Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T1 152008008 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dusun Giyanti 1. Letak Geografis

Dusun Giyanti Desa Kadipaten termasuk wilayah Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, yang terletak di daerah pegunungan dengan batas- batas sebagai berikut:

Sebelah Barat : Desa Sidorejo

Sebelah Utara : Desa Tumenggungan

Sebelah Timur : Desa Wulungsari

Sebelah Selatan : Desa Sumberwulan

Desa Kadipaten terletak di sebelah selatan ibu kota Kabupaten Wonosobo dengan jarak tempuh 9 km, serta berjarak 4 km dari ibu kota Kecamatan Selomerto. Untuk mencapai desa Kadipaten ini, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dan juga dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat.

Kira-kira waktu yang ditempuh dari ibu kota Kabupaten Wonosobo menuju Desa Kadipaten sekitar 15 sampai 20 menit, sehingga dengan jarak dan waktu tempuh yang relatif singkat maka tidaklah sulit dan lama untuk menuju Desa Kadipaten.


(2)

Dengan luas wilayah desa Kadipaten, sebagai berikut:

No Kondisi Wilayah Luas(Ha) Prosentase

1 Lahan Sawah

a Irigasi Teknis

b Irigasi 1/2Teknis 50.258 19.63

c Irigasi Sederhana 33.505 13.09

d Tadah Hujan

2 Lahan Kering

a Pekarangan dan Bangunan 15.021 5.87

b Tegalan/ Kebun 148.85 58.15

c Padang Gembala

d Kolam/ Tambak 2.944 1.15

Hutan Negara

Lain- lain (jln, Sungai dll) 5.403 2.11

Jumlah 255.982 100%

(Sumber: Arsip Desa Kadipaten, Januari 2012)

2. Kependudukan

Uraian mengenai kependudukan yang berkaitan dengan sumber daya manusia berisi tentang: (a). struktur kependudukan berdasarkan perkembangan penduduk, (b). agama, (c). pendidikan, (d). mata pencaharian.


(3)

a. Struktur kependudukan berdasarkan perkembangan penduduk Tabel 1.

Perkembangan Penduduk

No Dusun

Jml Penduduk Akhir tahun

2010

Jumlah perkembangan Penduduk Jml penduduk Akhir Tahun

2010 Lahir Mati Datang Pergi

L P L P L P L P L P L P

1 KLURAHAN 365 341 5 4 2 1 - 3 2 3 409 385

2 GIYANTI

437 414 7 6 4 3 3 2 3 1 481 460

3 LIMBANGAN 318 313 4 2 2 1 2 2 4 1 362 355

4 MANGGIS

367 339 6 3 3 4 3 4 1 2 411 383 JUMLAH 1,487 1,407 22 15 11

9

8

11 10

7

1,663 1,583

2,894 27 20 4 9 3,246 (Sumber: Arsip Desa Kadipaten, Januari 2012)

Dari tabel tersebut nampak bahwa penduduk Desa Kadipaten pada akhir tahun 2009 sebanyak 2894 jiwa dan di akhit tahun 2010 sebanyak 3246 jiwa. Sehingga terjadi penambahan penduduk 352 jiwa.


(4)

b. Kependudukan berdasarkan agama

Tabel II

Penduduk berdasarkan agama

No Agama

Jumlah

Penduduk Prosentase

1 Islam 3014 92.85

2 Kristen 27 0.83

3 Katolik 205 6.32

4 Budha 0 -

5 Hindu 0 -

Jumlah 3246 100.00%

(Sumber: Arsip Desa Kadipaten, Januari 2012)

Dari tabel di atas tampak bahwa mayoritas penduduk Desa Kadipaten Beragama Islam dengan jumlah penduduk sebanyak 3014 jiwa.


(5)

c. Penduduk berdasarkan pendidikan (umur 5 tahun keatas). Tabel III

Pendidikan penduduk diatas 5 tahun

No Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase

1 Tidak sekolah 14 0.47

2 Tamat SD ,758 58.76

3 Tamat SLTP 796 26.60

4 Tamat SLTA 342 11.43

5 D-1 41 1.37

6 D-2 29 0.97

7 D-3 12 0.40

8 D-4

9 S-1

10 S-2

11 S-3

Jumlah 2,992 100.00

(Sumber: Arsip Desa Kadipaten, Januari 2012)

Dari data di atas, masyarakat di Desa Kadipaten kebanyakan lulus SD, sedangkan untuk pendidikan yang lebih tinggi tidak terlalu banyak.


(6)

d. Penduduk berdasarkan mata pencaharian. Tabel IV

Mata pencaharian penduduk

No Mata Pencaharian Jumlah Prosentase

1 Buruh Tani 241 9.90

2 Petani Sendiri 374 15.36

3 Peternak Unggas - 0.00

4 Penggalian 18 0.74

5 Industri 37 1.52

6 Bangunan 103 4.23

7 Perdagangan 70 2.87

8 Transportasi 10 0.41

9 PNS/Honor Daerah 29 1.19

10 TNI 4 0.16

11 POLRI 2 0.08

12 Pensiunan 10 0.41

13 Lainyan 1,537 63.12

Jumlah 2,435 100.00

(Sumber: Arsip Desa Kadipaten, Januari 2012)

Dari data diatas nampak bahwa sebagian besar didominasi oleh masyarakat yang bermata pencaharian tidak menentu yaitu sebesar 2435 jiwa.


