Pembuatan Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang (Musa Paradisiaca)

(1)

ABSTRACT

MAKING ANALOG RICE BASED ON BANANA FLOUR (Musa paradisiaca) By

Yolanda Risma Yudanti

Analog rice is one of the solutions that can be developed to overcome the problems of food security both in terms of the use of a new food source or for diversification of food. The purposes of this study were to determine the effect of starch as a binder in the manufacture of analog rice and to examine the characteristics of analog rice such as: moisture content, grains diameter, water absorption, bulk density, and expantion ability. Analog rice was performed by using a set of analog rice grain making machine (granulator). Five different compositions of analog rice were made and tested. The formulas are pure bananas flour rice (100 % banana flour) and mixed of banana flour and tapioca flour with ratio of 95 : 5 , 90 : 10 , 85 : 15 and 80 : 20. The results show that the water content of analog rice is between 10.41 % and 13.08 %, water absorption range from 36.98 % to 64.32 %, bulk density of 0.766 g /cm3 to 0.794 g /cm3, and expantion ability range from 5,4% to 14,4%. The addition amount of the flour mixture causes enlargement of the grain diameter.


(2)

ABSTRAK

PEMBUATAN BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca)

Oleh

Yolanda Risma Yudanti

Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk penganekaragaman pangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengikat dalam pembuatan beras analog berbahan baku tepung pisang, serta menguji karakteristik beras analog yang meliputi: kadar air,

diameter butiran, daya serap air, kerapatan curah, serta daya pengembangan. Pembuatan beras analog dilakukan dengan menggunakan seperangkat mesin pembuat butiran beras analog (granulator). Beras analog dibuat sebanyak 5 variasi komposisi bahan penyusun yaitu 100 % dari tepung pisang dan komposisi campuan tepung pisang dan tepung tapioka dengan perbandingan 95 : 5, 90 : 10, 85 : 15 dan 80 : 20. Beras analog yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar antara 10,41% sampai 13,08 %, daya serap air butiran beras analog berkisar antara 36,98 % sampai 64,32 %, kerapatan curah 0,766 gram/cm3 sampai 0,794 gram/cm3, dan daya pengembangan butiran beras analog berkisar antara 5,4 % sampai 14,4 %. Penambahan jumlah tepung campuran menyebabkan pembesaran diameter butiran beras analog.


(3)

PEMBUATAN BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca)

(Skripsi)

Oleh

YOLANDA RISMA YUDANTI

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PEMBUATAN BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG (Musa Paradisiaca)

Oleh

Yolanda Risma Yudanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

yutsronmlihdaYWTSRPNMLKIHEDA

PERNY ATAAN KEASLIAN HASIL KARYAywvutsrponmlkjihgfedcbaSPONMLKDBA

Saya adalah Yolanda Risma Yudanti NPM.0914071053

Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya yang dibimbing dengan Komisi Pembimbing,

1).Sri Waluyo, S.TP., M.Si. Ph. D. dan 2). Dr. Ir. Tamrin., M.S. berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah saya dapatkan. Karya ilmiah ini berisi materi yang dibuat sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain (jurnal, buku, dll) yang telah

dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagiat dari karya orang lain.

Demikian penyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila di kemudian hari terdapat kecurangan dalam hasil karya ini, maka saya siap mempertanggung

jawabkannya.

Bandar Lampung, Oktober 2014 ~ c-; ~»>> ~

_~::v~

ang membuat


(7)

(8)

Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu,

dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu,

dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui

(QS. Al-Baqarah : 216)

This is not Our Farewell (Yolanda Ryudante)

Dream BIG, Work HARD, and Don’t be a Loser (Mike Shinoda)

Don’t judge a person from what she is doing,

because you also have to know the reason why she is did it (Ryudante)

If you can’t explain it simply You don’t understand it well enough

(Albert Einstein)

When you keep saying that you will do it tomorrow, Then your tomorrow will never come

(Yowant)

Life is a game with no reset on the end (Ryudante)


(9)

Bismillahirrohmanirrohim

Teruntuk kedua orang tuaku tercinta Tulus Wahyudianto

Siti Umi Asih

Adikku tersayang Yowantiyas Shinta Yudanti

Kupersembahkan karya kecil ini

sebagai wujud rasa cinta kasih dan ketulusan hati.

Terima kasih atas semua do’a, dukungan, perhatian, semangat,

motivasi, dan kasih sayang yang hingga saat ini diberikan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih

Serta

Almamater Tercinta

Teknik Pertanian Universitas Lampung TEKTAN 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang, Jawa Timur pada 28 Januari 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tulus Wahyudianto dan Ib Wahyudianto dan Ibu Siti Umi Asih. Penulis menempuh pendidikan formal yang dimulai formal yang dimulai dengan memasuki jenjang pendidikan Taman Kanak- kanakSeko Kanak- kanak (TK) di TK. YP. PG. Bungamayang, yang diselesaikan pada tahun1997. Sekolah Dasar (SD) di SD YP. PG. Bungamayang, yang diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP YP. Nusantara Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) di SMA Negeri 2 Kotabumi, Lampung Utara, diselesaikan pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Pertanian (FP) Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung Tengah. Tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Tanggamus, Lampung Barat. Penulis berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan sebagai Anggota Humas di Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) TAHUN 2011/2012.


(11)

SAN WACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul“Pembuatan Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang (Musa Paradisiaca)”adalah salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak.

Dengan telah selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Orang tua serta adikku tersayang atas doa yang selalu terucap, nasehat, serta motivasi dan dukungannya kepada penulis.

2. Sri Waluyo, S.T.P., M.Si., Ph. D. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat, saran, serta pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembimbing yang telah memberikan nasehat,

masukan, saran serta pengarahan kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Diding Suhandy,. S.TP,. M, Agr., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran serta pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. Selaku Dekan Fakultas Pertanian


(12)

6. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian atas perhatian, kepedulian, arahan dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Warji, S.TP., M.Si atas dukungan, bimbingan serta pengarahan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

8. Kakekku,Ir. Soetrisno P.M., MH atas do’a, motivasi serta dukungan dan dorongannya

baik materi serta nasehatnya kepada penulis.

9. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, dan arahan yang telah diberikan selama penulis menjalani proses perkuliahan di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

10. Yowantiyas Shinta Yudanti atas kebersamaan, motivasi, do’a, semangat serta kesabaran

serta perhatian yang telah diberikan.

