POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F HASIL PERSILANGAN WILIS X MLG 2521 3

(1)

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 HASIL PERSILANGAN

WILIS X MLG 2521

Oleh

TISA WULANDARI . AS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merril) GENERASI F3 HASIL PERSILANGAN

WILIS X MLG 2521

Oleh

TISA WULANDARI . AS

Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan di Indonesia. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, peningkatan produksi tanaman kedelai perlu terus diupayakan, salah satunya melalui program pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi bentuk sebaran karakter agronomi tanaman kedelai dan pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Februari 2013 dengan

rancangan percobaan tanpa ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal dan untuk menguji nisbah Mendel. Karakter yang diamati adalah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman,


(3)

biji per tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter tinggi

tanaman, jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 menyebar normal, sedangkan untuk

karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 biji tidak menyebar normal. Karakter umur berbunga menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 13 : 3 dan ini termasuk kedalam aksi gen epistasis dominan resesif, umur panen dan bobot 100 biji menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 15 : 1 yang bersifat epistasis dominan duplikat, dan jumlah cabang produktif

menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 9 : 7 yang bersifat epistasis resesif duplikat.

Kata Kunci : Kedelai, generasi F3, nisbah Mendel, pola segregasi


(4)

(5)

(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang dan Masalah. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 4

1.3Landasan Teori. ... 5

1.4Kerangka Pemikiran. ... 6

1.5Hipotesis. ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Sistematika Tanaman Kedelai. ... 9

2.2Morfologi Tanaman Kedelai. ... 11

2.2.1 Akar. ... 11

2.2.2 Batang dan Cabang. ... 11

2.2.3 Daun. ... 12

2.2.4 Bunga. ... 12

2.2.5 Polong dan Biji. ... 13

2.2.6 Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen. ... 14

2.3Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. ... 14

2.3.1 Tanah. ... 14

2.3.2 Iklim. ... 15

2.4Kandungan dan Manfaat Tanaman Kedelai. ... 16

2.4.1 Kandungan Kedela.i ... 16

2.4.2 Manfaat Kedelai. ... 16

2.5Varietas Kedelai. ... 17


(7)

iv

2.8.1 Modifikasi Nisbah 3 : 1. ... 21

2.8.2 Kodominansi. ... 21

2.8.3 Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1. ... 21

III BAHAN DAN METODE 3.1Tempat dan Waktu Pelaksanaan. ... 24

3.2Bahan dan Alat. ... 24

3.3Metode Penelitian. ... 25

3.3.1 Analisis Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai. 25

3.3.2 Uji Signifikasi untuk Berbagai Nisbah Teoritis Generasi F3. 27

3.3.3 Uji Kemenjuluran Grafik Sebaran Normal. ... 28

3.4Pelaksanaan Penelitian. ... 29

3.4.1 Penentuan Jumlah Populasi. ... 29

3.4.2 Persiapan Tanam. ... 30

3.4.3 Pemeliharaan. ... 30

3.4.4 Pemanenan. ... 31

3.4.5 Pengamatan. ... 31

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian. ... 33

4.2Pembahasan. ... 43

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan. ... 46

5.2Saran. ... 46

PUSTAKA ACUAN. ... 47 LAMPIRAN Tabel 13-19. ... 51-63


(8)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

tinggi tanaman, generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. .. 33 2. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

jumlah polong per tanaman, generasi F3 hasil persilangan

Wilis x Mlg 2521. ... 34 3. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

bobot biji per tanaman, generasi F3 hasil persilangan

Wilis x Mlg 2521. ... 34 4. Nilai uji simpangan kemenjuluran grafik sebaran normal karakter

agronomi tanaman kedelai populasi F3 Wilis x Mlg 2521. ... 36 5. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

umur berbunga, generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. .. 37 6. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

umur panen, generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. ... 37 7. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

jumlah cabang produktif, generasi F3 hasil persilangan

Wilis x Mlg 2521. ... 38 8. Uji khi-kuadrat untuk kesesuaian distribusi normal karakter

bobot 100 biji, generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. ... 38 9. Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter umur berbunga,

generasi F3 Wilis x Mlg 2521. ... 41 10.Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter umur panen,


(9)

vi 12.Uji khi-kuadrat nisbah pola segregasi karakter jumlah cabang

produktif, generasi F3 Wilis x Mlg 2521. ... 43

13.Deskripsi kedelai generasi F3 nomor tanaman tujuh hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. ... 51

14.F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 yang hidup. ... 52

15.Tata letak penanaman benih kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 dan tetuanya. ... 59

16.Analisis rataan dan ragam karakter tinggi tanaman. ... 60

17.Nilai Z baku karakter tinggi tanaman. ... 61

18.Nilai peluang karakter tinggi tanaman. ... 61

19.Uji khi-kuadrat (goodness of fit) antara nilai pengamatan dengan nilai harapan karakter umur berbunga. ... 61


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter tinggi tanaman. ... 35 2. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter jumlah polong per tanaman. ... 35 3. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter bobot biji per tanaman. ... 36 4. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter umur berbunga. ... 39 5. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter umur panen. ... 39 6. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg

2521 untuk karakter jumlah cabang produktif. ... 40 7. Sebaran frekuensi generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi komoditas utama dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Kedelai

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk permintaan akan kedelai semakin meningkat (Balitkabi, 2011).

Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, dari jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus diimpor. Produksi kedelai di Indonesia berdasarkan ARAM II 2012 sebesar 783,16 ribu ton biji kering atau turun 68,13 ribu ton dibandingkan dengan tahun 2011. Produksi kedelai di Indonesia masih rendah hanya mampu menutupi kebutuhan kedelai sebesar 40% sedangkan 60% ditutupi oleh impor (Badan Pusat Statistik, 2012).


