTAHAN HIDUP

RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN DI KELURAHAN SUKARAJA, KECAMATAN BUMI WARAS, BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ARINI NUR HIDAYATI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran……….. 35

2. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Sukaraja,

Kecamatan Bumi Waras……….... 45

3. Susunan Pengurus Komunitas Nelayan Sukaraja………... 48 4. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 64 5. Distribusi Pendapatan Kepala Keluarga dari Pekerjaan Lain

di Kelurahan Sukaraja per Bulan……….. 68 6. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja Untuk Membeli Pulsa per Bulan……… 82 7. Peneliti Meminta Izin Melakukan Penelitian pada

Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja……….. L4 8. Peneliti Sedang Mewawancarai Bapak Maryudi Selaku

Ketua Kelompok Nelayan Kelurahan Sukaraja………. L4 9. Aktivitas Kenelayanan di Kelurahan Sukaraja………... L4 10. Nelayan Berangkat Ke Lautan Untuk Melempar Payang

di Kelurahan Sukaraja……… L4

11. Kekompakan Nelayan Menarik Payang di Kelurahan Sukaraja……. L4 12. Nelayan Merapikan Payang Untuk Mengambil Ikan Hasil

Tangkapan di Kelurahan Sukaraja………. L4


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….... i

DAFTAR GAMBAR………... ii

I. PENDAHULUAN………... 1

A.Latar Belakang Masalah……… 1

B.Rumusan Masalah………. 15

C.Tujuan Penelitian………... 15

D.Kegunaan Penelitian……….. 15

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 16

A.Tinjauan tentang Kemiskinan……….. 16

B.Tinjauan tentang Nelayan………. 21

C.Tinjauan tentang Rumahtangga Nelayan……….. 23

D.Tinjauan tentang Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan……….. 24

E.Tinjauan tentang Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Nelayan Miskin……….… 27

F. Kerangka Pemikiran……….… 32

III. METODE PENELITIAN……….. 36

A.Tipe Penelitian……….. 36

B.Lokasi Penelitian………... 36

C.Definisi Konseptual dan Operasionalisasi Variabel……… 37

D.Populasi dan Sampel………. 39

E.Teknik Pengumpulan Data……… 39

F. Teknik Pengolahan Data………... 40

G.Teknik Analisa Data………. 41

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………. 43


(7)

B.Pemerintahan………. 45

C.Kondisi Geografis……….. 46

D.Kondisi Demografi……… 49

E.Organisasi Kemasyarakatan………..… 56

F. Perekonomian……… 56

G.Kemiskinan……… 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 59

A.Deskripsi Hasil Penelitian………. 59

1. Identitas Responden……… 59

2. Pendapatan Rumahtangga……… 63

3. Pengeluaran Rumahtangga………... 72

4. Perbandingan antara Pendapatan dengan Pengeluaran Rumahtangga……… 99

5. Strategi Kelangsungan Hidup Rumahtangga Nelayan………. 99

B.Pembahasan……….. 111

1. Diversifikasi Pekerjaan……… 114

2. Jaringan Sosial……….. 116

3. Berhutang dan Menekan Pengeluaran……… 121

VI. SIMPULAN DAN SARAN……… 124

A.Simpulan……… 124

B.Saran……….. 125

DAFTAR PUSTAKA………... 126 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Izin Penelitian………. L1

2. Kuesioner………. L2

3. Panduan Wawancara……… L3

4. Dokumentasi Penelitian……...………. L4 5. Peta Kelurahan Sukaraja, Bandar Lampung……….……… L5 6. Peta Satelit Kelurahan Sukaraja, Bandar Lampung………….…. L6


(9)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi Penduduk berdasarkan Ketenagakerjaan……….. 9

2. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut

Kesejahteraan Keluarga………..……...………… 10

3. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut

Mata Pencaharian………...………... 11

4. Nama Kepala Kampung Sukaraja Menurut Periode

Kepemimpinannya……….… 44

5. Luas dan Bentangan Wilayah Kelurahan Sukaraja………... 46

6. Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Kelurahan

Sukaraja... 49

7. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Umur……….. 50

8. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Etnis………... 51

9. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Agama………... 52

10. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Pendidikan………....………. 53

11. Organisasi Kemasyarakatan di Kelurahan Sukaraja….…………. 56

12. Jenis Usaha/Kegiatan Ekonomi di Kelurahan

Sukaraja….……….. 57

13. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan


(10)

14. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Jumlah Anggota Keluarga………... 61

15. Distribusi Nelayan di Kelurahan Sukaraja berdasarkan

Jumlah Anak……….. 62

16. Distribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 65

17. Distribusi Pendapatan Nelayan di Kelurahan Sukaraja

per Bulan dari Pekerjaan sebagai Nelayan……….…... 66

18. Distribusi Pendapatan Istri Nelayan di Kelurahan

Sukaraja per Bulan………..…...

70

19. Distribusi Pendapatan Anak Nelayan di Kelurahan

Sukaraja per Bulan……….………... 71

20. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 72

21. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Beras per Bulan…...

73

22. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Lauk Pauk per Bulan………. 74

23. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sayuran per Bulan………. 76

24. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Minyak Goreng per Bulan... 77

25. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Gula per Bulan………… 78

26. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Kopi per Bulan…….…...

79

27. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja untuk Membeli Bumbu Masak per Bulan…………...

81

28. Disktribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Memberi Uang Saku Anak per Bulan………….. 84


(11)

i

29. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Transportasi Anak ke Sekolah per Bulan………. 86

30. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membayar Uang Sekolah Anak per Bulan…... 87

31. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sabun Mandi per Bulan……….... 88

32. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Pasta Gigi per Bulan………. 89

33. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Sabun Cuci per Bulan………... 90

34. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Membeli Shampoo per Bulan………... 92

35. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja untuk Memberi Sumbangan (Acara Pernikahan,

Santunan, dan Lainnya) per Bulan...

93

36. Distribusi Pengeluaran Rumahtangga Nelayan di Kelurahan

Sukaraja untuk Biaya Kesehatan per Bulan.………. 95

37. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Tagihan Rekening Listrik per Bulan…………. 96

38. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Pajak PBB per Bulan………..………... 97

39. Distribusi Pengeluaran Nelayan di Kelurahan Sukaraja

untuk Membayar Pajak Kendaraan per Bulan……….…….. 98

40. Selisih Pendapatan dengan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan………... 99

41. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Tetangga Rumah……….………... 100

42. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Teman Kerja……….. 101

43. Hubungan Nelayan di Kelurahan Sukaraja dengan

Juragan………... 101

44. Kesediaan Tetangga untuk Membantu Nelayan


(12)

45. Pihak Yang Paling Cepat Memberi Bantuan kepada

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………. 103

46. Pihak yang Membantu Keluarga Saat Istri Nelayan

di Kelurahan Sukaraja Melahirkan……… 104

47. Organisasi Kemasyarakatan yang Diikuti oleh

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………. 105

48. Rumahtangga Nelayan yang Melakukan Hutang

atau Tidak di Kelurahan Sukaraja………. 106

49. Frekuensi Hutang Rumahtangga Nelayan per Bulan

di Kelurahan Sukaraja……….…….………. 107

50. Hutang Rumahtangga Nelayan di Kelurahan Sukaraja

per Bulan………... 108

51. Alokasi Penggunaan Hutang Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja per Bulan……….………….. 109

52. Pihak yang Memberi Hutang pada Rumahtangga

Nelayan di Kelurahan Sukaraja………..………... 110

53. Penghematan Pengeluaran Rumahtangga Nelayan

di Kelurahan Sukaraja………..……….……… 111


(13)

(14)

(15)

(16)

MOTO

Sesungguhnya pertolongan akan datang bersama

kesabaran.

- HR. Ahmad -

Kesempatan Anda untuk sukses di setiap kondisi

selalu dapat diukur oleh seberapa besar

kepercayaan Anda pada diri sendiri.

- Robert Collier -

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan

orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya

mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah.


(17)

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta karunianya, saya dapat menyelesaikan karya tulis kecil ini yang akan saya persembahkan kepada:

 Kedua Orangtua saya yang telah mendukung dan menerima segala kelebihan dan kelemahan saya dalam menempuh pendidikan ini. Terima kasih atas segala doa yang telah diberikan kepada saya dan dukungannya secara materiil maupun nonmaterial.

 Kakak tercinta, Ahmad Nur Khasan yang telah memberikan dukungan dan semangatnya untuk adik yang menyebalkan ini. Terima kasih, engkau sudah menjadi kakak yang terbaik.

 Adik tercinta, Rizky May Pratama yang lucu dan menggemaskan selalu memberikan hiburan yang tak pernah saya dapatkan selama di luar rumah. Terima kasih sudah menjadi penghibur dan sahabat ketika di rumah, dan semoga kelak bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari mbak ini.