(7)

B. Kesenian Lengger

1. Sejarah Kesenian Lengger

Lengger adalah gabungan kata “

le

” yang merupakan suku kata pertama

dari kata

Ledhek, Tledhek

dan “

ngger

” yang berasal dari kata “

Geger

” yang

dalam bahasa Indonesia berarti gempar. Sehingga dapat dimaknai sebagai

tledhek yang membuat kegegeran atau kegemparan. Cerita ini berhubungan

dengan cerita Panji yang dipentaskan, diceritakan dalam cerita Panji, Dewi

Sekartaji dalam mencari sang kekasih yaitu Raden Panji Inukertapai. Dalam

pencarianya, Dewi Sekartaji menyamar sebagai penari tledhek barangan, dan

karena kecantikan serta kepandaianya menari, banyak pemuda yang tergila-gila

hingga tak sadarkan diri. Akan tetapi ada juga pendapat bahwa Raden Panji

Inukertapatilah yang mencari Dewi Sekartaji. Pada waktu itu Raden Panji

Inukertapai menyamar sebagai penari yang menggunakan cadar, sehingga

menutupi sebagian wajahnya, tetapi masyarakat tidak mengetahui bahwa si

penari yang mereka lihat sebenernya adalah seorang pria. Oleh karena

masyarakat yang menyaksikan pertunjukan tersebut sangatlah tertarik

menyaksikan gerakan tari dari sang penari yang lemah lembut dan indah, maka

timbul keinginan untuk mengetahui siapakah wanita yang berada di balik cadar

tersebut. Kemudian terkejutlah masyarakat ketika cadar dari sang penari

tersebut terbuka dan ternyata penari tersebut bukanlah wanita melainkan pria

yang menyamar, maka terjadilah kegemparan.


(8)

Tledek geger juga dapat muncul dari kegegeran penari tayub yang

biasanya ditarikan oleh seorang perempuan namun ditarikan oleh seorang

laki-laki. Menurut beberapa sumber, keberadaan penari laki-laki yang berperan

sebagai perempuan telah muncul semasa perang Diponegoro mencapai daerah

Wonosobo. Pada saat itu pemimpin perang di daerah Wonosobo adalah

Tumenggung Jogonegoro yang juga merupakan orang kepercayaan Pangeran

Diponegoro sekaligus penyiar agama Islam, oleh karena situasi perang yang

tidak memungkinkan untuk mendatangkan penari perempuan pada saat prajurit

membutuhkan hiburan, kemudian mereka mendandani laki-laki layaknya

perempuan untuk menari tayub.

Oleh karena masyarakat Dusun Giyanti menganggap kesenian tersebut

merupakan sesuatu yang menarik dan dapat menjadi hiburan bagi masyarakat

serta mengandung tradisi dari nenek moyang, sehingga masyarakat Dusun

Giyanti mempertahankan dan melestarikan kesenian lengger tersebut sampai

saat ini.

2. Bentuk Kesenian Lengger

Dalam pertunjukan lengger biasanya kostum yang dipakai adalah baju rompi, jarik, stagen, sabuk, celana panji, parasamir, dan iket khas Wonosobo untuk penari pria atau penari topeng, serta penari lengger biasanya menggunakan jamang bulu, baju, selendang, stagen dan jarik. Untuk asesoris yang biasanya digunakan oleh seorang penari topeng biasanya menggunakan iket khas Wonosobo yang melambangkan


(9)

mahkota, topeng, serta kalung, untuk penari lengger asesoris yang digunakan biasanya jamang bulu yang melambangkan kecantikan seorang perempuan, serta selendang.

Hasil wawancara dengan penari lengger mengenai bagaimana dia dapat menari lengger, sebagaimana yang diungkapkan saudara Sukin selaku penari lengger:

Saya dapat menari lengger bermula dari kesukaan saya terhadap tarian lengger, dari itulah saya mencoba ikut belajar menari sambil melakukan pementasan (nyantrik) di sebuah sanggar yang ada di dusun ini (Giyanti). (Sukin, 8 Januari 2012)

Pada pertunjukan lengger, penari lengger merupakan pusat pertunjukan, yaitu penari selalu menari di tengah panggung, atau lebih tepatnya disebut arena. Lazimnya terdapat 2 sampai 4 penari penari lengger, mereka biasanya menari secara berpasangan dengan penari topeng dan bergantian dengan penari lengger yang lain. Selama menunggu giliran menari, mereka duduk di samping arena dan sikap dasar penari lengger adalah duduk dengan tegap. Ketika musik gamelan mulai terdengar dengan membawakan tembang tertentu penari lengger wanita mulai turun untuk menari. Tidak lama berselang, muncul seorang penari lengger pria yang menggunakan topeng dan menari sesuai karakter gending serta topeng yang dikenakanya. Sang penari yang menggunakan topeng, apapun karakternya menari seolah-olah mengejar penari lengger wanita, penari lengger wanita selalu menghindar sehingga gerakanya selalu memutar, memanfaatkan ruangan untuk berkelit sehingga pola pelantaianya cenderung lekung-melingkar. Gerakan penari lengger wanita menggambarkan stereotip seorang perempuan jawa yang sopan dan lemah lembut. Seorang penari lengger wanita tidak pernah mengangkat kedua lenganya melebihi pundak, langkah kecilnya kadang seperti


(10)

berjinjit, dan kadang sesekali melempar pandanganya ke arah penonton diirringi dengan sedikit senyuman.