(12)

Menurut Dzulfian (2013), terus melemahnya nilai tukar rupiah (IDR) terhadap dolar Amerika (USD) mulai terasa dampaknya di sektor riil yang hampir

menembus Rp 12.000,00 dituding sebagai penyebab utama meningkatnya harga kedelai di pasaran. Pada tahun 2013 ini, harga kedelai melambung di atas Rp 9.000,00/kg, bahkan di beberapa daerah bisa mencapai Rp 10.000,00/kg. Kenaikan ini jelas sangat memukul para produsen tahu-tempe nasional.

Melonjaknya harga kedelai di pasaran sebenarnya bukan fenomena baru karena pada tahun 2008 dan 2012 harga kedelai melambung cukup tinggi.

Jika dilihat dari pola kenaikan harga pada tahun 2008, 2012, dan 2013, ada dua permasalahan klasik penyebab ketidakstabilan harga kedelai di Indonesia. Pertama, rendahnya produksi dalam negeri disebabkan oleh rendahnya produktivitas dan terbatasnya lahan pertanian yang subur. Kedua, karena

ketergantungan impor. Gejolak kurs dan gangguan iklim berupa perubahan iklim seperti di Amerika yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan pasokan kedelai dunia menurun termasuk pasokan untuk Indonesia (Dzulfian, 2013).

Menurut Sumarno (2012), terdapat beberapa keuntungan dalam memproduksi kedelai di Amerika dibandingkan dengan di Indonesia. Faktor-faktor tersebut berupa (1) Lahan tersedia sangat luas dan sesuai untuk mekanisasi, (2) Tanah sangat subur, solum dalam, erosi kecil, pH optimal, (3) Panjang penyinaran 13—16 jam, sehingga kedelai tumbuh lebih optimal, (4) Tidak terdapat gangguan hama penyakit yang berarti, (5) Teknologi budidaya didukung oleh alsintan yang canggih dan (6) Luas skala usaha besar, sehingga biaya produksi efisien.


(13)

Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, peningkatan produksi tanaman kedelai perlu terus diupayakan, salah satunya melalui program pemuliaan tanaman dengan perakitan varietas unggul bermutu. Berkenaan dengan sasaran pemuliaan ini, perlu dilakukan persilangan (Kasno, 1992).

Menurut Baihaki (2000), persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan variabilitas genetik, karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan. Variabilitas dalam suatu sifat (karakter) tertentu menggambarkan bagaimana penampilan suatu karakter akibat pengaruh lingkungan dan genetik. Terdapat dua karakter agronomi yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Alia dkk., 2004). Karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh gen

monogenik ataupun oligogenik yang dicirikan dengan sebaran fenotipenya diskontinu, pengaruh gen secara individu mudah dikenali, cara pewarisan

sederhana, dan tidak atau sedikit dipengaruhi lingkungan. Pola segregasi karakter kualitatif mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya, sedangkan karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing berpengaruh kecil terhadap ekspresi suatu karakter dengan pola segregasinya tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya (Trustinah, 1997).

Kedelai varietas Wilis dan Mlg 2521 memiliki keunggulan yang berbeda. Wilis mempunyai daya hasil yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil

soybean stunt virus (SSV), sedangkanMlg 2521 merupakan galur harapan kedelai

tahan terhadap penyakit virus kerdil SSV, tetapi mempunyai daya hasil yang rendah (Barmawi, 2007). Pada persilangan antara Wilis dan Mlg 2521 akan


(14)

terjadi penggabungan sifat yang dimiliki masing-masing tetua, sehingga pada generasi F3 akan diperoleh keragaman genetik karakter-karakter agronomi yang cukup luas.

Penelitian tentang pola segregasi karakter agronomi generasi F3 kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 akan memberi gambaran tentang sebaran frekuensi dan banyaknya gen yang terlibat dalam menampilkan suatu karakter. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pola segregasi karakter agronomi sebagai dasar seleksi dan penetapan metode pemuliaan suatu tanaman yang mungkin diterapkan dalam menangani generasi berikutnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk sebaran karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 ?

2. Apakah pola segregasi karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 sejalan dengan nisbah Mendel atau modifikasinya?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian dilaksanakan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui bentuk sebaran karakter agronomi tanaman kedelai


(15)

2. Untuk mengetahui pola segregasi karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 apakah mengikuti nisbah Mendel atau

modifikasinya.

1.3Landasan Teori

Untuk mendapatkan penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah disusun digunakan landasan teori berikut ini.

Peningkatkan produksi kedelai dapat dicapai melalui suatu kegiatan pemuliaan tanaman dengan mengembangkan varietas unggul kedelai berdaya hasil tinggi. Menurut Husni (2004), keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan persilangan.

Seleksi pada suatu populasi tanaman diharapkan dapat mengubah nilai tengah populasi tanaman generasi F2 (populasi tanaman yang diseleksi) ke generasi F3 (populasi turunan hasil seleksi) pada karakter agronomi (Widesbi, 2011).

Menurut Allard (1995), terdapat dua karakter agronomi yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kulitatif dikendalikan oleh beberapa gen, sedangkan karakter kuntitatif dikendalikan oleh banyak gen yang pengaruhnya bersifat kumulatif.


(16)

Menurut Gardener (1991), hukum Mendel merupakan dasar untuk mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua ke keturunannya. Mekanisme pemindahan gen dari generasi ke generasi berikutnya mengikuti pola yang teratur dan berulang,

meliputi (1) Segregasi, yaitu pemisahan pasangan alel ke dalam gamet-gamet yang berbeda dan diwariskan secara rambang dan (2) pemisahan dan

pengelompokan secara bebas dari pasangan alel yang berbeda yang sedang bersegregasi.

