POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F HASIL PERSILANGAN WILIS DAN B3570 3

(1)

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 HASIL PERSILANGAN ANTARA

WILIS DAN B3570

Oleh

RIA NUR ANISA PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) FAMILI F3 HASIL PERSILANGAN WILIS DAN B3570

Oleh

Ria Nur Anisa Putri

Pengetahuan mengenai pola segregasi karakter agronomi penting dalam

menentukan strategi pemuliaan tanaman untuk pencapaian tujuan pemuliaan. Pendugaan pewarisan karakter pada tanaman kedelai famili F3 dapat memberi

gambaran tentang sebaran frekuensi, banyaknya gen yang terlibat dalam

menampilkan suatu karakter dan pola segregasi sebagai dasar seleksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi sebaran frekuensi karakter agronomi tanaman kedelai dan pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis dan B3570.

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2012 sampai bulan Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung. Benih yang digunakan adalah benih F3Wilis x

B3570, tetua Wilis dan B3570 dengan rancangan percobaan tanpa ulangan. Peubah yang diamati adalah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman.


(3)

Ria Nur Anisa Putri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis segregasi kesesuaian distribusi normal untuk sebaran frekuensi karakter agronomi yang meliputi karakter umur berbunga, tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif menyebar normal. Sebaran frekuensi umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman tidak menyebar normal. Pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai famili F3 mengikuti nisbah 13:3 yang menunjukkan bahwa

gen pengendali terdiri atas dua gen yang bekerja secara epistasis dominan dan resesif. Pola segregasi karakter jumlah polong per tanaman mengikuti nisbah 15:1 yang menunjukkan bahwa gen pengendali terdiri atas dua gen yang bekerja secara epistasis dominan ganda. Pola segregasi karakter bobot 100 butir

mengikuti nisbah 3:1 yang menunjukkan bahwa gen pengendali terdiri atas satu gen yang bersifat dominan penuh. Pola segregasi karakter bobot biji per tanaman mengikuti nisbah 9:7 yang menunjukkan bahwa gen pengendali terdiri atas dua gen yang bekerja secara epistasis resesif ganda.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Landasan Teori ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

1.6 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai ... 10

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai ... 10

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai ... 10

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 12

2.2Varietas Unggul ... 13

2.3 KarakterKualitatif dan Kuantitatif Tanaman ... 13

2.4 Pola Pewarisan Karakter ... 14

2.5 Modifikasi Nisbah Mendel ... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Penelitian ... 19


(7)

v

3.3 Metode Penelitian... 20

3.3.1 Analisis Pola Segregasi Karakter Agronomi ... 21

3.3.2 Uji signifikasi untuk berbagai nisbah teoritis generasi F3 ... 25

3.3.3 Uji kemenjuluran grafik sebaran normal ... 27

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 27

3.4.1 Persiapan tanam kedelai ... 27

3.4.2 Pemeliharaan Tanaman ... 28

3.4.3 Pemanenan ... 29

3.4.4 Peubah yang diamati... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 31

4.2 Pembahasan ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 49

4.2 Saran ... 49

PUSTAKA ACUAN ... 50 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter umur berbunga

tanaman kedelai famili F3 Wilis x B35703 ... 2

2. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter tinggi

tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 33

3. Analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter jumlah

cabang produktif tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 34

4. Analisis segregasi kesesuaian distribusi tidak normal karakter

umur panen tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 35

5. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter umur panen

tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 36

6. Analisis segregasi kesesuaian distribusi tidak normal karakter

jumlah polong per tanaman tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 37

7. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter jumlah polong

Per tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 38

8. Analisis segregasi kesesuaian distribusi tidak normal karakter

bobot 100 butir tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 39

9. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter bobot 100 butir

tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 40

10. Analisis segregasi kesesuaian distribusi tidak normal karakter

bobot biji per tanaman tanaman kedelai famili F3 WilisxB3570 ... 41

11. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter bobot biji per

tanaman tanaman kedelai famili F3 Wilis x B3570 ... 42


(9)

Halaman

vii

13. Analisis rataan dan ragam karakter tinggi tanaman ... 62

14. Nilai Z baku karakter tinggi tanaman ... 62

15. Nilai Peluang Z (Z1-Z8) karakter tinggi tanaman ... 63

16. Analisis nilai X2-hitung kesesuaian distribusi normalkarakter tinggi tanaman kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 64

17. Analisis rataan dan ragam karakter jumlah polong ... 65

18. Nilai Z baku karakter jumlah polong ... 65

19. Nilai Peluang Z (Z1-Z8) karakter jumlah polong ... 66

20. Analisis nilai X2-hitung kesesuaian distribusi normalkarakter jumlah polong kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 67

21. Uji kemenjuluran grafik sebaran normal ... 67

22. Uji khi-kuadrat kesesuaian antara nilai pengamatan dengan nilai harapan karakter jumlah polong ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan Famili F3 Wilis x B3570 ... 22

2. Grafik kesesuaian distribusi normal karakter umur berbunga tanaman kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 33

3. Grafik kesesuaian distribusi normal karakter tinggi tanaman kedelai

populasi F3 Wilis x B3570 ... 34

4. Grafik kesesuaian distribusi normal karakter jumlah cabang produktif tanaman kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 35

5. Grafik kesesuaian nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan

karakter umur panen tanaman kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 36

6. Grafik kesesuaian nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan

karakter jumlah polong per tanaman kedelai populasi F3 WilisxB3570 ... 38

7. Grafik kesesuaian nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan

karakter bobot 100 butir tanaman kedelai populasi F3 Wilis x B3570 ... 40

8. Grafik kesesuaian nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak diolah untuk berbagai macam bahan pangan seperti tauge, susu kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka permintaan akan komoditas kedelai terus meningkat setiap tahunnya. Sebaliknya, kapasitas produksi dalam negeri belakangan ini cenderung menurun sehingga setiap tahunnya pemerintah melakukan impor kedelai (Atman, 2006). Menurut Badan Pusat Statistik (2013) , selama Januari 2013, Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 54 ribu ton senilai US$ 34 juta. Kedelai impor terbanyak berasal dari Amerika Serikat sebesar 50 ribu ton atau US$ 31 juta.