11. Keluarga besar penulis yang terkasih, om, tante, dan semua sepupu- sepupuku. Terima

kasih atas dukungan, perhatian dan do’a yang selalu terucap untuk keberhasilan penulis. 12. Keluarga besar TEP 2009 : Ully Silviana, Diah Ayu Setya Ningrum, Oom Hendryanto,

Rofi Hermawan, Aulia Nurbaiti Mansyur, Didi Diah Yulita Ningrum, Naga Silvia Vera Sinaga ,Sri Wahyuni, Dani Riandika Irsan, Novita Mboy Mardiana, Viffit Desiyana, Ika Novita Sari, Tata Arthamy Maulia, Ihwan Fadli, Fadhilatul Adha, Asep Surahman, Rafiq Ulil Wedus Albab, Aisya Billina, Wowon Warisno, Zelzha Arinnesia Varanita atas kebersamaan, semangat, serta motivasi yang di berikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

13. Keluarga besar Teknik Pertanian angkatan 2006, angkatan 2007, angkatan 2008, angkatan 2010, angkatan 2011 dan angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, motivasi dan kebersamaannya selama ini kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.


(13)

14. KepadaMarshall Matters ‘ Eminem’ Slim Shady, Ras muhamad, Lionel Messi, Sudjiwo

Tedjo, Raditya Dika, dan sahabatku Aulia Rakhman yang selalu menghibur penulis dalam lelahnya menyelesaikan skripsi.

15. Keluarga besar Kushin Ryu M Karate- Do (KKI) Indonesia khusunya KKI Bunga Mayang, Kotabumi, Lampung Utara atas kebersamaan, do’a, dukungan, motivasiserta semangat yang telah diberikan kepada penulis.

16. Neymar Ryudante (Nem) dan Jae Bonaparte (Nabila) atas kebersamaan, canda tawa, serta tingkah lucu yang menghibur dalam lelahnya menyelesaikan skripsi.

17. Big Family of Linkin Park Underground (LPU) Indonesia, Linkin Park Fans Indonesia (LPFI), Linkin Park te Quiero (LPTQ), Chester Bennington, Mike Shinoda, Brad Delson,

Joseph Hahn, Dave ‘Phoenix’ Farell, dan Rob Bourdon atas tour ”A Thousand Suns “

yang memotivasi serta karya–karya yang menghibur dan menyemangati penulis selama menyelesaikan skripsi.

18. Teman- teman Musang Lovers Indonesia (MLI) dan Musang Lovers Lampung (MALAM) yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

Demikian skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan. Penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, dan seluruh civitas akademika Teknik Pertanian serta masyarakat luas.

Bandar Lampung, Oktober 2014


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman, dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Program

ketahanan pangan tersebut belum bisa terlepas sepenuhnya dari beras sebagai komoditi basis yang strategis. Hal ini tertera pada rumusan pembangunan pertanian bahwa sasaran indikatif produksi komoditas utama tanaman pangan sampai tahun 2006 dan cadangan pangan

pemerintah juga masih berbasis pada beras (Darwanto,2005).

Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap makanan pokok beras sangat tinggisekalipun Indonesia adalah negara agraris, Indonesia masih mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan beras. Upaya mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi beras yang sangat tinggi adalah dengan diversifikasi konsumsi pangan alternatif. Namun demikian program diversifikasi pangan belum dapat berhasil sepenuhnya karena keterikatan masyarakat yang sangat kuat dengan konsumsi beras. Hal ini terkait dengan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan diversifikasi pangan seperti potensi produksi, budaya, pengetahuan/ ketidaktahuan kaitan pangan


(15)

2

dengan aspek kesehatan (functional food), dan faktor daya belianekaragam pangan (Rachman dan Ariani, 2008).

Melalui Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumberdaya Lokal, pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan beras melalui program diversifikasi pangan.Upaya diversifikasi pangan juga sudah dipayungi dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumberdaya Lokal (Santoso, 2013).

Pisang merupakan salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Pisang yang tergolong tanaman buah ini tidak asing lagi bagi sebagian besar

masyarakat. Melimpahnya pisang di Indonesia menjadikan buah ini memiliki nilai ekonomis rendah. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari buah pisang dapat dibuat berbagai macam produk olahan yang sekaligus menjadi salah satu cara untuk mempertahankan daya simpan buah pisang.

Penepungan pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk olahan.Cara membuat tepung pisang mudah, sehingga dapat diterapkan di daerah perkotaan maupun pedesaan. Semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung pisang jika tingkat ketuaannya cukup. Sifat tepung pisang yang dihasilkan tidak sama untuk masing-masing jenis

pisang.Sementara kelemahan tepung pisang adalah aroma pisangnya kurang kuat (Kurniawan, 2009).


(16)

3

Tepung pisang ini dapat dijadikan alternatif pangan dalam bentuk beras analog. Program diversifikasi pangan yang tengah digenjot Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras padi dan tepung terigu, memunculkan inovasi baru, yakni beras analog sebagai pengganti konsumsi dua komoditas tersebut bagi masyarakat Indonesia.

Beras analog dibuat bentuknya mirip beras, biasanya terbuat dari campuran bahan baku lokal. Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan ini baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk

penganekaragaman pangan. Beras analog ini diharapkan dapat mensukseskan program penganekaragaman pangan dan mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras (Lumba, 2012).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengikat dalam pembuatan beras analog berbahan baku tepung pisang, serta menguji karakteristik beras analog yang meliputi: kadar air, diameter butiran, daya serap air,

kerapatan curah, serta daya pengembangan.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi serta acuan untuk masyarakat tentang pembuatan beras analog berbahan baku tepung pisang sebagai alternatif pengganti beras.


(17)

4

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Banyaknya pemberian bahan campuran/ komposit (tepung tapioka)mempengaruhi karakteristik beras analog yang dihasilkan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tepung

2.1.1. Tepung Pisang

Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman buah-buahan mempunyai potensi besar diolah menjadi tepung sebagai substitusi tepung terigu. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat (17,2 – 38%).

Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain : - Lebih tahan disimpan

- Lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan - Lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan - Mampu memberikan nilai tambah buah pisang

- Mampu meningkatkan nilai gizi buah melalaui proses fortifikasi selama pengolahan

Teknologi pengolahan tepung pisang yang diintroduksikan adalah penggunaan alat pengiris, mesin pengering, dan mesin penepung yang terbuat dari bahan yang aman untuk pengolahan makanan. Selain itu juga diperkenalkan teknologi


(19)

6

yang mampu mencegah reaksi pencoklatan pada irisan buah, sehingga dapat memperbaiki warna tepung pisang yang dihasilkan (Wahyudin, 2011).

Gambar 1. Tepung pisang

Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan yang mengggunakan tepung (tepung beras, terigu) di dalamnya. Tepung pisang dapat menggantikan sebagian atau seluruh tepung lainnya. Tepung pisang banyak digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan puding, makanan bayi, roti dan lain-lain.

Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi dengan nilai kalori 120 kalori dan dilengkapi dengan berbagai macam vitamin dan mineral. Selain itu pisang mengandung zat pati yang cukup tinggi 30mg/100g sehingga cocok untuk dibuat menjadi tepung. Tepung pisang sangat baik untuk pencernaan sehingga cocok sebagai menu makanan untuk bayi. Selain itu sebagai produk setengah jadi (produk antara)dapat dijadikan berbagai macam olahan kue dan

makanan sebagai pengganti atau substitusi penggunaan tepung terigu yang selama ini produknya masih impor (Kurniawan, 2009).


(20)

7

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tepung pisang dari berbagai varietas pisang

Varietas Warna Kadar air (%)

Kadar Asam (%)

Karbohidrat (%)

Kepok Putih 6,08 1,85 76,47

Nangka Putih coklat 6,09 0,85 79,84 Ambon Putih abu-abu 6,26 1,04 78,99 Raja bulu Putih coklat 6,24 0,84 76,47 Ketan Putih abu-abu 6,24 0,78 75,33

Lampung Putih 8,39 0,49 70,10

Siam Kuning coklat 7,62 1,00 77,13 Sumber : Murtiningsih (dalam ebookpangan.com), 2006

Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia tepung pisang dan produk lain.

Komposisi kimia Pisang segar

Tepung

pisang Beras Kentang

Air (%) 70 3 12 78

Karbohidrat (%) 27 88,6 80,2 19 Serat kasar (%) 0,5 2 0,3 0,4 Protein (%) 1,2 4,4 6,7 2

Lemak (%) 0.3 0,8 4 0,1

Abu (%) 0,9 3,2 0,5 1

Karoten (ppm) 2,4 760 - 13

Kalori (kkal/100 g) 104 340 363 82 Sumber : Murtiningsih (dalam ebookpangan.com), 2006

Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan,sebagai bahan baku makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk kue, sebagai bahan baku industri, ketersediaan buah pisang dapat terpenuhi karena tanaman pisang mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan dapat dipanen sepanjang tahun atau tidak tergantung musim.


(21)

8

2.1.2. Tepung Tapioka

Tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkongyang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan campuran dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri. Salahsatu penggunaan tepung tapioka dalam industri pangan adalah sebagai pengental aneka hidangan dan dalam skala industri yang lebih besar, dipakai sebagai bahan penstabil aneka saus dalam kemasan.

Tabel 3.Komposisi kimia tepung tapioka

Komposisi Jumlah

Serat (%) Air(%)

Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%)

Energi (Kal/ 100 gram )

0,5 15 85 0,5 – 0,7

0,2 307 Sumber: Grace dalam Rahman, 2007.

Gambar 2. Tepung tapioka

Tepung tapioka merupakan pati yang terkandung dalam ubi kayu yang sudah diolah. Ubi kayu dikupas dan dibersihkan kemudian diparut dan ditambahkan air


(22)

9

(10 liter air banding 1 kg parutan ubi kayu) selanjutnya diperas dengan kain saring. Air hasil perasan diendapkan selama semalam, kemudian air dibuang dan endapannya itulah yang disebut tepung tapioka atau aci (Santosoa, 2013).

Tepung tapioka memiliki karakteristik yaitu bebas gluten dan cenderung sulit digenggam menjadi gumpalan dalam keadaan kering dikarenakan tekstur tepung tapioka yang sangat halus (starch) dan kesat serta menimbulkan “bunyi” ketika diremas, sehingga mudah sekali dibedakan dengan tepung – tepung lainnya. Tepung tapioka memiliki sifattidak larut dalam air yang bersuhu normal. Hal ini dapat dilihat jika mencampur air dengan tepung tapioka, diaduk, maka dalam waktu tidak lama akan terjadi pemisahan, dimana lapisan atas adalah air dan lapisan bawah adalah tepung tapioka (Mousoul, 2012).Tepung campuran (composite flour) merupakan tepung campuran dari beberapa jenis tepung (substitusi) untuk

menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya.

2.2. Pati (Starch)

Pati atau Starch merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan. Pati atau amilum biasanya berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka


(23)

10

panjang. Pati dapat dibuat dari tumbuhan singkong (ubi kayu), ubi jalar, kentang, jagung, sagu, pisang dan lain-lain (Rahmayanti, 2010).

Pisang banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Indonesia. Namun, pemanfaat -annya masih sebatas sebagai buah-buahan. Daya tahan penyimpanan buah sarat gizi ini tentunya menjadi singkat, dan perlu dijadikan suatu produk yang awet ditinjau dari segi kandungan gizi, variasi pemanfaatannya dan ketahanan penyimpanan. Oleh sebab itu, perlu

dikembangkan produksi pembuatan pati pisang dan kajian tentang nilai gizi serta sifat fungsionalnya seperti kelarutan, daya pengembangan, dan kapasitas penyerapan air sebagai bahan acuan dalam memproduksi suatu makanan (Atieni, 2012).

2.3. Pembuatan Tepung Pisang

Tepung pisang dibuat dari pisang tua tetapi belum masak. Tingkat ketuaan yang dipilih merupakan tingkat dimana kandungan patinya maksimum. Secara sederhana dapat dipilih tingkat ketuaan dimana dalam satu tandan ada satu atau dua buah pisang telah masak. Pisang dilepas dari sisirnya, dicuci dan dikukus atau direbus selama 10 – 15 menit. Setelah dikupas, buah diiris tipis-tipis melintang atau menyerong (0,75 – 1 cm) dan direndam dalam larutan asam sitrat selama 5 – 10 menit. Tujuan perendaman dengan asam sitrat adalah untuk mencegah pisang menjadi cokelat dan untuk pengawetan. Langkah selanjutnya adalah irisan pisang ditiriskan dan dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Pengering buatan dapat menggunakan suhu 50 – 60 ºC selama 6 – 7 jam. Kadar air yang dicapai pada gaplek dan tepung pisang sekitar 6 – 7 %. Rendemen tepung pisang yang dihasilkan sekitar 20 – 24 %. Gaplek pisang


(24)

11

segera disimpan dalam kaleng, kantung plastik atau karung plastik yang tidak menyerap air.Pembuatan tepung dengan cara digiling dengan ditumbuk atau alat penggiling, lalu diayak dan dikemas dalam kantung plastik (Kurniawan, 2009).

