T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pola Asuh Orang Tua pada Anak di Keluarga Buruh Pabrik Dusun Kadipaten Kabupaten Semarang T1 BAB II

BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

2.1

Pendidikan Keluarga

2.1.1 Pengertian Pendidikan Keluarga
Keberhasilan

atau

prestasi

yang

dicapai

siswa

dalam


pendidikannya sesungguhnya tidak hanya memperhatikan mutu dari
institusi pendidikan saja, tetapi juga memperlihatkan keberhasilan
keluarga dalam memberikan anak – anak mereka persiapan yang baik
untuk pendidikan yang dijalani. Oleh karena itu keluarga menjadi institusi
terkuat yang dimiliki oleh masyarakat karena melalui keluargalah
seseorang memperoleh kemanusiaan.
Menurut Undang – undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989
tentang Sisdiknas dalam Umar Tirtaradja (2008:169) menegaskan
pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan diluar
sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan. Dalam
penjelasannya

pendidikan

keluarga

merupakan


salah

satu

upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004:2) pendidikan keluarga
adalah pendidikan yang berlangsung dalam keluarga yang dilaksanakan
oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak
dalam keluarga.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang dilakukan dalam
lingkungan keluarga, dimana anak akan belajar dari pengalaman –
pengalaman yang mereka alami dalam kehidupan sehari – hari sehingga
dapat membetuk karakter, kepribadian, kreativitas, ketrampilan dalam
upaya pendewasaan. Peran keluarga sangat dominan untuk menjadikan
anak cerdas, sehat, dan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Keluarga

5


merupakan salah satu faktor penentu utama dalam perkembangan
kepribadian anak, disamping faktor – faktor yang lain.
2.1.2 Pola Asuh Orang Tua
Syaiful Bahri Djamarah (2004:25) mengutip Dorothy Law Nolte
yang mengatakan dalam sebuah sajak yang berjudul “ Anak belajar dari
kehidupan”, yang mengatakan : jika anak dibesarkan dengan celaan, ia
belajar memaki. Jika anak dibsarkan dalam permusuhan, ia belajar
berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah
diri.jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika
anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya dir. Jika anak
dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai. Jika anak
dibesarkan dengan sebaik – baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika
anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika
anak dibesarakan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupan.
Menurut Helmawati (2014:60-70) metode pendidikan dalam
keluarga terdiri dari 7 metode, yaitu
1. Keteladanan
Keteladanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak,

karena anak untuk pertama kalinya akan melihat, mendengar, dan
bersosialisasi dengan orang tuanya. Hal ini berarti ucapan dan perbuatan
orang tua akan dicontoh anak – anaknya. Jika pendidik jujur, dapat
dipercaya, berahklak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan
yang dilarang agama, maka terbentuklah ahklak mulia pada anak.
2. Pembiasaan
Dalam ilmu psikologi kebiasaan dilakukan secara terus menerus
minimal enam bulan menandakan kebiasaan itu telah menjadi karakter
atau perilaku tetap anak. Ketika orang tua yang terbiasa mengajarkan
membaca kepada anak, maka anak akan menjadi gemar membaca.
6

3. Pembinaan
Pembinaan adalah arahan atau bimbingan yang intensif terhadap
jiwa anak sehingga akan tumbuh pemahaman yang mendalam dan
kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan bimbingan yang
diberikan. Bimbingan yang dapat diberikan diantaranya adalah:
1) Pembinaan akidah
Mengarahkan untuk selalu mengerjakan perintah Tuhan Yang
Maha Esa dan menjauhi larangan-Nya

2) Pembinaan ibadah
Dalam agama islam dengan cara mengajarkan shalat, berpuasa,
ibadah haji, zakat. Dalam agama Kristen dan katolik mengajak
berdoa bersama baik di gereja maupun tempat – tempat ziarah
lainnya. Yang bertujuan mengarahkan anak untuk dekat Tuhan
yang Maha Esa dan mencegah berbuat keji dan mungkar.
3) Pembinaan ahklak
Pembinaan dalam berperilaku, beretika atau sopan santun yang
baik seperti bersikap jujur, bertanggung jawab dan saling
menghormati.
4) Pembinaan mental bermasyarakat
Membina untuk dapat bersosial atau bermasyarakat dengan
mengajak untuk ikut gotong royong, mengerjakan tugas keluarga,
atau mengajak ke pertemuan – pertemuan warga.
5) Pembinaan perasaan dan kejiwaan
Perasaan dan kejiwaan anak yang dibina dengan baik akan
membentuk anak menjadi penyayang, berbelas kasih, adil dan
bijaksana, juga penyabar.