1.4Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka disusun kerangka pemikiran untuk penjelasan terhadap perumusan masalah.

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia yaitu sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri pakan ternak, dan bahan baku industri pangan. Dengan konsumsi kedelai dalam negeri yang mencapai 2,2 juta ton per tahun, menyebabkan permintaan kedelai terus meningkat jauh

melampaui produksi dalam negeri.

Adapun upaya peningkatan produksi kedelai dapat dicapai melalui suatu kegiatan pemuliaan tanaman dengan mengembangkan varietas unggul kedelai berdaya hasil tinggi salah satunya melalui program pemuliaan tanaman yaitu dengan persilangan antartetua tanaman. Dari hasil persilangan akan terjadi penggabungan sifat yang berbeda dari masing-masing tetua. Persilangan tersebut akan


(17)

menciptakan keragaman genetik pada keturunannya, sehingga memiliki karakter-karakter yang diinginkan dalam suatu populasi.

Karakter yang diamati adalah karakter agronomi suatu tanaman yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen dengan sebaran frekuensi fenotipenya diskontinu. Pengaruh gen secara individu mudah dikenali, cara pewarisan sederhana, tidak atau sedikit dipengaruhi oleh lingkungan. Pola segregasi pada karakter ini mengikuti nisbah Mendel dan modifikasinya, sedangkan karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dengan pola segregasinya tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya.

Generasi F3 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil persilangan antara Wilis x Mlg 2521. Wilis x Mlg 2521 memiliki ciri-ciri dan keunggulan masing-masing. Varietas Wilis mempunyai daya hasil yang cukup tinggi namun rentan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus (SSV), sedangkan Malang 2521 memilki daya hasil yang rendah, namun tahan terhadap penyakit virus kerdil. Benih F3Wilis x Mlg 2521 yang ditanam pada penelitian ini merupakan tanaman nomor ke tujuh hasil penelitian dari Yantama, dan Ardiansyah (2012). Tanaman nomor tujuh ini dalam pengujian menempati

peringkat pertama karena memiliki bobot biji per tanaman sebesar 102,5 g. Benih F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 memiliki tingkat segregasi yang agak tinggi. Persentase individu heterozigot pada generasi F3 adalah 25% dan homozigot masing-masing 37,5%.


(18)

Hasil penelitian Sigit (2012), pada tanaman kedelai populasi F2 menunjukkan bahwa karakter umur berbunga, tinggi tanaman, bobot 100 biji, dan bobot biji per tanaman menyebar normal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan secara poligenik (Allard, 1995).

Pada generasi F3 ini akan dilakukan pendugaan tentang pola segregasi dan jumlah gen yang terlibat dalam mengendalikan suatu karakter. Pendugaan pola segregasi akan dapat memberi gambaran tentang bentuk sebaran karakter agronomi apakah menyebar normal (kontinu) atau diskontinu.

1.5Hipotesis

Dari uraian yang telah dikemukakan dalam kerangka pemikiran ini, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

1. Bentuk sebaran karakter agronomi tanaman kedelai generasi F3 hasil

persilangan Wilis x Mlg 2521 yang meliputi tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir menyebar secara normal.

2. Pola segregasi karakter agronomi kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 sejalan dengan Nisbah Mendel atau modifikasinya.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistematika Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2.500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara pada abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di pulau Jawa, kemudian berkembang ke pulau-pulau lainnya (Sumarno, 1983).

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Glycine


(20)

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis kedelai mempengaruhi tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yaitu tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina.

Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut umur, warna biji dan tipe batang. Varietas kedelai yang dianjurkan yaitu Otan 27 dan 29, Ringgit 317, Sumbing 452, Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291, Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Raung, Merbabu, Muria dan Tidar (Gani, 2000).

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri atas paling tidak dua spesies yaitu Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia. Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah

Ringgit, Orba, Lokon, Davros, dan Wilis. Edamame adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.

Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak,


(21)

lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia (Padjar, 2010).

2.2 Morfologi Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Padjar, 2010).

2.2.1 Akar

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri atas dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan hipokotil yang cepat (Padjar, 2010).

2.2.2 Batang dan Cabang

Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada di atas kotiledon tersebut dinamakan epikotil.

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate.


(22)

Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi banyak bila penanaman dirapatkan dari 250.000

tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar (Padjar, 2010).

2.2.3 Daun

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia

kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves). Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm (Padjar, 2010).

2.2.4 Bunga

Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, 2—25 bunga, tergantung dari kondisi lingkungan tumbuh


(23)

dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku ke lima, ke enam, atau pada buku yang lebih tinggi. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu.

2.2.5 Polong dan Biji

Menurut Padjar (2012), polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7—10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1—10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2—3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7—9 g/100 biji), sedang (10—13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak pipih, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses


(24)

hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12—13% (Padjar, 2010).

2.2.6 Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen

Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui aktivitas bakteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar. Keberadaan Rhizobium japonicum di dalam tanah memang sudah ada karena tanah tersebut ditanami kedelai atau memang sengaja ditambahkan ke dalam tanah.

Kemampuan memfiksasi N2 ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, diduga karena kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas bintil akar (Fachruddin, 2000).

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai

2.3.1 Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama masa pertumbuhan. Kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah Alluvial, Regosol,


(25)

Grumosol, Latosol, Andosol, Podsolik Merah Kuning, dan tanah yang

mengandung pasir kuarsa, perlu diberi pupuk organik atau kompos, fosfat dan pengapuran dalam jumlah cukup. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia.

Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5

pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium (Padjar, 2010).