Di samping itu proses pengeringan juga digunakan untuk mengurangi aktivitas air dan

mengurangi kelembaban pisang matang yang digunakan untuk menghasilkan tepung (Abidin, 2007).

Gambar 3. Skema pembuatan tepung pisang Selesai

Mulai

Menimbang pisang

Mengukus pisang selama 5 – 10 menit

Mengupas dan mengiris pisang dengan tebal 0,75 – 1 cm

Kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 – 60 ºC

Tepung pisang

Dihaluskan dengan grinder dan diayak dengan ayakan ukuran 16 mesh Merendam irisan pisang dalam larutan


(25)

12

2.4. Beras

Indonesia merupakan negara agraris penghasil komoditas pangan beras khususnya. Seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, maka permintaan pangan akan semakin meningkat. Peningkatan ini akan diikuti dengan peningkatan produksi beras dalam negeri. Namun yang terjadi pada beberapa tahun ini perberasan Indonesia hanya mengalami swasembada beras pada tahun 1969 hingga 1984. Setelah tahun tersebut Indonesia belum lagi bisa mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, yang mana memaksa melakukan impor beras dalam jumlah cukup besar. Besar impor semakin lama semakin tinggi seiring dengan kurang mampunya negara dalam mencukupi kebutuhan pangan dalam domestik sendiri. Permasalahan lain, saat ini jumlah produksi beras tidak lagi bisa sesuai yang diharapkan. Beras juga dikatakan

sebagai komoditas yang bersifat inelastis, yang mana jumlah permintaan semakin tinggi sedangkan jumlah yang ditawarkan tidak bisa meningkat, justru cenderung menurun.

Populasi penduduk merupakan faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan, yang mana memiliki pengaruh positif. Sedangkan harga beras dan pendapatan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan beras. Harga beras sendiri dipengaruhi secara positif oleh harga beras dunia, dan suplai beras di Indonesia. Adapun faktor yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap harga beras domestik adalah harga beras dunia. (Kumalasari,dkk., 2013).


(26)

13

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Desain

pembangunan yang sangat sentralistik dan perlakuan yang seragam terhadap keragaman yang ada di nusantara juga memberi sumbangan terhadap perubahan pola hidup, khususnya di dalam konsumsi pangan.

Beras akhirnya dianggap sebagai simbol keberhasilan dan kesejahteraan. Anggapan yang sudah terlanjur berkembang adalah konsumsi bahan pangan selain beras adalah identik dengan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan kurang gizi(Sumodiningrat, 2001).

Tabel 4. Komposisi kimia beras

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (g) Posfor (mg) Vit B1 (mg)

360 6,8 0,7 78,9 6 0,8 140 0,12 Sumber :https://www.google.com/

2.4.1. Beras Analog

Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil sepenuhnya karena keterikatan masyarakat yang kuat dengan konsumsi beras. Maka perlu dikembangkan alernatif pangan menyerupai beras namun tidak murni terbuat dari beras.Beras analog merupakan suatu alternatif pengganti beras. Ketergantungan yang sangat tinggi


(27)

14

masalah jika ketersediaan beras sudah tidak dapat tercukupi. Hal inilah yang akan

mengganggu ketahanan pangan nasional. Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan ini baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk penganekaragaman pangan (Lumba, 2012). Beras analog merupakan tiruan dari beras yang berbahan baku lokal yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras. Beras analog yang baik mempunyai konsistensi yang kompak sehingga dalam pembuatannya perlu digunakan senyawa binder untuk merekatkan bahan baku menjadi massa yang kompak yaitu dengan penambahan tapioka(Nindia, 2010).

2.4.2. Sistem Penganekaragaman Pangan

Permasalahan utama yang dihadapi dalam penganekaragaman konsumsi pangan adalah (1) belum tercapainya skor mutu keragaman dan keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan (Skor PPH baru mencapai 82,8 pada tahun 2007) dan selama ini pencapaiannya berjalan sangat lamban dan fluktuatif, (2) cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi pangan antara masyarakat desa dan kota, (3) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal, (4) lambatnya perkembangan, penyebaran, penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima, (5) masih kurangnya sinergi untuk mendorong dan memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat dalam

mengembangkan aneka produk olahan pangan lokal, (6) masih kurangnya fasilitasi pemberdayaan ekonomi dan pengetahuan untuk meningkatkan aksesibilitas pada pangan beragam, bergizi, seimbang dan


(28)

15

(Suryana, 2009).Penganekaragaman pangan dapat merupakan usaha yang penuh resiko, tetapi dalam jangka panjang merupakan satu-satunya cara untuk melindungi masyarakat dan bangsa terhadap ancaman kekurangan gizi yang lebih besar (Suhardjo, 2006).

Berbagai permasalahan dan tingginya tingkat tantangan yang akan muncul, yang harus diantisipasi, terutama dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang antara lain : (1) Besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan akses pangan rendah;(2) Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap diversifikasi pangan dan gizi;

(3) Masih dominannya konsumsi sumber karbohidrat yang berasal dari beras; (4) Rendahnya kesadaran masayarakat terhadap keamanan pangan. Dalam meningkatkan akses pangan masyarakat, salah satu upaya agar masyarakat memperoleh pangan yang beragam, bergizi seimbang, maka diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal perlu dioptimalkan. Diversifikasi pangan merupakan hal yang sangat penting karena (1) dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain (2) diversifikasi konsumsi pangan akan merubah alokasi

sumberdaya kearah yang efisien, fleksibel dan stabil jika didukung oleh pemanfaatan potensi lokal (3) diversifikasi konsumsi pangan penting dilihat dari segi nutrisi untuk dapat


(29)

16

2.4.3. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan, secara luas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kecukupan pangan masyarakat dari waktu ke waktu.Kecukupan pangan dalam hal ini mencakup segi kuantitas dan kualitas, baik dari produksi sendiri maupun membeli di pasar. Terwujudnya sistem ketahanan pangan tersebut akan tercermin antara lain dari ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau oleh daya beli massyarakat serta terwujudnya diversifikasi pangan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Pencapaian ketersediaan pangan harus memperhatikan aspek produksi, pengaturan dan pengelolaan stok atau cadangan pangan, serta penyedian dan pengadaan pangan yang cukup. Ketahanan pangan harus menjaga mutu dan gizi yang baik untuk dikonsumsi masyarakat. Mutu dan gizi yang baik dihasilkan dari pangan yang beragam, bergizi, bermutu dan halal untuk dikonsumsi. Mutu pangan yang dikomsumsi mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia Indonesia (Suyastiri,2008).