7


6) Pembinaan kesehatan dan jasmani
Anak dibina agar menjaga kesehatan melatih fisik agar menjadi
kuat da terhindar dari berbagai macam penyakit.
7) Pembinaan intelektual
Membimbing anak menggunakan akal sehat dan melatih akal agar
cinta pada ilmu dan menumbuhkan semangat mencari ilmu dengan
menggunakan nilai – nilai ilmiah.
8) Pembinaan etika seksual
Membimbing anak agar paham tanda – tanda saat akil balik,
memahami peran sebagai laki – laki dan perempuan secara
biologis, dan menjauhkan diri dari perbuatan zina.
4. Kisah
Metode ini memliki pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal. Kisah
teantang sejarah atau kejadian di masa lalu dapat membuat anak untuk
belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian.
5. Dialog
Dialog merupakan proses komunikasi dan interaksi yang
hendaknya tetap dipertahankan dalam sebuah keluarga, bahwa setiap orang
itu berbeda dalam bakat, minat, keinginan, kebutuhan, dan persepsi

maupun cara berpikir oleh karena itu untuk menyamakan persepsi perlu
dilakukan dialog atau komunikasi
6. Ganjaran dan hukuman
Orang tua sebagai pendidik hendaknya memberikan pemahaman
sejak dini bahwa setiap perbuatan akan ada konsekuensinya. Artinya setiap
yang diperbuat manusia akan ada akibatnya, jika berbuat baik tentu
mendapat ganjaran. Begitu sebaliknya jika berbuat kesalahan maka ia akan
mendapat hukuman.

8

7. Internalisasi
Metode internalisasi dengan memberikan saran tentang cara
mendidik anak. Ada tiga tahapan yaitu:
1) Learning to Know
Tugas pendidik ialah agar anak mengetahui suatu konsep,
kemudian dilakukakan evaluasi untuk mengetahui apakah anak
sudah mencapai tujuan.
2) Learning to Do
Memberikan demostrasi yang dilakukan pendidik maupun dengan

menggunakan media film untuk menyampikan suatu ilmu. Jika
anak dapat melakukan yang didemostrasikan maka anak telah
mencapai tujuan
3) Learning to Be
Disini anak dapat mengerti sebuah konsep dan melakukannya
menjadi kebiasaan tanpa diperintah sekalipun
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa sikap, tindakan, arahan,
ucapan, dan teladan dari orang tua terhadap anak akan mempengaruhi
bagaimana anak akan tumbuh dan berkembang serta bersosialiasi, dengan
kata lain pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa
seorang anak.
Pola asuh terdiri dari dua kata pola dan asuh. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia bahwa pola adalah model, sistem, atau cara kerja,
asuh adalah menjaga, mendidik, membimbing, membantu, melatih dan
sebagainya. Artinya pola asuh merupakan model atau cara dalam menjaga,
mendidik, membimbing, membantu, melatih dan sebagainya.
Menurut Sri Samiwasi Wiryadi (2011:737) Pola asuh merupakan
suatu cara yang dilakukan dalam merawat, menjaga, dan mendidik secara
terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggung
jawab orang tua terhadap anak.

9

Menurut Akmal Janan Abror (2009:18) pola asuh ini merupakan
sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak – anaknya, sikap ini
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain adalah cara orang tua
memberikan peraturan kepada anaknya, cara memberikan hadiah, atau
cara memberikan hukuman, cara orang tua menunjukkan otorisasnya dan
cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan
anak sehingga sehingga dengan demikian yang dimaksud pola asuh adalah
bagaimana cara mendidik orang tua, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pola asuh adalah cara yang dilakukan antara orang tua dan anak,
yang meliputi kegiatan seperti, merawat, memelihara, mendidik,
membimbing serta mendisiplinkan dalam mencapai proses kedewasaan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun keluarga buruh pabrik adalah keluarga dengan orang tua
yang memliki pekerjaan sebagai buruh atau karyawan pabrik. Maka pola
asuh orang tua keluarga buruh dapat diartikan sebagai sikap atau cara
orang tua dalam merawat, memelihara, mendidik, membimbing serta
mendisiplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan status pekerjaan sebagai buruh atau
karyawan sebuah pabrik.
Pola asuh menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) terbagi
menjadi 3, yaitu:
1. Otoriter, pola asuh otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan
yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin orang tua
2. Demokratis, pola asuh demokratis menampilkan pemimpin yang
mendorong dan membantu anggota keluarga untuk membicarakan dan
memutuskan semua kebijakan