2.3.2 Iklim

Umumnya pertumbuhan terbaik tanaman kedelai terjadi pada temperatur antara 25 – 27 oC, dengan penyinaran penuh (minimal 10 jam/hari). Tanaman kedelai menghendaki curah hujan optimal antara 100 -200 mm/bulan, dengan kelembaban rata-rata 50%. Kedelai dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0 – 900 meter dari permukaan laut, namum optimalnya 650 meter dari permukaan laut (Sutomo, 2011).


(26)

2.4 Kandungan dan Manfaat Tanaman Kedelai

2.4.1Kandungan Kedelai

Kandungan Kedelai (100 g) bahan segar mengandung : protein 34,9 g, kalori 331 kal, lemak 18,1 g, hidrat arang 34,8 g, kalsium 227 mg, fosfor 585 mg, besi 8 mg, vitamin A 110 SI, vitamin B1 1,07 mg dan air 7,5 gram (Padjar, 2010).

2.4.2 Manfaat Kedelai

Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil

pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Biji yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi susu (baik bagi orang yang sensitif laktosa), vetsin, kue-kue, bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap), tempe, tahu (tofu), permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan


(27)

bahan lemak lainnya. Olahan dalam bentuk lecithin dibuat antara lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insektisida dan farmasi (Wiroatmojo, 2000).

2.5 Varietas Kedelai

Kedelai (Glycine max Merr) varietas Wilis dilepas tahun 1983, oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Wilis berasal dari galur F4 persilangan varietas No. 1682 dengan Orba, yang disilangkan di Bogor pada tahun 1975. Keturunan dari persilangan diseleksi dengan metode seleksi massa berstrata berdasarkan umur matang, mulai generasi F2 sampai F4. Pembuatan galur murni dilakukan pada generasi F4. Galur yang terbaik adalah No. 1682/1343-1-1-0, yang kemudian dilepas sebagai varietas baru, dengan nama Wilis. Dari 18 lingkungan percobaan, Wilis menghasilkan rata-rata 1.626 kg/ha, sedang varietas pembanding Orba 1.311 kg/ha. Umur matang Wilis 88 hari, bertipe tumbuh determinit, tinggi batang sedang (40 -50 cm), batang kokoh, bercabang dan tidak mudah rebah, warna batang hijau, warna hipokotil ungu, warna daun hijau, warna bulu coklat tua, warna bunga ungu, warna polong tua coklat kehitaman, warna kulit biji kuning, dan umur berbunga 39 hari. Ukuran biji Wilis kecil (9 -10 gram/l00 biji), berbentuk bundar lonjong (oval) dan agak pipih, berwama kuning seragam, dengan hilum berwama coklat tua. Kadar protein 37,0% ; kadar lemak 18,0%. Varietas ini agak tahan terhadap penyakit karat daun dan virus, Wilis nenunjukkan reaksi toleran, yakni gejala serangan karat hanya terjadi pada

tanaman nenjelang matang dan tidak mengakibatkan penurunan hasil secara nyata (Balitkabi, 2011).


(28)

Wilis cocok ditanam pada lahan bekas padi sawah dengan pengolahan minimal atau tanpa pengolahan tanah. Kecambah mempunyai vigor yang baik,

pertumbuhannya cepat, dan dapat tumbuh baik pada lahan berdrainase kurang baik. Kemurnian benih penjenis dipertahankan di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor (Sumarno, 1983).

Kedelai varietas Mlg 2521 merupakan galur harapan kedelai tahan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus (SSV), namun demikian galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan kualitas yang rendah (Barmawi, 2007).

Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas

Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap cowpea mild mottle virus (CPMMV) padas tahun 2001. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh galur galur yang tahan terhadap (CPMMV) yaitu galur Mlg 2521. Menurut Asadi (2005 dan 2010), galur Mlg 2521 memiliki ketahanan terhadap soybean stunt virus (SSV). Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas Wilis dan galur Mlg 2521 oleh Maimun Barmawi. Penanaman F1 dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah pemuliaan tanaman lanjutan semester genap pada tahun 2011 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Selanjutnya benih F2 dievaluasi oleh Yantama dan Sigit pada bulan November 2011 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Dari penelitian Yantama (2012) didapat 12 genotipe nomor yang menghasilkan jumlah polong per tanaman dan bobot biji per


(29)

tanaman melebihi populasi F2 dan kedua tetuanya. Dari nomor-nomor harapan terpilih lalu dipilih genotipe nomor tujuh (peringkat pertama) yang memiliki jumlah polong per tanaman 378 polong, bobot biji per tanaman 102,5 g, dan jumlah biji 825 butir. Selanjutnya dari 825 butir tersebut dilakukan pengacakan dan didapat 300 sampel benih yang akan ditanam sebagai populasi generasi F3 persilangan Wilis x Mlg 2521.

2.6 Karakter Agronomi Tanaman Kedelai

Karakter agronomi adalah karakter-karakter yang berperan dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil suatu tanaman, yang secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang dikendalikan oleh sedikit gen, seperti tipe tumbuh, warna bunga, bentuk bunga, warna hipokotil, bentuk buah, bentuk biji, bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Pengamatan karakter kualitatif didasarkan atas pedoman gambar atau kelas dan diwujudkan dalam bentuk skor angka (Sofiari dan Kirana, 2009).

Karakter kuantitatif merupakan karakter-karakter yang dikendalikan oleh banyak gen, dari karakter-karakter ini sangat dipengaruh oleh lingkungan. Pengamatan karakter kuantitatif dilakukan melalui perhitungan/pengukuran. Seperti halnya tinggi tanaman, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, umur berbunga, jumlah cabang produktif, dan hasil (Baihaki, 2000).


(30)

2.7 Segregasi

Pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu. Mendel menyebut materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (hereditary), yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen.

Menurut Gardner (1991) yang dikutip Muchsi (2006) Hukum Mendel mendasari pemindahan gen-gen dari tetua ke keturunan, kemudian dari generasi ke generasi.