Akan tetapi jumlah penari lengger dalam sebuah pertunjukan tidak harus 2 sampai 4 orang, namun sangat dipengaruhi oleh jumlah financial yang dimiliki oleh si pengundang. Semakin banyak penari lengger yang diundang berarti dia memiliki dana yang mencukupi. Ada kebanggaan tersendiri bila dalam suatu pertunjukan terdapat penari lengger yang cukup banyak. Dari sudut penari lengger sendiri, apabila dalam suatu pertunjukan terdapat beberapa penari maka sang penari lebih ringan kerjanya. Dapat dibayangkan apabila pertunjukan lengger diadakan malam hari sedangkan hanya ada satu penari lengger dan harus menari sepanjang malam tanpa henti, berbeda dengan penari topeng yang biasanya menggunakan banyak penari, dimana seorang penari hanya membawakan satu tarian yang sesuai dengan karakter atau watak topeng yang dikenakannya.

Dalam setiap pertunjukan lengger sering terjadi kerasukan, dimana penari topeng yang menari bersama lengger atau bahkan penonton yang menyaksikan pertunjukan lengger kehilang kesadaran dan mulai bertingkah sesuatu yang tidak wajar. Namun pada masa lalu lengger itu sendirilah yang kerasukan. Bahkan di masa lalu lengger dapat mengobati orang yang sakit. Pigeaud menyebutkan lengger dianggap seperti dukun yang dapat mengobati penyakit tertentu (Pigeaud, 1938 : 275). Karena itulah masyarakat percaya bahwa yang merasuki lengger tersebut adalah roh dari nenek moyang atau roh penunggu di dusun mereka. Banyak diantara masyarakat yang memantikan peristiwa kerasukan tersebut, para masyarakat berharap dengan dirasukinya seorang lengger maka mereka dapat meminta berkah atau kesembuhan


(11)

pada keluarga mereka yang sedang menderita suatu penyakit. Sakitnya seseorang diyakini karena terganggunya keseimbangan antara si sakit dengan alam di sekitarnya. Masyarakat pada waktu itu menganggap suatu penyakit dapat dikarenakan pengaruh-pengaruh kekuatan gaib yang mengganggu pada diri manusia, karena semua benda dipercayai mempunyai jiwa dan penyakit yang diderita disebabkan oleh roh-roh halus yang mengganggu akibat perbuatan salah dari seseorang yang sakit tersebut atau karena dibuat oleh orang lain dengan memanfaatkan kekuatan gaib, atau mungkin juga terkena sawan. Penari lengger akan orang yang sakit tersebut dengan cara meludahi atau mengusap air liurnya ke kening orang yang sakit. Dari peran ganda inilah yang mungkin menyebabkan penari lengger adalah seorang pria. Sampai saat ini dalam pertunjukan rakyat yang menggunakan peristiwa kesurupan sebagai bagian dari pertunjukanya selalu menggunakan pawang alam gaib atau dukun. (Hadi, 2006 : 19)

Untuk menjadi seorang dukun tidaklah mudah, terdapat suatu proses yang berat yang harus dilalui dan setiap dukun memiliki laku berbeda yang harus ditempuh untuk mendapatkan kekuatan supranatural tersebut. Umumnya pengetahuan seorang dukun tentang laku ini diturunkan dari seorang dukun yang lain yang dianggap sebagai gurunya, akan tetapi ada juga yang secara spontan dukun tersebut mendapatkanya, seperti yang diungkapkan bapak Slamet yang juga sebagai dukun lengger. Saya tidak tahu bagaimana kekuatan itu datang kepada saya, tiba-tiba saya dapat melihat segala sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Kemudian saya mencari tahu sendiri tentang apa yang sebenarnya telah terjadi pada saya. (Slamet, 8 Januri 2012). Ada beberapa jalan untuk memperoleh kemampuan gaib, antara lain dengan puasa,


(12)

bersemedi, ataupun dengan mantra-mantra. Pada prinsipnya untuk mendatangkan kekuatan tersebut seseorang harus merubah cara makan secara normal dengan cara berpantang atau tidak makan sesuatu dalam kurun waktu tertentu. Demikian juga dengan mantra, umumnya dituliskan dalam bahasa-bahasa asing, seperti arab, sansekerta, dan jawa kuna ataupun jika menggunakan bahasa yang dapat dikenal orang lain, maka strukturnya dibolak-balik sehingga dirasa asing di telinga orang lain.

Sejak digantinya penari lengger pria menjadi penari lengger wanita dapat dianggap sebagai batas antara pertunjukan sebagai sarana ritual dan pertunjukan sebagai hiburan.

Dalam pertunjukan lengger biasanya diiringi oleh Niaga yang memegang alat musik sendiri-sendiri sesuai dengan keahlianya. Menurut bapak Dwi Pranyoto selaku penabuh gamelan atau Niaga mengungkapkan:

Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan lengger yaitu kendang yang berfungsi sebagai pembawa irama, demung berfungsi sebagai penentu ketukan, saron, peking dan bonang penerus berfungsi sebagai pengisi irama, bonang barung sebagai pembuka iringan serta kempul legong, bende dan gong. Para niaga inilah yang mengiringi para penari dalam pertunjukan lengger sehingga terdapat satu-kesatuan yang komplek antara penari dan niaga. Dalam setiap pertunjukan terdapat 9 orang penabuh gamelan atau niaga yang memegang masing-masing alat musik sesuai keahlian serta seorang sinden yang bertugas menyanyikan tembang-tembang. (Dwi Pranyoto, 7 Januari 2012)

Dalam perkembanganya, pertunjukan lengger bukan lagi menjadi sarana ritual yang lengkap dengan semua kesakralan yang ada di dalamnya, melainkan berubah menjadi hiburan untuk masyarakat serta menurut bapak Sosro Wardoyo selaku Kepada Dusun Giyanti mengungkapkan bahwa “pertunjukan lengger adalah sarana


(13)

menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat di Dusun Giyanti, coba bayangkan seandainya tidak ada perekat kesatuan dan persatuan dalam masyarakat, pasti akan menjadi pecah belah tidak karuan kan” (Sastro Wardoyo, 14 Januari 2012). Pertunjukan lengger sendiri banyak dipentaskan dalam acara-acara yang dianggap penting dalam masyarakat, seperti hajatan, sukuran, selametan, agustusan, hiburan, serta setiap ulang tahun Kota Wonosobo pertunjukan lengger pasti dipentaskan.