10

3. Laissez faire, pola asuh laissez faire memberikan kebebasan penuh
bagi anggota keluarga untuk mengambil keputusan individu dengan
partisipasi orang tua yang minimal
Tentu pola asuh otoriter dengan demokratis maupun laissez faire
akan membentuk karakter yang berbeda. Pola asuh mana yang akan dipilih
tergantung dari berbagai pertimbangan tanpa mengabaikan kemungkinan
efek yang ditimbulkan dari kebijakan yang dilakukan. Yang terpenting
adalah bagaimana agar proses asuh mempengaruhi aktivitas individu atau

kelompok diarahkan untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Sementara dalam Helmawati (2014: 138-139) menguraikan macam
– macam pola asuh orang tua terhadap anak sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter, pola asuh otoriter pada umunya menggunakan pola
komunikasi satu arah. Cirinya adalah menekankan bahwa segala aturan
orang tua harus ditaati oleh anaknya. Orang tua biasanya memaksakan
pendapat atau keinginannya kepada anak dan bertindak semena- mena
tanpa dapat dikritik oleh anak.
2. Pola asuh permisif, pola asuh permisif pada umunya menggunakan
pola komunikasi satu arah karena meskipun orang tua memiliki
kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak tetapi anak
memutuskan apa yang menjadi keiingannya sendiri baik orang tua
setuju maupun tidak.
3. Pola asuh demokratis, pola asuh demokratis menggunakan komunikasi
dua arah. Kedudukan anak dengan orang tua dalam komunikasi sejajar.
Suatu keputusan diambil dan dipertimbangkan bersama untuk
keutungan bersama.

11

4. Pola asuh situasional, dalam kenyataannya setiap pola asuh tidak
diterapkan secara kaku dalam keluarga. Orang tua dapat menggunakan
satu atau dua (campuran pola asuh) dalam situasi tertentu.
Menentukan pola asuh terhadap anak perlu beberapa pertimbangan
seperti karakter anak, dan masalah yag dihadapi. Oleh karena itu pola asuh
situasional dirasa cukup baik dalam membentuk karakter anak. Artinya
ada kalanya sebagai orang tua bertindak tegas dengan pola otoriter dengan
menentukan aturan – aturan seperti jam malam, dan menggunakan pola
demokratis untuk masalah – masalah yang berkaitan dengan masa depan
anak seperti menentukan sekolah, jurusan dll. Jika anak bersikap
pemberontak orang tua tidak dapat memaksakan dengan pola otoriter
karena anak justru akan menjadi pembangkang.
Menurut Abu Ahmadi (2007:112) membagi pola asuh menjadi 3 yaitu:
1. Otoriter, perkembangan anak semata – mata ditentukan oleh orang
tuanya. Pola ini ditandai anak yang menjadi penyendiri, mengalami
kemunduran kematangan, ragu – ragu dalam bertindak, serta lambat
berinisiatif.
2. Demokrasi, perkembangan anak dalam pola demokrasi membentuk
sikap pribadi anak yang lebih bisa menyesuaikan diri, fleksibel, dapat
menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain, menerima kritik
dengan terbuka, aktif didalam kehidupannya, emosi lebih stabil,serta
mempunyai rasa tanggung jawab.
3. Liberal, disini anak bebas bertindak dan berbuat. Membentuk anak
menjadi agresif, tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, sukar
menyesuaikan diri, emosi kurang stabil, serta selalu mempunyai sifat
curiga.

12

Berdasarkan uraian tersebut, maka pola asuh orang tua dalam
penelitian ini terbagi menjadi:
1. Otoriter, Abu Ahmadi (2007:112), perkembangan anak semata – mata
ditentukan oleh orang tuanya. Pola ini ditandai anak yang menjadi
penyendiri, mengalami kemunduran kematangan, ragu – ragu dalam
bertindak, serta lambat berinisiatif.
2. Demokratis, Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) pola asuh demokratis
menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota
keluarga untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan
3. Permisif, Helmawati (2014:138) pola asuh permisif pada umunya
menggunakan pola komunikasi satu arah karena meskipun orang tua
memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak
tetapi anak memutuskan apa yang menjadi keiingannya sendiri baik
orang tua setuju maupun tidak.
4. Liberal/ Laissez faire, Syaiful Bahri Djamarah (2004:68) memberikan
kebebasan penuh bagi anggota keluarga untuk mengambil keputusan
individu dengan partisipasi orang tua yang minimal
5. Situasional, Helmawati (2014:139) dalam kenyataannya setiap pola
asuh tidak diterapkan secara kaku dalam keluarga. Orang tua dapat
menggunakan satu atau dua (campuran pola asuh) dalam situasi
tertentu.