Persilangan setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I.

Hukum Mendel I (Hukum Segregasi) mengemukakan bahwa pada saat alel memisah (segregasi) satu dari yang lain selama pembentukan gamet dan diwariskan secara rambang ke dalam gamet-gamet yang sama jumlahnya. Sebagai dasar segregasi satu pasang alel terletak pada lokus yang sama dari kromosom homolog. Kromosom homolog ini memisah secara bebas pada anafase I dari meiosis dan tersebar ke dalam gamet-gamet yang berbeda. Hukum Mendel II mengemukan bahwa pemisahan dan pengelompokan secara bebas. Pasangan gen berbeda yang sedang segregasi, akan memisah dan mengelompok secara bebas.


(31)

2.8 Modifikasi Nisbah Mendel

Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1. 2.8.1 Modifikasi Nisbah 3 : 1

1. Semi dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe.

2.8.2 Kodominansi

Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.

2.8.3 Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan


(32)

gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada

generasi F2 yaitu 1. Epistasis resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.

2. Epistasis dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.

3 Epistasis resesif ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.

4 Epistasis dominan ganda

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.


(33)

5 Epistasis domian-resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.

6 Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat(B-ll atau bbL). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua

pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 6 : 1 pada generasi F2.


(34)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung mulai bulan Oktober 2012 sampai bulan Februari 2013. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas benih kedelai tetua 300 benih F3 berasal dari persilangan Wilis x Mlg 2521. Pestisida berbahan aktif Deltametrin dengan merk dagang Decis 2,5 EC, pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, dan KCL 100 kg/ha, Furadan, dan Dithane fungisida berbahan aktif mankozep 80%. Benih-benih yang digunakan adalah benih galur-galur kedelai hasil pemuliaan Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gembor, selang air, cangkul, tugal, koret, meteran, tali rafia, benang, kertas label, gunting, bambu, jaring, plastik, golok, kantung panen, knapsack sprayer, paranet, mistar, dan alat tulis.


(35)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan.

Pengulangan tidak dilakukan karena benih yang digunakan adalah benih F3 yang masih bersegregasi dan masih memiliki persentase heterozigot (1/2 x 50% = 25%) dan homozigot 37,5 % (Baihaki, 2000 dan Mahendra 2010).

3.3.1 Analisis Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai

Adapun rumus uji yang digunakan dalam analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter agronomi tanaman kedelai dari populasi F3 adalah uji Khi-kuadrat (Gomez dan Gomez, 1995) sebagai berikut:

1. (n) sebagai banyaknya pengamatan data yang dinyatakan ke dalam tabel frekuensi. Tentukan wilayah (p) data sebagai perbedaan antara pengamatan terbesar dan terkecil, (p) tersebut dibagi ke dalam kelas. Untuk penentuan setiap kelas, didapatkan dari 1 + 3,222 log (n). Setelah itu, ditentukan nilai kelas (titik tengah wilayah kelas) dengan membuat rata-rata dari nilai batas terendah dan tertinggi

2. Hitung rataan (X ) dan ragam (s2) sebagai berikut:

p i i p i i i f X f X 1 1 p i p i i p i i i i i p i i f X f X f f s 1 1 2 1 2 1 2 1 1 Keterangan:


(36)

3. Hipotesis sebaran peluang dihitung dari frekuensi harapan di setiap kelasnya. Untuk setiap kelas, dihitung nilai Z baku, satu untuk batas terendah (Zl) dan lainnya batas tertinggi (Zh) sebagai berikut:

s X L

Z l

l dan

s X L

Z h

h

Keterangan: Li = batas kelas terendah; Lh = batas kelas tertinggi

Peluang setiap selang kelas ditentukan berdasarkan hipotesis sebaran peluang sebagai berikut:

h

l X Z

Z P P

h

l X Z

Z P

P menunjukkan peluang bahwa X berada di antara Zl dan Zh Frekuensi harapan untuk kelas ke-i (Fi) dihitung sebagai hasil kali peluang kelas ke-i (Pi) yang ditentukan pada langkah sebelumnya dan banyaknya pengamatan(n):

) )(

( i

i n P

F

4. Rumus x2-hitung sebagai berikut:

i p i i i F F f x 1 2 2

Keterangan: fi = frekuensi pengamatan ; Fi = frekuensi harapan bagi kelas ke-i 5. Kemudian apabila nilai x2 lebih besar dari nilaix2 tabel makaH0 diterima dan


(37)

3.3.2 Uji Signifikansi untuk Berbagai Nisbah Teoretis Generasi F3

Kemudian diuji dengan 2 untuk goodness of fit (kesesuaian) sebagai berikut: 1) Dua kelas atau dua puncak

2) Lebih dari dua kelas atau dua puncak

Keterangan:

Oj = jumlah pengamatan dalam kelas/kelompok ke-i

Ej = jumlah pengamatan yang diharapan dalam kelas/kelompok ke-i

j = 1, 2, 3, … c

Kesesuaian antara nilai pengamatan dan harapan, dianggap sebagai jumlah gen yang mengendalikan karakter-karakter agronomi yang diamati.

Menurut Snyder dan David (1957) dikutip oleh Barmawi (1998) berikut ini beberapa nisbah gen pegendali yang bersifat sederhana yang memiliki sebaran grafik sesuai dengan penyebaran populasi F3 yaitu

1. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan dua puncak, maka


(38)

(dua gen epistasis resesif duplikat), 13:3 (dua gen epistasis dominan resesif), 15:1 (dua gen epistasis dominan duplikat).

2. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan tiga puncak, maka kemungkinan nisbah yang terjadi adalah 1:2:1 (satu gen dominan tidak sempurna), 9:3:4 (2 gen epistasis resesif), 9:6 :1 (dua gen dengan efek kumulatif), 12:3:1 (dua gen epistasis dominan).