 Almamater tercinta, Universitas Lampung. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menuntut ilmu di jenjang Sarjana ini, semoga almamater Universitas Lampung semakin tumbuh dan berkembang menjadi Universitas kebanggaan Indonesia.


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Arini Nur Hidayati atau yang dipanggil dengan sebutan Arini ini lahir di Cimanggis pada tanggal 7 September 1992, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Sunarno dan Ibu Rubiyatun.

Riwayat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis, antara lain: 1. TK PKK Trimurni, diselesaikan pada tahun 1998

2. SD Negeri 3 Bandar Jaya, diselesaikan pada tahun 2004 3. SMP Negeri 5 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2007 4. SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, diselesaikan pada tahun 2010

Setelah penulis menyelesaikan pendidikan di jenjang SMA, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur PKAB di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik angkatan 2010. Selama menjadi mahasiswi Universitas Lampung, penulis pernah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa sebagai anggota pada tahun 2010 dan Himpunan Mahasiswa Sosiologi sebagai sekretaris bidang data dan informasi pada tahun 2012. Pada bulan Januari 2013, penulis mengikuti KKN Tematik dengan penempatan di Kampung Kemu, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan.


(19)

SANWACANA

Puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahNya, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Skripsi yang berjudul “Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Nelayan Miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung” ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keikutsertaan berbagai pihak yang telah membantu serta membimbing penulis untuk menjadikan tulisan ini menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dengan kerendahan serta ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi. 3. Bapak Drs. Suwarno, M.H. selaku Pembimbing Akademik

4. Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si. selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingannya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(20)

5. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si. selaku Dosen Penguji. Terima kasih untuk semua masukan serta saran-saran yang telah diberikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis mengikuti masa perkuliahan.

7. Seluruh staff dan karyawan FISIP Universitas Lampung yang telah membantu keperluan administrasi selama penulis menjadi mahasiswi di FISIP Universitas Lampung.

8. Keluarga di Bandar Jaya, khususnya sepupu-sepupu yang baik hati dan murah senyum mbak Shanti, mbak Yani, Mbak Ida, Mas Adi. Terima kasih sudah menjadi tempat sharing terutama masalah kuliah dan skripsi. 9. PELANGI, Peni, Emi, Desti, Mona, Fany, dan Ayu. Terima kasih untuk

keakrabannya selama berada di Jurusan Sosiologi Universitas Lampung. 10.Seluruh Mahasiswa Sosiologi, FISIP Universitas Lampung dari npm

1016011001 sampai 1016011113. Ada Yeti, Eva, Nurul Aulia, Yeksi, Neli, Jani, Andria, Komang, Ria, Hana, dan yang lainnya. Terima kasih banyak atas kebersamaannya dalam keluarga besar Sosiologi.

11. Keluarga Asrama Moli, Vivit, Mak Yasni Ginting, Ajeng, Era, Deni, Dwi, Desilya. Salam kompak 2010, terima kasih atas kekeluargaannya selama tinggal di kosan yang sudah memberi warna setiap harinya.

12.Monic, Dina, Unchu, Wuri, Desta, Shinta, teman-teman dari jurusan EP. Terima kasih atas bantuannya.


(21)

(22)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sebanyak 17.504 pulau dengan wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer atau lebih dari 70 persen luas seluruh wilayah Indonesia, namun masyarakat nelayannya merupakan golongan masyarakat miskin. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah nelayan miskin di Indonesia sebanyak 2,7 juta. Begitupun hasil produksi nelayan sebanyak 6,4 juta ton per tahun. Diasumsikan bahwa per nelayan mampu menangkap 2 ton per tahun, dengan begitu berarti dalam sehari nelayan mampu menangkap ikan berkisar 3 kilogram. Jika diuangkan dengan hasil tangkap 3 kilogram per hari maka pendapatan nelayan dalam sehari rata-rata berkisar Rp 50.000,00-Rp 100.000,00 (http://Indomaritime-institute.org., diakses pada tanggal 1 Januari 2014).

Kondisi ini didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik bahwa jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. Jumlah 7,87 juta orang tersebut berasal dari sekitar 10.640 desa miskin yang terdapat di kawasan pesisir di berbagai daerah di tanah air (rata-rata


(23)

2

berpenghasilan tidak lebih dari Rp 500.000,- per bulan). Pendapatan nelayan tersebut masih berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia, yaitu sebesar Rp 520.000,- per kapita/bulan (http://news.-liputan6.com., diakses pada tanggal 19 Januari 2014).

Keadaan ini diperparah dengan inflansi pada Januari 2014 yang mencapai 1,07% dan cukup memukul masyarakat kelas bawah, terutama para nelayan (http://bisniskeuangan.kompas.com., diakses pada tanggal 6 Februari 2014). Penderitaan nelayan tidak hanya berhubungan dengan masalah cuaca saja, namun juga berkaitan dengan larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal di atas 30 GT (surat BPH Migas No. 29/07/KA.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014). Tentu saja hal ini memperparah masyarakat nelayan untuk memperoleh kesejahteraan hidupnya dalam memanfaatkan sumberdaya laut sebagai matapencaharian pokok.

Adapun upaya pemerintah untuk mengatasi ketidakberdayaan yang dialami para nelayan tersebut adalah melalui program Peningkatkan Kehidupan Nelayan (PKN) yang berbasis industrialisasi perikanan melalui Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan. Industrialisasi perikanan yang tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 27 Tahun 2012 pada prinsipnya juga bertujuan untuk mempercepat peningkatan pendapatan nelayan, pembudidaya, pemasar, dan petambak garam. Selain itu, pemerintah juga membentuk Departemen Perikanan dan Kelautan serta melaksanakan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang


(24)

3

telah dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai wujud kepedulian pemerintah pada masyarakat pesisir, termasuk nelayan dalam pengentasan masalah kemiskinan (Kusnadi, 2008).

Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan program peningkatan kehidupan nelayan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang tersebar di 10.640 desa di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor kelautan dan perikanan. Namun program-program tersebut belum memberikan hasil maksimal bagi peningkatan kesejahteraan nelayan. Program-program tersebut juga harus didampingi oleh program lainnya, misalnya peningkatan subsidi bahan bakar minyak untuk kalangan nelayan. Jatah BBM subsidi yang akan diluncurkan pemerintah kepada nelayan pada tahun 2014 ini perlu ditingkatkan lagi. Begitu juga dengan alat tangkap berupa jaring dan kapal, pemerintah perlu mendorong perbanyakan alat tangkap dan kapal nelayan (http://agroindonesia.co.id., diakses pada tanggal 26 April 2014).

Selain itu, Afrida (2005) mengemukakan bahwa program pembangunan dan pengembangan kenelayanan yang dirancang maupun yang telah dilaksanakan masih bersifat teknik produksi dan lebih cenderung berorientasi pada ekspor, sehingga dalam banyak hal lebih menguntungkan nelayan yang bermodal

(juragan) maupun perusahaan-perusahaan perikanan. Untuk memudahkan nelayan

memasarkan hasil tangkapannya, pemerintah sebaiknya memperbanyak pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di daerah-daerah pesisir. Hal ini dimaksudkan agar nelayan dapat dengan mudah menjual hasil tangkapannya.


(25)

4

Pemerintah juga perlu membatasi penguasaan asing di sektor perikanan dalam negeri dengan membuat sejumlah kebijakan pemerintah yang memberikan batasan-batasan kepada pihak asing di sektor perikanan, misalnya saja tentang pembatasan kapal ikan asing dalam melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Begitu juga dengan program-program pemerintah untuk meningkatkan pendidikan anak nelayan, keterampilan istri dan keluarga nelayan perlu ditingkatkan lagi sehingga keluarga nelayan di Indonesia bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya (http://agroindonesia.co.id., diakses pada tanggal 26 April 2014).

Berdasarkan beberapa program di atas, pemerintah sudah mencoba membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan. Namun hal ini justru menimbulkan persoalan baru diantara pemerintah dan masyarakat nelayan. Persoalan yang dimaksud adalah terjadinya kesenjangan hubungan fungsional antara pemerintah (negara) dan masyarakat nelayan akibat dari kebijakan pembangunan pemerintah yang tidak memihak kepada sektor kemaritiman (Kusnadi, 2008).

Menurut Kusnadi (2006), salah satu sumberdaya yang terabaikan dalam upaya pembangunan nasional saat ini adalah bidang kelautan dan perikanan, padahal bidang kelautan dan perikanan ini dapat menyumbangkan hasil yang sangat besar dengan potensi ekonomi pasar yang semakin berkembang pesat. Sektor kelautan dan perikanan memiliki peluang strategis untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia agar bisa keluar dari permasalahan ekonomi. Hal ini didukung oleh beberapa alasan utama, yaitu (1) secara fisik Indonesia adalah


(26)

5

negara kepulauan terbesar di dunia, (2) di wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang beraneka ragam sebagai potensi pembangunan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang begitu besar itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi permasalahan ekonomi, ketertinggalan, kemiskinan nelayan, pembudidaya ikan, serta rakyat Indonesia. Apabila peluang dan prospek yang terbuka dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan permasalahan dapat diatasi secara bertahap, maka hal tersebut dapat menjadi solusi untuk menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai andalan pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan (Kurniawan, 2009).