13

2.1.3 Peran Orangtua
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Oleh
karena itu dalam mendidik anak ada beberapa peran yang harus dijalankan
orang tua menurut BKKBN antara lain :
a. Sebagai pendidik, sebagai orang tua wajib memberikan bimbingan dan
arahan kepada anak sebagai bekal dan benteng mereka untuk
menghadapi perubahan – perubahan yang terjadi.
b. Sebagai

panutan,

anak

memerlukan

model

panutan

dalam

lingkungannya dan rang tua merupakan model serta panutan bagi anak.
c. Sebagai pendamping, orang tua wajib mendampingi anak agar mereka
tidak terjerumus kedalam pergaulan yang membawanya kedalam
kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang
lain.
d. Sebagai konselor, dalam hal ini orang tua tidak dituntut untuk
menghakimi, orang tua diharapkan dapat merangkul anak untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
e. Sebagai komunikator, hubungan yang baik antara orang tua dan anak
akan

mempermudah

komunikasi

diantaranya

dan

ini

sangat

mempermudah untuk membantu membina mereka.
f. Sebagai teman/sahabat, dengan peran orang tua sebagai sahabat/teman
anak akan cenderung terbuka dalam menyampaikan masalah yang
sedang dihadapi.
Peran orang tua diatas menunjukkan betapa penting orangtua
dalam mendidik anak, kesadaran orangtua akan mempengaruhi bagaimana
anak akan berkembang dan bersosialisasi di masyarakat.

14

2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Dalam Keluarga
Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada
orang lain. di lain waktu seseorang mngeluh tidak dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain.
Menurut Syaiful Basri Djamarah (2004:62) menyatakan faktor
penghambat tersebut dibagi sebagai berikut:
1. Citra diri dan orang lain
Setip orang mempunyai gambaran tertentu mengani dirinya,
statusnya, kelebihan dan kekurangannya.
2. Suasana psikologis
Bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa
kecewa, iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologi lainnya.
Perasaan – perasaan tersebut dapat menghambat komunikais
sampai batas – batas tertentu.
3. Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan
gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi dalam keluarga tentu
berbeda dengan komunikasi dalam lingkungan sekolah tetntu juga
berbeda komunikasi dengan lingkungan masyarakat.
4. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang
sangat penting dan strategis. Seorang pemimpin, tidak hanya dapat
mempengaruhi anggota keluarga lainnya yang dipimpinnya, tetapi
juga dapat mempengaruhi kondisi dan suasana kehidupan sosial
dalam keluarga.
5. Bahasa
Pada suatu kesempatan bahasa yang digunakan orang tua ketika
berbicara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang
dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan bahasa yang

15

digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan
dengan tepat.
6. Perbedaan usia
Komunikasi dipengaruhi usia artinya setiap orang tidak dapat
berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak
bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu berbeda ketika berbicara
dengan remaja. Mereka punya dunia masing – masing yang perlu
dipahami.
2.2

Perkembangan Anak
Pola asuh orangtua merupakan kegiatan yang juga bertujuan untuk
perkembangan anak, perkembangan yang di alami anak berupa
perkembangan kognitif, perkembangan kepribadian, kognitif, konsep diri,
kognisi sosial, hubungan keluarga, persahabatan, tekanan teman sebaya,
seksualitas, masalah kesehatan serta kenakalan remaja.
Menurut Sudarwan Danim (2010:8) perkembangan didefinisikan
sebagai kemajuan kedewasaan. Kedewasaan sendiri memiliki makna yang
kompleks berkaitan dengan emosional, mental, kognitif, perkembangan
kognitif, perkembangan kepribadian, kognitif, konsep diri, kognisi sosial,
hubungan keluarga, persahabatan, tekanan teman sebaya.
Sudarwan Danim (2010:39-88) membagi perkembangan anak
berdasarkan usia sebagai berikut:
1. Perkembangan anak usia 0 – 2 Tahun
a. Perkembangan kepribadian,
Fase ini kepribadian anak mulai terbentuk menjadi modal awal
baginya ketika memasuki usia sekolah. Kepribadian itu sendiri
meliputi ciri – ciri psikologis yang stabil yang membuat setiap
manusia tumbuh secara unik seperti ciri kepribadian (karakter
jangka panjang yang sulit berubah seperti temperamen) dan
perasaan (karakter yang mudah berubah, seperti kemurungan)