Untuk mengurangi impor kedelai yang sangat besar ini perlu usaha peningkatan produksi kedelai nasional. Peningkatan produksi baik secara kuantitas maupun kualitas dapat ditempuh melalui penggunaan varietas unggul melalui program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai seluruh usaha agar dihasilkan suatu varietas atau galur baru (Hartatik, 2007). Varietas baru yang


(12)

dihasilkan harus memiliki sifat yang lebih baik yang sesuai dengan harapan sehingga dapat diterima oleh produsen serta konsumen dan dapat memberikan nilai tambah ekonomi.

Kedelai varietas Wilis dan galur B3570 memiliki keunggulan yang berbeda. Wilis mempunyai daya hasil yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus (SSV),sedangkangalur B3570 merupakan galur harapan kedelai tahan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus, tetapi galur tersebut mempunyai daya hasil yang rendah (Barmawi, 2007). Pada

persilangan antara Wilis dan B3570 akan terjadi penggabungan sifat yang dimiliki oleh masing-masing tetua, sehingga pada generasi F3 akan diperoleh keragaman

genetik tanaman yang luas.

Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian mengenai pola segregasi pada populasi F2 hasil persilangan wilis x B3570 . Pada penelitian tersebut diperoleh

bahwa karakter pada umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir termasuk ke dalam karakter

kuantitatif. Pada sebaran frekuensi karakter umur panen dan jumlah polong per tanamantermasuk ke dalam karakter kualitatif (Hartati, 2013). Selanjutnya, pada pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan

Wilis x B3570 mengikuti nisbah 15:1. Pola segregasi tersebut menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan karakter umur panen kedelai populasi F2 terdiri

atas dua gen yang bekerja secara epistasis dominan duplikat. Pola segregasi jumlah polong per tanaman pada populasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570


(13)

3 karakter jumlah polong per tanaman kedelai populasi F2 terdiri atas dua gen yang

bekerja secara epistasis dengan efek kumulatif (Hartati, 2013).

Pengetahuan mengenai pola segregasi karakter agronomi sangat penting dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman untuk pencapaian tujuan pemuliaan itu sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh karakter-karakter agronomi dikendalikan secara genetik dan diwariskan kepada keturunannya. Dengan pendugaan pewarisan karakter pada tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x

B3570 akan dapat memberi gambaran tentang sebaran frekuensi dan banyaknya gen yang terlibat dalam menampilkan suatu karakter. Selanjutnya perlu

dilakukan penelitian mengenai pola segregasi karakter agronomi sebagai dasar seleksi dan penetapan metode pemuliaan suatu tanaman yang mungkin diterapkan dalam menangani generasi berikutnya untuk mendapatkan galur kedelai yang baik sehingga produksi dapat meningkat.

1.2Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana sebaran frekuensi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3

hasil persilangan Wilis dan B3570 ?

2. Bagaimana pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3


(14)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengestimasi sebaran frekunsi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis dan B3570.

2. Untuk mengestimasi pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis dan B3570.

1.4Landasan Teori

Menurut Rachmadi (2000) karakter tanaman yang berdasarkan morfologi dan hasil tanaman seperti tinggi tanaman, luas daun, umur tanaman, umur panen, hasil biji, hasil buah, ukuran biji, dan ukuran buah merupakan karakter agronomi suatu tanaman. Karakter agronomi adalah karakter-karakter yang memiliki peran dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil dari suatu tanaman.

Baihaki (2000) berpendapat bahwa karakter tanaman terbagi atas dua karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana, lebih mudah diwariskan, dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Menurut Allard (1995) ciri yang dapat digunakan untuk membedakan karakter kuantitatif dan karakter kualitatif adalah dengan menguji normalitas data pada karakter-karakter yang diamati. Pada karakter kuantitatif terdapat ragam kontinu


(15)

5 pada kurva sebaran frekuensi di dalam generasi bersegregasi, sedangkan pada karakter kualitatif terdapat ragam terputus pada kurva sebaran frekuensi dengan munculnya kembali ragam tetua di dalam generasi bersegregasi.

Penyerbukan sendiri akan menurunkan proporsi genotipe yang heterozigot menjadi setengahnya sehingga pada generasi F2 tanaman heterozigot akan

memiliki proporsi 50%, sedangkan 25% genotipe homozigot seperti tetua jantan dan 25% genotipe homozigot seperti tetua betina. Bila tanaman F2 dibiarkan

menyerbuk sendiri maka proporsi tanaman yang heterozigot pada generasi F3 akan

menurun menjadi 25%. Penyerbukan sendiri akan terus menurunkan proporsi genotipe heterozigot, sehingga pada generasi lanjut hampir seluruh lokusnya homozigot. Penampilan karakter–karakter kuantitatif sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Penelitian Sriwidarti (2011) menunjukkan bahwa karakter jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman pada tanaman kacang panjang merupakan karakter kuantitatif yang menyebar normal dengan satu puncak. Hal ini

menunjukkan bahwa karakter-karakter ini dikendalikan oleh banyak gen. Begitu juga dengan karakter umur berbunga, umur panen, dan tinggi tanaman yang dikendalikan oleh banyak gen dan termasuk ke dalam karakter kuantitatif. Perbedaan morfologi dan perbedaan genetik dapat terjadi karena segregasi. Tanaman yang memiliki gen heterozigot pada salah satu lokusnya akan menyebabkan fenotipe yang berbeda.