Upaya untuk memanfaatkan peluang dan prospek di sektor kelautan dan perikanan tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran nelayan dalam mengelola potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Nelayan merupakan orang yang sangat mengenal keadaan laut dan mengetahui bagaimana cara mengelolanya. Namun hal ini terhambat pada proses pengelolaannya karena untuk mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan, dibutuhkan modal yang besar serta keahlian dalam menaklukkan keadaan alam yang tak menentu. Apabila nelayan tradisional diberdayakan, maka potensi sumberdaya perikanan dan kelautan dapat dioptimalkan pemanfaatannya dalam usaha pembangunan nasional.

Di Indonesia, sebagian besar nelayannya dikategorikan sebagai nelayan tradisional dan nelayan buruh (Kusnadi, 2007). Padahal mereka merupakan pemasok utama produksi perikanan nasional. Meskipun demikian, posisi sosial nelayan masih marjinal. Meski nelayan sebagai produsen, namun pendapatan yang


(27)

6

diperoleh tidaklah besar. Bila masyarakat nelayan diperhatikan kesejahteraannya maka pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dapat secara optimal dimanfaatkan untuk menambah pendapatan, baik bagi rumahtangga nelayan itu sendiri maupun bagi Pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah kemiskinan. Bagi nelayan tradisional, musim paceklik tidak hanya memperlama masa kesulitan mereka dalam memperoleh hasil tangkapan, tetapi juga menyebabkan kehidupan mereka menjadi semakin miskin, dan mereka terpaksa masuk dalam perangkap hutang yang tidak berkesudahan. Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan menggunakan alat tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang sederhana (Kusnadi, 2008). Keterbatasan kemampuan nelayan-nelayan tradisional dalam berbagai aspek, khususnya penguasaan alat tangkap yang serba terbatas adalah hambatan potensial bagi para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mengatasi kemiskinan yang membelit mereka selama ini. Dalam banyak kasus, nelayan tradisional yang miskin umumnya lebih memilih menerima nasib dan berusaha beradaptasi dengan kondisi kemiskinan yang membelenggunya daripada berusaha menyiasatinya.

Ketidakberdayaan yang dialami oleh nelayan tradisional tersebut menyebabkan penghasilannya menjadi tidak menentu dan tidak mampu menghadapi gejala alam yang buruk dengan peralatan sederhana. Ditambah lagi dengan adanya musim paceklik yang membuat keadaan nelayan secara ekonomi semakin memburuk. Berbagai studi mengenai masyarakat nelayan membuktikan bahwa kehidupan masyarakat pesisir, khususnya keluarga nelayan,tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Rendahnya keterampilan nelayan


(28)

7

untuk melakukan diversifikasi penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap, juga berkontribusi terhadap timbulnya kemiskinan nelayan (Kusnadi, 2008). Apabila pada musim tertentu jenis ikan yang biasa ditangkap oleh satu jenis alat tangkap tidak ada, maka nelayan tidak bisa berbuat banyak. Dengan demikian, diversifikasi penangkapan (alat tangkap) adalah salah satu upaya yang juga bisa dilakukan untuk membantu nelayan dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Modernisasi perikanan yang berdampak serius terhadap proses pemiskinan telah menempatkan kaum perempuan sebagai penanggungjawab utama kelangsungan hidup rumahtangga nelayan (Kusnadi, 2008). Posisi laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga nelayan dapat dikatakan sebagai pelengkap (komplementer), dimana laki-laki bekerja di laut untuk menangkap ikan, sedangkan perempuan memasarkan hasil tangkapan di daratan. Perempuan pun dapat melakukan kegiatan lain seperti arisan, kegiatan pengajian yang berdimensi ekonomi, dan simpan pinjam atau apapun yang bisa membantu dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.

Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan disebabkan karena masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras dan selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Kondisi inilah yang mengakibatkan nelayan dijauhi oleh institusi-institusi perbankan dan perusahaan asuransi, seperti sulitnya masyarakat nelayan mendapatkan akses pinjaman modal, baik untuk modal kerja maupun untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Solihin, 2004). Menurut Dhani (2010), ada tiga faktor penyebab kemiskinan pada rumahtangga nelayan, yaitu (1) kemiskinan alamiah (meliputi keadaan musim


(29)

8

atau cuaca, ketersediaan sumberdaya laut, akses dalam memperoleh sumberdaya laut), (2) kemiskinan struktural (meliputi jumlah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pendidikan anggota keluarga, jumlah anak, dan akses dalam memperoleh bantuan dana), dan (3) kemiskinan kultural (meliputi malas, pasrah, tergantung pada musim, tidak ada penganekaragaman usaha, serta tidak ada upaya pemanfaatan waktu).

Kawasan pesisir pantai Bandar Lampung kini sedang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan lantaran rencana pemerintah kota untuk menata kawasan tersebut. Selain itu, kawasan pesisir pantai ini juga terhitung sangat padat dan merupakan kawasan yang dikategorikan sebagai kantong kemiskinan yang ada di Kota Bandar Lampung. Indikator kemiskinan tersebut baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan rumah dan lingkungannya. Permukiman warga di pesisir pantai ini sangat berbeda dibandingkan permukiman warga yang bukan berada di pesisir. Kepadatan penduduknya lebih tinggi dibandingkan kelurahan nonpesisir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Maret 2014, mencatat penduduk miskin kota di Provinsi Lampung adalah 230.630 jiwa atau sebesar 11,08% dengan garis kemiskinan Rp 336.927/kapita/bulan, sedangkan indeks kedalaman kemiskinan (P1) sebesar 1.85%, dan indeks keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0.44%.

Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras adalah salah satu kelurahan yang masyarakatnya mayoritas berprofesi sebagai nelayan di Kota Bandar Lampung. Lokasi wilayahnya yang terletak di sepanjang Teluk Lampung menjadikan


(30)

9

kelurahan ini menjadibagian dari wilayah pemasok biota laut, khususnya ikan di Kota Bandar Lampung. Kelurahan Sukaraja merupakan bagian dari wilayah perkotaan yang merupakan pusat dari segala kegiatan, baik itu perdagangan, pendidikan, transportasi, rekreasi, jasa, dan sebagainya. Hal ini menarik perhatian dari masyarakat luar daerah untuk tinggal dan menetap di daerah tersebut(tidak hanya bagi masyarakat yang berasal dari Lampung tetapi juga dari luar Lampung). Jumlah penduduk Kelurahan Sukaraja berjumlah 12.081 orang, masing-masing adalah jumlah laki-laki sebanyak 5.690 orang dan jumlah perempuan sebanyak sebanyak 6.391 orang. Sedangkan kepala keluarga di Kelurahan Sukaraja berjumlah 3.177 orang.

Tabel 1. Distribusi Penduduk berdasarkan Ketenagakerjaan

No. Angkatan Kerja Jumlah

1. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah dan tidak bekerja

87 2. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang menjadi ibu

rumahtangga

1.259 3. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 1.348 4. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja tidak

menentu

6.214 5. Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak

bekerja

8

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun) di Kelurahan Sukaraja menunjukkan bahwa sebesar 1.348 orang yang bekerja penuh (8 jam perhari) dan 6.214 orang yang bekerja tidak menentu. Adapun penduduk angkatan kerja lainnya yang belum dan tidak bekerja karena masih sekolah (sebanyak 87 orang), sebagai ibu rumahtangga (sebanyak 1.259 orang), dan cacat (sebanyak 20 orang). Oleh karena itu, dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Kelurahan Sukaraja pada umumnya bekerja tidak menentu.


(31)

10

Tabel 2. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut Kesejahteraan Keluarga

No. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Jumlah

1. Jumlah keluarga prasejahtera 945

2. Jumlah keluarga sejahtera 1 448

3. Jumlah keluarga sejahtera 2 554

4. Jumlah keluarga sejahtera 3 492

5. Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 13

Sumber: Monografi Kelurahan Sukaraja, Tahun 2013

Akibat dari pendapatan masing-masing keluarga yang bervariasi maka tingkat kesejahteraan keluargapun akan beragam. Hal ini dapat dilihat di dalam tabel 2 kesejahteraan keluarga yang menyebutkan bahwa jumlah terbanyak dari 2.452 keluarga adalah jumlah keluarga prasejahtera, yaitu sebanyak 945 keluarga. Selanjutnya secara berurutan adalah jumlah keluarga sejahtera 1 sebanyak 448 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 2 sebanyak 554 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 3 sebanyak 492 keluarga, jumlah keluarga 3 plus sebanyak 13 keluarga. Adapun jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Sukaraja dapat dilihat pada Tabel 3. Diketahui, ada 35 jumlah jenis mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Sukaraja, salah satunya adalah nelayan (berjumlah 81 orang), sedangkan mata pencaharian yang berjumlah paling banyak didominasi oleh masyarakat Sukaraja adalah sebagai buruh migran perempuan (berjumlah 3.722 orang) dan buruh migran laki-laki (berjumlah 3.713 orang). Adapun masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap adalah sebanyak 243 orang. Hal ini membuktikan bahwa produktivitas masyarakat di Kelurahan Sukaraja belum berjalan secara optimal dan tentu saja membutuhkan perhatian dari semua pihak, khususnya pemerintah.