16

b. Hubungan keluarga
Hubungan pertama bayi umumnya dengan anggota keluarga,
kepada siapabayi mengekspresikan berbagai emosi dan sebaliknya.
Hubungan antara anak dan orangtua terutama ketika anak berusia
anatara 6 dan 18 bulan tampaknya menentukan kualitas hubungan
anak kemudian.
c. Seksualitas
Bagi bayi seksual itu dalam arti responsive fisik, kontak fisik
antara anak dan orang tua adalah sumber kesenangan. Kontak
dengan ibu digabungkan dengan kemampuannya menggigit,
menghisap ketika menyusui tampaknya merangsak reflex yang
menyenangkan.
2. Perkembangan anak usia 2 – 6 Tahun
a. Kognitif
Usia prasekolah memberikan contoh luar biasa bagaimana anak –
anak memainkan peran aktif dalam pengembangan kognitif mereka
sendiri,

khusunya

dalam

upaya

memahami,

menjelaskan,

mengorganisasikan, memanipulasi, membangun, dan memprediksi.
Anak prasekolah kesulitan mengendalikan perhatian dan fungsi
memori, bingung dalam menampilkan diri, dangkal dengan
realitas, dan fokus pada satu aspek pengalaman pada suatu waktu.
b. Kepribadian
Masa prasekolah anak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada
orangtua mereka, dimana anak – anak pra sekolah mulai
menempuh perjalanan panjang untuk menjadi mahir berfungsi pada
dunia mereka sendiri.
c. Hubungan keluarga
Gaya kepengasuhan keluarga dan orangtua memliki dampak
tertentu pada anak, seperti halnya kepengasuhan guru kepada

17

peserta didiknya. Gaya demokratis orang tua menumbuhkan
komunikasi dan pemecahan masalah secara terbuka antara orangtua
dan anak – anak mereka. Sebaliknya orang tua yang otoriter dapat
menghasilkan anak – anak takut dan antikreatif, disamping
ketergantungan yang laten. Orang tua yang permisif dapat
mengakibatkan anak memberontak.
d. Teman dan sahabat bermaian
Anak – anak yang memiliki hubungan yang penuh kasih, stabil,
dan menerima asuhan yang baik dari orangtua dan saudara
kandung pada umumnya lebih cenderung membentuk hubungan
yang sama baiknya dengan teman – teman dan teman bermain. Di
sisi lain anak yang pengoceh atau kurang bersahabat atau
menciptakan permusuhan langsung kepada teman – teman mereka
cenderung kurang popular.
e. Seksualitas
Anak usia 3 – 6 tahun ditandai dengan tahap psikoseksual,
kaitannya dengan perbedaan fungsi alat kelamin antara laki – laki
dan perempuan.
3. Perkembangan anak usia sekolah dasar
a. Kognitif
Kemampuan berpikir secara sistematis tentang beberapa topik pada
anak – anak usia sekolah lebih mudah dari anak – anak prasekolah.
Anak – anak yang lebih tua memiliki metakognisi yang lebih
tajam, rasa dunia bain mereka sendiri. Anak – anak ini menjadi
semakin terampil dalam memecahkan masalah.
b. Konsep diri
Kompetisi dan penyesuaian sosial menandai tahap perkembangan
ini.