Salah satu upaya mewujudkan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras serta memanfaatkan sumberdaya lokal yaitu dengan menggali potensi lokal yang berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini ditujukan oleh adanya variasi dalam pengomsumsian pangan yang berbasis potensi sumberdaya

lokal.Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyatIndonesia dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan


(30)

17

bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan (Dewan Ketahanan Pangan,2009).

Secara umum dapat dikatakan bahwa krisis pangan dunia juga dialami oleh

Indonesia, karena sebagai negara agraris Indonesia tidak mampu menyediakan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, dan sisanya harus diimpor dari negara lain (Jokolelono,2011).

2.4.4. Diversifikasi Konsumsi Pangan

Masalah penganekaragaman pangan selama ini nampaknya menjadi persoalan klasik yang belum terpecahkan secara baik. Hal ini terkait dengan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan diversifikasi pangan seperti produksi dan daya beli anekaragam pangan (Rachman dan Ariani,2008). Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari pangan pokok dan semua pangan lain yang dikonsumsi termasuk lauk-pauk,sayuran dan buah – buahan. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya

(Suyastiri,2008).

Keragaman sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat menuju pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Berbagai sumber pangan lokal dan makanan tradisional yang dimiliki oleh seluruh wilayah, masih dapat


(31)

18

dikembangkan untuk memenuhi keanekaragaman pangan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan.Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi dapat memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran gizi, yang diharapkan dapat merubah prilaku konsumsinya, sehingga mencapai status gizi yang baik, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Mengkonsumsi pangan yang beranekaragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia secara seimbang (Suryana,2009).

Upaya percepatan diversifikasi pangan dan gizi merupakan program nasional yang

memerlukan dukungan dan kerjasama yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang meliputi pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga non pemerintah, serta masyarakat. Keberhasilan program ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya kualitas konsumsi pangan setiap individu, yang merupakan faktor pendukung untuk perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat, pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas(Suryana, 2009).


(32)

19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian inidilakukan pada bulan November 2013 sampai Februari 2014di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian serta Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan beras analog ini antara lain :

seperangkat mesin pembuat beras analog (granulator), sprayer, baskom, neraca analitik, ember, nampan,waterbatch, saringan, gelas ukur, stopwacth, tampah, ayakantyler,digital caliper dan oven.

3.2.2. Bahan


(33)

20

3.3. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan meliputi beberapa tahapan. Tahapan- tahapan tersebut yaitu

pembuatan butiran beras analog, dan pengukuran parameter (pengukuran kadar air, diameter butiran beras analog, daya serap air, kerapatan curah, daya pengembangan).

3.3.1. Proses Pembuatan Butiran Beras Analog

Beras analog dibuat dari bahan tepung pisang dan tepung tapioka menggunakan mesin

granulator.Mesin granulator diketahui digunakan sebagai mesin pembuat butiran beras tiruan, namun juga dapat digunakan sebagai pembuat butiran pupuk organik dan anorganik, pakan ikan, dan lain-lain. Beberapa keuntungan ketika menggunakan mesin granulator diantaranya yaitu: granul yang diperoleh lebih seragam, lebih higienis, dan dalam proses pembuatan granul, tidak memerlukan banyak tenaga manusia (Warji, 2009).

Beras analog dibuat dalam lima level perlakuan dengan kode bahan yang telah ditentukan. Sebagaimana Tabel 5, level perlakuan tersebut meliputi satu perlakuan merupakan beras analog yang terbuat dari tepung pisang murni (100%), sedangkan empat perlakuan merupakan beras analog yang terbuat dari tepung komposit (campuran tepung pisang dan tepung tapioka). Pembuatan beras menggunakan mesin granulator dimaksudkan untuk mendapatkan granul beras analog.


(34)

21

Tabel 1. Kode bahan (komposisi persentase berat penyusun) beras analog masing- masing perlakuan

Kode

bahan Tepung Pisang (%) Tepung Tapioka (%)

P1 100 0

P2 95 5

P3 90 10

P4 85 15

P5 80 20

Komposisi campuran tersebut diatas didasarkan pada persentase bobot sampel yang

digunakan.Proses pembuatan beras analog diawali dengan pencampuran bahan tepung hingga homogen berdasarkan perlakuan yang ada. Tepung yang dicampurkan antara lain yaitu tepung pisang dan tepung tapioka sesuai dengan kode bahan yang telah ditentukan. Pembuatan beras analog dalam penelitian ini terdapat 1 perlakuan sebagai kontrol dimana hanya menggunakan tepung pisang saja (100%) tanpa tepung campuran (tepung tapioka). Setelah itu dilakukan pencampuran dengan tepung tapioka dalam perlakuan lain untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengikat dalam pembutiran beras analog. Proses selanjutnya adalah pembutiran, bahan tepung yang telah homogen tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam bidang granular kemudian mesin dihidupkan. Bahan tepung tersebut akan berputar mengikuti putaran bidang granular. Bahan tepung tersebut diberi air menggunakan semprotan air/sprayer hingga butiran/granul beras analog terbentuk.


(35)

22

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan butiran beras analog dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 1. Proses pembuatan butiran beras analog

Tahap selanjutnya yaitu tahap pengujian butiran beras analog. Beras analog yang telah jadi atau menggranul (Gambar21), kemudian dikukus dengan alat pengukus (Gambar23) dan sumber energi pemanas menggunakan kompor gas. Beras analog yang telah selesai dikukus diletakkan pada tampah dan selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari hingga kering (Gambar25).