(32)

11

Tabel 3. Distribusi Penduduk Kelurahan Sukaraja Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Buruh tani 278

2. Pegawai negeri sipil 57

3. Pengrajin industri rumahtangga 54

4. Pedagang keliling 60

5. Peternak 7

6. Nelayan 81

7. Montir 10

8. Perawat swasta 1

9. Pembantu rumahtangga 392

10. TNI 2

11. POLRI 7

12. Sopir 65

13. Pengusaha kecil dan menengah 54

14. Jasa pengobatan alternatif 2

15. Karyawan perusahaan swasta 444

16. Karyawan perusahaan pemerintah 70

17. Guru swasta 4

18. Pensiunan TNI/POLRI 50

19. Pensiunan PNS 289

20. Pensiunan swasta 102

21. Buruh migran perempuan 3.722

22. Buruh migran laki-laki 3.713

23. Jasa penyewaan peralatan pesta 5

24. Pemilik usaha jasa transportasi dan perhubungan 10 25. Buruh usaha jasa transportasi dan perhubungan 25 26. Pemilik usaha informasi dan komunikasi 30 27. Buruh usaha informasi dan komunikasi 30 28. Pemilik usaha jasa hiburan dan pariwisata 8 29. Buruh usaha jasa hiburan dan pariwisata 52 30. Pemilik usaha hotel dan penginapan lainnya 15 31. Buruh usaha hotel dan penginapan lainnya 370 32. Pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran 57

33. Wiraswasta lainnya 198

34. Dukun/paranormal/supranatural 1

35. Tidak mempunyai pekerjaan tetap 243


(33)

12

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Kelurahan Sukaraja didapatkan informasi bahwa banyak pendatang berasal dari luar daerah Lampung, seperti dari Banten, Palembang, dan lain-lain yang menempati daerah tersebut dan bermata- pencaharian sebagai nelayan. Pada umumnya, penduduk pendatang yang menetap dan mencari kerja di kota adalah untuk memperbaiki taraf hidupnya supayamenjadi lebih baik. Akan tetapi, keadaan kota yang semakin padat dan tidak mampu menampung penduduk pendatang yang kian meningkat membuat mereka harus hidup seadanya dengan tempat tinggal yang tidak layak huni. Selain itu, mereka juga tidak memiliki keahlian atau kemampuan untuk berwirausaha sehingga mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan akhirnya menjadi pekerja di sektor informal.

Kehidupan masyarakat nelayan di Kelurahan Sukaraja ini merupakan salah satu gambaran kehidupan nelayan kota yang masih menggunakan cara tradisional dalam melaut, atau yang biasa disebut dengan nelayan payang. Nelayan payang adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring tarik atau yang dikenal dengan isitilah jaring seret atau kreket. Efektivitas penangkapan dengan menggunakan jaring ini telah diadopsi secara turun-temurun dari tradisi nenek moyang orang Melayu di Sumatera (Kurniawan, 2009).

Kehidupan masyarakat nelayan memang pada umumnya merupakan kelompok masyarakat dengan persentase kemiskinan yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari permukiman yang padat, modal dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat nelayan dalam melaut masih terbatas. Keadaan ini diperparah dengan harga bahan bakar untuk melaut dan kebutuhan pokok yang semakin lama semakin naik juga menjadi tekanan bagi masyarakat nelayan dalam memenuhi kebutuhan


(34)

13

rumahtangganya. Persoalan cuaca yang sulit diprediksi juga sudah menjadi makanan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Begitupun dengan masyarakat nelayan di Kelurahan Sukaraja yang tercatat sebagai rumahtangga miskin sesuai dengan standar kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS dan menerima bantuan beras miskin (raskin)setiap bulan. Ketika bantuan raskin yang dibagikan dari pemerintah tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga nelayan di Kelurahan Sukaraja, maka nelayanpun harus melakukan strategi-strategi untuk menjaga kelangsungan hidup rumahtangganya agar kebutuhannya bisa tetap terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya yang meliputi sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, bahan bakar minyak, dan transportasi, tentunya harus dengan melakukan tindakan rasional. Tindakan rasional tersebut merupakan strategi nelayan tradisional dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada, baik yang berasal dari nelayan itu sendiri maupun dari sumberdaya lingkungan dan sistem sosial yang ada.

Beberapa strategi dapat dilakukan di kelurahan Sukaraja, melihat potensi yang tersedia sangat memungkinkan untuk melakukan beberapa strategi bertahan hidup bagi masyarakat nelayan miskin yang sedang menghadapi paceklik. Kelurahan Sukaraja yang terletak di dekat pusat kota yang memiliki bermacam-macam usaha mikro, perbankan, dan yang lainnya memungkinkan untuk nelayan melakukan pekerjaan lain yang bisa menambah pendapatan rumahtangganya. Tidak hanya nelayan saja yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan lain selain melaut, anggota keluarga yang lainnya pun memiliki peluang untuk ikut serta menambah pendapatan keluarganya. Strategi dengan melakukan pekerjaan lain selain sebagai


(35)

14

nelayan dan mengikutsertakan anggota keluarga dalam usaha menambah pendapatan keluarga biasa disebut dengan diversifikasi pekerjaan.

Diversifikasi pekerjaan ini akan berjalan optimal bila disertai dengan jaringan sosial. Jaringan sosial dapat memperkuat hubungan nelayan dengan orang-orang yang dekat dengan pekerjaannya. Selain memungkinkan mendapatkan pekerjaan sampingan, jaringan sosial juga membuka peluang kepada rumahtangga nelayan untuk berhutang ketika kondisi sedang terdesak. Jaringan sosial ini sangat bisa dilakukan karena masyarakat nelayan berada pada lingkungan sosial yang tersusun dengan bermacam-macam etnis dan tingkatan kenelayanan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Jaringan sosial dapat memperluas hubungan kerja dan menambah pendapatan rumahtangga. Pada musim paceklik tiba, sesama nelayan (antara juragan-buruh maupun buruh-buruh) dapat saling menawarkan sarana ketika salah satu memiliki solusi yang dapat membantu nelayan yang lain. Tidak hanya itu, anggota keluarga yang lain dapat terlibat dalam usaha menambah pendapatan saat tersedianya peluang yang ditawarkan oleh salah satu jaringan yang dimilikinya. Tidak hanya itu, mereka juga dapat memanfaatkan fasilitas perkreditan yang ditawarkan oleh organisasi formal maupun lembaga perbankan yang ada di sekitar tempat tinggalnya untuk tetap memenuhi kebutuhan rumahtangganya ketika musim paceklik tiba. Bila strategi di atas dirasakan belum mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga, maka strategi berhutang merupakan cara terakhir yang bisa dilakukan oleh rumahtangga nelayan miskin untuk menjaga kelangsungan hidupnya.


(36)

15

Oleh karena itu, dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sangat menarik untuk diketahui, antara lain bagaimana strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan gambaran secara komprehensif tentang kehidupan masyarakat nelayan saat ini dengan segala permasalahannya sehingga dapat menambah wawasan di bidang ilmu sosial, terutama sosiologi. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi Pemerintah Kota Bandar Lampungdalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.

3. Menambah wawasan pembaca tentang kehidupan rumahtangga nelayan miskin dan strategi bertahan hidupnya.


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Kemiskinan

Menurut Purnomo (2013), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain: terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Senada dengan Purnomo, Retnowati (2011) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Bank Dunia (dalam Purnomo, 2013) mengemukakan bahwa aspek kemiskinan itu meliputi pendapatan yang rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk, serta pendidikan yang rendah. Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang kurang dari US $1 (Purchasing Power Parity) per kapita/hari, sedangkan BPS dan Depsos mendefinisikan kemiskinan


(38)

17

sebagai ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah kalori konsumsi berupa makanan, yaitu kurang dari 2100 kilo kalori per orang per hari.

BPS mengklasifikasikan kemiskinan menjadi 4 (dalam Purnomo, 2013), yaitu: 1. Kemiskinan relatif, terjadi akibat dari pengaruh kebijakan pembangunan yang

belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dapat dikatakan kemiskinan relatif ini adalah dengan memperbandingkan antara taraf kekayaan material dari keluarga-keluarga atau rumahtangga-rumahtangga di dalam suatu komunitas tertentu. Ukuran yang dipakai adalah ukuran pada masyarakat setempat (lokal).