Anak

yang

berhasil

mengembangkan

industri

akan

membantunya membangun rasa percaya diri yang diperlukan untuk
membentuk hubungan sosial yang efektif dan abadi.
18

c. Kognisi sosial
Anak yang tumbuh dewasa, meningkatkan pengembangan dalam
kognisi sosial atau pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman
tentang kehidupan masyarakat dan aturan – aturan perilaku sosial.
Termasuk dalam kognisi sosial adalah pemahaman mengenai
asumsi – asumsi tentang sifat hubungan atau inferensi sosial,
proses sosial, dan perasaan orang lain.
d. Hubungan keluarga
Anak – anak mengalami peningkatan tanggung jawab selama masa
kecil menengah. Mayoritas anak – anak usia sekolah menghargai
dan menikmati penerimaan orangtua mereka dan menampilkan
peran yang lebih dewasa di dalam keluarga. Disiplin meski tidak
selalu identik dengan hukuman, tetap merupakan masalah di masa
kanak – kanak menengah. Di masa ini anak – anak mungkin
bertanya mengapa orangtua mereka memilih mengahabiskan waktu
yang begitu singkat dengan mereka atau menjadi kesal. Karena
tidak disambut kehadirannya setelah pulang sekolah oleh sala satu
atau kedua orang tua.
e. Persahabatan
Anak jenjang sekolah dasar teman berfungsi sebagai teman kelas,
sepetualang,

tempat

curahan

hati,

dan

sebagai

pantulan

kepribadian.
f. Tekanan teman sebaya
Anak tidak mampu menolak pengaruh rekan – rekan mereka,
terutama dalam situasi ambigu atau membingungkan, mereka
mungkin

mulai

merokok,

minum

alcohol,

mengasingkan diri dari teman – temannya.

19

mencuri,

atau

g. Seksualitas
Masa ini anak sesungguhnya masuk ke dalam kategori masa pra
remaja yang disebut sebagai masa kanak – kanak akhir yang
ditandai dengan perubahan hormon dan fisik yang terjadi dalam
tubuh mereka. Muncul kesadaran diri akan tubuh, sehingga
menghindarkan diri dari tampilan telanjang.
4. Perkembangan anak usia sekolah menengah
a. Masalah kesehatan
Masalah kesehatan remaja sering berkorelasi dengan status sosial
ekonomi yang rendah, pola makan yang buruk, dan perawatan
kesehatan tidak memadai, berani ambil kegiatan beresiko, masalah
kepribadian, dan gaya hidup. Namun demikian masa remaja ini
biasanya mereka cenderung sehat, meskipun masalah kesehatan
utama dapar saja muncul
b. Perkembangan kognitif
Tahap ini anak dapat berpikir abstrak dan deduktif. Anak pada
tahap ini juga dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan,
mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji
hipotesi, dan menarik kesimpulan atas kejadian yang mereka tidak
mengalaminya secara langsung.
c. Orientasi seksual dan seksualitas
Tahap ini anak berusaha total menemukan satu identitas, berupa
perwujudan orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual,
emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis
kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya
d. Kenakalan remaja
Kemungkinan anak usia remaja menjadi remaja nakal lebih banyak
ditentukan oleh kurangnya pengawasan orang tua dan disiplin
ketimbang status sosial ekonomi. Pemberontakan remaja dapat

20

terjadi karena ketegangan antara keinginan remaja dan desakan
orang tua.
Secara umum konsep perkembangan yang dikemukakan dalam
Sunarto dan Agung Hartono (2013:37) perkembangan adalah proses
perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi
kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Perubahan interaksi
lingkungan menuju kematangan mengarah pada gejala – gejala psikologi
yang nampak.
Perkembangan yang dimaksud ditujukan pada perkembangan
remaja dalam Sunarto dan Agung Hartono (2013:98-168) meliputi
perkembangan intelek, sosial, bahasa, serta afektif sebagai berikut:
1. Perkembangan intelek
Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak
secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasasi lingkungan
secara efektif yang di aplikasikan pada kejadian atau peristiwa yang
konkret seperti pilihan sekolah, pilihan pekerjaan, corak hidup masyarakat,
pilihan pasangan hidup.
2. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial diwujudkan dalm bentuk kelompok, baik
kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menetapkan pilihan
kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral,
sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan.
3. Perkembangan bahasa
Meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik
alat komunikasi secara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda – tanda
dan isyarat. Mampu mengusai alat komunikasi disini diartikan sebagai
upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.