3. Struktur dan Waktu Pertunjukan

a. Struktur Pertunjukan

Seperti kesenian lainnya, di dalam kesenian Lengger terdapat urut-urutan penyajian. Sajian karawitan gendhing Mayar sewu menjadi pertanda akan dimulainya sebuah pertunjukkan. Sembari menunggu para peraga mempersiapkan diri, tembang babadan pun dilantunkan. Di dalam tembang tersebut ditembangkan lagu yang berisi tolak balak untuk menolak semua gangguan selama pertunjukkan. Kemudian seorang pawang muncul sambil membawa sesaji. Sesaji yang digunakan terdiri dari bunga talon, daun sirih, rokok, minuman dari kopi, sulur dan daun jipang, bara api, kemenyan, dupa, dan Torong gelas.

Bacaan-bacaan mantra pun mengalir pelan dari mulut seorang pawang. Kemenyan dan dupa kemudian dibakar. Semua ritual tersebut ditujukan untuk memohon kepada para roh agar mau merasuki para pemain dan melindungi semua pemain selama berlangsungnya pertunjukan lengger.


(14)

1. Babadana

Kata babadana berasal dari kata babad yang memiliki arti membersihkan dan dana yang berarti hutan. Tari ini memiliki arti sebagai pembuka dan meminta keselamatan agar dalam pertunjukan yang sedang diadakan dapat berjalan dengan lancer.

2. Tari Sulasih

Nuansa mistis mulai dapat dirasakan ketika tari sulasih mulai dimainkan. Tari sulasih dibawakan oleh seorang penari pria yang menggunakan topeng. Tarian ini ditujukan untuk mengundang roh Bidadari agar mau turun dan melindungi semua penari selama pentas berlangsung.

3. Tari Kinayaan

Merupakan tari yang dibawakan oleh penari Topeng halus (alusan) sebagai pembuka atau selamat datang kepada para Roh yang telah melindungi para pemain.

4. Tari Bribil

Pada saat tari Bribil ini penari topeng menggunakan Topeng Thelengan agak Gechul yang menggambarkan rasa cinta kasih. Hal ini juga sebagai pertanda bahwa para dayang telah turun dan menyatu bersama penari lengger.


(15)

5. Tari Blenderan

Tari ini menggambarkan seorang wanita yang sedang bersolek karena masih dalam perasaan rindu.

6. Tari Rangu rangu

Pada saat tari ini dimainkan, penari topeng menggunakan topeng gagahan. Gerakan dari tarian ini ritmenya cepat dan cenderung kasar. Hal tersebut menggambarkan perasaan dari tokoh yang diperankan. Perasan asmara yang begitu dalam sehingga lupa diri dan akhirnya kemasukan roh jahat. Dalam tarian ini penari memakan beling/gelas/torong lampu dan meminum daun kembang.

7. Tari Jangkrik Genggong

Penari dalam tarian ini menggunakan topeng yang bringas. Gerakannya kasar dan lincah serta sering dalam keadaan lupa diri dan akhirnya kemasukan roh.

8. Tari Gondhang Keli

Tari ini menggambarkan seseorang yang sedih meratapi nasibnya yang sebatang kara dan lupa diri sehingga kemasukan roh kabur kanginan. Penari kemudian memakan bunga mawar merah dan putih, munyak duyung, dan bara api/api, selanjutnya memakan bunga kantil, dan meminta kembali sadar seperti semula.


(16)

9. Tari Sontoloyo

Muncul seorang penari dengan menggunakan topeng bertopi layaknya seorang komando yang gagah berani. Penari tersebut menegaskan bahwa tokoh yang sedang diperankannya berpembawaan tegas dan bijaksana.

10. Tari Kebogiro

Penari topeng menggunakan topeng yang mukanya seperti kerbau sehingga menggambarkan seorang yang kemasukan roh kerbau yang ganas dan kasar. Oleh karena gerakan dan gambaran tersebut maka tarian ini disebut juga sebagai tari kebogiro.

11. Gendhing Penutup

Merupakan gendhing yang dibawakan untuk mengakhiri pentas seni dan pertunjukkan .