2. Kemiskinan absolut, terjadi akibat dari ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Ketidakmampuan tersebut bisa diartikan sakit, tidak memiliki finansial atau modal keterampilan untuk berusaha.

3. Kemiskinan kultural, terjadi akibat dari faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu sehingga membuatnya tetap miskin. Kemiskinan kultural ini disebabkan kebudayaan masyarakat yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa usaha dan dorongan sosial untuk menggali kekayaan alam di lingkungannya.

4. Kemiskinan struktural, akibat dari ketidakberdayaan sistem atau tatanan sosial. Pada konsep kemiskinan struktural, terdapat suatu golongan sosial yang menderita kekurangan-kekurangan fasilitas, modal, sikap mental atau jiwa usaha yang diperlukan untuk melepaskan dari masalah kemiskinan. Keadaan ini dialami oleh nelayan yang tidak memiliki perahu.


(39)

18

Secara umum, teori yang menjelaskan tentang kemiskinan, dibedakan menjadi teori yang berbasis pada pendekatan ekonomi dan sosio-antropologi (nonekonomi). Teori yang berbasis pada teori ekonomi melihat kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan kepemilikan faktor produksi, kegagalan kepemilikan, kebijakan yang bias, perbedaan kualitas sumberdaya manusia, serta rendahnya pembentukan modal masyarakat atau rendahnya rangsangan untuk penanaman modal. Pendekatan sosio-antropologis menekankan adanya pengaruh budaya yang cenderung melanggengkan kemiskinan (kemiskinan kultural), seperti budaya yang menerima apa adanya. Mereka yakin bahwa apa yang terjadi adalah takdir dan tidak perlu disesali, apalagi berusaha sekuat tenaga untuk mengubahnya (Maipita, 2013).

Menurut Kusnadi (2008), kelompok masyarakat yang paling memiliki daya tahan dan tingkat adaptasi yang tinggi dalam menghadapi kemiskinan adalah masyarakat nelayan. Meskipun dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan memiliki sifat otonom dan independensi yang tinggi untuk mengatasi persoalan kehidupan mereka sehari-hari berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Sikap-sikap otonom, independensi, dan strategi hidup yang demikian diperoleh melalui proses panjang dalam pergulatan mereka dengan persoalan kemiskinan. Oleh karena itu, mereka lebih percaya kepada sesama nelayan atau sesama warga pesisir daripada pemerintah.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh nelayan di antaranya adalah kemiskinan, keterbatasan akses (modal, teknologi, dan juga pasar), kelemahan fungsi kelembagaan sosial yang ada, kualitas SDM yang jauh dari akses pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik, degradasi sumberdaya lingkungan, dan belum


(40)

19

kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi, 2006).

Menurut Kusnadi (2008), rendahnya keterampilan nelayan untuk melakukan diversifikasi kegiatan penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap pengoperasian satu jenis alat tangkap telah memberikan kontribusi terhadap timbulnya kemiskinan nelayan. Dikarenakan terikat pada satu jenis alat tangkap dan hanya menangkap jenis ikan tertentu, maka ketika sedang tidak musim jenis ikan tersebut, nelayan tidak dapat berbuat banyak. Dengan demikian, diversifikasi penangkapan sangat diperlukan untuk membantu nelayan dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Menurut Tain (2011), kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan kaya atau juragan). Kekuatan-kekuatan di luar rumahtangga nelayan kecil juga menjadikan mereka terpinggirkan dan hidup dalam belenggu kemiskinan. Intinya adalah ketidakmerataan akses pada sumberdaya karena struktur sosial yang ada. Kedua, kemiskinan kultural. Yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya, seperti kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Kemiskinan ini tidak lepas dari tata nilai yang dianut rumahtangga nelayan yang bersangkutan dalam menjalani hidup.


(41)

20

Ketiga, kemiskinan alamiah, terjadi karena kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif sebagai akibat dari sifat sumberdaya alam yang tersedia.

Di samping itu, Widodo (2011) mengemukakan bahwasifat dari pola kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam wilayah pesisir itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: (1) tanpa pemilik (open access property); (2) milik masyarakatatau komunal (common property); (3) milik pemerintah(public state property); (4) milik pribadi (privateproperty).Hal ini menjadikan perikanan laut dapat dieksploitasi secara berlebih, bahkan dengan menggunakan alat dan bahan terlarang. Selain itu, para nelayan berusaha untuk saling mendahului dan berupaya memperoleh hasil tangkapan lebih banyak dibanding nelayan lain.

Menurut Yafiz, dkk (2009), keterampilan nelayan yang sangat terbatas dan hanya mengandalkan kemampuan yang didapat secara turun-temurun, juga menyulitkan sebagian besar nelayan untuk beralih pada usaha perikanan lainnya. Nelayan juga terkadang terlalu taktis dan berfikir sederhana. Hal ini terlihat dari kebisaannya untuk lebih memilih bekerja di kapal orang dengan upah yang seadanya, atau memilih menyusuri pantai walaupun hasilnya tidak jelas daripada harus melaut lebih ke tengah. Akibatnya nelayan hanya mampu dan puas untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari dengan seadanya (bersifat subsistence).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya dan ketidakmampuan dalam mencari alternatif untuk mengatasinya. Begitupun yang terjadi pada nelayan di Indonesia, di mana mereka masih terjerat dalam masalah


(42)

21

kemiskinan. Selain kondisi alam yang tak menentu (yang membuat pendapatan nelayan menjadi tak menentu karena kesulitan melaut), para nelayan pun terpaku pada satu jenis mata pencaharian. Itulah titik persoalan yang menjadikan nelayan sulit untuk berkembang. Di samping itu, dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan, akan dibutuhkan modal besar, sedangkan nelayan di Indonesia pada umumnya hanyalah sebagai nelayan tradisional dan nelayan buruh.

B.Tinjauan tentang Nelayan

Menurut Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan (LNRI No. 97 Tahun 1964, TLN No. 2690) (dalam Retnowati, 2011), pengertian nelayan dibedakan menjadi dua, yaitu nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan, sedangkan nelayan penggarap adalah semua orang yang menyediakan tenaganya untukikutserta dalam usaha penangkapan ikan di laut.

Pasal 1 ayat 10 dan 11 Undang-undang Perikanan (dalam Retnowati, 2011) juga mengatur dan membedakan pengertian nelayan menjadi dua, yaitu nelayan dan nelayan kecil. Menurut undang-undang ini, yang dimaksud dengan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, sedangkan nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatakan, yang dimaksud dengan “nelayan kecil” adalah nelayan


(43)

22

masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional.

Menurut Retnowati (2011), nelayan dibedakan menjadi (1) nelayan pemilik (juragan), (2) nelayan penggarap (buruh/pekerja) dan nelayan kecil, (3) nelayan tradisional, (4) nelayan gendong (nelayan angkut), dan (5) perusahaan/industri penangkapan ikan. Nelayan pemilik (juragan) adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan/atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Nelayan penggarap (buruh atau pekerja) adalah seseorang yang menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya merupakan/membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana (tradisional). Dengan keterbatasan perahu maupunalat tangkapnya, maka jangkauan wilayah penangkapannya pun menjadi terbatas (biasanya hanya berjarak 6 mil laut dari garis pantai). Nelayan tradisonal ini biasanya adalah nelayan yang turun-temurun melakukan penangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Nelayan kecil pada dasarnya berasal dari nelayan tradisional, hanya saja, dengan adanya program modernisasi/motorisasiperahu dan alat tangkap maka mereka tidak lagi semata-mata mengandalkan perahu tradisional maupun alat tangkap yang konvensional saja, melainkan juga menggunakan diesel atau motor, sehingga jangkauan wilayah penangkapannya agak meluas atau jauh.


(44)

23

senyatanya tidak melakukan penangkapan ikan, melainkan berangkat dengan membawa modal uang (modal dari juragan) yang akan digunakan untuk melakukan transaksi (membeli) ikan di tengah laut yang kemudian akan dijual kembali.

Berdasarkan penjelasan di atas, nelayan dapat diartikan sebagai seseorang yang berhak secara hukum untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam laut dengan kemampuan yang dimilikinya, baik dengan menggunakan kapal, tenaga, maupun alat tangkap. Nelayan bisa menggunakannya untuk memperoleh pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

C.Rumahtangga Nelayan

Badan Pusat Statistik mendefinisikan rumahtangga nelayan adalah rumah tangga yang melakukan aktivitas memancing atau menjaring ikan-ikan/hewan laut lainnya/tanaman-tanaman laut. Usaha ini selalu dilakukan baik oleh anggota keluarga atau nelayan yang dipekerjakan. Rumahtangga nelayan sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan sebagai faktor produksi, memperoleh penghasilan, serta menggunakan waktu untuk bekerja di laut, meski jam kerjanya tidak menentu. Menurut Kusnadi (2007), rumahtangga nelayan selalu berhadapan dengan tiga persoalan yang sangat krusial dalam kehidupan mereka, yaitu (1) pergulatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, (2) tersendat-sendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, dan (3) terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan. Selain itu, bekerja sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang berat dan penuh resiko sehingga pekerjaan ini hanya bisa dilakukan oleh laki-laki.