3. Jika grafik penyebaran populasi F3 menunjukkan lebih dari tiga puncak, maka kemungkinan nisbah fenotipe yang terjadi adalah 9:3:3:1 (dua gen dominan penuh), atau 6:3:3:4 (satu pasang gen dominan sempurna dan satu pasang gen dominan sebagian).

4. Grafik yang unimodal (menyebar normal) menunjukkan pewarisan poligenik.

3.3.3 Uji Kemenjuluran Grafik Sebaran Normal

Menurut Walpole (1997) untuk mengetahui bahwa sebaran frekuensi tersebut benar berdistribusi normal maka dilakukan uji kemenjuluran yang memiliki sebaran frekuensi karakter yang berdistribusi normal. Apabila sebaran frekuensi karakter dikatakan normal maka dihitung nilai simpangan kemenjuluran (SK), nilai SK tersebut terletak antara -3 dan +3. Rumus hitung SK sebagai berikut:

Keterangan: SK= simpangan kemenjuluran; = nilai tengah; = median; = simpangan baku.


(39)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Jumlah Populasi

Menurut Baihaki (2000), ada beberapa alasan dalam penentuan besarnya populasi F3 minimum agar diperoleh minimal satu genotipe yang diinginkan dari populasi yang ditelaah dan menjamin segregasi yang diharapkan. Beberapa alasan tersebut apabila:

a) Karakter yang diamati mahal dan pengamatannya membutuhkan waktu lama. b) Dugaan kontrol genetik dari karakter tersebut sederhana dan jumlah gen yang

mengendalikannya dua gen.

Rumus yang digunakan untuk penentuan jumlah populasi F3 minimum adalah sebagai berikut:

Keterangan :

n : jumlah tanaman yang dibutuhkan

F : α = 0,01

q : peluang kegagalan memperoleh genotipe yang diinginkan (genotipe yang tidak diharapkan)

Adapun jumlah populasi F3 minimum tanaman kedelai adalah F= 0.01 ; q= 55/64

n = log F/log q = log 0,01/log 55/64 n= 300 tanaman.


(40)

3.4.2 Persiapan Tanam

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencangkul lahan sedalam 30—50 cm sampai tanah remah, kemudian diratakan. Percobaan menggunakan tata letak tanpa ulangan. Benih kedelai ditanam pada petak percobaan berukuran

5 m x 10 m. Pada petak tersebut terdapat 15 baris tanaman, setiap baris terdapat 20 lubang tanam. Penanaman benih dilakukan secara tugal sedalam 3-5 cm dengan jarak tanam 50 cm x 20 cm. Setiap lubang berisi satu benih. Setelah benih ditanam diaplikasikan juga Furadan ± 10—15 per lubang tanam untuk mencegah serangga yang akan merusak benih.

3.4.3 Pemeliharaan

Penyiraman rutin dilakukan setiap hari jika tidak ada hujan. Pupuk yang

digunakan adalah Urea 50kg/ha, SP36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg /ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan membuat lubang ± 10 cm. Untuk mencegah serangan hama dan patogen dilakukan penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif Deltametrin dengan merk dagang Decis 2,5 EC, dan fungisida berbahan aktif Mankozep 80% setiap satu minggu sekali, atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan (Muchsi, 2000).

Pemasangan patok dilakukan setelah benih ditanam dan pemasangan label tiap tanaman yang berisikan nama benih kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 (F3) dan tanggal penanaman dilakukan setelah benih kedelai tumbuh.


(41)

3.4.4 Pemanenan

Panen kedelai ditentukan berdasarkan umur tanaman dan penampakan dari luar. Ciri-ciri umum tanaman kedelai sudah siap panen yaitu polong secara merata telah berwarna kuning kecoklatan, dan sebagian daun-daunnya sudah kering atau rontok. Panen dilakukan dengan mencabut tanaman dan dikumpulkan

berdasarkan populasinya. Setelah itu tanaman dijemur lalu dipisah polongnya. Kemudian polong kedelai dimasukkan ke dalam amplop yang terbuat dari kertas koran. Satu amplop untuk satu tanaman.

3.4.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini :

1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur setelah panen. Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari leher akar hingga titik tumbuh tanaman.

2. Umur tanaman berbunga pertama kali (hari)

Umur tanaman berbunga pertama kali dihitung sejak hari tanam sampai tanaman mulai muncul bunga untuk pertama kali.

3. Umur panen (hari)

Umur panen dihitung berdasarkan hari sejak tanam sampai tanaman (polong) siap dipanen. Polong siap dipanen jika polong sudah kering berwarna coklat dan bagian yang lain seperti batang, daun mulai kering.


(42)

4. Jumlah cabang produktif per tanaman (buah)

Jumlah cabang produktif dihitung dari banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong

5. Jumlah polong per tanaman (buah)

Jumlah polong per tanaman dihitung berdasarkan jumlah seluruh polong yang dihasilkan pada setiap tanaman.

6. Bobot biji per tanaman (gram)

Bobot biji per tanaman ditimbang setelah pemanenan dilakukan, ditimbang berdasarkan bobot biji per tanaman.

7. Bobot 100 biji

Bobot 100 biji diukur berdasarkan bobot 100 butir pada kadar air 12% yang diambil secara acak.


(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data dapat disimpulkan : 1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman dan

bobot biji per tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 menyebar normal, sedangkan untuk karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 biji tidak menyebar normal.

2. Karakter umur berbunga menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 13 : 3 dan ini termasuk ke dalam aksi gen epistasis dominan resesif, umur panen dan bobot 100 biji menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 15 : 1 yang bersifat epistasis dominan duplikat, dan jumlah cabang produktif menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 9 : 7 yang bersifat epistasis resesif duplikat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk karakter yang diamati, peneliti menyarankan agar dalam penelitian selanjutnya perlu ditanam kembali benih kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 sehingga seleksi karakter agronomi tersebut dapat dilakukan pada generasi selanjutnya.