Akan tetapi ada juga urutan lain yang mengungkapkan bahwa setelah babadana dan sulasih berturut-turut ditampilkan kinayan, kembang gadung, jangkrik genggong, sumyar, rangsang tuban, siripithi, criping kuning, gunung sari, waelul, sarindoro, sontoloyo, kinanthi sanding, kebogiro, gondang keli, kembang jeruk, samiran, tinoridin, gondosuli, cakar kumbang, cao glatak, sarung dayung, blindri, godhril, suthang walang, dan diakhiri gending-gending.(Hadi, 2006 : 52)

Pada kenyataanya belum tentu urut-urutan tersebut harus menjadi urutan yang pokok. Karena sering kali ada banyak kendala yang dihadapi dalam


(17)

pementasan lengger, antara lain dipengaruhi oleh durasi atau waktu pertunjukan, jumlah serta kemampuan penari lengger, koleksi topeng yang dimiliki. Namun beberapa unsur pokok seperti babadana, sulasih, gondhang keli, sontoloyo, dan kebogiro yang wajib untuk ditarikan.

b. Waktu Pertunjukan

Tidak ada aturan yang baku mengenai waktu pertunjukan, dalam hal ini semua tergantung kepada orang yang mengundang tampilnya lengger dengan pimpinan dari kelompok lengger. Akan tetapi biasanya pertunjukan lengger dipentaskan pada acara hajatan, syukuran ataupun slametan dilakukan malam hari mulai sekitar pukul 20.00 sampai pagi, atau tergantung kompromi antara pimpinan lengger dengan si pengundang. Namun diluar acara tersebut kesenian lengger dapat dipentaskan pada siang hari mulai sekitar 09.00 sampai selesai. Bahkan bisa juga tergantung oleh tingkat antusiasme dari para penonton, apabila antusiasme penonton sangat baik dan pertunjukan tersebut banyak dikerumuni masyarakat biasanya waktu pentasnya bertambah panjang, akan tetapi apabila antusiasme masyarakat kurang maka pertunjukan dapat segera diakhiri.

4. Elemen-elemen Dalam Pertunjukan Lengger

1. Gerak Tari

Seni tari menghasilkan bentuk getaran-getaran yang indah, apabila anggota tubuh seperti tangan, kaki, kepala, badan dan lain sebagainya, ditata dirangkaikan menjadi satu kesatuan gerak yang utuh dan harmonis. Bertalian dengan uraian di atas,


(18)

dibawah ini dijelaskan secara teoritis dengan unsur-unsur sikap dan gerak, serta pengorganisasian gerak, secarahirarkis guna memahami masalah bentuk penyajian tari. Tubuh sebagai instrument menghasilkan gerak dimana unsur gerak tersebut merupakan elemen dasar dari tari, dan berfungsi sebagai penunjang dalam menghasilkan motif, yaitu suatu satuan terkecil dari tari. Untuk mempermudah dalam menganalisis maka tubuh sebagai instrument dari gerak tari, dipilah menjadi empat bagian. Adapun unsur gerak yang dimaksud adalah (1.) Gerak Kepala ; (2.) Gerak Badan ; (3.) Gerak Tangan ; (4.) Gerak Tari. Seni tari sebagai bagian dari seni apabila dianalisis secara teliti akan tampak di dalamnya elemen-elemen yang sangat penting, yaitu gerak dan ritme (Sudarsono, 1999:18). Namun didalam penyajian suatu tari, tidak cukup hanya gerak dan ritme saja, masih banyak elemen-elemen yang lain yang harus dipertimbangkan, agar suatu tarian dapat menarik. Elemen-elemen tersebut antara lain: gerak, musik iringan, tata pentas, tat arias dan tata busana serta property.

Tari berdasarkan bentuk geraknya dibedakan menjadi dua, yaitu tari representasional dan non representasional. Tari representional adalah tari yang menggambarkan sesuatu dengan jelas, seperti tari tani menggambarkan seorang petani, tari nelayan menggambarkan seorang nelayan. Sedangkan tari non representasional yaitu tari yang menggambarkan sesuatu secara simbolis seperti Tari Topeng, Tari Srimpi dan lain sebagainya.

Di dalam tari tradisional Jawa khususnya tari istana untuk menilai keindahan tari diantaranya meliputi wiraga, wirama, dan wirasa (Jazuli 1994 : 114). Nilai-nilai keindahan yang ada dalam tari, dapat dilihat dari unsur utama tari, serta unsure pendukungnya yaitu wiraga, wirama dan wirasa. Pada dasarnya wiraga erat


(19)

hubungannya dengan cara menilai bentuk fisik tari terutama segi geraknya. Ketrampilan gerak penari diukur dengan kesatuan yang telah ditetapkan (Jazuli, 1994 : 119), misalnya bagaimana sikap dan geraknya, apakah penari melakukan gerak secara runtut, berkesinambungan dan sebagainya. Hakekat tari adalah gerak sikap adalah gerak sesaat. Esensi dan makna gerak itu jiwa dunia tari dan manusianya (Wardhana dalam Sedyawati, 1984 :32-33).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa substansi atau bahan baku dari tari adalah gerak, dalam hal ini yang dimaksud gerak, adalah gerak-gerak yang telah mengalami perubahan dari gerak alami dan untuk mentransformasikan perbendaharaan geraknya ke dalam imajinasi visual yang bermakna, penciptaan tari dihadapkan pada tiga elemen gerak yakni : tenaga, ruang, dan waktu. Perbendaharaan meliputi yang lemah/halus/ringan, yang sedang serta yang kuat atau keras. Dengan menggunakan tenaga yang terus menerus akan menghasilkan kontrasnya suatu gerak, kekontrasan suatu gerak akan membangkitkan suatu kesan yang mendalam (Suedi, 1986 : 2).

Unsur waktu dalam tari ada dua bagian yang mendominir yaitu ritme atau irama, gerak dan tempo gerak. Yang dimaksud dengan ritme atau irama gerak adalah elemen atau detail-detail waktu, dari awal gerak,sampai berhentinya gerak. contohnya kengser , yaitu kaki bergeser dari arah kiri ke kanan atau sebaliknya.