(45)

24

Pendapatan rumahtangga nelayan penuh dengan ketidakpastian. Menurut Kusnadi (2002), pada rumahtangga nelayan buruh, persoalan mendasar yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan buruh yang tingkat penghasilannya kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif sehingga mereka bisa “bertahan hidup” dan bekerja. Kelompok -kelompok yang berpenghasilan rendah lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya kelangsungan kehidupan rumahtangganya. Pada umumnya kehidupan masyarakat nelayan yang menempati wilayah pesisir pantai merasakan kondisi yang hampir sama dan menggantungkan penghasilan utama dari melaut. Begitu halnya para nelayan di Kelurahan Sukaraja yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan dan kelautan. Di kelurahan ini, akan mudah dijumpai rumah makan dengan menu dari berbagai jenis ikan laut. Selain itu, terlihat jelas kesenjangan antara masyarakat nelayan dengan masyarakat di sekitarnya. Di dekat jalan bisa ditemui rumah yang terlihat mewah, namun bila ditelusuri lebih dalam maka akan terlihat bangunan rumah yang jauh dari kesan mewah.

D. Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan

Menurut Kusnadi (2008), sebab-sebab kemiskinan pada masyarakat nelayan dibedakan ke dalam dua bagian. Pertama, bersifat internal (berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka), yang mencakup masalah (1) keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan, (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja (pemilik perahu terhadap nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan


(46)

25

yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang “boros” sehingga kurang berorientasi ke masa depan.

Kedua, bersifat eksternal (berkaitan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan), yang mencakup masalah (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia,

perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakan

hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor nonperikanan yang tersedia di desa nelayan, (8) kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal, dan manusia.

Menurut Tain (2011), terdapat 15 faktor dominan penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan, yaitu (1) faktor kelembagaan yang merugikan nelayan kecil, (2) program yang tidak memihak nelayan kecil, (3) pandangan hidup yang berorientasi akherat saja, (4) keterbatasan sumberdaya, (5) ketidaksesuaian alat

tangkap, (6) rendahnya investasi, (7) terikat hutang, (8) perilaku boros, (9) keterbatasan musim penangkapan, (10) kerusakan ekosistem, (11)


(47)

26

penyerobotan wilayah tangkap, (12) lemahnya penegakan hukum, (13) kompetisi

untuk mengungguli nelayan lain, (14) penggunaan alat/bahan terlarang, serta (15) perilaku penangkapan.

Dhani (2010) menunjukkan bahwa faktor penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan, antara lain (a) alam yang miskin, di mana keadaan cuaca yang ekstrim dan kadang tak menentu mengakibatkan para nelayan merasa sulit untuk melaut,(b) berkurangnya sumberdaya laut hayati akibat dari maraknya

penggunaan bom untuk menangkap ikan, reklamasi pantai, dan sebagainya, (c) kondisi struktural, seperti tingkat pendidikan rendah, tingkat pendapatan

rendah (antara Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari), serta tanggungan jumlah anak yang cenderung banyak (sekitar 3-4 anak). Di samping itu, mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain pekerjaan pokok sebagai nelayan dengan penghasilan rendah dan tidak ikut sertanya anggota keluarga untuk ikut bekerja. Upaya “gali lubang tutup lubang” dengan menjual barang rumahtangga, bahkan berhutang justru menjadi solusi yang ditempuh untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang dihadapi.

Miftakhuddin dan Abdul Kohar Mudzakir (2005), mengungkapkan bahwa setiap rumahtangga ingin memenuhi kebutuhan sehari-hari, begitu juga dengan rumahtangga nelayan tradisional. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika rumahtangga mampu mencari tambahan pendapatan diluar pekerjaan pokoknya. Upaya meningkatkan pendapatan antara lain dapat ditempuh melalui usaha produktifitas seluruh sumberdaya keluarga nelayan. Peranan dan fungsi istri didalam keluarga nelayan sangat penting sebagai pelaksana unsur rumahtangga, penanggungjawab, pengatur, dan penambah keuangan keluarga. Peranan istri


(48)

27

dalam ekonomi rumahtangga nelayan cukup besar. Istri nelayan ternyata cukup produktif dalam mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Pada rumahtangga nelayan miskin, untuk bisa mempertahankan hidup, mereka tetap mengekploitasi sumberdaya perikanan yang telah mengalami overfishing bahkan dengan cara yang destruktif (Tain, 2011).

Pada umumnya, penyebab kemiskinan nelayan adalah kondisi alam yang tak menentu sehingga menjadi kendala nelayan untuk melaut. Modal sedikit dan alat tangkap yang masih tradisional menjadi masalah lainnya dalam memperoleh ikan tangkapan. Ditambah lagi, keahlian dalam memasarkan dan melakukan usaha lainnya selain melaut masih belum menjadi prioritas utama yang dijalankan. Hal ini mengakibatkan nelayan tidak bisa lepas dari jerat hutang dalam menutupi kurangnya pendapatan rumahtangga di saat kebutuhan semakin bertambah.

E. Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Nelayan Miskin

Snel dan Staring (dalam Resmi Setia, 2005) mengemukakan bahwa strategi bertahan hidup adalah rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumahtangga yang miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan, dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam memobilisasi sumberdaya yang ada, tingkat keterampilan, kepemilikan aset, jenis pekerjaan, status gender, dan motivasi pribadi. Nampak bahwa jaringan sosial dan kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada termasuk di dalamnya


(49)

28

mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan hidup.

Ketika menyusun strategi, individu tidak hanya menjalankan satu jenis strategi saja, sehingga kemudian muncul istilah multiple survival strategies atau strategi bertahan jamak. Snel dan Starring mengartikan hal ini sebagai kecenderungan pelaku-pelaku atau rumahtangga untuk memiliki pemasukan dari berbagai sumberdaya yang berbeda (karena pemasukan tunggal terbukti tidak memadai untuk menyokong kebutuhan hidupnya). Strategi yang berbeda-beda ini dijalankan secara bersamaan dan akan saling membantu ketika ada strategi yang tidak bisa berjalan dengan baik.

Menurut Suyanto (2011) dalam rangka memperbaiki taraf hidup dan memberi peluang kepada nelayan miskin agar dapat melakukan mobilitas vertikal, terdapat dua jalan yang bisa ditempuh. Pertama, adalah dengan cara mendorong pergeseran status nelayan tradisional atau nelayan kecil menjadi nelayan modern. Kedua, dengan cara tetap membiarkan nelayan miskin dalam status “tradisional”, tetapi memfasilitasi mereka agar lebih berdaya dan memiliki kemampuan penyangga ekonomi keluarga yang kenyal terhadap tekanan krisis. Selanjutnya, Kurniawan (2009) mengemukakan beberapa strategi nelayan tradisional, diantaranya penganekaragaman pekerjaan, keikutsertaan anggota keluarga dalam pasar kerja, menekan pengeluaran keluarga, dan berhutang atau memanfaatkan fasilitas perkreditan.


(50)

29

Sedangkan menurut Kusnadi (2000), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilakukan melalui:

1. Pelibatan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak) dalam Pasar Kerja. Upaya memenuhi kebutuhan dasar yang harus dilakukan oleh keluarga atau rumahtangga adalah bagaimana individu-individu yang ada di dalamnya berusaha maksimal dan bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara. Setiap anggota rumahtangga bisa memasuki beragam pekerjaan yang dapat diakses sehingga memperoleh penghasilan yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup bersama.

2. Diversifikasi Pekerjaan

Strategi adaptasi lain yang digunakan oleh nelayan untuk menghadapi keditakpastian penghasilan adalah mengkombinasikan pekerjaan. Kegiatan penangkapan ikan selaludi kombinasikan dengan pekerjaan lain dan dilakukan secara bergantian.

3. Jaringan Sosial

Melalui jaringan sosial, individu-individu rumahtangga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial itu berfungsi sebagai salah satu strategi adaptasi dalam konteks mengatasi kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

4 Migrasi

Migrasi ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan ikan yang ada di daerah tujuan yang sedang musim ikan. Maksud dilakukannya migrasi ini adalah


(51)

30

untuk memperoleh penghasilan yang tinggi agar kebutuhan hidup keluarga bisa terjamin.

Hasil penelitian Wisdaningtyas (2011) menjelaskan strategi bertahan hidup yang dilakukan rumahtangga nelayan di Kampung Bambu, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara, antara lain strategi berbasis modal sosial, strategi alokasi sumberdaya manusia, strategi berdasarkan basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Hasil penelitian Prakarsa (2013) menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup masyarakat nelayan pantai Depok di Desa Parangtritis, Kabupaten Bantul adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik yang terkait dengan kegiatan kenelayanan maupun di luarnya. Ada beragam peluang yang dapat dilakukan nelayan untuk memperoleh penghasilan tambahan di luar kegiatan mencari ikan, diantaranya adalah sebagai petani, penjual jasa dan bangunan, dan lain-lain. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut. Selain diversifikasi di atas, mereka juga mencari penghasilan tambahan, mendahulukan kebutuhan pokok, dan menekan pengeluaran.