(16)

Hasil penelitian Hartati (2013) pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa pada sebaran frekuensi karakter agronomi populasi F2 yang meliputi umur berbunga,

tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir merupakan karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif tersebut dikendalikan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada sebaran frekuensi karakter umur panen dan jumlah polong per tanaman menyebar tidak normal karena karakter tanaman dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan kurang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (karakter kualitatif). Pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai populasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570

mengikuti nisbah 15:1. Pola segregasi tersebut menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan karakter umur panen kedelai populasi F2 terdiri atas dua gen yang

bekerja secara epistasis dominan duplikat. Pola segregasi jumlah polong per tanaman pada populasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 mengikuti nisbah 9:6:1

yang menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan karakter jumlah polong per tanaman kedelai populasi F2 terdiri atas dua gen yang bekerja secara epistasis

dengan efek kumulatif.

1.5Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teori terhadap perumusan masalah.

Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi kedelai baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mendapatkan varietas unggul perlu dilakukan perakitan varietas yang dilakukan melalui


(17)

7 kegiatan pemuliaan tanaman. Varietas unggul tanaman kedelai pada umumnya merupakan galur murni. Pada tanaman penyerbuk sendiri yang berlanjut dengan pembuahan sendiri secara terus menerus akan mengakibatkan populasi pada generasi berikutnya cenderung mempunyai tingkat homozigositas yang semakin besar dan heterozigotnya semakin kecil. Dalam pemuliaan tanaman, persilangan tanaman adalah proses penting karena persilangan adalah untuk menggabungkan sifat dari kedua tetuanya dan merupakan sumber untuk menimbulkan keragaman genetik pada keturunan selanjutnya. Pada tanaman menyerbuk sendiri tingkat segregasi yang tertinggi terjadi pada generasi F2 .

Pada penelitian ini dilakukan pendugaan terhadap sebaran frekuensi dan pola segregasi berbagai karakter agronomi famili F3 hasil persilangan antara Wilis dan

B3570. Genotipe Wilis mempunyai daya hasil yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil, sedangkankedelai B3570 merupakan galur harapan kedelai tahan terhadap penyakit virus kerdil.

Benih hasil persilangan antara Wilis x B3570 yang merupakan famili F3,

mempunyai tingkat segregasi 25% dan rekombinan yang luas sehingga

menyebabkan keragaman genetik yang luas untuk berbagai karakter agronomi. Persentase individu heterozigot pada generasi F3 adalah 25% dan persentase

individu homozigot pada generasi F3 adalah 75 %. Pada generasi F3 ini dapat

digunakan untuk menduga pola segregasi dan jumlah gen yang terlibat dalam mengendalikan suatu karakter. Karakter agronomi adalah karakter-karakter yang memiliki peran dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil dari suatu


(18)

tanaman. Karakter agronomi merupakan bagian dari karakter tanaman berdasarkan morfologi dan hasil tanaman.

Karakter kualitatif pada umumnya dikendalikan oleh sedikit gen sehingga sebaran tidak normal atau diskontinu dengan dua atau tiga puncak, tergantung dari

banyaknya gen yang mengendalikannya. Karakter kualitatif akan mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya. Karakter kuantitatif pada umumnya

dikendalikan oleh banyak gen sehingga sebarannya normal dengan satu puncak.

Pada penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa sebaran frekuensi karakter agronomi populasi F2 yang meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

cabang produktif, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir merupakan karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif tersebut dikendalikan oleh banyak gen dan

dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada sebaran frekuensi karakter umur panen dan jumlah polong per tanaman menyebar tidak normal karena karakter tanaman dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan kurang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai populasi F2

hasil persilangan Wilis x B3570 mengikuti nisbah 15:1. Pola segregasi tersebut menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan karakter umur panen kedelai populasi F2 terdiri atas dua gen yang bekerja secara epistasis dominan duplikat.

Pola segregasi jumlah polong per tanaman pada populasi F2 hasil persilangan

Wilis x B3570 mengikuti nisbah 9:6:1 yang menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan karakter jumlah polong per tanaman kedelai populasi F2 terdiri


(19)

9 Penelitian tentang pola segregasi pada famili F3 ini merupakan kelanjutan dari

penelitian sebelumnya tentang pola segregasi karakter agronomi kedelai pada famili F2 hasil persilangan Wilis x B3570 yang masih mengalami segregasi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian kembali terhadap kedelai generasi F3 untuk melihat pola segregasi generasi F3 inimemiliki pola

segegasi yang serupa dengan kedelai famili F2 hasil persilangan Wilis dan B3570.

1.6Hipotesis

Dari uraian yang telah dikemukakan dalam kerangka pemikiran di atas, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut

1. Bentuk sebaran karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis dan B3570 untuk karakter umur panen dan jumlah polong per tanaman tidak menyebar normal dan pada karakter agronomi yang

meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman menyebar normal.

2. Pola segregasi karakter umur panen tanaman kedelai populasi F3 hasil

persilangan Wilis x B3570 diatur oleh dua gen yang bekerja secara epistasis dominan duplikat. Pola segregasi jumlah polong per tanaman pada populasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 diatur oleh dua gen yang bekerja secara


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai

Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia, Amerika Serikat, negara– negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah khatulistiwa sampai daerah dengan garis lintang 550 LU atau 550 LS.

Menurut Acquaah (2008), sistematika tumbuhan tanaman kedelai adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merrill

2.1.2 Morfologi tanaman kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen


(21)

11 utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar–akar cabang terdapat bintil–bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan

untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning–kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing–masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun–daunnya mulai rontok (AAK, 1989).

Batang kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai ketinggian antara 30–100 cm. Batang ini beruas-ruas dan memiliki percabangan antara 3–6 cabang. Tipe pertumbuhan tanaman kedelai dibedakan atas tiga macam, yaitu tipe

determinate, semi determinate, dan indeterminate (Rukmana dan Yuniarsih,1996).

Buah kedelai atau yang disebut polong tersusun dalam rangkaian buah. Tiap polong kedelai berisi 1–4 biji. Biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Jumlah polong per tanaman tergantung dari varietas kedelai, kesuburan tanah, dan jarak tanam yang digunakan. (Rukmana dan Yuniarsih,1996).


