9. Sifat tari rakyat sering humoristis: Dari segi sifat tari rakyat, dapat dirasakan
bahwa humor sangat menonjol mewarnai sifat tari rakyat itu. 10.
Tempat pementasan berbentuk arena; Tempat penyelenggaraan tari rakyat sangat lumrah diadakan di arena, dimana kemungkinan tontonan itu menyatu dengan
para penontonnya tidak ada batas antara pemain dan penonton. 11.
Bertemakan kehidupan masyarakat; Tema tari rakyat mencerminkan kehidupan masyarakat dimana teori itu dilahirkan dan dibina, serta dikembangkan, seiring
dengan pengaruh suasana lingkungan tempat dan waktu. Pemaparan di atas diungkap pula oleh Dolyana 1981:14 bahwa, “Ciri khas
sebuah kesenian rakyat yaitu suasana yang akrab dan kadang-kadang tidak diketahui lagi batas antara pemain dengan penonton”. Hal tersebut sejalan dengan ciri-ciri
kesenian lengger yang merupakan kesenian rakyat.
C. Kesenian Tradisional Lengger
Dalam Ensiklopedi Indonesia tradisi ialah hal atau segala sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata
kemasyarakatan, keyakinan dan sebagainya. Secara turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan, berbagai bentuk ekspresi kebudayaan dan kesenian warisan tradisi mempunyai sifat kedaerahan.
Tradisional dapat diartikan pula sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan pola- pola bentuk maupun penerapan yang selalu berulang-ulang meliputi segala
pandangan hidup, kepercayaan, ajaran, upacara adat, kesenian yang semua bersifat turun temurun Sedyawati, 1981:48.
Seni tradisi dalam kehidupan kita meliputi seluruh bentuk seni yang dihargai dan merupakan terusan atau kelanjutan masa lalu. Kesenian tradisional
adalah sebagai warisan nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun merupakan bentuk kesenian yang sudah menyatu dengan masyarakat, sangat
berkaitan dengan adat istiadat, dan berhubungan erat dengan sifat kedaerahan. Kesenian tradisional merupakan ungakapan perasaan dari masyarakat
pendukungnya secara simbolis. Menurut Sedyawati 1981:48 kesenian tradisional adalah segala sesuatu yang sesuai dengan tradisi, kerangka pola-pola
bentuk maupun penerapan yang selalu berulang dan diwariskan secara turun temurun. Kesenian tradisional sebagai produk rakyat jelas sekali gaya seni dan
ciri-cirinya lebih bersifat spontan dan umumnya mempunyai fungsi ritual. Kesenian tradisional dalam pertumbuhannya erat dengan lingkungan fisik
maupun sosial budaya. Menurut Soedarsono, “Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah”.
Diskripsi Pigeaud dalam Javaanese volksvertoningen lazim digunakan untuk member gambaran seperti apakah Lengger di masa lalu. Mulanya
pertunjukan ini menampilkan laki-laki yang berperan sebagai perempuan kemudian menari dan menyanyi diiringi angklung, kempul, gong, dan kendang
batangan, disusul penampilan pria yang menggunakan topeng untuk menari
bersama penari Lengger. Topeng yang digunakan adalah topeng yang beragam, mulai dari topeng raja, ksatria, putri, hingga karakter-karakter binatang.
Menurut sumber di sekitar wilayah Banyumas dan Wonosobo, kata “Lengger” berasal dari dua kata, yakni “Leng” yang berarti lubang atau liang
sebagai symbol feminimitas dan “Ngger” yang berasal dari kata jengger yang dalam bahasa Jawa merujuk pada jengger ayam jantan jago sebagai lambang
maskulinitas. Hal ini berkaitan dengan sejarah pertunjukan Lengger yang dahulunya ditarikan oleh laki-laki yang berdandan perempuan.
Namun ada juga pendapat bahwa Lengger adalah gabungan kata “le” yang merupakan suku kata pertama dari kata Ledhek, Tledhek dan “ngger” yang
berasal dari kata “Geger” yang dalam bahasa Indonesia berarti gempar. Sehingga dapat dimaknai sebagai tledhek yang membuat kegegeran atau kegemparan.
Cerita ini berhubungan dengan cerita Panji yang dipentaskan, diceritakan dalam cerita Panji, Dewi Sekartaji dalam mencari sang kekasih yaitu Raden Panji
Inukertapati. Dalam pencarianya, Dewi Sekartaji menyamar sebagai penari tledhek barangan, dan karena kecantikan serta kepandaianya menari, banyak
pemuda yang tergila-gila hingga tak sadarkan diri. Tledek geger juga dapat muncul dari kegegeran penari tayub yang
biasanya ditarikan oleh seorang perempuan namun ditarikan oleh seorang laki- laki. Menurut beberapa sumber, keberadaan penari laki-laki yang berperan
sebagai perempuan telah muncul semasa perang Diponegoro mencapai daerah Wonosobo. Pada saat itu pemimpin perang di daerah Wonosobo adalah
Tumenggung Jogonegoro yang juga merupakan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro sekaligus penyiar agama Islam, oleh karena situasi perang yang tidak
memungkinkan untuk mendatangkan penari perempuan pada saat prajurit membutuhkan hiburan, kemudian mereka mendandani laki-laki layaknya
perempuan untuk menari tayub. Asal usul berikutnya adalah “Leng” eling dari kata Elinga yang dalam
bahasa Indonesia berarti mengingan atau ingat, dan “ngger” angger yang berarti anak laki-laki. Penyatuan dua kata tersebut berarti “Elinga Ngger”, yaitu
merupakan nasehat yang diberikan kepada anak atau orang yang jauh lebih muda. Pendapat ketiga ini kental dengan siar Islam. Menurut crita, istilah ini muncul
ketika Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di tengah-tengah para pemuda yang sedang larut dalam kegembiraan Tayuban. Syamsul Hadi, 2006 : 7
D. Fungsi Kesenian Tradisional