Mulai

Selesai Penimbangan bahan Pencampuran bahan Pengadukan bahan hingga

homogen

Pembutiran dengan granulator

Pemberian air hingga merata pada saat pembutiran


(36)

23

3.3.2. Pengukuran Parameter

Beras analog yang telah kering selanjutnya diuji sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Gambar 5 adalah ilustrasi tahapan pengujian beras analog.

Gambar 2. Tahap pengujian beras analog

Parameter yang diukur meliputi: (1) Kadar air, (2) Diameter butiran, (3) Daya serap air, (4) Kerapatan curah, dan (5) Daya pengembangan.

3.3.2.1. Kadar Air

Penentuan kadar air dalam penelitian ini menggunakan metode oven (Gambar26), yaitu didasarkan atas prinsip perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengovenan pada suhu 105 °C. Pengukuran kadar air dapat

Butiran beras analog yang telah jadi

Beras analog matang

Beras analog kering

Pengukuran parameter

Penjemuran beras analog hingga kering Pengukusan beras analog

Mulai


(37)

24

dilakukan dengan cara menimbang beras analog sebanyak 5 g (Wa) kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 24 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator ± 15 menit dan ditimbang kembali(Wb).

... (1)

Keterangan :

berat sampel awal sebelum dioven (g)

berat sampel akhir setelah pengovenan (g)

3.3.2.2. Diameter Butiran Beras Analog

Pengukuran diameter butiran beras analog dilakukan dengan penggolongan

ukuran menggunakan ayakan tyler(Gambar 14). Sampel butiran beras analog ditimbang (sebanyak 500 g) dan dilakukan pengayakan. Pengayakan butiran digolongkan menjadi 5 kelompok, yaitu diameter berukuran lebih dari 4,7 mm,

3,3 –4,7 mm, 2,6 –3,3 mm, 2 –2,6 mm dan kurang dari 2 mm.

Ukuran granul yang diharapkan adalah granul dengan ukuran diameter antara2mm –4,7 mm. Saringan yang digunakan untuk mengayak butiran beras analog didasarkan pada ukuran standar yang umum digunakan. Ukuran diameter saringan yang digunakan dapat dilihat pada tabel perbandingan ukuran diameter lubang.


(38)

25

Tabel 2. Ukuran diameter butiran

Mesh standar Ukuran lubang

Tyler U.S. Mm Inches

4 4 4,70 0,185

6 6 3,33 0,131

8 8 2,36 0,094

10 12 1,65 0,065

12 14 1,40 0,056

14 16 1,17 0,047

16 18 0,991 0,039

24 25 0,701 0,028

32 35 0,495 0,020

35 40 0,417 0,016

42 45 0,351 0,014

48 50 0,295 0,012

Sumber: www.tramfloc.com/tf12.html (2012)

3.3.2.3. Daya Serap Air

Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menimbang beras analog sebanyak 25 g (WA) bahan masing - masing perlakuan, kemudian direndam kedalam air hangat (75 ºC) selama 5 menit. Beras analog yang sudah direndam kemudian ditiriskan dengan menggunakan

saringan (Gambar 39). Setelah ditiriskan sampai air tidak menetes lagi dari lubang saringan, beras analog kemudian ditimbang kembali (WB) untuk mengetahui penambahan berat yang terjadi setelah perendaman dengan air hangat. Daya serap air dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Daya serap air (%) ... (2) Keterangan :

WA= Berat sampel sebelum perendaman (g) WB= Berat sampel sesudah perendaman (g)


(39)

26

3.3.2.4. Kerapatan Curah

Kerapatan curah adalah perbandingan berat bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan. Gelas ukur atau wadah disiapkan kemudian berat wadah ditimbang (W1) dan volume wadah (V). Wadah tersebut kemudian diisi dengan beras analog hingga rata di permukaan dan diketuk – ketuk sebanyak 10 kali untuk

memadatkan beras analog dan jika terjadi penurunan, maka ditambahkan sampel bahan hingga rata permukaan wadah lalu ditimbang (W2).

Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Kerapatan curah (g/cm3) ... (3) Keterangan :

W1 = Berat awal (g) W2 = Berat akhir (g)

V = Volume gelas ukur (cm3)

3.3.2.5. Daya Pengembangan

Butiran beras analog diambil sebanyak 5 g dan ditimbang lalu diambil secara acak sebanyak 10 butir diukur diameternya (ØA) pada tiga orientasi sebagaimana ilustrasi pada Gambar 6. Sampel lalu direndam dalam air panas (80 oC) selama 3 menit. Setelah itu beras analog yang sudah mengembang diukur kembali diameternya (ØB) menggunakan digital kaliper pada 3 orientasi.


(40)

27

Gambar 3. Pengukuran diameter butiran beras analog

... (4)

Daya pengembangan ... (5) Keterangan :

A= diameter beras analog sebelum perendaman (mm) B= diameter beras analog sesudah perendaman (mm)

3.3.3. Analisis Data

Data- data hasil pengukuran parameter kadar air,diameter butiran beras analog, daya serap air, kerapatan curah, dan daya pengembangan dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik.


(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Kadar air akhir beras analog yang dihasilkan yaitu berkisar antara 10,41 % - 13,08 %. 2. Beras analog ini memiliki diameter butiran yang dipengaruhi oleh kadar air dan

persentase tepung campuran(komposit). Semakin banyak penambahan tepung komposit dalam pembuatan beras analog, semakin tinggi kadar airnya sehinnga diameter granul beras (> 4,70 mm) semakin banyak.

3. Daya serap air beras analog yang direndam dalam air hangat (75oC)selama 5 menit yaitu berkisar antara 36,98% - 64,32 %.

4. Kerapatan curah yang dihasilkan yaitu berkisar antara 0,766 gram/cm3 - 0,794 gram/cm3.

5. Daya pengembangan butiran beras analog yang direndam dalam air panas (80oC) selama 3 menit yaitu antara 5,4 % -14,4 %.


(42)

42 5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu:

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam pengujian kandungan gizi pada nasi beras analog misalnya kadar lemak, kadar protein, kadar vitamin, dan lain-lain, sehingga didapatkan data kandungan gizi nasi beras analog yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan beras analog.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, N.S.A. BT. 2007. Kesan Penggantian Tepung Gandum dengan Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak) ke atas Sifat Fizikokimia dan Sensori Kuih Pau.Skripsi. Universiti Sains Malaysia. Malaysia

Anonim. 2013. Komposisi Kimia Beras.http://www.google.com/.[diakses pada September 2013].