(22)

2.1.3 Syarat tumbuh

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama

pertumbuhan tanaman. Menurut Sumarno dan Harnoto (1983) tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol atau andosol. Pertumbuhan tanaman kedelai kurang baik pada tanah pasir, dan pH tanah yang baik untuk pertumbuhan kedelai adalah 6–6,5 dan untuk Indonesia sudah dianggap baik jika pH tanah 5,5–6,0.

Kedelai dapat tumbuh subur pada ketinggian 0–900 m dpl dan curah hujan optimal 100–200 mm/bulan. Curah hujan yang tinggi pada saat pembungaan dan pengisian polong berakibat produksi yang dihasilkan rendah. Umumnya kedelai tumbuh di daerah dengan suhu berkisar antara 21–320C. Suhu di bawah 210C dan di atas 320C dapat mengurangi munculnya bunga dan terbentuknya polong

(Maesen dan Somaatmadja, 1993).

Kelembaban udara rata–rata 65%, penyinaran 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari. Kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Tanah yang cocok ditanami kedelai adalah jenis tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol dan andosol. Reaksi kemasaman tanah sekitar 5–7 (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).


(23)

13 2.2 Varietas Unggul

Menurut Sumarno (1985) usaha mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh beberapa cara:

1. Introduksi atau mendatangkan varietas atau bahan seleksi dari luar negeri. 2. Mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas

lokal, atau varietas dalam koleksi.

3. Mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi, atau teknik lain. Varietas unggul tanaman kedelai pada umumnya berupa varietas unggul galur murni yang menyerbuk sendiri yang mengakibatkan terjadinya silang dalam sehingga terjadi peningkatan jumlah individu-individu homozigot. Silang dalam menyebabkan terjadi fiksasi sifat-sifat genetik (Allard, 1995).

Persilangan pada tanaman yang menyerbuk sendiri merupakan proses penting dalam pemuliaan. Utomo (2009) menyatakan bahwa tujuan dari persilangan adalah untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua berbeda genotipenya. Perwujudan organisme yang dapat diamati secara visual maupun harus dengan cara pengukuran tertentu disebut fenotipe. Fenotipe merupakan penampilan dari genotipe tertentu pada lingkungan tertentu (Fehr, 1987)

2.3 Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Tanaman

Menurut Nasir (2001), karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing–masing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Pada karakter kuantitatif umumnya


(24)

dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis. Karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi tanaman sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman.

Ciri yang dapat digunakan untuk membedakan karakter kualitatif dan karakter kuantitatif menurut (Allard, 1995 dan Burns,1976) adalah sebagai berikut. 1. Pada karakter kualitatif terdapat ragam terputus pada kurva sebaran

frekuensi dengan munculnya kembali ragam tetua di dalam generasi

bersegregasi (F2, BC, F3), dan munculnya kembali salah satu ragam tetua bila terdapat pengaruh dominansi penuh dalam generasi F1.

2. Pada karakter kuantitatif terdapat ragam kontinu pada kurva sebaran frekuensi di dalam generasi bersegrerasi (F2, BC, F3) dengan ragam F2 ( ) yang lebih besar dari ragam F1 ( ).

2.4 Pola Pewarisan Karakter

Pada pewarisan suatu karakter, diperlukan analisis segregasi dari populasi yang bersegregasi. Dengan demikian, analisis statistik dan analisis genetik yang digunakan untuk melacak gen-gen pengendali karakter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan/asumsi : (1) tidak ada efek lingkungan, (2) tidak ada efek dominansi antaralel, (3) tidak ada efek epistasis, (4) gen memberikan efek yang sama dan bersifat aditif untuk semua lokus, (5) tidak ada pautan gen, dan (6) tetua dalam keadaan homozigositas lengkap, dan tanaman F1 dalam keadaan


(25)

15 Hukum Mendel merupakan dasar untuk mengetahui pola segregasi atau pola pewarisan sifat tetua ke keturunannya. Mekanisme pemindahan gen dari generasi ke generasi mengikuti pola yang teratur dan berulang meliputi (1) segregasi yaitu pemisahan pasangan alel ke dalam gamet-gamet yang berbeda dan diwariskan secara acak; dan (2) pemisahan dan pengelompokan secara bebas dari pasangan alel yang berbeda yang sedang bersegregasi (Gadner, 1991 yang dikutip oleh Fatrisia, 2007).

Menurut (Strickberger, 1976), pada karakter–karakter yang dikendalikan oleh gen mayor, peran ragam lingkungan relatif kecil dibandingkan dengan peranan ragam gen–gen minor. Hal ini disebabkan gen mayor umumnya tidak banyak gen dan peranan faktor lingkungan relatif kecil. Oleh karena itu, ragam fenotipe yang ditampilkan dalam populasi bersegregasi sebagian besar merupakan ragam genetik, bersifat diskontinu dan sebagai akibat adanya efek dominan.

2.5 Modifikasi Nisbah Mendel

Modifikasi nisbah Mendel secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3:1 dan modifikasi nisbah 9:3:3:1.

2.5.1 Modifikasi Nisbah 3:1

Terdapat dua macam modifikasi nisbah 3:1 yang masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F3.

1. Semi dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu alel dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot


(26)

akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan.

2. Kodominansi

Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1:2:1 pada generasi F3. Bedanya, kodominansi tidak

memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.

2.5.2 Modifikasi Nisbah 9:3:3:1

Modifikasi nisbah 9:3:3:1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya.

Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F3. Menurut Baso (2013), macam–macam epistasis

adalah sebagai berikut :

1. Epistasis resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Pada generasi F3 akan diperoleh nisbah fenotipe

9:3:4.

2. Epistasis dominan

Epistasi resesif atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri adalah peristiwa pembastaran, yaitu adanya suatu faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor


(27)

17 dominan lainnya dan sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama-sama dengan faktor penutup itu. Pada generasi F3 akan diperoleh nisbah

fenotipe 12:3:1.

3. Epistasis resesif ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Pada generasi F3 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:7.

4. Epistasis dominan ganda

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Pada generasi F3 akan diperoleh nisbah fenotipe

15:1.