21

4. Perkembangan afektif
Perkembangan afektif ditandai dengan perkembangan dalam
mengendalikan emosi disertai dengan nilai, moral dan sikap. Emosi
berkaitan dengan perasaan marah, sedih, senang, cinta kasih. Nilai – nilai
kehidupan berkaitan dengan memahami norma – norma yang berlaku.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan
yang benar dan yang salah. Moral merupakan control dalam bersikap dan
bertingkah laku sesuai nilai – nilai hidup.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut perkembangan adalah
proses perubahan dalam diri seseorang dalam pertumbuhan dan interaksi
sosial menuju kedewasaan. Perkembangan ini terwujud dalam kematangan
emosi, pikiran yang terarah, menentukan masa depan, dan penyesuaian diri
dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.
2.3

Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga
Ada beberapa pengertian keluarga, baik dengan makna yang sempit
maupun dengan makna yang lebih luas. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia Modern secara harafiah keluarga berarti sanak saudara: kaum
kerabat, orang seisi rumah, anak bini. Sedangkan dalam kamus oxford
learner’s pocket dictionary, keluarga berasal dari kata family yang berarti:
Group consisting of one or two parents and their children (kelompok yang
terdiri dari satu atau dua orang tua dan anak – anak mereka), group
consisting of one or two parents, their children, and close relations
(kelompok yag terdiri dari satu atau dua orang tua, anak – anak mereka,
dan kerabat – kerabat dekat), all the people descendend from the same
ancestor (semua keturunan dari nenek moyang yang sama).
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2004:16) keluarga adalah sebuah
institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan. Keluarga dalam
hubungan darah merupakan suatu kesatuan ikatan yang diikat oleh

22

hubungan darah antara satu sama lain. dalam dimensi sosial keluarga
adalah suatu ikatan karena adanya hubungan atau interaksi dan saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walupun diantara mereka
tidak ada hubungan darah. Dijelaskan bahwa keluarga bukan saja tentang
pertalian darah tetapi juga karena adanya interaksi yang saling
mempengaruhi antara satu dan lainnya.
Menurut Umar Tirtarahardja (2008:169) menegaskan kehidupan
keluarga merupakan tempat yang sebaik – baiknya untuk melakukan
pendidikan orang – seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan
sosial. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sempurna sifat dan
wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi
yang utuh, tidak saja bagi kanak – kanak tapi juga bagi para remaja.
Keluarga menurut Murdock dalam Philip Robinson (1986:85)
mengatakan keluarga merupakan kelompok sosial yang ditandai oleh
tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan reproduksi. Ia mencakup
orang dewasa dari dua jenis kelamin, setidak – tidaknya sepasang dari
mereka mempunyai hubungan seks yang direstui oleh masyarakat, dengan
satu anak atau lebih, anak kandung atau anak angkat, dari orang dewasa
yang hidup bersama secara seksual.
Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
Keluarga sendiri berbentuk hirarki dimulai dari orang tertua yang terdiri
suami dan istri dan dipaling bawah adalah orang yang paling muda yaitu
anak yang saling mempengaruhi, saling membutuhkan satu sama lain, jika
digambar maka akan seperti berikut:
Suami

Istri

Anak

Anak

Gambar 2.3.1 Hirarki Keluarga Inti
23

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut keluarga merupakan
institusi yang terbentuk dalam sebuah ikatan perkawinan, tinggal dalam
satu tempat tinggal yang sama, saling bekerja sama dalam ekonomi dan
bereproduksi, dan tempat untuk melakukan pendidikan sifat dalam upaya
pembentukan pribadi seseorang yang utuh.
2.3.2 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Helmawati (2014:44-48) untuk menjaga
keharmonisan baik dalam maupun luar keluarga maka orang tua harus
menjalankan fungsi keluarga yang teridiri dari: fungsi keagamaan, fungsi
cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi pembudayaan,
fungsi perlindungan, pendidikan dan sosial serta

fungsi pelestarian

lingkungan.
a. Fungsi agama, fungsi agama dilaksanakan melalui penanaman nilai –
nilai keyakinan berupa iman dan takwa. Penanaman iman dan takwa
diajarkan kepada anggota keluarga untuk selalu menjalankan perintah
Tuha Yang Maha Esa dan menjauhi larangan-Nya. Pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan metode pembiasaan dan peneladanan.
b. Fungsi biologis, fungsi pemenuhan kebutuhan agar keberlangsungan
hidupnya tetap terjaga termasuk secara fisik.
c. Fungsi ekonomi, berhubungan dengan pengaturan penghasilan yang
diperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga.
d. Fungsi kasih sayang, fungsi ini menyatakan bahwa setiap anggota
keluarga harus saling menyayangi satu sama lain.
e. Fugsi perlindungan, setiap anggota keluarga berhak mendapatkan
perlindungan dari anggota lainnya.