Anonim. 2013. Mesh Size Comparison Table.http://www.tramfloc.com/tf2.html. [diakses pada Juli 2013].

Atieni. 2012.Pembuatan Pati Pisang dan Analisis Kandungan Glukosa, Asam Askorbat, serta Sifat Fungsionalnya sebagai Makanan Fungsional

(http://atienimakketepok.blogspot.com/2012/05/pembuatan-pati-pisang-dan-analisis.html). [diakses pada Juni 2013]

Budijanto, S dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L.Moench) dan Aplikasinya Pada Pembuatan Beras Analog. Jurnal Teknologi Pertanian.Vol. 13 No. 3 : 177-186

Darwanto, H. D. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani.Ilmu Pertanian. Vol. 12 No 2, 2005 : 152- 164

Dewan Ketahanan Pangan. 2009.Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta

Jaya, R. M. 2011.Kerapatan, Berat jenis. http://Kerapatan, Berat jenis _ thata's zone.htm. diakses pada November 2013.

Jokolelono, E. 2011. Pangan dan Ketersediaan Pangan.Media Litbang Sulteng Vol. IV (2) : 88 - 96

Kumalasari, D. A., H, Nuhfil., dan P, Mangku. 2013. Skenario Kebijakan Swasembada Beras di Indonesia.HABITAT.Vol. XXIV No. 1 : 48 - 63 Kurniawan. 2011.Teknologi Pembuatan Tepung Pisang.Laporan Penelitian.


(44)

Lumba, R., C.F. Mamuaja, G.S.S. Djarkasi, dan MF. Sumual. 2012.Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi Daluga (Cyrtosperma Merkusii (Hassk) Schott).Jurnal Teknologi Pangan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.12 hal

Michael, E. Surya, dan Halimatuddahliana. 2013. Daya Serap Air dan Kandungan Serat (Fiber Content) Komposit Poliester Tidak Jenuh (Unsaturated

Polyester) Berpengisi Serat Tandan Kosong Sawit dan Selulosaberas. Jurnal Teknik Kimia USU Medan. Vol. 2, No. 3. 17 - 21

Mousoul, 2012.Mengenal karakteristik tepung tapioka.

http://edukasi.kompasiana.com/2014/02/03/mengenal-karakteristik-tepung-tapioka-630925.html [diakses pada 17 Maret 2014]

Nindia, S. 2010. Penganekaragaman Optimasi Kadar Protein dan Nilai Energi Pada Pembuatan Beras Analog Berbasis Umbi Kimpul (Xanthoshoma Sagittifolium), Kedelai Anjasmoro dan Tapioka Dengan Response Surface Methodology (Rsm). 16 hal.

Rachman, H.P.S dan M, Ariani. 2008. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia : Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 2 :104 -154

Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Skripsi. IPB. Bandung.

Rahmayanti, D. 2010. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati menjadi Glukosa dengan Metode Artificial Neural Network - Genetic Algorithm (Ann- Ga). Skripsi. UNDIP. Semarang.

Santoso, A. D, Warji, D.D. Novita, dan Tamrin. 2013. Pembuatan dan Uji Karakteristik Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Jagung.Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 2, No. 1 : 27- 34.

Sefrizal, R. 2010.Kadar Air Bahan.Laporan Praktikum Satuan Operasi. Universitas Syiah Kuala

Siregar,Z.2005.Evaluasi Kelembaban,Daya Serap Air, dan Kelarutan dari Daun Sawit, Lumpur Sawit, Bungkil Sawit, dan kulit Buah Coklat sebagai Pakan Domba (The Evaluation of Voluminous, Water Regain, and Solunility On Palm Oil Leaf, Sludge, Palm Kernel Meal, and Cocoa Pods Sheep Ration).Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1,April 2005

Slamet, B. 2012. IPB Kembangkan Beras dari Tepung Nonpadi. IPB. Bandung. http://indonesianic. wordpress.com/2013/03/22/ipb-kembangkan-beras-dari-tepung-nonpadi/. [diakses tanggal 23 Maret 2013].


(45)

Suhardjo, L.J. Harper, B.J. Deaton, J.A. Driskel. 2006.Pangan, Gizi dan Pertanian.UI-Press. Jakarta. 101 hal

Sumodiningrat,G.2001.Menuju Swasembada Pangan (Revolusi Hijau II : Introduksi Manajemen dalam Pertanian). RBI Jakarta. Jakarta. 64 hal Surawan, D. E. F. 2007. Penggunaan Tepung Terigu, Tepung Beras, Tepung

Tapioka, dan Tepung Maizena Terhadap Tekstur dan Sifat Sensoris Fisik Nugget Ikan Tuna.Jurnal Sain Peternakan Indonesia.Vol 2, No. 2 : 78 - 84 Suryana, A. 2009.Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi : Faktor

Pendukung Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI.

Suyastiri, N. M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul.Jurnal Ekonomi

PembangunanVol. 13 No. 1 : 51- 60 Wahyudin, D. 2011.Tepung Pisang. Bogor .

http : //d-wahyudin.blogspot.com/2011/10/tepung-pisang-html. [diakses pada April 2014]

Warji. 2009. Rekayasa Mesin Pembuat Butiran Tiwul.Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol. VIII, No. 2. 7(2): 91–99.

Wijaya, WA, Wardani, NS., Meutia., Indra, H., dan Rafiqh, NB. 2012.Beras Analog Fungsional dengan Penambahan Ekstrak Teh Untuk Menurunkan Indeks Glikemik dan Fortifikasi dengan Folat, Seng, dan Iodin. Laporan Perkembangan Penelitian. IPB. Bogor


(46)

(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Kadar air akhir beras analog yang dihasilkan yaitu berkisar antara 10,41 % - 13,08 %. 2. Beras analog ini memiliki diameter butiran yang dipengaruhi oleh kadar air dan

persentase tepung campuran(komposit). Semakin banyak penambahan tepung komposit dalam pembuatan beras analog, semakin tinggi kadar airnya sehinnga diameter granul beras (> 4,70 mm) semakin banyak.

3. Daya serap air beras analog yang direndam dalam air hangat (75oC)selama 5 menit yaitu berkisar antara 36,98% - 64,32 %.