5. Epistasis domian-resesif

Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan

menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Pada generasi F3 akan diperoleh nisbah fenotipe 13:3.


(28)

6. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif terjadi jika kondisi dominan (baik homozigot ataupun heterozigot) pada salah satu lokus (tapi bukan keduanya) menghasilkan fenotipe sama. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9:6:1 pada generasi F3.


(29)

19

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di

Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai yang terdiri atas benih tetua Wilis, B3570, dan benih F3 persilangan antara kultivar Wilis dan

B3570. Pada penelitian ini, telah ditanam 380 benih kedelai yang terdiri atas benih populasi F3 Wilis x B3570 sebanyak 300 benih, tetua wilis sebanyak 40

benih, dan tetua B3570 sebanyak 40 benih. Benih-benih kedelai yang digunakan merupakan benih kedelai hasil pemuliaan Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S.

Bahan lain yang digunakan adalah Furadan 3G berbahan aktif karbofuran, fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin


(30)

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor,selang air, bambu, kantung panen, plastik, golok, paranet, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menanam benih kedelai pada petak percobaan dengan ukuran 9 m x 4 m. Pada petak tersebut terdapat 15 baris tanaman, setiap baris terdapat 20 lubang tanam. Tata letak penanaman kedelai F3 hasil persilangan

kultivar Wilis x B3570 dan tetuanya dapat dilihat pada (Gambar 1). Penelitian dilakukan dengan rancangan tanpa ulangan karena benih yang digunakan adalah benih F3 yang masih bersegregasi dan masih memiliki

persentase heterozigot (25%) dan homozigot (75%) secara genetik (Baihaki, 2000). Pada penelitian iniyang ditanam merupakan benih F3 hasil persilangan

antara Wilis x B3570 yang berasal dari nomor harapan yang tertinggi yaitu berasal dari 1 tanaman dengan nomor genotipe 142. Genotipe nomor 142 ini memiliki bobot biji per tanaman yang paling tinggi yaitu sebesar 75,52 gram dan memiliki jumlah polong paling banyak yaitu sebanyak 322 polong.

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan menguji hipotesis, maka disusun metode penelitian dengan rancangan tanpa ulangan dengan analisis segregasi karakter agronomi, uji signifikasi untuk berbagai nisbah teoritis, dan uji kemenjuluran grafik sebaran normal.


(31)

21 3.3.1 Analisis segregasi karakter agronomi tanaman kedelai

Karakter agronomi setiap tanaman dari populasi F3 dikelompokkan ke dalam

fenotipe/kelas tertentu dan jumlahnya dihitung. Uji yang digunakan dalam analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter agronomi tanaman kedelai dari populasi F3 yaitu uji khi-kuadrat ( ).


(32)

U

Gambar 1. Tata letak penanaman benih famili F3 kedelai persilangan kultivar Wilis x B3570

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 14 16 17 18 19 20

40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

80 79 78 77 76 75 74 73 72 71 70 69 68 67 66 65 64 63 62 61

81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

120 119 118 117 116 115 114 113 112 111 110 109 108 107 106 105 104 103 102 101

121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140

160 159 158 157 156 155 154 153 152 151 150 149 148 147 146 145 144 143 142 141

161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180

200 199 198 197 196 195 194 193 192 191 190 189 188 187 186 185 184 183 182 181

201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220

240 239 238 237 236 235 234 233 232 231 230 229 228 227 226 225 224 223 222 221

241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260

280 279 278 277 276 275 274 273 272 271 270 269 268 267 266 265 264 263 262 261

281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300


(33)

23 Uji khi-kuadrat digunakan untuk menguji kesesuaian antara nilai pengamatan dan nilai harapan (Gomez dan Gomez, 1984) yang dinyatakan sebagai berikut.

1. Banyaknya data pengamatan (n) dinyatakan ke dalam tabel frekuensi. Kemudian ditentukan wilayah data sebagai perbedaan antara pengamatan terbesar dan terkecil, dan wilayah tersebut dibagi ke dalam kelas (p). Pembagian kelas yang terdapat nilai frekuensinya nol maka harus merubah jumlah kelasnya dengan memperkecil atau mengurangi jumlah kelas. Untuk setiap kelas, ditentukan nilai kelas (titik tengah wilayah kelas) dengan membuat rata-rata dari nilai batas terendah dan tertinggi.

2. Dari tabel frekuensi yang telah dibuat, dihitung rataan (X ) dan ragam (s2) sebagai berikut: p i i p i i i f X f X 1 1 p i p i i p i i i i i p i i f X f X f f

s

1 1 2 1 2 1 2 1 1

Keterangan : Xi = nilai kelas ke-i

fi = frekuensi kelas ke-i

p = banyaknya kelas

3. Frekuensi harapan dari setiap kelas dihitung berdasarkan hipotesis sebaran peluangnya.

a. Untuk setiap kelas, dihitung nilai Z baku, satu untuk batas terendah (Zl) dan lainnya batas tertinggi (Zh)


(34)

s X L

Z l

l dan

s X L

Z h

h

Keterangan : Li = batas kelas terendah;

Lh = batas kelas tertinggi

b. Peluang setiap selang kelas ditentukan berdasarkan hipotesis sebaran peluang sebagai berikut:

h

l

X

Z

Z

P

P

h

l

X

Z

Z

P

P

menunjukkan peluang bahwa X berada di antara Zl dan Zh

c. Frekuensi harapan untuk kelas ke-i (Fi) dihitung sebagai hasil kali peluang kelas ke-i (Pi) yang ditentukan pada langkah sebelumnya dan banyaknya pengamatan (n):

F

i

(

n

)(

P

i

)

4. Rumus x2-hitung sebagai berikut:

i p i i i F F f x 1 2 2

Keterangan : fi = frekuensi pengamatan

Fi = frekuensi harapan bagi kelas ke-i

5. Nilai hitung x2 dibandingkan dengan nilai tabelx2 dengan derajat kebebasan (p-3), dan hipotesis sebaran peluang ditolak apabila


(35)

25 Hipotesis pertama (H0) menduga bahwa uji kesesuaian distribusi normal

karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570

berdistribusi normal sesuai dengan nisbah mendel atau modifikasinya.