(44)

PUSTAKA ACUAN

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. 15 (1): 4-30.

Allard, R. W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. Inc. New York. 485 hlm.

Asadi, B., Arsyad, H Zahara dan Darmijati. 2003. Pemuliaan kedelai untuk toleran naungan. Buletin Agrobio. 1997. 1(2): 15-20.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn. Diakses 21 Okober 2012. Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas

Padjajaran. Diktat mata kuliah: Bandung. 91 hlm.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011. Varietas Unggul Kedelai. http://www. litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300 &k=310&n=&t=&sv. Diakses 22 Januari 2013.

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kurdiati). Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 499 hlm.

Dzulfian, 2013. Kedelai dan Kedelai. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis2013 09/10/kedelai-dan-keledai-590562.html. Diakses tanggal 19 September 2013.

Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Gani, J.A.2000. Kedelai varietas unggul. Lembar informasi pertanian (Liptan): Mataram.

Gardner, E.J., and H. Hadley. 1991. Hybridization of crop plants. American society of agronomi and crop science of America, publ. Madison. Wisconsin. 599 hlm.

Gomez, A. K., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. 313 hlm.


(45)

Hartati, S. , M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil persilangan wilis x B3570. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1) : 8–13.

Husni, A., S. Hutami, M. Kosmiatin, dan I. Mariska. 2004. Seleksi in vitro tanaman kedelai untuk meningkatkan sifat toleran kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 23(2):93-100.

Kasno, A. (1992) Pemuliaan Tanaman Kacang-kacangan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I, pp. 39-68. Perhimpunan Pemulia Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur.

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi kacang kanjang (Vigna Sinensis var. Sesquipedalis [L.] Koern.) populasi F2 keturunan persilangan Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Muchsi, Y. F. 2006. Pola segregasi dan heretabilitas sifat ketahanan kedelai populasi Willis x MLG 2521 terhadap serangan CPMMV (Cowpea Mild Mottled Virus). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 40 hlm Murti, RH., Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Pola pewarisan karakter buah

tomat. Zuriat. 15 (2) : 140-149.

Padjar, M. 2010. Varietas Kedelai. http://dedenia 72. wordpress.com /2009/09/02/ varietas-kedelai-soybean-part-1/html. Diakses tanggal 22 Oktober 2011. Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran : Bandung. 116 hlm.

Sa’diyah, N., S. Ardiansyah, dan M. Barmawi. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Wilis dan Malang 2521. Prossiding. SEMIRATA MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Lampung.

Snyder, L. H. dan R. P. David. 1957. The Principles of Heredity. Health and Company: USA. 507 hlm.

Soemartono, Nasrullah, dan Hari H. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi tanaman.Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. 374 hlm.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19 (3) : 255-263.

Stanfield, W. D. 2006. Teori dan Soal-soal Genetika. Edisi ke dua.

Diterjemahkan oleh Apandi, M. dan L.T. Hardy. Erlangga: Jakarta. 417 hlm.


(46)

Sumarno. 2012. Bertani Kedelai di Amerika Serikat. Puslitbang Tanaman Pangan Bogor. 5 hlm.

Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik 6:53 hlm. Sutomo, 2011. Budidya tanaman kedelai unggul. http://www. gerbangpertanian.

com/2010/04/budidaya-tanaman-kedelai-unggul.html. Diakses tanggal 22 Oktober 2012.

Trustinah. 1997. Pewarisan beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada kacang tunggak (vigna unguiculata (1) walls). Penelitian pertanian tanaman pangan. 15 (2); 48-53.

Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. Edisi ke tiga. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 57—58 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan pada Generasi F2 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.

Widesbi, L. 2011. Karakter agronomi delapan populasi kedelai. Penelitian respon seleksi, karakter agronomi, kedelai. Universitas Negeri Malang Wiroatmojo, 2000. Kedelai. http://cerianet agricultur.blogspot.Com/2009/02/

manfaat – kedelai. html. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Wisnu, M. 2011. Dasar-dasar Pewarisan Mendel. http://pttipb.wordpress.com/ category/04-Dasar-dasar-Pewarisan-dan-Mendel. Diakses tanggal 22 Oktober 2011.


(1)

3.4.4 Pemanenan

Panen kedelai ditentukan berdasarkan umur tanaman dan penampakan dari luar. Ciri-ciri umum tanaman kedelai sudah siap panen yaitu polong secara merata telah berwarna kuning kecoklatan, dan sebagian daun-daunnya sudah kering atau rontok. Panen dilakukan dengan mencabut tanaman dan dikumpulkan

berdasarkan populasinya. Setelah itu tanaman dijemur lalu dipisah polongnya. Kemudian polong kedelai dimasukkan ke dalam amplop yang terbuat dari kertas koran. Satu amplop untuk satu tanaman.

3.4.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini :

1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur setelah panen. Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari leher akar hingga titik tumbuh tanaman.

2. Umur tanaman berbunga pertama kali (hari)

Umur tanaman berbunga pertama kali dihitung sejak hari tanam sampai tanaman mulai muncul bunga untuk pertama kali.

3. Umur panen (hari)

Umur panen dihitung berdasarkan hari sejak tanam sampai tanaman (polong) siap dipanen. Polong siap dipanen jika polong sudah kering berwarna coklat dan bagian yang lain seperti batang, daun mulai kering.


(2)

4. Jumlah cabang produktif per tanaman (buah)

Jumlah cabang produktif dihitung dari banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan polong

5. Jumlah polong per tanaman (buah)

Jumlah polong per tanaman dihitung berdasarkan jumlah seluruh polong yang dihasilkan pada setiap tanaman.