Semua kegiatan wirasa dan penerapannya harus selalu mengingat arti, maksud dan tujuan tarinya. Untuk mencapai hal tersebut sangat diperlukan penghayatan karakter peran yang dibawakan, gerak yang dilakukan dan ekspresi yang ditampilkan.


(20)

Penghayatan berarti melibatkan aspek olah rasa dalam hal ini peranan rasa harus dapat disatukan dengan wiraga dan wirama, sehingga terwujud keharmonisan dalam penyajian tari yang berkualitas (Jazuli, 1994 : 120).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wirasa adalah penghayatan terhadap gerak dalam menari, dan penghayatan terhadap irama yang mengiringi tari tersebut. Secara keseluruhan unsure utama dalam tari dapat disimpulkan bahwa wiraga adalah keserasian gerakan seluruh tubuh yang didukung wirama, wirama adalah unsur ritme yang menjadikan terpadunya antara gamelan dan gerakan. Penjiwaan antara wiraga dan wirama disebut wirasa.

2. Iringan

Suatu pertunjukan lebih hidup apabila didukung dengan adanya iringan. Iringan merupakan elemen dalam pertunjukan tari, berupa music atau bunyi-bunyian yang mengandung irama atau ritme. Untuk menunjukkan ritme ialah dengan melihat detail-detail dari gerakan kaki tersebut. Tempo digunakan untuk mengukur sejumlah waktu dalam menyesuaikan gerakan, misalnya panjang dan pendeknya suatu gerakan atau cepat lambatnya gerak tersebut (Suendi, 1986 : 4).

Berikut ini adalah gamelan yang biasa dipakai dalam pertunjukan-pertunjukan kesenian yang ada di Jawa, tidak terkecuali dalam pertunjukan kesenian lengger. Gamelan inilah yang sering dipakai untuk pertunjukan kesenian lengger.


(21)

Gambar gamelan yang dipakai dalam pertunjukan lengger

Dari gambar diatas terlihat macam-macam alat musik gamelan. Antara lain yaitu gong, kendang, demung, saron, bonang barung, bonang penerus, kenong, dan lain-lain.

Mugiyanto (1983 : 33) mengatakan bahwa wirama adalah pemahaman terhadap gendhing dalam arti luas artinya penari mengerti tentang jenis, nama dan watak gendhing dalam kaitannya dengan tari sehingga penari dapat mengekspresikan gerak dan jiwanya sesuai dengan gendhingnya. Diharapkan agar penari dapat menguasai keadaan bagaimanapun yang berkaitan dengan tari.

3. Tata Rias

Elemen ketiga dari pertunjukan adalah tata arias. Tata rias dilakukan terhadap penari untuk mengubah, melengkapi, atau membentuk suatu penampilan dengan segala sesuatu yang dipakai mulai rambut sampai ujung kaki (Lestari 1993 : 3). Tata rias meliputi rias wajah, rias rambut, dan rias pakaian atau busana. Tata rias baik


(22)

wajah, rambut, pakaian atau busana dilakukan dengan membentuk wajah, rambut dan penampilan dengan menggunakan pakaian sebagaimana karakter tari.

Gambar penari lengger yang sedang menari lengkap dengan menggunakan tata riasnya.

Penggunaan kostum atau busana dalam tari sangat diperlukan karena kostum tari mengandung berbagai elemen yang mendukung keberhasilan suatu bangsa atau daerah tertentu. Kostum pada tari juga berpengaruh terhadap penari secara langsung oleh karena itu variasi yang digunakan pada kostum harus disesuaikan dengan tema, makna atau isi suatu karya seni tari.

Kostum kesenian tradisional memang harus dipertahankan. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang kurang menguntungkan dari segi pertunjukan, dapat


(23)

dihilangkan sehingga enak dipakai dan sedap dilihat penonton. Pada kostum tarian tradisional yang harus dipertahankan adalah keluhuran dan warna simbolik (Soedarsono, 1999 : 56).

4. Tata Panggung

Tata panggung atau tata pentas adalah ruang atau tempat yang digunakan untuk pentas, merupakan bagian dari arena pertunjukan yang ditata sedemikian rupa sebagai tempat bermain (Hadi, 1987 : 42). Tata panggung berkaitan dengan bagaimana penataan suatu pentas, sehingga menimbulkan kesan yang sesuai dengan tari yang sedang dipentaskan.

Gambar tata panggung pada saat pementasan kesenian lengger.

Dari gambar diatas terlihat bahwa penarilah yang menjadi pusat pertunjukan dan pengiring musik berada di samping.


(24)

Menurut Soedarsono (1999 : 58), adalah perlengkapan yang tidak termasuk busana, tidak termasuk perlengkapan panggung, tetapi merupakan perlengkapan yang ikut ditarikan penari. Misalnya kipas, pedang, tombak, selendang, sapu tangan dan sebagainya. Property juga berfungsi sebagai elemen tari untuk menghidupkan tarian dan memberikan kesan yang mendalam bagi penikmat atau penonton.

Elemen-elemen dalam struktur merupakan satu kesatuan yang saling berpengaruh. Apabila salah satu elemen mengalami perubahan maka elemen yang lain akan turut berubah sehingga kesatuan bentuk itu terjaga. Ketika salah satu elemen dalam tari berubah, maka elemen lain akan mengikuti perubahan itu sehingga tetap tercapainya keseimbangan bentuk. Dalam pola pertunjukan, misalnya ketika pola pertunjukan suatu bentuk kesenian dengan berubah waktu pementasan dari siang menjadi malam hari, maka akan diikuti elemen lain, seperti pada pencahayaan (lighting), tat arias (make up) dan tata busana (costum). Demikian pula apabila elemen-elemen gerak diubah, maka akat berakibat terjadinya perubahan pada tata iringannya. Hal tersebut disebabkan suatu karya seni merupakan satu kesatuan bentuk sehingga tiap-tiap elemen tidak mungkin berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh elemen yang lain.

Dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan struktur adalah susunan suatu karya seni yang didalamnya terdapat suatu pengorganisasian, penataan ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Bagian-bagian itu meliputi elemen-elemen atau bagian yang saling terkait dan terorganisir guna terwujudnya satu kesatuan bentuk karya seni.


(25)

C. Nilai Positif Kesenian Lengger

Kesenian lengger di Dusun Giyanti mempunyai nilai positif terhadap masyarakat di Dusun giyanti. Nilai-nilai tersebut antara lain yaitu:

1. Nilai Kerukunan

Keberadaan kesenian lengger yang ada di Dusun Giyanti merupakan sarana untuk mempersatukan masyarakat, dikarenakan kemajemukan yang berada di Dusun Giyanti sangatlah beragam. Dengan adanya kesenian lengger, para masyarakat secara bersama-sama tanpa memandang perbedaan melestarikan kebudayaan yang ada di dusun mereka.

2. Nilai Sosial

Sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi antar warga masyarakat. Sehingga akan menjadikan sebuah interaksi sosial yang baik.

3. Nilai Estetika

Sebagai sarana untuk mengekspresikan kemampuan dalam bidang kesenian tradisional yaitu kesenian lengger.

4. Nilai Budaya

Mengingatkan masyarakat dusun Giyanti untuk terus melestarikan budaya daerah serta kebudayaan dalam bidang kesenian.

5. Nilai Pendidikan atau Edukasi

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa karakter dari seorang perempuan Jawa adalah lemah lembut.


(26)

D. Fungsi Kesenian Lengger

1. Fungsi bagi pelaku

Bagi pelaku seni yaitu penari lengger di Dusun Giyanti, merupakan suatu kesenangan atau sebuah kebanggaan tersendiri karena dapat menjadi seorang lengger dan dapat menghibur masyarakat yang menyaksikan, serta mereka dapat mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang sudah ada sejak dahulu sehingga tidak hilang oleh semakin majunya peradaban. Terlebih lagi bagi pelaku seni sendiri, dengan menari lengger mereka mendapatkan uang dalam setiap pertunjukanya, hal tersebutlah yang merupakan salah satu faktor pendukung.

2. Fungsi bagi masyarakat

Masyarakatlah yang sebenarnya sangat senang apabila ada pertunjukan lengger, karena mereka merasa terhibur dengan adanya pertunjukan lengger. Mereka dapat bersama-sama keluarga menyaksikan pertunjukan lengger. Masyarakat dapat melihat hiburan berupa pertunjukan kesenian secara gratis dan mereka juga dapat menikmatinya. Bahkan ada juga yang memanfaatkanya dengan mencari rejeki yaitu berjualan di sela-sela keramaian. Sehingga dengan adanya acara seperti ini interaksi antar warga masyarakat akan lebih erat dan kerukunan di dalam masyarakat itu sendiri menjadi satu kesatuan yang terjaga dengan baik.


(1)

Gambar gamelan yang dipakai dalam pertunjukan lengger

Dari gambar diatas terlihat macam-macam alat musik gamelan. Antara lain yaitu gong, kendang, demung, saron, bonang barung, bonang penerus, kenong, dan lain-lain.

Mugiyanto (1983 : 33) mengatakan bahwa wirama adalah pemahaman terhadap gendhing dalam arti luas artinya penari mengerti tentang jenis, nama dan watak gendhing dalam kaitannya dengan tari sehingga penari dapat mengekspresikan gerak dan jiwanya sesuai dengan gendhingnya. Diharapkan agar penari dapat menguasai keadaan bagaimanapun yang berkaitan dengan tari.

3. Tata Rias

Elemen ketiga dari pertunjukan adalah tata arias. Tata rias dilakukan terhadap penari untuk mengubah, melengkapi, atau membentuk suatu penampilan dengan segala sesuatu yang dipakai mulai rambut sampai ujung kaki (Lestari 1993 : 3). Tata rias meliputi rias wajah, rias rambut, dan rias pakaian atau busana. Tata rias baik


(2)

wajah, rambut, pakaian atau busana dilakukan dengan membentuk wajah, rambut dan penampilan dengan menggunakan pakaian sebagaimana karakter tari.

Gambar penari lengger yang sedang menari lengkap dengan menggunakan tata riasnya.

Penggunaan kostum atau busana dalam tari sangat diperlukan karena kostum tari mengandung berbagai elemen yang mendukung keberhasilan suatu bangsa atau daerah tertentu. Kostum pada tari juga berpengaruh terhadap penari secara langsung oleh karena itu variasi yang digunakan pada kostum harus disesuaikan dengan tema, makna atau isi suatu karya seni tari.

Kostum kesenian tradisional memang harus dipertahankan. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang kurang menguntungkan dari segi pertunjukan, dapat


(3)

dihilangkan sehingga enak dipakai dan sedap dilihat penonton. Pada kostum tarian tradisional yang harus dipertahankan adalah keluhuran dan warna simbolik (Soedarsono, 1999 : 56).

4. Tata Panggung

Tata panggung atau tata pentas adalah ruang atau tempat yang digunakan untuk pentas, merupakan bagian dari arena pertunjukan yang ditata sedemikian rupa sebagai tempat bermain (Hadi, 1987 : 42). Tata panggung berkaitan dengan bagaimana penataan suatu pentas, sehingga menimbulkan kesan yang sesuai dengan tari yang sedang dipentaskan.