3.3.2 Uji signifikasi untuk berbagai nisbah teoretis generasi F3

Kesesuaian pola segregasi dari masing-masing karakter dengan tipe segregasi yang diharapkan diuji dengan 2 untuk goodness of fit.

a. Dua kelas

b. Lebih dari dua kelas

Keterangan:

Oj = nilai pengamatan dalam kelas ke-j

Ej = nilai harapan dalam kelas ke-j

j = 1, 2, 3, … c

Jumlah gen yang mengendalikan karakter yang memiliki nisbah kesesuaian antara nilai pengamatan dan harapan, dianggap sebagai jumlah gen yang mengendalikan karakter yang diamati.


(36)

Misalkan gen pengendali bersifat sederhana, maka populasi F3 akan dicocokkan

terhadap beberapa nisbah, tergantung dari bentuk grafik yang diperoleh (Snyder dan David, 1957 dikutip oleh Barmawi, 1998), sebagai berikut:

1. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan dua puncak, kemungkinan

nisbah yang terjadi adalah 3:1 (satu gen dominan penuh), 9:7 (dua gen

epistastis resesif duplikat), 13:3 (dua gen epistasis dominan resesif), atau 15:1 (dua gen dominan duplikat).

2. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan tiga puncak, kemungkinan

nisbah yang terjadi adalah 1:2:1 (satu gen dominan tidak sempurna), 9:3:4 (dua gen epistasis resesif), 9:6:1 (dua gen duplikat dengan efek kumulatif) dan 12:3:1 (dua gen epistasis dominan).

3. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan lebih dari tiga puncak,

kemungkinan nisbah yang terjadi adalah 9:3:3:1 (dua gen dominan penuh) atau 6:3:3:4 (satu pasang gen dominan sempurna dan satu pasang gen

dominan sebagian) apabila salah satu pasang gen homozigos resesif, pasangan gen yang satu akan epistasis terhadap gen lainnya, sedangkan bila kedua gen homozigos resesif, pasangan gen yang kedua epistasis terhadap pasangan gen yang pertama.

4. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan satu puncak dan

distribusinya menyebar normal, karena itu karakter ditelaah dikendalikan oleh banyak gen. Uji normalitas mengguanakan uji Khi-kuadrat (Gomez dan Gomez, 1984).

Hipotesis pertama (H0) menduga bahwa uji kesesuaian distribusi normal karakter


(37)

27 berdistribusi normal; dengan demikian H0 diterima bila X2hitung<X2tabel.

Sebalikknya, H0 ditolak jika X2hitung>X2tabel.

3.3.3.Uji kemenjuluran grafik sebaran normal

Sebaran frekuensi karakter yang berdistribusi normal dilakukan uji kemenjuluran untuk mengetahui bahwa sebaran frekuensi tersebut benar berdistribusi normal. Sebaran frekuensi karakter dikatakan normal apabila nilai SK terletak antara -3 dan +3 (Walpole, 1997). Rumus hitung SK sebagai berikut:

Keterangan : SK= simpangan kemenjuluran; = nilai tengah;

= median;

= simpangan baku.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Persiapan Tanam Kedelai

Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam ± 20-30 cm sampai tanah menjadi remah/gembur kemudian diratakan. Percobaan

menggunakan tata letak tanpa ulangan. Lahan penelitian/petak percobaan dibuat dengan ukuran 9 m x 4 m. Pada petak percobaan tersebut terdapat 15 baris tanaman dengan 20 lubang tanam pada setiap barisnya.


(38)

Penanaman benih kedelai dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman 3–5 cm dan setiap lubang tanam berisi 1 butir benih. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 60 cm x 20 cm. Pada lubang tanam dimasukkan Furadan 3G berbahan aktif karbofuran dengan dosis 1 g tanaman -1 agar benih yang ditanam tidak rusak oleh serangga atau hewan lain. Pada penelitian ini, telah ditanam 380 benih kedelai yang terdiri atas benih populasi F3 Wilis x B3570 sebanyak 300

benih, tetua wilis sebanyak 40 benih, dan tetua B3570 sebanyak 40 benih. Jumlah benih populasi F3 didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

n = -2,3 log F (T-½) = -2,3 log (0,01) (64-½) = 4,6 (63,5)

= 292 →300 benih (Baihaki, 2000)

3.4.2 Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit, memperbaiki patok dan paranet yang rusak dan mengganti label yang rusak. Penyiraman dilakukan setiap hari secara rutin jika tidak turun hujan, sedangkan penyiangan gulma dilakukan setiap 1 minggu secara mekanis dengan menggunakan koret. Kegiatan pemupukan menggunakan pupuk organik, Urea, KCl dan SP36. Pemupukan dengan Urea dilakukan 2 kali yaitu 2 minggu setelah tanam serta menuju pembungaan dan menuju pengisian polong. Pupuk KCl dan SP36 diberikan 1 kali yaitu 2 minggu setelah tanam. Pemupukan dengan pupuk organik dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam ± 10 g lubang tanam -1.


(39)

29 Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan

fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif Delhtametrin. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan setiap minggu untuk

melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemasangan patok dilakukan setelah benih ditanam dan pemasangan label pada tiap tanaman dilakukan setelah benih kedelai tumbuh menjadi tanaman normal.

3.4.3 Pemanenan

Panen dilakukan dengan mencabut tanaman dan dikumpulkan berdasarkan populasinya kemudian tanaman dijemur lalu dipisahkan dari polongnya. Setelah

itu, kedelai dimasukkan ke dalam kantung/amplop yang berbeda untuk setiap

tanaman dan menuliskan label pada katung panen yang berisi nomor tanaman, dan tanggal panen.

3.4.4 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. tinggi tanaman (cm)

tinggi tanaman diukur setelah tanaman di cabut (dipanen). 2. umur tanaman berbunga pertama kali (hari)

umur tanaman berbunga dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga untuk yang pertama kali.