4. Kerapatan curah yang dihasilkan yaitu berkisar antara 0,766 gram/cm3 - 0,794 gram/cm3.

5. Daya pengembangan butiran beras analog yang direndam dalam air panas (80oC) selama 3 menit yaitu antara 5,4 % -14,4 %.


(2)

42

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu:

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam pengujian kandungan gizi pada nasi beras analog misalnya kadar lemak, kadar protein, kadar vitamin, dan lain-lain, sehingga didapatkan data kandungan gizi nasi beras analog yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan beras analog.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, N.S.A. BT. 2007. Kesan Penggantian Tepung Gandum dengan Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak) ke atas Sifat Fizikokimia dan Sensori Kuih Pau.Skripsi. Universiti Sains Malaysia. Malaysia

Anonim. 2013. Komposisi Kimia Beras.http://www.google.com/.[diakses pada September 2013].

Anonim. 2013. Mesh Size Comparison Table.http://www.tramfloc.com/tf2.html.

[diakses pada Juli 2013].

Atieni. 2012.Pembuatan Pati Pisang dan Analisis Kandungan Glukosa, Asam Askorbat, serta Sifat Fungsionalnya sebagai Makanan Fungsional

(http://atienimakketepok.blogspot.com/2012/05/pembuatan-pati-pisang-dan-analisis.html). [diakses pada Juni 2013]

Budijanto, S dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L.Moench) dan Aplikasinya Pada Pembuatan Beras Analog.

Jurnal Teknologi Pertanian.Vol. 13 No. 3 : 177-186

Darwanto, H. D. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani.Ilmu Pertanian. Vol. 12 No 2, 2005 : 152- 164

Dewan Ketahanan Pangan. 2009.Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta

Jaya, R. M. 2011.Kerapatan, Berat jenis. http://Kerapatan, Berat jenis _ thata's zone.htm. diakses pada November 2013.

Jokolelono, E. 2011. Pangan dan Ketersediaan Pangan.Media Litbang Sulteng

Vol. IV (2) : 88 - 96

Kumalasari, D. A., H, Nuhfil., dan P, Mangku. 2013. Skenario Kebijakan Swasembada Beras di Indonesia.HABITAT.Vol. XXIV No. 1 : 48 - 63 Kurniawan. 2011.Teknologi Pembuatan Tepung Pisang.Laporan Penelitian.


(4)

Lumba, R., C.F. Mamuaja, G.S.S. Djarkasi, dan MF. Sumual. 2012.Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi Daluga (Cyrtosperma Merkusii (Hassk) Schott).Jurnal Teknologi Pangan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.12 hal

Michael, E. Surya, dan Halimatuddahliana. 2013. Daya Serap Air dan Kandungan Serat (Fiber Content) Komposit Poliester Tidak Jenuh (Unsaturated

Polyester) Berpengisi Serat Tandan Kosong Sawit dan Selulosaberas.

Jurnal Teknik Kimia USU Medan. Vol. 2, No. 3. 17 - 21 Mousoul, 2012.Mengenal karakteristik tepung tapioka.

http://edukasi.kompasiana.com/2014/02/03/mengenal-karakteristik-tepung-tapioka-630925.html [diakses pada 17 Maret 2014]

Nindia, S. 2010. Penganekaragaman Optimasi Kadar Protein dan Nilai Energi Pada Pembuatan Beras Analog Berbasis Umbi Kimpul (Xanthoshoma Sagittifolium), Kedelai Anjasmoro dan Tapioka Dengan Response Surface Methodology (Rsm). 16 hal.

Rachman, H.P.S dan M, Ariani. 2008. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia : Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program.

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 2 :104 -154

Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Skripsi. IPB. Bandung.

Rahmayanti, D. 2010. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati menjadi Glukosa dengan Metode Artificial Neural Network - Genetic Algorithm (Ann- Ga).

Skripsi. UNDIP. Semarang.

Santoso, A. D, Warji, D.D. Novita, dan Tamrin. 2013. Pembuatan dan Uji Karakteristik Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Jagung.Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 2, No. 1 : 27- 34.

Sefrizal, R. 2010.Kadar Air Bahan.Laporan Praktikum Satuan Operasi. Universitas Syiah Kuala

Siregar,Z.2005.Evaluasi Kelembaban,Daya Serap Air, dan Kelarutan dari Daun Sawit, Lumpur Sawit, Bungkil Sawit, dan kulit Buah Coklat sebagai Pakan Domba (The Evaluation of Voluminous, Water Regain, and Solunility On Palm Oil Leaf, Sludge, Palm Kernel Meal, and Cocoa Pods Sheep Ration).Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1,April 2005

Slamet, B. 2012. IPB Kembangkan Beras dari Tepung Nonpadi. IPB. Bandung. http://indonesianic. wordpress.com/2013/03/22/ipb-kembangkan-beras-dari-tepung-nonpadi/. [diakses tanggal 23 Maret 2013].


(5)

Suhardjo, L.J. Harper, B.J. Deaton, J.A. Driskel. 2006.Pangan, Gizi dan Pertanian.UI-Press. Jakarta. 101 hal

Sumodiningrat,G.2001.Menuju Swasembada Pangan (Revolusi Hijau II : Introduksi Manajemen dalam Pertanian). RBI Jakarta. Jakarta. 64 hal Surawan, D. E. F. 2007. Penggunaan Tepung Terigu, Tepung Beras, Tepung

Tapioka, dan Tepung Maizena Terhadap Tekstur dan Sifat Sensoris Fisik Nugget Ikan Tuna.Jurnal Sain Peternakan Indonesia.Vol 2, No. 2 : 78 - 84 Suryana, A. 2009.Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi : Faktor

Pendukung Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI.

Suyastiri, N. M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul.Jurnal Ekonomi

PembangunanVol. 13 No. 1 : 51- 60 Wahyudin, D. 2011.Tepung Pisang. Bogor .

http : //d-wahyudin.blogspot.com/2011/10/tepung-pisang-html. [diakses pada April 2014]

Warji. 2009. Rekayasa Mesin Pembuat Butiran Tiwul.Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol. VIII, No. 2. 7(2): 91–99.

Wijaya, WA, Wardani, NS., Meutia., Indra, H., dan Rafiqh, NB. 2012.Beras Analog Fungsional dengan Penambahan Ekstrak Teh Untuk Menurunkan Indeks Glikemik dan Fortifikasi dengan Folat, Seng, dan Iodin. Laporan Perkembangan Penelitian. IPB. Bogor


(6)