Gambar tata panggung pada saat pementasan kesenian lengger.

Dari gambar diatas terlihat bahwa penarilah yang menjadi pusat pertunjukan dan pengiring musik berada di samping.


(4)

Menurut Soedarsono (1999 : 58), adalah perlengkapan yang tidak termasuk busana, tidak termasuk perlengkapan panggung, tetapi merupakan perlengkapan yang ikut ditarikan penari. Misalnya kipas, pedang, tombak, selendang, sapu tangan dan sebagainya. Property juga berfungsi sebagai elemen tari untuk menghidupkan tarian dan memberikan kesan yang mendalam bagi penikmat atau penonton.

Elemen-elemen dalam struktur merupakan satu kesatuan yang saling berpengaruh. Apabila salah satu elemen mengalami perubahan maka elemen yang lain akan turut berubah sehingga kesatuan bentuk itu terjaga. Ketika salah satu elemen dalam tari berubah, maka elemen lain akan mengikuti perubahan itu sehingga tetap tercapainya keseimbangan bentuk. Dalam pola pertunjukan, misalnya ketika pola pertunjukan suatu bentuk kesenian dengan berubah waktu pementasan dari siang menjadi malam hari, maka akan diikuti elemen lain, seperti pada pencahayaan (lighting), tat arias (make up) dan tata busana (costum). Demikian pula apabila elemen-elemen gerak diubah, maka akat berakibat terjadinya perubahan pada tata iringannya. Hal tersebut disebabkan suatu karya seni merupakan satu kesatuan bentuk sehingga tiap-tiap elemen tidak mungkin berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh elemen yang lain.

Dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan struktur adalah susunan suatu karya seni yang didalamnya terdapat suatu pengorganisasian, penataan ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Bagian-bagian itu meliputi elemen-elemen atau bagian yang saling terkait dan terorganisir guna terwujudnya satu kesatuan bentuk karya seni.


(5)

C. Nilai Positif Kesenian Lengger

Kesenian lengger di Dusun Giyanti mempunyai nilai positif terhadap masyarakat di Dusun giyanti. Nilai-nilai tersebut antara lain yaitu:

1. Nilai Kerukunan

Keberadaan kesenian lengger yang ada di Dusun Giyanti merupakan sarana untuk mempersatukan masyarakat, dikarenakan kemajemukan yang berada di Dusun Giyanti sangatlah beragam. Dengan adanya kesenian lengger, para masyarakat secara bersama-sama tanpa memandang perbedaan melestarikan kebudayaan yang ada di dusun mereka.

2. Nilai Sosial

Sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi antar warga masyarakat. Sehingga akan menjadikan sebuah interaksi sosial yang baik.

3. Nilai Estetika

Sebagai sarana untuk mengekspresikan kemampuan dalam bidang kesenian tradisional yaitu kesenian lengger.

4. Nilai Budaya

Mengingatkan masyarakat dusun Giyanti untuk terus melestarikan budaya daerah serta kebudayaan dalam bidang kesenian.

5. Nilai Pendidikan atau Edukasi

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa karakter dari seorang perempuan Jawa adalah lemah lembut.


(6)

D. Fungsi Kesenian Lengger

1. Fungsi bagi pelaku

Bagi pelaku seni yaitu penari lengger di Dusun Giyanti, merupakan suatu kesenangan atau sebuah kebanggaan tersendiri karena dapat menjadi seorang lengger dan dapat menghibur masyarakat yang menyaksikan, serta mereka dapat mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang sudah ada sejak dahulu sehingga tidak hilang oleh semakin majunya peradaban. Terlebih lagi bagi pelaku seni sendiri, dengan menari lengger mereka mendapatkan uang dalam setiap pertunjukanya, hal tersebutlah yang merupakan salah satu faktor pendukung.

2. Fungsi bagi masyarakat

Masyarakatlah yang sebenarnya sangat senang apabila ada pertunjukan lengger, karena mereka merasa terhibur dengan adanya pertunjukan lengger. Mereka dapat bersama-sama keluarga menyaksikan pertunjukan lengger. Masyarakat dapat melihat hiburan berupa pertunjukan kesenian secara gratis dan mereka juga dapat menikmatinya. Bahkan ada juga yang memanfaatkanya dengan mencari rejeki yaitu berjualan di sela-sela keramaian. Sehingga dengan adanya acara seperti ini interaksi antar warga masyarakat akan lebih erat dan kerukunan di dalam masyarakat itu sendiri menjadi satu kesatuan yang terjaga dengan baik.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sejarah Kesenian Barongan di Desa Kunden Kecamatan Blora T1 152010012 BAB IV

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesenian Jonggan di Dusun Tempala Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Kalimantan Barat T1 152009025 BAB IV

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T1 152008008 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T1 152008008 BAB II

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T1 152008008 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Kesenian Lengger di Dusun Giyanti Desa Kadipaten Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah SD di Dabin III Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T2 942013018 BAB IV

0 0 36

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pola Asuh Orang Tua pada Anak di Keluarga Buruh Pabrik Dusun Kadipaten Kabupaten Semarang T1 BAB IV

0 0 14

FUNGSI TARI LENGGER PUNJEN DALAM UPACARA NYADRAN TENONGAN DI DUSUN GIYANTI DESA KADIPATEN KECAMATAN SELOMERTO KABUPATEN WONOSOBO - Institutional Repository ISI Surakarta

0 1 148