(40)

3. umur panen (hari)

umur panen dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman siap panen.

4. jumlah cabang produktif (buah)

jumlah cabang produktif dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong.

5. jumlah polong per tanaman (buah)

jumlah polong per tanaman dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman.

6. bobot 100 biji (gram)

dihitung berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering yang konstan dan diambil secara acak.

7. bobot biji per tanaman (gram)


(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman, umur berbunga, dan jumlah cabang produktif menyebar normal, sedangkan sebaran frekuensi karakter umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman tidak menyebar normal.

2. Estimasi jumlah gen pengendali karakter umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman dikendalikan oleh sedikit gen dengan nisbah yang masing–masing karakter memenuhi kriteria

berturut–turut 13:3, 15:1, 3:1 dan 9:7.

5.2 Saran

Perlu ditanam kembali benih kedelai hasil persilangan Wilis x B3570 sehingga seleksi karakter agronomi populasi tersebut dapat dilakukan pada generasi lanjut mulai pada generasi ke-5 atau ke-6 dan perlu dilakukan uji daya hasil untuk hasil benih seleksi.


(42)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.

Abdulah Bin Arif, S. Sujiprihati, dan M. Syukur. 2011. Pewarisan sifat beberapa karakter kualitatif pada tiga kelompok cabai. Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.

Allard, R.W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Son. Inc. New York-London. 485 pp.

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. 15 (1): 4-30. Alif, M. D. 2008. Pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif

pada cabai (Capsicum annuum L). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Andrianto, T. T dan N. Indarto. 2004. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani Kedelai. Penerbit Absolut. Yogyakarta.

Atman, 2006. Budidaya kedelai di lahan sawah sumatra barat. Jurnal Ilmiah Tambua. V(3) : 288-296.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. 120 hlm.

Barmawi, M. 1998. Hubungan antara ketahanan tanaman kedelai terhadap lalat kacang dengan aktifitas peroksidase dan penentuan pola pewarisannya.

Disertasi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. 118 hlm.


(43)

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang2521. J. Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. 48(1) : 48─52.

Baso, Ismail. 2013. Dasar–Dasar Pewarisan Mendel.

http://www.scribd.com/doc/102654226/Dasar-Dasar-Pewarisan-Mendel. [11 November 2013].

Burns, G. W. 1976. The Science of Genetics: An Introduction to Heredity. 3rd edition. Macmillan Publ. Co. New York. 564 pp.

Fatrisia, M. 2007. Pola segregasi sifat ketahanan tiga famili F2:3 kedelai hasil

persilangan Wilis dan MLG2521 terhadap Cowpea Mild Mottle Virus dan keragaman genotipenya. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 9 hlm.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development Volume I. MacMillan Publishing Company. New York. 740 pp.

Gomez, A. K., dan A. A. Gomez. 1984. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Hartati, S. , M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan wilis x B3570. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1) : 8–13. Hartatik, S. 2007. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jember: University Press.

Jember.

Maesen, V, S dan Somaatmadja. 1993. Kacang – kacangan. Di dalam: Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Prosea. Jakarta: Gramedia. 43–50. Musalamah dan Suyamto. 2006. Studi pola pewarisan karakter bentuk daun

tanaman kedelai (Glycine max L.). Jurnal Inovasi teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan & kecukupan energi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Nasir, M. 2001. Keragaman genetik tanaman, dalam Pengantar Pemuliaan Tanaman. Makmur, A (ed.) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Nugroho, P. W., M. Barmawi., dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 1 (1) : 38─44.


(44)

Freeman and Company. New York. 452 pp.

Poelhman, M.J. 1979. Breeding Field Crops. 2nd. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut 486 pp.

Rao, P. V. R., G. Anuradha, A. Srividhya, V. L. N. Reddy, V. G. Shankar, K. Prasuna, K. Raja Reddy, N. P. Eswara Reddy and E. A. Siddiq. 2012.

Genetic of important agro-biotanic traits in sesame. SABRAO J. Breed Genet. (44) (2):292-301.

Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai: Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius. Jakarta. 92 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjadjaran. Bandung. 116 hlm.

Sa’diyah, N., S. Ardiansyah, dan M. Barmawi. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Wilis dan Malang 2521. Prossiding. SEMIRATA MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Lampung.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19(3):255-263.

Sriwidarti. 2011. Pola pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif kacang panjang (Vigna sinensis var. Sesquipedalis L.) keturunan testa Coklat x Hitam. Tesis. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 1-25 hlm. Stansfield W. dan Susan Elrod. 2006. Genetika. Edisi ke empat. Erlangga. Jakarta.

328 hlm.

Strickberger, M. W. 1976. Genetic . 2nd. Macmillan Publ. co. New York. 914 pp. Suhendra, Z. 2013. Tak mau Impor lagi, Kementrian Janjikan Tambahan 400

Ribu Ha Lahan Kedelai. http://finance.detik.com/read/2013/03/06/ 173135/2187667/4/. [21 Mei 2013].

Sumarno. 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 263-294 hlm.

Sumarno, D. dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Bull. Tekn. No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 53 hlm.


(45)

Sumarno, D.M. Arsyad, A. Dimyati, Rodiah, O. Sutrisno, dan Dahro. tanpa tahun.

Pembentukkan varietas unggul kedelai Wilis. Bul. Agr. XV(3) : 21–31. Thomson, J Michael, Jeremy D. Edwards, Endang M. Septiningsih, Sandra E.

Harrington and Susan R. McCouch. 2006. Substitution Mapping of dth1.1, a Flowering-Time Quantitative Trait Locus (QTL) Associated With Transgressive Variation in Rice, Reveals Multiple Sub-QTL.

Genetics. 172:2501–2414.

Utomo, S. D. 2009. Inovasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman dan Pertanian. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Pemuliaan Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 53 hlm.

Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. Edisi ke tiga. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 510 hlm.


(1)

30 3. umur panen (hari)

umur panen dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman siap panen.