24

f. Fungsi pendidikan, pendidikan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk meningkatkan martabat dan peradaban manusia.
g. Fungsi sosialisasi anak, dalam keluarga anak untuk pertama kali
bersosialisasi,

anak

diajarkan

berkomunikasi,

meendengarkan,

menghargai, dan menghormati orang lain serta peduli dengan
lingkungan sekitar , tidak hanya kepada manusia juga dengan hewan
dan tumbuh – tumbuhan.
h. Fungsi rekreasi, manusia tidak hanya perlu memenuhi kebutuhan
jasmani tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan rohaninya.
2.4

Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Akmal Janan Abror pada tahun 2009 yang
berjudul Pola Asuh Orang Tua Karir Dalam Mendidik ( Studi Kasus
Keluarga Sunaryadi Komplek Tni Au Blok K No 12 Lanud Adi Sutjipto
Yogayakarta) dalam bentuk skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas

Tarbiyah

Universitas

Islam

Negeri

Sunan

Kalijaga

Yogyakarta. Objek yang diteliti adalah keluarga Sunaryadi komplek
TNI AU blok k no 12 lanud adi sutjipto Yogyakarta. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, metode pengumpulan data dilakukan
dengan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan pola asuh yang ditetapkan adalah pola
asuh

demokratis,

peraturan

yang

diterapkan

bertujuan

untuk

kepentingan anak dan tidak kaku, penghargaan diberikan sebagai sikap
menghargai yang telah dikerjakan anak, hukuman diberikan setelah
secara sadar menolak melakukan apa yang diharapkan, faktor

25

pendukung pola asuh orang tua karir dalam mendidik anak adalah
keadaan ekonomi, pengalaman, pendidikan, serta yang menjadi faktor
penghambat adalah keterbatasan waktu, kelelahan serta pemahaman
agama. Hasil yang dicapai adalah anak pertama mendapat prestasi
akademik, mandiri, pengalaman agama serta perilaku sosial yang baik.
2. Penelitian dilakukan oleh Sri Samiwasi Wiyardi pada 2011 yang
berjudul

Pola

Asuh

Orangtua

Dalam

Upaya

Pembentukan

Kemandirian Anak Down Syndrome X Kelas D1/C1 di SLB Negeri
Padang dalam bentuk ejournal . Objek yang diteliti adalah Anak Down
Syndrome X Kelas D1/C1 di SLB Negeri Padang. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data
dilakukan dengan observasi dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah pola asuh orang tua adalah demokratis,
orang tua ikut ambil bagian dalam menyusun, merencanakan,
melaksanakan program sekolah. Kendala yang ditemui adalah persaan
iba dengan keadaan anak, kurang percaya dengan kemampuan anak,
kendala dalam segi waktu pelatihan. Usaha orang tua dalam mengatasi
kendala adalah mengurangi kesibukan diluar rumah, membuat catatan
kemajuan, berdoa untuk kesembuhan.
2.5

Kerangka Berpikir
Menurut Sugiyono (2014:60) mengemukakan bahwa, kerangka
berpikir

merupakan

model

konseptual

tentang

bagaimana

teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai
berikut:

26

Pendidikan
keluarga

Pola Asuh

Pola Asuh

Orang Tua

Pengasuh

Otoriter

Demokratis

Laissez
Faire

Pola Asuh
yang baik
Gambar 2.4.1 Kerangka Berfikir
Pendidikan keluarga merupakan suatu proses pendewasaan yang
dilakukan dalam lingkungan keluarga yang dilakukan oleh orang tua
sebagai pendidik dengan cara – cara tertentu yang dapat membentuk
kepribadian atau pola tingkah laku anak.
Cara – cara orang tua dalam memberikan pendidikan keluarga
dengan memberikan peraturan kepada anaknya, cara memberikan hadiah,
atau cara memberikan hukuman, cara orang tua menunjukkan otorisasnya
dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap
keinginan anak. Dalam menekankan suatu peraturan atau kebiasaan dan
hukuman tidak mudah dilakukan oleh orang tua atau berjalan dengan
hambatan.
Hambatan – hambatan dalam pola asuh ini bila tidak diatasi dengan
baik maka proses mendidik juga tidak akan berjalan dengan baik, pesan
yang ingin ditekankan kepada anak menjadi tidak tersampaikan. Orang tua
mengetahui hambatan yang dihadapi dalam mendidik dan dapat mencari
solusi atas hambatan tersebut merupakan orang tua baik karena dapat
mendidik anak dengan bertanggung jawab .
27