6. Bobot biji per tanaman (gram)

Bobot biji per tanaman ditimbang setelah pemanenan dilakukan, ditimbang berdasarkan bobot biji per tanaman.

7. Bobot 100 biji

Bobot 100 biji diukur berdasarkan bobot 100 butir pada kadar air 12% yang diambil secara acak.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data dapat disimpulkan : 1. Sebaran frekuensi karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman dan

bobot biji per tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 menyebar normal, sedangkan untuk karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 biji tidak menyebar normal.

2. Karakter umur berbunga menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 13 : 3 dan ini termasuk ke dalam aksi gen epistasis dominan resesif, umur panen dan bobot 100 biji menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 15 : 1 yang bersifat epistasis dominan duplikat, dan jumlah cabang produktif menunjukkan pola segregasi dengan nisbah 9 : 7 yang bersifat epistasis resesif duplikat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk karakter yang diamati, peneliti menyarankan agar dalam penelitian selanjutnya perlu ditanam kembali benih kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg 2521 sehingga seleksi karakter agronomi tersebut dapat dilakukan pada generasi selanjutnya.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat. 15 (1): 4-30.

Allard, R. W. 1995. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. Inc. New York. 485 hlm.

Asadi, B., Arsyad, H Zahara dan Darmijati. 2003. Pemuliaan kedelai untuk toleran naungan. Buletin Agrobio. 1997. 1(2): 15-20.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn. Diakses 21 Okober 2012. Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas

Padjajaran. Diktat mata kuliah: Bandung. 91 hlm.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2011.

Varietas Unggul Kedelai. http://www. litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300 &k=310&n=&t=&sv. Diakses 22 Januari 2013.

Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kurdiati). Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 499 hlm.

Dzulfian, 2013. Kedelai dan Kedelai. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis2013 09/10/kedelai-dan-keledai-590562.html. Diakses tanggal 19 September 2013.

Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Gani, J.A.2000. Kedelai varietas unggul. Lembar informasi pertanian (Liptan): Mataram.

Gardner, E.J., and H. Hadley. 1991. Hybridization of crop plants. American society of agronomi and crop science of America, publ. Madison. Wisconsin. 599 hlm.

Gomez, A. K., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S. Baharsyah. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. 313 hlm.


(5)

Hartati, S. , M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil persilangan wilis x B3570. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1) : 8–13.

Husni, A., S. Hutami, M. Kosmiatin, dan I. Mariska. 2004. Seleksi in vitro tanaman kedelai untuk meningkatkan sifat toleran kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 23(2):93-100.

Kasno, A. (1992) Pemuliaan Tanaman Kacang-kacangan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I, pp. 39-68. Perhimpunan Pemulia Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur.

Mahendra, W. 2010. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan kemajuan seleksi kacang kanjang (Vigna Sinensis var. Sesquipedalis [L.] Koern.) populasi F2 keturunan persilangan Testa Hitam x Bernas Super. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Muchsi, Y. F. 2006. Pola segregasi dan heretabilitas sifat ketahanan kedelai populasi Willis x MLG 2521 terhadap serangan CPMMV (Cowpea Mild Mottled Virus). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 40 hlm Murti, RH., Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Pola pewarisan karakter buah

tomat. Zuriat. 15 (2) : 140-149.

Padjar, M. 2010. Varietas Kedelai. http://dedenia 72. wordpress.com /2009/09/02/ varietas-kedelai-soybean-part-1/html. Diakses tanggal 22 Oktober 2011. Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.

Universitas Padjajaran : Bandung. 116 hlm.

Sa’diyah, N., S. Ardiansyah, dan M. Barmawi. 2013. Pola segregasi karakter agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil

persilangan Wilis dan Malang 2521. Prossiding. SEMIRATA MIPA. Fakultas MIPA. Universitas Lampung.

Snyder, L. H. dan R. P. David. 1957. The Principles of Heredity. Health and Company: USA. 507 hlm.

Soemartono, Nasrullah, dan Hari H. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi tanaman.Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. 374 hlm.

Sofiari, E. dan R. Kirana. 2009. Analisis pola segregasi dan distribusi beberapa karakter cabai. J. Hort. 19 (3) : 255-263.

Stanfield, W. D. 2006. Teori dan Soal-soal Genetika. Edisi ke dua.

Diterjemahkan oleh Apandi, M. dan L.T. Hardy. Erlangga: Jakarta. 417 hlm.


(6)

Sumarno. 2012. Bertani Kedelai di Amerika Serikat. Puslitbang Tanaman Pangan Bogor. 5 hlm.

Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik 6:53 hlm. Sutomo, 2011. Budidya tanaman kedelai unggul. http://www. gerbangpertanian.

com/2010/04/budidaya-tanaman-kedelai-unggul.html. Diakses tanggal 22 Oktober 2012.

Trustinah. 1997. Pewarisan beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada kacang tunggak (vigna unguiculata (1) walls). Penelitian pertanian tanaman pangan. 15 (2); 48-53.

Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. Edisi ke tiga. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 57—58 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Toleran Naungan pada Generasi F2 Hasil Persilangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr).

Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.

Widesbi, L. 2011. Karakter agronomi delapan populasi kedelai. Penelitian respon seleksi, karakter agronomi, kedelai. Universitas Negeri Malang Wiroatmojo, 2000. Kedelai. http://cerianet agricultur.blogspot.Com/2009/02/

manfaat – kedelai. html. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Wisnu, M. 2011. Dasar-dasar Pewarisan Mendel. http://pttipb.wordpress.com/ category/04-Dasar-dasar-Pewarisan-dan-Mendel. Diakses tanggal 22 Oktober 2011.