4. jumlah cabang produktif (buah)

jumlah cabang produktif dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong.

5. jumlah polong per tanaman (buah)

jumlah polong per tanaman dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman.

6. bobot 100 biji (gram)

dihitung berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering yang konstan dan diambil secara acak.

7. bobot biji per tanaman (gram)


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman, umur berbunga, dan jumlah cabang produktif menyebar normal, sedangkan sebaran frekuensi karakter umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman tidak menyebar normal.

2. Estimasi jumlah gen pengendali karakter umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman dikendalikan oleh sedikit gen dengan nisbah yang masing–masing karakter memenuhi kriteria

berturut–turut 13:3, 15:1, 3:1 dan 9:7.

5.2 Saran

Perlu ditanam kembali benih kedelai hasil persilangan Wilis x B3570 sehingga seleksi karakter agronomi populasi tersebut dapat dilakukan pada generasi lanjut mulai pada generasi ke-5 atau ke-6 dan perlu dilakukan uji daya hasil untuk hasil benih seleksi.


(3)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 1989. Kedelai. Kanisius: Yogyakarta. 84 hlm.

Abdulah Bin Arif, S. Sujiprihati, dan M. Syukur. 2011. Pewarisan sifat beberapa karakter kualitatif pada tiga kelompok cabai. Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Acquaah, G. 2008. Principles of Genetics and Plant Breeding. Blackwell Publishing : USA. 569 pp.

Allard, R.W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Son. Inc. New York-London. 485 pp.

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. 15 (1): 4-30. Alif, M. D. 2008. Pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif

pada cabai (Capsicum annuum L). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Andrianto, T. T dan N. Indarto. 2004. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani Kedelai. Penerbit Absolut. Yogyakarta.

Atman, 2006. Budidaya kedelai di lahan sawah sumatra barat. Jurnal Ilmiah Tambua. V(3) : 288-296.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. 120 hlm.

Barmawi, M. 1998. Hubungan antara ketahanan tanaman kedelai terhadap lalat kacang dengan aktifitas peroksidase dan penentuan pola pewarisannya.

Disertasi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. 118 hlm.


(4)

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang2521. J. Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. 48(1) : 48─52.

Baso, Ismail. 2013. Dasar–Dasar Pewarisan Mendel.

http://www.scribd.com/doc/102654226/Dasar-Dasar-Pewarisan-Mendel. [11 November 2013].

Burns, G. W. 1976. The Science of Genetics: An Introduction to Heredity. 3rd edition. Macmillan Publ. Co. New York. 564 pp.

Fatrisia, M. 2007. Pola segregasi sifat ketahanan tiga famili F2:3 kedelai hasil

persilangan Wilis dan MLG2521 terhadap Cowpea Mild Mottle Virus dan keragaman genotipenya. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 9 hlm.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development Volume I. MacMillan Publishing Company. New York. 740 pp.

Gomez, A. K., dan A. A. Gomez. 1984. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Hartati, S. , M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan wilis x B3570. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1) : 8–13. Hartatik, S. 2007. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jember: University Press.

Jember.

Maesen, V, S dan Somaatmadja. 1993. Kacang – kacangan. Di dalam: Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Prosea. Jakarta: Gramedia. 43–50. Musalamah dan Suyamto. 2006. Studi pola pewarisan karakter bentuk daun

tanaman kedelai (Glycine max L.). Jurnal Inovasi teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan & kecukupan energi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Nasir, M. 2001. Keragaman genetik tanaman, dalam Pengantar Pemuliaan Tanaman. Makmur, A (ed.) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Nugroho, P. W., M. Barmawi., dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika.


(5)

Pierce, B. A. 2010. Genetic Essentials : Concepts and Connections. W. H. Freeman and Company. New York. 452 pp.

Poelhman, M.J. 1979. Breeding Field Crops. 2nd. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut 486 pp.

Rao, P. V. R., G. Anuradha, A. Srividhya, V. L. N. Reddy, V. G. Shankar, K. Prasuna, K. Raja Reddy, N. P. Eswara Reddy and E. A. Siddiq. 2012.

Genetic of important agro-biotanic traits in sesame. SABRAO J. Breed Genet. (44) (2):292-301.

Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai: Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius. Jakarta. 92 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjadjaran. Bandung. 116 hlm.

Sa’diyah, N., S. Ardiansyah, dan M. Barmawi. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Wilis dan Malang 2521. Prossiding. SEMIRATA MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Lampung.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19(3):255-263.

Sriwidarti. 2011. Pola pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif kacang panjang (Vigna sinensis var. Sesquipedalis L.) keturunan testa Coklat x Hitam. Tesis. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 1-25 hlm. Stansfield W. dan Susan Elrod. 2006. Genetika. Edisi ke empat. Erlangga. Jakarta.

328 hlm.

Strickberger, M. W. 1976. Genetic . 2nd. Macmillan Publ. co. New York. 914 pp. Suhendra, Z. 2013. Tak mau Impor lagi, Kementrian Janjikan Tambahan 400

Ribu Ha Lahan Kedelai. http://finance.detik.com/read/2013/03/06/ 173135/2187667/4/. [21 Mei 2013].

Sumarno. 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 263-294 hlm.

Sumarno, D. dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Bull. Tekn. No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 53 hlm.


(6)

Sumarno, D.M. Arsyad, A. Dimyati, Rodiah, O. Sutrisno, dan Dahro. tanpa tahun.

Pembentukkan varietas unggul kedelai Wilis. Bul. Agr. XV(3) : 21–31. Thomson, J Michael, Jeremy D. Edwards, Endang M. Septiningsih, Sandra E.

Harrington and Susan R. McCouch. 2006. Substitution Mapping of dth1.1, a Flowering-Time Quantitative Trait Locus (QTL) Associated With Transgressive Variation in Rice, Reveals Multiple Sub-QTL.

Genetics. 172:2501–2414.

Utomo, S. D. 2009. Inovasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman dan Pertanian. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Pemuliaan Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 53 hlm.

Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. Edisi ke tiga. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 510 hlm.