Menurut Joko, dkk (2005), strategi yang dapat dilakukan dalam mempertahankan kelangsungan ekonomi rumahtangga nelayan adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik yang terkait dengan kegiatan kenelayanan maupun di luarnya. Kemungkinan untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tergantung pada sumberdaya yang tersedia di desa-desa nelayan tersebut (karena setiap desa nelayan memiliki karakteristik lingkungan alam yang tidak sama). Di samping itu, ada beragam peluang pekerjaan yang dapat dilakukan nelayan untuk memperoleh penghasilan tambahan di luar kegiatan mencari ikan, di antaranya adalah sebagai


(52)

31

buruh tani, tukang becak, buruh bangunan, berdagang, dan pekerja serabutan. Upaya untuk melakukan diversifikasi pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan dalam menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Selain suami isteri, ada yang melibatkan anak-anak mereka dalam berbagai kegiatan mencari nafkah. Hal tersebut tidak lepas dari kondisi keterbatasan ekonomi rumahtangga mereka. Bagi keluarga nelayan, melakukan diversifikasi pekerjaan memiliki makna yang sangat berarti bagi kelangsungan ekonomi rumahtangganya. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan dan ketidakstabilan penghasilan mereka dari hasil melaut.

Begitu pula dengan penelitian Mugni (2006), bahwa strategi yang diterapkan oleh rumahtangga nelayan berupa peranan anggota keluarga (istri dan anak keluarga), pola nafkah ganda/mengalokasikan tenaganya ke berbagai jenis pekerjaan, seperti buruh tani, buruh pabrik pengolahan ikan, dan lain-lain, diversifikasi peralatan tangkap/penggunaan alat tangkap sesuai dengan jenis ikan yang hanya dapat ditangkap pada waktu tertentu, pemanfaatan organisasi produktif/ikut aktif dalam kelompok arisan dan kelompok pengajian bagi para istri nelayan, dan jaringan sosial.

Jaringan sosial merupakan salah satu strategi adaptasi bagi nelayan buruh dalam menghadapi kemiskinan. Menurut Kusnadi (2002), jaringan sosial dapat dibentuk berdasarkan basis kerabat, tetangga, pertemanan, atau campuran dari unsur-unsur tersebut. Jaringan sosial yang anggota-anggotanya memiliki tingkat kesamaan kemampuan sosial ekonomi (bersifat horizontal) akan mewujudkan aktivitasnya dalam hubungan tolong-menolong, sedangkan jaringan sosial yang


(53)

anggota-32

anggotanya bervariasi tingkat kemampuan sosial ekonominya (bersifat vertikal) akan mewujudkan aktivitas dalam hubungan patron-klien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Asia Tenggara oleh Heyzer (dalam Suyanto, 1995) tentang jaringan sosial yang dibentuk wanita menunjukkan 3 pola jaringan sosial, yaitu: (1) jaringan sosial yang didasarkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan, (2) kelompok-kelompok sosial baru yang dibentuk seperti kelompok ketetanggaan, dan (3) kelompok-kelompok sosial dengan pola hubungan yang vertikal (patron-klien). Oleh karena itu, melalui jaringan sosial yang dilakukan oleh individu-individu anggota rumahtangga akan lebih efektif dan efisien dalam memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachrina, dkk (2010) diketahui bahwa pemanfaatan kedua bentuk jaringan sosial sebagai salah satu strategi mensiasati kesulitan hidup keluarga atau tekanan ekonomi lebih cenderung dilakukan untuk kegiatan meminjam/berhutang barang dan uang. Hal tersebut relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhani (2010), bahwa upaya yang dilakukan untuk menutupi kekurangan dalam pemenuhan rumahtangga adalah dengan menjual barang rumahtangga, bahkan berhutang. Oleh karena itu, strategi satu dengan yang lain seperti sebuah sistem yang memiliki pengaruhnya masing-masing. F. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan permasalahan yang bersifat multidimensional dan terjadi dikebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia. Dikatakan multidimensi-onal karena kemiskinan mempengaruhi semua aspek kehidupan yang dapat menghambat pertumbuhan ke arah kemajuan. Secara umum, kemiskinan


(54)

didefini-33

sikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Kemiskinan juga erat kaitannya dengan kondisi nelayan Indonesia saat ini, di mana kehidupan nelayan sangat memprihatinkan. Pada umumnya, nelayan Indonesia digolongkan sebagai nelayan tradisional dan nelayan buruh. Hal ini menyebabkan kesejahteraan nelayan menjadi rendah dan menjadikan nelayan sebagai golongan masyarakat yang dimarjinalkan, padahal nelayan merupakan produsen dan pemasok utama perikanan nasional.

Nelayan menjadi miskin diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi alam, modal terbatas, alat tangkap yang masih tradisional, kepemilikan perahu, dan tidak ada mata pencaharian lain selain melaut. Hal ini yang kemudian mempengaruhi kehidupan rumahtangga nelayan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bila kondisi cuaca buruk maka nelayan tidak bisa melaut, akibatnya pendapatan rumahtangga akan menjadi hilang. Di lain pihak, kebutuhan anggota keluarga tetap harus dipenuhi.

Ketidakmampuan nelayan dalam mengelola usahanya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Bila kesejahteraan nelayan diperhatikan, pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan pun akan meningkat. Tentu saja, hal ini akan memperbaiki kondisi nelayan dan juga menambah pendapatan nasional yang nantinya bisa digunakan untuk pembangunan negara.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga taraf kehidupan masyarakat nelayan kearah yang lebih baik dapat dilakukan dengan beberapa strategi. Strategi tersebut adalah diversifikasi pekerjaan, memperkuat jaringan sosial, dan


(55)

34

berhutang/memanfaatkan fasilitas perkreditan. Diversifikasi pekerjaan merupakan sebuah solusi yang dapat diandalkan untuk mengubah pola pikir nelayan supaya tidak selalu terpaku dengan penghasilan mereka dari kegiatan melaut. Jika cuaca sedang buruk untuk melaut, mereka tetap bisa memperoleh penghasilan dengan cara melakukan pekerjaan yang lain. Pekerjaan yang bisa dilakukan, antara lain dengan menjadi petani tambak, buruh tani, pedagang kecil (misal penjual kripik, dan lain-lain), tukang bangunan, atau yang lainnya.

Di samping itu, anggota keluarga lainnya juga dapat melakukan beberapa pekerjaan yang bisa menambah penghasilan keluarga, seperti anak-anak memanfaatkan kerang hijau atau kijing untuk dijual dan istri nelayan menjadi buruh cuci atau yang lainnya. Berikutnya adalah memperkuat jaringan sosial, dimana jaringan sosial dapat memberikan akses kepada masyarakat nelayan dalam menjaga kelangsungan hidup rumahtangganya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rochana (2011) bahwa secara sosiologis, survival strategy dikembangkan dalam jaringan sosial baik secara formal maupun informal yang memungkinkan keluarga memperoleh tambahan pendapatan (income generating) atau penghematan pengeluaran (back cutting).

Jaringan sosial ini dapat memperluas hubungan kerja dan menambah pendapatan. Jaringan sosial juga dapat membuka peluang nelayan untuk berhutang kepada jaringan yang dimilikinya, baik tetangga maupun rekan kerja. Berhutang merupakan strategi yang dilakukan dalam keadaan mendesak dan ketika strategi lain dinilai tak mampu menolong dalam jangka waktu cepat.


(56)

35

G. Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Melalui penjelasan di atas, maka bagan alur kerangka pemikirannya dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 1: Alur Kerangka Pemikiran Kemiskinan

Nelayan

Strategi Bertahan Hidup 1. Diversifikasi

Pekerjaan 2. Membangun/

Mengembangkan Jaringan Sosial 3. Berhutang dan

Menekan Pengeluaran


(57)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Morissan (2012), penelitian deskriptif merupakan pengamatan yang bersifat ilmiah serta dilakukan secara hati-hati dan cermat sehingga hasilnya menjadi lebih akurat dan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat nelayan miskin serta strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

B.Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung. Alasan dipilihnya Kelurahan Sukaraja sebagai lokasi penelitian ini dikarenakan letaknya dapat dijangkau oleh peneliti dan sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan dan tergolong ke dalam kategori masyarakat miskin. Padahal Kelurahan Sukaraja terletak di Kota Bandar Lampung yang sangat memungkinkan bagi masyarakatnya untuk mencari pekerjaan tambahan dan membentuk atau mencari jaringan sosial yang nantinya dapat menambah penghasilan rumahtangga.


(1)

58

G.Kemiskinan

Kelurahan Sukaraja memiliki dua lingkungan dan 36 RT, kondisi tersebut didukung dengan tersedianya satu rumah bersalin dan delapan posyandu. Hal ini dikarenakan jumlah pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sukaraja cukup banyak, yaitu 1.279 orang dan wanita usia subur (WUS) sebanyak 2.154 orang. Selain itu, pelayanan kesehatan di Kelurahan ini juga memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berobat di Puskesmas dengan menggunakan bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah, seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), maupun dengan surat keterangan miskin dari kelurahan. Kemudahan ini sangat dibutuhkan karena masyarakat miskin (keluarga pra sejahtera) di Kelurahan Sukaraja memiliki jumlah paling besar diantara tingkat kesejahteraan keluarga lainnya (lihat Tabel 2), yaitu sebanyak 945 keluarga pra sejahtera.

Pemaparan di atas sejalan dengan jumlah penerima raskin di Kelurahan Sukaraja pada tahun 2013, yaitu sebanyak 945 rumahtangga. Bantuan beras miskin (raskin)

merupakan salah satu usaha dari pemerintah pusat untuk mengupayakan kehidupan yang layak kepada masyarakatnya agar kebutuhan rumahtangganya bisa tetap terpenuhi. Bantuan beras ini diberikan kepada masing-masing rumahtangga setiap sebulan sekali sebanyak 15 kg. Sedangkan untuk bidang perikanan, masyarakat nelayan mendapatkan bantuan berupa talut atau pemecah ombak, hyber box atau penyimpanan ikan serta jaring millenium.


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan uraian hasil pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung sebagai berikut. 1. Strategi bertahan hidup rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja

antara lain dilakukan dengan cara melakukan diversifikasi pekerjaan, membangun/mengembangkan jaringan sosial, berhutang dan menekan pengeluaran.

2. Diversifikasi pekerjaan pada rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja masih terbatas dalam mendapatkan pekerjaan lain selain melaut, namun istri dan anak yang sudah selesai mengenyam pendidikan juga ikut membantu menambah penghasilan rumahtangga.

3. Kuantitas dan kualitas dari hubungan antara rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja dengan orang-orang di sekitarnya (yaitu tetangga rumah, teman kerja, dan juragan) terlihat baik dan sangat baik. Begitu halnya ketika mereka diminta bantuannya, juga baik dan cepat membantu.

4. Tidak semua rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja berhutang, beberapa dari mereka lebih memilih untuk menekan atau mengurangi


(3)

125

pengeluaran dari beberapa kebutuhan rumahtangga maupun menabung di warung tetangga yang sewaktu musim paceklik tiba bisa ditukarkan dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari.

B.Saran

Berdasarkan kajian studi ini, peneliti memberikan saran yang bertujuan untuk merekomendasikan kepada pihak-pihak terkait supaya penelitian ini nantinya dapat menyumbang pemikiran dalam pengentasan kemiskinan pada rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung.

1. Bagi Pemerintah diharapkan dapat memberikan program-program bantuan yang bisa memberdayakan masyarakat menjadi lebih maju dan berkembang, misalnya melalui penyediaan lapangan kerja, pengembangan industri rumahtangga, peminjaman modal untuk usaha, maupun yang lainnya.

2. Bagi rumahtangga nelayan miskin di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung diharapkan dapat memperluas pendapatan dengan mencari pekerjaan tambahan dari sektor di luar kelautan maupun membuka usaha kecil.

3. Mengingat penelitian ini memiliki banyak kekurangan karena peneliti hanya menitikberatkan pada kemiskinan rumahtangga nelayan miskin maka disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti model pemberdayaan yang cocok untuk generasi muda dalam upaya mengatasi kemiskinan rumahtangga nelayan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Geostrategi NKRI Di Era Ekonomi Pasific. Http://Indomaritime-institute.org. (Diakses pada tanggal 1 Januari 2014).

______. 2014. Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan. Http://agroindonesia.co.id. (Diakses pada tanggal 26 April 2014).

Afrida. 2005. “Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan di Pantai Utara

Pulau Jawa Tengah”. Jurnal Antropologi, V110. Padang: Universitas

Andalas.

Astuti, Restu Putri. 2013. Nelayan (Bukan) Dagangan Politik. Http://news.-liputan6.com. (Diakses pada tanggal 19 Januari 2014).

Badan Pusat Statistik. 2014. Istilah Statistik. Http://bps.go.id. (Diakses pada tanggal 17 Juli 2014).

Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, Maret 2014. Http://bps.go.id. (Diakses pada tanggal 3 September 2014).

Dhani, Dicky Umar. 2010. “Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan pada Rumahtangga Nelayan”. Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung. Fachrina, dan Yani, Rama dan Damsar. 2010. “Jaringan Sosial Dalam Masyarakat

Nelayan (Studi terhadap Keluarga Nelayan Miskin di Desa Pasir Baru Kecamatan Sungai Limau)”. Project Report. Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas.

Joko, Tri dan Sri Haryono. 2005. “Strategi Kelangsungan Hidup Nelayan. Berkala Ilmiah Kependudukan, Volume 7, Nomor 2. Surabaya: Universitas Airlangga.

Kurniawan, Pindo. 2009. “Potret Nelayan Tradisional Kota”. Skripsi.

Bandarlampung: Universitas Lampung.

Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama Press.


(5)

127

. 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: LKiS.

. 2006. Perempuan Pesisir. Yogyakarta: LKiS. . 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: LKiS. . 2008. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LkiS.

Maipita, Indra. 2013. Memahami Konsep Kemiskinan. Http://www.waspada.co.id. (Diakses pada tanggal 27 Januari 2014).

Miftakhuddin, dan Mudzakir, Abdul Kohar. 2005. “Analisis Ekonomi Rumahtangga Nelayan : Studi Kasus Istri Nelayan Di Kabupaten Aceh Besar, NAD. Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP), Volume 2 Nomor 2. Semarang: Universitas Diponegoro.

Kelurahan Sukaraja. 2013. Monografi Kelurahan Sukaraja. Bandar Lampung: Kelurahan Sukaraja.

Morissan. 2012. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Kencana.

Mugni, Abdul. 2006. “Strategi Rumahtangga Nelayan dalamMengatasi Kemiskinan”. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Muhson, Ali. 2006. Teknik Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Purnomo, Heri. 2013. Teknik Penetapan Garis Kemiskinan untuk Menghitung Jumlah Penduduk Miskin. Http://banten.bps.go.id. (Diakses pada tanggal 27 Januari 2014).

Prakarsa, Dhamar dan Puji Lestari. 2013. “Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Pantai Depok Di Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Yogyakarta”. E-Societas, Volume V, Nomor 5. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Http://www.unpad.ac.id (Di akses pada tanggal 5 Oktober 2014).

Retnowati, Endang. 2011. “Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan Struktural” (Perspektif Sosial, Ekonomi dan Hukum). Perspektif, Volume XVI, Nomor 3. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma.

Rochana, Erna. 2011. “Survival Strategi Perempuan dalam Menghadapi Gelombang Pasang”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan,

Volume 2, Nomor 2. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Setia, Resmi. 2005. Gali Tutup Lubang Itu Biasa: Strategi Buruh Menanggulangi Persoalan dari Waktu ke Waktu. Bandung: Yayasan Akatiga.


(6)

Solihin, Akhmad. 2004. “Musim Paceklik Nelayan dan Jaminan Sosial”. INOVASI, VolumeXVI, Nomor 1. Bangkalan: Universitas Trunojoyo.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryowati, Estu. 2014. Nelayan, Kelompok Masyarakat yang Paling Menderita.Http://bisniskeuangan.kompas.com. (Diakses pada tanggal 6 Februari 2014).

Suyanto, Bagong (editor). 1995. Perangkap Kemiskinan, Problem, dan Strategi Pengentasannya. Surabaya: Universitas Airlangga.

Suyanto, Bagong. 2011. “Mekanisme Survival, Identifikasi Kebutuhan dan Pemberdayaan Nelayan Miskin dalam Masa Kritis Akibat Kenaikan Harga BBM”. Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 24, Nomor 1. Surabaya:Universitas Airlangga.

Tain, Anas. 2011. “Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur. HUMANITY,Volume 7, Nomor 1. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Widodo, Slamet. 2011. “Strategi Nafkah Berkelanjutan bagi Rumahtangga Miskin Di Daerah Pesisir”. MAKARA. Volume 15, Nomor 1.Jakarta: Universitas Indonesia.

Wisdaningtyas, Karunia. 2011. “Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Di Daerah Pencemaran Pesisir”. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yafiz, M; M. Fedi A. Sondita, Soepanto Soemakaryo, dan Daniel R. Monintja. 2009. “Analisis Finansial Usaha Penangkapan Ikan dalam Model Perbaikan Kesejahteraan Nelayan Di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau”. Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN, Volume 14, Nomor 1.